eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/6560/1/BAB I-III.docx · Web view1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
Transcript of eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/6560/1/BAB I-III.docx · Web view1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seiring berjalannya waktu pemahaman manusia telah meningkat dengan
cepat dalam beberapa abad terakhir, Dengan berbagai kemajuan yang
menggambarkan perkembangan yang pesat baik dalam ilmu pengetahuan,
teknologi informasi, dan komunikasi maupun bidang lainnya, Hal ini sangat
mempengaruhi kebudayaan masyarakat terkhusus dalam kehidupan manusia.
sedangkan kita mengetahui bahwa Manusia adalah pencipta kebudayaan dan
sebagai ciptaan manusia kebudayaan adalah eksprasi eksistensi manusia di dunia.
Dengan melalui eksternalisasi manusia akan menciptakan kebudayaan, Sedangkan
melalui internalisasi, kebudayaan membentuk manusia.1
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah seluruh sistem gagasan
tindakan serta hasil karsa karya manusia yang di tuangkan dalam belajar yang
dijadikan milik manusia itu sendiri.2 kebudaayaan lahir dari kebiasaan orang-
orang di lingkungan sosial seperti di pedesaan sampai di perkotaan. Masyarakat
perkotaan umunya terbagi dalam lima macam klasifikasi berdasarkan jumlah
penduduk yaitu yang pertama, kota Megapolitan adalah kota yang dimana dengan
jumlah penduduk di atas dari lima juta orang, kedua, kota Metropolitan adalah
kota dengan jumlah penduduk antara satu juta sampai lima juta orang, ketiga, kota
sedang adalah kota dengan jumlah penduduk antara seratus ribu sampai lima ratus
1 Rafael Raga Maran.1999. manusia dan kebudayaan dalam perspektif ilmu budaya dasar. Jakarta: Pustaka Media, hlm.18
2 Koentjaningrat. 2009. pengantar ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. Hlm. 144
1
2
ribu orang, dan terakhir kota kecil adalah kota dengan jumlah penduduk antara
dua puluh ribu sampai seratus ribu orang3. dari keempat unsur klarifikasi kota
diatas makassar berada pada kota metropolitan. Kota metropolitan merupakan
pusat perekonomian serta segala hal yang berkaitan dengan kehidupan. Kehidupan
di kota metropolitan bisa menjadi trend setter bagi wilayah lainnya. Banyak
penduduk yang tergiur untuk pindah ke kota dengan berbagai alasan, mulai dari
mencari nafkah, hingga melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Masyarakat dari berbagai kalangan yang berbondong-bondong pergi ke kota,
semakin menambah keberagaman lapisan masyarakat di perkotaan. Manusia
dengan berbagai suku, golongan, agama, dan warna kulit banyak kita temui di
kota-kota besar, Bahkan perbedaan ekonomi dan tingkat pendidikan sangat
beragam.
Keberagaman lapisan masyarakat tersebut diatas menjadikan penduduk
kota memiliki beragam mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
dan setiap kalangan memiliki potensi dan kemampuan masing-masing. Selain itu,
tingkat pendidikan yang cukup tinggi juga menyebabkan masyarakat kota
memiliki keterampilan dan pengetahuan yang luas, sehingga banyak tercipta
lapangan kerja, seperti pegawai kantoran, pedagang, buruh, jasa, dan lain-lain
sebagainya.
Dengan memiliki keberagaman kerja, maka masyarakat perkotaan
mempunyai kesibukan diri sendiri bahkan tinggal secara individualisme dan
kurang bersosialisasi dengan masyarakat di lingkungannya. Selain individualisme,
3 Rudi Hartono. (Jurnal) Klasifikasi kota menurut jumlah penduduknya, dalam http:gurugeobandung.blogspot.co.id/2012/11/klasifikasi kota-menurut-jumlah-penduduk?m
3
ciri kedua yang paling menonjol pada masyarakat perkotaan yaitu materialisme.
Setiap orang selalu berusaha untuk mencapai pekerjaan yang lebih bagus, lebih
tinggi dari orang lain, bahkan setinggi-tingginya dan tidak pernah puas dengan
apa yang telah mereka miliki. Mereka selalu berupaya untuk memperkaya diri.
Karena dengan kekayaan mereka bisa mendapatkan materi yang mereka inginkan.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam berpenampilan sebagai penunjang
seseorang dalam hal berkarir, perkotaan juga di kenal dengan trend terbaru dan
pusat segala jenis model mulai dari yang bermerek sampai kepada tiruan. Hal
inilah memunculkan fenomena-fenomena baru di perkotaan seperti fenomena
bibir sulam, alis sinchan, penggunaan behel, geng motor, penggemar batu akik,
barber shop, warkop, cafe dan fenomena-fenomena lainnya. beberapa tahun
terakhir muncul fenomena baru yaitu fenomena Metroseksual.
Pada dasarnya metroseksual adalah sebuah istilah yang baru, sebuah kata
majemuk yang berasal dari paduan istilah: Metropolitan dan heteroseksual. Istilah
ini di populerkan pada tahun 1994 untuk merujuk kepada pria (khususnya yang
hidup pada masyarkat post-industri, dengan budaya kapitalis) yang menampilakan
ciri-ciri atau steorotipe yang sering di kaitkan dengan kaum pria metroseksual
(sperti perhatian berlebih kepada penampilan), meski dia bukanlah seorang
homoseksual.4
Asal mula istilah metoseksual yang pertama kali di kemukakan oleh
seorang wartawan yang menulis sebuah artikel pada tanggal 15 November 1994
bernama Mark Simpson di harian The independent. Beliau mendefenisikan
4 Ahmad Maulyana. 2015. Gaya Hidup Metroseksual. Jakarta : PT : Bumi Aksara. Hlm. 40
4
metroseksual secara sederhana yaitu lelaki yang tidak hanya mencintai dirinya
sendiri melainkan juga mencintai gaya hidup kota besar yang di jalaninya. Istilah
metroseksual ini semakin populer dengan munculnya artikel sinpon’s salon pada
tahun 2002 “Meet The Metroxesual” mendaulat David Beckham sebagai poster
boy pria metroseksual.5 Ikon pria metroseksual yang paling terkenal di dunia
adalah David Beckham, seorang pemain sepak bola sekaligus seorang selebriti
dunia yang selalu tampil feminim, klimis dan wangi bahkan tampak terlihat lebih
cantik bila di bandingkan dengan pria-pria metroseksual lainnya. Di Indonesia
sendiri ikon pria metroseksual adalah Feri Salim dan Dave Hendrik yang selalu
terlihat modis dengan penampilan pakaian yang selalu modis dan stylist.
