Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

17
Hukum reseller atau dropshipping dalam islam. Dalam melakukan jual-beli, Islam telah mengatur ketentuan-ketentuan ataupun syarat sahnya bisnis yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. dengan tujuan agar kita selalu barakah dalam mencari rejeki serta tidak merugikan salah satu pihak, baik pembeli ataupun konsumen itu sendiri. Lalu bagaimana hukum menjual suatu barang, dan barang itu belum kita miliki? (dropshipping atau reseller) tetapi kita hanya menjualnya dari orang lain tanpa kita memilikinya terlebih dahulu. Bahasan kita ini merupakan Edisi Khusus bagi Penjual ONLINE yang sedang marak diakhir-akhir ini. Sebagai Contohnya: Kita membuka toko online, dalam hal itu kita tidak membeli barang baik dari pihak grosir maupun dari pihak produsen. Kita lebih berminat mengiklankan gambar produknya semata, dan jika kita menemukan seseorang yang memiliki keinginan untuk membeli barang tersebut, Kita akan menjualnya kepadanya dengan harga ecerean. Kemudian kita membelinya dari pedagang grosir dengan harga grosir. Keuntungan yang diperoleh adalah dari selisih antara harga eceran dan harga grosir. Jadi kita menjual apa yang tidak kita miliki di tangan dan membuat keuntungan dari apa yang belum menjadi milik kita. Lebih Jelasnya : "Seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. tetapi kamu dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik kam) atau si penjual. Kemudian kamu pergi membeli atau memesan barang yang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli. tanpa atau sebelum barang itu berada ditanganmu". Jual beli (dropshipping atau reseller) seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : َ كَ دْ نِ عَ سْ يَ ل اَ مْ عِ بَ ت اَ لJangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi]. Sahabat Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali setiap barang di tempat barang itu dibeli, hingga barang itu dipindahkan oleh para pembeli ke tempat mereka masing-masing.” (HR. Abu dawud dan Al-Hakim)

description

sKRIPSI

Transcript of Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

Page 1: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

Hukum reseller atau dropshipping dalam islam. Dalam melakukan jual-beli, Islam telah mengatur ketentuan-ketentuan ataupun syarat sahnya bisnis yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. dengan tujuan agar kita selalu barakah dalam mencari rejeki serta tidak merugikan salah satu pihak, baik pembeli ataupun konsumen itu sendiri.

Lalu bagaimana hukum menjual suatu barang, dan barang itu belum kita miliki? (dropshipping atau reseller) tetapi kita hanya menjualnya dari orang lain tanpa kita memilikinya terlebih dahulu. Bahasan kita ini merupakan Edisi Khusus bagi Penjual ONLINE yang sedang marak diakhir-akhir ini.

Sebagai Contohnya:

Kita membuka toko online, dalam hal itu kita tidak membeli barang baik dari pihak grosir maupun dari pihak produsen. Kita lebih berminat mengiklankan gambar produknya semata, dan jika kita menemukan seseorang yang memiliki keinginan untuk membeli barang tersebut, Kita akan menjualnya kepadanya dengan harga ecerean. Kemudian kita membelinya dari pedagang grosir dengan harga grosir. Keuntungan yang diperoleh adalah dari selisih antara harga eceran dan harga grosir. Jadi kita menjual apa yang tidak kita miliki di tangan dan membuat keuntungan dari apa yang belum menjadi milik kita.

Lebih Jelasnya :

"Seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. tetapi kamu dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik kam) atau si penjual. Kemudian kamu pergi membeli atau memesan barang yang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli. tanpa atau sebelum barang itu berada ditanganmu".

Jual beli (dropshipping atau reseller) seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.

Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

6د3ك3 6س3 ع8ن 3ي 8ع6 م3ا ل 3ب ال3 ت

Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].

Sahabat Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali setiap barang di tempat barang itu dibeli, hingga barang itu dipindahkan oleh para pembeli ke tempat mereka masing-masing.” (HR. Abu dawud dan Al-Hakim)

Dalam hadis lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia benar-benar telah menerimanya.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalil dari-dalil diatas menunjukkan adanya larangan yang tegas, bahwa seseorang tidak boleh menjual sesuatu kecuali telah dimiliki sebelum akad, baik dijual cash ataupun tempo. Masalah ini tidak boleh diremehkan. Pedagang yang hendak menjual sesuatu kepada seseorang, hendaknya dia menjamin keberadaan barangnya di tempatnya atau di tokonya, gudangnya, show roomnya atau di toko bukunya. Kemudian jika ada orang yang mau membelinya, dia bisa menjualnya cash atau tempo.

Page 2: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

Jadi alangkah baiknya bagi kita yang mengambil sekeping keuntungan dari dunia virtual ini (maya) senantiasa mengedepankan halal dan haram sehingga hasil yang kita dapatpun akan barakah dan halal pula. Toko Online memang mubah dan sah selama transaksi yang terjadi halal dan sah pula. Semoga kita semua selalu dalam petunjuk dan hidayahNYA.

Lalu bagaimana solusinya?

Model bisnis yang seperti ini sudah menjamur dan susah untuk dihilangkan atau dihindari. Akan tetapi sebagai seorang mukmin yang baik, selayaknya kita juga harus memikirkan sisi-sisi maslahah dan barakah dari bisnis itu, bukan hanya sekedar mencari kemudahannya semata lalu mengesampingkan syar'i dalam bisnis.

15:17

Maryana Malik

Bi, kalau kita belinya ga secara acak gitu gimana bi ?

