I N D U S T R I - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web view... yang antara lain diperlukan...

73
I N D U S T R I

Transcript of I N D U S T R I - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web view... yang antara lain diperlukan...

I N D U S T R I

BAB VIII

I N D U S T R I

1. Pendahuluan

Pembangunan industri dalam kurun waktu Repelita III me-nunjukkan hasil-hasil yang mantap. Sebagian besar dari kebu-tuhan pokok masyarakat, khususnya bahan pangan, sandang dan perumahan telah dapat dipenuhi oleh produksi di dalam negeri. Di samping itu mutu, macam dan jenis barang-barang konsumen terus meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan masyara-kat sebagai akibat berhasilnya pembangunan ekonomi dan sek-tor-sektor lain, yang pada gilirannya telah meningkatkan ta- rap hidup, kemakmuran dan daya beli masyarakat.

Kemajuan-kemajuan telah dicapai tidak saja dalam industri substitusi impor seperti tekstil, kendaraan bermotor, ba-rang barang elektronik, tetapi juga industri yang mengolah sumber daya alam dan energi seperti pupuk, semen, ban kenda-raan bermotor, kayu lapis, pulp dan kertas, aluminium dan besi baja.

Perkembangan yang pesat dari sektor industri tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah menunjang perkembangan sektor-sektor lainnya, seperti pertanian, ke-hutanan, pertambangan, perdagangan, perhubungan, telekomuni-kasi, pendidikan dan sebagainya.

Volume produksi dari berbagai jenis industri dasar telah meningkat dengan pesat, walaupun belum dapat memenuhi kebu-tuhan dalam negeri, baik untuk sektor industri sendiri maupun pembangunan sektor lainnya. Namun demikian, beberapa jenis hasil industri telah dapat menggantikan barang-barang impor dan sebagian bahkan telah dapat diekspor, misalnya semen, pe-sawat terbang, kayu lapis, elektronik, hasil pengolahan ka-ret, dan lain-lain.

Kemantapan pembangunan industri ditandai pula dengan di-capainya laju pertumbuhan industri yang melampaui sasaran yang digariskan dalam Repelita III. Walaupun dalam 2 tahun terakhir Repelita III pertumbuhannya sangat menurun sebagai akibat dari dampak resesi ekonomi dunia, namum selama Repe-lita III pertumbuhannya telah mencapai rata-rata 11,4% per

495

tahun, sedang sasaran yang digariakan adalah rata-rata 11,0% per tahun.

Peranan sektor industri terhadap pembentukan PDB telah meningkat pula. Berdasarkan atas harga tetap 1973, sumbangan sektor industri terhadap PDB pada akhir Repelita II adalah sebesar 12,9%, pada akhir Repelita III sumbangannya telah meningkat menjadi 15,4%. Dengan peningkatan ini peranan sektor industri menempati urutan ke 3 setelah sektor perdagangan, lembaga keuangan termasuk jasa lainnya dan sektor pertanian termasuk kehutanan dan perikanan.

Sebagai akibat dari perkembangan industri, impor bahan baku/penolong, barang-barang modal dan barang-barang konsumsi selama Repelita III telah mengalami perubahan. Bila pada akhir Repelita II impor bahan-baku/penolong dan barang-barang modal besarnya 75,2% dan barang konsumsi 24,a%, maka pada ta-hun 1982/83 impor bahan baku penolong dan barang-barang modal meningkat hingga 85,8%, sedang impor barang konsumsi menurun sampai 14,2%. Hal ini menunjukkan, bahwa perkembangan indus-tri barang-barang konsumen yang merupakan substitusi impor telah cukup baik, namun industri dasar/hulu belum berkembang secepat kebutuhan. Dalam rangkaian ini didorong penanaman modal dalam industri dasar/hulu yang dapat menjadikan bahan baku/penolong dan barang modal untuk industri hilir.

Dalam rangka usaha perkembangan ekspor hasil produksi da- lam negeri telah disusun program pengembangan ekspor. Program ini meliputi pemanfaatan potensi industri dalam negeri yang mencakup kapasitas produksi, mutu dan keterampilan tenaga ker- ja. Di samping itu diambil langkah untuk menyempurnakan iklim ekspor yang dilaksanakan antara lain melalui pengembangan Ser- tifikat Ekspor (SE). Dalam usaha ini pada akhir tahun 1983/84 SE telah mencakup 1.897 jenis hasil industri. Untuk pertama kalinya pada tahun 1979 SE untuk sektor industri baru meli-puti 37 jenis hasil industri. Maksud dari SE tersebut adalah memberi fasilitas penangguhan pembayaran atau pengembalian pembayaran atas pungutan impor dari bahan baku/penolong dan suku cadang cepat-aus yang digunakan dalam proses produksi yang hasil-hasilnya diekspor. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 yang mengatur berbagai kemudahan dan fasilitas seperti devisa bebas, pemberian kredit ekspor dengan tingkat bunga rendah, maka ekspor hasil industri da-lam tahun 1983 telah meningkat hingga US $ 2,5 milyar dari US $ 1,8 milyar pada tahun 1980.

Dalam rangka investasi selama Repelita III tercatat pula

496

kemajuan-kemajuan. Dalam hubungan ini dapat disampaikan, bahwa kemampuan nasional dalam investasi menunjukkan perkembangan yang cukup meningkat. Hal ini ditandai oleh peranan PMA yang hanya meliputi 28,5% atau berjumlah US $ 7,06 milyar, sedangkan investasi PMDN dan non PMA/PMDN mencakup 71,5% dari jumlah seluruh investasi yang besarnya US $ 24,03 milyar. Jumlah investasi terbesar terjadi pada tahun 1983, yang men-capai Rp. 6.202,9 milyar untuk seluruh investasi dalam rangka PMDN dan non PMA/PMDN dan US $ 2,6 milyar dalam rangka PMA. Kenaikan yang menonjol disebabkan, antara lain oleh akan di-berlakukannya Undang-undang Perpajakan yang baru yang menga-takan tidak akan lagi memberikan fasilitas penanaman modal yang berarti.

Ditinjau dari segi penyebaran lokasi, pembangunan industri selama Repelita III telah lebih meluas ke daerah-daerah. Da-lam periode ini pulau Jawa menyerap penanaman modal sebesar 65%, Sumatera 12%, Kalimantan 14% dan daerah-daerah lainnya 9%, sedang dalam Repelita II pulau Jawa menyerap 77%, Sumate- ra 13%, Kalimantan 6% dan daerah-daerah lainnya 4%. Pola in-vestasi yang masih terpusat di pulau Jawa dan propinsi ber-penduduk padat tidak lepas dari orientasi industri yang ha-silnya merupakan subatitusi impor.

Agar pertumbuhan industri dapat senantiasa berlangsung dengan tingkat yang relatif tinggi dan terjadi pemerataan da- lam penyebarannya, maka sejak awal Repelita III telah diga-lakkan pembangunan industri dasar/hulu yang diarahkan untuk memanfaatkan kekayaan alam yang terdapat berlimpah diberbagai daerah. Hal ini berarti bahwa lokasi industri dasar/hulu ter-sebut harus didekatkan pada lokasi endapan kekayaan alam dan sumber energi. Lokasi industri dasar yang tersebar di bebera- pa daerah akhirnya mewujudkan zona-zona industri. Beberapa zona industri ini dapat mencakup suatu daerah yang lebih luas ke suatu Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI). Selanjut- nya dalam WPPI ini dikembangkan kawasan industri dan ling-kungan industri kecil. Selama Repelita III telah diidentifi-kasikan 5 WPPI dan 20 zona industri. Pembangunan industri da-sar/hulu ini dilaksanakan pula dalam rangkaian usaha untuk menetapkan dan memperkokoh struktur industri nasional. Kemajuan lainnya adalah berkembangnya industri antara dan barang-barang modal serta industri enjinering. Untuk dapat meletakkan landasan yang kokoh bagi pelaksanaan pembangunan in- dustri selanjutnya, dalam Repelita III telah ditingkatkan ke- mampuan industri enjinering yang mampu menghasilkan rancang bangun dan suku cadang mesin dan peralatan serta barang-ba-rang modal melalui pemanfaatan kapasitaa nasional terpasang

497

dari bengkel-bengkel yang ada. Untuk menunjang kegiatan ini telah ditingkatkan pula kemampuan untuk menguasai perangkat lunak melalui kegiatan konsultan, rancang bangun dan pereka-yasaan. Hasil dari pada usaha-usaha ini adalah dicapainya ke-mampuan di dalam negeri untuk membangun pabrik-pabrik karet bongkah, kopi, teh, penggilingan padi, kelapa sawit dan gula. Dalam pembangunan pabrik-pabrik ini baik perekayasaan maupun pembuatan mesin-mesin/peralatan telah dikuasai dan dapat di-laksanakan di dalam negeri. Di samping itu dalam beberapa je-nis industri lainnya yang pada dasarnya sudah dapat dilaksa-nakan di dalam negeri, penanganannya telah mulai diberikan kepada tenaga-tenaga Indonesia, namun dengan tidak menutup kemungkinan untuk memperoleh bantuan tenaga asing dalam pe-laksanaannya.

Selanjutnya dalam aspek teknis, standarisasi merupakan salah satu usaha untuk menunjang iklim industri yang sehat. Dalam Repelita III di samping penyusunan Standarisasi Indus-tri Indonesia (SII) telah diterapkan SII baik secara wajib maupun sukarela melalui sistem sertifikasi penggunaan tanda SII. Dengan usaha ini diharapkan agar standarisasi tidak sa-ja merupakan sarana untuk perlindungan terhadap industri, me-lainkan juga merupakan perangkat kebijaksanaan untuk lebih menata dan merasionalisasi usaha pembangunan industri. Dalam Repelita III telah disusun 1.063 buah SII dan telah diterap-kan 398 buah. Dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai dalam Repelita II yang hanya mencakup penyusunan 220 buah SII, maka dalam usaha ini dialami peningkatan yang sangat pesat.