Fenomena yang sedang marak terjadi dalam masyarakat indonesia maupun
dunia adalah gaya berpenanpilan para pria-pria yang notabene berpenampilan
gagah namun tetap cantik dengan polesan berbagai jenis riasan wajah dan
penampilan dengan pakaian yang sangat trendy. Pada dasarnya hal ini sudah di
lakukan di berbagai kota besar di seluruh dunia, untuk di Indonesia prilaku pria-
pria seperti ini tidak hanya di lakukan di kalangan kota besar saja, namun
beberapa kota kecil di Indonesia nampaknya sudah mulai mewabah termasuk di
kota Makassar. Tidak ada yang salah dengan tingkah laku pria-pria seperti ini,
apalagi beberapa produk kecantikan sudah tidak hanya menjual produk kosmetik
saja, kini beberapa negara seperti Korea pun mulai menjual kosmetik khusus pria.
Pada awalnya memang kebiasaan perilaku berdanda ini yang di lakukan oleh
sebagian pria feminim atau orang awan biasa menyebutnya dengan kewanita-
5 wikipedia. Metroseksual . dalam http://id.m.wikipedia .org /wiki/Metroseksual.html
5
wanitaan. Kebiasaan pria yang suka berdandandan berpenampilan feminim biasa
di sebut dengan metroseksual.
Fenomena metroseksual ini merupakan hasil dari rambahan kota-kota
besar di Indonesia, dengan melihat selintas lingkungan material kota besar , kita
dengan mudah mengenali gejala ini. Jika Anda lihat produk konsumtif untuk
kalangan pria, yang ditujukan untuk konsumen 20-30 tahun, maka model yang
terpampang umumnya sosok pria yang soft.6
Fenomena pria-pria kelas atas yang cenderung ke arah metroseksual di
Kota Makassar, dimana mereka semakin peduli dengan kesehatan dan penampilan
tubuh dengan rajin berolahraga. Karena itu semakin banyak dari mereka yang
rutin ke fitnes center atau tempat-tempat pembentukan tubuh agar badan mereka
kencang dan fit selalu. Kalau dulu pusat-pusat kebugaran banyak didominasi oleh
kaum hawa, maka kini komposisi wanita dan pria mulai berimbang. Dari temuan
kecil pergeseran perilaku pria-pria mapan Kota Makassar di atas, kita bisa
mendapatkan gambaran kasar betapa mereka memiliki suatu yang unik untuk
diteliti. Pria metroseksual mempunyai ekonomi kelas atas hal ini dapat dilihat dari
cara pria metroseksual itu menggunakan pendapatan yang mereka hasilkan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang bergaya metroseksual. Pengeluaran
untuk memenuhi gaya hidup metroseksual yang dilakukan oleh pria kota
Makassar ini memerlukan biaya yang cukup tinggi, hal ini berkaitan dengan
perawatan tubuh yang dilakukannya, pakaian bermerek, jenis parfum dan
kegemaran mereka pergi ke kafe. Dengan pendapatan yang tinggi pria
6Dwi Setyasi. (Jurnal). Fenomena Metroseksual. dalam http://ucuagustin.blogspot.co.id/2004/09/kontroversi-pria-metroseksual.html
6
metroseksual di Kota Makassar ini dapat memenuhi fasilitas hidup yang
dibutuhkannya, antara lain tempat tinggal dan kendaraan pribadi yang terkesan
mewah.
Berdasarkan pengamatan, pria metroseksual di Kota Makassar mempunyai
permasalah yang menarik untuk diteliliti yaitu jika pasangan atau keluarga hendak
pergi dalam sebuah acara, misalanya acara keluarga, penikahan, syukuran atau
acara apapun itu biasanya perempuan yang memakan waktu yang lama untuk
berdandan tetapi dengan munculnya pria metroseksual sebaliknya yang terjadi jika
hendak bepergian prialah yang membtuhkan waktu yang lama untuk memoles
dirinya bahkan ada yang pergi ke salon untuk menjaga penampilan, pria
metroseksual sangat memperhatikan penampilannya sehingga jika hendak
bepergian dalam sebuah acara biasanya pria pergi ke salon agar penampilan tetap
terjaga.
Gaya hidup metroseksual yang dilakukan oleh pria di Kota Makassar ini
berhubungan dengan jenis pekerjaan yang dijalani oleh pria-pria tersebut yang
menuntut mereka agar berpenampilan rapi, wangi dan bersih. Untuk dapat
memenuhi tuntutan gaya hidup tersebut mereka melakukan beberapa aktivitas,
yaitu membentuk tubuh ideal dengan cara olahraga, perawatan tubuh ke salon, dan
menggunakan aksesoris elektronik yang terkesan mewah. hal ini terlihat dari
masyarakat dengan munculnya gaya hidup baru baik pria maupun wanita. Gaya
hidup wanita senang berdandan dan berpenampilan cantik sudah tidak asing lagi
bila di perhatikan, namun apa jadinya bila perilaku gemar berdandan serta
berpenampilan menarik dilakukan oleh kaum pria, dan selalu bercermin agar
7
penampilannya tetap terjaga, dan merapikan segera bila melihat ada kekurangan
dalam tampilannya.
Metroseksual merupakan hasil dari kesetaraan gender dimana sekarang
laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam berpenampilan dalam
hal pekerjaann kecuali menyangkut kodrat sebagai laki-laki dan perempuan,
kodrat yang di maksud disini seperti jenis kelamin dan fungsi-fungsi tubuh,
wanita menagandung sedangkan laki-laki tidak, maksudnya fungsi tubuh adalah
tidak dapat di pertukarkan antara pria dan wanita yang merupakan ketentuan
biologis atau kodrat.7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penilis paparkan diatas, maka
penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang ;
1. Bagaimana pandangan pria metroseksual dengan gaya hidup Metroseksual?
2. Bagaimana Pola perilaku metroseksual di tengah-tengah kelompoknya?
3. Bagaimana kesulitan pria metroseksual menjalin hubungan dengan lawan
jenisnya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan serta pola perilaku
metroseksual dan kisah hubungannya dengan lawan jenisnya di kota makassar.
Secara khusus, tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah:
1. Mengindentifikasi pandangan apa saja yang menjadi penyebab pria di kota
makassar menjadi seorang metroseksual.7Musdaliah Mustadjar. 2013. Sosiologi gender. Makassar : Rayhan Intermedia. Hlm. 2
8
2. Menganalisis pola prilaku pria metroseksual di tengah-tengah kelompoknya
atau di tenga-tengah masyarakat.