15:17

Ibnu Rahmat

online shop Solusi jualan online dengan cara islami

Bismillah. Sebelumnya kita telah membahas masalah hukum jualan online, atau online shop dengan cara reseller atau dropshipping dilihat dari sisi syar’i. Bagi yang belum mengetahui keharaman model reseller atau dropshipping ini, silahkan buka link ini: hukum reseller dalam islam

Selanjutnya kita akan membahas tentang solusi berjualan di dunia maya (onlineshop) dengan cara islami. Khususnya penjualan-penjualan yang tidak/tanpa mengeluarkan modal yang saat ini telah menjamur dan menyebar luas dikalangan para pebisnis maya. Dengan kata lain, solusi dropshipping atau reseller atau makelar atau calo yang dibolehkan dalam islam.

Solusi Pertama:

JIka kita ingin membuka toko online, tapi kita tidak mempunyai barang yang akan kita jual, maka kita boleh bertindak sebagai makelar atau calo. Yaitu dengan cara menjalin kesepakatan kerjasama dengan produsen, dan menerangkan niat kita untuk menjadi calo atau makelar dari barang yang dia miliki. Selanjutnya kita nantinya akan mendapatkan bayaran atau fee sesuai dengan kesepakatan bersama dan bisa ditentukan dengan banyaknya barang yang telah kita jual bukan berdasarkan waktu kerjasamanya. Dengan begitu kita telah menjalin bisnis dengan nama akad ju’alah (akad jual jasa)

Solusi Kedua:

Kita bertindak sebagai agen atau perwakilan. dalam kondisi ini, barang masih boleh berada di tempat produsen (grosir) dan mereka pun bisa bertindak sebagai pengirim barang

Page 3: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

(dropshipper) ke tangan konsumen atau buyer. Jika sebagai agen berarti sudah disetujui oleh pihak produsen atau grosir, ada hitam di atas putih.

Solusi Ketiga:

Masih semisal dengan makelar atau calo, kalau yang pertama tadi ditinjau dari pihak produsen, kalau ini dari pihak konsumen. Yaitu dengan cara kita mengadakan kesepakatan dengan calon pembeli (konsumen) untuk mencarikan barang yang dia butuhkan. Atas jasa kita untuk mengadakan barang, kita boleh mensyaratkan imbalan dalam nominal tertentu yang telah disepakati. Dengan demikian kita menjalankan modal usaha jual beli jasa atau biro jasa pengadaan barang.

Solusi Keempat:

Menjual barang sendiri (contohnya mengatas namakan toko online), tidak atas nama produsen, tapi barang seharusnya ketangan kita dulu, lalu kita menjualnya kepihak lain.

Untuk model solusi keempat ini, ada dua cara yang bisa kita tempuh:

1, Dengan menggunakan system ba’I al murabbahah lil amir bisy syiraa’ (memerintah untuk membeli barang dengan keuntungan yang disepakati bersama)

Yaitu ketika ada calon konsumen yang tertarik dengan barang yang kita pasarkan, segera menanggapinya dengan mengadakan barang tersebut sebelum ada kesepakatan harga dengan calon pembeli. Setelah mendapatkan barang yang diinginkan, segera kita mengirimkannya ke calon pembeli. Setiba barang di tempat calon pembeli, barulah kita mengadakan negosiasi penjualan dengannya. Calon pembeli memiliki wewenang penuh untuk membeli atau mengurungkan rencananya.

Untuk model ini penulis dengan penuh yakin, pasti kita akan berfikir ulang, tentang kerugian yang akan kita tanggung jika kiranya konsumen atau pembeli tidak jadi membeli barang kita. Apalagi jika jaraknya jauh. Tapi inilah cara yang benar, dan kita tidak bisa menutup sebelah mata. Namun antum punya pilihan solusi lainnya diatas jika berat untuk model ini.

2. Menggunakan sistem akad salam (bai’ salam)

Yaitu dengan menyerahkan uang tunai terlebih dahulu tidak bisa dicicil, lalu barang belakangan. Bentuknya adalah konsumen (pembeli) mengirimkan uang tunai kepada pihak toko online seharga barang yang hendak dia beli, kemudian pihak toko online mencarikan barang pesanan pembeli. Lalu pihak toko online membeli barang, dan selanjutnya barang dikirim ke pembeli tanpa disyaratkan pemilik toko online tersebut yang mengirimnya, bisa saja pihak produsen (grosir) yang mengirimnya secara langsung pada pembeli.

Skema salam barangkali yang paling mendekati sistem dropshipping. Walau demikian, perlu dicatat adanya dua hal penting yang mungkin membedakan di antara keduanya.

# Dalam skema akad salam, calon konsumen harus membayar tunai alias lunas pada awal akad.

# Semua risiko selama pengiriman barang hingga barang tiba di tangan konsumen menjadi tanggung jawab dropshipper, dan bukan supplier.

Demikian beberapa solusi yang bisa kita sampaikan, semoga ada manfaat yang kita ambil dari selembar tulisan ini, jika kiranya benar itu hanya dari Allah SWT, jika salah itu memang dari penulis. saran dan kritik yang membangun sangat kita tunggu. silahkan berkomentar dan sebarkan artikel ini keteman-teman antum semua

Page 4: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

15:19

Ibnu Rahmat

Sistem dropshipping banyak diterapkan saat ini oleh para penggiat toko online. Mereka tidak mesti memiliki barang. Cukup mereka memasang iklan di website atau blog, lalu jika ada pesanan, mereka tinggal menghubungi pihak produsen atau grosir. Setelah itu pihak produsen atau grosir selaku dropshipper yang mengirimkan barang langsung kepada buyer (pembeli). Bagaimana hukum jual beli dengan sistem dropshipping semacam ini? Padahal bentuknya adalah menjual barang yang tidak dimiliki, dan ini dilarang dalam hadits. Adakah solusi syar’inya?

Bentuk Dropshipping dan Siapakah Dropshipper?

