HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA …repository.poltekkes-kdi.ac.id/730/1/pdff.pdfxiii...

83
HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERIDIRSU BAHTERAMAS PROPINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2017 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma DIII Kebidanan Pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Disusun Oleh: SRI HARYANI HARIS NIM : P0032401503 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEBIDANAN TAHUN 2018

Transcript of HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA …repository.poltekkes-kdi.ac.id/730/1/pdff.pdfxiii...

ix

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA

UTERIDIRSU BAHTERAMAS PROPINSI SULAWESI

TENGGARA TAHUN 2017

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma DIII Kebidanan Pada Politeknik

Kesehatan Kemenkes Kendari

Disusun Oleh:

SRI HARYANI HARIS

NIM : P0032401503

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

JURUSAN KEBIDANAN

TAHUN 2018

x

xi

xii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS PENULIS

Nama : Sri Haryani Haris

Tempat, tanggal lahir : Wawotobi, 22 Februari 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia

Alamat : Lepo-lepo

B. PENDIDIKAN

1. TK Putri Irigasi

2. SD Negri 1 Lalosabila

3. SMP Negeri 1 Unaaha

4. SMA Negeri 1 Unaaha

5. Terdaftar sebagai mahasiswa Poltekes Kendari Jurusan Kebidanan

masuk Tahun 2015 sampai sekarang.

iv

xiii

ABSTRAK

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RSU BAHTERAMAS PROPINSI SULAWESI TENGGARA

TAHUN 2017

Sri Haryani Haris1, Askrening2, Elyasari3

Latar Belakang : BerdasarkanpenelitianWor/d Health Organization (WHO) penyebabangkakematianibukarenamioma uteri padatahun 2010 sebanyak 22 (1,95%) kasusdantahun 2011 sebanyak 21 {2,04%)· kasus. Faktor penduga pertumbuhan mioma uteri antara lain usia, paritas, faktor ras dan genetik, usia menarche, obesitas serta hormon estrogen dan progesteron. Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan usia dan paritas wanita dengan kejadian mioma uteri di RSU Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun .2017. Metode Penelitian :Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan case control dengan sampel kasus sebanyak 78 orang dan kontrol 78 orang. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan Ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian mioma uteri (p ~alue 0,015 OR=2,23)dan tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian mioma uteri (p value 0,866 OR=1,059). Kesimpulan : Ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian mioma uteri dan tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian mioma uteri. Kata Kunci : usia, paritas, mioma uteri. 1. Mahasiswa Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan 2. Dasen Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan

v

xiv

ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN AGE AND PARITY WITH INCIDENCE OF UTERINE MYOMA AT BAHTERAMAS GENERAL HOSPITAL,

SOUTHEAST SULAWESI PROVINCE IN 2017.

Sri Haryani Haris1, Askrening2, Elyasari3

Background: Based on the study of the World Health Organization (WHO) causes of death in uterine asthma in 2010 as many as 22 (1.95%) cases in 2011 were 21 (2.04%) cases. Factors estimating uterine myoma growth include age, parity, racial and genetic factors, age of menarche, obesity and the hormones estrogen and progesterone.

Research Objectives: To determine the relationship between age and parity of women with incidence of uterine myoma at Bahteramas General Hospital, Southeast Sulawesi Province In 2017.

Research Method: This study is an analytical study with case control design with 78 cases of cases and 78 people in control. The data collected is secondary data.

Results: The results showed that there was a relationship between maternal age and incidence of uterine myoma (p ~ alue 0.015 OR = 2.23) and no relationship between maternal parity and the incidence of uterine myoma (p value 0.866 OR = 1.059).

Conclusion: There was a relationship between maternal age and the incidence of uterine myoma and there was no correlation between maternal parity and the incidence of uterine myoma.

Keywords: age, parity, uterine myoma.

1. Students of the Kendari Polytechnic Department of Midwifery

2. Lecturers of the Kendari Polytechnic Department of Midwifery

vi

xv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , karena atas limpahan

berkat rahmat dan hidayah-Nya lah, Alhamdulillah, sehingga proposal ini

dapat terselesaikan dengan judul “hubungan usia dan paritas dengan

kejadian mioma uteri di rsu bahteramas propinsi sulawesi tenggara Tahun

2017” penulis sadar dan mengakui sepenuhnya bahwa proposal ini masih

banyak terdapat kekeliruan, kesalahan dan kekurangan walaupun penulis

telah berupaya semaksimal mungkin. Oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan proposal penelitian ini.

Selama persiapan, pelaksanaan, penyusunan sampai

penyelesaian proposal penelitian ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan, arahan dan motivasi dari berbagai pihak secara moril dan

materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya khususnya kepada ibu

Askrening, SKM, M.Kes selaku pembimbing I dan ibu Elyasari,

SST,M.Keb selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan proposal

penelitian ini hingga dapat diselesaikan dengan baik.

vii

xvi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

KATA PERSETUJUAN ................................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................... …viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

E. Keaslian Penelitian .............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Mioma uteri ............................................................. 7

B. Tinjauan Tentang Faktor Terjadinya Mioma Uteri .............................. 21

C. Landasan Teori ................................................................................. 28

D. Kerangka Konsep.............................................................................. 30

E. Hipotesis ........................................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................. 31

viii

xvii

B. Tempat Penelitian ............................................................................. 31

C. Waktu Penelitian .............................................................................. 31

D. Populasi dan Sampel ........................................................................ 32

ix

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Analisis Lampiran 2 Master Tabel Lampiran 3 Izin Penelitian Lampiran 4 Usulan Izin Pengambilan Data Awal Lampiran 5 Surat Izin penelitian dari Badan Penelitian dan

Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara Lampiran 6 Surat Keteraran Telah Melakukan Penelitian Lampiran 7 Bebas Pustaka

x

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mioma uteri adalah tumor jinak daerah rahim atau lebih tepatnya

otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya.Tumor ini pertama kali

ditemukan oleh Virchow pada tahun 1854.Mioma belum pernah

ditemukan pada wanita yang belum mengalami menstruasi

(menarche), sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10%

mioma yang masih tumbuh.Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus

dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan

dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atapun fibroid

(Wiknjosastro, 2009).

Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan

dan terapi yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali

informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri.Walaupun jarang

menyebabkan mortalitas, namun morbiditas yang ditimbulkan oleh

mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat menyebabkan

nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat

menyebabkan kesuburan rendah (Bailliere, 2006).Jika terjadi

perdarahan abnormal yang berlebihan dapat menyebabkan anemia

dan tidak menutup kemungkinan terjadi kematian pada wanita (Price,

2006).

1

2

Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO)

penyebab angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2010

sebanyak 22 (1,95%) kasus dan tahun 2011 sebanyak 21 (2,04%)

kasus (Lilyani, 2012).

Etnik Afrika-Amerika memiliki faktor risiko menderita mioma uteri

2,9 kali dibandingkan wanita etnik Kaukasia. Wanita dengan golongan

Afrika-Amerika dapat menderita mioma uteri dalam usia yang lebih

muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta

menunjukkan gejala klinis (Peddada, 2008).

Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-

35 tahun) sebesar 20-35%, dengan prevalensi lebih dari 70% pada

pemeriksaan patologi anatomi uterus (Pudiastuti, 2012). Di Indonesia

mioma uteri ditemukan 2,39%-11,70% pada semua penderita

ginekologi yang dirawat dan paling sering ditemukan pada wanita usia

35-45 tahun (kurang lebih 25%) serta jarang terjadi pada wanita 20

tahun dan pasca menopause (Wiknjosastro, 2009).

Penyebab kejadian mioma uteri belum diketahui secara pasti,

diduga merupakan penyakit multifaktoral. Faktor penduga

pertumbuhan mioma uteri antara lain usia, paritas, faktor ras dan

genetik, usia menarche, obesitas serta hormon estrogen dan

progesteron (Djuwantono, 2004).

3

Di Indonesia pada tahun 2014, kasus mioma uteridi temukan

sebesar 2,39-11,7% pada semua pasien kebidanan yang di rawat.

Data statistik menunjukkan 60% mioma uteriterjadi pada wanita yang

tidak pernah hamil atau hamil hanya satu kali (Depkes, RI, 2014).

Sebagian besar kasus mioma uteri ditemukan tanpa gejala,

sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan

pada rahimnya. Hanya 20-50% dari tumor ini yang menimbulkan gejala

klinik, terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan, infertilitas,

abortus berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor

(Djuwantono, 2006).

Penatalaksanaan mioma uteri dengan gejala klinik pada

umumnya dan tersering adalah tindakan operatif yaitu histerektomi

(pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin mempertahankan

kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma) dapat menjadi

pilihan (Winkjosastro, 2009).

