Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

16
1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan Hukum acara peradilan administrasi negara Hukum acara peradilan administrasi Hukum acara pengadilan dalam lingkungan peradilan administrasi Hukum acara TUN adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak satu dengan yang lainnya untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum TUN. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan: “Hukum acara TUN mengatur tentang cara-cara bersengketa di peradilan TUN serta mengatur hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa tersebut.”(Rozali Abdullah) 2. Prinsip / asas yang terdapat dalam hukum acara TUN: 1. Setiap tindakan pemerintah dianggap hal/perbuatan menurut hukum (Asas Praduga Rechtmatigheid) 2. Gugatan dalam perkara TUN pada prinsipnya tidak menunda pelaksanaan keputusan TUN, (kecuali: adanya kepentingan yang sangat mendesak...lihat pasal 49) 3. Hakim lebih aktif dalam hukum acara TUN jika dibandingkan dengan hukum acara perdata, dalam hukum acara TUN dikenal pemeriksaan (rapat permusyawaratan / dismissel dan pemeriksaan persiapan)

Transcript of Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Page 1: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

1

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN

1. Pengertian hukum acara TUN

Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain:

Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Hukum acara peradilan administrasi negara

Hukum acara peradilan administrasi

Hukum acara pengadilan dalam lingkungan peradilan administrasi

Hukum acara TUN adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana

orang harus bertindak satu dengan yang lainnya untuk melaksanakan berjalannya peraturan

hukum TUN.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan:

“Hukum acara TUN mengatur tentang cara-cara bersengketa di peradilan TUN serta

mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan proses penyelesaian

sengketa tersebut.”(Rozali Abdullah)

2. Prinsip / asas yang terdapat dalam hukum acara TUN:

1. Setiap tindakan pemerintah dianggap hal/perbuatan menurut hukum (Asas Praduga

Rechtmatigheid)

2. Gugatan dalam perkara TUN pada prinsipnya tidak menunda pelaksanaan keputusan

TUN, (kecuali: adanya kepentingan yang sangat mendesak...lihat pasal 49)

3. Hakim lebih aktif dalam hukum acara TUN jika dibandingkan dengan hukum acara

perdata, dalam hukum acara TUN dikenal pemeriksaan (rapat permusyawaratan /

dismissel dan pemeriksaan persiapan)

4. Dalam proses persidangan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat & biaya ringan.

5. Di dalam persidangan perkara TUN, sifatnya terbuka untuk umum (pasal 70 UU TUN),

kecuali perkara yang menyangkut masalah ketertiban umum atau keselamatan negara

(pasal 70 ayat 2).

6. Di dalam hukum acara TUN mengenal asas objektivitas dalam rangka untuk mencapai

putusan yang seadil-adilnya. Oleh karena itu, bagi hakim/panitera wajib mengundurkan

diri apabila terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan para pihak.

Page 2: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

2

3. Kompetensi peradilan TUN

Mahkamah Agung

Peradilan Umum Pengadilan Negeri

(UU no 2/1986 jo Pengadilan Tinggi

UU no 8/2004) Mahkamah Agung

Peradilan Agama Pengadilan Agama

(UU no 7/1989 jo Pengadilan Tinggi Agama

UU no 3/2006) Mahkamah Agung

Peradilan TUN Pengadilan TUN

(UU no 5/1986 jo Pengadilan Tinggi TUN

UU no 9/2004) Mahkamah Agung

Peradilan Militer Pengadilan TUN

(UU no 31/1997) pengadilan Tinggi TUN

Mahkamah Agung

II. Persamaan & perbedaan antar hukum acara perdata dengan hukum acara TUN, yang

mencakup:

1. Tentang objek gugatan

Hukum acara TUN: objek gugatan adalah keputusan TUN / KTUN (pasal 1 angka 3 jo

pasal 3), Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum

Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata (pasal 1 angka 3).

Hukum acara perdata: tidak dibatasi objek yang menjadi gugatan perdata.