Dropshipping adalah teknik manajemen rantai pasokan di mana reseller atau retailer (pengecer) tidak memiliki stok barang. Pihak produsen atau grosir selaku dropshipper yang nantinya akan mengirim barang secara langsung pada pelanggan. Keuntungan didapat dari selisih harga antara harga grosir dan eceran. Tetapi beberapa reseller ada yang mendapatkan komisi yang disepakati dari penjualan yang nanti dibayarkan langsung oleh pihak grosir kepada reseller. Inilah bentuk bisnis yang banyak diminati dalam bisnis online saat ini.

Berikut ilustrasi mengenai sistem dropshipping:

Barang dipasarkan lewat toko online atau dengan hanya memasang ‘display items’ atau ‘katalog. Lalu pihak buyer (pembeli) melakukan transaksi lewat toko online kepada reseller dropship. Setelah uang ditransfer, pihak dropshipper (grosir) yang mengirim barang kepada buyer. Artinya, pihak reseller sebenarnya tidak memiliki barang saat itu, barangnya ada di pihak supplier, yaitu produsen atau grosir.

sistem_dropshipping

Menjual Barang yang Bukan Miliknya

Asalnya, yang dilakukan reseller adalah menjual barang yang bukan miliknya. Mengenai jual beli semacam ini termasuk dalam larangan dalam jual beli. Karena di antara syarat jual beli, orang yang melakukan akad adalah sebagai pemilik barang atau alat tukar, atau bertindak sebagai wakil. Jual beli barang yang bukan miliknya telah termaktub dalam beberapa hadits larangan jual beli sebagai berikut.

Hakim bin Hizam pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

6د3ك3 ن 6س3 ع8 3ي 8ع6 م3ا ل 3ب وق8 ق3ال3 ال3 ت 3ه_ م8ن6 الس] 3اع_ه_ ل 6ت 3ب _مd أ 6ه_ ث 8يع_ه_ م8ن ب3 6د8ي أ ن 6س3 ع8 3ي 6ع3 ل 3ي 6ب 8ي ال _ن 3ل أ 3س6 ج_ل_ ف3ي d8ي الر 8ين 6ت 3أ dه8 ي س_ول3 الل 3ا ر3 ي

“Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku lalu ia meminta agar aku menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan terlebih dahulu aku membelinya untuk mereka dari pasar?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Abu Daud no. 3503, An Nasai no. 4613, Tirmidzi no. 1232 dan Ibnu Majah no. 2187. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih).

Di antara salah satu bentuk dari menjual belikan barang yang belum menjadi milik kita ialah menjual barang yang belum sepenuhnya diserahterimakan kepada kita, walaupun barang itu telah kita beli, dan mungkin saja pembayaran telah lunas. Larangan ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

3ه_ 3و6ف8ي ت 3س6 dى ي 8ع6ه_ ح3ت 3ب 3 ي 3اع3 ط3ع3ام}ا ف3ال 6ت م3ن8 اب

“Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.” Ibnu ‘Abbas mengatakan,

Page 5: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

3ه_ 6ل ى6ء� م8ث _لd ش3 3ح6س8ب_ ك و3أ

“Aku berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan.” (HR. Bukhari no. 2136 dan Muslim no. 1525).

Ibnu ‘Umar mengatakan,

8ه8 3ان 3ه_ م8ن6 م3ك 6ق_ل 3ن dى ن 8يع3ه_ ح3ت 3ب ن6 ن3 dه8 -صلى الله عليه وسلم- أ س_ول_ الل 3ا ر3 3ه3ان اف}ا ف3ن 3ان8 ج8ز3 6ب ك 3ر8ى الطdع3ام3 م8ن3 الر] ت 3ش6 dا ن _ن .و3ك

“Kami biasa membeli bahan makanan dari orang yang berkendaraan tanpa diketahui ukurannya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menjual barang tersebut sampai barang tersebut dipindahkan dari tempatnya” (HR. Muslim no. 1527).

Dalam riwayat lain, Ibnu ‘Umar juga mengatakan,

3اه_ 3ع6ن 6ت dذ8ى اب 3ان8 ال 6م3ك 8ه8 م8ن3 ال 8ق3ال 6ت 8ان 3ا ب ن م_ر_6 3أ 3ا م3ن6 ي 6ن 3ي 6ع3ث_ ع3ل 3ب 3اع_ الطdع3ام3 ف3ي 6ت 3ب dه8 -صلى الله عليه وسلم- ن ول8 الل س_ م3ان8 ر3 dا ف8ى ز3 _ن ك

8يع3ه_ 3ب ن6 ن3 6ل3 أ و3اه_ ق3ب 3ان� س8 8ل3ى م3ك .ف8يه8 إ

“Kami dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan. Lalu seseorang diutus pada kami. Dia disuruh untuk memerintahkan kami agar memindahkan bahan makanan yang sudah dibeli tadi ke tempat yang lain, sebelum kami menjualnya kembali” (HR. Muslim no. 1527).

Bentuk serah terima di sini tergantung dari jenis barang yang dijual. Untuk rumah, cukup dengan nota pembelian atau balik nama; untuk motor adalah dengan balik nama kepada pemilik yang baru; barang lain mesti dengan dipindahkan dan semisalnya. Lihat pembahasan syarat jual beli tersebut di sini.

Namun ada solusi yang ditawarkan oleh syari’at untuk mengatasi perihal di atas. Silakan perhatikan fatwa dari Islamweb berikut ini.

