Hukum Acara Perdata

211

Click here to load reader

description

 

Transcript of Hukum Acara Perdata

Page 1: Hukum Acara Perdata
Page 2: Hukum Acara Perdata

I. PENDAHULUAN 1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara

Perdata2. Sumber-sumber Hukum Acara Perdata3. Asas-asas Hukum Acara Perdata

Page 3: Hukum Acara Perdata

II. KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA1. Kekuasaan Kehakiman yang Mandiri2. Badan Peradilan Negara3. Lingkungan Lembaga Peradilan4. Kompetensi Lembaga Peradilan

Page 4: Hukum Acara Perdata

III.TATA CARA PENGAJUAN TUNTUTAN HAK1. Pengertian Tuntutan Hak Keperdataan2. Pihak-pihak dalam Perkara Perdata3. Tata Cara Pengajuan Gugatan4. Penggabungan Tuntutan Hak5. Upaya-upaya Menjamin Hak

Page 5: Hukum Acara Perdata

IV.PROSES PEMERIKSAAN PERKARA DI SIDANG PENGADILAN

1. Pencabutan dan Perubahan Gugatan2. Putusan Gugur,Verstek dan Putusan

Damai3. Jawaban Tergugat4. Proses Pembuktian dan Macam-macam

Alat Bukti

Page 6: Hukum Acara Perdata

V. PUTUSAN HAKIM DAN PELAKSANAANNYA 1. Pengertian Putusan dan Macam-macam

Putusan2. Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim3. Syarat-syarat Pelaksanaan Putusan Hakim4. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Hakim

Page 7: Hukum Acara Perdata

1.1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata Hukum Acara Perdata ------- adalah Peraturan

Hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim(Mertokusumo,1998:2)

Page 8: Hukum Acara Perdata

Pengertian dan Fungsi Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata-------- adalah

seperangkat norma hukum yang mengatur bagaimana caranya menegakkan hukum perdata material,khususnya dalam hal terjadi pelanggaran hak atas subyek hukum tertentu oleh subyek hukum yang lain melalui perantaraan hakim untuk mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri

Page 9: Hukum Acara Perdata

Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata Hukum Acara Perdata ---------- secara kongkrit

hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,memeriksa dan memutusnya serta pelaksanaan daripada putusannya (Mertokusumo,1998:2)

Page 10: Hukum Acara Perdata

1.2. Sumber-sumber Hukum Acara Perdata Sumber Hukum material yaitu sumber

hukum dalam arti bahan diciptakannya atau disusun suatu norma hukum.

Sumber Hukum Formal yaitu sumber hukum dalam arti dapat ditemukannya atau dapat digalinya satu norma hukum sebagai satu dasar yuridis suatu peristiwa hukum atau suatu hubungan hukum tertentu.

Page 11: Hukum Acara Perdata

Sumber Hukum MaterialSumber dalam arti sumber filosofis;

Sumber dalam arti sumber sosiologis;

Sumber dalam arti sumber historis;

Sumber dalam arti sumber yuridis.

Page 12: Hukum Acara Perdata

Sumber Hukum Formal Sumber Hukum Tertulis

HIR,RBg,RVUndang-undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman UU No.3 Tahun 2009 dan UU No.5 Tahun 2004 Perubahan

atas Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

UU No. 49 Tahun 2009 danUU No.8 Tahun 2004 Perubahan atas undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum

UU No 50 Tahun 2009 dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang AdvokatUndang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan

pelaksana lainnya dalam bidang peradilan

Page 13: Hukum Acara Perdata

Sumber Hukum Formal Sumber Hukum Tidak Tertulis

Yurisprudensi Doktrin dan ilmu Pengetahuan

Page 14: Hukum Acara Perdata

1.3. Asas-Asas Hukum Acara perdata Asas Hukum adalah dasar-dasar filosofis

yang menjadi dasar(ratio legis) norma hukum yang mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis yang menjadi jembatan antara peraturan-peraturan hukum dan cita-cita social serta pandangan etis masyarakat.

Page 15: Hukum Acara Perdata

Asas Hakim Bersifat Menunggu Adalah asas yang menyatakan ada tidaknya

perkara di muka hakim tergantung inisiatif dari para pihak sendiri yang berkepentingan, Hakim lebih bersifat menunggu sampai perkara diajukan di hadapannya.

Page 16: Hukum Acara Perdata

Ius Curia Novit Pengadilan atau hakim tidak boleh menolak

untuk menerima,memeriksa ,mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan,sekalipun dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya ( Pasal 10 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 )----- Hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit).

Page 17: Hukum Acara Perdata

Hukum Tidak Ada / Kurang Jelas Dalam hal hukumnya tidak ada atau

kurang jelas hakim wajib menggali,mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ( Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009)

Penafsiran HukumYurisprudensiDoktrin dan ilmu pengetahuanKebiasaan dalam Praktek Peradilan

Page 18: Hukum Acara Perdata

Asas Hakim Bersifat Pasif Dalam memeriksa perkara hakim tidak

ikut menentukan luas pokok perkara,luas pokok perkara ditentukan sendiri oleh para pihak,apa yang diinginkan untuk diperiksa,diadili dan diputuskan oleh hakim menjadi hak sepenuhnya dari para pihak. Pengadilan atau hakim hanya mempunyai tugas untuk membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana,cepat dan biaya ringan ( Pasal 4 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009)

Page 19: Hukum Acara Perdata

Hakim Wajib Memeriksa dan Mengadili Hakim Wajib memeriksa dan mengadili

seluruh gugatan dan hakim dilarang untuk menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut, dalam hal hakim memutuskan melampaui batas kewenangannya maka putusannya dapat dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi, putusan dapat dimintakan banding,kasasi maupun peninjauan kembali.

Page 20: Hukum Acara Perdata

Asas Sidang Terbuka Untuk Umum Sidang pemeriksaan pengadilan adalah

terbuka untuk umum,kecuali Undang-undang menentukan lain ( Pasal 13 ayat (1) UU No.48 Tahun2009) , sidang pengadilan dapat dihadiri,didengar dan dilihat oleh siapapun kecuali oleh orang-orang yang memang dilarang oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini berakibat putusan hakim menjadi batal demi hukum ( Pasal 13 ayat (3) UU No.48 Tahun 2009 )

Page 21: Hukum Acara Perdata

Tujuan Sidang Terbuka Untuk Umum Untuk menjamin terlaksananya sistem

peradilan yang obyektif,adil dan fair serta memungkinkan adanya control social dari masyarakat.

Page 22: Hukum Acara Perdata

Pengecualian Asas Sidang Terbuka Untuk Umum sidang dapat dilakukan secara tertutup

dalam hal: menyangkut perkara anak-anak,perkara kesusilaan,perkara yang berkaitan dengan ketertiban umum dan rahasia negara,perkara perkawinan dan perceraian.

Page 23: Hukum Acara Perdata

Asas Mendengar Kedua Belah Pihak ( audi et alteram partem ) Kedua belah pihak yang bersengketa ,baik

penggugat maupun tergugat harus didengar keterangannya secara sama dan adil,hakim tidak boleh memihak dan berat sebelah dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus obyektif,adil dan fair dalam memperlakukan para pihak yang bersengketa“ Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang ( Pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009).

Page 24: Hukum Acara Perdata

Asas Putusan hakim Harus Disertai Alasan-alasan“ Segala putusan Pengadilan selain harus

memuat alasan dan dasar putusan tersebut,memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili ( Pasal 50 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 )”

Page 25: Hukum Acara Perdata

Dasar Alasan Putusan hakimAlasan Berdasarkan Fakta-faktanya

Alasan Berdarkan Hukumnya

Dasar alasan Putusan Hakim menjadi ukuran atau parameter adil,obyektrif,fair tidaknya suatu putusan hakim. Putusan Hakim Harus dapat dipertanggungjawabkan pada para pihak,masyarakat,hakim yang lebih tinggi dan pada dunia ilmu pengetahuan.

Page 26: Hukum Acara Perdata

Asas beracara dikenakan biaya Berperkara di pengadilan tentu diperlukan biaya.

Asasnya biaya ringan,sehingga dapat ditanggung oleh masyarakat.

Biaya perkara meliputi,biaya kepaniteraan,biaya pemanggilan para pihak maupun para saksi,biaya meterai dan sebagainya.

Persekot biaya perkara untuk pertama kalinya dibayarkan oleh pihak penggugat bersama-sama pada waktu mengajukan gugatannya, sedangkan siapa yang harus menangung beban biaya perkara pada prinsipnya adalah para pihak sendiri, dalam praktek beban biaya perkara ditentukan oleh hasil dari putusan pengadilan.

Page 27: Hukum Acara Perdata

Biaya PerkaraDalam hal tuntutan dikabulkan biaya

perkara dibenankan pada pihak tergugatDalam hal tuntutan tidak dikabulkan biaya

perkara ditanggung oleh penggugatDalam hal ada putusan damai,biaya

perkara ditentukan sendiri oleh penggugat dan tergugat dalam perdamaiannya.

Page 28: Hukum Acara Perdata

Perkara Prodeo Bagi pihak-pihak yang tidak mampu dapat

mengajukan permohonan agar perkaranya diperiksa secara Cuma-Cuma (prodeo ) dengan disertai surat keterangan tidak mampu dari pemerintah setempat, biaya perkara ditanggung oleh negara ( Pasal 56 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 )

Page 29: Hukum Acara Perdata

Asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan Pada rinsipnya dalam perkara perdata para

pihak dapat beracara sendiri di muka pengadilan tanpa harus mewakilkan pada seorang wakil atau kuasa hukum,tetapi para pihak dapat juga mewakilkan atau menguasakan pada orang lain untuk beracara di muka pengadilan sebagai kuasa hukumnya.

Page 30: Hukum Acara Perdata

Bantuan HukumSetiap orang yang tersangkut perkara berhak

memperoleh bantuan hukum ( Pasal 56 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 )

Page 31: Hukum Acara Perdata

Wakil /Kuasa berdasarkan undang-undang (wettelijke vertegenwoodig atau legal mandatory )

undang-undanglah yang telah menetapkan seseorang atau badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak sebagai wakil dari orang atau badan tanpa memerlukan surat kuasa.

Contoh : Wali terhadap anak di bawah perwaliannyaOrang tua terhadap anak-anaknya yang belum dewasakurator terhadap orang-orang yang ada di bawah

kuratelenyaBHP,Orang atau Badan yang ditunjuk sebagi curator

dalam kepailitan.