Kejadian mioma uteri di Sulawesi Tenggara menurut data Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2013 berjumlah

406 kasus (18,4%) dari 2.206 kasus ginekologi. Sedangkan pada

tahun 2014 meningkat menjadi 496 kasus (19,2%) dari 2.583 kasus

ginekologi (Dinkes Prov. Sultra, 2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada

di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, didapatkan pada

4

tahun 2016 dari 321 kasus ginekologi terdapat 51 kasus (15,89%)

merupakan mioma uteri dan tahun 2017 tercatat 638 kasus ginekologi

dengan 78 kasus (12,23%) kasus mioma uteri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Adakah hubungan antara usia dan paritas wanita

dengan kejadian mioma uteri di RSU Bahteramas Propinsi Sulawesi

Tenggara?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan usia dan paritas wanita dengan

kejadian mioma uteri di RSU Bahteramas Propinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2017.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui usia wanita di RSU Bahteramas Propinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2017.

b. Mengetahui paritas wanita di RSU Bahteramas Propinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2017.

c. Menganalisis hubungan usia wanita dengan kejadian mioma

uteri di RSU Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun

2017.

5

d. Menganalisis hubungan paritas wanita dengan kejadian mioma

uteri di RSU Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun

2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi

mengenai mioma uteri pada masyarakat untuk meningkatkan

pengetahuannya sehubungan dengan kasus ginekologi, khususnya

kejadian mioma uteri.

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat sebagai informasi yang nantinya

dapat dijadikan pertimbangan dan pengembangan promosi

kesehatan ibu dan pembuatan kebijakan dalam upaya peningkatan

kesehatan reproduksi & ginekologi.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri dan

berfikir secara ilmiah khususnya tentang mioma uteri.

6

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang sudah dilakukan

oleh peneliti, hasil penelitian yang mirip dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah:

1. Kurniasari, Tri (2010). Karakteristik Mioma Uteri di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta Periode Januari 2009-Januari 2010. Variabel

dalam penelitian ini adalah paritas, Indeks Massa Tubuh (IMT),

jenis, gejala, dan terapi mioma uteri. Desain penelitian

observasional deskriptif.Populasi dan sampel adalah ibu dengan

mioma uteri. Tehnik pengambilan sampel yaitu fixed disease

sampling. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel dalam

penelitian ini yaitu umur dan paritas, Desain penelitian

menggunakan pendekatan cause control, Populasi adalah seluruh

ibu dengan kasus ginekologi, dengan tehnik pengambilan sampel

purposive sampling.

2. Lilyani, Devy Isella. Hubungan Faktor Risiko Dengan Kejadian

Mioma Uteri di RSUD Tugurejo Semarang. Variabel dalam

penelitian ini adalah usia, paritas, usia menarche, dan status haid.

Desain yang digunakan adalah survey analitic dengan pendekatan

restrospectiv. Populasi dan sampel adalah ibu dengan mioma uteri.

Tehnik pengambilan sampel yaitu simple random

sample.Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel dalam

penelitian ini yaitu umur dan paritas, Desain penelitian

7

menggunakan pendekatan cause control, Populasi adalah seluruh

ibu dengan kasus ginekologi, dengan tehnik pengambilan sampel

purposive sampling.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Mioma Uteri

1. Pengertian

Mioma uteri adalah salah satu tumor jinak otot rahim,

disertai jaringan ikatnya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak

berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous, sehingga

mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya

dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang

dominan (DeCherney et al, 2009).

Miometrium adalah yang paling tebal dan merupakan otot

polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah

dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.

Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan

berelaksasi. Myoma uteri merupakan salah satu masalah

kesehatan utama dan merupakan tumor jinak ginekologi paling

banyak diderita para wanita saat mendekati masa menopause.

Myoma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih

tepatnya otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya, yang dalam

kepustakaan dikenal dengan istilah fibromyoma, leiomyoma

ataupun fibroid (Winkjosastro, 2009).

Mioma uteri biasa juga disebut fibroid, fibromyoma,

fibroleiomyoma, eiomyofibroma merupakan tumor yang dapat

8

9

tumbuh solid atau multiple (Guyton, 2012). Frekuensi kejadian

mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu mendekati

angka 40%, jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun.

Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan

(Wiknjosastro, 2009).

2. Etiologi

Hal yang mendasari tentang penyebab mioma uteri belum

diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial.

Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal

yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik

tunggal yang berada di antara otot polos miometrium. Sel-sel

mioma mempunyai abnormalitas kromosom. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan mioma, disamping faktor predisposisi

genetik, adalah beberapa hormone seperti estrogen, progesterone

dan human growth hormone (Thomason, 2008).

Dengan adanya stimulasi estrogen, menyebabkan terjadinya

proliferasi sel di uteri, sehingga menyebabkan perkembangan yang

berlebihan dari garis endometrium, sehingga terjadilah

pertumbuhan mioma. Meskipun belum ada penemuan yang

mendasari bahwa estrogen menyebabkan mioma, tetapi

pertumbuhan mioma berkaitan dengan estrogen. Mioma terdiri dari

reseptor estrogen dalam jumlah yang lebih banyak daripada otot

rahim normal (DeCherney, 2009).

10

Mioma pada awalnya diperkirakan merupakan jaringan

uniseluler, dengan setiap selnya terdiri glukosa-6-phospate

dehydrogenase, yang bersifat elektrophoresis. Penelitian yang

dilakukan oleh Nilbert dan Heim, mendapatkan hasil bahwa

terdapat translokasi (mutasi genetik) khususnya kromosom 12 yang

berpengaruh pada pertumbuhan mioma (Thomason, 2008).

Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan

perkembangan mioma, antara lain:

a. Estrogen

Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali

terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan

terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat

menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak

ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita

dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan

kehamilan, jumlah reseptor estrogen di miometrium normal

berkurang. Pada miomareseptor estrogen dapat ditemukan

sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut

tertekan selama kehamilan.

b. Progesteron

Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma

sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan.Progesteron

merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron

11

menghambatpertumbuhan mioma dengan dua cara yaitu

mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan

jumlah reseptor estrogen pada mioma.

c. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan,

tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik

serupa, terlihat pada periode ini memberi kesan bahwa

pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan

mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon

pertumbuhan dan estrogen(Mochtar, 2009).

3. Jenis dan Gambaran Klinis

Mioma uteri terbanyak tumbuh di fundus dan korpus uteri,

hanya 3% yang terdapat di serviks. Mioma tumbuh soliter, multipel

atau berdifusi. Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis

intramural, sebanyak 95% yang berlokasi di lapisan tengah

miometrium (Thomason, 2008).

Menurut tempatnya di uteri dan menurut arah

pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:

a. Mioma Submukosa

Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam

rongga uteri. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan

perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum

12

memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa,

walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan

perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui

dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret.

Mioma jenis ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina,

dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang

dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark

(Wiknjosastro, 2009).

b. Mioma Intramural

Terdapat di dinding uteri di antara serabut miometrium.

Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan

terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di

dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uteri akan

mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi

yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uteri,

dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong

kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan

miksi (Wiknjosastro, 2009).

c. Mioma Subserosa

Apabila mioma tumbuh keluar dinding uteri sehingga

menonjol pada permukaan uteri diliputi oleh serosa. Mioma

subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum

latum menjadi mioma intraligamenter (Wiknjosastro, 2009).

13

d. Mioma Intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan

lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian

membebaskan diri dari uteri sehingga disebut wondering

parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam Mioma

saja dalam satu uteri. Mioma pada servik dapat menonjol ke

dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum

berbentuk bulan sabit (Wiknjosastro, 2009).

4. Gejala

Mioma uterimenimbulkan gejala hanya pada 35-50%

kasus.Sebagian besar penderita mioma uteritidak menunjukkan

adanya gejala. Gejala mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran,

jenis dan adanya kehamilan(DeCherney, 2009).

a. Massa di perut bawah

Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau

benjolan di perut bagian bawah.

b. Perdarahan abnormal

Menorrhagi adalah pola perdarahan uteri abnormal yang

paling umum karena mioma. Mioma submukosa bertangkai

sering menyebabkan gejala menorrhagi sebagai akibat ulserasi

atau nekrosis. Perdarahan oleh mioma dapat menyebabkan

anemia berat. Mioma intramural juga dapat menyebabkan

perdarahan yang lama dan disertai dengan peningkatan jumlah

14

perdarahan(hipermenorrhoe)oleh karena adanya gangguan

kontraksi otot uteri. Kavum uteri yang meluas karena

pertumbuhan mioma dengan sendirinya dapat menyebabkan

perdarahan banyak, terutama mioma subserosa yang disertai

dengan masalah perdarahan yanglebih sedikit daripada dua

jenis lainnya(Thomason,2008).

c. Nyeri perut

Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering

terjadi. Hal ini timbul karena gangguan sirkulasi darah pada

sarang mioma yang disertai dengan nekrosis setampat dan

peradangan. Pada pengeluaranmioma submukosa yang akan

dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis

cervikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa

nyeri disebabkan karena torsi pada mioma uteri

bertangkai.Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa

enek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar,

rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat syaraf

yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai

bawah (Wiknjosastro, 2009).

d. Pressure Effects (tekanan)

Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek

tekanan pada organ-organ di sekitar uteri. Gejala ini merupakan

gejala yang tak biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung

15

dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing dapat

menyebabkan kerentanan kandung kencing, pollakisuria dan

dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensiourinae.