Fatwa Islamweb (English Translation)

Pertanyaan:

Saya ingin bertanya mengenai sistem dropshipping. Dalam masalah ini, saya bertindak sebagai retailer (pengecer). Saya mendapatkan produk dari dropshipper. Kemudian, saya meminta pada pihak dropshipper untuk mengirimkan gambar dan saya akan mengiklankannya via eBay. Akan tetapi, saya tidak memilki produk tersebut. Produk tersebut masih berada di pihak supplier. Apakah situasi semacam ini termasuk dalam larangan hadits yang diceritakan oleh Hakim bin Hizaam, ia berkata bahwa ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku lalu ia meminta agar aku menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan terlebih dahulu aku membelinya untuk mereka dari pasar?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Abu Daud no. 3503, Tirmidzi no. 1232, dan An Nasai no. 4613. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam Shahih An Nasai). Perlu diketahui, bahwa saya punya surat kesepakatan dengan pihak supplier untuk mengiklankan dan menjualkan produknya. Oleh karena itu, bisakah saya dianggap sebagai agen dalam kondisi semacam ini? Jika saya sebagai agen, apakah berarti dibolehkan dalam sistem ini?

Jawaban:

Segala pujian yang sempurna bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.

Apa yang kami pahami dari pertanyaan Anda bahwa Anda tidak membeli barang baik dari pihak grosir maupun dari pihak produsen. Anda lebih berminat mengiklankan gambar

Page 6: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

produknya, dan jika Anda menemukan seseorang yang memiliki keinginan untuk membeli barang tersebut, Anda akan menjualnya kepadanya dengan harga ecerean. Kemudian Anda membelinya dari pedagang grosir dengan harga grosir. Keuntungan yang diperoleh adalah dari selisih antara harga eceran dan harga grosir. Padahal dalam syari’at Islam seperti itu dilarang karena menjual apa yang tidak Anda miliki di tangan Anda dan membuat keuntungan dari apa yang belum menjadi milik Anda (yaitu Anda tidak menanggung risiko dan bertanggung jawab pada barang tersebut).

Solusi syari’at untuk permasalahan di atas adalah retailer (reseller) bertindak sebagai broker (makelar atau calo) atas nama pemilik barang dari produsen atau grosir. Dalam kondisi ini diperbolehkan bagi Anda untuk meminta komisi sebagai broker sesuai yang disepakati dengan penjual (produsen atau grosir) atau dengan pembeli atau dengan kedua-duanya.

Jika Anda membeli barang dari produsen atau grosir untuk diri sendiri, dan kemudian ingin menjualnya, Anda harus terlebih dahulu memegangnya di tangan Anda. Perlu diketahui bahwa kepemilikan apa pun berbeda sesuai dengan kenaturalan barang tersebut.

Solusi lain, Anda juga bisa bertindak sebagai agen sebagaimana yang Anda sebutkan sehingga seakan-akan Anda memiliki barang tersebut atas nama Anda. Jika sebagai agen, Anda bisa menyimpan barang di tempat terpisah di gudang pihak dropshipper (produsen atau grosir) yang nanti bisa dipisahkan (dibedakan) dengan barang-barang mereka. Kemudian jika Anda menemukan seseorang yang ingin membelinya, Anda bisa menjualnya kepada dia dengan harga apa pun yang Anda dan grosir sepakati. Anda bisa mengirimkan barang tersebut kepada pembeli atau bisa pula pihak dropshipper (produsen atau grosir) yang melakukannya jika ia merasa tidak masalah dan ia memang yang menyediakan layanan pengiriman tersebut.

Fatwa Islamweb mengenai “Rulling on Dropshipping”.

Solusi Syar'i untuk Sistem Dropshipping

Ada tiga solusi yang ditawarkan dalam fatwa di atas bagi pihak pengecer:

1- Bertindak sebagai calo atau broker, dalam kondisi ini bisa mengambil keuntungan dari pihak pembeli atau produsen (grosir) atau keduanya sekaligus sesuai kesepakatan. Lihat bahasan mengenai komisi makelar (broker).

2- Bertindak sebagai agen atau wakil, dalam kondisi ini, barang masih boleh berada di tempat produsen (grosir) dan mereka pun bisa bertindak sebagai pengirim barang (dropshipper) ke tangan konsumen atau buyer. Jika sebagai agen berarti sudah disetujui oleh pihak produsen atau grosir, ada hitam di atas putih.

3- Jika menjual sendiri (misal atas nama toko online), tidak atas nama produsen, maka seharusnya barang sampai ke tangan, lalu boleh dijual pada pihak lain.

Bentuk dari solusi ketiga ini bisa menempuh dua cara:

a- Menggunakan sistem bai’ al murabahah lil amir bisy syira’ (memerintah untuk membelikan barang dengan keuntungan yang disepakati bersama). Sistem ini bentuknya adalah buyer (pembeli) melihat suatu barang yang ia tertarik di katalog toko online. Lalu buyer memerintahkan pada pihak toko online untuk membelikan barang tersebut dengan keuntungannya yang telah disepakati. Barang tersebut dibelikan dari pihak produsen (grosir). Namun catatan yang perlu diperhatikan, sistem al aamir bisy syiro’ tidak bersifat mengikat. Pihak buyer bisa saja membatalkan transaksi sebelum barang dikirimkan. Kemudian dalam sistem ini menunjukkan bahwa barang tersebut sudah jadi milik penuh pihak toko online. Dalam sistem ini sebagai dropshipper adalah pihak toko online itu sendiri atau bisa jadi ia menyuruh pada supplier, namun ia yang bertanggungjawab penuh terhadap kerusakan barang. Lihat bahasan mengenai bai’ al murabahah lil amir bisy syira’.

Page 7: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

b- Menggunakan sistem bai’ salam (uang tunai terlebih dahulu diserahkan tidak bisa dicicil, lalu barang belakangan). Bentuknya adalah buyer (pembeli) mengirimkan uang tunai kepada pihak toko online seharga barang yang hendak dia beli, kemudian pihak toko online mencarikan barang pesanan pembeli. Lalu pihak toko online membeli barang, dan selanjutnya barang dikirim ke pembeli oleh tanpa disyaratkan pemilik toko online tersebut yang mengirimnya, bisa saja pihak produsen (grosir) yang mengirimnya secara langsung pada buyer. Lihat bahasan mengenai jual beli salam.