Page 32: Hukum Acara Perdata

Wakil atau kuasa berdasarkan perjanjian Wakil atau kuasa berdasarkan adanya

perjanjian pemberian kuasa untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu ,misalnya kuasa khusus untuk mengajukan gugatan ke pengadilan negeri antara seorang penggugat dengan pengacaranya.

Page 33: Hukum Acara Perdata

Acara Kepailitan Dalam acara khusus permohonan

pernyataan pailit ,ketentuan asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan menjadi tidak berlaku dengan adanya ketentuan bahwa setiap permohonan yang berkaitan dengan kepailitan harus diajukan oleh seorang kuasa(Advokat) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No37 Tahun 2004 tentang kepailitan.

Page 34: Hukum Acara Perdata

. Asas obyektifitas Hakim dalam

menerima,memeriksa,mengadili dan memutuskan setiap perkara harus berlaku adil,obyektif dan fair tidak boleh memihak pada salah satu pihak kedua belah pihak harus diperlakukan secara imbang.

Page 35: Hukum Acara Perdata

jaminan penerapan asas obyektifitas Sebagai jaminan penerapan asas obyektifitas ada

beberapa asas yang terkait dan saling mendukung,misalnya adanya asas sidang terbuka untuk umum,asas mendengar kedua belah pihak,asas putusan disertai alasan-alasan,asas hakim majelis dan lain sebaginya,di samping itu untuk lebih menjamin asas obyektifitas pada para pihak diberikan adanya “hak ingkar (recusatie atau hak wraking)”

“Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang akan mengadili perkaranya ( Pasal 17 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 ) “

Page 36: Hukum Acara Perdata

Hak Ingkar adalah hak seorang yang diadili untuk

mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya (Pasal 17 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009)

Page 37: Hukum Acara Perdata

Dasar Alasan Hak Ingkar Dasar alasan pengajuan hak ingkar ( Pasal 17 ayat (3,4,5)

UU No.48 Tahun 2009, Pasal 374 ayat (1) HIR) :

Apabila seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga,atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai,dengan ketua,salah seorang hakim anggota,jaksa,advokat,atau panitera;

apabila ketua majelis,hakim anggota,jaksa,atau panitera terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat;

apabila hakim atau panitera mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.

Page 38: Hukum Acara Perdata

Hak IngkarBerdasarkan alasan yang sama seorang

hakim atau panitera wajib untuk mengundurkan diri baik atas keinginan sendiri maupun atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan.

Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap alasan pada ayat (5) maka putusan hakim menjadi tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administrative atau pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( Pasal 17 ayat (6) UU No.48 Tahun 2009 ).

Page 39: Hukum Acara Perdata

. Asas sistem majelis “Semua pengadilan memeriksa,mengadili dan

memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 11 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009) “

Page 40: Hukum Acara Perdata

1. Asas Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ( Pasal 2 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009)

Setiap putusan pengadilan dalam kepala putusannya harus mencantumkan klausula Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,klausula ini merupakan klausula eksekutorial. Tidak dipenuhinya asas ini dalam putusan,berakibat putusan tidak dapat dilaksanakan dan putusan menjadi batal demi hukum

Page 41: Hukum Acara Perdata

Asas peradilan yang sederhana,cepat dan biaya ringan( Pasal 2 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009 )Sederhana dalam pengertian bahwa peradilan

dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak formalistis,tidak memerlukan birokrasi yang sulit serta acaranya mudah difahami oleh masyarakat;

Cepat,dalam pengertian bahwa proses peradilan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu yang penyelesaiannya dapat diukur secara pasti dan jelas dalam waktu berapa lama suatu perkara dapat diselesaikan oleh hakim pada semua tingkat;

Biaya ringan,proses peradilan tentu memerlukan biaya,hanya saja tentunya biaya yang dibebankan selaras dan sebanding dengan perkara yang diajukan dan dapat ditanggung oleh masyarakat.

Page 42: Hukum Acara Perdata

II. KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

Page 43: Hukum Acara Perdata

Kekuasaan Kehakiman Yang Mandirimandiri dalam tugas yudisialmandiri dalam bidang administrasimandiri dalam bidang organisasi mandiri dalam bidang financial

Page 44: Hukum Acara Perdata

Kekuasaan kehakiman Yang Merdeka“ Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan

negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia ( Pasal 1 butir 1 UU No. 48 Tahun 2009 ) “

Page 45: Hukum Acara Perdata

Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka“ Kekuasaan kehakiman yang merdeka

mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (Penjelasan Pasal 1 UU No.4 / 2004 )”

“ Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila,sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia (penjelasan Pasal 1 UU No.4 Tahun 2004 ) “

Page 46: Hukum Acara Perdata

Kemandirian PeradilanDalam menjalankan tugas dan fungsinya

hakim dan hakim konstitusional wajib menjaga kemandirian peradilan

Bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan, baik fisik maupun psikis

Page 47: Hukum Acara Perdata

Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka “ Segala campur tangan dalam urusan

peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 ( Pasal 3 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 )

Page 48: Hukum Acara Perdata

Kebebasan Wewenang YudisialBersiafat tidak Mutlak dan Dibatasi Oleh :

Nilai-nilai Norma Hukum;

Nilai-nilai Keadilan;

Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945

Page 49: Hukum Acara Perdata

2. Badan Peradilan Negara dan Lingkungan Peradilan“ Semua peradilan di seluruh wilayah negara

Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan Undang-undang{ Pasal 2 ayat (3) UU No.48 Tahun 2009}”

Page 50: Hukum Acara Perdata

Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman “ Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman…..

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan militer,lingkungan peradilan tata usaha negara,dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No 4 Tahun 2004,Pasal 18 UU No.48 tahun 2009) “

Page 51: Hukum Acara Perdata

Organisasi,administrasi,dan financial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang

berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah agung ( Pasal 21 ayat ( 1 ) UU No. 48 tahun 2009)

Mahkamah Konstitusi berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi ( Pasa 29 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009)

Page 52: Hukum Acara Perdata

Skema Kekuasaan Kehakiman

MAHKAMAHAGUNG

PENGADILANTINGGI MAHMILTI PT TUN

PENGADILANTINGGI AGAMA

MAHKAMAHKONSTITUSI

PENGADILANNEGERI MAHMIL PTUN

PENGADILANAGAMAI

Umum Agama Militer Tata Usaha Negara

Page 53: Hukum Acara Perdata

Pengadilan Khusus “ Pengadilan Khusus hanya dapat di bentuk

dalam salah satu lingkungan peradilan sebagimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-undang (Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 )

“ Pengadilan khusus,antara lain,adalah pengadilan anak,pengadilan niaga,pengadilan hak asasi manusia,pengadilan tindak pidana korupsi,pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan umum dan perdilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara ( penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 / 2004

Page 54: Hukum Acara Perdata

Peradilan syariah Islam “ Peradilan syariah Islam di Propinsi

Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangnan peradilan agama dan merupakan penagdilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan pengadilan umum (Pasal 15 ayat (2) UU No.4 / 2004 )

Page 55: Hukum Acara Perdata

Pengadilan syariah Islam Terdiri atas Mahkamah Syariah untuk tingkat

pertama dan Mahkamah syariah Propinsi untuk tingkat banding……… ( Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 ) “

Page 56: Hukum Acara Perdata

2.4. Kompetensi Lembaga Peradilan

Page 57: Hukum Acara Perdata

Kompetensi / kewenangan absulut Adalah merupakan Kewenangan lembaga peradilan dalam

menerima, memeriksa dan mengadili serta memutus suatu perkara tertentu berdasarkan atribusi kekuasaan kehakiman yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain,baik dalam lingkungan badan peradilan yang sama,maupun dalam lingkungan peradilan yang berbeda.

Kopetensi absulut terkait dengan pertanyaan peradilan apakah yang mempunyai kopetensi atau kewenangan untuk memeriksa suatu jenis perkara tertentu. Apakah peradilan umum,peradilan agama,atau peradilan lainnya

Page 58: Hukum Acara Perdata

Kopetensi Absolut Lingkungan Peradilan Umum

Page 59: Hukum Acara Perdata

Kompetensi Absolut Pengadilan Negeri Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus

semua perkara atau sengketa keperdataan pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No. 8 /2004)

Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )

Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus pada tingkat pertama perkara koneksitas.

Page 60: Hukum Acara Perdata

Perkara Koneksitas Tindak pidana yang dilakukan bersama-

sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer,diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer “ ( Pasal 24 UU No. 4 / 2004

Page 61: Hukum Acara Perdata

Kompetensi Absulut Pengadilan Tinggi Menerima,memeriksa,mengadili dan memutuskan

perkara/sengketa perdata pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No.2 /1986 Jo UU No 8 /2004 )

Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No. 2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )

Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri di daerah hukumnya(menyangkut kopetensi relatif---- Pasal 51 Ayat (2) UU No. 2 / 1986 Jo UU No.8 /2004 )

Menerima,memeriksa dan mengadili serta memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara /sengketa perdata secara prorogasi (Pasal 3 ayat (1),(2) UU Dar. 1 /1951 ,Pasal 128 (2) RO dan Pasal 85 RBg

Page 62: Hukum Acara Perdata

Kompetensi Absulut Mahkamah Agung mengadili pada tingkat kasasi terhadap

putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkubngan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung ( Pasal 11 ayat ( 2 ) huruf a UU No.4 /2004 )

menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang ( Pasal 11 ayat ( 2) huruf b UU No. 4 / 2004 )

Page 63: Hukum Acara Perdata

memeriksa,mengadili dan memutus sengketa wewenang mengadili : a. antara pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang lain, b. antara dua pengadilan yang ada dalam derah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dari lingkungan peradilan yang sama dan c. antara dua pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan yang sama atau antara lingkungan peradilan yang berlainan ( Pasal 33 ayat (1) UU No. 14 / 1985 )

Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI diputus oleh MA dalam tingkat pertama dan terakhir ( Pasal 33 ayat (2) UU No. 14 / 1985

Permohonan peninjauan kembali atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap ( Pasal 34 UU No.14 / 1985 ).

