Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

48
MENUTUP CELAH-CELAH HUKUM DALAM SISTEM PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA: SUATU KAJIAN DALAM KACAMATA HUKUM PROGRESIF Karya Tulis Ilmiah Diajukan dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa 2008 Tingkat Fakultas Hukum Oleh : Benny Sumardiana 1 1 Disusun saat penulis menempuh studi di Fakultas hukum Unnes, saat ini penulis merupakan dosen fakultas hukum Universitas Negeri Semarang

Transcript of Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Page 1: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

MENUTUP CELAH-CELAH HUKUM DALAM SISTEM

PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA:

SUATU KAJIAN DALAM KACAMATA HUKUM PROGRESIF

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa 2008

Tingkat Fakultas Hukum

Oleh :

Benny Sumardiana1

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2008

1 Disusun saat penulis menempuh studi di Fakultas hukum Unnes, saat ini penulis merupakan dosen fakultas hukum Universitas Negeri Semarang

Page 2: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : MENUTUP CELAH-CELAH HUKUM DALAM SISTEM

PERADILAN INDONESIA: SUATU KAJIAN DALAM

KACAMATA HUKUM PROGRESIF

Disusun oleh:

Benny Sumardiana 3450405600

Telah disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing pada:

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing

Ali Masyhar SH, M.HNIP. 132303557

Mengetahui,

Pemb. Dekan Bid. Kemahasiswaan

Dra. Martitah, M.Hum.NIP.131570071

Page 3: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

ABSTRAK

Benny Sumardiana, Muhammad Iftar Aryaputra, Ridwan Arifin, FAKULTAS HUKUM, UNNES, 2008. ”Menutup Celah-Celah Hukum Dalam Sistem Penegakkan Hukum di Indonesia : Suatu Kajian Dalam Kacamata Hukum Progresif”. Pembimbing Ali Masyhar SH, MH.Hukum merupakkan sekumpulan peraturan yang didalamnya terdapat nilai-nilai keadilan. Pada idealnya hukum itu sendiri haruslah berada dalam posisi tengah karena memang hukum itu tidaklah memihak kecuali pada kebenaran. Hukum harus diimplementasikan secara tegas, oleh karenanya semua alat-alat penunjang hukum baik itu aparat maupun aturan-aturan atau regulasinya harus menampakkan ketegasan pula. Harus kita sadari hukum merupakkan sebuah ilmu yang selalu bergerak untuk berkembang dan tidak statis, sehingga sudah seharusnya pula hukum itu mengikuti pada perkembangan yang ada dalam masyarakat.Situasi yang saat ini terjadi dalam masyarakat banyak yang tidak mempercayai kalau hukum dapat memberikan keadilan seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Terbukti sampai sejauh ini orang-orang yang melakukan kesalahan cukup fatal dalam kehidupan sadar hukum merupakkan para penegak hukum yang notebene adalah para ahli hukum, tidak lama ini sebuah tamparan keras baru saja diterima oleh wajah hukum Indonesia, seorang jaksa yang dianggap sebagai salah satu jaksa terbaik namun dia menerima suap dari salah satu pelaku korupsi dana BLBI yang sebenarnya harus dia adili, tentunya ini sebuah hal yang ironis dan menyakitkan. Ini sebenarnya memperlihatkan hukum modern tidak selalu dapat memoderasi masyarakat. Hukum modern yang dicirikan rasional, otonom, tertutup yang mengkristal dalam doktrin The Rule of Law bukanlah nilai universal yang bisa berlaku secara sempurna dalam masyarakat.Permasalahan hukum yang selama ini timbul sebenarnya sebuah hal yang sederhana yaitu akibat adanya pengaturan regulasi yang kurang jelas, rancu, dan dapat menimbulkan berbagai persepsi yang dalam karya tulis ini kami sebut sebagai celah-celah hukum. Celah hukum itu sebenarnya merupakkan bahaya laten yang secara sadar atau tidak itu sudah sangat mengancam eksistensi hukum nasional itu sendiri. Kita menyadari hukum memang merupakkan sebuah produk politik yang merupakkan implikasi berbagai kepentingan yang ada pada masyarakat kemudian di rangkum dalam sebuah peraturan perundang-undangan, dan tentunya kita sadari banyak celah yang kemudian ditimbulkan dari kurang tepatnya penggabungan segala kepentingan itu.Analoginya adalah di saat peraturan perundang-undangan tidak mengakomodir secara yuridis kepentingan masyarakat atau dikala penerapan hukum mematahkan pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, maka hukum sebagai suatu cerminan sosiologis masyarakat akan mencari dan menemukan jalannya sendiri. Ibarat air, ketika dibendung oleh suatu tembok, ia akan mencari celah untuk menembus tembok tersebut.Dengan berbagai bentuk dampak yang dapat ditimbulkan karena adanya celah-celah dalam hukum yang itu dapat menimbulkan hal negatif dalam penegakkan hukum nasional di Indonesia, maka kami berusaha menuangkannya dalam bentuk

Page 4: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

karya tulis ini yang bertujuan untuk menggali lebih dalam dampak adanya celah-celah dalam hukum tentunya melalui kajian hukum progresif dan juga mencoba memmberikan solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh adanya celah-celah hukum tersebut.Kata kunci : aparat hukum, celah-celah hukum, penegakan hukum, pasal

keranjang sampah

Page 5: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT limpahan rahmat dan berkah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul ”Menutup Celah-Celah

Hukum Dalam Sistem Peradilan Indonesia : Suatu Kajian Dalam Kacamata

Hukum Progresif”.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ini dapat terlaksana dengan baik

atas bantuan dan dukungan banyak pihak sehingga penulis dengan segala

kerendahan hati mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian karya tulis ini, terutama kepada :

1. Drs. Sartono Sahlan, MH., selaku Dekan Fakultas Hukum yang telah

memberikan izin pada penulis untuk membuat karya tulis

2. Dra. Martitah, M.Hum selaku Pembantu Dekan III bidang Kemahasiswaan

Fakultas Hukum yang telah memberikan motivasi serta izin pada penulis

untuk membuat karya tulis ini.

3. Ali Masyhar, SH. MH., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing,

mengarahkan, serta memotivasi penulis dalam pembuatan karya ilmiah tulis

ini.

4. Ayah Bunda serta seluruh teman-teman yang senantiasa memberikan

semangat serta motivasi yang luar biasa kepada penulis baik dalam suka

maupun duka.

