HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web...

35
0 HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYA PADA MASA KEMUNDURAN Oleh: HAYATUL KIROM NPM : 1123010008 Mata Kuliah : Sejarah perkembangan, pemikiran hukum Islam Dosen Prof. Dr. H. Said Aqil Siradj, MA Dr. H.Moh. Mukri, M.Ag Dr. Alamsyah, M.Ag PROGRAM STUDI ILMU SYARI’AH

Transcript of HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web...

Page 1: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

0

HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYA PADA MASA KEMUNDURAN

Oleh:

HAYATUL KIROMNPM : 1123010008

Mata Kuliah : Sejarah perkembangan, pemikiran hukum Islam

Dosen

Prof. Dr. H. Said Aqil Siradj, MADr. H.Moh. Mukri, M.Ag

Dr. Alamsyah, M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU SYARI’AH

PROGRAM PASCASARJANAIAIN RADEN INTAN LAMPUNG

2011 M/1432 H

Page 2: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

1

HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYA PADA MASA KEMUNDURAN

A. Pendahuluan

Hukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri

memiliki juga dimensi teologis dan inilah yang membedakan hukum Islam dengan

hukum dalam terminologi ilmu hukum modern, akan tetapi penempatan cara pandang

yang keliru terhadap dimensi teologis yang dikandungnya bisa mengakibatkan

anggapan bahwa hkum Islam merupakan aturan yang sakral, bahkan dalam keadaan

tertentu orang akan merasa takut untuk melakukan revaluasi terhadap aturan-aturan

hkum Islam yang ada, karena secara psikologis sudah terbebani oleh nilai-nilai

kesakralan tersebut, untuk itu perlu kajian yang mampu mengantarkan pada cara

pandang yang benar mengenai aspek teologis dalam hkum Islam ini. Dalam

Perjalanan sejarahnya yang awal, hukum Islam merupakan suatu kekuatan yang

dinamis dan kreatif. Hal ini dapat dilihat dari munculnya sejumlah mazhab hukum

yang memiliki corak sendiri-sendiri sesuai dengan latar belakang sosiokultural dan

politik dimana mazhab hukum itu tumbuh dan berkembang.

Dalam paradigma usul fiqh klasik terdapat lima prinsip yang memungkinkan Hukum Islam bisa berkembang mengikuti masa: 1) Prinsip Ijma’; 2) Prinsip Qiyas; 3) Prinsip Maslahah Mursalah; 4) Prinsip memelihara Urf’; dan 5) berubahnya hukum dengan berubahnya masa. Kelima prinsip ini dengan jelas memperlihatkan betapa pleksibelnya hukum Islam. 1

1Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan modernitas, studi atas pemikiran Hukum Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1989) hlm 33-35

Page 3: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

2

Dengan Berlalunya waktu, perkembangan Hukum Islam yang dinamis dan

kreatif pada masa awal kemudian menjelma kedalam bentuk mazhab-mazhab atas

inisiatif beberapa ahli hukum terkenal, tetapi dengan terjadinya kristalisasi mazhab-

mazhab tersebut, hak untuk berijtihad mulai dibatasi dan pada gilirannya dinyatakan

tertutup.2

Selanjutnya dalam makalah ini dibahas tentang hukum Islam pada masa

kemunduran atau dikenal dengan istilah masa ‘ahdul jumuud wa al-wuquuf  yakni

periode kebekuan dan statis yan berlangsung mulai pertengahan abad keempat hijrah

(350 H)

B. Situasi Umum Dunia Islam

Harun Nasution, menjelaskan bahwa Dunia Islam terbagi kepada dua bagian,

yaitu Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir dan Afrika Utara

2Periode ini disebut juga sebagai periode taqlid yakni ‘ahdul jumuud wa al-wuquuf yakni periode kebekuan dan statis yan berlangsung mulai pertengahan abad keempat hijrah (350 H) dan hanya Allah yang Maha Tahun kapan periode ini akan berakhir. Diantara penyebab terhentinya gerakan ijtihad a.l : 1) terbagi-baginya Daulah Islamiyyah dalam berbagai kerajaan yang saling bermusuhan sehingga atau terjebak dalam peperangan demi peperangan. Dalam kondisi yang demikian ini maka ‘ulama pada masa itupun terbagai dalam berbagai tingkatan. 1) tingkat pertama ahli ijihad dalam mazhab, 2) tingkat kedua, mujtahid dalam beberapa masalah yang tidak ada riwayat dari imam mazhab, 3) tingkat ketiga, ahlu at-tahriej yang tidak melakukan ijtihad untuk mengambil hukum pada beberapa masalah dan hanya melakukan pembatasan mazhab yang dianutnya dalam menafsiri pendapat-pendapat imamnya, 4) tingkat keempat ahlu at-tarjiehyang sanggup mempertimbangkan dan membandingkan diantara riwayat-riwayat dari para imam dan kemudian menetakan pilihan yang dinilai paling shahih.