2. Penggugat & tergugat

Page 3: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

3

Hukum acara TUN: penggugat adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa

kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, sedangkan tergugat

adalah pejabat TUN / badan TUN (pejabat / badan yang melaksanakan fungsi

pemerintahan).

Hukum acara perdata: penggugat adalah setiap orang / badan hukum yang merasa

kepentingannya dirugikan, sedangkan yang menjadi tergugat dalam hukum acara

perdata tidak dibatasi.

3. Tenggang waktu gugatan

Hukum acara TUN: menurut pasal 55, gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang

waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya, sejak diumumkan, atau

sejak diketahui(SEMA no. 2 tahun 1991 angka V) Keputusan Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara.

4. Di dalam gugatan TUN ada tiga tuntutan:

1. Membatalkan/menyatakan tidak sah KTUN

2. Masalah ganti rugi

3. Masalah rehabilitasi

5. Di dalam gugatan TUN ada dikenal rapat permusyawaratan (proses dismissel),

pemeriksaan persiapan, pemeriksaan biasa, dan pemeriksaan cepat.

6. Di dalam hukum acara TUN tidak dikenal verstek, sedangkan dalam hukum acara

perdata dikenal verstek (putusan yang diambil Pengadilan negeri meskipun tergugat

sama sekali tidak hadir).

7. Dalam hukum acara TUN tidak mengenal gugatan rekonvensi / gugat balik (Pasal 132 a, b

HIR / pasal 157,158 RBG).

8. Dalam hukum acra TUN dikenal pemeriksaan dengan acara cepat (pasal 98, 99) juga

dikenal dengan acara singkat (pasal 62 ay 4) dan acara biasa (pasal 68).

9. Dalam hukum acara TUN tidak dikenal sita jaminan (walaupun dalam perkara-perkara

tertentu adanya penetapan penangguhan pelaksanaan dari KTUN).

10. Dalam hukum acara TUN tidak dikenal putusan serta merta /vitvoorbaar bij voorraad

(pasal 180 HIR / 191 RBG)

11. Dakam hukum acara TUN mengenal hakim ad-hoc (hakim khusus yang sesuai bidang

keahliannya) diatur dalam pasal 135 UU PTUN.

Page 4: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

4

III. Gugatan / cara membuat gugatan, yang mencakup :

1. Alasan-alasan mengajukan gugatan (pasal 53 ay 2 a,b UU PTUN) yaitu :

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum

pemerintahan yang baik.

2. Syarat-syarat gugatan (pasal 56 UU PTUN) yaitu :

(1) Gugatan harus memuat:

a. nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat, atau kuasanya;

b. nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat;

c. dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan.

(2) Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka

gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.

(3) Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara yang

disengketakan oleh penggugat.

3. Tuntutan di dalam gugatan TUN(pasal 53 ay 1)

Menyatakan batal atau tidak sah KTUN no….tamggal….tentang….

Dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi (pasal 120)

Dengan atau tanpa disertai tuntutan direhabilitasi (pasal 121)

IV. Acara pemeriksaan di PTUN, mencakup:

Sebelum sidang dilaksanakan, hakim ketua dalam rapat permusyawaratan memutuskan

dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa

gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal :

a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;

b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh

penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan;

c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;

Page 5: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

5

d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata

Usaha Negara yang digugat;

e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.

Apabila gugatan dapat diterima maka gugatan diteruskan ke pemeriksaan persiapan

(pasal 63), lalu ke pemeriksaan biasa. Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang

tidak boleh kurang dari enam hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa

dengan acara cepat.

1. Pemeriksaan dengan acara singkat , diatur oleh pasal 62 ay 4:

“Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh

Pengadilan dengan acara singkat.”

2. Pemeriksaan dengan acara cepat diatur oleh pasal 98, 99:

Pasal 98

(1) Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat

disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat

memohon kepada Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat.

(2) Ketua Pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah diterimanya

permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengeluarkan penetapan

tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut.