Dari segi penyerapan tenaga kerja dapat disampaikan, bah-wa selama Repelita III sektor industri telah menyerap sekitar 1.352.000 tenaga kerja baru. Jumlah tersebut merupakan 20,2% dari sasaran penyerapan tenaga kerja yang digariskan dalam Repelita III yang besarnya 6,7 juta orang.

Perkembangan industri selama Repelita III dapat dilihat pada Tabel VIII - 1, VIII - 2, VIII - 3 dan VIII - 4. Dalam tabel-tabel tersebut jelas, bahwa jenis-jenis industri pen-ting untuk menunjang pembangunan seperti pupuk urea dan TSP, semen, kertas, besi baja maupun jenis-jenis industri yang di ekspor seperti tekstil dan pakaian jadi, kayu lapis, rokok kretek, karet bongkah dan hasil-hasil industri kecil dan ke-rajinan, mengalami peningkatan pada tahun 1983/84.

Perkembangan beberapa jenis industri dari industri logam

49

TABEL VIII - 1PRODUKSI INDUSTRI LOGAM DASAR.

1978/79 - 1983/84

1) BRT = Bruto Register Ton.

2) Tidak terdapat data 3) Mulai Produksi

499

GRAFIK VIII - 1PRODUKSI INDUSTRI LOGAM DASAR,

1978/79 - 1983/84

500

TABEL VIII – 2PRODUKSI INDUSTRI KIMIA DASAR

1978/79 – 1983/84

1) Tidak terdapat data2) Angka diperbaiki

501

GRAFIK VIII - 2PRODUKSI INDUSTRI KIMIA DASAR,

1978/79 - 1983/84

502

TABEL VIII - 3PRODUKSI ANEKA INDUSTRI,

1978/79 - 1983/84

1) Tidak terdapat data2) Tidak termasuk Garam Rakyat 3) Angka diperbaiki 4) Angka Sementara

503

TABEL VIII - 4

NILAI EKSPOR INDUSTRI/KERAJINAN RUMAH TANGGA,1978 – 1984

Tahun Jumlah(ribu US $)

1978 14.663

1979 116.929

1980 146.328

1981 134.039

1982 174.416

1983 215.928

504

dasar, industri kimia dasar, aneka industri dan industri ke-cil dan pedesaan disajikan berikut ini.

2. Industri Logam Dasar

Industri ini mencakup kelompok-kelompok industri logam dasar dan produk dasar, industri mesin motor dan perlengkapan pabrik, industri peralatan listrik dan elektronika profesio-nal dan industri alat angkut. Hasil dari industri ini sebagian besar merupakan barang-barang modal yang sangat diperlukan dalam kegiatan produksi berbagai sektor ekonomi. Karenanya sejalan dengan laju perkembangan ekonomi, maka industri logam dasar mengalami kemajuan. Dalam Repelita III pengembangannya mulai bergeser kearah hulu, yaitu kepada industri yang meng-hasilkan bahan baku, komponen serta mesin-mesin peralatan.

Pembangunan industri logam dasar dalam Repelita III di-arahkan pada terciptanya struktur industri yang lebih kuat, dengan meningkatkan produksi bahan baku/produk dasar, pem-buatan komponen, mesin-mesin peralatan/barang jadi dan ba-rang-barang konstruksi, baik untuk kebutuhan sektor industri maupun untuk sektor-sektor lainnya. Dalam mencapai tujuan tersebut kebijaksanaan yang diambil adalah memanfaatkan dan menata potensi industri logam dasar yang ada, dengan mening-katkan efisiensi dan mutu. Selain itu dikembangkan juga "in-dustri supplier" untuk memperbaiki struktur industri kearah keterkaitan industri yang efisien, antara industri kecil, me-nengah dan besar, industri hulu dan industri hilir.

Langkah-langkah tersebut dilaksanakan melalui program--program dan proyek-proyek inti dengan mempertimbangkan keung-gulan komparatifnya serta industri-industri yang menunjang keamanan dan pertahanan nasional. Dalam kegiatan ini selama Repelita III telah dilaksanakan pembangunan 17 proyek-proyek hulu/dasar. Beberapa diantaranya telah dapat diselesaikan pembangunannya dalam kurun waktu Repelita III.

Di samping pembangunan proyek-proyek hulu/dasar tersebut, ditingkatkan pula mutu dan efisiensi produksi serta produkti-vitasnya. Dalam kegiatan ini, selama Repelita III telah dite-tapkan 263 Standar Industri Indonesia.(SII) dan diterapkan 23 SII.

Agar barang modal dan barang industri tertentu berguna dan terjamin kelangsungannya secara produktif, telah didiri-kan lembaga keagenan tunggal. Lembaga ini bertujuan untuk mengendalikan barang-barang yang diimpor. Dalam hubungan ini

505

barang modal hanya akan diimpor apabila dibutuhkan dalam pem-bangunan, dapat menunjang program Pemerintah dalam industri-alisasi dan alih teknologi, serta memenuhi persyaratan SII.

Selanjutnya dalam rangka mengembangkan keterkaitan dalam sektor industri telah ditetapkan beberapa perusahaan besar untuk menjadi "bapak angkat" perusahaan-perusahaan industri kecil.

Selain itu dalam menunjang pertumbuhan industri kecil kegiatan sub-kontrak telah berlangaung cukup baik, antara lain dalam pembuatan komponen-komponen yang dibutuhkan oleh industri besar seperti pada industri alat-alat pertanian, industri peralatan listrik, industri motor diesel dan motor listrik dan industri kendaraan bermotor.

Industri logam dasar dan permesinan pada umumnya merupa-kan industri besar yang menggunakan teknologi tinggi. Sebagai persiapan pembangunan sektor industri dalam Repelita IV, maka dalam Repelita III industri logam dasar dan permesinan mulai dikembangkan dengan teknologi maju dan melakukan alih tekno-logi. Untuk menjembatani alih teknologi ini telah dibentuk PT Rekayasa Industri yang bergerak di bidang jasa enjinering dan konstruksi. Di samping itu telah berdiri beberapa perusahaan rancang bangun dan perekayasaan swasta nasional yang bekerja-sama dengan perusahaan asing.

Dalam perkembangan teknologi maju, waktu ini tercatat 5 perusahaan billet yang menggunakan proses "continuous cas-ting". Selain itu pada saat ini telah ada perusahaan yang menggunakan proses dengan "ultra high power furnace" dengan ukuran besar, yaitu 80 ton, dalam pembuatan baja.

Dengan langkah ini pembuatan baja lebih produktif dan di-mungkinkan pula pembuatan berbagai jenis baja. Selanjutnya dapat dicatat kemajuan yang dicapai dalam perkembangan tek-nologi pada industri pesawat terbang PT Nurtanio. Perusahaan ini pada waktu ini telah mampu melakukan rancang bangun, pere-kayasaan dan membuat pesawat sayap tetap (fixed wing) dengan kapasitas 36 penumpang.

Meningkatnya pembangunan di berbagai sektor telah meng-akibatkan pula peningkatan kebutuhan akan barang-barang modal dan bahan logam, sehingga telah membuka pasaran yang lebih luas. Di samping itu kebijaksanaan Pemerintah untuk lebih mengutamakan produksi dalam negeri telah membuka kesempatan

504

kepada produsen di dalam negeri untuk memasarkan hasil-hasil-nya. Dengan langkah ini beberapa produk dalam negeri telah meningkat pasarannya, antara lain hasil-hasil produksi in-dustri mesin dan perlengkapan pabrik, industri elektronika dan industri iogam.

Dengan segala langkah-langkah yang telah dilaksanakan tersebut, industri logam dasar dan permesinan selama Repelita III mengalami perkembangan yang cukup pesat. Selama periode ini laju pertumbuhannya meningkat hingga mencapai rata-rata 12,5%, sedang laju pertumbuhan selama Repelita II hanya 11,8% setahun.

Perkembangan tersebut ditandai pula oleh peningkatan di-versifikasi produk serta mutu barang-barang yang dihasilkan. Di samping itu telah dihasilkan produk-produk baru seperti baja lembaran dan lantaian, aluminium ingot, kapal penumpang dan kapal tangki yang kapasitasnya sampai 3.500 DWT. Dalam Repelita III nilai investasi yang telah disetujui Pemerintah untuk industri logam dasar dan permesinan adalah US$ 7,09 milyar, terdiri dari Rp. 3.008,5 milyar bagi PMDN dan non PMA/PMDN dan US$ 3,08 milyar bagi PMA.

Tenaga kerja yang diserap dalam industri ini dalam kurun waktu Repelita III adalah sekitar 64.200 orang.

Dari kelompok industri bahan logam dan produk dasar, in-dustri besi baja merupakan industri yang cukup strategis ba-gi ketahanan nasional. Dalam perkembangannya industri ini masih mengandung kelemahan-kelemahan yang pada dasarnya di-sebabkan oleh masih ketergantungan industri baja pada bahan baku impor. Untuk memperkokoh struktur industri baja telah disusun pola perkembangannya melalui proyek-proyek kunci/hulu yang akan menghasilkan bahan baku dan bahan setengah jadi un-tuk menunjang industri-industri hilir. Di samping industri baja terpadu di Cilegon, yaitu PT Krakatau Steel, di Cilegon pada tahun 1983/84 telah mulai dibangun pabrik baja lembaran canai dingin. Pabrik ini akan menghasilkan lembaran baja ti-pis, yang antara lain diperlukan sebagai plat mobil. Sedang pada awal tahun 1983 telah selesai dibangun pabrik baja lem-baran canai panas dan slab dengan kapasitas baja lembaran tebal 1.000.000 ton per tahun dan slab 1.100.000 ton per ta-hun. Dengan perkembangan ini maka mata rantai industri baja Indonesia semakin lengkap.