Secara hampir mirip, A. Hanafi mendeskripsikan perkembangan hukum Islam dalam 5 (lima) periode. Pertama, periode permulaan hukum Islam, dimulai sejak kebangkitan Rasulullah saw hingga waftanya. Kedua, periode persiapan hukum Islam, dimulai dari khalifah pertama hingga berakhirnya masa shahabat (1 H – akhir abad I H). Ketiga periode pembinaan dan pembukuan hukum Islam serta munculnya para imam mujtahid, berlangsung kurang lebih 250 tahun. Keempat periode kemunduran hukum Islam, sebagai akibat merajalelanya taqlid dan kebekuan hingga lahirnya kitabMajallah al-Ahkam al-‘Adliyyah, suatu kitab yang mengintrodusir perundang-undangan modern dalam hukum Islam. Kelima, periode kebangunan yang dimulai dari lahirnya kitab al-Majallah hingga sekarang.

Page 4: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

3

dengan Mesir sebagai pusatnya dan bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia

Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusatnya. Pada waktu ini

kebudayaan Persia mengambil bentuk Internasional dan mendesak kebudayaan

lapangan kebudayaan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup semakin meluas

dikalangan umat Islam. 3

Ketika ajaran tarekat semakin merajalela dengan pengaruh negatifnya.

Perhatian pada ilmu pengetahuan sangat kurang sekali. Umat Islam di Sepanyol--

yang tadinya merupakan satu kekuatan tersendiri--dipaksa masuk Kristen dan atau

keluar dari darah itu. Di samping itu, kondisi dunia Islam semakin mengalami

kemunduran, meskipun pada masa ini-- tahun 1500 – 1700--munculnya tiga kerajaan

besar Islam dengan kemanjuannya masing-masing yaitu Kerajaan Usmani di Turki,

Kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.

Bersamaan dengan kenyataan ini penetrasi bangsa Barat dengan kekuatannya

semakin meningkat dan meluas ke dunai Islam. Pada tahun 1798 M, Mesir sebagai

pusat Islam terpenting berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, seorang

jenderal Perancis yang memimpin pasukuannya menaklukan Mesir. Demikian pula,

Inggeris telah mulai menanamkan kekuasaannya di India.4 Sampai pada tingkat ini,

umat Islam mengalami kemunduran yang paling buruk dalam sejarah perjalanannya.

Paham keagamaan terpecah belah kepada beberapa mazhab dimana antara satu

dengan yang lainnya saling mengklaim merekalah yang benar dan saling

3Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). (Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982) hlm 14

4 Ibid, hlm 15

Page 5: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

4

menyalahkan. Demikian juga kekuatan politik umat Islam semakin melemah dan

perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sudah jauh menurun. Akibatnya

masyarakat menjadi jumud dan statis yang hanya menyerah kepada nasib.

Di Turki Asia berdiri sebuah kerajaan besar yaitu kerajaan Bani Saljuk dan

pada akhirnya kerajaan ilmiah yang menghancurkan negeri Islam lainnya. Pada saat

ini juga munculnya pemberontakan yang berasal dari keturunan Bani Hasim, dan

kelompok ini dinamakan partai Alawiyah. Dengan munculnya kekerasan dan

peperangan terus menerus membawa akibat yang tidak baik bagi umat Islam, mereka

menjadi lemah untuk berbuat. Rasa putus asa muncul menyelimuti akibatnya

kemunduran dan keterbelakanganlah karena pada masa itu para ulama tidak lagi

mempelajari kitab-kitab tertentu yang diperlukan lain halnya dengan ulama-ulama

terdahulu, mereka pergi kenegara-negara besar sehingga terwujud dan terjalin

hubungan yanng harmonis antara ulama dan pemerintahannya.5

Siapapun yang mengamati kejadian dan sejarah Islam pada periode ini tentu

melihat bahwa yang menyebabkan para fuqaha’ memilih jalan taqlid adalah

pergolakan yang menyebabkan para fuqaha’ memilih jalan taqlid adalah pergolakan

politik yang menyebabkan negara Islam terpecah menjadi beberapa negara kecil.

Dimana setiap negri mempunyai penguasaan sendiri yang diberi gelar Amirul

Mukmin. Dari sini bisa dilihat lemahnya negara Islam ketika sudah terkena penyakit

perpecahan mengganmtikan posisi persaudaraan dan keamanan, negara yang besar

5Amir Muallim-Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi. (Yogyakarta; Titian Ilahi Press. Cet. I, 1997) hlm 38.

Page 6: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

5

terbagi beberapa negara yang kecil. Di timur ada negara Sasai dengan Ibukota

Bukhara, dan di Anfuleusia ada negara Letak yang didirikan oleh Abdurahman An-

Nashir, demikian juga negara Fatimiyah yang ada di utara Afrika.