5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Tak lupa penulis mohon maaf apabila nantinya dalam penulisan karya tulis ini ada

kekurangan dan kesalahan itu semua semata-mata dari penulis sendiri sebagai

manusia tempatnya salah dan lupa

Semarang,

Penulis

Page 6: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

DAFTAR ISI

JUDUL................................................................................................................... i PENGESAHAN..................................................................................................... iiABSTRAK...……………………………………………………………………. .iiiKATA PENGANTAR........................................................................................... ivDAFTAR ISI......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1A. Latar Belakang........................................................................................... 1B. Rumusan Masalah...................................................................................... 4C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 4D. Manfaat Penulisan..................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4A. Pengaturan dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia.................................... 4B. Berlakunya hukum di masyarakat............................................................. 6C. Hukum Progresif........................................................................................ 5

BAB III METODE PENULISAN......................................................................... 8A. Metode Pendekatan dan Spesifikasi Penelitian.......................................... 8 B. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 9C. Metode Penyajian dan Analiisis Data........................................................10

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................11A. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Celah-celah Hukum dalam Sistem

Penegakkan Hukum di Indonesia............................................................. 11B. Akibat yang Ditimbulkan dari Adanya Celah-celah Hukum....................14C. Kiat-kiat Yang Dilakukan Sebagai Suatu Solusi Cerdas Untuk Menutup

Celah Hukum Yang Ada…………………………………………………

BAB V PENUTUP ...............................................................................................19A. Kesimpulan............................................................................................19B. Saran.......................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20BIODATA PENULIS........................................................................................... vi

Page 7: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apabila kita mengulas tentang sistem hukum di Indonesia, dengan segala

kekurangan dan kelebihannya, khususnya dalam tataran penegakan hukum (law

enforcement), maka dalam pikiran kita akan timbul beberapa pertanyaan yang

bersifat teoritis. Hukum modern yang bercirikan sebuah rasionalitas, otonom,

tertutup yang mengkristal dalam doktrin Rule of Law bukanlah nilai universal

yang bisa berlaku di ladang negara-negara yang tidak memiliki sejarah sama

dengan Eropa tempat kelahirannya dan apabila kita mengkajinya lebih dalam,

serta menghadapkan hal ini dengan masa-masa seperti sekarang maka tak salah

apabila kemudian timbul beberapa pertanyaan seperti, ‘apa’ (what), ‘untuk

siapa’(for whom), ‘bagaimana’(how).

Aspek pertama adalah what. Sebenarnya apa yang dinamakan hukum itu? Bagi

rakyat kecil, interpretasi dari hukum, tak lain adalah suatu perangkat aturan yang

suatu saat dapat membelokkan arah keadilan. Tetapi lain halnya dengan mereka

yang disebut sebagai kalangan elit, bagi mereka hukum adalah suatu perangkat

aturan yang dapat dibeli dengan materi yang mereka miliki.

Pada aspek kedua ialah for whom. Dalam kajian ini, sebenarnya hukum yang ada

di Indonesia sebenarnya ditujukan kepada siapa? Apakah hanya orang-orang

tertentu yang bisa mendapatkan keadilan, sehingga keadilan bersifat subyektif?

Lantas, apakah hal itu dilakukan dengan mengesampingkan dan melukai rakyat?

Dalam praktek ketatanegaraan kita, sudah bukan menjadi suatu rahasia umum lagi

bahwasanya suatu teori hukum tidak akan dapat diterapkan, manakala hal itu

dihadapkan pada praktek yang ada, begitupun demikian dengan praktekpenegaka

hukum di negara kita.

Dalam kajian ketiga adalah how. Bagaimanakah suatu proses peradilan

sesungguhnya di negara kita? Dari hal ini, kita dapat mengkritisi, apakah jalannya

suatu proses peradilan dilakukan secara transparan atau tidak. Sehingga

diharapkan dengan ketransparansiannya, masyarakat luas dapat mengerti atau

mengetahui seberapa jauh daya efektifitas hukum itu sendiri bagi masyarakat.

Page 8: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Tengok saja wacana tentang suatu proses perkara korupsi yang dilakukan kepala

desa, kepala dinas, atau pimpinan proyek, maka dengan cepat kasusnya akan

ditangani, yang lebih mengejutkan lagi mereka dijatuhi hukuman yang hampir

sama dengan dengan para pelaku korupsi yang nilainya jauh lebih besar. Berbeda

dengan mereka yang tergolong kaum elit, seperti misalnya apabila seorang

menteri, anggota legislatif, sampai kepada elit politik, maka system peradilanpun

menjadi sangat lamban dan terkesan ditutup-tutupi. Bahkan ada indikasi kalau

peradilannya dibuat selamban mungkin, maka masyarakat akan lupa dan

cenderung diberi label (labeling theory) sedang dilakukan pendalaman, atau

pengumpulan data, ataupun dengan alasan masih kurangnya alat bukti.

Sungguh ironis memang hukum yang seharusnya berpihak pada keadilan justru

dapat bertolak belakang dengan nilai-nilai keadilan yang ada, sehingga apabila

ditarik suatu benang merah, maka akan ditemukan suatu kesimpulan bahwa,

hukum di Indonesia masih memiliki celah-celah yang dapat dengan mudah

disusupi oleh kepentingan pihak yang tidak bertanggung jawab. Apabila hal ini

dihadapkan oleh suatu konsep tentang hukum progressif yang dipopulerkan oleh

seorang Guru Besar Emeritus Universitas Dipenogoro, Prof. Satjipto Rahardjo,

yang dimaksud hukum progresif, yaitu melakukan pembebasan, baik dalam cara

berpikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum

itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan

kemanusiaan. Beranjak dari asumsi bahwa hukum itu bukan hanya tatanan

determinatif yang sengaja dibuat (rule making), tetapi dalam kehidupannya

hukum mengalami benturan, kelokan dan terantuk-antuk, sehingga untuk

mencapai tujuannya yang tertinggi perlu dilakukan terobosan-terobosan (rule

breaking). Yang dimaksud dengan hukum progresif dan paradigma yang

menopangnya, yaitu: Pertama hukum adalah untuk manusia, bukan manusia

untuk hukum. Nilai ini menempatkan bahwa yang menjadi titik sentral dari

hukum bukanlah hukum itu sendiri, melainkan manusia. Bila manusia berpegang

pada keyakinan, bahwa manusia ada untuk hukum, maka manusia itu akan selalu

diusahakan, mungkin juga dipaksakan, untuk bisa masuk ke dalam skema-skema

yang telah dibuat oleh hukum. Sebaliknya, pandangan yang menyatakan bahwa

Page 9: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

hukum adalah untuk manusia senada dengan pandangan antroposentris yang

humanis dan membebaskan.  

Kedua, hukum progresif menolak untuk mempertahankan status quo dalam

berhukum. Mempertahankan status quo berarti mempertahankan segalanya, dan

hukum adalah tolak ukur untuk semuanya. Pandangan status quo itu sejalan

dengan cara positivistik, normatif dan legalistik. Dalam arti, sekali undang-

undang menyatakan atau merumuskan seperti itu, kita tidak bisa berbuat banyak,

kecuali hukumnya diubah terlebih dahulu. Status quo yang dipertahankan lewat

asas kepastian hukum tidak hanya membekukan hukum, tetapi juga berpotensi

besar membekukan masyarakat.

