hukum beternak babi

download hukum beternak babi

of 3

Transcript of hukum beternak babi

Nama : Nuryanto NPM : 200110100274

Banyak hikmah mengapa Allah SWT mengharamkan babi. Firmanya " kamu diharamkan ( makan) bangkai, darah, daging babi, daging haiwan) yang disembelih selain dari nama Allah. ( AlMaidah) Nas tersebut bukan saja mengharamkan makan babi, tetapi juga berternak dan memperdagangkannya. Artinya segala perbuatan yang berkaitan dengan babi, mulai dari berternak, mengembang biaknya, memperdagangkannya dan sebagainya adalah haram. Di masa pemerintahan Umar bin Kahatab (r.a) beliau pernah mengirim surat kepada para Gubernurnya antara lain: Jangan ada seeskor babi yang berdekatan dengan kamu, jangan ada orang-orang Nasrani di kalangam kamu yang menegakkan salib-salibnya, dan jangan menghadiri jamuan makan di dalamnya ada orang minum arak . Berlatihlah ketangkasan berkuda dan berlajarlah memanah. Semua yang diperintahkan oleh Kahlifah Umar itu disepakati oleh para sahabat. Mereka sebulat suara mengharamkan penternakan babi, dan tidak membolehkan seseorang Muslim atau Dzimmi memelihara babi di Negara Islam. Bahkan Khalifah Umar memerintahkan membunuh babi di mana saja ditemukan- digurun sahara, di dalam perkampungan Muslim maupun perkampungan dzimmi. Pada masa itu khalifah Umar telah mengadakan perjanjian dengan penduduk Al-Jazirah (kaum nasrani di Syam) bahawa mereka tidak akan memelihara babi di perkampungan kaum Muslimin dan tidak memperjual belikan arak. Perjanjian tersebut berarti kaum kafir tidak boleh memelihara babi di negara Muslim, atau di dalam kawasan penduduk Muslim. Ibnu Abbas berpendapat bahawa orang-orang kafir dilarang memelihara dan memperjualbelikan babi. Sebuah riwayat yang berasal dari ibnu Abbas menjelaskan, ketika ia ditanya orang ajam ( bukan Arab dan bukan Muslim), apakah mereka boleh membangunkan biara dan gereja di kawasan kaum Muslimin?. Ibnu Abbas menjawab Di kawasan yang dibangun oleh orang-orang Arab (Islam) mereka (yakni orang-orang ahli kitab) tidak dibolehkan membangun biara atau gereja, tidak boleh memukul genta, tidak boleh memperlihatkan arak dan tidak boleh memelihara babi ". Ibnu Abbas berpendapat orang-orang kafir yang tinggal di kawasan kaum Muslimin dilarang memelihara babi. Pendapat Ibnu Abbas ini sesuai dengan keputusan Khalifah Umar. sejak saat itu semua sahabat Nabi sepakat mengenai larangan bagi orang kafir memelihara babi di Negara Muslim. Langkah tersebut kemudian menjadi ketentuan hukum yang mereka tetapkan atas dasar "ijma" (kesepakatan sahabat) . Mereka tidak akan sepakat atas suatu hukum kecuali setelah mereka mengetahui adanya dalil syari'iy yang berasal dari ucapan, perbuatan atau keputusan Rasululullah SAW yang mereka jadikan isnad (sandaran). Dengan itu kesepakatan para sahabat menjadi dalil syari'iy sebab bersumber pada suatu dalil, bukan semata-mata menurut pendapat mereka. Jelas bahwa memelihara babi diharamkan bagi kaum Muslimin, Nasarani, yahudi, musyirikin maupun ateis, yang masuk dan menetap di dalam negara ummat Islam.