Pada masa kemunduan ini juga disebut periode penutup ijtihad atau periode tadwin

(pembekuan), mula-mula dalam bidanag kebudayaan Islam, kemudian berhentilah

perkembangan hukum Islam fiqih-fiqih Islam. Pada umumnya ulama pada masa ini

sudah lemah kemauannya untuk mencapai tingkat mujtahid sebagaimana yang

dilakukan pendahulu mereka.

C. Sebab-sebab kemunduran Pemikiran Hukum Islam

Dilihat dari segi sejarah pemikiran hukum Islam dan gerakan ijtihad, maka

masa ini merupakan masa yang dipandang sebagai situasi yang tidak menguntungkan

bagi umat Islam. Dikatakan demikian, karena pada masa ini kegiatan ijtihad sudah

mulai menurun dan mengendur, dan bahkan statis. Kemunduran gerakan ijtihad pada

masa ini lebih disebabkan oleh tiga faktor penting.

a. Lahirnya Mazhab-mazhab fiqh, dimana pada awalnya memang menunjukkan

semaraknya gerakan ijtihad,6 tetapi pada akhirnya menimbulkan suasana atau

citra yang tidak kondusif, sehingga terjadi perbedaan-perbedaan antar mazhab

yang cenderung kontra produktif. Tidak jarang terjadi pertentangan antar

mazhab, yang kadang-kadang membawa dampak negative dalam masyarakat

(pengikut mazhab). Masyarakat terkotak-kotak ke dalam berbagai mazhab

6Sofi Hasan Abu Thalib, Tatbiq al-Syari’’ah Al-Islamiyah Fi Bilad Al-Arabiyah. (Kairo ; Dar al-Nahdah Al-arabiyah, Cet. III)1990, hlm 152-163

Page 7: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

6

dan masing-masing mengkalaim mazhab merekalah yang benar dan

menyalahkan yang lainnya.

b. Menurunnya semangat ijtihad dan kuatnya pengaruh ajaran mazhab, sehingga

para ulama tidak mau dan tidak sanggup melampaui ketentuan-ketentuan

yang telah digariskan oleh mazhab yang mereka anut. Parahnya lagi, di

kalangan pengikut mazhab muncul sikap ta’asub mazhab dan taqlid.

Akibatnya, para ualam yang ada disetiap mazhab menjadi tidak kreatif dan

mandul. Suasana seperti inilah yang menyebabkan mundurnya gerakan ijtihad

dan pemikiran dalam Islam. Pada waktu ini, kalaupun ada ijtihad yang

dilakukan oleh ulama, namun tidak lebih dari sekedar mensyarah pemikiran-

pemikiran imam-imam mazhab mereka dan mengintrodusir ajaran mazhab

kepada masyarakat. Kemandirian ulama untuk melakukan ijtihad menjadi

hilang, mereka hanya mengikuti apa yang ada dalam mazhab mereka.

Disamping itu, di kalangan mazhab sendiri telah membuat berbagai macam

persyaratan untuk dijadikan acuan dalam melakukan ijtihad. Persyaratan-

persyaratan ijtihad itu, pada umumnya ditetapkan sangat ketat, sehingga

dalam operasionalnya tidak gampang untuk dilakukan. Ketatnya persyaratan

ijtihad ini, semula tujuannya adalah agar tidak muncul orang-orang yang

tidak memiliki otoritas dalam melakukan ijtihad dan menganggap gampang

ijtihad itu. Diakui bahwa ketika ini, memang ada semacam kecenderungan

dari sebagian orang yang menggampangkan persoalan ijtihad ini, dan dapat

Page 8: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

7

dilakukan oleh semua orang. Melihat kecenderungan ini, ulama-ulama

mazhab merasa khawatir jika ijtihad dilakukan oleh orang-orang jahil yang

tidak memiliki persyaratan, maka akan menimbulkan malapetaka bagi umat

Islam, sehingga akhirnya pintu ijtihad ditutup.

c. Disintegrasi dan dominasi bangsa asing faktor yang paling parah yang

menyebabkan kemunduran umat Islam ialah terjadinya disintegrasi dan

perpecahan umat Islam. Seperti dijelaskan oleh Harun Nasution,7 bahwa pada

fase ini keutuhan umat Islam dibidang politik mulai pecah, kekuasaan

khalifah mulai menurun dan bahkan khilafah sebagai symbol dan lambing

kesatuan Politik umat Islam menjadi hilang. Di zaman ini desentralisasi dan

disintegrasi semakin meningkat. Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah dan

demikian juga antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan.

D. Tokoh-tokoh dan ajaran Hukum Islam masa kemunduran

Pada masa kemunduran pemikiran hukum Islam muncul tokoh-tokoh penting

yang hidup pada zamannya dan mewarnai aktivitas pemikiran hukum Islam dengan

dengan munculnya teori maqashid al-Syari’ah. Maqasid syari’ah berarti tujuan

Allah dan Rasulnya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan ini dapat

ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sunah Rosulullah sebagai alasan logis bagi

rumusan, suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.

7Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). (Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982) hlm 13

Page 9: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

8

Kegiatan penelitian tujuan hukum (maqashid al-Syari’ah) telah dilakukan

oleh para ahli ushul fikih terdahulu. Al-Juwaini dapat dikatakan sebagai ahli ushul

fikih pertama yang menekankan pentingnya memahami maqashid aI-Syari’ah dalam

menetapkah hukum. Ia secara tegas menyatakan bahwa seseorang tidak dikatakan

mampu menetapkan hukum dalam Islam, sebelum ia dapat memahami benar tujuan

Allah menetapkan perintah-perintah dan larang-laranganNya.

Kerangka berpikir al-Juwaini di atas kelihatannya dikembangan oleh

muridnya al-Ghazali(450H./1058M.-505H./IIIIM.) dalam kitabnya Syifa al-Ghazali

ia menjelaskan maksud syari’at dalam kaitannya dengan al-munasabat al-

maslhahiyyat al-qiyas. Sebagai seorang pemikir Islam terbesar, A1-Ghazali, tidak

hanya dikenal di dunia Islam, tetapi juga di luar Islam, maka sangat wajar jika banyak

penulis tertarik untuk-menulis dan mengkaji pemikiran-pemikiran Al-Ghazali, baik

dari kalangan Muslim, maupun dari kalangan Orientalis. Al-Ghazali (1058/1111M.) 8

Sebagai pemikir besar Islam, maka hasil pemikiran Al-Ghazali masih tetap

menjadi warisan umat Islam, meskipun sepuluh abad berlalu. Kebesaran pengaruh

Al-Ghazali tersebut dapat dilihat dan gelar hujjah al-Islam yang disandangnya.

Berbagai pujian dilontarkan oleh penulis dan pemikir kepadanya, juga cercaan dan

orang-orang yang tidak senang kepadanya. Semua itu merupakan bukti kebesaran

nama seorang Al-Ghazali.9

8 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm 13. 9Nurcholish Madjid, Khazanah lntelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm 34.

Page 10: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

9

Pada masa al-Ghazali, tidak saja terjadi disintegrasi umat Islam di bidang

politik, melainkan juga di bidang sosial-keagamaan. Umat Islam ketika itu terpilah-

pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan aliran kalam yang masing-masing

tokoh ulamanya dengan sadar menanamkan fanatisrne golongan kepada umat.

Sebenarnya tindakan serupa juga diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa

menanamkan pahamnya kepada rakyat dengan segala daya upaya, bahkan dengan

cara kekerasan. Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh Al-Kundury, Perdana

Menteri Dinasti Saljuk pertama yang beraliran Mu’tazilah sehingga mazhab dan

aliran lainnya (seperti mazhab Syifi’i dan Asy’ari) menjadi tertekan, bahkan banyak

korban dan tokoh-tokohya.

Akibat dari fanatisme golongan yang melibatkan pada masa itu, sering timbul

konflik antara golongan mazhab dan aliran, malah meningkat sampai menjadi konflik

fisik yang meminta korban jiwa. Konflik tersebut terjadi antara berbagai mazhab dan

aliran, masing-masing mempunyai wilayah penganutnya- Khurasan, mayoritas

penduduknya bermazhab Syafi’i, dan Transoxiana dan Balkah bermazhab Hanafi dan

Hanbali, sedangkan di Bagdad dan wilayah Iraq, mazhab Hambali lebih dominan.

Menelusuri tentang karya-karya Al-Ghazali, maka dia digolongkan cukup

produktif dalam hal penulisan karya ilmiah, karena ia memiliki kecenderungan

intelektual yang sangat luas (gemar akan ilmu pengetahuan), dia juga memiliki

kemampuan menulis yang sangat tinggi, hal ini dibuktikan oleh al-Ghazali, menulis

sejak umur 20 tahun.

Page 11: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

10

Dari keterangan yang diperoleh, nampaknya memang wajar, jika dikatakan

bahwa al-Ghazali merupakan salah seorang pemikir Islam yang memiliki

kecenderungan intelektualitas yang tinggi, sebab ia masih relatif muda, dan tulisan

pertamanya mendapat pujian dari gurunya al-Juwaini.

Tentang jumlah karangan al-Ghazali, sampai saat ini belum terdapat kata

pasti. Besar kemungkinan disebabkan karena masih adanya karya-karya al-Ghazali

yang belum diterbitkan dan masih dalam bentuk naskah yang tersimpan di

perpustakaan, baik di negeri Arab maupun di Eropa. Sebab lain, karena sebahagian di

antara karya-karyanya telah lenyap dibakar pada saat tentara Monggol berkuasa, juga

sebahagian dibuang penguasa Spanyol atas perintah Qadhi Abdullah Muhammad ibn

Hamdi.10 Kategori ini terdiri dan sejumlah 72 buku, 22 buku yang diragukan sebagai

karya al-Ghazali, karya-karya yang mengatakan secara pasti buku al-Ghazali,

sebanyak 31 buah.

