Hukum Aqiqah

3
Hukum Aqiqah Aqiqah adalah sembelihan hewan kurban untuk anak yang baru lahir dan dilakukan pada hari ketujuh kelahirannya. Hukum pelaksanaan aqiqah ini adalah sunnah muakkadah, sebagaimana diriwayatkan dari Samurah bahwa Nabi saw bersabda,”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya.” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan dan dishohihkan oleh Tirmidzi) Waktu pelaksanaan aqiqah ini adalah pada hari ketujuh dari hari kelahirannya namun jika ia tidak memiliki kesanggupan untuk menagqiqahkannya pada hari itu maka ia diperbolehkan mengaqiqahkannya pada hari keempat belas, dua puluh satu atau pada saat kapan pun ia memiliki kelapangan rezeki untuk itu, sebagaimana makna dari pendapat para ulama madzhab Syafi’i dan Hambali bahwa sembelihan untuk aqiqah bisa dilakukan sebelum atau setelah hari ketujuh. Adapun yang bertanggung jawab melakukan aqiqah ini adalah ayah dari bayi yang terlahir namun para ulama berbeda pendapat apabila yang melakukannya adalah selain ayahnya : 1. Para ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa sunnah ini dibebankan kepada orang yang menanggung nafkahnya. 2. Para ulama Madzhab Hambali dan Maliki berpendapat bahwa tidak diperkenankan seseorang mengaqiqahkan kecuali ayahnya dan tidak dieperbolehkan seorang yang dilahirkan mengaqiqahkan dirinya sendiri walaupun dia sudah besar dikarenakan menurut syariat bahwa aqiqah ini adalah kewajiban ayah dan tidak bisa dilakukan oleh selainnya. 3. Sekelompok ulama Madzhab Hambali berpendapat bahwa seseorang diperbolehkan mengaqiqahkan dirinya sendiri sebagai suatu yang disunnahkan. Aqiqah tidak mesti dilakukan saat masih kecil dan seorang ayah boleh mengaqiqahkan anak yang terlahir walaupun anak itu sudah baligh karena tidak ada batas waktu maksimalnya.(al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2748) Aqiqah atau Kurban

description

cdsadasdadsa

Transcript of Hukum Aqiqah

Page 1: Hukum Aqiqah

Hukum AqiqahAqiqah adalah sembelihan hewan kurban untuk anak yang baru lahir dan dilakukan pada hari

ketujuh kelahirannya. Hukum pelaksanaan aqiqah ini adalah sunnah muakkadah, sebagaimana

diriwayatkan dari Samurah bahwa Nabi saw bersabda,”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara

dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan

nama untuknya.” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan dan dishohihkan oleh

Tirmidzi)

Waktu pelaksanaan aqiqah ini adalah pada hari ketujuh dari hari kelahirannya namun jika ia tidak

memiliki kesanggupan untuk menagqiqahkannya pada hari itu maka ia diperbolehkan

mengaqiqahkannya pada hari keempat belas, dua puluh satu atau pada saat kapan pun ia memiliki

kelapangan rezeki untuk itu, sebagaimana makna dari pendapat para ulama madzhab Syafi’i dan

Hambali bahwa sembelihan untuk aqiqah bisa dilakukan sebelum atau setelah hari ketujuh.

Adapun yang bertanggung jawab melakukan aqiqah ini adalah ayah dari bayi yang terlahir namun

para ulama berbeda pendapat apabila yang melakukannya adalah selain ayahnya :

1. Para ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa sunnah ini dibebankan kepada orang yang

menanggung nafkahnya.

2. Para ulama Madzhab Hambali dan Maliki berpendapat bahwa tidak diperkenankan seseorang

mengaqiqahkan kecuali ayahnya dan tidak dieperbolehkan seorang yang dilahirkan

mengaqiqahkan dirinya sendiri walaupun dia sudah besar dikarenakan menurut syariat bahwa

aqiqah ini adalah kewajiban ayah dan tidak bisa dilakukan oleh selainnya.

3. Sekelompok ulama Madzhab Hambali berpendapat bahwa seseorang diperbolehkan

mengaqiqahkan dirinya sendiri sebagai suatu yang disunnahkan. Aqiqah tidak mesti dilakukan

saat masih kecil dan seorang ayah boleh mengaqiqahkan anak yang terlahir walaupun anak itu

sudah baligh karena tidak ada batas waktu maksimalnya.(al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV

hal 2748)

Aqiqah atau Kurban

Dari keterangan diatas bisa disimpulkan bahwa aqiqah tidak mesti dilakukan pada hari ketujuh

dan itu semua diserahkan kepada kemampuan dan kelapangan rezeki orang tuanya, bahkan ia bisa

dilakukan pada saat anak itu sudah besar / baligh.

Orang yang paling bertanggung jawab melakukan aqiqah adalah ayah dari bayi terlahir pada

waktu kapan pun ia memiliki kesanggupan. Namun jika dikarenakan si ayah memiliki halangan

untuk mengadakannya maka si anak bisa menggantikan posisinya yaitu mengaqiqahkan dirinya

sendiri, meskipun perkara ini tidak menjadi kesepakatan dari para ulama.

Page 2: Hukum Aqiqah

Dari dua hal tersebut diatas maka ketika seseorang dihadapkan oleh dua pilihan dengan

keterbatasan dana yang dimilikinya antara kurban atau aqiqah maka kurban lebih diutamakan

baginya, dikarenakan hal berikut :

1. Perintah berkurban ini ditujukan kepada setiap orang yang mukallaf dan memiliki kesanggupan

berbeda dengan perintah aqiqah yang pada asalnya ia ditujukan kepada ayah dari bayi yang

terlahir.

2. Meskipun ada pendapat yang memperbolehkan seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri

namun perkara ini bukanlah yang disepakati oleh para ulama.

Dalil mereka yang memperbolehkan seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri adalah apa yang

diriwayatkan dari Anas dan dikeluarkan oleh al Baihaqi, “Bahwa Nabi saw mengaqiqahkan

dirinya sendiri setelah beliau diutus menjadi Rasul.” Kalau saja hadits ini shohih, akan tetapi dia

mengatakan,”Sesungguhnya hadits ini munkar dan didalamnya ada Abdullah bin Muharror dan ia

termasuk orang lemah sekali sebagaimana disebutkan oleh al Hafizh. Kemudian Abdur Rozaq

berkata,”Sesungguhnya mereka telah membicarakan dalam masalah ini dikarenakan hadits ini.”

(Nailul Author juz VIII hal 161 – 162, Maktabah Syamilah)

Berdasarkan hal ini, yang terbaik adalah seseorang melaksanakan kedua sunah tersebut bersamaan. Karena keduanya dianjurkan untuk dilaksanakan. Jika tidak mampu melakukan keduanya dan waktu akikah berbeda di selain hari kurban, maka hendaknya mendahulukan yang lebih awal waktu pelaksanaannya. Akan tetapi jika akikahnya bertepatan dengan hari raya kurban, dan tidak mampu untuk menyembelih dua ekor kambing untuk akikah dan satunya untuk kurban, pendapat yang lebih kuat, sebaiknya mengambil pendapat ulama yang membolehkan menggabungkan akikah dan kurban. Allahu a’lam