3. Menganalisis kesulitan yang dialami pria metroseksual dengan lawan
jenisnya.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang ingin penulis harapakan adalah
1. Manfaat teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah dan memperluas wawasan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada jurusan Pendidikan
Antropologi dan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yakni
mengenai pria Metroseksual di kota Makassar.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis, diharapakan karya ilmiah ini bisa menjadi bahan acuan dan
sekaligus mampu memberikan nilai stimulus untuk peneliti lain yang tertarik
untuk meneliti topik yang terkait sehingga studi Pendidikan Antropologi
selalu mampu menyelesaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangsi pengetahuan mengenai Pria
Metroseksual di kota makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Kehidupan di Kota Urban
Masyarakat urban dapat diartikan sebagai masyarakat yang tinggal di kota
dan mempunyai sifat yang kekota-kotaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) di jelaskan bahwa urban artinya berkenaan dengan kota bersifat kekota-
kotaan orang yang berpindah dari desa ke kota.8 Pemahaman arti kota akan
meliputi dua aspek besar yang satu sama lain tidak dapat di pisahkan. Kedua
aspek tersebut yaitu, 1) aspek fisik (terbangun dengan alam) sebagai wujud ruang
dengan elemen-elemennya, 2) aspek masusia sebagai subjek pembangunan dan
pengguna ruang kota. Yang pertama menyangkut wujud suatu tempat yan
terbentuk oleh prasarna dan sarana di atas ruang alam, dan yang ke dua,
menyangkut penghuni yang ada di dalamnya.9 Dari pemahaman di atas tentang
kota maka dapat di jelaskan oleh tim penyusun dari Universitas PGRI, yang
menyatakan sifat kekota-kotaan atau masyarakat urban seperti:
a) Dari sisi keagamaan, kepercayaan dan tingkat ibadah masyarakat perkotaan ini kurang karena hanya mementingkan keduniaan saja,
b) Individualisme, atau dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain,
c) Pembagian kerja yang tegas dan terkesan membuat batas nyata antara pekerja,
d) Pengaturan waktu yang disiplin,e) Mudah terpengaruh budaya baru, atau budaya yang masuk kehidupan
masyarakat urban tanpa dilihat dan ditimbang terlebih dahulu.10
8 Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), Cetakan ke-6, Jakarta Barat : PT. Media Pustaka Poenix. Hlm. 926
9 Sugiono Soetomo. 2013. Urbanusasi dan Morfologi Proses Peradaban dan Wadah Ruangnya Mwnuju Ruang yang Manusiawai. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hlm. 19
10 Tim Penyusun Universitas Indraprasta PGRI (Jurnal) . Mengenal Istilah Masyarakat Urban. Dalam http://www.selasar .com/gaya-hidup/ mengenal –istilah-masyarakat-urban.html
9
10
Dari beberapa ciri dan sifat masyarakat urban di atas, maka tidak heran
jika istilah masyarakat urban dekat dengan arti masyarakat yang modern dan
kekini-kinian. Selain dikaitkan dengan modern, masyarakat dengan gaya kekini-
kinian berbeda dengan masyarakat yang berada di pedesaan. Masyarakat urban
juga sangat percaya dengan teknologi jika dilihat dari pemakaian para masyarakat
urban menilai teknologi informasi merupakan jendela dunia dimana dengan
teknologi mereka dengan mudah mencari informasi seputar kejadian yang ada di
belahan dunia. Pola pikir masyarkat urban juga sering berbeda antara khalayak
muda dan tua yang dimana mereka menggunakan pemikiran rasional dan
teknologi, jadi wajar jika masyarakat urban dikaitkan dengan hal modern, baru
dan dinamis.
Perkembangan masyarkat urban saat ini semakin pesat dengan munculnya
sistem komunikasi yang semakin canggih dan lebih jauh memudahkan masyarakat
urban untuk saling berkomunikasi dalam bentuk apapun. Dilihat dari gaya hidup
kaum urban yang hidupnya semakin mengikuti perkembangan jaman. Sifat kaum
urban yang hedonis, menjadi salah satu faktor utama yang membuat kaum urban
menjadi semakin konsumtif. Gaya hidup kekinian sudah menjadi budaya baru
bagi kaum urban, Ini bisa dilihat dari gaya hidup mereka mulai dari pendidikan,
pekerjaan, komunitas, kesehatan, dan hobi.
Perkembangan kehidupan bisnis di indonesia semakin mendukung gaya
hidup kaum urban saat ini sperti pusat-pusat perbelanjaan ternama, resetoran, cafe,
tempat karaoke, juga dan club-club malam yang menyuguhkan kesenangan untuk
kaum urban, tempat- tempat diatas menjadi pendukung dalam kehidupan kaum
11
urban dengan di lengkapi fasilitas-fasilitas yang memuaska. Sperti halnya kafe
yang dikunjungi, tidak sampain disitu bahkan dalam prasarana pendidikan seperti
perpustakaan juga memiliki fasilitas penunjang kaum urban contohnya
penyediaan air contitioner, dan Wifi.
Kehidupan masyarakat urban memiliki rasa persaingan sosial yang lebih
ketat sehingga orang cenderung bekerja keras untuk dirinya sendiri.
induvidualisme yang nyata dalam masyarakat urban melahirkan sifat kesendirian
dan kesepian, dari sifat kesepian pada dasarnya dari diri masyarakat urban
terdapat benih-benih impian untuk ingin bersenang-senang bersama, dengan
sesama masyarakat urban, dengan sesama pribadi individualisme, tanpa
mempedulikan adanya persaingan sosial. Yang penting bisa bersama-sama dan
tidak sendiri, rasa rindu terhadap kebersamaan.11
2. Fenomena Sosial Budaya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di jelaskan bahwa
Fenomena merupakan sebuah atau sekumpulan data tentang pengalaman pada
setiap saat gejala-gejala yang dapat disaksikan dengan panca indera dan dapat
diterangkan dan dikaji secara ilmiah; peristiwa, keajaiban.12 dengan kata lain
fenomena merupakan rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat di
amati dan di nilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu.