Page 64: Hukum Acara Perdata

Kopetensi absulut Mahkamah Konstitusi Mahkamah konstitusi berwenang

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (Pasal 12 ayat (1) UU No.4 /2004 )

menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ;

Page 65: Hukum Acara Perdata

memutus pembubaran partai politik;memutus perselisihan tentang hasil pemilihan

umum.Wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan

Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan /atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela,dan /atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau wakil Presiden Pasal 12 ayat ( 2 ) UU No. 4 / 2004 ).

Page 66: Hukum Acara Perdata

Kompetensi Relatif Adalah kewenangan lembaga peradilan

dalam menerima,memeriksa,mengadili dan memutus suatu perkara tertentu berdasarkan wilayah hukum suatu pengadilan berdasar distribusi kekuasaan kehakiman. Kompetensi relative menyangkut pertanyaan ke pengadilan negeri manakah suatu perkara harus diajukan ?

Page 67: Hukum Acara Perdata

Kompetensi Relative Ditemukan Pengaturannya dalam Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBg :

Sebagai asas ditentukan bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat yang wenang untuk memeriksa gugatan atau tuntutan hak,asas ini disebut asas actor sequitur forum rei ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg )

Apabila tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenal atau tergugat tidak dikenal,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri di tempat tergugat sebenarnya tinggal ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg )

Page 68: Hukum Acara Perdata

Dalam hal ada domisili pilihan maka gugatan di ajukan kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau domisili pilihan tersebut ( Pasal 118 ayat (4) HIR,142 ayat (4) RBg) ------ domisili /tempat tinggal pilihan harus dibuat dengan akta oleh para pihak (Pasal 24 BW)

Dalam hal pihak tergugatnya lebih dari seorang dan tempat tinggalnya tidak dalam satu wilayah hukum pengadilan negeri ,maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat salah satu tergugat bertempat tinggal. Penggugat dapat memilih salah satu pengadilan di wilayah hukum para tergugat bertempat tinggal (Pasal 118 ayat (2) HIR,Pasal 142 ayat (3) RBg )

Page 69: Hukum Acara Perdata

Dalam hal tergugatnya terdiri orang-orang yang berhutang (debitur) dan penanggung,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri yang meliputi wilayah hukum tempat tinggal si berhutang atau debitur (Pasal 118 ayat (2) HIR,142 ayat(2) RBg )

Dalam hal obyek gugatan adalah benda tetap maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi letak benda tetap tersebut -------- asas forum rei sitae ( Pasal 118 ayat (3) HIR,Pasal 142 ayat (5) RBg

Page 70: Hukum Acara Perdata

Dalam hal tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal maupun tempat tinggal yang nyata atau apabila tergugat tidak dikenal,gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat penggugat tinggal ( Pasal 118 ayat(3) HIR, 142 ayat (3) RBg) ----- bentuk penyimpangan atas asas actor sequitur forum rei.

Page 71: Hukum Acara Perdata

Terhadap kompetensi relatif apabila tidak ada eksepsi maka pengadilan tetap mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang telah diajukan oleh penggugat. Ketidak wenangan pengadilan dengan alasan melanggar kompetensi relatif harus berdasarkan adanya eksepsi dari salah satu pihak yang bersengketa (pihak tergugat). Sedangkan menyengkut kompetensi absulut ada atau tidak eksepsi hakim harus menyatakan dirinya tidak wenang.

Page 72: Hukum Acara Perdata

III. TATA CARA PENGAJUAN TUNTUTAN HAK

Page 73: Hukum Acara Perdata

3.1. Pengertian Tuntutan hak Tuntutan hak adalah suatu upaya yang

bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum atas hak –hak tertentu yang dimiliki oleh seseorang melalui proses peradilan yang dibenarkan menurut hukum untuk mencegah terjadinya “eigenrichting”atau perbuatan main hakim sendiri dalam melaksanakan haknya sehingga menimbulkan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan pihak lainnya.

Page 74: Hukum Acara Perdata

Macam-macam Tuntutan Hak Tuntutan hak yang tidak mengandung

sengketa.

Tuntutan hak yang mengandung sengketa

Page 75: Hukum Acara Perdata

Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa Yaitu tuntutan hak yang diajukan di

muka sidang pengadilan tanpa didahului adanya persengketaan di antara pihak pihak yang berkepentingan atau yang terlibat di dalamnya.

Pengajuannya berbentuk permohonan.

Sistem peradilan yang dipakai adalah sistem volunteer (peradilan yang tidak sesungguhnya ).

Page 76: Hukum Acara Perdata

Tuntutan hak yang mengandung sengketa Yaitu tuntutan hak yang diajukan oleh pihak-

pihak yang berkepentingan di muka pengadilan yang didahului adanya persengketaan atau perselisihan atas suatu hak tertentu di antara pihak-pihak yang berkepentingan.

Berbentuk gugatan atau tuntutan perdata sebagaimana yang diatur dalam Pasal 118 ayat (1) HIR atau Pasal 142 ayat (1) RBg

Sistem peradilan yang dipakai adalah peradilan Contentieus (peradilan yang sesungguhnya)

Page 77: Hukum Acara Perdata

Perbedaan Permohonan dan GugatanDilihat dari para pihaknya, dalam permohonan pada

umumnya pihaknya hanya ada pemohon,tetapi tidak menutup kemungkinan juga ada pihak termohonnya. Dalam gugatan para pihaknya terdiri dari dua pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat dan dimungkinkan juga berperkara dengan pihak ketiga yang masuk dalam sengketa mereka.

Dilihat dari bentuk pengajuan perkaranya berbentuk permohonan dan gugatan berbentuk gugatan.

Dilihat dari sistem peradilannya,permohonan masuk dalam sistem peradilan volunteer sedang gugatan masuk dalam sistem peradilan kontentieus.

Page 78: Hukum Acara Perdata

Dilihat dari fungsi dan tugas hakim,dalam permohonan hakim lebih bersifat sebagai administrator,sedang dalam gugatan hakim bersifat mengadili diantara kedua belah pihak antara yang salah dan yang benar.

Dilihat dari putusan yang dihasilkan oleh hakim,dalam permohonan bentuk putusannya berupa penetapan,sedangkan dalam gugatan berbentuk keputusan.

Pada umumnya putusan atas permohonan yang berupa penetapan tidak memerlukan eksekusi,sedang putusan atas gugatan pada umumnya memerlukan eksekusi.

Page 79: Hukum Acara Perdata

3.3. Tata Cara Pengajuan Gugatan di PengadilanGugatan dapat diajukan secara lisan maupun secara

tertulis

Isi Gugatan,dalam HIR maupun Rbg tidak mengatur tentang apa yang harus dicantumkan dalam gugatan,HIR dan RBg hanya mengatur tentang tata caranya mengajukan gugatan.

untuk mengisi kekosongan hukum ini ketentuan RV (hukum acara perdata untuk golongan Eropa ) dapat dijadikan rujukan dalam menyusun surat gugatan dengan merujuk ketentuan Pasal 119 HIR dan Pasal 143 RBg yang memberi wewenang ketua pengadilan negeri berkuasa untuk memberi nasehat dan pertolonggan kepada orang yang mengugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan gugatannya.

Page 80: Hukum Acara Perdata

ISI SURAT GUGATAN ( Pasal 8 No.3 RV):Identitas dari para pihak,baik penggugat

maupun pihak tergugatnya.Dalil-dalil Kongkrit adanya hubungan hukum

yang merupakan dasar serta alasan dari tuntutan (Fundamentum Petendi atau posita)

Tuntutan yang dikehendaki oleh pihak penggugat (Petitum )

Page 81: Hukum Acara Perdata

Identitas Para PihakNama Penggugat dan Tergugat;Umur Penggugat Maupun Tergugat;Pekerjaan dari Penggugat dan TergugatTempat Tinggal / Domisili / Tempat

Kedudukan Penggugat dan Tergugat,dll

Page 82: Hukum Acara Perdata

Fundamentum Petendi atau posita Tentang Faktanya (kejadian atau

peristiwanya);

Tentang Hukumnya

Page 83: Hukum Acara Perdata

Tuntutan (Petitum ) Yaitu tentang apa yang dimintakan atau

diharapkan oleh pihak penggugat untuk diputuskan oleh hakim. Tuntutan harus lengkap ,jelas dan sempurna,tuntutan yang tidak lengkap,jelas dan sempurna akan berakibat tidak diterimanya tuntutan .

Page 84: Hukum Acara Perdata

Tuntutan atau petitum Tuntutan pokok atau tuntutan primer

Tuntutan Pengganti atau tuntutan subsider

Tuntutan Tambahan

Page 85: Hukum Acara Perdata

Tuntutan pokok atau tuntutan primer Yaitu tuntutan yang sifatnya pokok terkait

dengan hubungan hukum yang terjadi di antara para pihak yang harus dipenuhi oleh pihak tergugat sebagai bentuk prestasi tertentu.

Page 86: Hukum Acara Perdata

Tuntutan Pengganti atau tuntutan subsider Yaitu tuntutan yang diajukan oleh penggugat

yang sifatnya adalah untuk menggantikan tuntutan primer dalam hal nantinya tuntutan primer tidak dikabulkan oleh hakim. Tuntutan subsider harus sebanding dengan tuntutan primer.

Page 87: Hukum Acara Perdata

Tuntutan Tambahan Adalah tuntutan yang sifatnya menambah tuntutan pokok

atau tuntutan subsider,tuntutan tambahan dapat berupa: tuntutan agar tergugat dihukum membayar beaya perkara; tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar sejumlah

bunga tertentu; tuntutan agar tergugat dihukum membayar sejumlah uang

paksa; dalam hal gugat cerai,sering disertai dengan tuntutan

tambahan atas nafkah istri,pembagian harta bersama,atau hak pengasuhan atas anak;

tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu,meskipun ada upaya hukum perlawanan,banding maupun kasasi (Uit voerbaar bij vooraad )

Page 88: Hukum Acara Perdata

Syarat-sayarat dapat dikabulkannya tuntutan Uit voebaar bij voorraad (Pasal 180 HIR,Pasal 191 RBg ) antara lain :

ada surat yang sah (autentik titel )

apabila ada tulisan yang mempunyai kekuatan pembuktian

apabila ada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap

apabila dikabulkan suatu tuntutan provisional

dalam hal perselisihan tentang hak milik

Page 89: Hukum Acara Perdata

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 06 Tahun 1975 tanggal 1 Desember 1975 Jo Surat Edaran Mahkamah Agung No.03 Tahun 1978 tanggal 1 April 1978,

Mahkamah Agung meminta agar para hakim tidak menjatuhkan putusan Uit Voerbaar bij voorraad,walaupun syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 180 ayat (1) HIR telah dipenuhi,kecuali dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan misalnya putusan yang sifatnya sangat eksepsional

Page 90: Hukum Acara Perdata

putusan yang sifatnya sangat eksepsional putusan itu diberikan apabila ada penyitaan

conservatoir yang harga barangnya tidak cukup untuk memenuhi gugatan

jika dipandang perlu dapat dimintakan jaminan pada pihak pemohon,yang berupa benda-benda jaminan yang mudah disimpan dan tidak boleh menerima penanggung (borg) untuk menghindarkan masuknya pihak ketiga di dalam proses.