Sebelumnya tertulis demikian dalam tulisan Rumaysho.com ini: Lalu pihak toko online membeli barang, dan selanjutnya barang dikirim ke pembeli oleh pihak toko online. Semua risiko selama pengiriman barang ditanggung oleh pihak toko online. Intinya di sini, toko online sudah membeli barang tersebut dari supplier. Ini keliru karena jual beli salam yang terpenting adalah pihak toko online bersedia menyediakan barang setelah uang tunai diberikan, tidak dipersyaratkan siapakah yang mesti mengirim. Jazakumullah khoiron kepada yang telah mengingatkan atas kekeliruan ini. Lihat sekali lagi keterangan lebih lanjut mengenai jual beli salam.

Semoga Allah senantiasa menunjuki kita pada penghidupan yang halal. Berilmulah sebelum beramal dan terjun dalam jual beli.

Imam Syafi’i juga berkata, “Siapa yang ingin dunia, wajib baginya memiliki ilmu. Siapa yang ingin akherat, wajib baginya pula memiliki ilmu.” (Dinukil dari Mughnil Muhtaj)

Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata, “Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada mendatangkan maslahat.” (Dinukil dari Majmu’ Al Fatawa Ibnu Taimiyah, 2: 382

Percakapan dimulai hari ini

15:13

Ibnu Rahmat

Adanya teknologi komunikasi jarak jauh memunculkan beberapa model jual-beli gaya baru. Asal hukum muamalah termasuk jual beli adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkan. Nah disini Insya Allah mencoba mengupas sedikit tentang Jual Beli Dropship (Drop Shipping).

Jual beli Dropship yang dimaksud disini adalah seseorang penjual kedua membeli barang dari penjual pertama dan langsung mengirimkannya ke pembeli. Sehingga seolah2 pembeli membeli barang dari penjual kedua tetapi barang dikirim langsung dari penjual pertama tanpa konsumen tahu bahwa barang dikirim dari penjual pertama (lihat gambar skema di bawah).

mekanisme dropship

Model jual beli dropship muncul dikarenakan kemudahan dalam berkomunikasi secara jarak jauh. Jual beli dropship biasa terjadi di toko-toko online (toko berbasis situs internet) maupun offline juga loh. Contoh kasus adalah seseorang ‘pedagang A’ mempunyai informasi tentang dimana tempat membeli barang murah untuk produk tertentu di ‘pedagang B’, kemudian menawarkan ke orang lain jika membutuhkan barang tersebut. Setelah ada pesanan, pedagang A menyuruh pedagang B untuk mengirimkan barang ke konsumen dengan syarat jangan dikasih tahu bahwa barang tersebut adalah milik pedangan B.

Page 8: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

Jual beli model dropship sebenarnya menguntungkan dua pihak baik penjual pertama dan penjual kedua. Penjual pertama terbantu pemasaran oleh pihak penjual kedua, adapun penjual kedua tidak perlu menyetok barang dan hanya modal komunikasi dengan penjual pertama. Akan tetapi prinsip dalam Islam dalam jual-beli bukan hanya sekedar saling menguntungkan akan tetapi harus sesuai syariat Islam.

Apa dalilnya bahwa Jual Beli Dropship tidak boleh?

Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dan (jika) pihak pembeli memindahkan barang tersebut ke tempat yang tidak menjadi kekuasaan penjual, itu sudah cukup berdasarkan perkataan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

“Artinya : Kami membeli makanan dari Ar-Rukhbaan (para pedagang) secara acak, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami membelinya sampai kami membawanya dari tempat tersebut” [1]

Dan dalam riwayat lain.

“Artinya : Kami di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan, lalu beliau mengutus seseorang kepada kami, yang menyuruh kami memindahkan makanan tersebut dari tempat kami membelinya, ke tempat lain sebelum kami menjualnya kembali”

Dan dalam riwayat lain juga Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata.

“Artinya : Bahwa para sahabat membeli makanan dari para saudagar di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lau beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang kepada mereka yang melarang mereka untuk menjualnya di tempat mereka membelinya, sehingga mereka memindahkan makanan tersebut ke tempat lain agar bisa mejualnya kembali”.

Dan dalam riwayat lain lagi Ibnu Umar Rahiyalahu ‘anhuma berkata.

“Artinya : Aku melihat para sahabat di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mereka membeli makanan secara acak, mereka melarang menjualnya di tempat tersebut sampai mereka memindahkannya”.

8ع6 3ب 3 ت وق8 ف3ق3ال3 : ال 3ه_ م8ن3 الس] 3اع_ه_ ل 6ت ب3 3ف3أ 6د8ى أ 6س3 ع8ن 3ي 6ع3 ل 3ي 6ب �ى ال _ر8يد_ م8ن ج_ل_ ف3ي d8ى الر 8ين 6ت 3أ dه8 ي س_ول3 الل 3ا ر3 � ق3ال3 ي ام 6ن8 ح8ز3 8 ب ع3ن6 ح3ك8يم

6د3ك3 ن 6س3 ع8 3ي م3ا ل

Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, ‘Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.’” (HR. Abu Daud, no. 3505; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Perbedaan Jual Beli Dropship dengan jual beli salam

Beberapa pembahasan yang pernah kami baca tentang bolehnya jual beli dropship tercampur definisinya dengan jual beli Salam. Jual beli salam mirip tetapi ada perbedaan dengan jual beli dropship.