Ketiga, hukum progresif memberikan perhatian besar terhadap peranan perilaku

manusia dalam berhukum. Perilaku di sini dipengaruhi oleh pengembangan

pendidikan hukum. Selama ini pendidikan hukum lebih menekankan penguasaan

terhadap perundang-undangan yang berakibat terpinggirkannya manusia dalam

hukum. Sembilan puluh persen lebih kurikulum pendidikan hukum kini

mengajarkan tentang teks-teks hukum formal dan tata cara

mengoperasionalkannya

Biarkan hukum mengalir secara jelas dipengaruhi oleh hipotesa Karl Ranner yang

menyatakan agar hukum itu dibiarkan mencari dan menemukan jalannya sendiri

secara progresif, “the development of the law gradually works out what is socially

reasonable”. Di saat peraturan perundang-undangan tidak mengakomodir secara

yuridis kepentingan masyarakat atau dikala penerapan hukum mematahkan

pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, maka hukum sebagai suatu cerminan

sosiologis masyarakat akan mencari dan menemukan jalannya sendiri. Ibarat air,

ketika dibendung oleh suatu tembok, ia akan mencari celah untuk menembus

tembok tersebut.

Sehingga untuk menempuh suatu hukum yang progresif, paling tidak kita harus

benar-benar mau untuk mengkaji secara efektif ketiga aspek diatas, dan melihat

hukum sebagai perangkat yang obyektif, serta tidak hanya mengandalkan

peraturan perundang-undangan sebagai satu-satunya pegangan dalam

memutuskan suatu perkara.

Page 10: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Namun dalam prakteknya, celah-celah yang ada dalam hukum tidak hanya sebatas

apa yang digambarkan pada pemaparan diatas, kita harus menyadari banyak

celah-celah yang masih terbuka bagi mafia-mafia peradilan yang siap untuk

merusak tatanan hukum yang sudah sekarat.

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan-permasalahan yang akan dibahas berdasar pemaparan latar

belakang diatas adalah:

1. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab timbulnya celah-celah hukum

yang dapat dimanfaatkan oleh mafia peradilan dalam sistem penegakan

hukum di Indonesia?

2. Permasalahan yang seperti apa, ketika muncul celah-celah hukum dalam

sistem penegakan hukum di Indonesia?

3. Solusi yang bagaimana yang digunakan sebagai penutup celah-celah hukum

dan gerak para mafia peradilan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah:

1. Mendapatkan suatu gambaran tentang realitas penegakan hukum dalam

sistem peradilan di Indonesia;

2. Memahami tentang suatu dampak adanya celah-celah hukun dalam sistem

penegakan hukum di Indonesia;

3. Mendapatkan suatu titik tengah (equilibrium point) dalam hal realitas

penegakan hukum di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran dalam

hal penciptaan iklim penegakan hukum yang sesuai dengan jiwa dari hukum

progresif. Selain itu, penulisan ini diharapkan dapat memberikan suatu

sumbangsih bagi realitas penegakan hukum di Indonesia.

Page 11: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengaturan dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia

Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa

berisikan suatu perintah, larangan atau ijin untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan

masyarakat. (Surojo Wignyodipuro, SH.). Indonesia merupakan Negara hukum

segala seluk-beluk kehidupan masyarakatnya telah diatur dalam bermacam-

macam aturan yang telah dibuat pemerintah.

Indonesia memiliki perangkat aparat yang memiliki tugas mengatur secara

langsung hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang bertujuan untuk mencapai

apa yang dicita-citakan melalui hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan ketertiban.

Perangkat itu adalah jaksa, hakim, polisi, dan lembaga-lembaga yang memegang

fungsi yuridis lainnya.

Dalam masyarakat selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan antara yang

ideal dan yang actual, antara yang standard an yang praktis. Standar dan nilai-nilai

dalam masyarakat mempunyai variasi sebagai factor yang menentukan tingkah

laku individu. Apabila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat

Indonesia berarti membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur dan/atau

memaksa warga masyarakat untuk taat terhadap hukum. Efektivitas hukum berarti

mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara

yuridis, sosiologis, dan filososfis.

Memandang hukum yang berlaku di Indonesia ketika dihubungkan dengan

masyarakat yang diaturnya memang cukup sulit apalagi berbenturan dengan

norma-norma yang tercipta dalam masyarakat. Rakyat Indonesia yang selalu

mengikuti perkembangan zaman seperti era globalisasi sekarang, kadang tidak

diimbangi dengan aturan hukum yang stagnan atau diam di tempat dan justru ini

membuat masyarakat Indonesia sulit untuk berkembang. Sebagai contoh saat ini

kita memiliki Kitab Undang-Undang baik itu Perdata maupun Pidana yang

merupakkan peninggalan zaman nenek moyang, padahal di Negara asalnya

Page 12: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Belanda Kitab itu bahkan telah diubah berkali-kali. Ini artinya di Indonesia antara

hukum dengan masyarakatnya tidak sejalan atau sinergis oleh karenanya kita

membutuhkan formulasi yang tepat, untuk dapat merubah tatanan kita dalam

berhukum.

B. Berlakunya hukum di masyarakat

Salah satu pendapat yang sampai kini masih sering dikutip sebagai suatu

model adalah dari Savigny yang mengatakan bahwa antara hukum dan keaslian

serta watak rakyat terdapat suatu pertalian yang organis. Tali yang

mempersatukan keduanya sehingga menjadi suatu kesatuan adanya kepercayaan

yang sama dari seluruh rakyat serta sentiment yang sama pula tentang apa yang

merupakan keharusan, yang semua itu menolak adanya gagasan yang bersifat

aksidental dan arbitrer (Satjipto Rahardjo,1980:105). Begitu juga dengan

pembuatan suatu produk hukum yang mengikatkan diri individu-individu dalam

suatu masyarakat. Hukum dilihat sebagai karya manusia, maka pembicaraannya

juga sudah harus dimulai sejak pembuatan hukum. Jika masalah pembuatan

hukum itu hendak dilihat dalam hubungan dengan bekerjanya hukum sebagai

suatu lembaga sosial, maka pembuatan hukum itu dilihat sebagai suatu fungsi

kemasyarakatnya.

Perlu dianalisa secara lebih mendalam tentang model kemasyarakatan

dalam pembuatan hukum. Chambliass dan Seidman membuat perbedaan antara

dua model masyarakat, yakni :

Pertama, masyarakat yang mempunyai basis kesepakatan akan nilai-nilai

(value concensus). Model masyarakat yang pertama berdasarkan pada basis

kesepakatan akan nilai-nilai (value concensus). Masyarakat yang demikian itu

akan sedikit sekali mengenal adanya konflik-konflik atau tegangan di dalamnya

sebagai akibat dari adanya kesepakatan mengenai nilai-nilai yang menjadi

landasan kehidupannya. Tidak terdapat perbedaaan diantara para anggota

masyarakat mengenai apa yang seharusnya diterima sebagai nilai-nilai yang harus

dipertahankan di dalam masyarakat. Unsur-unsur yang menjadi pendukung

kehidupan sosial disitu dapat terangkum dalam satu kesatuan yang laras (well

Page 13: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

integrated). Di dalam masyarakat yang demikian itu maka masalah yang dihadapi

oleh pembuat hukum hanyalah menetapkan nilai-nilai apakah yang berlaku

didalam masyarakat itu pembuatan hukum disitu merupakan pencerminan nilai-

nilai yang disepakati oleh warga masyarakat.