Adapun landasan pemikiran Al-Ghazali, bahwa sebagai seorang muslim tetap

mendasari pemikiran-pemikirannya kepada pokok ajaran Islam, yaitu al-Quran dan

Hadis. Di samping itu juga ia mempergunakan akal (al-ma’quI) sebagai landasan

berpikirnya. Di dalam kitabnya Qanun al-Ta’wil, Al-Ghazali mengungkapkan

kesetujuannya terhadap golongan yang menggabungkan antara wahyu dengan akal

sebagai dasar penting dalam membahas sesuatu.

10Ahmad Syafi Ma’arif, Peta Bumi intelektuat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993), hlm 57

Page 12: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

11

Ketika Al-Ghazali membahas dalil-dalil pokok (yang utama) untuk ijma’ ia

menempuh 3 (tiga) jalan, sebagai berikut:

a. Berpegang pada Al-Qur’an

b. Berpegang pada pendapat Rasulullah Saw, bahwa umat tidak akan bersepakat

pada kesalahan (kesesatan)

c. Berpegang teguh pada metode ma’nawy.

Dalam kitab al-Mustashfa, Al-Ghazali menyebutkan bahwa rukun Ijtihad ada

tiga; Fi Nafs al-Ijtihadi, Al-Mujtahad, Al-Mujtahidu Fihi. Menurut al-Ghazali bahwa

Ijtihad ialah menggambarkan sesuatu yang diperjuangkan dan menghabiskan usaha

dalam sebuah aktifitas dan tidak bekerja kecuali pada hal-hal berupa beban

(kesulitan) secara menyeluruh.

Menurut al-Ghazali Orang yang berijtihad, mempunyai dua syarat, Pertama :

mengetahui seluk-beluk syari’at, mana yang didahulukan dan mana yang wajib

dikemudiankan.. Kedua : seseorang mujtahid harus adil dan menjauhi dosa,

persyaratan inilah sebagai landasan dalam berfatwa, jika tidak adil, maka sama sekali

tidak diterima fatwanya. Jadi keadilan seseorang mujtahid sebagai syarat sahnya

ijtihad, juga selalu memperhatikan Al-Quran dan As-Sunnah. Di samping itu tidak

dijadikan syarat seorang mujtahid bahwa dia harus mengetahui semua kitab yang

berhubungan dengan hukum-hukum, tetapi mengetahui sekitar 500 ayat, juga tidak

disyaratkan menghafalnya; tetapi mengetahui tempat ayat ketika dibutuhkan.

Adapun tentang hadis, harus mengetahui hadis-hadis yang terkait dengan

hukum. Tidak diharuskan untuk menghafalnya, seperti Sunan Abu Daud, Sunan

Page 13: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

12

Ahmad dan Al-Baihaqy. Adapun ijma’ diharuskan menghafal semua kejadian ijma’

dan perbedaanperbedaannya, tetapi sebaliknya mengetahui fatwa-fatwa yang mana

tidak bertentangan dengan ijma’

Al-Mujtahidu Fihi, atau persoalan Ijtihad ini sendiri, di sini dijelaskan bahwa

semua hukum agama yang tidak mempunyai dalil-dalil qathy, bahkan ada pendapat

(secara dzanni) bahwa syarat mujtahid bukan Nabi, maka tidak diharuskan berijtihad

bagi Nabi dan juga sebagai syarat Ijtihad tidak terjadi pada zaman Nabi; maka timbul

dua masalah: terjadi perbedaan pendapat dalam kebolehan taabud dengnan qiyas dan

ber Ijtihad pada zaman Rasulullah Saw. dalam hal ini terjadi dua versi: Sekelompok

yang melarangnya, dan sekelompok yang membolehkannya. Pendapat pertama :

boleh dalam hal memutuskan perkara dan hal pemerintahan dalam keadaan

Raasulullah tidak ada. Pendapat kedua: yang membolehkan dengan mengatakan

dengan izin Rasulullah cukup dengan diamnya Rasulullah Saw.

Menurut Al-Ghazali dalam mendapatkan hukum ada tiga cara: Secara ijmali

(global) menurutnya ada ke-ijmalan, sebagai contoh pada Firman Allah Swt;

وسكم ء بر وامسحوا dalam hal ini Imam Malik dan Abu Bakr dan Ibnu Jany, (dari

Nahat) meniadakan al-Urf, mewajibkan membasuh seluruh rambut pada setiap

berwudhu, sementara itu Imam Syafi’i dan Abd. Jabbar dan Abu al-Huzain keduanya

dari Mu’tazilah menetapkan membasuh tangan degan saputangan, itu berarti

membasuh tangan dari sebahagian saputangan, maka wajib membasuh sebahagian

Page 14: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

13

rambut. Karena itu Imam Syafi’i dan pendapat-pendapat yang lain: bahwa membasuh

dari segi bahasa adalah sebahagian seperti halnya mandi yang berarti keseluruhan.