Bila berlarut-larutdapat menyebabkan hydroure teronephrosis.

Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-kadang

menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi (DeCherney,

2009).

e. Infertilitas dan abortus

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup

atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma

submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena

distorsi rongga uteri. Apabila penyebab lain infertilitas sudah

disingkirkan dan miomamerupakan penyebab infertilitas

tersebut, makamerupakan suatu indikasi untuk dilakukan

miomektomi (Wiknjosastro, 2009).

5. Perubahan Sekunder

a. Atrofi

Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena

ukuran mioma uteri berkurang saat menopause atau setelah

kehamilan.

b. Degenerasi hialin

Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut

disebabkankarena kurangnya suplai darah. Jaringan fibrous

16

berubah menjadi hialin dan serabut otot menghilang.Mioma

kehilangan struktur aslinya dan menjadi homogen.Dapat

meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya

seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari

kelompok lainnya.

c. Degenerasi kistik

Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian

dari miomamenjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan

yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi

pembengkakan yang luas dan bendungan limfemenyerupai

limfangioma.Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar

dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.

d. Degenerasi membatu (Calsireus Degeneration)

Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena

adanya gangguan dalam sirkulasi.Dengan adanya

pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma

menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

e. Degenerasi Merah (Carneus Degeneration)

Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas.

Patogenesis: diperkirakankarenasuatu nekrosis subakut

sebagai gangguanvaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat

sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah

disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi

17

merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda

disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada

uteri membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini

seperti pada putaran tangkai tumorovarium atau mioma

bertangkai.

f. Degenerasi lemak

Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi

hialin.Pada Mioma yang sudah lama dapat terbentuk generasi

lemak. Di permukaan irisannya berwarna kuning homogen dan

serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat ditunjukkan dengan

pengecatan khusus untuk lemak (DeCherney, 2009).

6. Diagnosis

a. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala

klinis mioma lainnya, faktor risiko serta kemungkinan

komplikasi yang terjadi.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi

abdomen.Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar

sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan

bebas, tidak sakit.

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

18

Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia

akibat perdarahan uteri yang berlebihan dan kekurangan zat

besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan

adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar

Hemoglobin. Pemeriksaaan laboratorium lain disesuaikan

dengan keluhan pasien.

2) Imaging, pemeriksaan radiologi yang menggunakan magnet

3) Pemeriksaaan dengan USG (Ultrasonografi) transabdominal

dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya

mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama

bermanfaat pada uteri yang kecil. Uteri atau massa yang

paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi

transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan

gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan

irregularitas kontur maupun pembesaran uteri.

4) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma

uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.

5) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri

submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma

tersebut sekaligus dapat diangkat.

6) MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam

menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi

jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa

19

gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium

normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat

dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma (DeCherney,

2009).

7. Penatalaksanaan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah.

Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, status fertilitas,

paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya Mioma yang

ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta

mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Penanganan mioma

uteri terbagi atas:

a. Konservatif

Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak

memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan

tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu,

tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu

diambil tindakan operasi.

b. Medikamentosa

Terapi yang dapat memperkecil volume atau

menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum

tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan

terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.

Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa

20

adalah analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon

Agonist), Progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen,

goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol

dan amantadine (Swine, 2009).

c. Operatif

Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi

dan embolisasi arteri uteri.

1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa

pengangkatan uteri. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya

pada mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara

ekstirpasi lewat vagina.

2) Histerektomi, adalah pengangkatan uteri, yang umumnya

tindakan terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan

dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis

uteri.

3) Embolisasi arteri uteri (Uterin Artery Embolization /UAE),

adalah injeksi arteriuterina dengan butiran polyvinyl alkohol

melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran

darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah

UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan

pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu

penyembuhannya yang cepat(Swine, 2009).

d. Radiasi dengan radioterapi

21

Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan

yang terjadi pada beberapa kasus.

8. Komplikasi

a. Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan

hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75%

dari semua sarkoma uteri. Keganasan umumnya baru

ditemukan pada pemeriksaan histologi uteri yang telah diangkat.

b. Torsi (putaran tangkai)

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi,

timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.

Dengan demikianterjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi

terjadi perlahan-lahan,gangguan akut tidak terjadi.

c. Nekrosis dan infeksi

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan

infeksiyangdiperkirakan karena gangguan sirkulasi darah

padanya (Wiknjosastro, 2009).

B. Tinjauan Tentang Faktor Risiko Terjadinya Mioma Uteri

1. Usia

Wanita kebanyakan didiagnosa dengan mioma uteri dalam

usia 40-an; tetapi belum diketahui pasti apakah mioma uteri yang

terjadi adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan

22

pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada

waktu usia begini (Parker, 2007).

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berusia

25 tahun mempunyai sarang mioma. Mioma belum pernah

dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya

10% mioma yang masih bertumbuh (Winkjosastro, 2009)

Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-

50 tahun yaitu mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan

pada usia dibawah 20 tahun. Sedangkan pada usia menopause

hampir tidak pernah ditemukan (Wiknjosastro, 2009). Pada usia

sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada

usia reproduksi, serta akan turun pada usia menopause (Ganong,

2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Jung di Pusan St. Benedict

Hospital dan di Mokpo Korea serta diperkuat oleh pendapat Ran Ok

yang menyatakan bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada

kelompok usia 40-49 tahun. Hal ini disebabkan karena

pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri dipengaruhi oleh

stimulasi hormon estrogen yang disekresikan oleh ovarium. Pada

umumnya mioma uteri jarang timbul sebelum menarche dan

sesudah menopause, tumbuh dengan lambat serta sering dideteksi

secara klinis pada kehidupan dekade keempat. Pada usia

reproduksi sekresi hormon estrogen oleh ovarium meningkat,

23

berkurang pada usia klimakterium, dan pada usia menopause

hormon estrogen tidak disekresikan lagi oleh ovarium (Ganong,

2008).

2. Riwayat Keluarga (Genetik)

Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan

penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk

menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis

keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang

mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2

kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth

factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak

mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).

3. Obesitas

Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini

mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi

esterogen oleh enzim aromatease di jaringan lemak. Hasilnya

terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh, dimana hal ini dapat

menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan

pertumbuhan mioma uteri (Parker, 2007).

Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan

risiko menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap

kenaikan 10 kg berat badan dan dengan peningkatan indeks massa

tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita

24

dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas

menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal kepada

estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya

menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa

menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri

dan pertumbuhannya (Parker, 2007).

Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas

dan peningkatan insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang

dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang

mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal,

berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri. Ros

dkk, mendapatkan resiko mioma uteri meningkat hingga 21% untuk

setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan

kenaikan IMT (Djuwantono, 2006).

4. Paritas

Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau

wanita yang hanya mempunyai satu anak (Swine, 2009). Pada

wanita nullipara, kejadian mioma lebih sering ditemui salah

satunya diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya

sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak

hamil. Hampir semuanya adalah estriol, suatu estrogen yang relatif

lemah daripada estradiol yang disekresikan ovarium. Hal ini

berbeda dengan wanita yangtidak pernah hamil dan melahirkan,

25

estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang

dihasilkan oleh ovarium yang semuanya digunakan untuk

proliferasi jaringan uteri (Guyton, 2012).

Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit

kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini

dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil.

Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita

yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali (Schorge et al.,

2008).

Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma

uteri. Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan

miometrium yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan

produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor

untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali

kepada berat asal, aliran darah dan saiz asal melalui proses

apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan

bertanggung jawab dalam penurunan saiz mioma uteri. Teori yang

lain pula mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada

keadaan atau saiz asal pada postpartum dan ini menyebabkan

mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk

terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia

midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap

pembesaran mioma (Parker, 2007).

26

5. Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Sebagai salah satu pencetus mioma uteri, hormon estrogen

dan progesteron dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi yang

bersifat hormonal. Menurut Meyer de Snoo dalam teori Cell nest

atau teori genitoblast, menyatakan bahwa estrogen dapat memicu

pertumbuhan mioma uteri karena mioma uteri kaya akan reseptor

estrogen (Winkjosastro, 2009). Bila pada uterus terdapat mioma,

maka pemberian kontrasepsi hormonal kombinasi maupun

sekuensial akan memicu pertumbuhan mioma, karena mioma

banyak mengandung reseptor estrogen dan progesteron. Pada

pemberian kontrasepsi hormonal dengan dosis estrogen dan

progesteron yang rendah tidak terjadi pembesaran mioma yang

bermakna (Baziad, 2006). Pada kontrasepsi hormonal dengan

progestin (progesteron saja) studi klinis menunjukkan progesteron

memfasilitasi pertumbuhan fibroid. Misalnya, ukuran fibroid

meningkat selama pengobatan dengan progesteron sintetis

(Morton, 2006). Progesteron merangsang pembentukan enzim

sulfotransferase di endometrium sehingga terjadi pembentukan

estrogen dalam jumlah besar (Baziad, 2006).