Adapun dalil yang membolehkan jual beli salam:

ل3ف3 في س63 . فقال: (من أ ث3 dال3 6ن8 و3الث 3ي 3ت ن dم6ر8 السd 8الت 8ف_ون3 ب ل _س6 3ة3 و3ه_م6 ي 6م3د8ين dاس� رضي الله عنهما قال: ق3د8م3 النبي ال عن ابن ع3ب

� . متفق عليه 3ج3ل� م3ع6ل_وم � إلى أ ن� م3ع6ل_وم � و3و3ز6 6ل� م3ع6ل_وم 3ي ي6ء� ف3ف8ي ك ش3

“Dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata: “Ketika Nabi tiba di kota Madinah, sedangkan penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dalam tempo waktu dua tahun dan tiga tahun, maka beliau bersabda: “Barang siapa yang memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam jumlah takaran yang telah diketahui (oleh

Page 9: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

kedua belah pihak), dan dalam timbangan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan hingga tempo yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula.” (Muttafaqun ‘alaih).

Persamaan antara jual beli salam dan dropship adalah ketika proses transaksi penjual sama-sama tidak memiliki barang. Perbedaannya adalah saat akan dikirimkan/diserah-terimakan dengan pembeli barang telah dikuasai penuh oleh penjual.

Contohnya: adalah penjual kedua menawarkan barang ke pembeli dimana dia belum memiliki barang tersebut, penjual kedua membeli barang kepada penjual pertama yang memiliki barang dan kemudian mengirimkannya ke pembeli.

Terlihat mirip kan? tapi jika jeli bahwasanya sebelum dikirim penjual kedua telah setidaknya memindahkan barang dari penjual pertama baik dengan cara memegangnya atau bentuk berpindah tangan dari penjual pertama ke penjual kedua. Adapun dropship tidak pernah sekalipun penjual kedua memegang langsung barang yang akan diserah terimakan kepada pembeli.

Dan disinilah perlu diketahui tentang definisi jual beli via online bahwa proses transaksi selesai adalah ketika barang telah sampai kepada pihak pembeli. Jadi jika misal barang saat dikirim hilang maka tanggung jawab masih dipikul pihak penjual online karena barang belum diterima. Jadi kadang ada alasan bagi OS karena mengirim barang menggunakan ekspedisi jadi bahwa itu adalah bukan tanggung jawab penjual maka itu adalah pernyataan yang salah.

__________ Foote Note [1]. HR Ibnu Hibban XI/357 nomor 4982, dan ini lafazhnya. Muslim III/1161, Ibnu Majah nomor 2229, Al-Bukhari nomor 2167, Abu Dawud nomor 3494

15:15

Ibnu Rahmat

Dropshipping

Hadirnya sistem dropshipping bak hembusan angin surga bagi banyak orang untuk dapat mewujudkan impian menjadi penguaha sukses. Betapa tidak. Dengan sistem dropshipping, Anda dapat menjual berbagai produk ke konsumen, tanpa butuh modal atau berbagai piranti keras lainnya. Yang dibutuhkan hanyalah foto-foto produk yang berasalkan dari supplier/toko. Anda dapat menjalankan usaha sistem ini walau tanpa membeli barang terlebih dahulu, dan ajaibnya, dropshipper dapat menjualnya ke konsumen dengan harga yang dia tentukan sendiri.

Dalam sistem dropshipping, konsumen terlebih dahulu membayar secara tunai atau transfer ke rekening dropshipper. Selanjutnya dropshipper membayar ke supplier sesuai harga beli dropshipper disertai ongkos kirim barang ke alamat konsumen. Dropshipper berkewajiban menyerahkan data konsumen, yakni berupa nama, alamat, dan nomor telepon kepada supplier. Bila semua prosedur terebut dipenuhi, supplier kemudian mengirimkan barang ke konsumen. Namun perlu dicatatkan, walau supplier yang mengirimkan barang, tetapi nama dropshipper-lah yang dicantumkan sebagai pengirim barang. Pada transaksi ini, dropshipper nyaris tidak megang barang yang dia jual. Dengan demikian, konsumen tidak mengetahui bahwa sejatinya ia membeli barang dari supplier (pihak kedua), dan bukan dari dropshipper (pihak pertama). Keuntungan Sistem Dropshipping

Beberapa keuntungan sistem dropshipping antara lain:

Page 10: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

1. Dropshipper mendapat untung atau fee atas jasanya memasarkan barang milik supplier.

2. Tidak membutuhkan modal besar untuk menjalankan sistem ini.

3. Sebagai dropshipper, Anda tidak perlu menyediakan kantor dan gudang barang.

4. Walau tanpa berbekal pendidikan tinggi, asalkan cakap berselancar di dunia maya, Anda dapat menjalankan sistem ini.

5. Anda terbebas dari beban pengemasan dan distribusi produk.

6. Sistem ini tidak kenal batas waktu atau ruang, alias Anda dapat menjalankan usaha ini kapan pun dan di mana pun Anda berada. Hukum Sistem Dropshipping

Jangan hanya sebatas memikirkan kemudahan atau besarnya keuntungan. Status halal dan haram setiap jenis usaha yang hendak Anda jalankan harusnya menempati urutan pertama dari semua pertimbangan. Sikap ini selaras dengan doa Anda kepada Allah ‘Azza wa Jalla,

“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal sehingga aku tidak membutuhkan kepada hal-hal yang Engkau haramkan. Dan jadikanlah aku merasa puas dengan kemurahan-Mu sehingga aku tidak mengharapkan kemurahan selain kemurahan-Mu.”

Dan untuk mengetahui status hukum halal-haram suatu perniagaan, Anda harus melihat tingkat keselarasan sistemnya dengan prinsip-prinsip dasar perniagaan dalam syariat. Bila perniagaan selaras dengan prinsip syariat, halal untuk Anda jalankan. Namun bila terbukti menyeleweng dari salah satu prinsip atau bahkan lebih, sepantasnya Anda mewaspadainya. Berikut beberapa prinsip syariat dalam perniagaan sistem dropshipping yang perlu Anda cermati.