Berlainan halnya dengan model yang pertama itu, mayarakat kedua

adalah masyarakat dengan model konflik, disini bukanlah kemantapan dan

kelestarian yang menjadi tanda ciri masyarakat, melainkan perubahan serta

konflik-konflik sosial. Berlawanan dengan yang pertama, dimana berdirinya

masyarakat bertumpu pada kesepakatan para warganya, maka pada model yang

kedua ini masyarakat dilihat sebagai suatu perhubungan Perubahan dan konflik-

konflik disini merupakan kejadian yang umum. Berbeda dengan pembuatan

hukum pada model yang pertama, maka disini kita tidak dapat mengatakan, bahwa

pembuatan hukum adalah penetapan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat.

Nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat berada dalam situasi konflik satu

sama lain, sehingga keadaan ini juga akan tercermin dalam pembuatan hukumnya.

Dari uraian diatas, dapat terlihat betapa rumitnya pembuatan hukum

yang dalam proses awal pembuatannya saja membutuhkan pemetaan masyarakat

yang jelas dan akurat sehingga dapat memberikan social engeenering yang baik

dan mampu memanifestasikan rasa keadilan.

Kebijakan publik yang kemudian menjadi ketentuan mengikat dan tetap

yang baik harus terdapat tiga hal pokok, yakni pertama adalah didalamnya ada

aturan hukum atau peraturan yang legitimate. Kemudian yang kedua adalah aspek

prosedural yang harus diikuti, yaitu mulai dari tatanan pembuatannya hingga

implementasinya harus melalui prosedur atau aturan main yang telah ada, dan

tidak boleh menyimpang dari prosedur yang sudah ada. Terakhir yang ketiga

adalah adanya substansi yang betul-betul memihak pada kepentingan publik. Dari

ketiga prinsip tersebut dapat dilihat bagaimana hukum dan kebijakan publik itu

terdapat pertalian yang sangat erat. Bahkan bisa diartikan bahwa hukum adalah

kebijakan publik yang berlaku dalam sebuah wilayah hukumnya.

Page 14: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

B. Hukum Progresif

Teori Hukum Progresif, tidak lepas dari gagasan Profesor Satjipto Rahardjo yang

galau dengan cara penyelenggaraan hukum di Indonesia. Meski setiap kali

persoalan-persoalan hukum muncul dalam nuansa transisi, namun

penyelenggaraan hukum terus saja dijalankan layaknya kondisi normal. Pemikiran

hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan

filosofi tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum.

Hukum bukanlah merupakkan institusi yang lepas dari kepentingan manusia.

Mutu hukum, ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan

manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut ‘ideologi’; hukum yang

pro keadilan dan hukum yang pro rakyat.

Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum

progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan melainkan pada

kreativitas pelaku hukum yang mengaktualisasi hukum dalam ruang dan waktu

yang tepat. Para pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan

melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus

menunggu perubahan peraturan.

Page 15: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

BAB III

METODE PENULISAN

Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat tentang permasalahan

yang dibahas sehingga hasilnya memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan

kepada semua pihak perlu diadakan kajian-kajian dan penelitian serta pengamatan

terhadap objek penelitian. Oleh karena itu diperlukan metode-metode yang tepat

dan sesuai dengan apa yang dilakukan dalam memperoleh data-data baik secara

kualitas maupun kuantitas.

Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan

dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai

sebagai upaya dalam bidang Ilmu Pengetahuan yang dijalankan untuk

memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis

untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 2004 : 24)

Maka dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah sebagai

berikut:

A. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini

diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini

tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau

hipotesis, tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. (Bogdan dan

Taylor dalam Moleong, 1990 : 3)

Metode penelitian kualitatif ini menyajikan secara langsung hakikat

hubungan langsung antara peneliti dengan respondendan lebih peka serta lebih

dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan

terhadap pola – pola nilai yang dihadapi. Analisis yang digunakan metode ini

adalah analisis data secara induktif yang dapat membuat hubungan peneliti

responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akontable. Selain itu analisis ini

Page 16: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

dapat memperhitungkan nilai – nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur

analitik.

Penelitian kualitatif memberi batasan dalam penelitiannya atas dasar

fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Penetapan fokus sebagai

masalah penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas penelitian,

sehingga peneliti dapat menemukan lokasi penelitian.

Selain itu penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada

manusia dalam kawasnnya sendiri dan berhubungan dengan orang – orang

tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

B. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses dimana peneliti mencari data

yang dibutuhkan guna menunjang penelitian yang tengah dikerjakan. Kegiatan

pengumpulan data ini penting sekali karena kegiatan ini mencari data dari

berbagai sumber yang dianggap berkompeten untuk menunjang hasil penelitian

yang dikehendaki dan menghasilkan data yang valid dan dapat dipertanggung

jawabkan kebenarannya.

Untuk itu maka diperlukan penyusunan instrumen pengumpulan data dan

penanganan yang serius agar diperoleh hasil yang sesuai dengan kegunaannya

yaitu pengumpulan variabel yang tepat.

Berdasar pendekatan yang dipergunakan dalam memperoleh data, maka teknik

pengumpulan data yang dipergunakan adalah :

a. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumentasi dibedakan menjadi dua (Irawan

Soehartono, 2000:70), yaitu:

1. Dokumentasi primer, jika dokumentasi ini ditulis oleh orang yang langsung

mengalami suatu peristiwa

Page 17: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

2. Dokumentasi skunder, jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang

selanjutnya ditulis oleh orang lain.

Dokumentasi bisa berupa buku harian, surat kabar,transkip, tesis,

desertasi, majalah, laporan, catatan kasus (case records), dan dokumen lainnya

b. Observasi

memberikan data khususnya data kualitatif. Pengamatan tersebut

disesuaikan dengan tema yang Dalam penelitisn ini, penulis berusaha mengamati

objek-objek yang dapat dimbil sehingga data yang diperoleh merupakan data yang

valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

C. Metode Penyajian Data

Data-data yang telah terkumpul, baik data kualitatif maupun kuantitatif

diklasifikasikan sesuai dengan jenis-jenis datanya. Setelah itu hasil penelitian

disusun secara sistematis dan runtut dengan menggunakan metode induktif, yaitu

dengan berdasarkan pada kajian-kajian pesoalan yang bersifat khusus untuk

mengambil dasar-dasar pengetahuan yang bersifat umum. Kesimpulan akan

ditarik sebagai jawaban atas permasalahan yang ada.