Biokimia fibroid memiliki konsentrasi reseptor progesteron

lebih tinggi dari miometrium normal. Keadaan otot miometrium yang

semula normal akan mengalami pertumbuhan sel dengan adanya

hormon progesteron dan reseptornya. Progesteron dan reseptornya

27

memicu pertumbuhan tumor. Progesteron sendiri tidak dapat

menekan reseptornya sehingga ketika kadar progesteron dalam

tubuh meningkat akibat pemberian progesteron sintesis, maka

jumlah reseptor progesteron tidak akan mengalami penurunan.

Pada terapi fibroid dengan progesteron sintetis, secara parenteral

diberikan medroksi-progesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan

sampai 150 mg setiap bulan (Morton, 2006). Dosis ini sama dengan

dosis yang diberikan pada saat injeksi kontrasepsi hormonal

dengan progestin yang diberikan setiap 3 bulan, dibandingkan

dengan jenis pil yang memiliki dosis 300 μg levonorgestrel pada

kemasan 35 pil atau 350 μg noretindron dan 75 μg desogestrel

pada kemasan 28 pil. Demikian pula dengan implan yang hanya

mengandung 68 mg levonorgestrel dengan masa kerja hormon 3–5

tahun. Hal ini berkaitan dengan temuan bahwa penggunaan

Hormon Replacement Therapy (HRT) pada wanita postmenopause

juga terbukti meningkatkan pertumbuhan fibroid secara signifikan

ketika dosis medroxiprogesterone asetat yang lebih tinggi (5

mg/hari) digunakan, dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah

(2,5 mg/hari) (Palomba, 2006).

Kontrasepsi hormonal kombinasi hanya digunakan oleh 3

orang wanita dengan mioma uteri. Menurut Saifuddin (2006)

kontrasepsi kombinasi yang beredar saat ini hanya mengandung 30

μg Etinil Estradiol dan 150 μg levonorgestrel/ desogestrel.

28

Kandungan estrogen dan progesteron yang terdapat dalam

kemasan tersebut sangat sedikit dan tidak memungkinkan sel untuk

berkembang menjadi mioma uteri. Namun mioma uteri masih

terjadi pada akseptor kombinasi.

6. Kehamilan

Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil

penelitian yang pernah dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2%

selama kehamilan. Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri

karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan

bertambahnya vaskularisasi ke uteri (Bromer, 2008). Kehamilan

dapat juga mengurangi resiko mioma karena pada kehamilan

hormon progesteron lebih dominan.

C. Landasan Teori

Memarzadeh dalam Hadibroto menyatakan bahwa mioma uteri

adalah tumor jinak otot polos, yang terdiri dari sel-sel jaringan otot

polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Menurut Djuwantono,

Penyebab kejadian mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga

merupakan penyakit multifaktorial. Faktor penduga pertumbuhan

mioma uteri antara lain usia, paritas, faktor ras dan genetik, usia

menarche, obesitas, serta penggunaan alat kontrasepsi hormonal.

Angka kejadian mioma uteri tinggi pada pasien yang mempunyai anak

di usia yang sudah terlalu tua atau pada wanita yang mempunyai sedikit anak

atau menikah di usia yang muda. Tumor tumbuh dengan lambat rentang usia

29

25-40 tahun. Mioma uteri ditemukan pada wanita nulipara muda pada

rentang usia 25-35 tahun.

Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50

tahun yaitu mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia

dibawah 20 tahun. Sedangkan pada usia menopause hampir tidak

pernah ditemukan (Wiknjosastro, 2009). Pada usia sebelum menarche

kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta

akan turun pada usia menopause (Ganong, 2008).

Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau

wanita yang hanya mempunyai satu anak (Swine, 2009). Pada wanita

nullipara, kejadian mioma lebih sering ditemui salah satunya diduga

karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari

sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil. Hampir semuanya

adalah estriol, suatu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol

yang disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita yangtidak

pernah hamil dan melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah

murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang semuanya

digunakan untuk proliferasi jaringan uteri (Guyton, 2012).

Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma

uteri. Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan

miometrium yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan

produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk

peptida dan hormon steroid. (Parker, 2007)

30

D. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Variabel independen : Usia dan paritas

Variabel dependen : Mioma Uteri

E. Hipotesis

1. Ada hubungan usia dengan kejadian mioma uteri di RSU

Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara

2. Ada hubungan paritas dengan kejadian mioma uteri di RSU

Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara.

USIA

MIOMA UTERI

PARITAS

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitikdengan rancangancase

control .

Gambar.2 skema rancangan penelitian

Beresiko

Tidak

Beresiko

Kasus

Ibu Mioma

Control

Ibu Tidak

Mioma

Beresiko

Tidak Beresiko

Sampel

Ibu Mioma dan

Tidak Mioma

Populasi Ibu

dengankasus

ginekologi

31

32

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini telahdilakukan di Ruang Ginekologi RSU

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2018.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah seluruh wanita dengan kasus ginekologi

yang dirawat di ruang ginekologi RSU Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 berjumlah 638 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian adalah wanita dengan kasus

ginekologi yang dirawat di ruang ginekologi RSU Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 yang berjumlah 156

orang.

Perbandingan jumlah sampel adalah 1 : 1 , dimana jumlah

sampel kasus diambil dengan caraPurposive Samplingyaitu wanita

dengan mioma uteri di Ruang Ginekologi RSU Bahteramas

Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 berjumlah 78 orang dan

sampel kontrol diambil secara simple random samplingadalah

wanita yang tidak mioma uteri di Ruang Ginekologi RSU

Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 berjumlah 78

orang.

33

F. Definisi Operasional

1. Mioma uteri

Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos, yang terdiri dari

sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan

kolagen(Winkjosastro, 2009).

Kriteria Objektif :

a. Mioma Uteri

b. Non Mioma Uteri(Winkjosastro, 2012).

3. Usia

Usia adalah lamanya seseorang hidup.

Kriteria Objektif :

a. Tidak beresiko jika umur <30 tahun

b. Beresiko jika umur ≥30 tahun

4. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup oleh seorang

wanita.

Kriteria Objektif :

a. Beresiko jika Paritas 1

b. Tidak beresiko paritas ≥ 2

G. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data ini

untuk mengetahui usia dan paritas wanita yang dirawat di ruang

34

ginekologi yang bersumber dari pencatatan yang telah

didokumentasikan melalui buku registrasi RSU Bahteramas..

H. Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok

data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga

menghasilkan informasi yang diperlukan. Pengolahan data dilakukan

dengan cara:

1. Pengeditan (editing)

Proses editing dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

mengecek kelengkapan data dari buku register di Poli KIA.

2. Pemasukan data (entry)

Entry data adalah proses memasukkan data-data dalam

tabel berdasarkan variabel penelitian.

3. Tabulasi (tabulating)

Tabulating dilakukan dengan memasukkan data ke dalam

tabel yang tersedia kemudian melakukan pengukuran masing-

masing variabel (Sugiyono, 2008).

I. Penyajian Data

Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi berdasarkan analisis variabel yang diteliti disertai dengan

narasi.

H. Analisis

35

1. Analisis univariabel

Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasekan dan uraikan

dalam bentuk table dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

f : fariabel yang diteliti

n: jumlah sampel penelitian

K: Konstanta(100%)

X: persentase hasil yang dicapai

2. Bivariabel

Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent variable dan

dependent variable uji statistic yang digunakan adalah chi-square.

Adapun rumus yang digunakan untuk chi-squareadalah:

( )

Keterangan:

Σ : jumlah

X2 : statistic chi-square hitung

O : nilai frekuensi yang diobservasi

E : Nilai frekuensi yang diharapkan

Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa adalah hubungan

jikaρvalue < 0,05 dan tidak ada hubungan jika ρvalue >0,05 atau x2

hitung > x2 table maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada

36

hubungandan x2 hitung < x2 maka H1 diterima dan H1 di tolak yang

berarti tidak ada hubungan.

Untuk mendeskripsikan risiko independent variable pada dependen

variable.Uji statistic yang digunakan adalah perhitungan Odds Ratio

(OR). Mengetahui besarnya OR dapat dideskrinasi factor resiko

yang diteliti.

Perhitungan OR menggunakan table 2x2 sebagai berikut:

Table kontigensi 2 x 2 odds ratio pada penelitian Case controlstudy

Factor

Resiko

Kejadian Asfiksia Jumlah

Kasus Kontrol

Positif A B A+B

Negatif C D A+B

Keterangan :

a : jumlah kasus dengan risiko positif

b : jumlah kontrol dengan risiko positif

c : jumlah kasus dengan risiko negatif

d : jumlah kontroldengan risiko negative

I. Penyajian data

Data yang telah di olah di sajikan dalam bentuk taabel kemudian di

narasikan.