Page 91: Hukum Acara Perdata

Dalam Praktek Tuntutan tambahan sering juga

dirumuskan dalam bentuk yang beraneka ragam,sering juga dalam tuntutan tambahan ditambahkan permintaan “Mohon putusan yang seadil-adilnya dari hakim “ atau “ Agar Hakim Mengadili Menurut Keadilan Yang Benar “

Dengan petitum tambahan yang demikian itu diharapkan hakim dapat memutuskan secara bebas menurut nilai-nilai keadilan dan hukum dalam hal petitum primer maupun sekunder tidak dikabulkan.

Page 92: Hukum Acara Perdata

3.4. Penggabungan atau kumulasi tuntutanKumulasi/penggabungan subyektif

Kumulasi /penggabungan obyektif

Page 93: Hukum Acara Perdata

Kumulasi/penggabungan subyektif Yaitu kumulasi yang menyangkut subyek-

subyek yang ada dalam perkara yang sedang terjadi,misalnya penggugatnya terdiri dari beberapa orang atau sebaliknya tergugatnya yang terdiri dari beberapa orang tergugat atau penggugat maupun tergugatanya lebih dari seorang.

Page 94: Hukum Acara Perdata

exception plurium litis consortium Yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa masih

ada orang lain yang harus diikutkan sebagai pihak tergugat dalam perkara yang diajukan oleh pihak penggugat.

Page 95: Hukum Acara Perdata

Kumulasi /penggabungan obyektif Yaitu penggabungan tuntutan yang

menyangkut obyek tuntuan,dalam kumulasi ini penggugat mengajukan lebih dari satu tuntutan dalam satu perkara secara sekaligus atas beberapa hubungan hukum atau peristiwa hukum ,baik yang saling berhubungan satu sama lain maupun tidak saling berhubungan.

Page 96: Hukum Acara Perdata

Ada tiga hal yang tidak dimungkinkan adanya penggabungan atau kumulasi secara obyektif

1. Dalam hal tuntutan yang satu diperlukan acara khusus (misalnya gugat cerai ) dan tuntutan yang satunya lagi harus diperiksa dengan acara biasa (misalnya gugat utang piutang );

2. Dalam hal hakim tidak wenang secara relative untuk memeriksa salah satu tuntutan yang digabung bersama-sama dalam satu gugatan;

3. Tuntutan yang menyangkut tentang bezit

egendom atau penguasaan dan kepemilikan.

Page 97: Hukum Acara Perdata

Kumulasi dan KonkursusKumulasi harus dibedakan dengan

“Konkursus” yang merupakan kebersamaan adanya beberapa tuntutan hak yang kesemuanya menuju pada satu akibat hukum yang sama,apabila satu tuntutan sudah terpenuhi maka tuntutan lainnya juga sekaligus terkabulkan..

Page 98: Hukum Acara Perdata

Berperkara dengan pihak ketigaDengan cara campur tangan(Intervensi )

Dengan cara penanggungan atau garansi

(Vrijwaring )

Page 99: Hukum Acara Perdata

Dengan cara campur tangan ( Intervensi ) Intervensi merupakan bentuk berperkara

dengan pihak ketiga dengan cara masuknya pihak ketiga dalam sengketa yang terjadi diantara pihak penggugat dan tergugat didasarkan atas keinginan dan kemauan dari pihak ketiga itu sendiri.

Page 100: Hukum Acara Perdata

Dengan cara penanggungan atau garansi (Vrijwaring ) Dalam Vrijwaring masuknya pihak ke

tiga dalam sengketa yang terjadi di antara penggugat dan tergugat berdasarkan keinginan dari penggugat atau tergugat yang secara sengaja menarik pihak ke tiga masuk dalam sengketa mereka.

Page 101: Hukum Acara Perdata

Bentuk Campur Tangan / Intervensibersifat menyertai ( Voeging ), dalam intervensi ini pihak

ke tiga yang masuk dalam sengketa antara penggugat dan tergugat bersifat memihak untuk membela kepentingan salah satu pihak yang bersengketa,yang lazimnya membela kepentingan dari pihak tergugat. Dalam intervensi ini sesungguhnya pihak intervinin masuk dalam sengketa dengan tujuan untuk membela hak-haknya sendiri dengan jalan membela salah satu pihak yang bersengketa.

Intervensi yang bersifat menengahi (Tussenkomst ) , masuknya pihak ketiga dalam sengketa berdiri di antara kepentingan penggugat dan kepentingan tergugat,tujuan intervinin masuk dalam sengketa adalah untuk mempertahankan hak dan kepentingan hukumnya sendiri ,guna mencegah timbulnya kerugian atau kehilangan hak sebagai akibat adanya sengketa diantara penggugat dan tergugat,sehingga perlu campur tangan dari pihak intervinin.

Page 102: Hukum Acara Perdata

Bentuk Penanggungan / Garansi (Vrijwaring)Vrijwaring formil yaitu apabila seorang

diwajibkan untuk menjamin orang lain menikmati suatu hak atau benda yang bersifat kebendaan dan semata-mata hanya menyangkut hak –hak yang bersifat kebendaan.

Vrijwaring sederhana atau garansi simple ini terjadi apabila sekiranya tergugat dikalahkan dalam sengketa yang sedang berlangsung mempunyai hak untuk menagih kepada pihak ke tiga ( penanggung ) dengan melunasi hutangnya mempunyai hak untuk menagih kepada debitur

Page 103: Hukum Acara Perdata

Penarikan pihak ketiga dengan vrijwaring dapat dilakukan oleh tergugat sebelum tergugat memberikan jawabannya,sedang bagi penggugat sebelum memberikan repliknya.

Page 104: Hukum Acara Perdata

3.5. Upaya-upaya Untuk Menjamin Hak

Page 105: Hukum Acara Perdata

Macam-macam sita Jaminan atau Conservatoir beslagConservatoir beslag atas barang miliknya

sendiri(milik penggugat atau pemohon )

Conservatoir Beslag atas barang milik debitur/tergugat/termohon

Page 106: Hukum Acara Perdata

Conservatoir beslag atas barang miliknya sendiri Dalam sita jaminan ini barang yang

menjadi obyek penyitaan adalah barang milik dari pihak penggugat atau pemohon sendiri yang dikuasai oleh pihak lain,dalam sita ini tujuannya bukan untuk menjamin suatu tuntutan berupa tagihan uang atau pembayaran sejumlah uang tertentu,akan tetapi lebih dimaksudkan hanya untuk mejamin suatu hak kebendaan dari pemohon(penggugat) dan penyitaan akan berakhir dengan diserahkan benda obyek penyitaan.

Page 107: Hukum Acara Perdata

Macam-macam Sita Jaminan atas Barang Sendiri

Revindikatoir beslag ;

Sita Marital

Page 108: Hukum Acara Perdata

Revindikatoir beslag Yaitu penyitaan yang dilakukan atas permohonan

pemilik barang bergerak yang ada di tangan pihak orang lain atau di bawah kekuasaan orang lain (tergugat atau termohon ) secara lisan maupun secara tertulis ke pengadilan negeri di tempat orang yang menguasai benda tersebut bertempat tinggal

Dalam permohonan sita revindikatoir tidak diperlukan adanya alasan yang berupa praduga bahwa termohon ada etikat tidak baik untuk mengalihkan barang dimaksud (Pasal 226 HIR )

Page 109: Hukum Acara Perdata

Unsur-unsur Revindicatoir Beslag Obyek penyitaan harus berupa barang

bergerak; Barang bergerak tersebut merupakan barang

milik penggugat atau pemohon yang dikuasai oleh tergugat atau termohon;

Permintaan/permohonan harus diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon;

Permohonan dapat diajukan secara lisan maupun tertulis;

Barang yang menjadi obyek penyitaan harus diterangkan secara seksama dan terinci.

Page 110: Hukum Acara Perdata

Sita Marital Sita Marital yaitu sita atas barang milik

sendiri yang terjadi dalam hal ada gugat cerai , sita ini dikenal dalam sistem hukum acara untuk golongan orang Barat yang diatur dalam Pasal 823 a RV dan seterusnya , sita marital dimohonkan oleh pihak istri terhadap harta bersama yang dikuasai oleh suami, baik yang berupa barang bergerak maupun benda tetap,tujuan dari penyitaan ini adalah untuk menjamin agar barang-barang yang disita tidak jatuh atau dialihkan pada pihak ketiga.

Page 111: Hukum Acara Perdata

Conservatoir Beslag atas barang milik debitur/tergugat/termohon

Bentuk penyitaan inilah yang merupakan bentuk penyitaan yang sesungguhnya yang bersifat Conservatoir Beslag (CB) sebagimana ditentukan dalam Pasal 227 HIR ayat (1) “Jika ada persangkaan yang beralasan,bahwa orang yang berhutang sebelum dijatuhkan keputusan kepadanya,atau sedang keputusan yang dijatuhkan kepadanya,belum dapat dijalankan,berusaha akan menggelapkan atau akan mengankut barangnya ,baik yang tetap maupun tidak tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang,maka ketua atas permohonan pihak yang berkepentingan untuk itu (pemohon/penggugat) dapat memberikan perintah supaya barang itu disita untuk menjaga hak pemohon……”.

Page 112: Hukum Acara Perdata

Unsur-unsur Conservatoir Beslag pengajuan conservatoir beslag harus ada alasan

praduga bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan beritikat tidak baik untuk mengalihkan atau menggelapkan barang-barangnya;

barang yang menjadi obyek penyitaan adalah milik dari pihak tergugat/termohon,bukan milik dari pihak penggugat atau pemohon;

permohonan Conservatoir Beslag diajukan pada ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan;

permohonan conservatoir beslag diajukan secara tertulis;

obyek penyitaan Conservatoir beslag dapat berupa benda bergerak,benda tidak bergerak atau benda bergerak milik tergugat yang dikuasai oleh pihak ketiga.