Secara Al-Bayan, dengan mengambil contoh sah keterangan dengan perbuatan

sama kalau memakai dengan perbuatan. Contoh yang lain, Rasulullah Saw.,

menjelaskan shalat dan haji dengan perbuatannya (dengan contohnya), pada

kebanyakan orang mukallaf sebagaimana sabda Rasulullah saw., dalam riwayat

Bukhary:

مناسككم على خذوا صلى ا كمارايتمونى صلوا

Dari sini menunjukkan bahwasanya Rasulullah saw., menjelaskan melalui

perbuatan.

Dalam hal mengambil suatu hukum, Al-Ghazali mengandalkan hadis-hadis

mutawatir, dengan syarat antara lain sebagai berikut:

harus mendahulukan ilmu pada hadis itu, harus mendahulukan sanadnya yang

banyak dan tidak berbohong. Kalau bertentangan al-Jarhu wa Ta‘dil, maka yang

didahulukan adalah naqd al-sanad (kritik sanad); hadis yang diriwayatkan satu jalur

tetapi dengan syarat harusadil maka itu dapat diterima.

Terkait dengan hal ini, maka dia mensyaratkan keadilan di dalam ber-Ijma’

menggantungkan diri, tetapi tetap melegitimasi yang tidak adil seperti di dalam kitab

Al-Amidi dan Al-Ghazali menjelaskan bahwa adil yang menunjukkan kehujjahan

Ijma’ itu bersifat umum, mutlak, lepas, beda dengan Abu Hanifah, bahwa orang fasiq

tidak boleh dijadikan hujjah.

Page 15: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

14

Al-Ghazali secara etimologi memberi penjelasan bahwa kata qiyas berarti

mengukur, membanding sesuatu dengan yang semisalnya. Dalam Al-Mustashfa, ia

membari definisi qiyas, sebagai berikut : “Menanggungkan sesuatu yang di ketahui

kepada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapakan hukum pada keduanya atau

meniadakan hukum dari keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya,

dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum”

Dari definisi yang diberikan oleh Al-Ghazali, secara panjang dan rumit,

demikian juga penggunaan kata: hamala (menanggungkan), ada juga pakai isbath

(menetapkan), ilhaq (menghubungkan) dan sebagainya. tersebut mengandung arti

bahwa qiyas itu merupakan usaha atau mujtahid.

Penggunaan kata ma’lum, oleh Al-Ghazali adalah dimaksudkan untuk

menjangkau kepada sesutu yang belum diketahui (ma’düm), karena kalau dikatakan

kata “sesuatu” menurut mereka, hanya berlaku yang diketahui (maujud). Terlihat lagi

Al-Ghazali difinisinya menghubungkan antara ashal dan furu’ dengan kata (dalam

menetapkan hukum atau peniadaan hukum), maksudnya supaya qiyas itu dapat

mencapai qiyas ‘aks’ yaitu menghasilkan lawan hukum dari sesautu yang diketahui

pada tempat lain karena keduanya berbeda dalam illat, hukum.

Dalam praktek Usul Fiqh, qiyas dapat dirumuskan sebagai cara untuk

menetapkan hukum yang kasusnya tidak terdapat dalam nash dengan cara

menyamakannya (menganologikan) dengan kasus hokum yang ada pada nash,

disebabkan adanya persamaan illat hukum.

Page 16: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

15

Selain al-Ghazali muncul Al-Syatibi yang bernama lengkap Abu Ishaq bin

Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnati asy-Syatibi merupakan salah seorang

cendekiawan muslim yang belum banyak diketahui latar belakang kehidupannya.

Yang jelas, ia berasal dari suku Arab Lakhmi. Nama asy-Syatibi dinisbatkan ke

daerah asal keluarganya, Syatibah (Xatiba atau Jativa), yang terletak di kawasan

Spanyol bagian timur.1 Asy-Syatibi dibesarkan dan memperoleh seluruh

pendidikannya di ibukota kerajaan Nashr, Granada, yang merupakan benteng terakhir

