Hukum KPST

6
Hukum KTSP Salah satu hal yang sering membingungkan dalam bahasa Indonesia adalah peluluha dalam pembentukan kata berimbuhan meng- dan peng-. Mana yang benar: mengkritik atau mengritik ? memesona atau mempesona? mensyaratkan atau menyaratkan? mentraktir atau menraktir ? penahapan atau pentahapan? pemroses atau pemproses? Cara termudah mengetahui mana yang benar adalah dengan membuka KBBI. Tentu saja ara ini tidak karena tidak setiap saat rujukan itu tersedia meskipun !ersi daringnya sudah ada "alaupun tidak dapat dimungkiri bah#a bahasa bukan ilmu pasti$ ada pola%pola ter suatu aturan bahasa. &emahaman tentang pola yang berlaku pada peluluhan fonem ak memudahkan orang untuk menentukan mana bentuk kata berimbuhan yang tepat. 'ari h membaa beberapa literatur$ menyelisik entri rambang terkait dalam kamus$ serta dari Bu (unaiyah ).M. dan Mas Imam (.&.$ saya menoba menyimpulkan aturan pelul fonem pada pembentukan kata berimbuhan meng- dan peng- sebagai berikut. *. )uruf pertama kata dasar berawalan k, p, s, dan t yang diikuti oleh vokal akan luluh jika mendapat a#alan meng- atau peng-. Contoh: mengenai +kata dasar: kena,$ memukul +kata dasar: pukul ,$menyalin +kata dasar: salin,$ dan menari +kata dasar tari,. -. )uruf pertama kata dasar berawalan pyang diikuti oleh konsonan tetap akan luluh jika mendapat a#alan peng-. Contoh: pemroses +kata dasar: proses,$ pemrogr dasar: program,$ dan pemrotes +kata dasar: protes,. . &engeualian diterapkan untuk dua bentuk: mempunyai danmengkaji . Mempunyai$ alih%alih memunyai$ dianggap lebih berterima dan mudah diuapkan oleh peng bahasa Indonesia. Mengkaji +mempelajari$ menyelidiki$ dsb., dibakukan untuk membedakan dengan mengaji yang memiliki makna lain +membaa atau mempelaja /l0uran,. &roses peluluhan fonem ini$ yang bisa disebut Hukum KPST $ bertujuan untuk memudahkan artikulasi atau penguapan kata. /da beberapa hal yang harus diperhatikan atau di#aspadai dalam penerapan aturan *. &erhatikan huruf kedua kata dasar. /turan peluluhan hanya berlaku jika hur adalah !okal$ bukan konsonan. Misalnya$ pukul menjadi memukul +luluh,$ tapi kristal menjadi mengkristal +tidak luluh,. -. "aspadai pengimbuhanbertingkat yang tidak mengalami peluluhan. Misalnya$ memperhatikan$ bukan memerhatikan karena terjadi pengimbuhan bertingkat: meng- dan per-. . &erhatikan kata dasar yang berasal dari serapan bahasa asing. 'ulu ada ang bah#a kata pungutan tidak perlu mengikuti aturan peluluhan karena bentukny mantap. 1ambat laun bentuk tersebut pasti harus mengikuti kaidah$ jadi leb