Sementara itu untuk meningkatkan produksi besi spons, yang waktu ini hanya dihasilkan oleh PT Krakatau Steel, telah

507

ditetapkan peningkatan penggunaan besi spons sebagai bahan baku ingot/billet, dan baja cor. Usaha ini sejak tahun 1982/83 telah mengalami kemajuan.

Selanjutnya telah dilakukan peningkatan fasilitas-fasili-tas produksi pembuatan billet untuk menghasilkan baja batang-an. Produk ini merupakan bahan baku untuk industri besi beton/profil, profil berat, batang kawat dan kawat baja.

Di samping itu, dalam rangka pengembangan industri non ferro, pada tahun 1982/83 telah selesai dibangun pabrik pele-buran aluminium PT INALUM dengan kapasitas produksi 225.000 ton aluminium ingot per tahun. Pada tahun ini mulai dihasilkan produk dasar aluminium sebesar 12.000 ton. Hasil ini telah meningkat lagi pada tahun 1983/84 hingga 115.000 ton. Dengan berhasilnya usaha ini maka landasan bagi pengembangan industri aluminium telah terwujud.

Hasil dari usaha-usaha tersebut di atas tercermin pada perkembangan produksi industri logam dasar, terutama baja yang terus meningkat selama Repelita III, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel VIII - 1.

Menurut tabel tersebut produksi ingot baja pada tahun 1983/84 naik menjadi 762.000 ton dari 693.496 ton pada tahun 1982/83. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 9,9%. Jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada awal Repeli-ta III yang besarnya hanya 80.000 ton, maka selama Repelita III telah dialami kenaikan sebesar 852,5%. Besi beton telah meningkat dari 300.000 ton pada awal Repelita III menjadi 1.026.000 ton pada akhir Repelita III, yang berarti kenaikan sebesar 242,0% selama 5 tahun. Jika dibandingkan dengan pro-duksi pada tahun 1982/83, maka selama tahun terakhir Repelita III dialami peningkatan 38,0%. Kawat baja telah meningkat la-gi produksinya pada tahun 1983/84 setelah mengalami penurunan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 1983/84 dihasilkan 147.250 ton kawat baja, sedang pada tahun 1982/83 hanya 743.768 ton. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 14,7% selama tahun 1983/84. Jika dibandingkan dengan produksi pada awal Repelita III, maka selama lima tahun terjadi kenaikan sebesar 47,3%.

Produksi lembaran baja lapia seng (plat seng) mencapai 419.000 ton pada tahun 1983/84, sedang pada tahun sebelumnya hanya 316.675 ton. Ha1 ini menunjukkan adanya peningkatan se-besar 32,3% pada tahun 1983/84. Selama lima tahun dialami pe-ningkatan sebesar 126,5%.

508

Pipa baja dan aluminium extrusi selama tahun 1983/84 produksinya meningkat hingga masing-masing mencapai 395.000 ton dan 16.000 ton. Jika dibandingkan dengan produksi pada tahun sebelumnya maka masing-masing mengalami kenaikan sebe-sar 39,8% dan 30,3%. Jika dibandingkan dengan hasil yang di-capai pada awal Repelita III maka selama lima tahun dialami peningkatan sebesar masing-masing 234,0% dan 471,4%.

Dari kelompok industri motor, mesin dan peralatan pabrik, industri mesin dan peralatan pabrik telah mampu membuat kom-ponen-komponen mesin/peralatan untuk pabrik gula, kelapa sa-wit, karet, semen, kopi, teh, mesin tenun, mesin plastik dan komponen-komponen pabrik-pabrik lainnya. Dalam tahun 1983/84 produksi mesin pengolah hasil perkebunan/komponen pabrik te-lah mencapai 55.000 ton. Dibanding dengan produksi pada awal Repelita III telah dialami kenaikan sebesar 1.566,7%. Terha-dap produksi pada tahun sebelumnya hasil pada tahun 1983/84 adalah 639% lebih tinggi.

Industri mesin perkakas pada tahun 1983/84 telah mulai menghasilkan mesin bubut sebanyak 300 buah oleh pabrik mesin perkakas PT. IMPI. Di samping itu industri ini pada waktu ini telah mampu membuat jenis-jenis tertentu, seperti freis, bor, gergaji. Industri motor diesel sejak tahun 1982/83 mengalami kelesuan. Untuk mengatami kelesuan ini telah digalakkan pema-kaian motor diesel produksi dalam negeri untuk alat-alat pertanian, generator set dalam program listrik masuk desa, kapal nelayan, perkebunan dan lain-lain. Usaha-usaha ini pada tahun 1983/84 belum berhasil. Dalam tahun ini produksinya me-nurun lagi hingga 58.620 buah dari 64.558 buah pada tahun se-belumnya, yang berarti adanya penurunan sebesar 9,2% selama tahun terakhir Repelita III. Jika dibandingkan dengan produksi pada awal Repelita III, hasil yang dicapai pada tahun 1983/84 adalah 92,8% lebih tinggi.

Industri mesin/alat pertanian saat ini sudah menghasilkan mini traktor, traktor tangan, mesin perontok padi dan mesin penumbuk padi. Produksinya kurang mantap selama Repelita III, hal mana tercermin pada Tabel VIII - 1. Pada tahun 1983/84 produksi traktor tangan dan traktor mini masing-masing menu-run sebesar 16,2% dan 41,4%. Namun jika dibandingkan dengan produksi pada awal Repelita III, maka hasil yang dicapai pada tahun terakhir Repelita III masing-masing 280,4% dan 172% le-bih tinggi.

Mesin penumbuk padi pada tahun 1983/84 produksinya menu-run sampai 467 buah yang berarti penurunan sebesar 72,3% se-

509

lama tahun terakhir Repelita III atau 78,8% lebih rendah dari produksi pada awal Repelita III.

Pembuatan mesin perontok padi selama tahun 1983/84 meng-alami penurunan sebesar 80,5% atau 58,7% dibawah hasil yang dicapai pada awal Repelita III.

Industri alat angkut selama Repelita III mengalami per-kembangan yang kurang menggembirakan. Produksi kendaraan ber-motor roda empat pada 2 tahun terakhir Repelita III mengalami penurunan sebesar 10,2% pada tahun 1982/83 dan 17,3% pada ta-hun 1983/84. Dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada awal Repelita III produksi pada tahun 1983/84 adalah 43,4% lebih tinggi. Dilain pihak usaha-usaha untuk memperkuat struktur industri ini mulai terwujud pada tahun 1983/84. Dalam rangka program penanggalan pada waktu ini sedang dibangun pabrik mesin kendaraan bermotor roda empat dengan kapasitas 466.460 ton per tahun yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta. Enam dari 7 pabrik ini diharapkan berproduksi pada awal tahun 1985.

Di samping itu pada saat ini sedang dibangun pula pabrik komponen utama kendaraan bermotor roda empat, yaitu poros propeller dan gandar belakang, yang diharapkan selesai pada tahun 1984. Dalam rangka program penanggalan industri sepeda motor dewasa ini sedang dibangun pabrik mesin sepeda motor, dengan kapasitas produksi 400.000 unit per tahun. Pabrik ini diharapkan selesai pada tahun 1985.

Industri kapal belum mengalami pertumbuhan yang menggem-birakan. Pada tahun 1983/84 produksinya bahkan turun hingga 50,0% dibawah produksi pada tahun sebelumnya. Jika dibanding-kan dengan hasil yang dicapai pada awal Repelita III produksi pada tahun 1983/84 adalah 28,8% lebih rendah. Untuk menunjang industri perkapalan terutama untuk membangun kapal baru, Pe-merintah telah mengambil kebijaksanaan untuk membatasi impor kapal dengan ukuran sampai 3.500 DWT. Disamping itu dilakukan penambahan fasilitas-fasilitas galangan kapal.

Industri angkutan udara yang terdiri dari pesawat terbang (fixed wing) dan helikopter (rotary wing) mengalami pertum-buhan yang kurang lebih tetap selama Repelita III. Dalam pe-riode ini produksinya kurang lebih sekitar 16 buah per ta-hun. Pada akhir Repelita III produksi pesawat terbang 6,3% lebih rendah dan helikopter 12,5% lebih tinggi dari produksi pada awal Repelita III.

Sesuai dengan perkembangan yang pesat di sektor listrik

510

dan telekomunikasi, maka kelompok industri peralatan listrik dan elektronika profesional mengalami pertumbuhan yang terus meningkat selama Repelita III. Pada tahun 1983/84 produksi transformer, Sentral Telpon Otomat (STO) dan PABX, motor lis-trik dan generator masing-masing mencapai 9.670 buah, 61.000 buah, 5.530 buah dan 45.215 buah, yang berarti peningkatan sebesar masing-masing 107,1%, 25,8%, 276,2% dan 116,8%.

Pada waktu ini perkembangan yang dialami oleh industri alat-alat berat telah mampu menghasilkan excavator dan motor grader dengan kapasitas masing-masing 450 unit dan 265 unit per tahun. Pabrik-pabrik tersebut berlokasi di Jakarta.

3. Industri Kimia dasar

Industri ini mencakup kelompok-kelompok industri agroki-mia, industri sellulosa dan karet, industri kimia organik dan kimia anorganik.