umat Islam di Spanyol. Masa mudanya bertepatan dengan masa pemerintahan Sultan

Muhammad V al-Ghani Billah yang merupakan masa keemasan umat Islam setempat

karena Granada menjadi pusat kegiatan ilmiah dengan berdirinya Universitas

Granada. Suasana ilmiah yang berkembang dengan baik di kota tersebut sangat

menguntungkan bagi asy-Syatibi dalam menuntut ilmu serta mengembangkannya di

kemudian hari. Dalam meniti pengembangan intelektualitasnya, tokoh yang

bermazhab Maliki ini mendalami berbagai ilmu, baik yang berbentuk ‘ulum al-

wasa’il (metode) maupun ‘ulum maqashid(esensi dan hakikat). Asy-Syatibi memulai

aktivitas ilmiahnya dengan belajar dan mendalami bahasa Arab dari Abu Abdillah

Muhammad ibn Fakhkhar al- Biri, Abu Qasim Muhammad ibn Ahmad al-Syabti, dan

Abu Ja’far Ahmad al- Syaqwari. Selanjutnya, ia belajar dan mendalami hadis dari

Abu Qasim ibn Bina dan Syamsuddin al-Tilimsani, ilmu kalam dan falsafah dari Abu

Ali Mansur al-Zawawi, ilmu ushul fikih dari Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad

al-Miqarri dan Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Syarif al- Tilimsani, ilmu

sastra dari Abu Bakar al-Qarsyi al-Hasymi, serta berbagai ilmu lainnya, seperti ilmu

Page 17: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

16

falak, mantiq, dan debat. Di samping bertemu langsung, ia juga melakukan hubungan

korespondensi untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuannya, seperti

mengirim surat kepada seorang sufi, Abu Abdillah ibn Ibad al-Nafsi al-Rundi.

Meskipun mempelajari dan mendalami berbagai ilmu, asy-Syatibi lebih berminat

untuk mempelajari bahasa Arab dan, khususnya, ushul fikih. Ketertarikannya

terhadap ilmu ushul fikih karena, menurutnya, metodologi dan falsafah fikih Islam

merupakan faktor yang sangat menentukan kekuatan dan kelemahan fikih dalam

menanggapi perubahan sosial. Setelah memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai,

asy-Syatibi mengembangkankan potensi keilmuannya dengan mengajarkan kepada

para generasi berikutnya, seperti Abu Yahya ibn Asim, Abu Bakar al-Qadi dan Abu

Abdillah al-Bayani. Di samping itu, ia juga mewarisi karya-karya ilmiah, seperti

Syarh Jalil ‘ala al-Khulashah fi al-Nahw dan Ushul al-Nahw dalam bidang bahasa

Arab dan al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah dan al-I’tisham dalam bidang ushul

fikih. Asy-Syatibi wafat pada tanggal 8 Sya’ban 790 H (1388 M).

Dalam kerangka ini, asy-Syatibi mengemukakan konsep maqashid al-syariah.

Secara bahasa, Maqashid al-Syari’ah terdiri dari dua kata, yakni maqashid dan al-

syari’ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, sedangkan al-syariah berarti jalan

menuju sumber air, dapat pula dikatakan sebagai jalan ke arah sumber pokok

kehidupan. Menurut istilah, asy-Syatibi menyatakan, “Sesungguhnya syariah

bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat”

Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa tujuan syariah menurut asy-Syatibi

adalah kemaslahatan umat manusia. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa tidak satu pun

Page 18: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

17

hukum Allah swt yang tidak mempunyai tujuan karena hukum yang tidak mempunyai

tujuan sama dengan membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan.

Kemaslahatan, dalam hal ini, diartikannya sebagai segala sesuatu yang menyangkut

rezeki manusia, pemenuhan Penghidupan manusia, dan perolehan apa-apa yang

dituntut oleh kualitaskualitas emosional dan intelektualnya, dalam pengertian yang

mutlak. Dengan demikian, kewajiban-kewajiban dalam syariah menyangkut

perlindungan maqashid al-syari’ah yang pada gilirannya bertujuan melindungi

kemaslahatan manusia. Asy-Syatibi menjelaskan bahwa syariah berurusan dengan

perlindungan mashalih, baik dengan cara yang positif, seperti demi menjaga

eksistensi mashalih, syariah mengambil berbagai tindakan untuk menunjang

landasan-landasan mashalih, maupun dengan cara preventif, seperti syariah

mengambil berbagai tindakan untuk melenyapkan unsur apa pun yang yang secara

aktual atau potensial merusak mashalih.

Menurut al-Syatibi 11maqasidul syariah terbagi kepada tiga tingkatan

kebutuhan:

a. Kebutuhan Dharuriyat. Ialah tingkat kebutuhan yang harus ada atau disebut

dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan

terancam keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akherat

kelak. Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori ini

yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, kehormatan,

keturunan serta harta.

11Khairul Uman, Achyar Amitudin, Ushul Fiqh II, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998) hlm 75

Page 19: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

18

b. Kebutuhan Hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder dimana bila tak

terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan

mengalami kesulitan. Syari’at Islam menghilangkan segala kesulitan itu.

c. Kebutuhan Tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabuila tidak

terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok diatas dan

tida pula menimbulkan kesulitan. Tingkat ini berupa kebutuhan pelengkap.

Menurut al-Syatibi hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat

istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata, dan

berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak.