Page 113: Hukum Acara Perdata

Perbedaan Pokok antara Conservatoir Beslag dan Revindicatoir Beslag : Obyek permohonan Conservatoir Beslag adalag benda bergerak

maupun benda tetap milik dari debitur/tergugat/termohon maupun benda bergerak milik debitur/tergugat/termohon yang dikuasai oleh pihak ketiga,Sedangkan dalam Revindikatoir Beslag obyek penyitaan adalah benda bergerak milik dari penggugat/pemohon sendiri yang dikuasai oleh tergugat.

dalam Conservatoir Beslag permohonannya harus disertai adanya alasan yang berupa praduga adanya itikat tidak baik dari pihak tergugat untuk mengalihkan /menggelapkan barangnya, sedangkan dalam Revindikatoir Beslag alasan itu tidak diperlukan.

Permohonan atas Conservatoir Beslag diajukan dengan surat tertulis, Sedang dalam Revindikatoir beslag dapat secara lisan maupun tertulis

. Dalam Conservatoir Beslag bertujuan untuk pembayaran sejumlah

uang tertentu, sedang dalam Revindicatoir Beslag bertujuan untuk penyerahan atas barang atau benda yang menjadi obyek penyitaan.

Page 114: Hukum Acara Perdata

Persamaan Conservatoir Beslag dan Revindicatoir Beslag :

Sama-sama untuk menjamin tuntutan dalam hal tuntutan dikabulkan;

dapat dinyatakan syah dan berharga apabila gugatan dikabulkan dan pengajuannya memenuhi syarat berdasar undang-undang;

dalam hal gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima,maka Conservatoir Beslag maupun Revindicatoir Beslag akan diperintahkan untuk diangkat, hal ini ditegaskan dalam Pasal 227 ayat (4) “ Jika gugatan itu diterima,maka penyitaan itu disahkan,jika itu ditolak maka diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu “

Page 115: Hukum Acara Perdata

IV. PROSES PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Page 116: Hukum Acara Perdata

4.1. Pencabutan dan Perubahan GugatanPencabutan gugatan pada prinsipnya

diperbolehkan,pencabutan gugatan dapat dilakukan oleh penggugat,perkara mau dilanjutkan atau tidak sesungguhnya menjadi hak dan kewenangan dari para pihak sendiri.

Pencabutan gugatan dapat dilakukan :

Sebelum pihak tergugat memberikan jawaban dan;

sesudah pihak tergugat memberikan jawabannya

Page 117: Hukum Acara Perdata

Pencabutan Gugatan Sebelum Tergugat Memberikan Jawaban

Gugatan dapat dicabut begitu saja oleh pihak penggugat tanpa perlu mendapatkan ijin atau persetujuan dari pihak tergugat

Terhadap gugatan yang dicabut sebelum ada jawaban,dikemudian hari apabila penggugat berkeinginan untuk mengajukan gugatannya kembali masih dimungkinkan.

Page 118: Hukum Acara Perdata

pencabutan gugatan dilakukan setelah pihak tergugat memberikan jawaban

Pencabutan Surat Gugatan harus mendapatkan persetujuan dari pihak tergugat. Dalam hal tida mendapatkan persetujuan dari pihak tergugat maka pencabutan tidak dapat dilakukan.

Gugatan yang dicabut setelah ada jawaban dari pihak tergugat,maka bagi penggugat dikemudian hari sudah tidak dapat mengajukan gugatannya kembali,oleh karena penggugat sudah dianggap melepaskan hak-haknya secara suka rela terhadap pihak tergugat.

Page 119: Hukum Acara Perdata

Penambahan dan perubahan gugatanPenambahan atau perubahan gugatan

pada prinsipnya juga diperbolehkan,HIR tidak mengatur tentang masalah penambahan dan perubahan gugatan,termasuk hal apa yang boleh dan tidak boleh untuk ditambah atau dirubah. Dalam praktek perubahan dan penambahan diperbolehkan sepanjang tidak merugikan para pihak khususnya kepentingan pihak tergugat dan penambahan atau perubahan tersebut tidak menambah atau merubah tentang pokok perkaranya.

Page 120: Hukum Acara Perdata

4.2. Putusan Gugur,Verstek dan Putusan Damai

Page 121: Hukum Acara Perdata

Putusan GugurAdalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim

diluar hadirnya pihak penggugat atau wakilnya pada sidang yang pertama sekalipun yang bersangkutan sudah dilakukan pemanggilan secara benar,syah dan patut untuk hadir di muka sidang pengadilan pada waktu yang sudah ditentukan

Page 122: Hukum Acara Perdata

Pasal 124 HIR “ Jikalau sipenggugat,walaupun dipanggil

dengan patut,tidak menghadap pengadilan negeri pada hari yang ditentukan itu dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,maka gugatannya dipandang gugur dan sipenggugat dihukum membayar biaya perkara;akan tetapi sipenggugat berhak,sesudah membayar biaya yang tersebut,memasukkan gugatannya sekali lagi “

Page 123: Hukum Acara Perdata

Pemanggilan benar,syah dan patut Pemanggilan dilakukan dan diberikan secara

langsung pada yang bersangkutan atau wakilnya di tempat tinggal atau domisilinya.

Dalam hal panggilan tidak dapat diberikan secara langsung pada yang bersangkutan maka surat panggilan disampaikan melalui kepala desa atau lurah di tempat tinggal yang bersangkutan

Dalam hal tempat tinggal atau domisili yang bersangkutan tidak diketahui atau tidak dikenal maka surat panggilan harus ditempel di kantor pengadilan yang bersangkutan dan di kantor wali kota atau bupati.

Page 124: Hukum Acara Perdata

Pemanggilan Benar,Syah dan Patut Surat panggilan harus memperhatikan masa

tenggang waktu yang patut antara diterimanya pemanggilan dengan waktu sidang,sekurang-kurangnya panggilan disampaikan tiga hari kerja sebelum sidang dimulai.

Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dan dibuatkan berita acara pemanggilan pihak-pihak.

Di dalam praktek biasanya pemanggilan akan dilakukan oleh pengadilan pada para pihak dua kali berturut-turut,baru kalau pemanggilan kedua tidak hadir juga dapat dijatuhkan putusan gugur.

Page 125: Hukum Acara Perdata

Putusan Verstek( Pasal 125 HIR ) Jika sitergugat,walaupun sudah dipanggil dengan

patut tidak menghadap pada hari yang ditentukan,dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,maka gugatan itu diterima dengan putusan tak hadir,kecuali jika nyata kepada pengadilan negeri,bahwa gugatan itu melawan hak atau tidak beralasan

Akan tetapi jika sitergugat dalam surat jawabannya mengajukan perlawanan (tangkisan) bahwa pengadilan negeri tidak berhak menerima perkara itu,hendaklah pengadilan negeri,walaupun si tergugat sendiri atau wakilnya tidak menghadap,sesudah didengar sipenggugat,mengadili perlawanannya dan hanya kalau perlawanannya itu ditolak,maka putusan dijatuhkan mengenai pokok perkara.

Page 126: Hukum Acara Perdata

Putusan Verstek Jika gugatan diterima,maka putusan

pengadilan negeri dengan perintah ketua diberitahukan kepada orang yang dikalahkan,dan serta itu diterangkan kepadanya bahwa ia berhak dalam waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 129,mengajukan perlawanan terhadap putusan tak hadir itu pada majelis pengadilan itu juga

Di bawah keputusan tak hadir itu panitera pengadilan mencatat,siapa yang diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan pakah diberitahukannya tentang hal itu baik dengan surat maupun dengan lisan.

Page 127: Hukum Acara Perdata

Syarat-syarat putusan verstek yang mengabulkan gugatan (Pasal 125 ayat (1) HIR :

Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak datang pada hari sidang pertama yang telah ditentukan;

Tidak menyuruh wakilnya untuk datang pada sidang yang pertama;

Telah dilakukan pemanggilan secara benar,sah dan patut;

Petitum tidak melawan hak;Petitum beralasan

Page 128: Hukum Acara Perdata

verszet (Perlawanan ) Terhadap putusan Verstek yang isinya

mengabulkan gugatan pihak tergugat dapat mengajukan verszet (Perlawanan ) pada pengadilan negeri yang telah memutus putusan verszet tersebut.

Page 129: Hukum Acara Perdata

Tenggang waktu untuk mengajukan perlawanan Dalam waktu 14 hari setelah putusan

verstek diberitahukan kepada pihak yang dikalahkan itu sendiri

Sampai hari kedelapan setelah teguran seperti yang dimaksud dalam Pasal 196 HIR,apabila yang ditegur tidak datang menghadap

Kalau tidak datang waktu ditegur,sampai hari kedelapan setelah sita eksekutorial (197 HIR ).

Page 130: Hukum Acara Perdata

Upaya Banding Atas Putusan VerstekTerhadap putusan verstek yang isinya

menolak gugatan,bagi pihak penggugat dapat mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi berdasarkan ketentuan tentang upaya hukum banding

Page 131: Hukum Acara Perdata

Putusan DamaiPutusan Damai adalah putusan pengadilan

yang dijatuhkan oleh hakim berdasarkan hasil perdamaian para pihak yang telah disepakati dalam akta perdamaian

Putusan damai bersifat menghukum kedua belah pihak untuk mematuhi dan mentaati isi perdamaian yang telah disepakati oleh penggugat dan tergugat

Page 132: Hukum Acara Perdata

Perdamaian Di Luar Sidang

Perdamaian yang dilakukan di luar sidang,berlakunya bagi para pihak tidak beda halnya dengan perjanjian pada umumnya,perdamaian mengikat seperti halnya undang- undang bagi penggugat maupun tergugat dan sifat berlakunya mengikat dengan etikat baik.

Page 133: Hukum Acara Perdata

Perdamaian Di Dalam sidang

Perdamaian yang dilakukan di dalam sidang (akta perdamaian) yang dikuatkan dalam bentuk putusan damai,mempunyai kekuatan hukum seperti putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap(in kracht van gewijsde) mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa bagi para pihak,putusan damai bersifat final and binding.