(3) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat

digunakan upaya hukum.

Pasal 99

(1) Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan Hakim Tunggal.

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1)

dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkannya

penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)menentukan hari, tempat,

dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal63.

(3) Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-

masing ditentukan tidak melebihi empat belas hari.

Page 6: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

6

3. Pemeriksaan dengan acara biasa diatur oleh pasal 68-97:

Pasal 68: pemeriksaan dengan acara biasa diperiksa dan diputus oleh tiga

orang hakim, dipimpin oleh hakim ketua sidang dan dilaksanakan pada hari

yang ditentukan dalam surat panggilan.

Pasal 75: penggugat dan / atau tergugat dapat mengubah gugatan / jawaban

sampai pada tahap replik / duplik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak

merugikan kepentingan tergugat / penggugat dan hal tersebut harus

dipertimbangkan dengan seksama oleh hakim.

Pasal 76: penggugat dapat mencabut gugatan sebelum tergugat memberi

jawaban. Apabila sudah ada jawaban maka harus ada persetujuan tergugat.

Pasal 77: dalam jawab menjawab tergugat maupun penggugat dapat

mengajukan eksepsi. Eksepsi perdata berbeda dengan TUN secara teoritis.

Macam-macam eksepsi dalam TUN diatur oleh pasal 77 yaitu:

ay(1) Eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap

waktu selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang

kewenangan absolut Pengadilan apabila Hakim mengetahui hal itu, ia karena

jabatannya wajib menyatakan bahwa Pangadilan tidak berwenang mengadili

sengketa yang bersangkutan.

Ay (2) Eksepsi tentang kewenangan relatif Pengadilan diajukan sebelum

disampaikan jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi tersebut harus

diputus sebelum pokok sengketa diperiksa.

Ay (3) Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan Pengadilan hanya dapat

diputus bersama dengan pokok sengketa.

Pasal 83: dalam persidangan TUN mengenal adanya intervensi yaitu

masuknya pihak ketiga ke proses sengketa yang sedang berjalan. Bagi pihak

ketiga yang ingin intervensi maka harus mengajukan permohonan ke majelis

hakim yang mengadili sengketa tersebut. Intervensi dalam persidangan TUN,

pihak ketiga memihak pada BPN (tergugat), yang disebut dengan tergugat II

intervensi. Tergugat II intervensi juga wajib mengajukan gugatan yang berisi

identitas, posita dan petitum.

A (penggugat) B (tergugat)

(tidak ada intervensi)

Page 7: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

7

A (penggugat) B (tergugat I)

MENJAWAB

X (tergugat II intervensi)

Pasal 83

(1) Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan

dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas

prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa

Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak

sebagai :

a. pihak yang membela haknya; atau

b. peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan

atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam

berita acara sidang.

(3) Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus

bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam

pokok sengketa.

Dalam hukum acara TUN ada tiga bentuk intervensi:

1) Voeging, yaitu masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara TUN

yang sedang berjalan di mana pihak ketiga tersebut “memela

kepantingan” salah satu pihak, baik pihak penggugat maupun pihak

tergugat.

2) Tussenkomst, yaitu campur tangan pihak ketiga dalam suatu perkara

TUN yang sedang berjalan di mana pihak ketiga yang masuk dalam

proses perkara tidak membela kepentingan penggugat maupun

tergugat tetapi pihak ketiga tersebut membela kepentingannya

sendiri.

Page 8: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

8

3) Vrijwaring, yaitu ikut campurnya pihak ketiga dalam suatu perkara

perdata yang sedang berjalan disebabkan karena ditariknya atau

dikehendaki oleh pihak tergugat agar pihak tergugat dibebaskan

dalam perkara tersebut.

V. Tentang pembuktian

1. Alat-alat bukti (pasal 100)

Alat bukti ialah:

a. surat atau tulisan;

b. keterangan ahli;

c. keterangan saksi;

d. pengakuan para pihak;

e. pengetahuan Hakim.