Dalam Repelita III perkembangan industri ini cukup man-tap. Dalam periode ini telah diselesaikan beberapa proyek yang pembangunannya sudah dirintis pada Repelita II. Di sam-ping itu telah dilakukan perluasan dan pembangunan proyek-proyek baru.

Dengan diselesaikannya proyek-proyek tersebut maka kapa-sit as nasional terpasang telah meningkat dengan cukup menon-jol. Sejalan dengan peningkatan kapasitas ini maka produksi-nya juga meningkat hingga kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat akan barang-barang strategis, seperti semen, pupuk, ban, kertas, serat sintetia, kaca lembaran dan beberapa jenis bahan-bahan organis dan anorganis lainnya semakin tercukupi. Tingkat swasembada pun semakin tinggi. Di samping itu telah bertambah pula jenis-jenis industri yang dihasilkan, antara lain pupuk TSP, serat rayon, asam sitrat dan sebagainya.

Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah selesai-nya pembangunan pabrik pupuk ASEAN pada akhir tahun kelima Repelita III. Dengan berhasilnya uasha ini, maka terlaksana-lah sumbangan industri ini terhadap ekonomi dan politik ASEAN. Prestasi dan peristiwa tersebut bernilai sejarah yang sangat penting karena telah membuktikan hasilguna semangat kerjasama ASEAN melalui konsep usaha patungan-industri yang baru pertama kali ini diselesaikan.

Kemajuan lainnya dialami dalam rangka peningkatan kemam-puan teknologi. Sejalan dengan pembangunan proyek-proyek baru

511

dan perluasan telah dirintis usaha untuk memperoleh kemampuan rancang bangun dan pembangunan pabrik melalui keikutsertaan langsung potensi nasional dalam perancangan dan pembangunan pabrik-pabrik pupuk dan semen.

Sebagai industri dasar maka misi dari industri kimia da-sar adalah penguatan struktur industri dan peningkatan per-tumbuhan ekonomi nasional. Misi pertumbuhan ini telah mulai direalisir dalam Repelita III. Dengan dibangunnya pabrik-pa-brik kimia dasar yang didekatkan dengan lokasi bahan baku dan energi, maka mulai tumbuh zona-zona industri/wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri yang tersebar di beberapa wilayah, seperti di Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Barat, Riau, Suma-tera bagian Selatan, Jawa, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Langkah tersebut sekaligus mendorong penyebaran industri ke daerah-daerah. Dengan pengembangan tersebut tumbuh kegiatan-kegiatan ekonomi lain yang berkaitan sehingga menimbulkan dampak ganda berupa pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja yang luas, baik langsung maupun tidak lang-sung, pemerataan pembangunan, menghidupkan lalu-lintas ekonomi antar wilayah serta meningkatkan kemampuan teknologi industri.

Laju pertumbuhan industri kimia dasar selama Repelita III cukup menggembirakan, yaitu sebesar 13,6% per tahun. Diban-dingkan dengan laju pertumbuhan yang digariskan dalam Repe-lita III yang besarnya 14% per tahun, maka hasil yang dipe-roleh tersebut cukup mendekati sasaran. Dalam 3 tahun pertama laju pertumbuhannya sebetulnya cukup tinggi, yaitu kira-kira 24,6% per tahun, namun dengan terjadinya resesi ekonomi du-nia, yang dampaknya bagi industri ini sangat dirasakan sejak tahun ke empat Repelita III, maka laju pertumbuhan dalam dua tahun terakhir sangat menurun.

Pertumbuhan tersebut juga ditentukan oleh adanya realisa-si investasi. Dalam Repelita III telah disetujui Rp. 5.866 milyar untuk PMDN termasuk non PMA/PMDN dan US 2,44 milyar untuk PMA.

Selanjutnya apabila ditinjau dari segi penyerapan tenaga kerja, selama Repelita III telah diserap sekitar 39.800 orang tenaga kerja baru dalam industri ini.

Kemajuan-kemajuan tersebut merupakan hasil daripada kebi-jaksanaan pembangunan yang diambil dalam industri ini, yang bertujuan:

- lebih memantapkan posisi agrokimia yang ada dan mening-

512

katkan kemampuan pemenuhan akan kebutuhan pupuk dan pes-tisida untuk menunjang program peningkatan produksi pa-ngan.

- menciptakan struktur industri selulosa yang lebih kokoh yang bertumpu pada sumber-sumber daya di dalam negeri yang dapat diperbaharui. Di samping itu meningkatkan kemampuan pemenuhan kebutuhan nasional akan kertas dan ban kendaraan bermotor.

- meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber daya alam organis di dalam negeri seperti minyak, gas bumi, nabati dan he-wani.

- meningkatkan industri anorganik dengan memanfaatkan ba-han mentah yang ada di dalam negeri seperti batu kapur, tanah liat dan mineral-mineral industri lainnya.

Dalam rangkan lebih memantapkan posisi agrokimia dilakukan usaha-usaha peningkatan efisiensi operasi dari pabrik-pabrik yang ada, pembangunan proyek-proyek baru dan diversifikasi produksi, seperti TSP, NPK, DAP di samping urea dan ZA.

Untuk memperkuat struktur kelompok industri ini dilakukan melalui maksimalisasi pengolahan di dalam negeri, misalnya pengolahan asam fosfat, bahan aktif pestisida, dan sebagai-nya. Selanjutnya dilakukan usaha-usaha untuk memperkecil ke-tergantungan akan bahan baku dari luar negeri antara lain de-ngan usaha menemukan endapan-endapan sumber daya alam baru yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah misalnya batuan fosfat, potash, bahan carrier untuk formulasi pestisida, dan sebagainya.

Pengembangan kelompok industri selulosa, dan karet dila-kukan melalui optimalisasi, modernisasi, diversifikasi, per-luasan dan pembangunan pabrik-pabrik kertas baru. Di samping itu dirintis pembangunan pabrik-pabrik pulp yang berukuran besar. Selanjutnya dalam kelompok industri karet dilaksanakan perluasan dan diversifikasi industri ban.

Dalam rangka memperkokoh struktur industri kimia organik dilakukan kegiatan promosi pengembangan industri hulu, ter-utama industri petrokimia dasar antara lain Pusat Olefin, Pusat Aromatik dan Methanol. Selain itu dilakukan pula promosi pengembangan industri kimia organik menengah dan hilir dan rangsangan pertumbuhannya dengan kaitan kebelakang seperti

513

serat sintetis, serat dan benang polyester, carbon black, zat warna tekstil, dan sebagainya.

Pengembangan industri untuk kelompok industri anorganik dilaksanakan dengan membangun proyek-proyek baru dan perluas-an pabrik-pabrik yang ada, terutama industri semen, dengan memperhatikan pula penyebaran lokasi. Industri anorganik ba-han bangunan lainnya, seperti kaca lembaran, batu tahan api dan lain-lain, terutama ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang makin meningkat. Selanjutnya guna mendukung industri kimia anorganik lainnya seperti asam sul-fat, asam khlorida, soda kostik, zat asam, dan sebagainya ma-ka ditingkatkan kegiatan pengembangan industri anorganik da-sar dan gas industri.

Usaha-usaha yang dilakukan tersebut di atas telah menun-jukkan hasil yang cukup menggembirakan. Produksi industri penting pada umumnya meningkat selama Repelita III, sebagaimana dapat dilihat pada perkembangan produksi pada Tabel VIII - 2.

Seperti tercantum pada Tabel tersebut produksi pupuk urea pada tahun 1983/84 telah meningkat kembali setelah pada tahun sebelumnya mengalami penurunan. Pada tahun 1983/84 telah di-hasilkan 2.204.822 ton urea, sedang pada tahun 1982/83 hanya 1.944.100 ton. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan sebesar 13,4% selama tahun 1983/84. Peningkatan tersebut antara lain disebabkan telah diselesaikannya pembangunan pabrik pupuk baru, ASEAN, pada awal tahun 1984. Dengan selesainya pemba-ngunan pabrik ini kapasitas nasional terpasang pabrik pupuk urea mencapai 2.760.000 ton urea per tahun. Menurut sasaran Repelita III pada akhir Repelita III produksi pupuk urea di-perkirakan akan mencapai 3,3 juta ton/tahun. Dengan demikian hasil yang dicapai dalam pengembangan industri pupuk urea ma-sih di bawah sasaran yang digariskan. Hal ini disebabkan an-tara lain oleh kesulitan-kesulitan yang dialami dalam penye-lesaian pabrik pupuk Kaltim I, sehingga pembangunannya tidak dapat diselesaikan dalam kurun waktu Repelita III. Pabrik pu- puk ini pada waktu ini telah berhasil memproduksi pupuk urea, namun baru sekitar 70% dari kapasitas desainnya. Usaha-usaha sedang dilakukan untuk meningkatkan produksinya sesuai dengan kapasitas desain.

Dilain pihak terjadi pelonjakan peningkatan dalam in-dustri pupuk fosfat TSP. Pupuk ini mulai dihasilkan pada ta-hun pertama Repelita III. Dalam tahun 1983/84 telah selesai dibangun dan mulai berproduksi perluasan tahap I pabrik

514

Petrokimia Gresik. Kapasitas produksi perluasan pabrik ini adalah 500.000 ton TSP per tahun. Dengan hasil ini maka kapa-sitas nasional pupuk TSP meningkat hingga 1.000.000 ton per tahun. Sesuai dengan peningkatan kapasitas ini, maka produksi TSP pada tahun 1983/84 meningkat 35,6% di atas produksi pada tahun sebelumnya atau dari 577.400 ton pada tahun 1982/83 menjadi 783.000 ton pada tahun 1983/84. Di samping pupuk TSP, dalam Repelita III telah dihasilkan jenis pupuk fosfat lain-nya, yaitu DAP dan NPK oleh Petrokimia Gresik.