Page 134: Hukum Acara Perdata

Jawaban Tergugat dan Gugat Balik (Rekonvensi) Jawaban yang tidak secara langsung

mengenai pokok perkara berupa tangkisan atau eksepsi

Jawaban yang menyangkut pokok perkara (verweer ten principale )

Page 135: Hukum Acara Perdata

Tangkisan(Eksepsi)

eksepsi prosesuil (processueel ) yaitu eksepsi yang menyangkut acara pemeriksaan perkara di pengadilan (Eksepsi yang diatur dalam HIR)

eksepsi berdasar hukum material yaitu eksepsi yang sudah masuk dalam materi gugatan atau sudah menyangkut pokok perkara (diatur dalam ketentuan RV)

Page 136: Hukum Acara Perdata

eksepsi prosesuil (processueel ) Eksepsi tentang ketidak wenangan hakim dalam

memeriksa suatu perkara tertentu ,baik menyangkut kopetensi absulut maupun relative.

Eksepsi bahwa hakim telah melanggar asas nebis in idem.

Eksepsi bahwa perkara yang sama sedang diperiksa oleh pengadilan negeri yang lain.

Eksepsi bahwa perkara sedang diperiksa oleh pengadilan banding atau kasasi.

Eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kualifikasi / sifat untuk bertindak di muka pengadilan.

Page 137: Hukum Acara Perdata

eksepsi berdasar hukum material eksepsi delatoir yaitu eksepsi yang

menyatakan,bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan,misalnya karena penggugat telah memberikan penundaan pembayaran dan sebagainya.

eksepsi peremptoir adalah eksepsi yang bersifat menghalangi dikabulkannya gugatan,misalnya gugatan yang diajukan sudah lampau waktu, atau bahwa utang yang menjadi dasar gugatan telah dihapuskan.

Page 138: Hukum Acara Perdata

Jawaban Yang Menyangkut Pokok Perkaramenolak gugatan baik sebagian maupun seluruh gugatan /

tuntutanmengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun

seluruhnyadengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat

balik (rekonvensi ). menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh gugatan / tuntutan

mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya

dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik (rekonvensi ). menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh gugatan / tuntutan

mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya

dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik (rekonvensi ).

Page 139: Hukum Acara Perdata

Gugat Rekonvensi (Gugat Balik)Gugat balik atau Rekonvensi diajukan

oleh tergugat terhadap penggugat secara bersama-sama dalam memberikan jawabannya,sebelum proses pembuktian dilakukan.

Gugat balik atau Rekonvensi pada dasarnya dapat diajukan dalam segala perkara yang secara langsung terkait dengan para pihak

Page 140: Hukum Acara Perdata

Gugat Rekonvensi Yang Tidak Diperbolehkan (Pasal 132 a HIR ) apabila dalam gugat konvensi (gugat asal ) penggugat

bertindak sebagai suatu kualitas tertentu atau berdasarkan sifatnya,sedang dalam gugat balik (Rekonvensi )menyangkut diri pribadi dari penggugat atau sebaliknya. Contohnya dalam gugat konvensi penggugat pertindak sebagai wali ,orang tua atau pengampu, maka dalam gugat balik tidak boleh ditujukan pada penggugat secara pribadi.

Jika pengadilan negeri yang memeriksa gugat konvensi secara absulut tidak wenang memeriksa gugat balik (Rekonvensi).

Dalam perkara sengketa pelaksanaan putusanDalam hal pada pemeriksaan tingkat pertama tidak

diajukan gugat rekonvensi,maka pada tingkat banding tidak boleh ada gugat rekonvensi.

Dalam hal perkara yang menyangkut bezit dan egendom atau penguasaan dan kepemilikan.

Page 141: Hukum Acara Perdata

Keuntungan adanya Gugat Balik ( Rekonvensi ) menghemat biayamempermudah pemeriksaan perkara mempercepat proses penyelesaian sengketamenghindarkan terjadinya putusan yang

saling bertentangan.

Page 142: Hukum Acara Perdata

4.4. Proses Pembuktian dan Macam-macam Alat BuktiDalam perkara perdata para pihak

sendirilah,baik penggugat maupu tergugat yang harus membuktikan kebenaran dari dalil-dalail yang diajukan baik dalam gugatan maupun dalam jawaban. Tugas hakim adalah memberikan penilaian apakah dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak dapat diterima berdasarkan pembuktian yang diajukan.

Yang harus dibuktikan oleh para pihak adalah peristiwa yang disengketakan dan tidak semua peristiwa harus dibuktikan

Page 143: Hukum Acara Perdata

Peristiwa Yang Tidak Perlu Dibuktikankarena memang peristiwanya tidak perlu untuk

dibuktikan atau diketahui atau dianggap tidak mungkin untuk diketahui oleh hakim. Misalnya dalam hal dijatuhkan putusan verstek,dalam hal gugatan diakui oleh tergugat,dalam hal ada sumpah penentu atau dalam hal bantahan kurang cukup.

Karena memang peristiwanya secara ex officio dianggap dikenal atau diketahui oleh hakim. Misalnya terhadap peristiwa-peristiwa notoir atau peristiwa yang sudah diketahui oleh umum,peristiwa-peristiwa yang terjadi selama persidangan.

Karena menyangkut pengetahuan tentang pengalaman yang diperoleh berdasarkan pengetahuan umum.

Page 144: Hukum Acara Perdata

Pengertian Pembuktian Pembuktian dakam arti yang logis,kata membuktikan

berarti memberikan kepastian yang absulut kebenarannya sehingga pembuktian yang sebaliknya sudah tidak dimungkinkan,pembuktian ini biasanya didasarkan pada suatu aksioma tertentu yang pasti.

Pembuktian dalam arti yang konvensionil,membuktikan adalah memberikan kepastian,hanya kepastiannya bukan kepastian yang absulut melainkan kepastian yang bersifat relative.

Pembuktian dalam arti yuridis,membuktikan dalam ari yuridis adalah pembuktian yang bersifat konvensionil dalam arti yang khusus,yaitu bahwa pembuktian dalam arti yuridis kebenarannya hanya berlaku bagi pihak-pihak yang bersengketa saja dan tidak berlaku bagi orang lain.

Page 145: Hukum Acara Perdata

Membuktikan dalam arti yuridis adalah memberikan kepastian dasar yang

cukup pada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna mendapatkan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan oleh para pihak.

Page 146: Hukum Acara Perdata

Beban Pembuktian adalah menyangkut pertanyaan siapa

yang harus terlebih dahulu diberikan kesempatan untuk melakukan pembuktian atas peristiwa yang disengketakan, apakah pihak penggugat atau pihak tergugat. Persoalan pembuktian merupakan persoalan adil tidak adil,persoalan fair tidak fair,oleh karena itu pembagian beban pembuktian merupakan persoalan yang tidak mudah bagi hakim,karena hakimlah yang harus membagi dan menentukan siapa yang harus membuktikan.

Page 147: Hukum Acara Perdata

Asas Umum Beban Pembuktiandiatur dalam Pasal 163 HIR,Pasal 283

RBg,Pasal; 1865 BW,yang menyatakan “ Barang siapa menyatakan mempunyai suatu hak atau menyebutkan suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah adanya hak orang lain,maka orang itu harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu “

Page 148: Hukum Acara Perdata

Ketentuan Khusus Tentang Beban PembuktianPasal 533 BW “orang yang menguasai

barang tidak perlu membuktikan adanya itikad baiknya,siapa yang mengemukakan adanya itikad tidak baik harus membuktikan “

Pasal 535 “ Kalau seseorang sudah memulai menguasai sesuatu untuk orang lain ,maka selalu dianggap meneruskan penguasaan tersebut ,kecuali apabila terbukti sebaliknya”

Pasal 1244 “ Kreditur dibebaskan dari pembuktian kesalahan dari debitur dalam hal adanya wanprestasi “

Page 149: Hukum Acara Perdata

Teori Beban Pembuktian Teori pembuktian yang bersifat menguatkan belaka

(bloot affirmatief ) ----- menurut teori ini,maka pihak yang harus membuktikan adalah pihak yang mengemukakan adanya sesuatu bukan pihak yang mengingkarinya.

Teori hukum subyektif ----------- berdasarkan teori ini suatu proses perdata itu selalu merupakan pelaksanaan hukum subyektif atau bertujuan mempertahankan hukum subyektif dan pihak yang mengemukakan adanya sesuatu hak harus membuktikan.

Teori Hukum Acara --------- berdasarkan teori ini maka beban pembuktian didasarkan pada kesamaan kedudukan antara penggugat dan tergugat,sehingga dalam membagi beban pembuktian harus didasarkan pada nilai keadilan,keseimbangan dan nilai kepatutan bagi para pihak.

Page 150: Hukum Acara Perdata

Teori Beban PembuktianBerdasarkan beberapa teori tersebut di atas

dapat disimpulkan bahwa dalam pembagian beban pembuktian hakimlah yang mempunyai peranan menentukan siapa yang harus membuktikan dan bagaimana pembagiannya secara adil bagi para pihak. Di dalam praktek pembagian beban pembuktian dipandang adil dan patut, kalau pihak yang dibebani pembuktian adalah pihak yang paling sedikit dirugikan jika disuruh untuk membuktikan.

Page 151: Hukum Acara Perdata

Macam-macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya Dalam hukum acara perdata dikenal

adanya beberapa macam alat bukti ( Pasal 164 HIR atau Pasal 284 RBg ) :

alat bukti surat atau tertulisalat bukti saksialat bukti persangkaaan (vemoedens,

praesumptiones )alat bukti pengakuanalat bukti sumpah.

Page 152: Hukum Acara Perdata

Alat Bukti Surat atau Tertulisadalah alat bukti yang berbentuk sesuatu

apapun yang memuat tanda-tanda bacaan yang berupa pencurahan isi hati atau buah pikiran seseorang yang dapat digunakan untuk membuktikan adanya suatu peristiwa hukum atau perbuatan hukum tertentu.

Page 153: Hukum Acara Perdata

Macam-Macam Alat Bukti Suratalat bukti surat yang berupa surat biasa atau

bukan akta;

alat bukti surat yang berbentuk akta

Page 154: Hukum Acara Perdata

Surat Biasaadalah surat yang pembuatannya tidak

dimaksudkan sebagai alat pembuktian atas suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu,kalau kemudian dijadikan alat bukti semata-mata karena adanya kepentingan yang menghendaki dan sifatnya kebetulan saja.