J. Etika penelitian

Penelitian menjamin hak-hak responden dengan terlebih dahulu

melakukan Informed Consert sebelum melakukan wawancara. Dalam

37

meminta persetujuan dari responden menjelaskan terlebih dahulu topik,

tujuan penelitian, teknis pelaksanaan penelitian, dan hak-hak reponde.

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dengan cara

menggunakan nama dalam bentuk inisial.

38

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak geografis

Sejak bulan Oktober 2012, Rumah Sakit Umum Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara telah mencapai lokasi baru di jalan P.

Tandean Kecamatan Baruga Kota Kendari. Lokasi ini angat strategis

karena mudah dijangkau dengan kendaraan. Adapun batas-batas

RSU Bahteramas Sultra secara administrative sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kelurahan Wundudopi

Sebelah Timur : Kelurahan Lepo-Lepo

Sebelah Selatan : Kecamatan Baruga

Sebelah Barat : Kelurahan Watunbangga (RSU Bahtramas,2017)

b. Sarana dan Prasarana

RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri di atas

tanah dengan luas mencapai 170.000 m2. Sarana dan prasarana yang

berupa bangunan fisik seluas 54.127 m2 sedangkan selebihnya belum

terealisasi atau belum selesai dibangun. Namun semua bangunan

yang telah dioperasikan memiliki tingkat aktivitas yang sangat tinggi

(RSU Bahteramas,2017).

Sebagian sarana fisik termasuk sarana pelayanan pasien telah

direhabilitasi namun masih ada beberapa sarana fisik lain yang

memerlukan rehabilitasi dan renovasi. Sarana kesehatan terdiri dari

38

39

pelayanan rawat jalan, rawat inap, instalasi, dan pelayanan penunjang

medic. Pelayanan rawat jalan terdiri: poliklinik penyakit dalam,

poliklinik kesehatan anak, poliklinik bedah, poliklinik mata, poliklinik

kulit dan kelamin, poliklinik kesehatan gigi dan mulut, poliklinik

neurologi, poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan,poliklinik

jantung dan kardiovaskuler dan poliklinik gizi (RSU Bahteramas, 2017)

Sedangkan pelayanan rawat inap terdiri dari: ruangan

perawatan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, THT, Mata, Kulit

dan kelamin, gigi dan mulut, neurologi, penyakit kandungan,

perawatan intensif, prenatologi. Sedangkan instalasi terdiri dari

instalasi gawat darurat dan instalasi rehabilitasi medic. Pelayanan

penunjang antara lain terdiri dari: patologik klinik, patologi anatomi,

radiologi, farmasi, dan pelayanan lain seperti binatu, ambulance dan

perawatan serta pengatur jenazah (RSU Bahteramas, 2017)

c. Visi dan Misi RSU Bahteramas Provinsi Sultra

Visi pembangunan Pemerintah Sulawesi Tenggara adalah “

Mewujudkan Sulawesi Tenggara Sejahtera, Mandiri dan berdaya

saing tahun 2013-2018”. RSU Bahteramas Provinsi Sultra dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat mengacu pada visi dan

misi pemerintah daerah dan visi pembangunan kesehatan Provinsi

Sulawesi Tenggara. Visi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara adalah “Rumah Sakit Unggulan dalam pelayanan

40

Kesehatan Rujukan, Pendidikan dan pelatihan di Sulawesi tenggara

tahun 2018”.

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka misi yang diemban oleh

RSU Bahteramas Provinsi Sultra adalah :

a) Meningkatkan pelayanan kesehatan prima berlandaskan etika profesi.

b) Menyelenggarakan profesi dokter, ppendidikan kesehatan lainnya

serta pelatihan dalam penelitian

c) Pengembangan sarana dan prasarana untuk menunjang rumah

sakit pendidikan

d) Meningkatkan Profesionalisme sumber daya manusia dan

kesejahteraan karyawan (RSU Bahteramas, 2017).

e) Motto RSU Bahteramas Provinsi adalah “melayani dengan hati

dan senyum “ (RSU Bahteramas, 2017).

d. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit

Tugas pokok dan fungsi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara mengacu pada perda nomor 3 tahun 2008 tentang susunan

organisasi dan tata kerja lembaga teknis daerah RSU Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara dan pola tata kelola RSU Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara yakni “ Melaksanakan upaya kesehatan

secara berdaya guna dan berhasil guna mengutamakan

penyembuhan penyakit dan pemulian kesehatan yang dilaksanakan

secara serasi dan terpadu melalui upaya peningkatan, pencegahan

dan pelaksanaan upaya rujukan” (RSU Bahteramas, 2017).

41

Untuk melaksanakan tugas popok sebagaimana tersebut

diatas, RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai

fungsi yaitu menyelenggarakan pelayanan medic, menyelenggarakan

pelayanan penunjang medic, menyelenggarakan pelayanan dan

asuhan keperawatan, menyelenggarakan pelayanan rujukan,

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihaan, menyelenggarakan

penelitian dan pengembangan kesehatan, menyelenggarakan upaya

promotif dan preventif (RSU Bahteramas, 2017).

e. Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara hingga 31 desember 2015 berhumlah 789 orang pegawai

negeri sipil (PNS) terdiri atas tenaga medis sebanyak 78 orang,

paramedic perawatan sebanyak 365 orang, paramedic non perawatan

sebanyak 218 orang dan non medis sebanyak 128 orang. Sedangkan

tenaga kontrak sebanyak 74 orang (RSU Bahteramas, 2017).

B. Hasil Penelitian

Penelitian tentang hubungan antara usia dan paritas dengan

kejadian Mioma Uteri di Rumah Sakit Bahteramas tahun 2017 telah

dilaksanakan pada bulan pada bulan Juli 2018. Data yang telah

terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan SPSS Versi 24. Hasil

penelitian terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, analisis

univariabel dan bivariabel. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel

berikut :

42

1. Analisis Univariabel

Analisis univariabel adalah analisis tiap variabel. Analisis

univariabel dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel

baik variabel terikat maupun variabel bebas yang kemudian

ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis univariabel

pada penelitian ini, yaitu analisis usia dan paritas. Hasil analisis

univariabel sebagai berikut:

Tabel 1

Distribusi Usia Ibu di RS Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2017

Usia Ibu

Mioma Uteri

Total Kasus Kontrol

f % f % f %

Berisiko 53 34 38 24,4 91 58,3

Tidak Berisiko 25 16 40 25,6 65 41,7

Total 78 50 78 50 156 100

Sumber : Data Sekunder terolah 2018

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel di atas diperoleh bahwa

terbanyak pada ibu usia berisiko sebanyak 53 orang (34%) pada ibu

dengan mioma uteri.

43

Tabel 2

Distribusi Paritas di RS Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2017

Paritas

Mioma Uteri

Total Kasus Kontrol

f % f % f %

Berisiko 27 17,3 26 16,7 53 34

Tidak Berisiko 51 32,7 52 33,3 103 66

Total 78 50 78 50 156 100

Sumber : Data Sekunder terolah 2018

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 diperoleh data bahwa

paritas terbanyak adalah paritas tidak berisiko pada ibu tidak mioma uteri

sebanyak 52 orang (33,3%).

2. Analisis Bivariabel

Analisis bivariabel dilakukan untuk menganalisis hubungan

dua variabel. Analisis bivariabel bertujuan untuk mengetahui ada

tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat

dapat digunakan Uji Kai Kuadrat atau Chi Square. Untuk melihat

besarnya risiko, uji yang digunakan adalah Odds Ratio (OR).

Analisis bivariabel pada penelitian ini yaitu analisis hubungan

usia dan paritas dengan kejadian mioma uteri di Rumah Sakit

Bahteramas Tahun 2017. Hasil analisis bivariabel dapat dilihat pada

tabel 3 dan tabel 4.

44

Tabel 3

Hubungan Usia Dengan Kejadian Mioma Uteri di Rumah Sakit

Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017

Usia Ibu

Mioma Uteri

Total Kasus Kontrol

f % f % f %

Berisiko 53 34 38 24,4 91 58,3

Tidak Berisiko 25 16 40 25,6 65 41,7

Total 78 50 78 50 156 100

Chi2 (P-value) 5,934 (0,015)

OR (CI95%) 2,23 (1,164-4,277)

Sumber : Data Sekunder terolah 2018

Hasil analisis dengan uji statistik terlihat bahwa ada hubungan antara

usia ibu dengan kejadian mioma uteri, berdasarkan perhitungan uji chi

square dimana p value sebesar 0,015 (<0,05). Selain itu resiko terjadinya

mioma uteri pada ibu dengan usia beresiko sebesar 2,23 (OR=2,23).