Sementara itu dalam tahun 1984 telah diselesaikan per-luasan tahap II PT Petrokimia Gresik. Tujuan utama dari per-luasan ini adalah pembangunan pabrik asam fosfat pendukung TSP di PT Petrokimia Gresik. Sebagai hasil samping diproduksi pula ZA dengan kapasitas 250.000 ton per tahun. Dengan per-luasan ini kapasitaa ZA menjadi 400.000 ton per tahun. Dari unit pendukung tersebut akan dihasilkan pula hasil samping gips dengan kapasitas 440.000 ton untuk "cement-retarder" yang selama ini diimpor sebagai bahan penolong pabrik semen. Aluminium fluorida juga merupakan hasil samping dari unit pendukung tersebut dengan kapasitas 12.600 ton. Bahan ini akan berguna untuk bahan penolong dalam peleburan aluminium.

Dengan berkembangnya produksi pupuk dan terus meningkatnya kebutuhan akan pupuk, maka langkah-langkah untuk menun-jang kelancaran distribusinya juga terus dilakukan. Untuk itu dilanjutkan Proyek Sarana Distribusi (PSD) pupuk. Proyek tahap ke IV ini (PSD IV) mencakup kegiatan-kegiatan pengadaan kapal curah dari suku cadang, pembangunan unit pengantongan pupuk di Ujung Pandang, pengadaan gerbong kereta api sebanyak 200 buah dan pembangunan 25 buah gudang-gudang persediaan pu-puk beserta perlengkapannya. Proyek ini sedang dalam taraf pelaksanaan penyelesaian pembangunan. Selanjutnya untuk pa-brik-pabrik pupuk Kaltim, ASEAN, Iskandar Muda dan perluasan Petrokimia Gresik dewasa ini sedang dilaksanakan penambahan sarana distribusi. Proyek PSD V ini meliputi pengadaan 3 buah kapal curah, sebuah kapal amonia, unit pengantongan pupuk baru di Banyuwangi (Meneng) untuk pengantongan pupuk ex Kal-tim dan 200 gerbong kereta api.

Kelompok industri selulosa dan karet mencakup industri pulp, kertas, rayon dan dari kelompok ini pertumbuhan indus-tri kertas mengalami kemajuan yang menggembirakan. Pada tahun 1983/84 telah selesai dibangun dan mulai berproduksi pabrik kertas Leces yang memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan baku. Dengan selesainya perluasan ini kapasitas pabrik ini menjadi 109.000 ton kertas tulis/cetak per tahun. Dengan berhasilnya

515

usaha ini kapasitas nasional terpasang untuk kertas tulis/ cetak pada tahun terakhir Repelita III mencapai kurang lebih 305.000 ton per tahun.

Dengan kemajuan yang dicapai tersebut produksi kertas pada tahun 1983/84 telah meningkat lagi hingga 369.200 ton. Ji-ka dibandingkan dengan produksi pada tahun 1982/83 yang be-sarnya 296.800 ton, maka selama tahun 1983/84 dialami kenaik-an sebesar 24,4%. Terhadap hasil yang dicapai pada awal Repe-lita III yang berjumlah 155.203 ton, maka selama Repelita III industri kertas mengalami peningkatan sebesar 137,9%.

Dalam kelompok industri ini dalam Repelita III telah di-bangun 2 pabrik viscose rayon yang menghasilkan serat rayon jenis biasa dengan kapasitas terpasang sebesar 36.000 ton per tahun. Produk ini merupakan jenis industri baru yang dihasil-kan.

Di lain pihak produksi ban luar kendaraan bermotor dan sepeda motor dalam tahun 1983/84 mengalami kelesuan. Pada ta-hun ini hanya dihasilkan 3.673.320 buah ban kendaraan roda empat dan 2.438.528 buah ban luar sepeda motor. Terhadap pro-duksi pada tahun sebelumnya kedua jenis ban tersebut masing-masing mengalami penurunan 5,5% dan 5,0%. Dibandingkan dengan sasaran kebutuhan yang digariskan Repelita III yang besarnya 3.970.000 buah untuk ban luar kendaraan bermotor roda empat dan 3.320.000 buah untuk ban luar sepeda motor, maka hasil produksi ban luar kendaraan bermotor roda empat mendekati sasaran, namun produksi ban luar sepeda motor agak di bawah sasaran yang digariskan. Dari segi kapasitas produksi, kapasitas nasional terpasang bagi ban luar kendaraan bermotor roda empat pada tahun 1982/83 telah mencapai 4.935.000 buah dan ban sepeda motor 2.789.000 buah.

Kelompok industri kimia organik sampai dengan akhir Repelita III baru meliputi jenis-jenis industri yang mengha-silkan serat sintetis polyester dan nylon, resin PVC, resin perekat kayu lapis, resin untuk bahan baku cat, kalsium dan asam sitrat, zat warna dan pigmen serta alkyl benzen sulfo-nat. Jumlah produksi serat sintetis polyester dan nylon dalam tahun 1983/84 mencapai 118.340 ton, yang berarti 4,1% lebih tinggi dari produksi pada tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada awal Repelita III yang besar-nya 65.080 ton maka selama lima tahun dialami kenaikan sebe-sar 81.8%.

Produksi resin perekat dan resin PVC pada tahun 1983/84

516

masing-masing berjumlah 110.559 ton dan 64.063 ton. Jumlah-jumlah tersebut masing-masing adalah 79,9% dan 24,6% lebih tinggi dari hasil-hasil yang dicapai pada tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan produksi pada awal Repelita III maka selama 5 tahun produksi resin perekat mengalami kenaikan se-besar 156,4% dan resin PVC 87,6%.

Kelompok industri anorganik sampai dengan akhir Repelita III meliputi industri semen portland, semen putih, kaca po-los, kaca pengaman, gas industri dan bahan-bahan kimia anor-ganik dasar seperti asam sulfat, soda kostik, khlor, asam khlorida, tawas, seng oksida, seng khlorida, kalsium karbonat dan "waterglass".

Dari kelompok industri ini semen mempunyai peranan sangat penting sebagai bahan bangunan utama, maka pertumbuhan jenis industri inipun harus cukup pesat, sesuai dengan pesatnya laju pembangunan.

Jika pada awal Repelita III kapasitaa nasional industri semen baru mencapai 5.750.000 ton per tahun maka pada akhir Repelita III jumlah tersebut telah meningkat hingga kurang lebih 11,5 juta ton per tahun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 100% selama 5 tahun. Dari segi produksi, pada tahun terakhir Repelita III dihasilkan 8.078.094 ton se-men atau, 5,6% di atas produksi pada tahun sebelumnya. Diban-dingkan dengan proyeksi kebutuhan semen menurut Repelita III yang diperkirakan akan mencapai 8,95 juta ton per tahun pada akhir Repelita III maka dari segi kapasitas nasional sasaran tersebut telah dilampaui. Diperkirakan pada tahun ini produksi dan kebutuhan semen dalam keadaan seimbang.

Selanjutnya perlu disampaikan perkembangan industri kaca lembaran yang juga merupakan bahan bangunan penting. Produksi industri ini meningkat lagi pada tahun 1983/84 hingga menjadi 110.891 ton. Jika dibandingkan terhadap produksi pada tahun 1982/83 yang besarnya 100.720 ton, maka selama tahun terakhir Repelita III terjadi kenaikan sebesar 10,1%. Jika dibanding-kan dengan hasil yang dicapai pada awal Repelita II, yang ba-ru mencapai 51.428 ton maka selama Repelita III telah dialami kenaikan sebesar 115,6%.

4. Aneka Industri

Aneka industri mempunyai peranan besar dalam pembangunan industri secara keseluruhan. Hal ini karena industri ini da-pat merupakan jembatan antara industri hulu/dasar dengan in-

517

dustri kecil, sehingga sekaligus dapat memperkokoh keterkaitan antara industri besar dan kecil. Di samping itu industri ini dapat menyediakan kesempatan kerja baru dalam jumlah yang cukup besar karena secara relatif industri ini kurang padat modal dibandingkan dengan industri hulu/dasar. Selain itu in-dustri ini dapat juga memanfaatkan hasil bahan baku dalam ne-geri, baik yang berasal dari induatri hulu maupun yang ber-asal dari sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ter-dapat di Indonesia, sehingga industri ini mempunyai keunggul-an komparatif dan mampu mendorong perkembangan daerah.

Salah satu ciri dari kelompok aneka industri adalah meng-hasilkan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan rakyat ba-nyak. Sedang misi industri ini adalah untuk turut menujudkan pertumbuhan ekonomi dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi dan sekaligus juga turut serta mewujudkan pemerataan pemba-ngunan serta hasil-hasilnya.

Kebijaksanaan pokok yang melandasi perkembangan aneka in-dustri adalah melanjutkan, meningkatkan dan memperluas pemba-ngunan yang didukung oleh ketahanan nasional yang makin man-tap. Dalam hubungan ini diambil langkah untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan industri yang memiliki keunggulan komparatif yaitu industri yang mengolah sumber daya alam yang potensial dan industri yang hasilnya kurang dipengaruhi oleh turun naiknya harga dipasaran internasional. Dalam pada itu industri yang berkapasitas besar dengan teknologi modern ter-utama diarahkan untuk melayani pasaran luar negeri, sedang industri dengan teknologi padat karya diarahkan untuk meme-nuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam rangka mendorong dan me-ningkatkan ekspor komoditi non-migas ditingkatkan daya saing hasil industri di pasaran internasional dengan meningkatkan efisiensi, produktivitas, mutu serta penganeka-ragaman pro-duk-produk industri. -Dalam rangka menghasilkan masing-masing industri disusun pola-pola industrialisasi yang jelas. Selan-jutnya untuk meningkatkan nilai tambah dilakukan usaha-usaha untuk menyempurnakan keterkaitan antar industri ke arah hulu.