description

Bahasa Indonesia

Transcript of Hukum KPST

Hukum KTSPSalah satu hal yang sering membingungkan dalam bahasa Indonesia adalah peluluhan fonem dalam pembentukan kata berimbuhan meng- dan peng-. Mana yang benar: mengkritik atau mengritik? memesona atau mempesona? mensyaratkan atau menyaratkan? mentraktir atau menraktir? penahapan ataupentahapan? pemroses atau pemproses? Cara termudah untuk mengetahui mana yang benar adalah dengan membuka KBBI. Tentu saja cara ini tidak praktis karena tidak setiap saat rujukan itu tersedia meskipun versi daringnya sudah ada.Walaupun tidak dapat dimungkiri bahwa bahasa bukan ilmu pasti, ada pola-pola tertentu dari suatu aturan bahasa. Pemahaman tentang pola yang berlaku pada peluluhan fonem akan memudahkan orang untuk menentukan mana bentuk kata berimbuhan yang tepat. Dari hasil membaca beberapa literatur, menyelisik entri rambang terkait dalam kamus, serta masukan dari Bu Junaiyah H.M. dan Mas Imam J.P., saya mencoba menyimpulkan aturan peluluhan fonem pada pembentukan kata berimbuhan meng- dan peng- sebagai berikut.1. Huruf pertama kata dasar berawalan k, p, s, dan t yang diikuti oleh vokal akan luluh jika mendapat awalan meng- atau peng-. Contoh: mengenai (kata dasar: kena), memukul (kata dasar: pukul), menyalin (kata dasar: salin), dan menari (kata dasar: tari).2. Huruf pertama kata dasar berawalan p yang diikuti oleh konsonan tetap akan luluh jika mendapat awalan peng-. Contoh: pemroses (kata dasar: proses), pemrogram (kata dasar: program), dan pemrotes (kata dasar: protes).3. Pengecualian diterapkan untuk dua bentuk: mempunyai dan mengkaji. Mempunyai, alih-alih memunyai, dianggap lebih berterima dan mudah diucapkan oleh pengguna bahasa Indonesia. Mengkaji (mempelajari, menyelidiki, dsb.) dibakukan untuk membedakan dengan mengaji yang memiliki makna lain (membaca atau mempelajari Alquran).Proses peluluhan fonem ini, yang bisa disebut Hukum KPST, bertujuan untuk memudahkan artikulasi atau pengucapan kata.Ada beberapa hal yang harus diperhatikan atau diwaspadai dalam penerapan aturan ini.1. Perhatikan huruf kedua kata dasar. Aturan peluluhan hanya berlaku jika huruf kedua adalah vokal, bukan konsonan. Misalnya, pukul menjadi memukul (luluh), tapi kristal menjadi mengkristal (tidak luluh).2. Waspadai pengimbuhan bertingkat yang tidak mengalami peluluhan. Misalnya, memperhatikan, bukan memerhatikan karena terjadi pengimbuhan bertingkat: meng- dan per-.3. Perhatikan kata dasar yang berasal dari serapan bahasa asing. Dulu ada anggapan bahwa kata pungutan tidak perlu mengikuti aturan peluluhan karena bentuknya belum mantap. Lambat laun bentuk tersebut pasti harus mengikuti kaidah, jadi lebih baik sejak awal terapkan saja kaidah tersebut. Misalnya, memopulerkan (bukan mempopulerkan) dan mengoordinasikan (bukan mengkoordinasikan).Tentang pengecualian terhadap bentuk mempunyai dan mengkaji, saya memiliki pendapat sendiri.1. Mempunyai (dianggap) lebih berterima karena sosialisasi memunyai yang kurang. Mengapa tidak kita biasakan saja menggunakan kata memunyai? Toh bentuk itu yang sesuai dengan pola.2. Mengkaji dibakukan untuk membedakan makna dengan mengaji. Padahal, homonimi (satu kata memiliki makna lebih dari satu) bukan sesuatu yang haram dalam bahasa Indonesia. Mengapa tidak diterima saja bahwa bentuk mengaji punya dua makna? Atau, biasakan saja menggunakan mendaras untuk makna belajar atau membaca Alquran.Semakin banyak penjelasan logis dan pola yang diterapkan secara taat asas dalam bahasa Indonesia, niscaya semakin besar modal bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa internasional. Bukan tidak mungkin.Sambil lalu, bentuk baku dari pasangan kata berimbuhan pada paragraf pembuka di atas adalah bentuk pertamanya.Catatan #1: Memperhatikan vs memerhatikan. Lema perhati dengan turunan memerhatikan ditemukan diMalay Concordance Project dan KBBI III. Di KBBI IV lema ini diarahkan ke hati dengan bentuk turunanmemperhatikan. Perdebatan mengenai hal ini cukup sengit, tapi saya cukup sreg dengan pilihan KBBI IV dan memutuskan untuk tidak memperdebatkan lagi hal ini.