Page 18: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Celah-celah Hukum dalam Sistem

Penegakkan Hukum di Indonesia

Suatu kajian terhadap suatu sistem peradilan (kita), memang selalu memberikan

magnet tersendiri dalam dunia penegakkan hukum (law enforcement) di

Indonesia. Hal ini disebabkan oleh bentangan kajiannya yang begitu luas, mulai

dari hal-hal yang bersifat teknis yudikatif, kenegaraan, mafia peradilan, bahkan

sampai kepada hal-hal yang bersifat abstrak filosofis seperti rasa penghormatan

masyarakat terhadap lembaga peradilan yang ada.

Dalam hal ini, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa realitas penegakkan hukum di

Indonesia masih diwarnai dengan adanya celah-celah yang teradapat dalam dunia

penegakkan hukum. Polisi di semua kepangkatan, tidak terkecuali di jajaran

Mabes Polri; Jaksa disemua tingkatan, tak terkecuali di jajaran Kejaksaan Agung;

serta Hakim disemua lini, tidak terkecuali dijajaran Mahkamah Agung, rata-rata

sudah terkontaminasi politik nista mafia peradilan (Deny Indrayana: Mengurai

Benang Kusut Mafia Peradilan, 2006). Dalam hal ini, tentunya kita sepakat

bahwa semua berawal dari adanya suatu celah-celah yang ada dalam sistem

penegakkan hukum itu sendiri, sehingga mengakibatkan adanya praktek-praktek

seperti halnya mafia peradilan yang dapat terjadi dimana saja.

Dalam hal ini, kami mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Lawrence

Freadman tentang sistem hukum yang dibagi menjadi tiga bentuk sub sistem yaitu

substansi, struktur, dan kultur, kedalam pokok pembahasan ini. Dari ketiganya,

kami mengaplikasikan kedalam pokok bahasan ini. Dimana adanya celah-celah

hukum disebabkan oleh tiga faktor. Pertama adalah faktor substansinya, dalam

hal ini adalah regulasi atau peraturan-peraturan yang mengatur. Kedua adalah

struktur dari para aparat penegak hukumnya. Dalam hal ini kami lebih

memandang faktor dari personalnya, yaitu mentalitas dan moralitas dari aparat

Page 19: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

penegak hukumnya. Ketiga adalah adanya kultur dari masyarakatnya, yang justru

lebih cenderung untuk menimbulkan suatu celah dalam dunia penegakkan hukum

di Indonesia.

Pada kajian yang pertama, mau tidak mau kita mengakui bahwa banyak regulasi

dalam peraturan perundang-undangan kita yang bersifat fiktif, atau dengan kata

lain suatu regulasi yang menjelma menjadi pasal-pasal keranjang sampah. Dengan

terdapatnya pasal-pasal keranjang sampah tersebut, maka dalam hal ini akan dapat

timbul adanya suatu multi tafsir dan multi interpretasi. .

Namun bagaimanapun juga, potret buram penegakkan hukum di Indonesia sudah

bukan menjadi suatu rahasia umum dikalangan masyarakat nasional, bahkan

internasional. Hal ini merupakan sebuah gambaran mengenai betapa carut

marutnya culture hukum kita. Hukum dan undang-undang tidak berdiri sendiri. Ia

tidak sepenuhnya otonom dan mempunyai otoritas absolut. Sehingga apabila kita

menyoroti kehidupan hukum suatu bangsa hanya dengan menggunakan tolok ukur

undang-undang, maka hasil yang akan kita peroleh tidak akan memuaskan.

Artinya kita tidak akan mendapatkan suatu gambaran yang sebenarnya tentang

keadaan hukum dalam masyarakat itu sendiri, jika hanya terpaku pada sistem

regulasinya saja (Satjipto Rahardjo, Budaya Hukum Indonesia).

Dalam suatu teori hukum modern, sudah menjadi sebuah trade mark, bahwasanya

hukum itu ialah sebuah konstitusi tertulis dan dibuat dengan sengaja oleh manusia

purposive human action (Trubek, 1972). Sehingga dalam teori ini, aparat penegak

hukum begitu terpatri dan seolah-olah mengagungkan konstitusi tertulis. Parahnya

lagi, hal ini juga dianut oleh sistem hukum bangsa kita. Sebuah penelitian yang

berlandaskan pendapat dari Satjipto Rahardjo yang mengemumakakan bahwa

hanya dalam prosentase kecil, juris kita yang tidak menjadikan undang-undang

sebagai ‘panduan’ hidupnya, tentunya kita sepakat bahwa mereka adalah para

juris yang memiliki konsep pemikiran tentang hukum progresif. Selanjutnya

dalam prosentase yang lebih besar, banyak dari para juris kita yang hanya menjadi

terompet undang-undang saja, yang setiap saat akan dibunyikan gaungnya

Page 20: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

keseluruh penjuru negeri. Bagaimanpun juga, yang harus diberi penekanan disini

ialah, hukum merupakan suatu produk politik. Tentunya juga dengan produk

hukumnya yaitu undang-undang. Dimana dalam undang-undang pasti disusupi

oleh kepentingan-kepentingan dari berbagai pihak. Sehingga tak jarang, banyakm

terdapat ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang tidak sesuai dengan

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Padahal, apabila kita mau untuk mengakui dan mengamati gejala sosial yang ada

didalam masyarakat. Banyak pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan

kita yang hanya menjadi pasal keranjang sampah. Artinya, pasal-pasal tersebut

tidak memiliki daya efektivitas dalam masyarakat, serta dapat menimbulkan

kemungkinan adanya salah tafsir dalam menginterpretasikan pasal-pasal yang

bersangkutan.

Ambil saja contoh salah satu pasal dalam pasal 335 ayat (1) ke-1, KUHP

(Wetboek van Strafrecht) yang tertulis:

Diancam dengan pidana paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga

ratus rupiah:

Ke-1: barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya

melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan

memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang

tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan,

sesuatu perbuatan lain maupun perbuatan yang tak menyenangkan,

baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

Dari bunyi pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa pasal tersebut adalah pasal

keranjang sampah. Hal ini dapat dilihat dari kalimat “maupun perlakuan yang

tidak menyenangkan”. Apa yang dimaksud dengan perlakuan yang tidak

menyenangkan? Didalam KUHP kita, tidak terdapat perumusannya. Sehingga hal

ini dapat menimbulkan adanya multi tafsir dan multi interprestasi. Sebagai contoh

adalah, apakah suatu perbuatan menghina, mengumpat, memukul, menendang,

dan sebagainya, merupakan suatu alasan untuk dikatagorikan sebagai perbuatan

yang tidak menyenangkan? Tentunya dalam pasal ini, tidak diketahui batasan-

Page 21: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan perbuatan tidak

menyenangkan itu sendiri.

Contoh yang lain adalah Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan

Pornoaksi (RUU APP). Dalam draft ini, banyak sekali terdapat pasal-pasal

keranjang sampah yang ada didalamnya. Apa yang dimaksud dengan pornografi

ataupun pornoaksi, disini tidak ditentukan batasannya. Sehingga dalam hal ini,

RUU ini akan memberikan suatu dampak yang sama dengan pasal 335 KUHP

diatas, yaitu menimbulkan adanya multi tafsir dan multi interpretasi.