Sosial buadaya merupakan semua unsur yang berkaitan atau berhubungan
dengan masyarakat atau kemasyarakatan, suka memperhatikan kepentingan
umum. budaya secara harfiyah berasal dari bahasa latin colere yang memiliki arti
11Fadhilah farhan. (Jurnal) . Gaya dalam cerpen sebagai penjabaran urban. Mahasiwa Program Studi Jerman. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universiras Indonesia
12Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI). Op.Cit. Hlm. 240
12
mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Menurut Soerjono Soekanto
dalam Muhammad Syukri Albani Nasution dkk, Budaya adalah keseluruhan
sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang akan di jadikan milik diri manusia dengan cara belajar.13 Jadi
dapat di katakan bahwa Fenomena sosial budaya merupakan kejadian-kejadian di
lingkungan masyarakat yang biasa terjadi pada semua tempat yang bisa di amati
oleh manusia di lingkungan sekitarnya sebagai gejala-gejala kemasyarakatan dan
kultural. Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan
industrialisasiyang mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, maka
banyak muncul fenomena-fenomena sosial dan gangguan mental di kota-kota
besar.14
3. Gaya Hidup
Setiap orang memiliki cara masing dalam melakukan hal yang di inginkan,
bagaimana individu menghabiskan waktu luang dan bagaiman individu
menggunakan pendapatan untuk membeli suatu produk atau jasa. Hal-hal tersebut
merupakan gaya hidup seseorang di mana individu memilih barang atau jasa dan
melakukan aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan gaya hidup tertentu.
Menurut assael (1995) dalam Satwika K. Setyanegara gaya hidup adalah
suatu kehidupan dari orang-orang yang terbentuk dari tiga aspek yaitu,(1)
aktivitas yang dilakukan untuk memanfaatkan waktu, (2) minat orang-orang yang
kemudian menjadi hal yang penting dalam lingkungan, dan (3) pikiran orang-
orang tersebut tentang diri sendiri dan lingkungan di sekeliling yang tertuang
13 Muhammad Syukri Albani Nasution dkk. 2015. Ilmu Sosial Budaya. Jakarta : Rajawali Pers.Hal. 15
14 Kartini Kartono. 2014. Patologi Sosial. Depok : Karisma Putra Utama Offset. Hlm. 272
13
dalam berbagai pendapat.15 Gaya hidup bisa di lihat dari cara berpakaian dan
kebiasaan seseorang, bisa di nilai relatif tergantung dari penilaian orang lain. Gaya
hidup juga bisa di jadikan contoh dan bisa juga di jadikan hal tabu. Sekarang ini
masyarakat serba modern dan praktis, menuntut masyarakat untuk tidak
ketinggalan dalam segala hal termasuk dalam bidang teknologi banyak orang
berlomba-lomba ingin menjadi yang terbaik dalam hal pemahaman teknologi.
Teknologi informasi sangat berperan untuk mengefesiankan segala sesuatu yang
kita lakukan baik masa kini, maupun masa depan dengan satu tujuan hanya ingin
mencapai efesiansi dan dan produktivitas maksimum.
4. Kehidupan Metroseksual
Pada dasarnya metroseksual adalah sebuah istilah yang baru, sebuah kata
majemuk yang berasal dari paduan istilah: Metropolitan dan heteroseksual. Istilah
ini di polulerkan pada tahun 1994 untuk merujuk kepada pria (khususnya yang
hidup pada masyarkat post-industri, dengan budaya kapitalis) yang menampilakan
ciri-ciri atau steorotipe yang sering di kaitkan dengan kaum pria metroseksual
(sperti perhatian berlebih kepada penampilan), meski dia bukanlah seorang
homoseksual.16
Secara etimologis metroseksual memiliki akar kata metropolis yang berarti
perkotaan, dan seksual yang berhubungan dengan jenis kelamin tertentu (dalam
kasus metroseksual), jenis kelamin yang dimaksud adalah pria), dapat di tarik
kesimpulan bahwa metroseksual adalah pria yang hidup di tengah perkotaan dan
15 Satwika K. Setyanegara dan Wityono pantjoharyo. (Jurnal). Gaya Hidup Pria Metroseksual. Universitas Surabaya
16 Ahmad Maulan. Op.Cit. Hlm.40
14
mengikuti gaya hidup metropolitan.17 Dengan devenisi tersebut menjelaskan
bahwa metroseksual merujuk kepada pria dan gaya hidupnya, Tetapi pada
dasarnya kata metrosekksual muncul pertama kali dalam sebuah artikel yang
berjudul “Here Come the Mirror Men” yang di tuliskan oleh Mark Simpson,
seorang Jurnalis asal Inggris pada tanggal 15 November 1994. Menjelaskan
bahwa metroseksual adalah ciri dari seorang pria perkotaan yang memiliki
orientasi seksual tertentu dengan rasa estetika yang tinggi, serta menghabiskan
banyak uang dan waktu dalam jumlah yang banyak demi penampilan dan gaya
hidunya.
Menurut Hermawan Kartajaya dalam Muhammad Gazali Bagus Ani Putra
menjelaskan arti metroseksual yaitu seorang pria perkotaan yang memiliki suatu
orientasi seksual tertentu dengan estetika yang tinggi, dan menghabiskan uang dan
waktu dalam jumlah yang banyak demi penampilan dan gaya hidupnya. 18 Pria
metroseksual memiliki beberapa ciri yang membedakan dari pria biasa lainya,
Raharjo (2007) dalam Gazali Bagus Ani Putra menjelaskan beberapa ciri-ciri
Metroseksual, yaitu :
1. Pria metroseksual cenderung memilih kota besar sebagai tempat tinggal, ini tidak terlepas dari kemudahan-kemudahan yang ada di kota besar dalam kaitannya dengan gaya hidup mereka beberapa kemudahan di maksud seperti keberadaan gym, kafe, pusat perbelanjaan dan berbagai informasi yang terkait,
2. Pada umumnya pria metroseksual merupakan orang-orang yang secara ekonomi tercukupi. Keberadaan materi sangat di butuhkan untuk membiayai gaya hidup mereka,
17 Ibid. Hlm.4118 Muhammad Gazali Bagus Ani Putra. (Jurnal). Hubungan antara bodi image dan
tingkat metroseksual pada pria dengan kualitas perkawinan. Fakultas psikologi. Universitas Airlangga. Hlm. 3
15
3. Metroseksual selalu tertarik menganai perkembangan fashion. Untuk mendapatkan informasi perkembangan fashion terakhir maka mereka secara rutin mengomsumsi gejala-gejala terkait.
4. Gaya hidup metroseksual selalu berkaitan dengan penampilan dan dan perawatan tubuh, pria metroseksual melakukan berbagai hal untuk menjaga penampilan mereka agar tetap ideal dan menarik, pria metroseksual umumnya selalu tampil dandy selalu tampil rapi dan terawat.19
Metroseksual juga berhubungan dengan harga diri dimana itu menjadi
sebuah perbandingan diri seorang individu dengan individu lainnya atau individu
dengan kelompok lainnya. Perbandingan ini sangatlah mencolok terlihat mereka
para metroseksual dengan gaya hidup yang mereka miliki bergaya Dandy tentu
membuat para masyarakat atau orang-orang sekitarnya melalukan perbandingan
terhadap metroseksual dan pria biasa pada umumnya. Metroseksual ini juga erat
kaitannya dengan pembentukan dan perubahan sikap individu metroseksual. Pada
dasarnya sikap metroseksual terjadi karena ada pembentukan diri mencari jati diri
mereka apakah perubahan atau pembentukan itu terjadi kakrena pembawaan dari
diri sendiri atau karena faktor dari hasil interaksi interaksi dari luar.