Hukum KTSP

Ada yang tahu apa itu hukum KTSP? Hukum KTSP adalah hukum yang membuat kata kerja berawalan K, T, S dan P menjadi lebur ketika mendapatkan imbuhan me-, men-, meng-, menge-, meny-, menye-, Contoh:patuk= mematuksapu= menyaputilang= menilangkayuh= mengayuh

Namun ada kalanya peleburan tersebut tidak berlaku apabila kata kerja K, T, S,P huruf keduanya diikuti dengan huruf konsonan juga.Contoh:Proses = memproses bukan memroseskhusus = mengkhususkan

Lima pedoman nasalisasi menurut Gorys Keraf:

1. Nasalisasi berlangsung atas dasar HOMORGAN. Artikulator dan titik artikulasi sama seperti fonem yang dinasalkan. Rumusnya agak sulit, tapi sangat mudah dipraktikkan orang Indonesia. Contoh: p dan b bernasal m [PUKUL jadi MEMUKUL, BUAT jadi MEMBUAT]. Fonem k dan g bernasal ng [KAIS jadi MENGAIS, GAMBAR jadi MENGGAMBAR].

2. Konsonan bersuara tetap, konsonan tak bersuara [k, p, t, s] luluh.

3. Nasalisasi hanya berlaku pada kata-kata dasar atau yang dianggap kata dasar. Kata berimbuhan tidak mengalami nasalisasi.

4. Fonem y, r, l, w tidak mengalami nasalisasi. Istilahnya, nasalisasi zero.

5. Kata-kata serapan yang masih terasa asing, meski menggunakan k, p, t, s tidak diluluhkan untuk menjaga jangan sampai menimbulkan salah paham.

Merujuk pada lima pedoman Gorys Keraf ini, maka bentukan-bentukan baru macam MEMENGARUHI, MEMUNYAI, MEMERHATIKAN, MENGONSUMSI, MEMOPULERKAN... tidak salah. Sebab, konsonan tak bersuara [k, p, t, s] memang harus luluh. Bahwa selama puluhan tahun kita memakai MEMPENGARUHI, MEMPUNYAI, MEMPERHATIKAN, MENGKONSUMSI, MEMPOPULERKAN... semata-mata akibat kebiasaan saja. Salah kaprah. Kesalahan yang dibiasakan terus-menerus sehingga dianggap benar.

Tapi, ingat, di bahasa mana pun selalu ada pengecualian atau eksepsi. Formula tatabahasa tidak selalu diikuti begitu saja. Bahasa Inggris, misalnya, punya kata kerja tak beraturan yang menyimpang dari rumus umum. Kita harus menghafal sekian banyak irregular verbs kalau ingin berkomunikasi dengan baik dan benar dalam bahasa Inggris.

Karena itu, beberapa pakar bahasa tetap berpandangan bahwa MEMPENGARUHI, MEMPESONA, MEMPUNYAI, MEMERHATIKAN... haruslah dianggap sebagai irregular verbs dalam bahasa kita. Jadi, tidak perlu diluluhkan meski berkonsonan k, p, t, s.

Bagaimana dengan kata serapan macam POPULER, KONSUMSI, SOMASI, KAJI...?

Pedoman nasalisasi ala Gorys Keraf pada 1970 mengecualikan peluluhan kata-kata yang terasa masih asing meski berkonsonan k, p, t, s. Jadilah MEMPOPULERKAN, MENGKONSUMSI, MENGKONSTATASI, MENSOMASI, MENGKAJI [dibedakan dengan MENGAJI Alquran]....