Usaha-usaha tersebut menunjukkan hasil yang cukup memuas-kan. Selama Repelita III aneka industri berkembang dengan la-ju pertumbuhan sebesar rata-rata 10,5% setahun. Di bandingkan dengan laju pertumbuhan yang digariskan Repelita III yang be-sarnya 10,7%, maka hasil yang dicapai mendekati sasaran ter-sebut.

Pertumbuhan aneka industri sebagian besar ditentukan oleh penanaman modal. Selama Repelita III industri yang disetujui

518

Pemerintah untuk aneka industri berjumlah US $ 6,20 milyar, terdiri dari Rp 3.724,7 milyar untuk PMDN dan non PMA/PMDN dan US $ 1,24 milyar untuk PMA. Pada tahun 1983/84 investasi yang disetujui adalah Rp 717.124 juta untuk PMDN dan non PMA/PMDN dan US $ 351.677 ribu untuk PMA. Jumlah yang dicapai dalam rangka PMA ini adalah 179,4% lebih tinggi dari hasil yang dicapai dalam tahun 1982/83. Ditinjau dari jumlah peru-sahaan dapat disampaikan, bahwa selama Repelita III telah di-setujui 1.443 buah perusahaan baru dan perluasan dengan pe-rincian PMA 93, PMDN 677 dan non PMA/PMDN 673 perusahaan.. Da-lam tahun 1983/84 terjadi penambahan 285 buah perusahaan yang terdiri dari PMA 13, PMDN 111 dan non PMA/PMDN 161 buah peru-sahaan.

Proyek-proyek tersebut selama Repelita III telah menyerap sekitar 445.900 orang tenaga kerja. Hasil ini merupakan 70,43% dari penyerapan tenaga kerja yang ingin dicapai pada aneka industri. Tidak tercapainya rencana tersebut disebabkan antara lain oleh kecenderungan para pengusaha mengarahkan usahanya ke pengembangan produk-produk baru yang membutuhkan teknologi tinggi dengan penyerapan tenaga kerja yang terbatas.

Dilain pihak proyek-proyek tersebut selama Repelita III mulai menyebar ke luar Jawa. Dalam kurun waktu ini industri yang mengolah sumber daya alam seperti industri-industri pengolahan kayu, cold storage, pengolahan ikan, fraksinasi kelapa sawit, dan sebagainya telah dikembangkan ke daerah--daerah pemilik bahan mentah. Di samping itu industri-industri tersebut sebagian besar merupakan industri yang produksinya dibutuhkan oleh negara-negara lain. Dengan memanfaatkan ke-unggulan komparatif yang kita miliki, maka hasil produksi dari industri-industri tersebut mempunyai daya saing dan daya penetrasi yang cukup besar sebagai komoditi ekspor. Langkah ini jelas akan semakin memperkokoh landasan untuk tumbuhnya industri di daerah-daerah.

Bagi industri yang lebih banyak memanfaatkan sumber daya manusia, baik dilihat dari jumlah tenaga kerja trampil maupun dari orientasi pasar, maka pertumbuhan industri tersebut ma-sih terpusat di pulau Jawa atau di kota-kota besar di luar,. pulau Jawa, misalnya industri tekstil dan industri elektro-nika.

Dengan perkembangan aneka induetri tersebut di atas ter-lihat adanya 2 arah pola pengembangan industri, yaitu yang dititik beratkan pada pemanfaatan sumber daya alam serta pada, sumber daya manusia dan orientasi pemasaran.

519

Hasil dari segala usaha-uaaha yang dilakukan tersebut di atas mencerminkan perkembangan produksi yang pada umumnya me-ningkat selama Repelita III, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel VIII - 3.

Menurut tabel tersebut produksi kelompok industri peng-olahan pangan pada tahun 1983/84 menunjukkan kenaikan, kecu-ali minyak kelapa, rokok putih dan garam. Pada tahun pertama dan kedua Repelita III produksi minyak kelapa mengalami pe-ningkatan yang cukup tinggi, yaitu rata-rata 38% setahun. Na-mun sejak tahun ketiga produksinya terus menurun, dengan ra-ta-rata 14% setahun. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh pengadaan bahan baku kopra yang pada periode tersebut cende-rung menurun. Di samping itu juga oleh adanya perobahan (substitusi) Crude Palm Oil (CPO) untuk pabrik-pabrik fraksi-nasi/refining minyak goreng.

Menurunnya produksi rokok putih antara lain disebabkan oleh menggesernya selera masyarakat ke rokok kretek.

Menurunnya produksi garam dipengaruhi oleh frekuensi cu-rah hujan yang tidak menentu pada lokasi-lokasi produksi.

Sementara itu dapat dicatat peningkatan-peningkatan pro-duksi yang dialami oleh jenis-jenis industri pangan lainnya. Dalam hubungan ini industri margarine menunjukkan kemajuan yang paling pesat, kemudian diikuti oleh industri susu cair dan vetsin. Selama Repelita III produksi minyak goreng. (ex CPO), margarine, rokok kretek, vetain, susu kental, susu bu-buk dan susu cair masing-masing meningkat dengan rata-rata 6,6%, 60,8%, 13,4%,. 16,2%, 2,6%, 15,8% dan 34,9%.

Dalam tahun terakhir Repelita III produksi minyak goreng (ex CPO), margarine dan susu cair meningkat masing-masing dengan 15.765 ton 55.392 ton dan 7.543 ribu liter jika diban-dingkan dengan produksi pada tahun sebelumnya, yang berarti dicapainya kenaikan produk-produk tersebut masing-masing se-besar 4,8%, 184,0% dan 67,68%. Untuk jenis susu lainnya yaitu susu kental manis dan susu bubuk dalam tahun 1983/84 masing-masing mengalami peningkatan sebesar 7,1% dan 1,1%.

Kelompok industri sandang pada tahun 1983/84 pada umumnya meningkat produksinya, kecuali kulit samak jenis kambing dom-ba yang menurun dengan 150.000 lembar atau sebesar 3,4%. Na-mun sampai dengan tahun keempat Repelita III pertumbuhan in-dustri kulit ini mengalami kenaikan rata-rata 6,5% setahun.

520

Jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada awal Repe-lita III yang berjumlah 3.333.000 lembar, maka produksi pada tahun terakhir Repelita III yang mencapai 4.230.000 lembar, adalah 26,9% lebih tinggi.

Pada tahun 1983/84 produksi tekstil telah meningkat dengan 286,2 juta meter atau 16,7% di atas produksi pada tahun sebe-lumnya yang telah mengalami penurunan. Pada Tabel VIII - 3 dapat dilihat bahwa jumlah produksi tekstil pada tiga tahun pertama Repelita III menunjukkan perkembangan yang cukup pe-sat, namun mulai tahun keempat mengalami penurunan. Jumlah produksi yang dicapai pada tahun terakhir Repelita III sebe-sar 1.995,100 juta meter masih jauh di bawah sasaran yang di-gariskan Repelita III. Namun demikian hasil yang dicapai pada tahun terakhir tersebut masih 26,6% di atas produksi pada awal Repelita III.

Dilain pihak produksi benang tenun, pakaian jadi dan ku-lit samak jenis sapi/kerbau terus meningkat dari tahun keta-hun, masing-masing dengan rata-rata 14,9%, 9,2% dan 7,2%. Me-nurut Repelita III, pada tahun 1983/84 diperkirakan jumlah peralatan pakaian jadi akan mencapai 600 juta meter dan pro-duksi serat kapas dan serat sintetis berjumlah 350.000 ton atau 1.927.312,7 bal. Dibandingkan dengan sasaran-sasaran ini maka industri benang tenun dan pakaian jadi telah mencapai sasaran yang digariskan.

Dari kelompok industri aneka kimia dan serat, industri sabun mengalami pertumbuhan yang cukup menarik. Seperti ter-cantum pada Tabel VIII - 3 selama Repelita III produksi sabun cuci dari tahun ketahun tidak stabil perkembangannya yaitu sekitar 206.000 ton tiap tahunnya. Pada tahun terakhir Repe-lita III telah terjadi penurunan sebesar 6,6%. Jika diban-dingkan dengan produksi pada awal Repelita III hasil yang di-capai pada tahun 1983/84 bahkan 8,9% lebih rendah. Dilain pi-hak produksi sabun mandi dan detergen mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal mana dapat dilihat dalam Tabel VIII - 3. Menurut Tabel tersebut produksi sabun mandi dan detergen pada tahun 1983/84 meningkat masing-masing dengan 28.220 ton dan 8.722 ton atau masing-masing sebesar 94,1% dan 13,1%.

Produksi karet bongkah pada tahun pertama Repelita III telah menurun secara menyolok. Walaupun pada tahun-tahun berikutnya produksinya terus meningkat, namun hasil yang dicapai pada tahun terakhir Repelita III masih 171.749 ton lebih rendah atau 19,9% di bawah produksi pada awal Repe-lita III.