4. Laki-Laki Dalam Pandangan Budaya Bugis Makassar
Dalam pandangan Bugis Makassar laki-laki dikenak dengan panaik
darah,suka mengamuk, membunuh dan mau mati untuk sebuah perkara dalam diri
laki-laki bugis makassar terkenal dengan pemberani. Namun di balik itu pria
Makassar terkenal dengan pria pekerja keras, dimana pria bugis sangat tekun
dalam menjalani kehidupan dan punya semangat kerja keras demi mencari nafkah.
19 Ibid. Hlm. 4
16
Namun dalam pandangan budaya Bugis Makassar sebelum munculnya agama
kristen dan agama islam di Sulawesi Selatan pada umunya menempatkan
pembagian gender hanya ada dua yaitu laki-laki dan perempuan secara kodrati.
Masyarakat Kota Makassar mengenal lima jenis kelamin yang masing-masing
mempunyai posisi pada masyarakat, kelima jenis kelamin tersebut sebagai
berikut:
1. Bura’ne artinya pria atau laki-laki, biasanya jenis kelamin ini di tuntut
harus maskulin dan mampu menjalin hubungan dengan lawan jenisnya
atau perempun, pria atau laki-laki ini bisa saja termasuk dalam pria
metroseksual.
2. Makkunrai, artinya wanita atau perempuan, Makkunrai kerap kali di
tuntut untuk menjadi feminim, jatu cinta dan bersedia menikah dengan
lelaki atau bura’me mempunyai anak dan mengurusnya serta wajib
melayani suami.
3. Calalai sebagai gender ketiga yang diakui dalam kebudayaan bugis
makassar, calalai ini perempuan yang berpenampilan seperti layaknya
laki-laki, calalai biasa juga di sebut dengan perempuan maskulin atau
tomboy.
4. Calabai merupakan laki-laki yang berpenampilan seperti layaknya
perempuan, menurut sistem gender suku bugis calabai adalah wanita
palsu, oleh karena itu orang-orang ini umumnya laki-laki secara pisik
tetapi mengambil peran seorang perempuan.
17
5. Bissu mereka adalah golongan yang disebut buka lelaki bukan perempuan
bissu atau kelompok orang-orang mistik dalam budaya suku bugis mereka
memiliki posisi yang sangat penting.20
Berdasarkan pembagian gender di atas bura’ne atau laki-laki menempati
urutan yang paling pertama dan tidak menutup kemungkinan di antara beberapa
pria-pria yang ada di Kota Makassar sejak dahulu sudah mengenal dengan gaya
hidup pria metroseksual, tetapi belum menjadi sebuah fenomena dalam masyakat
seperti saat ini.
B. Teori Dasar
Sesuai dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu tentang
Metroseksual, maka teori yang akan penulis gunakan adalah teori fenomenologi.
Fenomenologi adalah suatu teori yang lebih menekankan kepada kenyataan dan
realitas budaya yang ada. Fenomenologi berusaha memahami budaya lewat
pandangan pemilik budaya atau pelakunya. Menurut paham fenomenologi, ilmu
bukanlah bebas nilai dari apapun melainkan memiliki hubungan dengan nilai.
Menurut Hadiwiyono dalam buku Wirawan, istilah fenomenologi sebenarnya sebenarnya sudah ada sejak Emmanuel Kant yang mencoba memikirkan dan memilah unsur mana yang berasal dari pengalaman dan unsur mana yang terdapat di dalam akal.21
Wawasan utama Fenomenologi adalah pengertian dan penjelasan dari
suatu realitas harus di buahkan dari gejala realitas itu sendiri. Berhubungan
dengan metroseksual bahwa teori fenomenologi ini melihat masyarakat Makassar
dari sisi fenomena yang terjadi tentang gaya hidup metroseksual, salah satunya
20 Ancha Hardiansyah. (Jurnal). Mengenal lima jenis kelamin di Sulawesi Selatan. Dalam http://bicara.id/orang-sulawesi-selatan-mengenal-5-jenis kelamin/?
21 Wirawam. 2012. Teori-Teori Sosial. Jakarta : Prenadamedia Group. Hal. 133
18
fashion seperti pakaiannya yang mereka gunakan selalu mengitu trend dan berbau
brand dapat dikatakan bahwa masyarakat metroseksual lebih up to date, oleh
karena itu teori fenomenologi sangat cocok di gunakan pada penelitian khusus
metroseksual yang dimana seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya
keberadaan mereka ini sangat nyata. 22
C. Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan dalam pertimbangan dalam penelitian ini akan di
cantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah
penulis baca diantaranya :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Prita Ayunita yakni “Konstruksi Metroseksual
dalam Iklan Men’s Biore” di Depok pada tahun 2012 dimana penelitiannya
hidup metroseksual dianggap aneh dan mendapatkan banyak cibiran, karena
transformasi tren macho ke tren pria dandy yang mengedepankan penampilan
di atas segalanya merupakan perbedaan tren yang sangat bertolak belakang
tetapi lama kelamaan tren ini pun dapat diterimah oleh masyarakat, bahkan
menjadi salah satu tren gaya hidup yang mendunia.23
Dalam hasil penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan, yaitu
persamaannya sama-sama mengkaji tentang gaya hidup pria metroseksual
pada masyarakat urban, yakni pria yang sangat memperhatikan penampilan,
dan perbedaanya selain tempat penelitian yang berbeda peneliti di atas lebih
fokus ke pada transformasi tren macho ke tren pria dandy , sedangkan peneliti
ini lebih fokus kepada fenomena pria metroseksual khususnya pandangasn
22
23Prita Ayunita (Jurnal). 2012. Konstruksi Metroseksual Dalam Iklan Men’s Biore. Depok
19
masyarakat dengan gaya hidup metroseksual, pola prilaku pria metroseksual
dei tengah-tengah kelompoknya serta kesulitan pria metroseksual dengan
lawan jenisnya.