45

Tabel 4

Hubungan Paritas Dengan Kejadian Mioma Uteri di Rumah Sakit

Bahteramas Tahun 2017

Paritas

Mioma Uteri

Total Kasus Kontrol

f % F % f %

Berisiko 27 17,3 26 16,7 53 34

Tidak Berisiko 51 32,7 52 33,3 103 66

Total 78 50 78 50 156 100

Chi2 (P-value) 0,029 (0,866)

OR (CI95%) 1,059(0,546-2,054)

Sumber : Data Sekunder terolah 2018

Hasil analisis dengan uji statistik terlihat bahwa tidak ada hubungan

antara paritas ibu dengan kejadian mioma uteri, berdasarkan perhitungan

uji chi square dimana p value sebesar 0,866 (>0,05).

46

C. Pembahasan

1. Hubungan Usia Dengan Kejadian mioma uteri di RS

Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017.

Hasil analisis dengan uji statistik terlihat bahwa ada hubungan

antara usia ibu dengan kejadian mioma uteri, berdasarkan perhitungan

uji square dimana p value sebesar 0,015 (<0,05). Selain itu resiko

terjadinya mioma uteri pada ibu dengan usia beresiko sebesar 2,23

(OR=2,23).

Dalam penelitian ini yang dikatakan berisiko adalah usia ≥30 tahun.

Hal ini sejalan dengan teori Parker, 2007 bahwa wanita kebanyakan

didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an, tetapi belum

diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan

peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder

terhadap perubahan hormon pada waktu usia tersebut.

Ganong, 2008 menyatakan bahwa frekuensi kejadian mioma uteri

paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu mendekati angka 40%,

sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Sedangkan pada

usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia sebelum

menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi,

serta akan turun pada usia menopause.

Penelitian yang dilakukan oleh Jung di Pusan St. Benedict Hospital

dan di Mokpo Korea serta diperkuat oleh pendapat Ran Ok yang

menyatakan bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok

47

usia 40-49 tahun. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan

perkembangan mioma uteri dipengaruhi oleh stimulasi hormon estrogen

yang disekresikan oleh ovarium. Pada umumnya mioma uteri jarang

timbul sebelum menarche dan sesudah menopause, tumbuh dengan

lambat serta sering dideteksi secara klinis pada kehidupan dekade

keempat. Pada usia reproduksi sekresi hormon estrogen oleh ovarium

meningkat, berkurang pada usia klimakterium, dan pada usia

menopause hormon estrogen tidak disekresikan lagi oleh ovarium

(Ganong, 2008).

2. Hubungan Paritas Dengan Kejadian mioma uteri di RS

Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017.

Hasil analisis dengan uji statistik terlihat bahwa tidak ada hubungan

antara paritas ibu dengan kejadian mioma uteri, berdasarkan

perhitungan uji square dimana p value sebesar 0,866 (>0,05).

Beresiko dalam penelitian ini adalah Paritas 1. Kesimpulan yang

dapat diperoleh adalah tidak ada hubungan antara usia dengan

kejadian mioma uteri. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Swine, 2009 bahwa mioma uteri lebih sering terjadi

pada wanita nullipara atau wanita yang hanya mempunyai satu anak.

Dijelaskan juga oleh Schorge et al., 2008 bahwa wanita yang sering

melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya

perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil

atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri

48

berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil

satu kali (Schorge et al., 2008).

Dijelaskan pula oleh Guyton, 2012 bahwa pada wanita nullipara,

kejadian mioma lebih sering ditemui salah satunya diduga karena

sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh

ovarium pada wanita yang tidak hamil. Hampir semuanya adalah

estriol, suatu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang

disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita yang tidak pernah

hamil dan melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni

estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang semuanya digunakan

untuk proliferasi jaringan uteri.

Walopun dalam penelitian ini wanita dengan paritas ≥2 terbanyak

menderita mioma uteri dan tidak sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Parker, 2007 menyatakan bahwa peningkatan

paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri

menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal

ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix

dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid.

Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan

saiz asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling

ini berkemungkinan bertanggung jawab dalam penurunan saiz mioma

uteri. Teori yang lain pula mengatakan pembuluh darah di uterus

kembali kepada keadaan atau saiz asal pada postpartum dan ini

49

menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya

nutrisi untuk terus membesar, tetapi kemungkinan besar wanita dengan

paritas ≥2 memiliki faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya

mioma uteri yaitumusia, riwayat keluarga (genetik), obesitas,

penggunaan kontrasepsi hormonal dan kehamilan.

50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Usia ibu paling banyak pada ibu usia berisiko sebanyak 53 orang

(34%) pada ibu dengan mioma uteri di RS Bahteramas Propinsi

Sulawesi Tenggara.

2. Paritas terbanyak adalah paritas tidak berisiko pada ibu tidak

mioma uteri sebanyak 52 orang (33,3%) di RS Bahteramas

Propinsi Sulawesi Tenggara.

3. Ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian mioma uteri di RS

Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara..

4. Tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian mioma

uteri di RS Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara.

. B. SARAN

1. Disarankan agar tenaga kesehatan agar meningkatkan edukasi

kepada masyarakat khususnya wanita usia subur untuk

meningkatkan pengetahuan tentang faktor resiko terjadinya mioma

uteri.

2. Hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu

bahan pertimbangan dan pengembangan promosi kesehatan ibu

dalam upaya peningkatan kesehatan reproduksi & ginekologi.

50

51

3. Disarankan agar menambah variabel penelitian untuk penelitian

selanjutnya.

52

DAFTAR PUSTAKA

Andra. 2013. Asuha Kebidanan Patologi. Pustaka rihama. jakarta

Anggraini,Y.2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Pustaka Rhama, Yogyakarta.

Bahiyatum. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. EGC, Jakarta.

Bohamley Judy. 2011. Patofiologi Dalam Kebidanan

Data Asean. 2008. Jumlah Kematian Ibu di Negara ASEAN

Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Dewi, R.P. 2013. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Nuha Medika, Yogyakarta.

Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi

Tenggara, Kendari.

Hidayat.A.A.2010.Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisa Data.

Salemba Medika, Jakarta.

Indriyani, D. 2013. Aplikasi Konsep Dan Teori Keperawatan Maternitas Post

Partum.

Junaidi, Iskandar.dr.2010. Hipertensi. PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok

Gramedia, Jakarta.

Liana, M. 2011. Asuhan Kebidanan III Nifas. Trans Info Medika, Jakarta Timur.

Kuswanti Ina, 2014, Asuhan Kehamilan. Rineka cipta. Semarang

Manuaba,I.B.G. 2009. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan.EGC, Jakarta.

Manauba,I.B.G. 2011. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan.EGC, Jakarta.

Maritalia. 2012. Asuhan Kebidanan Patologi. Nuha Medika, Yogyakarta.

53

Masruroh. 2012. Buku Panduan Praktik Keterampilan Asuhan Kebidanan

Patologi. Niha Medika, Jogjakarta.

Mufdlilah, Hidayat. A,. & Kharimaturahmah, I. 2012. Konsep Kebidanan. Nuha

Medika, Yogyakarta.

Muslihatun. Dkk. 2010. Dokumentasi Kebidanan. Citramaya, Yogyakarta.

Nirwana. 2011. Buku Suku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta

Nursalam. 2010. Konsep Kebidanan. Fitriama. Yogyakarta

Notoatmodjo soekidjo, Dr. Prof. 2012 Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka

Cipta. Jakarata.

Padila. 2013. Buku Lengkap Untuk Ibu Hamil Dan Melahirkan. Safirah. Jakarta

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka, Jakarta.

Pudiastuti. 2012. Sinopsis obstetri. EGC, jakatra

Rahmawati Titik, 2012. Dasar-dasar Kebidanan. Sumber Ilmu. Jokjakarta

Raito, J. 2011. Asuhan Kebidanan ibu Nifas Penuntun Belajar Praktik Klinik.

Buku Kedokteran. EGC, Jakarta

Rekam Medik RSUD Abunawas Kota Kendari. 2015. Profil RSUD Abunawas

Kota kendari. Kendari

Rukiyah, AY. 2010, Asuhan Kebidanan No 4 Patologi. Trans Infomedia.

Jogjakarta

Saifuddin, AB. 2008. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Yayasan Binda Pustaka, Jakarta

Saminem, H. 2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan. Kedokteran EGC, Jakarta

Setiyawati, N. 2010. Dokumentasi Kebidanan. Fitramaya, Yogyakarta

Suseno & Masruroh, 2009. Peraturan Akademik dan Kode Etik. Kendari

STIK Avicenna. 2008. Pedoman Akademik. Kendari

54

Suyatno. 2010. Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Nuha Medika,

Yogyakarta.

Varney. H., M. Kriebs. J., L. Gegor. C. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.

Penertbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC, Jakarta.

55

Tabel Penderita Ginekologi Di RSUD Bahteramas

Tahun 2017

NO

NAMA USIA (TAHUN) PARITAS DIAGNOSA

<20 20-35 >35 NULLIPARA

PRIMIPARA

MULTIPARA

GRANDE MULTIPARA

MIOMA NON MIOMA

1.

Ny. ima

47

miom

Ny.lilis 27

Kuret

(abortus)

Ny.munaro 21 √

SC

2.