521

Produksi kotak karton, pipa PVC (fitting) dan cat meng-alami perkembangan yang cukup pesat. Pada tahun pertama Re-pelita III produksi kotak karton turun sebesar 60,3%. Namun pada tahun-tahun berikutnya terus meningkat hingga pada tahun 1983/84 mencapai 95.347 ton. Jumlah tersebut adalah 152,2% diatas produksi pada awal Repelita III dan 19,9% di atas pro-duksi pada tahun sebelumnya. Produksi pipa PVC dan cat pada tahun 1983/84 mencapai masing-masing 31.628 ton dan 59.988 ton. Jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang dicapai pada awal Repelita III, maka produksi PVC dan cat masing-masing meningkat. dengan 210,1% dan 80,5%. Terhadap produksi pada tahun sebelumnya, produksi PVC adalah 24,0% lebih tinggi dan cat 11,5% lebih tinggi.

Dari kelompok industri aneka logam, alat angkut dan jasa, industri radio/radio casette, TV berwarna, lemari es, mesin jahit dan casette recorder mengalami kelesuan pada tahun 1983/84. Pada tahun ini produksi barang-barang tersebut menu-run masing-masing sebesar 5,5%, 18,5%, 8,6%, 26,3% dan 19%. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh berkurangnya daya beli masyarakat dan mengalirnya produk-produk impor sejenis dengan harga yang jauh lebih murah dari produk dalam nege-ri. Dilihat dari segi perkembangannya selama Repelita III in-dustri mesin jahit mengalami penurunan rata-rata 9.4% dan in-dustri casette recorder penurunan rata-rata 4,7% setahun.

Perkembangan produksi yang cukup baik pada kelompok ini terdapat pada accu, baterai kering, aprayer dan kipas angin. Barang-barang tersebut selama Repelita III masing-masing me-ngalami peningkatan rata-rata 32,9%, 24,9% dan 39,9% setahun.

Kelompok industri bahan bangunan dan umum mengalami ke-naikan yang cukup mantap selama Repelita III, walaupun menje-lang akhir Repelita III kenaikan produksi tidak sebesar pada tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan yang cukup besar terjadi pa-da industri pengolahan kayu, yang meliputi industri kayu la-pis dan industri penggergajian. Pada tahun 1983/84 produksi kayu lapis telah meningkat dengan 8,0% jika dibandingkan de-ngan produksi pada tahun sebelumnya. Terhadap produksi pada awal Repelita III hasil yang dicapai pada tahun 1983/84 ada-lah 505,2% lebih tinggi. Bagi kayu gergajian pada tahun 1983/ 84 produksinya hanya meningkat sedikit, yaitu sebesar 2% ter-hadap produksi pada tahun sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada awal Repelita III, maka pro-duksi pada tahun 1983/84 adalah 354,4% lebih tinggi. Perkem-bangan produksi industri pengolahan kayu ini dapat dilihat dalam Tabel VIII - 3.

522

Selanjutnya dapat dicatat perkembangan yang dialami oleh industri gelas dan botol dan industri asbes semen. Produksi kedua jenis industri inipun meningkat setiap tahunnya. Selama Repelita III produksi gelas dan botol dan asbes semen meng-alami kenaikan rata-rata sebesar 9,8% dan 9,4% setahun.

Selama Repelita III aneka industri mengalami banyak tan-tangan dan hambatan yang pada dasarnya meliputi 3 aspek, yai-tu bahan baku, proses/fasilitas produksi dan pemasaran hasil produksi. Berkaitan dengan aspek bahan baku, kelompok indus-tri yang memanfaatkan bahan baku yang berasal dari dalam ne-geri, seperti industri-industri "agro based", "foreat based" "marine based" dan "mining based", didalam pertumbuhannya mengalami hambatan, yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan produksi sektor bahan baku dibandingkan dengan industri pengolahannya. Di samping itu kwalitas dan kwantitas bahan baku yang kurang memenuhi syarat. Selanjutnya faktor-faktor lain yang menyebabkan menurunnya pengadaan bahan baku tersebut, antara-lain faktor alamiah (musim kering, hama dan penyakit), faktor ekonomis (produk bahan baku merupakan pula komoditi ekspor), jumlah dan harga yang dapat menjadi tinggi dan berfluktuasi karena lokasi penghasil bahan baku tersebar dengan hasil produksi yang relatif kecil dan harga yang cukup tinggi.

Bagi industri yang bahan baku/komponen berasal dari luar negeri, seperti industri elektronika dan sepeda motor pada umumnya pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh fluktuasi mau-pun gejolak ekonomi yang terjadi di luar negeri. Di samping ketergantungan bahan baku/komponen tersebut, industri ini masih menghadapi ketergantungan di bidang perangkat lunak.

Dalam kaitannya dengan aspek proses/fasilitas produksi dapat disampaikan, bahwa banyak industri telah dibangun sebe-lum Repelita I, sehingga mesin produksinya sudah tidak efi-sien lagi dan teknologinya jauh ketinggalan dari mesin yang menggunakan teknologi mutakhir. Di samping itu terdapat ba-nyak industri yang tidak memiliki proses manufacturing yang lengkap. Hambatan selanjutnya adalah masih kurangnya tenaga kerja terampil dan siap pakai untuk menerapkan teknologi.

Berkaitan dengan aspek pemasaran dapat dicatat, bahwa ba-gi, pemasaran dalam negeri yang demikian besar potensinya, hambatan yang dialami adalah adanya keengganan dari pihak konsumen untuk mempergunakan hasil produksi dalam negeri. Hal ini antara lain disebabkan masih banyaknya produk-produk yang

523

mutunya rendah dan harga yang tinggi dibanding dengan harga produk sejenis dari luar negeri.

Bagi pemasaran luar negeri dihadapi masalah-masalah mutu dengan harga kalah bersaing di pasaran internasional. Di sam-ping itu kontinuitas produksi yang tidak terjamin, perusahaan induk di luar negeri yang acapkali melaksanakan kehendaknya untuk turut berpengaruh dalam usaha ekspor, kurangnya penge-nalan/promosi produk-produk industri yang mempunyai potensi ekspor dan adanya kuota seperti terjadi pada komoditi tekstil.

5. Industri kecil

Sejak permulaan Repelita III industri kecil telah menem-pati posisi yang semakin penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan atas pertimbangan, bahwa pengembangan in-dustri kecil sebenarnya menyangkut kepentingan nasional yang sangat luas, yaitu dapat mengisi jalur-jalur pemerataan. Di-tinjau dari segi pertumbuhan, industri kecil dimasa yang akan datang diharapkan dapat memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sambil menunjang pertum-buhan sektor-sektor lainnya seperti pertanian, perumahan, perhubungan dan transmigrasi. Dalam rangka meningkatkan eks-por non minyak dewasa ini, industri kecil merupakan pula in-dustri yang potensial. Di samping itu peranannya untuk mem-perkokoh struktur industri nasional cukup penting. Industri kecil bahkan sangat cocok sebagai lapangan usaha untuk pe-ngembangan bentuk-bentuk kerjasama yang berasaskan kekeluar-gaan, seperti koperasi, sistem Bapak Angkat, dan sebagainya.

Pengembangan industri kecil juga mempunyai berbagai nilai sosial seperti dalam melestarikan seni budaya bangsa dan un-tuk menyediakan kegiatan-kegiatan yang produktif dan kreatif bagi masyarakat.

Kepentingan-kepentingan yang demikian luas mendorong Pe-merintah untuk mengambil langkah-langkah kebijaksanaan yang lebih efektif dan meningkatkan program pengembangan industri kecil dari tahun ke tahun.

Tujuan pokok pembangunan industri kecil adalah untuk me-ningkatkan pemerataan hasil pembangunan melalui penyebaran kegiatan usaha di semua daerah, peningkatan partisipasi go-longan ekonomi lemah dalam pemilikan dan penyelenggaraan usaha industri, perluasan lapangan kerja dan pemanfaatan potensi yang tersedia, yang pada akhirnya bertujuan untuk memperkuat

524

ketahanan nasional serta meletakkan dasar yang kokoh untuk pembangunan ekonomi nasional umumnya.

Untuk itu pembinaan industri kecil ditujukan untuk me-ningkatkan usaha industri kecil sebagai bagian dari tata ke-hidupan ekonomi Indonesia, sehingga dapat bermanfaat secara sosial, serasi secara teknologis dan berdaya tumbuh secara ekonomis.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut telah dilaksanakan program bimbingan dan pengembangan industri kecil yang meliputi kegiatan-kegiatan pembinaan terhadap industri yang sudah ada, pengembangan industri baru, pembinaan aparat pelaksana dan penciptaan iklim usaha dan iklim industri.

Dalam rangka pembinaan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah pemberian bantuan kepada industri kecil, baik yang berlokasi di suatu sentra maupun di luar sentra. Kepada in-dustri kecil yang berkelompok di suatu sentra bantuan yang diberikan meliputi perangkat keras dan lunak yang disalurkan melalui pembangunan unit-unit pelayanan, sedang bantuan kepa-da industri kecil di luar sentra hanya perangkat lunak.

Kegiatan-kegiatan dalam rangka pengembangan industri ke-cil baru, sebagian besar diarahkan untuk menjadi pengusaha industri kecil dinamis dalam Lingkungan Industri Kecil (LIK), Perkampungan Industri Kecil (PIK) dan Sarana Usaha Industri Kecil (SUIK). Di samping itu dilakukan pula pengembangan pada daerah-daerah dengan potensi bahan baku lokal yang cukup.

Untuk meningkatkan pembinaan, kemampuan aparat pelaksana dan personalianya terus ditingkatkan. Lembaga-lembaga pembi-naan industri kecil adalah merupakan wadah atau kelompok ke-giatan yang mempunyai fungsi membina industri kecil sesuai dengan tugasnya masing-masing, antara lain

- Pusat Pengembangan Industri Kecil (PPIK) yang merupakan perangkat teknis pembinaan wilayah. Sampai dengan akhir Repelita III telah didirikan 9 buah.