2. Penelitian oleh Dicky Hudiandy “Interaksi Simbolik Pria Metroseksual Di
Kota Bandung Suatu Fenomenologi interaksi Simbolik Pria Metroseksual
Pada sosok Sales Promotion Boy di kota Bandung” di Bandung pada tahun
2010, Diamana komonikasi verbal apa saja yang mereka tampilkan sebagai
pria metroseksual. Komunikasi nonverbal yang bagaimana kepribadian dan
komonitas pria metroseksual dikalangan sales promotion boy sebagaimana
kita ketahui bersama bahwasanya fenomena metroseksual merupakan
fenomena sosial yang kini mulai banyak dan tersebar di seluruh kota besar di
indonesia dan masih di pandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat.24
Dalam hasil penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan, yaitu
persamaannya sama-sama mengkaji tentang gaya hidup pria metroseksual
pada masyarakat urban, yakni pria yang sangat memperhatikan penampilan,
dan perbedaanya selain tempat penelitian yang berbeda, penelitian di atas
lebuh fokus kepada kepribadian dan komunitas pria metroseksual dikalangan
sales promotion boy, sedangkan peneliti ini lebih fokus kepada fenomena
pria metroseksual khususnya pandangasn masyarakat dengan gaya hidup
metroseksual, pola prilaku pria metroseksual dei tengah-tengah kelompoknya
serta kesulitan pria metroseksual dengan lawan jenisnya.
24Dicky Hudiandy. (Jurnal). Inetraksi Simbolik Pria Metroseksual Suatu Fenomena Sales Boy Promotion Pria di Kota Bandung. Bandung
20
3. Penelitian oleh Ricky Apriliono “Representasi Nilai-Nilai Metroseksual Di
Dalam Majalah Mens’Guide” di Semarang pada tahun dimana, penelitiannya
ini menunjukkan bahwa nilai-nilai metroseksual yang dipresentasekan oleh
majalah Guide di gambarkan dari sosok pria yang menjadi bahasan dalam
artikel profille Guide sebagai pria yang menjaga penampilan dirinya,
berkarakter sensitif dan lembut yaitu terlihat dari peduli terhadap dirinya25.
Dalam hasil penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan, yaitu
persamaannya sama-sama mengkaji tentang gaya hidup pria metroseksual
pada masyarakat urban, yakni pria yang sangat memperhatikan penampilan,
dan perbedaanya selain tempat penelitian yang berbeda, penelitian di atas
lebih fokus kepada nilai-nilai metroseksual yang dipresentasekan oleh
majalah Guide, sedangkan peneliti ini lebih fokus kepada fenomena pria
metroseksual khususnya pandangasn masyarakat dengan gaya hidup
metroseksual, pola prilaku pria metroseksual dei tengah-tengah kelompoknya
serta kesulitan pria metroseksual dengan lawan jenisnya.
D. Kerangka Fikir
Kehidupan metroseksual kini semakin dianggap sebagai target sudut
pandang sosial dan budaya, fenomena ini dianggap sebagai bahan yang menarik
untuk di perbincangkan dimana gaya seorang meroseksual dalam kehidupannya
sangatlah begitu mencolok betapa tidak semua begitu sempurna tercermin dari
sikap, materi, penampilan bahkan meraka para metroseksual dapat dikatan Cerdas
karna untuk mendukung kemapanan dan menunjang life style yg begitu dandydan
25Dicky Apriliono (Jurnal). Representasi Nilai-Nilai Metroseksual dalam Majalah Guide. Semarang
21
mengikuti trend, karena jika tidak itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk
kehidupan metroseksual yang dimana notabene para metroseksual ini ingin
terlihat sempurna bukan hanya dari penampilan saja tapi, dari kemapanan materi,
materi disini dimaksudkan yakni : uang, kendaraan, rumah perusahaan atupun
milik pribadi yang menghasilkan penampilan terlihat begitu waw, selain itu
mereka juga memiliki perasaan yang sangat sensitif terhadap perempuan dimana,
mereka sangat setia dan menjadi laki-laki yang begitu penyayang dan sifat
romatisme yang kuat terhadap wanitanya. Hal tersebut tergambar ringkas pada
gambar berikut :
KERANGKA FIKIR
Kehudupan di Kota Urban
Fenomena Sosial
22
Gambar 1. Kerangka fikir
Gaya HidupMetroseksual Kehidupan
Metroseksual
Pandangan Masyarakat tentang Metroseksual
Perilaku Metroseksual di Tengah Kelompoknya
Kesulitan dalam Kehidupan
Metroseksual
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian dengan menggunakan penelitian kualitatif. penelitian kualitatif
merupakan tradisi ilmia dalam penelitian sisial di mana metode penelitian ini
pertm kli asalnya dari filsafat fenomenologi Edmund Husler, yang kemudian oeh
max weber metode penelitian ini di terapkan serta di kembangkan pada setiap riset
sosiologinya. Metode peneitian ini di tekankan pada anggapan bahwa manusia
adalah subjek pertama dalam peristiwa sosial maupun budaya.26
Penelitian kualitatif menurut Bog dan Taylor dalam Imam Gunawan dh
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriktif yaitu berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari informan serta dari perilaku yang di amati yang di
arahkan pada latar dan individu secara utuh (holistik). Untuk itu tidak di anjurkan
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam hipotesis, tetapi memandang
sebagai bagian dari sebuah keutuhan. Dengan begitu penelitian yang di lakukan
akan menghasilkan data secara alamiah atau natural data konperehensif sesuai
dengan tempat dan data yang di peroleh bukan hasil manipulasi atau rekayasa.27
Penelitian kualitatif di lakukan dalam situasi wajar (natural setting ) dan
data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. maksudnya adalah cara
untuk mmemngambil data karena adanaya peristiwa atau interaksi manusia
menurut perspektif itu sendiri, tidak di buat-buat agar data yang di kumpullkan
26Ahmadin, 2013. Metode Penelitian Sosial. Raihan Intermedia : Makassar Hlm.2727 Imam Gunawan. 2014. Metode Penelitian Kuaitatif, Teori dan Praktik. Jakarta : Bumi
Aksara. Hlm.82
23
24
lebih memuaskan dari responden. Penelitian ini bersifat deskriktif, sebab
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau melukiskan realitas sosial
yang kompleks yang ada pada masyarakat. Dimana kita sebagai peneliti harus
mampu mendapatkan hasil penelitian yang akurat dengan cara mengumpulkan
data sebanyak-banyaknya agar dapat menemukan solusi dari suatu permasalahan
yang telah terjadi.