Ad a. surat atau tulisan (pasal 101), yaitu surat sebagai alat bukti terdiri dari tiga jenis:

a. akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat

umum yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat

itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau

peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;

b. akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-

pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti

tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;

c. surat-surat lainnya yang bukan akta.

Ad b. keterangan ahli (pasal 102, 103), yaitu pendapat orang yang diberikan di bawah

sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan

pengetahuannya.

Ad c. keterangan saksi (pasal 104), yaitu keterangan yang diberikan oleh seseorang yang

berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar oleh saksi sendiri.

Pengaturan seorang saksi diatur dalam pasal 86-94. Seorang yang tidak boleh

didengar sebagai saksi adalah (pasal 88):

Page 9: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

9

a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke

bawah sampai derajat ke dua dari salah satu pihak yang bersengketa;

b. isteri atau suami salah seorang pihak yang bersengketa meskipun sudah

bercerai;

c. anak yang belum berusia tujuh belas tahun;

d. orang sakit ingatan.

Ad d. pengakuan para pihak (pasal 105). Pengakuan adalah pernyataan sepihak dan tidak

perlu persetujuan dari pihak lain. Oleh kaarena itu, pengakuan mengandung arti:

suatu keterangan yang membenarkan suatu peristiwa, sesuatu hak atau suatu

hubungan hukum yang diajukan oleh pihak lawan.

Di dalam ketentuan hukum pembuktian, pengakuan dapat diberikan di muka

persidangan oleh para pihak yang berperkara / kuasanya. Pengakuan para pihak

tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat

diterima oleh Hakim.

Ad e. pengetahuan Hakim (pasal 106) adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini

kebenarannya.karena TUN menganut teori pembuktian “negatif wettelijk bewijs

theori” maka keyakinan hakim harus dituangkan / dimuat dalam putusan

pengadilan.

2. Beban pembuktian (pasal 107)

Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian

pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat

bukti berdasarkan keyakinan hakim.

VI. Putusan & pelaksanaan pengadilan

1. Pengertian putusan (pasal 108)

Putusan pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Apabila salah

satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan pengadilan

Page 10: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

10

diucapkan, maka atas perintah hakim ketua sidang salinan putusan itu disampaikan

melalui surat tercatat kepada yang bersangkutan.

2. Isi putusan (pasal 109)

Putusan Pengadilan harus memuat :

a. Kepala putusan yang berbunyi :

"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";

b. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para

pihak yang bersengketa;

c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;

d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam

persidangan selama sengketa itu diperiksa;

e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;

f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;

g. hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, serta keterangan

tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.

3. Pelaksanaan putusan pengadilan (pasal 115-119)

Hanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat

dilaksanakan. Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan

setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama

selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari. Dalam hal empat bulan setelah

putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikirimkan, tergugat

tidak melaksanakan kewajibannya yaitu pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang

bersangkutan, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak

mempunyai kekuatan hukum lagi.

VII. Upaya-upaya hukum

1. Perlawanan(pasal 62 ay 3, 4, 5, 6)

Terhadap suatu putusan pengadilan dapat dilakukan perlawanan yaitu verzet terhadap

pengadilan yang memutuskan perkara TUN idak dapat diterima atau tidak berdasar.

Page 11: Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

11

Tenggang waktu melakukan perlawanan adalah empat belas hari sejak putusan

diucapkan /sejak diberitahukan. Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat

digunakan upaya hukum.

2. Banding (pasal 122-130)

Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan pemeriksaan

banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya

yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang

menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan

Pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah.

3. Kasasi (pasal 131)

Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi

kepada Mahkamah Agung. Acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung.

4. Peninjauan kembali (pasal 132)

Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat

diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Acara

pemeriksaan peninjauan kembali dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 77 ayat (1) UU No 14 Tahun 1985 jo UU No 5 Tahun 2004.