Salah satu peranan hukum dalam kajian hukum dan masyarakat ialah hukum yang

berfungsi sebagai engineering social (hukum sebagai sarana rekayasa). Menilik

pendapat Roscoe Pound mengenai teorinya tentang enam langkah yang harus

dilakukan dalam mewujudkan hukum sebagai sarana perubahan sosial , yakni:

1. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-

ajaran hukum;

2. Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan peraturan

undang-undang umtuk mempelajari pelaksanaanya dalam masyarakat,

serta efek yang ditimbulkan, umtuk kemudian dijalankan;

3. Melakukan studi tentang bagaimana suatu peraturan hukum dapat berlaku

efektif;

4. Memperhatkan sejarah hukum;

5. Melakukan penyelesaian individu secara nalar;

6. Mengusahakan secara lebih efektif agar tujuan-tujuan hukum tercapai.

Dalam pendapat yang dikemukakan Pound, adalah pada poin ke tiga kami

memberikan suatu penekanan disini. Dalam arti, pada ajaran hukum yang

berlandaskan teori sosiologis, melakukan studi tentang bagaimana suatu peraturan

hukum dapat berlaku efektif didalam masyarakat merupakan suatu kajian yang

sangat bermanfaat. Jadi bukan hanya para legislator membuat sebuah peraturan

yang ujung-ujungnya hanyalah peraturan dengan seonggok pasal-pasal keranjang

sampah.

Page 22: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Pada kajian yang kedua, adalah mengenai struktur dari aparat penegak hukum di

Indonesia. Dalam hal ini, kami lebih memandang tentang mentalitas dan moralitas

para aparat penegak hukumnya yang suatu saat dapat menjadi sebuah bumerang

bagi penegakkan hukum di Indonesia. Bagaimana tidak? Aparat yang seharusnya

menjaga, melindungi, serta mengayomi masyarakat, justru berbalik arah dengan

melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan kode etik sebagai seorang aparat

penegak hukum. Apabila hal ini terjadi, maka bukan tidak mungkin masyarakat

memiliki penilainnya sendiri terhadap kinerja para aparatur penegak hukum. Dan

akhirnya terdapat suatu rasa ketidakpercayaan terhadap peranan dari para

punggawa masyarakat.

Pada kajian ketiga adalah tentang kultur masyarakatnya sendiri. Dalam hal ini

kami memandang bahwa masyarakat memiliki peranan dalam terciptanya suatu

celah dalam penegakkan hukum di Indonesia. Banyaknya anggota masyarakat

yang lebih cenderung untuk memilih suatu jalan yang tidak sesuai dengan

peraturan yang ada, akan lebih mendorong aparat penegak hukum di Indonesia

untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela juga, yang kemudian ujung-

ujungnya adalah mereka mencoba untuk menyiasati sejumlah peraturan yang ada

untuk menimbulkan berbagai macam celah dalam penegakkan hukum di

Indonesia, hanya demi kepentingan perut mereka sendiri.

B. Akibat yang Ditimbulkan dari Adanya Celah-celah Hukum

Suatu kajian mengenai faktor penyebab adanya celah-celah hukum dalam sistem

penegakkan hukum di Indonesia, akan membawa kita kearah dampak-dampak

yang timbul dari permasalahan diatas. Berdasarkan uraian diatas dijelaskan,

bahwa penyebab timbulnya celah-celah hukum dalam sistem penegakkan hukum

Indonesia disebabkan oleh tiga faktor substansi, mentalitas dan moralitas aparat

penegak hukumnya, serta kultur masyarakatnya.

Namun apabila ditarik sebuah benang merah, faktor-faktor tersebut akan bermuara

pada satu titik, yaitu sebuah preseden buruk bagi penegakkan hukum di Indonesia.

Page 23: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Adanya korupsi hampir disemua lembaga pemerintahan, bergaungnya mafia

peradilan, bahkan sampai kepada kasus-kasus yang langsung bersinggungan

dengan masyarakat sebagai obyeknya, merupakan contoh-contoh dari akibat

munculnya celah-celah hukum dalam sistem penegakkan hukum kita.

Tak dapat dipungkiri lagi, banyak kasus korupsi yang terjadi dalam negeri ini.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Transparancy International pada

tahun 2000, Indonesia mendapatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 1,7. Dalam

kajian ini, semakin kecil IPK (mendekati nol), maka suatu negara dianggap

semakin korup. Maka apabila meninjau dari ‘hasil’ yang telah dicapai Indonesia,

hal ini merupakan pukulan yang sangat menyakitkan bagi bangsa ini.

Karena dengan IPK yang diraih bangsa ini, maka dapat dikatakan bahwasanya

bangsa kita merupakan bangsa yang korup. Sedangkan IPK pada tahun 2005

adalah 2,2. Dari fakta ini maka dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa selama

kurun waktu tahun 2000-2005, pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami

perbaikan. Namun hal ini tidaklah jauh lebih baik dari hasil yang dicapai oleh

negara-negara lain. Kemiskinan, kelaparan, tindak kriminal, kebodohan,

merupakan contoh konkret yang sering terjadi akibat adanya korupsi-korupsi yang

merajalela.

Dalam kajian mengenai adanya praktek-praktek mafia peradilan, tentunya hal ini

sangat mengagetkan kita. Lembaga peradilan yang selama ini kita anggap sebagai

sebuah tempat yang suci, terbebas dari pengaruh kekuasaan (independent),

mandiri, justru dibalik tabir itu terdapat kebobrokan, kebusukan, kemunafikan,

yang sangat luar biasa yang diwakili dengan adanya mafia peradilan. Bahkan

dalam sebuah headline sebuah koran nasional menuliskan “Mafia Hancurkan

Peradilan” (Kompas, 29/4/06). Dalam tulisan singkat ini sebenarnya menegaskan

bahwa yang dihancurkan bukan hanya lembaga peradilanya semata, melainkan

juga seluruh bangsa ini. Kemandulan fungsi dasar hukum dengan memberi

promosi kepada perilaku buruk-rupa, dan justru menjatuhkan sebuah sanksi

kepada tingkah laku baik-budi, akan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan

masyrakat. Sehingga menimbulkan suatu tertib hukum yang hilang, keadilan yang

Page 24: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

lenyap. Itulah akibat paling nyata dari adanya praktek mafia peradilan (Deny

Indrayana: Mengurai Benang Kusut Mafia Peradilan, 2006).

Dalam kajian mengenai kasus-kasus yang langsung bersinggungan dengan

masyarakat sebagai obyeknya, maka dalam hal ini melibatkan secara langsung

masyarakat sebagai bagian dari sistem penegakan hukum yang ada.