B. Lokasi penelitian
Penelitian ini di lakukan di Kota Makassar tepatnya di Ibu Kota Sulawesi
Selatan, letaknya strategis karena telah menjadi pusat perkotaan. Adapun penulis
mengambil lokasi ini karena Makassar telah termasuk salah satu kota besar di
Indonesia yang notabene mempunyai banyak sekali sample metroseksual. Penulis
memilih lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian karna merupakan Kota urban
yang mengalami kemajuan derastis setiap tahunnya. Penulis memilih lokasi
tersebut sebagai lokasi penelitian karna berdasarkan pertimbangan :
1. Kota Makassar merupakan salah satu kota yang ada di provinsi Sulawesi
Selatan yang penduduknya mayoritas bekerja di berbagai istansi maupun
perusahaan-perusahaan yang ada di Kota Makassar, sehingga tidak
menutup kemungkinan informan dapat dengan mudah di temukan.
2. Pria metroseksual banyak di temukan di berbagai pusat perbelanjaan dan
tempat-tempat lainnya seperti salon pria (barbershop), tempat GYM, dan
cafe di Kota Makassar.
3. Lokasi penelitian tepat di tengah-tengah Kota Makassar yaitu Kecamatan
Mamajang dan Kecamatan Panakukkang.
25
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan pada Natural setting
melalui sumber data primer, yaitu data di peroleh langsung melalui sumber data
yaitu pria Metroseksual tekhnik yang di gunakan adalah:
1. Observasi
Obsevasi adalah teknik yang di lakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan
data, yaitu seorang peneliti akan mengamati secara langsung objek yang ingin di
teliti dengan tujuan untuk lebih mengenal lagi objek penelitian.28Observasi dalam
penelitian penting dilakukan agar dalam penelitian tersebut data-data yang
diperoleh dari wawancara dan sumber tertulis dapat dianalisis nantinya dengan
melihat kecenderungan yang terjadi melalui proses di lapangan.
Hasil pengamatan peneliti dengan metode Observasi, dilakukan dengan cara
mendatangi pria metroseksual untuk melihat langsung aktivitas mereka seperti di
salon khusus laki-laki (barbershop) tempat GYM, dan cafe tempat nongkrong
pria-pria metroseksual serta melihat langsung sebuah Brand di Kota Makassar
yang menggunakan tenaga pria metroseksual untuk memasarkan brand nya
tersebut. Oleh karena itu metode obsevasi merupakan cara yang sangat baik untuk
mengamati budaya fenomena metroseksual sebagai bentuk ke unikan masyarakat
kota makassar.
Untuk menunjang hasil obsevasi di lapangan maka di perlukan alat
penangkap gambar berupa camera guna mempermudah peneliti dalam melakukan
kegiatan obsevasi. Hal ini di lakukan demi untuk mendapat data yang akurat dari
kaum pria metroseksual di kota Makassar. Dalam tahap observasi ini, peneliti 28 Ahmadin. Op.Cit. Hlm. 99
26
melakukan obsevasi sejak bulan juni 2016, kemudia meneliti pada bulan agustus
2016.
2. Dokumentasi
Dokumentasi yang di maksud di sini adalah teknik pengambilan data berupa
gambar, rekaman suara dan dapat juga berupa buku, atau dokumen-dokumen yang
kiranya dapat di gunakan sebagai sumber referensi. Data-data yang brupa gambar,
catatan suara, buku dan sebagainyadapat juga di sebut sebagai data sekunder yang
merupakan sumber literatur pendukung yang terkaita dengan masalah yang
peneliti tidak pernah terlepas dari referensi yang di gunakan. Referensi tersebut
berfungsi untuk memberikan informasi terhadap penelitian yang di lakukan. Pada
penelitian kualitatif, kegiatan ini di lakukan secara dasar, terarah dan senantiasa
bertujuan memperoleh informasi yang di perlukan.29 Data ini berupa arsip atau
dokumen dan data-data lain yang berkaitan dengan subjek penelitian. Hal ini di
lakukan untuk mempermudah dan memperlancar jalannya suatu penelitian
mengenai aktivitas metroseksul masyarakat urban. Karna selain hasil obsevasi
langsung sangat di butuhkan juga referensi berupa buku, gambar dan rekaman
suara dari informan yang ada.
Hasil penelitian data yang di peroleh dari dokumentasi peneliti selama
melakukan penelitian di berbagai tempat di Kota Makassar yakni selain data hasil
rekaman wawancara, peneliti juga mengambil beberapa dokumentasi namun
peneliti mempunyai kesulitan pada saat mengunjungi tempat GYM yaitu tempat
perkumpulan mereka karena beberapa infoman yang telah saya wawancai pada
29 Lexi J. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : Rosda Karya, Hlm. 112
27
saat saya meminta dokumentasi, memanggil semua teman-teman untuk foto
bersama sehingga peneliti harus memasukkan dokumentasi maskipun tidak
semuanya informan yang ada pada dokumentasi tersebut.
3. Wawancara Mendalam
Wawancara (interview) dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk
mengumpulkan keterngan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat
serta pendirian secara lisan (verbal) dari seorang informan, dan bercakap-cakap
terhadap muka informan. Sebelum seorang peneliti memulai wawancara, artinya
sebelum peneliti mulai berhadapan muka dengan informan, maka ada beberapa
soal mengenai persiapan untuk wawancr yng hrus di pecahkan terlebih dahulu
seperti : (1) seleksi individu untuk wawancara, (2) pendekatan orang yang telah di
seleksi untuk di wawancarai, (3) pengembangan suasana lancar dalam wawancara,
serta usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan dari orang yang
diwawancarai.30
Untuk memperoleh data informasi secara akurat dari informan langsung
sebagai data primer, peneliti melakukan metode wawancara. Wawancara adalah
pengumpulan data yang dalam pelaksanaanya adalah mengadakan tanya jawab
terhadap orang-orang yang erat kaitannya dengan permasalahan. Baik tertulis
maupun lisan guna memperoleh masalah yang diteliti.
Wawancara dapat beberapa kali dilakukan untuk mendapatkan data-data
yang benar-benar aktual. Seperti juga dalam metode penelitian lainnya. Kualitatif
sangat tergantung dari data di lapangan dengan melihat fakta-fakta yang ada. Data
30 Koentjaningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 129
28
yang terus bertambah dimanfaatkan untuk verifikasi teori yang timbul dilapangan
kemudian terus menerus di sempurnakan selama penelitian berlangsung.