Prinsip Pertama: Kejujuran

Berharap mendapat keuntungan dari perniagaan bukan berarti menghalalkan dusta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya arti kejujuran dalam perniagaan, di antara melalui sabdanya, “Kedua orang yang terlibat transaksi jual-beli, selama belum berpisah, memiliki hak pilih untuk membatalkan atau meneruskan akadnya. Bila keduanya berlaku jujur dan transparan, maka akad jual-beli mereka diberkahi. Namun bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya keberkahan penjualannya dihapuskan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Prinsip Kedua: Jangan Menjual Barang yang tidak Anda Miliki

Islam sangat menekankan kehormatan harta kekayaan kepada para penganutnya. Karena itu Islam mengharamkan berbagai bentuk tindakan merampas atau pemanfaatan harta orang lain tanpa izin atau kerelaan darinya. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa’ 29).

“Tidak halal harta orang Muslim, kecuali atas dasar kerelaan jiwa darinya.” (HR. Ahmad, dan lainnya). Begitu besar penekanan Islam tentang hal ini, sehingga Islam menutup segala celah yang dapat menjerumuskan umat Islam kepada praktik memakan harta saudaranya tanpa alasan yang dibenarkan.

Prinsip Ketiga: Hindari Riba dan Berbagai Celahnya

Sejarah umat manusia telah membuktikan bahwa praktik riba senantiasa mendatangkan kehancuran tatanan ekonomi masyarakat. Wajar bila Islam mengharamkan praktik riba dan berbagai praktik niaga yang dapat menjadi celah terjadinya praktik riba. Di antara celah riba yang telah ditutup dalam Islam adalah dalam hal menjual kembali barang yang telah Anda beli namun secara fisik belum sepenuhnya Anda terima dari penjual.

Page 11: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

Belum sepenuhnya Anda terima bisa jadi:

(1) Anda masih satu majelis dengan penjual, atau

(2) Fisik barang belum Anda terima, walaupun Anda telah berpisah tempat dengan penjual.

Pada kedua kondisi tersebut Anda belum dibenarkan menjual kembali barang yang telah Anda beli. Hal ini mengingat kedua kondisi tersebut menyisakan celah terjadinya praktik riba. Sahabat Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali setiap barang di tempat barang itu dibeli, hingga barang itu dipindahkan oleh para pembeli ke tempat mereka masing-masing.” (HR. Abu dawud dan Al-Hakim)

Dalam hadis lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia benar-benar telah menerimanya.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma ditanya lebih lanjut tentang alasan larangan tersebut menyatakan, “Yang demikian itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda (sekadar kedok belaka).” (Muttafaqun ‘alaih)

Sistem dropshipping pada praktiknya bisa melanggar ketiga prinsip terebut, atau salah satunya, sehingga keluar dari aturan syariat alias haram. Seorang dropshipper bisa aja mengaku sebagai pemiliki barang atau sebagai agen. Padahal kenyataannya tidak demikian. Karena dusta, konsumen menduga ia mendapatkan barang dengan harga murah dan terbebas dari praktik percaloan. Padahal kenyataannya tidak demikian. Andai ia menyadari sedang berhadapan dengan seorang agen atau pihak kedua, bisa saja ia mengurungkan pembeliannya.

Pelanggaran bisa juga berupa dropshipper menawarkan, lalu menjual barang yang belum ia terima. Ini walaupun ia telah membelinya dari supplier. Dengan demikian, dropshipper melanggar larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana tersebut dalam di atas. Atau bisa jadi dropshipper menentukan keuntungan melebihi yang diizinkan supplier. Jelaslah, ulah dropshipper merugikan supplier, karena barang dagangan miliknya telat laku, atau bahkan kehilangan pasar.

Solusi

Agar terhindar dari berbagai pelanggaran-pelanggaran terebut, Anda dapat melakukan salah dari beberapa alternatif berikut ini.

Alternatif Pertama: Sebelum menjalankan sistem dropshipping, terlebih dahulu Anda menjalin kesepakatan kerjasama dengan supplier. Atas kerjasama ini Anda mendapatkan wewenang untuk turut memasarkan barang dagangannya. Atas partisipasi Anda, Anda berhak mendapatkan fee alias upah yang nominalnya telah disepakati bersama. Penentuan fee bisa saja dihitung berdasarkan waktu kerjasama. Atau berdasarkan jumlah barang yang telah Anda jual. Bila alternatif ini yang Anda pilih, berarti Anda bersama supplier menjalin akad ju’alah (jual jasa). Ini salah satu model akad jual-beli jasa yang upahnya ditentukan sesuai hasil kerja, bukan waktu kerja.

Alternatif Kedua: Anda dapat mengadakan kesepakatan dengan calon konsumen. Atas jasa Anda untuk pengadaan barang, Anda mensyaratkan imbalan dalam nominal tertentu. Dengan demikian, Anda menjalankan model usaha jual-beli jasa, atau semacam biro jasa pengadaan barang.

Alternatif Ketiga: Anda dapat menggunakan skema akad salam. Dengan demikian, Anda berkewajiban menyebutkan berbagai kriteria barang kepada calon konsumen, baik

Page 12: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

dilengkapi dengan gambar barang atau tidak. Setelah ada calon konsumen yang berminat terhadap barang yang Anda tawarkan dengan harga yang disepakati, barulah Anda mengadakan barang. Skema salam barangkali yang paling mendekati sistem dropshipping. Walau demikian, perlu dicatat adanya dua hal penting yang mungkin membedakan di antara keduanya.

1. Dalam skema akad salam, calon konsumen harus membayar tunai alias lunas pada awal akad.

2. Semua risiko selama pengiriman barang hingga barang tiba di tangan konsumen menjadi tanggung jawab dropshipper, dan bukan supplier.