Lihat saja tentang ramainya pro dan kontra mengenai Rancangan Undang-undang

Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) yang beberapa waktu lalu sempat

menjadi buah bibir dari para pekerja seni. Dan apabila hal ini dikaji lagi, maka

derasnya tuntutan pro maupun kontra terhadap RUU APP ini disebabkan oleh

karena adanya pasal-pasal karet dalam RUU tersebut. Sehingga akibat adanya

sistem regulasi yang tidak memiliki tujuan yang jelas inilah, timbul suatu

stigmatisasi publik yang keliru.

Dari berbagai uraian diatas mengenai beberapa pendiskripsian tentang dampak-

dampak yang timbul akibat adanya suatu celah-celah hukum dalam sistem

penegakkan hukum di Indonesia, kiranya akibat negatif tersebut tidak hanya

sebatas yang diuraikan sebagaimana tertulis dalam uraian diatas. Namun masih

banyak lagi yang bisa terjadi, akibat adanya celah-celah hukum dalam

penegakkan hukum di Indonesia.

C. Kiat-kiat Yang Dilakukan Sebagai Suatu Solusi Cerdas Untuk Menutup

Celah Hukum Yang Ada

Sudah terlalu lama kinerja hukum Indonesia mendapatkan sorotan tajam, yang

disebabkan oleh kegagalan dalam menjalankan fungsinya sebagai suatu lembaga

yang melindungi dan memberikan keadilan kepada masyarakat. Tidak sedikit

yang dengan sinis mengumpamakan hukum Indonesia dalam keadaan yang

sedang sakit dan sudah semestinya dilarikan kedalam “ruang gawat darurat”. Saat

ini, krisis sedang menimpa sekalian bidang fundamental hukum, baik pengadilan,

produk hukumnya, maupun penegakan hukumnya. Kredibilitas hukum banyak

menurun, yang dapat diamati baik secara fisik maupun psikis. Perusakan terhadap

markas polsek (kepolisian sektor), secara bergandengan tangan melakukan

Page 25: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

perlawanan terhadap eksekusi putusan pengadilan. Hal ini merupakan tanda-

tanda ketidakpercayaan dan kurang adanya penghormatan masyarakat terhadap

hukum (Satjipto Rahardjo, Cakrawala Baru Perbaikan Kinerja Hukum).

Terlepas dari semua itu, memang dalam hal ini diperlukan suatu upaya perbaikan

yang dapat mencegah (preventive) ataupun menanggulangi (represive) akibat dari

munculnya celah-celah hukum dalam sistem penegakkan hukum di Indonesia.

Sebagai contoh adalah mengenai regulasi yang didalamnya terdapat pasal-pasal

keranjang sampah. Apabila kita memandang hal ini, berdasarkan pendapat Roscoe

Pound diatas maka pasal tersebut tidak memiliki keefektivan (unnefective) bagi

masyarakat. Bahkan bukan hanya keefektivan yang dipertaruhkan disini,

melainkan juga menimbulkan berbagai macam tafsiran dan interpretasi

didalamnya. Selain itu, sebaiknya terhadap pasal-pasal yang mengandung unsur-

unsur keranjang sampah sudah sepatutnya untuk direvisi kembali. Karena pada

dasarnya dalam pasal keranjang sampah tidak diketahui batasan yang jelas

mengenai maksud dan tujuan dari pasal tersebut. Sehingga seorang hakim dituntut

untuk jeli dalam memahami suatu bunyi dari sebuah pasal dalam undang-undang.

Sehingga ada ungkapan bahwa hakim harus membuka matanya lebar-lebar dan

memasang telinganya untuk mendengar denyut jantung masyarakat (Robson:

“social pulse”).

Dalam kajian sosiologi hukum, juga disoroti tentang kinerja para pelaku nyata

atau orang-orang yang mengoperasikan hukum itu sendiri (advokat, jaksa, polisi,

hakim, panitera, dan lain-lain). Dalam hal ini, ada sebuah penganologian praktek

pelaksanaan penegakkan hukum dengan sebuah operator yang menjalankan

fungsinya. Selanjutnya yang disebut sebagai operator adalah mereka yang berada

pada instansi-instansi yang mengoperasikan hukum itu sendiri. Sehingga apabila

ingin operator ‘keadilan’ berjalan sebagaimana mestinya, maka mereka harus

mengetahui dengan benar bagaimana seharusnya mengoperasikan suatu mesin

yang bernama keadilan.

Selain sudut pandang dari regulasi, dan aparatnya, sebuah bahasan mengenai

masyarakatnya juga tidak kalah pentingnya dalam hal ini. Karena dalam bahasan

diatas, kami memandang bahwa keberadaan masyarakat juga dapat menimbulkan

Page 26: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

celah-celah hukum dalam sistem penegakkan hukum di Indonesia. Sehingga dapat

dikatakan, justru masyarakatlah yang sebenarnya menimbulkan celah dalam

penegakkan hukum yang ada. Hal ini dikarenakan keinginan sebagian dari

anggota masyarakat yang lebih menyukai sebuah jalan pintas dalam proses

penegakkan hukum di Indonesia. Mengutip sebuah kalimat dalam iklan, “jalan

pintas dianggap pantas”. Bagaimanapun juga, inilah realita dari kultur

masyarakat kita saat ini. Sesungguhnya dalam kajian ini diperlukan sebuah

kesadaran publik untuk lebih mendukung adanya penegakkan hukum secara adil

dan pasti. Namun apabila menilik reaksi dari masyarakat kita saat ini, mereka

lebih cenderung untuk mengatakan ketidaksiapannya dalam membangun kultur

masyarakat yang berorientasi pada penegakkan hukum. Entah satu, sepuluh, atau

seratus tahun kemudian, masyarakat Indonesia seharunya sudah siap untuk

menyongsong akan kultur penegakkan hukum yang berorientasi pada kedilan

yang sebenarnya. Sehingga diharapkan dimulai dari kultur masyarakatnya yang

mendukung adanya penegakkan hukum sepenuhnya, maka akan menciptakan

suatu aparat penegak hukum yang memiliki mental dan moral yang kuat, serta

akan menimbulkan suatu regulasi yang benar-benar memiliki daya efektivitas bagi

masyarakat serta memiliki maksud dan tujuan yang jelas sehingga tidak

menimbulkan adanya multi tafsir dan multi interprestasi.

Namun apabila kita melihat kontek yang lebih luas, maka kita harus bicara

mengenai bagaimana memperbaiki struktur penegakkan hukum kita. Pertama,

merenungkan kembali ungkapan pengadilan sebagai lembaga yang merdeka.

Apakah dalam hal ini sudah dapat terwujud atau belum? Tentunya terkait dengan

penegakkan hukum di Indonesia. Sehingga tentunya apabila sebuah lembaga

peradilan sudah benar-benar independent, maka penegakkan hukum di Indonesia

diharapkan tidak akan terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh dari luar yang ingin

menciptakan suatu celah-celah dalam penegakkan hukum kita. Kedua, keadilan

macam apakah yang akan kita terapkan di negeri ini? Apakah keadilan yang

hanya bersumber pada teori undang-undang saja, ataukah justru sebaliknya?