Pengetahuan tentang maqasid syari’ah, seperti ditegaskan oleh Abd-Alwahhab

Khalaf, adalah hak sangat penting yang dapat dijadikan alat abntu untuk memahami

redaksi Al-Qur’an dan sunnah menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan dan

sangat penting lagi adalah untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak

bertampung oleh Al-Qur’an dan sunah secara kajian kebahasan. 12 

Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum

dari menasyri’kan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu :

- Memelihara segala sesuatu yang dharuri bagi manusia dalam penghidupan mereka. Urusan-urusan yang dharuri itu ialah segala yang diperlukan untuk hidup manusia, yang apabila tidak diperoleh akan mengakibatkan rusaknya undang-undang kehidupan, timbullah kekacauan, dan berkembangnya kerusakan. Urusan-urusan yang dharuri itu kembali pada lima pokok : Agama, jiwa, akal, keturunan dan harta

12Djazuli, Fiqh Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syari’ah, (Jakarta : Pustaka Media, 2003) hlm 16

Page 20: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

19

- Menyempurnakan segala yang dihayati manusia. Urusan yang dihayati manusia ialah segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk memudahkan dan menanggung kesukaran-kesukaran taklif dan beban hidup. Apabila urusan itu tidak diperoleh, tidak merusak peraturan hidup dan tidak menimbulkan kekacauan, melainkan hanya tertimpa kesempitan dan kesukaran saja.

- Mewujudkan keindahan bagi perseorangan dan masyarakat. Ialah segala yang diperlukan oleh rasa kemanusiaan, kesusilaan, dan keseragaman hidup. Apabila yang demikian ini tidak diperoleh tidaklah cidera peraturan hidup dan tidak pula ditimpa kepicikan. Hanya dipandang tidak boleh oleh akal yang kuat dan fitrah yang sejahtera. Urusan-urusan yang mewujudkan keindahan ini dalam arti kembali kepada soal akhlak dan adat istiadat yang bagus dan segala sesuatu untuk mencapai keseragaman hidup melalui jalan-jalan yang utama.

Urusan dharuri merupakan sepenting-pentingnya maksud, karena apabila

urusan-urusan dharuri itu ridak diperoleh akan menimbulkan kerusakan dalam

kehidupan, menghilangkan keamanan dan merajalelalah keganasan. Dalam padi itu,

tidak dipelihara hukum yang bersifat mewujudkan keindahan apabila mencederakan

suatu dalam memeliharanya mencederakan hukum dharuri. Karena itu boleh kita

membuka aurat untuk keperluan berobat. Menutup aurat merupakan urusan yang

mengindahkan, sedangkan berobat suatu urusan dharuri. Boleh kita makan najis

untuk obat dan dalam keadaan terpaksa. Tidak boleh makan (memegang) najis adalah

urusan yang mengindahkan sedangkan menolak kemudharatan adalah urusan

dharuri13

Wajib kita mengerjakan segala yang wajib walaupun menimbulkan sedikit

kesukaran, karena wajib kita termasuk golongan dharuri. Sedangkan urusan menolak

kesukaran dan kepicikan merupakan urusan tahsini yang mengindhkan. Karena itu

tidaklah dipelihara urusan yang mengindahkan, mendatangkan kesewenangan, 13Satria Efendi, M. Zein. Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008) hlm 19

Page 21: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

20

apabila merusak dharuri. Segala hukum dharuri ridak boleh dicederakan, terkecuali

kalau suatu dharuri yang lebih penting dari padanya. Atas dasar inilah kita diwajibkan

berjihad untuk memeliharanya sebab memelihara agama adalah lebih penting dari

pada memelihara jiwa. Meminum arak dibolehkan, terhadap orang yang dipaksa atau

karena terpaksa, karena memelihara jiwa lebih penting dari pada memelihara akal.

Apabila perlu untuk memelihara jiwa, kita boleh membinasakan harta orang karena

memelihara jiwa lebih penting dari pada memelihara harta.

Page 22: HUKUM ISLAM, TOKOH DAN TEORINYAmjays.weebly.com/uploads/6/4/7/3/6473144/hayatul_kirom... · Web viewHukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak dapat dipungkiri memiliki

21

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syafi Ma’arif, Peta Bumi intelektuat Islam Indonesia, Bandung: Mizan, 1993

Amir Muallim-Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi. Yogyakarta; Titian Ilahi Press. Cet. I, 1997

Djazuli, Fiqh Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syari’ah, Jakarta : Pustaka Media, 2003

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982

Khairul Uman, Achyar Amitudin, Ushul Fiqh II, Bandung : CV Pustaka Setia, 1998

Nurcholish Madjid, Khazanah lntelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984

Satria Efendi, M. Zein. Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008

Sofi Hasan Abu Thalib, Tatbiq al-Syari’’ah Al-Islamiyah Fi Bilad Al-Arabiyah. Kairo ; Dar al-Nahdah Al-arabiyah, Cet. III1990

Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan modernitas, studi atas pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung: Mizan, 1989