Wawancara yang di lakukan dalam penelitian ini merupkan wawancara
mendalam, di mana wawancara merupakan wawancara yang terdiri dari
pertanyaan yang sedemikian rupa bentunya sehingga informan tidak terbatas
dalam jawaban-jawabnnya (ya atau tidak), tetapi dapat mengucapkan dalam
memberikan keterangan-keterangan dan dapat menjawab dengan ceritaa-cerita
yang panjang.31
Dengan wawancara yang di lakukan peneliti kepada informan maka
peneliti dapat mengetahui bagaimana sebenarnya pandangan masyarakat dengan
gaya hidup pria metroseksual, pola prilaku pria metroseksual di tengah-tengah
kelompoknya serta kesulitan pria metroseksual menjalin hubungan dengan lawan
jenisnya. Jadi sangat di butuhkan informan yang benar-benar mengetehui dan
dapat memberikan informasi mengenai masalah yang hendak di teliti oleh penulis,
agar tercipta hasil penelitian yang akurat dan benar-benar murni atau asli dari
suatu penelitian lapangan, peneliti memberikan sebuah pertanyaan kepada
informan dengan mnggunakan alat perekam suara, dengan pertanyaan secara lisan
sesuai dengan pertanyaan yang akan di teliti, meskipun sedikit di iringi dengan
candaan oleh peneliti maupun informan sehingga suasan tanya jawab terjadi
antara peneliti dengan informa mengenai metroseksual.
4. Studi literatur
31 Ibid. Hlm. 140
29
Peneliti yang menggunakan pencarian data melalui sumber-sumber tertulis
untuk memperoleh informasi mengenai objek penelitian ini. Sebagai data
sekunder. Diantaranya data literatur untuk mendapatkan kerangka teoritis dan
memperkaya latar belakang penelitian melalui jurnal-jurnal yang berkaitan dengan
penelitian, kliping dari berbagai media cetak yang mendukung penelitian.
Dengam penulisan hasil penelitian dari beberapa informan yang telah di
wawancarai peneliti masih kekurangan atau masih perlu pengetahuan untuk
mengembangkan atau mempermantap penulisan yakni dengan cara
mengumpulkan beberapa buku untuk menjadi literatur dalam sebuah penulisan
hasil penelitian ini. Setelah mengumpulkan beberapa buku yang berkaitan dengan
gaya hidup pria metroseksual peneliti membaca dan penemukan berbagai bacaan
yang sesuai dengan hasil wawancara beberapa informan.
5. Internet searching
Perkembangan teknologi kini telah banyak membantu dalam kegiatan
penelitian. Perkembangan teknologi dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan
data yang berkaitan dengan penelitian. Internet digunakan sebagai salah satu
teknik pengumpulan data. Internet menjelma menjadi ensyklopedia raksasa yang
memuat berbagai informasi mengenai penelitian dari berbagai daerah di berbagai
penjuru dunia. Maka dri itu penulis sangat membutuhkan internet untuk
menyelesaikan data informan dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan peneliti susah untuk menulis
atau mengolah data dari informan maka dari itu peneliti sangat membutuhkan
30
internet serching untuk menyelesaikan atau menulis hasil penelitian tentang gaya
hidup pria metroseksual di Kota Makassar.
D. Teknik Analisis data
Dalam penelitian diperlukan tahap-tahap penelitian yang memungkinkan
peneliti untuk tetap berada pada jalur yang benar memiliki langkah-langkah yang
akan diambil dalam penelitian. Tahapan-tahapan ini berguna sebagai sistematika
proses penelitian yang akan mengarahkan peneliti dengan patokan jelas sebagai
gambaran dari proses penelitian dan digunakan sebagai analisis data. Teknik
analisis data dilakukan dengan langkah :
1. Penyelesaian data, pemeriksaan kelengkapan dan kesempurnaan data dan
serta kejelasan data. Memilih data yang didapatkan untuk dijadikan sebagai
bahan laporan penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang di dapatkan
sesuai dengan kebutuhan penelitian dan dianggap relevan untuk dijadikan
sebagai hasil laporan penelitian. Data yang diperoleh kemungkinan tidak
sejalan dengan tujuan penelitian sebelumnya, oleh karena itu penyelesaian
data yang dianggap layak sangat dibutuhkan. Penyeleksian data ini juga
berfungsi sebagai cara untuk dapat memfokuskan pembahasan penelitian
tertentu yang dianggap menunjang.
2. Klarifikasi data yaitu mengelompokkan data dan dipilih-pilih sesuai dengan
jenisnya. Klasrifikasi data ini dilakukan untuk memberikan batasan
pembahasan dan berusaha untuk menyusun laporannya secara sistematis
menurut klarifikasinya. Klarifikasi ini juga membantu penulis dalam
memberikan penjelasan secara detail dan jelas.
31
3. Merumuskan hasil penelitian, semua data yang diperoleh kemudian
dirumuskan menurut pengklasifikasian data yang telah ditentukan. Rumusan
hasil penelitian ini memaparkan beragam hasil yang di dapat di lapangan
dan berusaha untuk menjelaskan dalam bentuk laporan penelitian yang
terarah dan sistematis.
4. Pengambilan hasil penelitian tahap akhir yang di peroleh dan berusaha
membandingkannya dengan berbagai teori atas penelitian sejenis lainnya
dengan data yang diperoleh secara nyata di lapangan. Menganilis jawaban
atas penelitian yang dilakukan dan berusaha mengusikan yang ada.
5. Penarikan kesimpulan dan saran, tahap ini mengambilsatu intisari yang di
peroleh selama penelitian dapat bercakap secara menyeluruh agar mudah di
menegrti dan dipahami.
E. Teknik Pengabsahan Data
Pengabsahan peneitian kualitatif terjadi pada waktu proses pengumpulan
data, dan untuk menentukan pengabsahan data di perlukan teknik pemeriksasaan.
Teknik pengabsahan data yang digunakan penulis pada saat penelitian adalah
memberchek.
Memberchek adalah tahap di mana memberchek ini di peroleh setelah di
lapangan telah di temukan data yang di cari, dan informan telah mengisi data,
kuesioner, serta informan di beri kesempatan untuk menilai data informasi yang di
berikan kepada peneliti, untuk melengkapi merevisi data yang baru, maka data
yang ada tersebut di angkat dan di lakukan audit trail yaitu mengecek data sesuai
dengan sumber aslinya.
32
Dalam proses penelitian ini cara kerja Memberchek adalah, 1) terlebih
dahulu meneliti melakukan wawancara terhadap informan dengan mengajukan
beberapa pertanyaan berkaitan dengan apa yang hendak diteliti yaitu mengenai
Metroseksual. Setelah peneliti melakukan wawancara terhadap informan, 2) di
akhir wawancara peneliti menanyakan ulang kembali yang di berikan informan.
Untuk memastikan kebenaran apakah data tersebut absa atau tidak.
F. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Kualitatif Deskriptif.
Penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang
menggunakandata deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan pelaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses
dari pada hasil, artinya dalam pengumpulan data sering memerhatikan hasil dan
akibat dari berbagai variabel yang saling mempengaruh.