Rupanya, setelah melewati tiga dekade, para redaktur bahasa media berpendapat bahwa kata-kata serapan itu tidak terasa asing lagi. Karena itu, kata-kata serapan tersebut diperlakukan sama dengan kata-kata asli bahasa Indonesia: mengalami peluluhan k, p, t, s. Repotnya, pemakai bahasa [masyarakat] sudah bertahun-tahun menggunakan bentukan yang tidak diluluhkan, sehingga mereka menganggap aneh bentukan-bentukan seperti MENGONSUMSI, MEMOPULERKAN, MENGAJI [ganti MENGKAJI]....

Bagaimana pula dengan bentukan lebih baru lagi: MEMERBESAR, MEMERPANJANG, MEMERSATUKAN... yang sudah dipakai di beberapa surat kabar Surabaya?

Pada 1970, sekali lagi, Gorys Keraf sudah membuat sedikit panduannya. ... pada prinsipnya peluluhan berlaku pada kata-kata dasar, bukan pada afiks [imbuhan], tulis guru besar Universitas Indonesia, Jakarta, itu.

Persoalannya, sejak dulu sudah ada bentuk bersaing atau ketaksaan dalam bahasa kita. Di bukunya, Gorys Keraf mencontohkan MENTERTAWAKAN dan MENERTAWAKAN. Kedua-duanya dianggap benar, waktu itu. Kenapa? Persoalannya di kata dasar. Menurut Keraf, sebagian orang berpendapat bahwa TERTAWA itu kata dasar, sebagian lagi bilang TAWA. Kubu yang menganggap TERTAWA kata dasar membuat bentukan MENERTAWAKAN. Kubu lain menggunakan MENTERTAWAKAN karena TERTAWA dianggap kata berawalan TER.

Bentukan MENERTAWAKAN ini kemudian menganalogi dalam MENGELUARKAN, MENGETENGAHKAN, MENGEMUKAKAN.... dan seterusnya. Ini semua kata berimbuhan yang mengalami peluluhan konsonan tak bersuara. Di bukunya, TATABAHASA INDONESIA, Prof. Gorys Keraf secara eksplisit menolak peluluhan MEMPERTAHANKAN, MEMPERBAIKI, MEMPERSATUKAN... dan sebagainya [baca halaman 56].

Bahasa itu dinamis, hidup, mengikuti perkembangan masyarakat. Bisa saja tatabahasa yang dirumuskan pakar bahasa 30 tahun lalu, boleh jadi, tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat di tahun 2007 ini. Apalagi, bahasa asing, khususnya American-English, bukan lagi sekadar diserap secara terbatas, tapi dipakai secara berlebihan oleh orang Indonesia sekarang.

Bahasa gado-gado [Indonesia, Jawa, Betawi, Inggris] malah menjadi gaya hidup. Please deh! Aku boring banget deh kalau listening music like that. By the way, aku coba meng-apreciate... siapa tahu content-nya keren. Hehehe.... Bahasa apakah ini? Saya yakin Gorys Keraf, J.S. Badudu, Anton M. Moeliono... pun pusing tujuh keliling mendengarkannya.

Kembali ke kata-kata berimbuhan. Apakah harus diluluhkan juga agar kita taat asas pada hukum kedua Gorys Keraf? Saya pribadi, terus terang saja, masih belum ikhlas menerima bentukan-bentukan baru macam MEMERBESAR, MEMERSATUKAN, MEMERSOALKAN... seperti yang dipakai di beberapa koran Surabaya.

Namun, menganalogi pada bentukan MENERTAWAKAN [saya berpendapat bahwa TERTAWA dibentuk dari kata dasar TAWA], kreativitas teman-teman penyunting bahasa untuk mengganti kombinasi awalan MEMPER + [asalnya ME + PER] menjadi MEMER + [fonem p diluluhkan] tidak tanpa alasan. Sangat masuk akal.

Sebab, kalau diurai lebih lanjut, kata MEMPERBAIKI [sebagai contoh] berasal dari ME + PERBAIKI. Nah, PERBAIKI bisa kita anggap sebagai kata dasar.

Dengan begitu, pedoman ketiga Gorys Keraf pun berlaku:

Nasalisasi hanya berlangsung pada kata-kata dasar atau yang dianggap kata dasar.