- Unit Promosi Pemasaran yang berfungsi memberikan bantuan di bidang pemasaran kepada industri kecil. Unit promosi ini sampai dengan akhir Repelita III telah berdiri sebanyak 13 buah yang tersebar di seluruh propinsi.

- Unit Pengadaan Bahan, Unit Pelayanan Teknis dan Perbeng-kelan. Unit ini merupakan pos terdepan dalam memberikan

525

- pelayanan kepada industri kecil. Sampai dengan akhir Re-pelita III telah didirikan 80 buah unit. Unit-unit ini tersebar di seluruh pelosok tanah air.

- Fasilitas Pelayanan Umum (CSF). Unit ini merupakan sarana pembinaan terpadu yang menjangkau industri kecil baik di dalam maupun di luar sarana pembinaan tersebut. Sampai dengan akhir Repelita III telah dibangun 19 buah CSF yang berlokasi di LIK, PIK, SUIK yang telah dibangun.

Tenaga terdepan dalam pembinaan industri kecil di lapang-an adalah Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL), baik yang bersifat umum maupun Tenaga Penyuluh Lapangan Spesialis (TPLS). Dalam Repelita III direncanakan adanya paling sedikit seorang TPL dan TPLS untuk setiap kecamatan.

Kebijaksanaan perlindungan industri kecil yang sehat dilakukan melalui penciptaan iklim usaha dan iklim industri yang dapat memberikan landasan untuk hidupnya usaha industri kecil serta mendorong perkembangan selanjutnya. Usaha melin-dungi dan mendorong hidupnya industri kecil tersebut dalam Repelita III telah dilaksanakan melalui berbagai kebijakaana-an, antara lain pencadangan usaha, keterkaitan industri, pe-rizinan, pengadaan bahan baku dan peralatan, penerapan Stan-darisasi Industri Indonesia (SII), pembelian produksi dalam negeri untuk keperluan Pemerintah, kerjasama luar negeri, pengenalan dan penyebar luasan hasil pembangunan.

Pencadangan usaha/jenis industri untuk industri kecil me-rupakan cara untuk memberikan dorongan dan sarana peluang da-lam pengembangan dan pertumbuhan industri kecil yang telah ada atau yang baru berdasarkan prioritas dan kebutuhan ter-tentu.

Dalam usaha ini diutamakan perhatian terhadap jenis in-dustri tersebut, dengan memberi beberapa kemudahan untuk lebih meningkatkan produksi dan merangsang industri baru.

Salah satu usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan in-dustri kecil adalah dengan meningkatkan kerjasama, baik anta-ra sesama industri kecil maupun antara industri kecil dengan industri menengah dan besar. Kerjasama ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain sistem Bapak Angkat, sub-kontrak dan pembentukan asosiasi ataupun koperasi industri kecil. Bentuk kerjasama tersebut dapat berupa penyediaan bahan baku/penolong, penampungan hasil produksi, penyediaan

526

unit pelayanan, peningkatan pesanan dan perpaduan diantara cara-cara tersebut di atas.

Dalam rangka memberikan kemudahan kepada pengusaha indus-tri kecil, salah satu sarananya adalah kemudahan dalam pembe-rian izin. Kemudahan telah dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 254/M/SK/6/1980 tentang Ketentuan--ketentuan Pokok Perizinan Usaha Industri dan Tata Cara Pelak-sanaannya dalam lingkungan Departemen Perindustrian dan Su-rat Keputusan Menteri Perindustrian No. 157/M/SK/4/1982 tentang Pelimpahan Wewenang Pembinaan Industri Kecil kepada Kantor Departemen Perindustrian di Kabupaten/Kotamadya dan Pen-daftaran Industri Kecil.

Untuk menunjang pertumbuhan dan pengembangan industri ke-cil melalui pemenuhan bahan baku dan peralatan/permesinan, serta sekaligus juga sebagai aparat pemasarannya telah dite-tapkan 2 Badan Usaha Milik Negara, yakni PT LEPPIN dan PT DA-YAZA untuk secara langsung dapat membantu di dalam pengem-bangan industri kecil.

Standarisasi merupakan sarana untuk perlindungan terhadap konsumen dan alat/perangkat kebijaksanaan untuk lebih menata dan merasionalisasi usaha pengembangan industri. Penerapan standarisasi dititik beratkan kepada komoditi yang ada kait-annya dengan ekspor, yang banyak dibutuhkan konsumen, yang menyangkut keselamatan dan keamanan, sub-kontrak, dan lain-lain.

Dengan diterbitkannya Keppres No. 14A/1980 dan Surat Ke-putusaa Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Men-teri Negara Penertiban Aparatur Negara No. 472/Kpb/XII/1980, No. 813/M/SK/12/1980 dan No. 64/MENPAN/1980 tentang petunjuk pelaksanaan pengutamaan penggunaan produksi dalam negeri, te-lah terbuka kesempatan yang baik bagi para pengusaha industri kecil khususnya golongan ekonomi lemah. Dalam usaha ini Peme-rintah telah pula membeli barang produksi industri kecil un-tuk memenuhi kebutuhannya yang meliputi sekitar 65 jenis ba-rang di 19 propinsi.

Dalam rangka pemanfaatan kerjasama luar negeri, sampai saat ini sedang dilaksanakan kerjasama dengan berbagai negara dan badan internasional, seperti UNIDO, Bank Dunia, India, Jepang, ASEAN, ILO, dan sebagainya. Kerjasama ini meliputi kegiatan-kegiatan peningkatan sistem informasi, training, pe-nyuluhan, pemasaran dan bantuan fisik dalam rangka pening-

527

katan CSF/UPT, training centre serta pembangunan mesin perka-kas standar sederhana.

Agar masyarakat dapat mengetahui dan mengikuti kemajuan industri kecil yang telah ada, maka selama Repelita III telah disebar luaskan hasil-hasil pembangunan industri kecil, an-tara lain dengan penerbitan majalah, "Gema Industri Kecil", melakukan kerjasama dengan pers, RRI dan TVRI baik di pusat maupun di daerah, menyelenggarakan pameran dan sebagainya.

Segala usaha-usaha yang telah dilakukan tersebut di atas telah memberikan hasil yang cukup memuaskan. Seperti tercan-tum pada Tabel VIII-4 nilai ekspor industri kecil/kerajinan rumah tangga selama Repelita III telah meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 1978 nilai ekspor industri ini baru berjumlah US $ 14,663 juta, maka dalam tahun 1983 nilai eks-pornya telah mencapai US $ 215,928 juta.

Hasil pembinaan yang dilakukan telah mencerminkan pula kemampuan berusaha pengusaha industri kecil yang terus me-ningkat, hal mana dapat dilihat dari perkembangan investasi melalui KIK dan KMKP yang terus naik. Jika pada tahun 1978 baru mencakup 6.482 orang nasabah KIK dengan pagu kredit se-besar Rp. 24.565 juta, maka dalam tahun 1983 jumlah-jumlah tersebut telah meningkat menjadi 22.084 nasabah dengan pagu kredit Rp. 90.246 juta. Dalam rangka KMKP pada tahun 1978 ba-ru mencakup 14.949 orang nasabah dengan pagu kredit Rp.24.565 juta dan pada tahun 1983 telah meningkat hingga 56.560 orang nasabah dengan pagu kredit Rp. 161.832 juta.

Dari segi laju pertumbuhan, dalam Repelita III laju per-tumbuhan industri kecil hanya mencapai rata-rata 5% setahun, hal mana masih di bawah sasaran yang digariskan yaitu sebesar 6% - 7% setahun.

Namun dilihat dari segi penyerapan tenaga kerja, selama Repelita III industri kecil telah dapat menyerap sekitar 802.000 orang tenaga kerja baru atau 59,3% dari seluruh tenaga kerja yang diserap sektor industri.

Selanjutnya dapat disampaikan, bahwa dalam rangka pengem-bangan industri kecil ini telah dilaksanakan pembangunan sarana-sarana pembinaan dan peningkatan jumlah dan kemampuan tenaga penyuluh lapangan. Dengan dibangunnya lembaga-lembaga pembinaan industri kecil di daerah-daerah, maka pembinaan telah dapat mencapai pengusaha/pengrajin hingga di pelosok-peloaok tanah air. Selama Repelita III dalam usaha ini telah

528

selesai dibangun 9 buah PPIK, 13 buah Unit Pelayanan Promosi, 7 buah Unit Pelayanan Informasi dan 80 buah Unit Pelayanan Teknis (UPT). Unit-unit pelayanan ini tersebar di 15 propin-si. Di samping itu telah selesai dibangun 7 buah Lingkungan Industri Kecil (LIK) di Yogyakarta, Magetan, Semarang, Ban-dung, Tegal, Sidoarjo dan Tasikmalaya, serta 10 buah LIK lainnya pada waktu ini sedang dalam taraf pembangunan. LIK-LIK ini berlokasi di Padang, Sukabumi, Tohpati (Bali), Indra-mayu, Sungai Puar, Sukoharjo, Malang, Ujung Pandang, Medan, Gorontalo.

Selain itu telah dibangun pula 6 buah Perkampungan Indus-tri Kecil (PIK). Dalam kawasan-kawasan industri Pulogadung/ Jakarta, Surabaya, Medan dan Cilacap, telah didirikan Sarana Usaha Industri Kecil (SUIK).

Jumlah sentra yang dibina dalam Repelita III mencakup 1.100 buah yang tersebar di 27 propinsi. TPL yang dihasilkan selama periode ini berjumlah 2.151 orang, termasuk 438 orang TPLS (Tenaga Penyuluh Lapangan Spesialis).

529