Sehingga dalam proses penegakkan hukum, tidak hanya berdasarkan atas undang-

undang ataupun peraturan tertulis lainnya, melainkan juga adanya penhargaan

terhadap hukum tak tertulis (convention) yang hidup dalam masyarakat.

Page 27: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Ternyata, apabila kita ingin membangun suatu kultur penegakkan hukum yang

progresif, maka cukup banyak yang harus kita lakukan, serta banyak pihak pula

yang harus dilibatkan. Mulai dari sistem regulasinya, mentalitas serta moralitas

aparatnya, dunia profesi, budaya pejabat pemerintah, serta kultur masyarakat pada

umumnya. Sehingga dengan kata lain, membatasi penegakan hukum hanya pada

aspek birokrasi dan manajemenya saja, suatu saat akan dapat membelokkan

perhatian dan pemahaman kita dari masalah yang cukup luas dan kompleks yang

dihadapi dalam penegakkan hukum di Indonesia.

Page 28: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan permasalahan diatas, dapat disimpulkan:

1. Dalam penegakkan hukum (law enforcement) di Indonesia ditemui adanya

celah-celah hukum, yang mana dalam hal ini kami memandang keberadaan

celah-celah hukum tersebut disebabkan oleh faktor substansi (regulasi) yang

ada, mentalitas serta moralitas aparat penegak hukumnya, serta kultur

masyarakatnya yang cenderung untuk menciptakan adanya celah-calah dalam

penegakkan hukum di Indonesia;

2. Dampak-dampak yang diakibatkan karena adanya celah-celah hukum dalam

sistem penegakkan hukum di Indonesia antara lain ialah adanya kasus-kasus

korupsi yang banyak terjadi hampir disemua instansi lembaga pemerintahan,

praktek nista mafia peradilan yang terjadi disemua lini kelembagaan peradilan,

dan juga hal-hal yang langsung bersinggungan dengan masyarakat secara

langsung;

3. Berbagai macam upaya yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk menutup

keberadaan celah-celah hukum dalam penegakkan hukum di Indonesia adalah

utamanya dengan merevisi pasal-pasal keranjang sampah dan adanya

kesadaran untuk menjalankan penegkan hukum dengan sebaik-baiknya baik

bagi para aparat penegak hukumnya dan juga masyarakatnya sendiri.

B. Saran

1. Adanya sebuah revisi terhadap pasal-pasal keranjang sampah,sehingga pasal

tersebut akan memiliki batasan-batasan maksud dan tujuan yang jelas;

2. Adanya sebuah psikotest bagi aparat penegak hukum, sebelum benar-benar

menjadi bagian dari penegakan hukum di Indonesia, sehingga diharapkan bagi

seorang penegak hukum untuk dapat mengetahui hakekat daripada nilai-nilai

hukum yang sebenarnya;

3. Diubahnya sistem pengajaran bagi para sarjana hukum kita agar tidak selalu

mengagung-agungkan undang-undang tertulis, karena bagaimanapun juga

seorang sarjana hukum haruslah memiliki pola-pola pemikiran yang progresif,

dimana hukum bukan hanya suatu undang-undang semata.

Page 29: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. H.Drs. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Page 30: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Arikunto, Suharsimi, Prof.Dr. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Ali, Zainuddin, Prof. Dr. 2006. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika

Azizy, Qodri, Prof. Dr. dkk. 2006. Menggagas Hukum Progresif Indonesia.

Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Gie, Kwik Kian. 2006. Pikiran yang Terkorupsi, Jakarta: Kompas

Rahardjo, Sajipto, Prof. Dr. 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta:

Kompas

Rahardjo, Satjipto, Prof. Dr. 2006. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Kompas

Kartono, Kartini. Dr. 1999. Patologi Sosial, Jilid 1. Edisi Baru. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada

Mardalis, Drs. 2004. Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:

Bumi Aksara

Moeljatno, 1987, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi A, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,

Bandung.

Nitibaskara, Tb. Ronny R, 2001, Ketika Kejahatan Berdaulat : Sebuah

Pendekatan Kriminologi, Hukum dan Sosiologi, Peradaban, Jakarta.

Nawawi Arief, Barda, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra

Aditya Bakti, Bandung.

www. Kompas. Com

www. Pikiran Rakyat.com

CURRICULUM VITAE

Nama : Benny SumardianaNama Panggilan : Benny

Page 31: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

TTL : Kuningan, 06 Oktober 1987Alamat : Jl. Dahlia No. 46 RT 05/RW V Gandasuli, Kabupaten

Brebes 55212Pekerjaan : MahasiswaE-mail : [email protected]. HP : 0856404*****Alamat Sementara : Nevada Kos Gg. Mangga Kel. Sekaran Gunungpati

Semarang

Pengalaman Organisasi: - Presiden BEM Fakultas Hukum UNNES 2008-2009 - Ketua Umum LSM FORMAPERA Brebes 2007-…..

- Wakil Ketua BEM FIS UNNES 2007-2008- Sekjend KMDB Wilayah Semarang 2007- Sekjend LSO FIAT JUSTICIA UNNES 2006-2007- Sekretaris Umum HIMA HKn UNNES 2006-2007- PERMAHI (Perhimpunan Mahasiswa Hukum

Indonesia)- Koordinator Jurusan KLAIM FIS UNNES- PARAS FIS UNNES- Forum Ilmiah dan Penerbitan Mahasiswa (FIP-M)- Ketua Divisi Rock Climbing STAPALA Brebes

Karya yang pernah dibuat : 1. Mengungkap Dampak Penayangan Berita Kriminal dan Tayangan Kekerasan di Televisi Terhadap Perilaku Anak

2. Reformasi Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Kesusilaan (Menelusuri Fenomena Pornografi Dan Pornoaksi Di Indonesia)

3. Perda Syariah : Merupakkan Tantangan atau Harapan di Indonesia

4. Meningkatkan Kemampuan Pertahanan Guna Mewujudkan Komando Teritorial Yang Kokoh Dalam Rangka Pembangunan Nasional

5. Regulasi Dan Implementasi Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum : Suatu Kajian Sosio-Yuridis

6.Save Our Soil (Monitoring Pelaksanaan Sertifikasi Tanah Dalam Kajian Sosiologis-Yuridis)

7. Menutup Celah-Celah Hukum Dalam Sistem Penegakkan Hukum Di Indonesia : Suatu Kajian Dalam Kacamata Hukum Progresif

Prestasi yang Pernah diraih : - Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa– Pemantau Terakreditasi KPUD Jawa Tengah– Juara I Lomba Debat Publik tingkat Universitas– Finalis LKT Kecinaan tingkat Nasional UMY

di Yogyakarta– Finalis Pertamina Youth Program tingkat

Page 32: Hukum Progresif Benny Sumardiana, S.H., M.H.

Nasional di Jakarta– Juara I LKTI tingkat Nasional UNEJ di Jember– Pemantau Terakreditasi KPUD Pilkada Salatiga– Pemantau Terakreditasi KPUD Pilkada Jepara– Pemantau Terakreditasi KPUD Pilkada Brebes