Ny.

masiem

53

√ miom

Ny.dina 20 √ Kuret

(abortus)

Ny.linda 21 √ kista

3.

Ny.

hermawati

36

√ Miom

4.

Ny. indah

44

√ miom

Ny, indriani 27 √ Kuret (mola)

5.

Ny.

indrianti

20

√ miom

Ny.maria 31 √ SC

6.

Ny.

niluwati

27

√ miom

Ny.niluhwati

45 √ kista

Ny.iis 29 √ kista

7.

Ny. Maena

45

√ miom

8.

Ny. een

37

√ Miom

Ny.hamsiar 30 √ SC

Ny.sunarti 22 √ Kuret (ket)

Ny.marni 47 √ SC &

56

ikat

kandung

an

9.

Ny. hamila

39

√ moim

10.

Ny. suraeni

44

√ miom

11.

Ny. hanti

47

√ miom

Ny. lina 25 √ kista

12.

Ny. julianti 23

√ miom

Ny.nina 22 √ kista

Ny.maria 34 √ SC

Ny.sinta 47 √ Kuret

(mola)

Ny.winda 34 √ Kuret

(mola)

13. Ny.

rosmina

42 √ miom

14.

Ny. hamila 43

√ miom

Ny.nining 26 √ SC

15.

Ny. samsiar

43

√ miom

Ny.riana 29 √ Kista

Ny.ana 30 √ Kuret (mola)

16.

Ny. Rahmawati

42

miom

Ny.triana 40 √ SC

Ny.suratmi 41 √ SC

17.

Ny. nia 29 √ miom

18.

Ny. maria 49

√ miom

Ny.vira 46 √ kista

19

Ny. Upe 42

√ miom

Ny.niluhwati

30 √ kista

20.

Ny. yanti

44

√ miom

57

21.

Ny. rina 21 √ miom

Ny.berta 29 √ Sc

Ny.siti 26 √ SC

Ny. arina 22 √ Kuret ( abortus)

22. Ny suci 30 √ miom

23. Ny. marwah

29 √ miom

Ny.sintia 25 √ kista

Ny.minarti 37 √ Kuret ( mola)

24. Ny. murni 41 √ miom

Ny.siska 41 √ Kuret (ket)

25. Ny. mira 44 √ miom

Ny.sesi 22 √ kista

Ny.alia 25 √ Kuret ( mola)

26. Ny, suleha 38 √

27. Ny. rina 20 √

28. Ny,vina 22 √

29. Ny.riska 25 √

30. Ny, reni 45 √

31. Ny. nuri 41 √

32. Ny.muli 39 √

33. Ny. surana 28 √

34. Ny. salma 27 √

35. Ny. norma 24 √

36. Ny, fatmawati

21 √

37. Ny. risma 20 √

38. Ny. tina 38 √

39. Ny.lina 36 √

40.

Ny,nurlela 40 √

58

41. Ny.hetti 4 1 √

42. Ny, ririn 30 √

43.

Ny.ulhfa 29 √

44. Ny.yensi 28 √

45. Ny.husnaeni

40 √

46. Ny,arfa 20 √

47. Ny,lilis 38 √

59

MASTER TABEL

MIOMA UTERI DI RSU BAHTERAMAS PROPINSI SULAWESI

TENGGARA

TAHUN 2017

No Nama Umur (tahun) Paritas Ket

1. Ny. Ima 47 P4 A0

( 4 anak )

2. Ny. Masiem 53 P6 A1

( 5 anak )

3. Ny. Hermawati 36 P4 A0

( 4 anak )

4. Ny.indah 44 P2 A0

( 2 anak )

5. Ny.indrianti 20 P1 A0

( 1 anak )

6. Ny.niluwati 27 P2 A0

( 0 anak )

7. Ny.maena 45 P4 A0

( 4 anak )

8. Ny.een 37 P1 A1

(0 Anak )

9. Ny.hamila 39 P1 A0

(1 Anak )

10. Ny.suraeni 44 P2 A0

(2 Anak )

11. Ny.hanti 47 P5 A0

(5 Anak )

12. Ny.julianti 23 P2 A0

(0 Anak )

13. Ny.rosmina 42 P2 A0

(2 Anak )

14. Ny.hamila 43 P2 A0

(2 Anak )

15. Ny.samsiar 43 P4 A0

(4 Anak )

16. Ny.rahmawati 42 P3 A0

( 3 Anak )

17. Ny.nia 29 P1 A0

( 1 Anak )

18 Ny.maria 49 P2 A0

( 2 Anak )

19. Ny.upe 42 P1 A0

(1 Anak )

20. Ny.yanti 44 P2 A0

(2 Anak )

21. Ny.rina 21 P2 A0

(2 Anak )

22. Ny.suci 30 P2 A0

(2 Anak )

23. Ny.marwah 29 P1 A0

60

( 1 Anak ) 24. Ny.murni 41 P2 A0

(2 Anak )

25. Ny.mira 44 P4 A0

(4 Anak )

26. Ny.saleha 38 P3 A0

(3 Anak )

27. Ny.rina 20 P2 A0

( 0 Anak )

28. Ny.vina 22 P1 A0

( 0 Anak )

29. Ny.riska 25 P3 A0

( 0 Anak )

30. Ny.reni 45 P1 A0

( 1 Anak )

31. Ny.nuri 41 P3 A0

(3 Anak )

32. Ny.muli 39 P3 A0

(3 Anak )

33. Ny.surana 28 P1 A0

( 1 Anak )

34. Ny.salma 27 P2 A0

(2 Anak )

35. Ny.norma 24 P1 A0

( 1 Anak )

36. Ny.fatmawati 21 P1 A0

( 1 Anak )

37. Ny.risma 20 P1 A0

( 1 Anak )

38. Ny.tina 38 P2 A0

(2 Anak )

39. Ny.lina 36 P1 A0

( 1 Anak )

40. Ny.nurlela 40 P3 A0

( 3 Anak )

41. Ny. Hetti 41 P4 A0

(4 Anak )

42. Ny.ririn 30 P1 A0

( 1 Anak )

43. Ny.ulfa 29 P1 A0

( 1 Anak )

44. Ny.yensi 28 P2 A0

(2 Anak )

45. Ny.husnaeni 40 P2 A0

(2 Anak )

46. Ny. Arfa 20 P1 A0

( 1 Anak )

47. Ny.lilis 38 P2 A0

(2 Anak )

48. Ny. Umi 20 P1 A0

( 1 Anak )

49 Ny.liliana 45 P2 A0

(2 Anak )

50 Ny.darti 39 P4 A0

(4 Anak )

51 Ny. Arni 21 P1 A0

61

( 1 Anak )

52 Ny.sina 46 P4 A0

(4 Anak )

53 Ny.watia 38 P2 A0

(2 Anak )

54 Ny.ida 21 P1 A0

( 1 Anak )

55 Ny.rika 39 P2 A0

(2 Anak )

56 Ny.ritna 22 P1 A0

( 1 Anak )

57 Ny.natalia 34 P1 A0

( 1 Anak )

58 Ny.maunaro 45 P1 A0

( 1 Anak )

59 Ny.sitany 49 P2 A0

(2 Anak )

60 Ny.sofia 21 P1 A0

( 1 Anak )

61 Ny.widya 39 P1 A0

( 1 Anak )

62 Ny.marnita 46 P2 A0

(2 Anak )

4863 Ny.susi 34 P3 A0

( 3 Anak )

64 Ny.aminah 31 P1 A0

( 1 Anak )

65 Ny.darmina 27 P1 A0

( 1 Anak )

66 Ny.auliyasti 29 P2 A0

(2 Anak )

67 Ny.siska 31 P2 A0

(2 Anak )

68 Ny.dhea 48 P2 A0

(2 Anak )

69 Ny.Cika 45 P2 A0

(2 Anak )

70 Ny. anita 43 P2 A0

(2 Anak )

71 Ny.lina 39 P3 A0

( 3 Anak )

72 Ny.fifi 36 P3 A0

( 3 Anak )

73 Ny.asrina 45 P2 A0

(2 Anak )

74 Ny.suleha 31 P2 A0

(2 Anak )

75 Ny.mirna 20 P1 A0

( 1 Anak )

76 Ny.khadija 38 P2 A0

(2 Anak )

77 Ny.revi 47 P2 A0

(2 Anak )

78 Ny.sulastri 43 P2 A0

(2 Anak )

62

PEMBANDING ( Random Sampling) ( yang tidak miom)

No Nama Umur (tahun) Paritas Ket

1. Ny. Lilis 25 P2 A0

( 2 anak ) Kuret (abortus)

2. Ny. munaro 38 P3 A1

( 2 anak ) SC

3 Ny. dina 28 P4 A0

( 4 anak ) SC

4 Ny.linda 21 P1 A0

( 1 anak ) kista

5 Ny.indriani 27 P1 A0

( 1 anak ) Kuret (mola)