Lemak Babi Jabir (r.a) mendengar Rasululullah SAW bersabda " Allah mengharamkan penjualan ( dan pembelian) arak, bangkai dan babi". Seorang sahabat bertanya " Ya Rasululullah, bagaimanakah lemak babi?. Lemak babi dapat digunakan untuk mengecat perahu, menghaluskan kulit dan sebagai alat penerang( pelita)?. Nabi menjawab " Tidak, ia tetap haram", kemudian baginda melanjutkan, "Allah mengutuk orang-orang Yahudi. Allah mengharamkan mereka makan lemak babi, tetapi mereka mengumpulkanya lalu menjualnya dan makan harganya(hasilnya). Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan). Ibnu Abbas meriwayatkan bahawasanya Rasulululah SAW bersabda " Allah mengutuk orang-orang Yahudi, mereka diharamkan makan lemak babi, tetapi mereka menjualnya dan makan harganya. Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan suatu kaum makan sesuatu, maka diharamkan juga makan harganya(hasilnya). ( Ahmad bin Hambal dan Abu Daud) Berdasarkan Hadis tersebut Imam Syaukani memfatwakan " Sesuatu yang diharamkan Allah bagi hamba-hambanya, maka sesuatu itu diharamkan penjualanya dan diharamkan harganya" ( Nailul Authar. jilid V, hal. 162) Ketentuan hukum tersebut tidak khusus hanya berlaku bagi seorang Muslim, tetapi berlaku juga bagi kafir dzimmi yang tinggal di Negara Muslim, kerana menyatakan perjanjian pembayaran jizyah. Ia telah menyatakan tunduk kepada hukum Islam. Apabila ia menjual atau memperdagangkan babi maka gugurlah haknya untuk mendapat perlindungan dari pemerintah Islam. Rasulululah SAW pernah mengutus surat kepada kaum Nasarani di Najran " Barangsiapa di antara kamu yang melepas wang riba, tidak ada lagi dzimmah baginya ( yakni gugurlah haknya untuk mendapat perlindungan). Nailul Authar, jilid 8. hal. 66-67) Babi diqiyaskan dengan riba karana penerapan hukum Islam berlaku juga bagi orang-orang dzimmi. Orang-orang Muslim diharamkan menjual babi, maka orang dzimmi pun dilarang( diharamkan) menternak babi, menjualnya atau mengimpornya selama mereka berada di dalam kawasan Muslim. Arak dan babi bukanlah harta kekayaan bagi Kaum Muslimin, meskipun orang lain memandangnya sebagai harta kekayaan. Kaum dzimmi yang tinggal di negara ummat Islam terikat dan wajib tunduk kepada hukum Islam. Meskipun mereka menghalalkan minum arak dan makan babi, tetapi negara tempat mereka hidup (Negara Islam) melarang mereka berdagang arak dan babi kerana perdagangan dua macam komoditi tersebut memberi laluan atau memudahkan kaum Muslimin mendapatkanya untuk diminum dan dimakan. Sebuah riwayat berasal dari Abu Amr As-Syaibaniy mengatakan pada suatu hari Khalifah Umar mendengar seorang dari Sawad( Iraq) menjadi kaya disebakan berdagang arak. Kepada pengusaha tempatan, Umar mengutus surat " Hancurlkan apa sahaja yang dapat kamu hancurkan(yakni) hancurkanlah tempat penyimpanan dan wadah-wadah arak miliknya" dan lepaskan semua ternak kepunyaanya. jangan ada seorang pun melindunginya'. Abu Umamah meriwayatkan bahwa khalifah Umar pernah berkata " Berlatihlah ketangkasan berkuda, berhati-hatilah jangan kamu berakhlak orang-orang ajam ( yakni orang-orang bukan Muslim, mendekati babi atau menegakkan salib di antara orang-orang Muslim".

Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan bahawa Khalifah Umar pernah menulis surat kepada para Gubernur, memerintahkan mereka supaya membunuh babi. Kesemua nas tersebut menunjukkan bahawa penternakan dan perniagaan babi di negara-negara Islam yang dilakukan oleh kaum Muslimin mahupun orang kafir adalah haram, kecuali pembelian babi oleh orang kafir untuk konsumsi dan keperluan mereka sendiri.

[Masalah Dan Pengetahuan Umum] [Luqman Hakim Islamic Page] [Islamic Resoruces]