Page 155: Hukum Acara Perdata

Aktaadalah surat yang diberi tandatangan yang

memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan yang dibuat secara sengaja sejak semula untuk kepentingan pembuktian atas peristiwa atau perbuatan hukum yang tercantum di dalamnya.

Page 156: Hukum Acara Perdata

Dokumen (UU No.13/1985)kertas yang berisikan tulisan yang

mengandung arti dan maksud tentang perbuatan,keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. Dari pengetian tentang dokumen seperti tersebut ,jelas bahwa surat,baik surat biasa maupun akta merupakan dokumen.

Page 157: Hukum Acara Perdata

Tanda Tanganadalah pembubuhan nama dari si pembuat atau si

penandatangan,berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang bea meterai No.13 tahun 1985 Tandatangan-------adalah “Sebagimana lazimnya dipergunakan,termasuk pula paraf teraan atau cap tandatangan atau cap paraf teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tandatangan “

Dipersamakan dengan tandatangan adalah sidik jari atau cap jempol yang sudah di “waarmerking “ oleh notaries atau pejabat lain yang diberi kewenangan untuk itu .

Page 158: Hukum Acara Perdata

Pasal 2 ayat (1) UU No.13/1985 Tentang Bea MeteraiAlat bukti surat wajib dibubuhi metaraiMeterai berfungsi sebagai bentuk kewajiban

pembayaran pajak bea meteraiUntuk dapat digunakan sebagai alat bukti yang

sah di muka pengadilan sebagai aktaPutusan MA tanggal 13 Maret 1971 No.589 K

/SIP/1970 berpendapat bahwa surat bukti yang tidak dibubuhi meterai tidak merupakan alat bukti yang sah

Bukti surat yang sejak semula belum dibubuhi meterai dapat dimintakan pemeteraian kemudian ( Nazegeling) pada pejabat kantor pos

Page 159: Hukum Acara Perdata

Macam-macam AktaAkta di bawah tangan

Akta otentik

Page 160: Hukum Acara Perdata

Akta Di Bawah TanganAkta yang sengaja dibuat oleh para pihak

sediri tanpa bantuan seorang pejabat dengan tujuan untuk pembuktian atas suatu peristiwa atau hubungan hukum tertentu

Akta di bawah tangan yang memuat hutang sepihak wajib ditulis tangan sendiri oleh pembuatnya,atau setidak-tidaknya tentang keterangan yang menguatkan jumlah atau besarnya atau banyaknya yang harus dipenuhi ditulis sendiri dengan huruf seluruhnya.

Page 161: Hukum Acara Perdata

Kekuatan Pembuktian Akta Kekuatan pembuktian akta sebagai alat bukti

di pengadilan dapat dilihat dari:Kekuatan pembuktian Lahir;Kekuatan pembuktian Formil;Kekuatan pembuktian material

Page 162: Hukum Acara Perdata

Kekuatan Pembuktian Lahir Akta Di Bawah tanganAkta di bawah tangan tidak memiliki

kekuatan lahir;Tandatangan akta di bawah tangan dapat

diakui dapat juga diingkari oleh pembuatnyaAkta di bawah tangan yang diakui

tandatangannya oleh para pihak yang membuat menjadikan akta di bawah tangan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna;

Dalam hal tandatangan para pihak diingkari,maka kebenaran akta harus diperiksa kebenarannya.

Page 163: Hukum Acara Perdata

Kekuatan Pembuktian Formil akta Di Bawah tanganAkta di bawah tangan yang diakui

tandatangannya memiliki kekuatan pembuktian formil;

Telah memberikan kebenaran bahwa keterangan atau pernyataan dalam akta adalah keterangan atau pernyataan dari si penandatangan.

Page 164: Hukum Acara Perdata

Kekuatan Pembuktian Materiil Akta Di Bawah TanganAkta di bawah tangan yang sudah diakui

tandatangannya memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti akta otentik;

Isi keterangan di dalam akta di bawah tangan yang sudah diakui tandatangannya secara materiil dianggap benar bagi para pembuatnya dan pihak-pihak yang diuntungkan dari akta tersebut.

Page 165: Hukum Acara Perdata

Akta OtentikAkta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk

itu oleh penguasa berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,baik dengan bantuan maupun tidak dari pihak yang berkepentingan,dengan mencatat apa yang dimntakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan;

Suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu,merupakan bukti yang lengkap (sempurna) antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan tentang yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka,akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang diberitahukan itu erat hubunannya dengan pokok dari akta ( Pasal 165 HIR,Pasal 285 RBg,Pasal 1868 BW)

Page 166: Hukum Acara Perdata

Kekuatan Pembuktian Akta OtentikAkta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang

lengkap atau sempurna bagi para pihak yang membuat,ahli waris dan pihak ketiga yang mendapatkan hak dari akta yang bersangkutan;

Jika tidak ada bukti yang sebaliknya dan sebanding ,maka akta otentik selalu dianggap benar isinya tanpa pembuktian lebih lanjut.

Terhadap pihak ketiga akta otentk merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas dan penilaiannya diserahkan pada pertimbangan hakim;

Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahir,formil maupun kekuatan pembuktian materiil

Page 167: Hukum Acara Perdata

Alat Bukti Keterangan Saksi Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh pihak

ketiga di luar pihak-pihak yang bersengketa yang diberikan secara lisan,langsung dan pribadi di muka sidang pengadilan tentang apa yang dilihat,didengar,dialami atau dia ketahui atau dia rasakan terhadap suatu peristiwa,kejadian atau perbuatan hukum tertentu.

Kesaksian bukan merupakan kesimpulan atau pendapat atau dugaan dari seseorang.

pada asasnya pembuktian dengan saksi dapat dipakai dalam segala perkara perdata ,kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 1895 BW,Pasal 139 HIR)

Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga (Testimonium de auditu) bukan merupakan keterangan saksi.

Seorang Saksi bukanlah saksi (Unus testis nullus testis) keterangan dari seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap tidak cukup dan tidak boleh dijadikan dasar putusan hakim.

Page 168: Hukum Acara Perdata

Unsur-unsur Keterangan SaksiKeterangan saksi diberikan oleh

pihak ketiga;Keterangan diberikan secara

langsung,lisan dan pribadi di dalam sidang;

Keterangan yang diberikan merupakan peristiwa,kejadian atau perbuatan yang dilihat,didengar,dialami atau dirasakan sendiri;

Page 169: Hukum Acara Perdata

Kekuatan Pembuktian SaksiKekuatan Pembuktian Keterangan Saksi

mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas,artinya hakim mempunyai kebebasab untuk menilai apakah keterangan saksi itu dapat dipecaya atau tidak sangat tergantung pada penilaian hakim

Page 170: Hukum Acara Perdata

Parameter Penilaian Keterangan Saksi(172 HIR)Kesesuaian atau kecocokan antara

keterangan saksi yang satu dengan yang lainnya

Kesesuaian keterangan saksi dengan apa yang diketahui dari segi lain tentang perkara yang disengketakan

Pertimbangan yang mungkin ada pada saksi untuk memberikan keterangan kesaksiannya,misalnya cara hidup,adat istiadat,serta martabat saksi atau segala seuatu yang munkin dapat mempengaruhi tingkat kejujuran dari saksi.

Page 171: Hukum Acara Perdata

Testimonium de auditu Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga

bukan merupakan keterangan saksi.

Page 172: Hukum Acara Perdata

Unus testis nullus testis

Seorang Saksi bukanlah saksi ,keterangan dari seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap tidak cukup dan tidak boleh dijadikan dasar putusan hakim.

Page 173: Hukum Acara Perdata

Golongan Orang Yang Dianggap Tidak Mampu Menjadi saksi

Golongan orang yang tidak mampu secara mutlak (hakim dilarang mendengar mereka sebagai saksi)

a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut garis keturunan yang lurus dari salah satu pihak;

b. Sumi istri dari salah satu pihak ,meskipun sudah bercerai.

Golongan orang yang tidak mampu secara relatif (nisbi):

a. anak-anak yang belum mencapai usia 15 tahun;b. orang-orang yang sakit ingatannya.

Page 174: Hukum Acara Perdata

Alasan Bagi Golongan Yang Secara Absulut Tidak Dapat Menjadi SaksiPihak-pihak ini pada umumnya dianggap kurang obyektif

apabila didengar keterangannya sebagai saksi;untuk menjaga hubungan kekeluargaan agar tetap baik di

antara para pihak;untuk mencegah timbulnya tekanan batin setelah

memberikan keterangan sebagai saksi.

Pihak-pihak seperti tersebut,dalam perkara tertentu masih dimungkinkan untuk menjadi saksidan mereka tidak berhak untuk mengundurkan diri sebagai saksi,terutama dalam perkara yang menyangkut kedudukan keperdataan dari para pihak atau dalam perkara yang menyangkut tentang perjanjian kerja ( Pasal 145 ayat (2) HIR )

Page 175: Hukum Acara Perdata

Golongan Orang Yang Memiliki Hak Ingkar Untuk Menjadi Saksi

segolongan orang yang atas permintaannya sendiri dapat dibebaskan dari kewajiban untuk menjadi saksi (Hak ingkar / Verschoningrecht) :

Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak;

Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari pada suami atau istri salah satu pihak;

Semua orang yang karena martabat,jabatan atau hubungan kerja yang sah diwajibkan mempunyai rahasia.

Page 176: Hukum Acara Perdata

Kewajiban SaksiKewajiban untuk menghadap; Kewajiban untuk bersumpah;Kewajiban untuk memberikan keterangan

dengan benar.

Page 177: Hukum Acara Perdata

Sanksi Bagi Saksi Yang Tidak Mau Menghadap

Dapat dipaksa untuk menghadapDapat dihukum untuk membayar biaya

pemanggilanDapat dikenakan penyanderaan (gijzeling)

Page 178: Hukum Acara Perdata

Alat Bukti PersangkaanPersangkaan merupakan alat bukti yang

bersifat tidak langsung.Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan

yang oleh undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata ke peristiwa lain yang belum terang kenyataannya ( Pasal 1915 BW )

Page 179: Hukum Acara Perdata

PersankaanPersangkaan berdasarkan undang-undang

atau hukum (Praesumptiones juris);Persangkaan yang merupakan kesimpulan

hakim atau persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta ( Praesumtiones facti )

Page 180: Hukum Acara Perdata

Persangkaan Berdasar Hukum/Undang-undang Persangkaan yang telah diberikan oleh undang-undang sendiri

yang menetapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dan harus dibuktikan dengan peristiwa yang tidak diajukan

Praesumptiones juris Tatum,yaitu persangkaan berdasarkan undang-undang yang masih dimungkinkan ada bukti lawan.