6 Ny.maria 31 P2 A0

( 2 anak ) SC

7 Ny.niluh wati 45 P4 A0

( 4 anak ) Kista

8 Ny.iis 29 P1 A1

(0 Anak ) Kista

9 Ny.hamsiar 30 P1 A0

(1 Anak ) Sc

10 Ny.sunarti 22 P0 A0

(0 Anak )

Kuret (ket)

11 Ny.marni 47 P5 A0

(5 Anak ) SC & ikat kandungan

12 Ny.lina 25 P2 A0

(2 Anak ) Kista

13 Ny.nina 22 P2 A0

(2 Anak ) Kista

14 Ny. Marina 34 P4 A0

(4 Anak ) SC

15 Ny.sinta 47 P6 A0

(6 Anak )

Kuret (mola)

16 Ny. Winda 34 P2 A0

(2 Anak )

Kuret (mola)

17 Ny.nining 26 P2 A0

(2 Anak ) SC

18 Ny.riana 29 P1 A0

(1 Anak ) Kista

19 Ny.ana 30 P3 A0

(3 Anak )

Kuret (mola)

20 Ny.triana 40 P2 A0

(2 Anak ) SC

21 Ny.suratmi 41 P2 A0

(2 Anak ) SC

22 Ny.vira 46 P3 A0

(3 Anak ) Kista

23 Ny.niluh wati 30 P3 A0

(3 Anak ) Kista

24 Ny. Berta 29 P3 A1

( 2 anak ) SC

25 Ny.siti 26 P1 A0 SC

63

( 1 anak )

26 Ny. Arina 22 P1 A0

( 1 anak )

Kuret (abortus)

27 Ny.sintia 25 P3 A0

(3 Anak ) Kista

28 Ny.minarti 37 P4 A0

( 4 anak )

Kuret (mola)

29 Ny.siska 41 P4 A0

( 4 anak )

Kuter (ket)

30 Ny. Sesi 22 P2 A0

(2 Anak ) Kista

31 Ny.alia 25 P1 A0

( 1 anak )

Kuret (mola)

32 Ny.desi 34 P3 A0

(3 Anak )

Kuter (ket)

33 Ny.arfa 45 P4 A0

( 4 anak )

SC & ikat kandungan

34 Ny.delsy 41 P2 A0

(2 Anak ) kista

35 Ny.danti 29 P3 A0

(3 Anak )

Kuter (ket)

36 Ny.sumarlina 22 P1 A0

( 1 anak ) Kista

37 Ny.rieski hardianti 30 P3 A0

(3 Anak ) Kista

38 Ny.melsi 31 P3 A0

(3 Anak ) SC

39 Ny.cheline 42 P4 A0

( 4 anak )

Kuret (mola)

40 Ny.bella 25 P1 A0

( 1 anak )

Kuter (ket)

41 Ny.lidya 31 P3 A0

(3 Anak ) SC

42 Ny.rafida 36 P1 A0

( 1 anak )

SC & ikat kandungan

43 Ny.feni 27 P1 A0

( 1 anak ) Kista

44 Ny.iin 31 P3 A0

(3 Anak )

Kuter (ket)

45 Ny.ulfa 26 P1 A0

( 1 anak ) SC

46 Ny.niki 22 P2 A0

(2 Anak )

Kuret (abortus)

47 Ny.citra 20 P1 A0

( 1 anak )

Kuret (abortus)

48 Ny.salsa 26 P1 A0

( 1 anak )

Kuret (mola)

49 Ny.lidya 32 P4 A0

( 4 anak ) SC

50 Ny.rafida 41 P3 A0 Kuret

64

(3 Anak ) (mola)

51 Ny.indira 22 P1 A0

( 1 anak ) Kista

52 Ny.mitra 34 P2 A0

(2 Anak )

Kuret (mola)

53 Ny.mega 37 P3 A0

(3 Anak ) SC

54 Ny.Putry 43 P4 A0

( 4 anak ) SC

55 Ny.liang 21 P1 A0

( 1 anak ) Kista

56 Ny.try 20 P1 A0

( 1 anak ) Kista

57 Ny.maya 32 P3 A0

(3 Anak )

Kuret (mola)

58 My.rosmina 33 P3 A0

(3 Anak ) SC

59 Ny.ririn 28 P3 A0

(3 Anak ) SC

60 Ny.winda 27 P1 A0

( 1 anak ) SC

61 Ny.pira 25 P1 A0

( 1 anak ) SC

62 Ny.lisda 22 P1 A0

( 1 anak )

Kuret (abortus)

63 Ny.maulina 20 P1 A0

( 1 anak ) Kista

64 Ny.ayuni 31 P3 A0

(3 Anak ) SC

65 Ny.misra 20 P1 A0

( 1 anak ) SC

66 Ny.muli 27 P3 A0

(3 Anak ) SC

67 Ny.ida 25 P3 A1

( 2 anak )

Kuret (mola)

68 Ny.mirawati 30 P4 A0

( 4 anak ) SC

69 Ny.anindia 21 P1 A0

( 1 anak ) Kista

70 Ny.nurul 27 P2 A0

(2 Anak )

Kuret (mola)

71 Ny.ny.yuliani 31 P3 A0

(3 Anak ) Kista

72 Ny.ita 24 P1 A0

( 1 anak )

Kuret (abortus)

73 Ny.dira 37 P3 A0

(3 Anak ) SC

74 Ny.ayu lestari 33 P2 A0

(2 Anak )

Kuret (mola)

75 Ny.pegi 41 P4 A0

( 4 anak ) Kista

76 Ny.Leni 23 P2 A0

(2 Anak )

Kuret (abortus)

65

77 Ny.dila 28 P3 A0

(3 Anak ) SC

78 Ny.arina 23 P2 A0

(2 Anak ) Kista

66

MASTER TABEL

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI

DI RSU BAHTERAMAS PROPINSI SULAWESI TENGGARA

TAHUN 2017

No Nama Umur (tahun) Paritas Ket

1. Ny. Ima 47 P4 A0

( 4 anak )

2. Ny. Masiem 53 P6 A1

( 5 anak )

3. Ny. Hermawati 36 P4 A0

( 4 anak )

4. Ny.indah 44 P2 A0

( 2 anak )

5. Ny.indrianti 20 P1 A0

( 1 anak )

6. Ny.niluwati 27 P2 A0

( 0 anak )

7. Ny.maena 45 P4 A0

( 4 anak )

8. Ny.een 37 P1 A1

(0 Anak )

9. Ny.hamila 39 P1 A0

(1 Anak )

10. Ny.suraeni 44 P2 A0

(2 Anak )

11. Ny.hanti 47 P5 A0

(5 Anak )

12. Ny.julianti 23 P2 A0

(0 Anak )

13. Ny.rosmina 42 P2 A0

(2 Anak )

14. Ny.hamila 43 P2 A0

(2 Anak )

15. Ny.samsiar 43 P4 A0

(4 Anak )

16. Ny.rahmawati 42 P3 A0

( 3 Anak )

17. Ny.nia 29 P1 A0

( 0 Anak )

18 Ny.maria 49 P2 A0

( 2 Anak )

19. Ny.upe 42 P1 A0

(1 Anak )

20. Ny.yanti 44 P2 A0

(2 Anak )

21. Ny.rina 21 P2 A0

(2 Anak )

22. Ny.suci 30 P2 A0

(2 Anak )

23. Ny.marwah 29 P1 A0

67

( 1 Anak ) 24. Ny.murni 41 P2 A0

(2 Anak )

25. Ny.mira 44 P4 A0

(4 Anak )

26. Ny.saleha 38 P3 A0

(3 Anak )

27. Ny.rina 20 P2 A0

( 0 Anak )

28. Ny.vina 22 P1 A0

( 0 Anak )

29. Ny.riska 25 P3 A0

( 0 Anak )

30. Ny.reni 45 P1 A0

( 1 Anak )

31. Ny.nuri 41 P3 A0

(3 Anak )

32. Ny.muli 39 P3 A0

(3 Anak )

33. Ny.surana 28 P1 A0

( 1 Anak )

34. Ny.salma 27 P2 A0

(2 Anak )

35. Ny.norma 24 P1 A0

( 1 Anak )

36. Ny.fatmawati 21 P1 A0

( 1 Anak )

37. Ny.risma 20 P1 A0

( 1 Anak )

38. Ny.tina 38 P2 A0

(2 Anak )

39. Ny.lina 36 P1 A0

( 1 Anak )

40. Ny.nurlela 40 P3 A0

( 3 Anak )

41. Ny. Hetti 41 P4 A0

(4 Anak )

42. Ny.ririn 30 P1 A0

( 1 Anak )

43. Ny.ulfa 29 P1 A0

( 1 Anak )

44. Ny.yensi 28 P2 A0

(2 Anak )

45. Ny.husnaeni 40 P2 A0

(2 Anak )

46. Ny. Arfa 20 P1 A0

( 1 Anak )

47. Ny.lilis 38 P2 A0

(2 Anak )

68

69

70

71

72

73