Alternatif Keempat: Anda menggunakan skema akad murabahah lil ‘amiri bissyira’ (pemesanan tidak mengikat). Yaitu ketika ada calon konsumen yang tertarik dengan barang yang Anda pasarkan, segera Anda mengadakan barang tersebut sebelum ada kesepakatan harga dengan calon pembeli. Setelah mendapatkan barang yang diinginkan, segera Anda mengirimkannya ke calon pembeli. Setiba barang di tempat calon pembeli, barulah Anda mengadakan negosiasi penjualan dengannya. Calon pembeli memiliki wewenang penuh untuk membeli atau mengurungkan rencananya.

Mungkin Anda berkata, bila alternatif tersebut yang saya pilih, betapa besar risiko yang harus saya pikul. Betapa susahnya kerja saya. Terlebih bila calon pembeli berdomisi jauh dari tempat tinggal saya.

Saudaraku, apa yang Anda utarakan benar adanya. Karena itu, mungkin alternatif tersebut yang paling sulit untuk diterapkan. Terutama bila Anda menjalankan bisnis secara online. Walau demikian, bukan berarti risiko besar tidak dapat ditanggulangi. Untuk menanggulanginya, sebagai penjual, Anda dapat mensyaratkan hak khiyar (hak pilih membatalkan pembelian) kepada supplier dalam batas waktu tertentu. Dengan demikian, bila calon pembeli batal membeli, Anda dapat mengembalikan barang kepada supplier. Sebagaimana Anda juga dapat mensyaratkan kepada calon pembeli bahwa bila batal membeli, ia menanggung seluruh biaya mendatangkan barang dan mengembalikannya kepada supplier.

Semoga dapat menambah khazanah ilmu agama Anda. Semoga Allah Ta’ala memudahkan dan memberkahi perniagaan Anda. Wallahu Ta’ala a’alam bisshawab.

Keterangan dia atas adalah artikel yang ditulis oleh Dr. Muhammad Arifin Badri, dan diterbitkan dalam majalah Pengusaha Muslim edisi 31. Pada edisi ini, majalah Pengusaha Muslim secara khusus mengupas Halal-haram Bisnis Online. Berikut beberapa artikel penting lainnya:

1. Halal-haram Google adsense

Artikel ini ditulis oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI. Secara khusus mengupas batasan halal-haram melakukan bisnis iklan melalui Google adsense.

2. Kaidah Umum Bisnis Online yang Halal

Secara khusus, melalui artikel ini, Dr. Muhammad Arifin Baderi mengupas batasan umum dalam kerangka kajian fikih mengenai bisnis online yang banyak diterapkan pelaku bisnis dunia maya

3. Hukum Bisnis Afiliasi

Afiliasi ebook yang sempat booming di dunia maya, ternyata menyimpan banyak masalah. Oleh Dr. Muhammad Arifin Baderi, disimpulkan bahwa bisnis ini sejatinya bertentangan dengan aturan syariah.

4. Masalah Software Bajakan

Page 13: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

Pengguna internet, umumnya tidak bisa lepas dari software andalannya. Di sisi lain, nilai nominal sebuah software, hampir tidak sepadan dengan keuntungan yang didapatkan. Adakah jalan pintas yang dihalalkan? Anda bisa simak studi kasus oleh Ustadz Kholid Samhudi, Lc. dalam artikel ini.

5. Transaksi salam online

Transaksi salam merupakan salah satu alternatif untuk model bisnis online yang halal. Bagaimana bentuk transaksi ini? Dr. Erwandi Tarmidzi mengajak anda untuk memahaminya dari sudut pandang fikih klasik dan kontemporer.

6. Zakat Uang Paypal

Di rubrik zakat, Ustad Muhammad Yasir, Lc menyesuaikan artikelnya dengan mengupas aturan zakat untuk Paypal

15:17

Ibnu Rahmat

Hukum reseller atau dropshipping dalam islam. Dalam melakukan jual-beli, Islam telah mengatur ketentuan-ketentuan ataupun syarat sahnya bisnis yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. dengan tujuan agar kita selalu barakah dalam mencari rejeki serta tidak merugikan salah satu pihak, baik pembeli ataupun konsumen itu sendiri.

Lalu bagaimana hukum menjual suatu barang, dan barang itu belum kita miliki? (dropshipping atau reseller) tetapi kita hanya menjualnya dari orang lain tanpa kita memilikinya terlebih dahulu. Bahasan kita ini merupakan Edisi Khusus bagi Penjual ONLINE yang sedang marak diakhir-akhir ini.

Sebagai Contohnya:

Kita membuka toko online, dalam hal itu kita tidak membeli barang baik dari pihak grosir maupun dari pihak produsen. Kita lebih berminat mengiklankan gambar produknya semata, dan jika kita menemukan seseorang yang memiliki keinginan untuk membeli barang tersebut, Kita akan menjualnya kepadanya dengan harga ecerean. Kemudian kita membelinya dari pedagang grosir dengan harga grosir. Keuntungan yang diperoleh adalah dari selisih antara harga eceran dan harga grosir. Jadi kita menjual apa yang tidak kita miliki di tangan dan membuat keuntungan dari apa yang belum menjadi milik kita.

Lebih Jelasnya :

"Seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. tetapi kamu dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik kam) atau si penjual. Kemudian kamu pergi membeli atau memesan barang yang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli. tanpa atau sebelum barang itu berada ditanganmu".

Jual beli (dropshipping atau reseller) seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.

Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang

Page 14: Hukum Reseller Atau Dropshipping Dalam Islam

datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

6د3ك3 6س3 ع8ن 3ي 8ع6 م3ا ل 3ب ال3 ت

Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].

Sahabat Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali setiap barang di tempat barang itu dibeli, hingga barang itu dipindahkan oleh para pembeli ke tempat mereka masing-masing.” (HR. Abu dawud dan Al-Hakim)