Contoh : Pasal 633 BW tentang tembok batas, Pasal 658 BW tentang parit atau selokan batas, Pasal 1394 tentang 3 Kuitansi pembayaran sewa

Praesumptiones juris et de jure, yaitu persangkaan berdasarkan undang-undang yang tidak mungkin ada bukti lawan.

Contoh : Semua peristiwa yang dapat menjadi dasar untuk membatalkan perbuatan-perbuatan tertentu ( Pasal 184,911,1681 BW)

Page 181: Hukum Acara Perdata

Persangkaan Berdasarkan Kenyataan ( Praesumptiones Facti )Pada persangkaan berdasarkan

kenyataan,hakimlah yang memmutuskan berdasarkan kenyataannya,apakah mungkin dan sampai berapa jauhkah kemungkinannya untuk membuktikan suatu peristiwa tertentu dengan membuktikan peristiwa lain.

Persangkaan berdasarkan fakta,hanya boleh diperhatikan oleh hakim pada waktu menjatuhkan putusan apabila persangkaan itu bersifat :PENTING,SAKSAMA,TERTENTU dan ada HUBUNGANNYA SATU SAMA LAIN

Page 182: Hukum Acara Perdata

Alat Bukti PengakuanKeterangan dari salah satu pihak dalam satu

pekara,dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan ,baik sebagian atau keseluruhan adalah benar.

Pengakuan merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Page 183: Hukum Acara Perdata

Macam-macam PengakuanPengakuan Murni;Pengakuan dengan kualifikasi;Pengakuan dengan klausula

Page 184: Hukum Acara Perdata

Alat Bukti SumpahSumpah Pelengkap (Suppletoir);Sumpah Penaksiran ( aestimatoir);Sumpah Pemutus/Penentu (dicisoir)

Page 185: Hukum Acara Perdata

Putusan HakimSuatu pernyataan hakim yang diucapkan di

persidangan karena jabatannya yang dimaksudkan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa para pihak.

Page 186: Hukum Acara Perdata

Kekuatan Putusan HakimKekuatan Mengikat;Kekuatan PembuktianKekuatan eksekutorial

Page 187: Hukum Acara Perdata

Susunan dan Isi PutusanKepala Putusan;Identitas Para Pihak;Pertimbangan (Konsideran);Amar Putusan ( Diktum)

Page 188: Hukum Acara Perdata

Jenis Putusan Hakim( Pasal 185 ayat 1 HIR )Putusan akhir;Bukan putusan akhir

Page 189: Hukum Acara Perdata

Sifat Putusan AkhirPutusan yang bersifat menghukum

(condemnatoir)Putusan yang bersifat menciptakan

(constitutif)Putusan yang bersifat menerangkan /

menyatakan (declaratoir)

Page 190: Hukum Acara Perdata

Putusan CondemnatoirPutusan yang bersifat menghukum pihak

yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi tertentu

Dalam putusan condemnatoir diakui adanya hak penggugat atas prestasi yang dituntut

Prestasi yang timbul karena adanya perikatan maupun karena undang-undang

Bentuk perkaranya berupa gugatanContoh: Putusan hakim yang menghukum

penggugat untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai pokok hutang, bunga, dll.

Page 191: Hukum Acara Perdata

Putusan ConstitutifPutusan yang bersifat meniadakan atau

menciptakan suatu keadaan hukum yang baruPutusan constitutif tidak memerlukan

eksekusi.Bentuk perkaranya permohonancontoh : Putusan perceraian,pengangkatan

wali,pengangkatan pengampu,pernyataan pailit

Page 192: Hukum Acara Perdata

Putusan DeclaratoirPutusan yang isinya bersifat menerangkan

atau menyatakan apa yang sah atas suatu peristiwa atau hubungan hukum tertentu.

Putusan declaratoir tidak memerlukan eksekusi.

Bentuk perkaranya permohonan.Contoh : Sengketa tentang keabsahan

seorang anak, penetapan ahli waris, menetapkan sahnya suatu perjanjian dll

Page 193: Hukum Acara Perdata

Upaya HukumUpaya Hukum Biasa, adalah upaya hukum

yang dapat digunakan oleh para sebelum putusan memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde )

Upaya hukum Luar Biasa / Istimewa, adalah upaya hukum yang dapat digunakan oleh para pihak terhadap putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

Page 194: Hukum Acara Perdata

Upaya Hukum BiasaPerlawanan ( Verzet )BandingKasasi

Page 195: Hukum Acara Perdata

Upaya Hukum VerzetVerzet atau perlawanan merupakan upaya

hukum yang dapat digunakan oleh tergugat yang dikalahkan dalam putusan di luar hadir ( Putusan Verstek )

Bagi penggugat dalamputusan verstek upaya hukum yang dapatdigunakan adalah banding.

Page 196: Hukum Acara Perdata

Upaya Hukum BandingDasar hukumnya Undang-undang No.20

Tahun 1947 untuk Jawa dan Madura dan Pasal 199-205 RBg Untuk luar Jawa dan Madura

Permohonan banding wajib diajukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai hari berikutnya sejak putusan diberitahunan pada para pihak.

Page 197: Hukum Acara Perdata

……..BandingPada pihak lawan selambat-lambatnya dalam

jangka waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan banding harus diberitahu tentang adanya permohonan banding tersebut.

Dalam jangka waktu 14 hari para pihak diberikan kesempatan untuk melihat berkas-berkas banding

Page 198: Hukum Acara Perdata

Memori BandingPada pihak pemohon banding diperbolehkan

mengajukan memori bandingPada pihak termohon banding diperbolehkan

mengajukan kontra memori bandingMemori dan kontra memori banding bukan

hal yang diwajibkan

Page 199: Hukum Acara Perdata

Bentuk Putusan BandingBersifat menguatkan putusan pengadilan

negeri;Bersifat memperbaiki putusan pengadilan

negeri;Bersifat membatalkan putusan pengadilan

negeri.

Page 200: Hukum Acara Perdata

Upaya Hukum KasasiSemua putusan yangdiberikan dalam tin gkat

akhir oleh pengadilan lain daripada Mahkamah Agung dapat dimintakan kasasi;

Permohonan kasasi diajukan melalui panitera pengadilan negeri yang memutus pokok perkara yang dimintakan kasasi

Page 201: Hukum Acara Perdata

KasasiPermohonan kasasidapat diajukan secara

lisan maupuntertulis;Permohonan kasasi dapat diajukan dalam

tenggang waktu 14 hari kerja sesudah putusan atau penetapan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon ( Pasal 46 UU No.14/1985)

Page 202: Hukum Acara Perdata

KasasiDalam tenggang waktu 14 hari sejak

permohonan kasasi didaftarkan, pemohon wajib menyampaikan memori kasasi ( Pasal 47 UU No. 14 / 1985)

Tidak dipenuhinya tenggang waktu permohonan maupun penyampaian memori kasasi , permohonan kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima

Page 203: Hukum Acara Perdata

Kasasi

Memori kasasi wajib mencantumkan dasar alasan permohonan kasasi.

Pihak termohon kasasi berhak mengajukan jawaban terhadap memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi { Pasal 14 ayat (3) UU No.14 /1985 }

Page 204: Hukum Acara Perdata

Alasan Permohonan Kasasi (Pasal 30 UU No 14/1985) Hakim tidak wenang atau melampaui batas

wewenang;Hakim salah menerapkan atau melanggar

hukum yang berlaku;Hakim lalai memenuhi syarat-syarat yang

diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kebatalan putusan;

Page 205: Hukum Acara Perdata

Alasan kasasiPutusan hakim tidak cukup atau kurang

lengkap dipertimbangkan ( Yurisprudensi MA No.492 K/SIP/1970

Page 206: Hukum Acara Perdata

Upaya Hukum Luar BiasaPeninjauan Kembali ( Request Civil )Perlawanan Pihak Ketiga ( Derden Verzet )

Page 207: Hukum Acara Perdata

Peninjauan KembaliPeninjau adalah upaya hukum luar biasa yang

dapat digunakan oleh para pihak dalam hal upaya hukum biasa sudah tertutup dan putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap

Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara tertulis maupun lisan;

Dalam waktu 14 hari setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan PK, maka panitera mengirimkan salinan PK pada pihak lawan;

Page 208: Hukum Acara Perdata

Peninjauan KembaliPermohonan PK tidak menunda pelaksanaan

putusan MA memutus permohonan peninjauan

kembali pada tingkat pertama dan terakhir

Page 209: Hukum Acara Perdata

Alasan Peninjauan KembaliApabila putusan didasarkan pada tipu muslihat atau

kebohongan atau di dasarkan pada bukti palsu;Apabila setelah perkara diputus ditemukan bukti-

bukti baru yang bersifat menentukan;Apabila telah dikabulkan sesuatu yang tidak

dituntut atau melebihi dari yang dituntut;Apabila ada bagian yang dituntut yang tidak diputus

tanpa dipertimbangkan sebabnya;Apabila ada putusan yang saling bertentangan;Apabila dalam putusan ada kekilafan hakim yang

nyata.

Page 210: Hukum Acara Perdata

Jangka Waktu PK ( Pasal 69 UU No 14 /1985Jangka waktu pengajuan PK adalah `180 hari untuk: 1. untuk alasan pertama sejak diketahui kebohongan

atau tipu muslihat, atau untuk putusan pidana sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

2. untuk alasan kedua sejak ditemukannya bukti baru yang menentukan;

3. untuk alasan ketiga, keempat dan enam sejakputusan memperoleh kekuatan tetap dan telah diberitahukan pada para pihak;

4. untuk alasan terakir sejak putusan terakhir yang bertentangan memperoleh kekuatan hukum tetap

Page 211: Hukum Acara Perdata

Pelaksanaan PutusanPutusan yang memerlukan eksekusi adalah

putusan yangbersifat Condemnatoir sedangkan putusan yang bersifat declataroir dan constitutif tidak memerlukan eksekusi.

Putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau terhadap putusan yang mengabulkan tuntutan dapat dilaksaakannya putusan terlebih dulu