HUBUNGAN PREEKLAMPSIA DENGAN PERSALINAN PREMATUR …repository.poltekkes-kdi.ac.id/57/1/SKRIPSI...
Transcript of HUBUNGAN PREEKLAMPSIA DENGAN PERSALINAN PREMATUR …repository.poltekkes-kdi.ac.id/57/1/SKRIPSI...
-
HUBUNGAN PREEKLAMPSIA DENGAN PERSALINAN
PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan
Pendidikan Program Studi Diploma IV Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
OLEH
IMELDA DWI OKTAVIANTI P00312016072
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIV
TAHUN 2017
-
RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Penulis
a. Nama : Imelda Dwi Oktavianti
b. Tempat Tanggal Lahir : Pondidaha, 21 Oktober 1994
c. Agama : Kristen
d. Suku Bangsa : Toraja / Indonesia
e. Alamat : Jl. Ahmad yani Lr. Valentine
f. E.mail : meldadwi @ gmail.com
2. Riwayat Pendidikan
a. SD Negeri Praja Taman Sari, Tahun 2000-2006
b. SMP Negeri 1 Kendari, Tahun 2006-2009
c. SMA Negeri 4 Kendari, Tahun 2009-2012
d. Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan DIII Kebidanan,
Tahun 2012-2015
e. Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan DIV Kebidanan,
Masuk tahun 2016 hingga sekarang
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
anugerah dan rahmat-Nya yang tiada ternilai, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan di Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan
Kebidanan dengan judul “Hubungan Preeklampsia Dengan Persalinan
Prematur di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2016”
Penyelesaikan Skripsi ini tak lepas dari bimbingan, arahan dan
petunjuk dari berbagai pihak, sehingga segala bentuk kesulitan dan
kendala yang ditemui dapat diatasi. Oleh karena itu dengan kerendahan
hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu
Dr. Nurmiaty, S.Si.T, MPH selaku pembimbing I dan Ibu Feryani, S.Si.T,
MPH selaku pembimbing II dengan penuh kesabaran dan keihklasan
membimbing penulis sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan. Terima
kasih pula kepada Ibu Dr. Kartini, S.Si.T, M.Kes selaku penguji I, Ibu
Arsulfa, S.Si.T, M.Keb selaku penguji II, dan Ibu Heyrani, S.Si.T, M.Kes
selaku penguji III.
Ucapan terimakasih sedalam-dalamnya terkhusus penulis
persembahkan kepada orang tua saya Bapak Yunus Tulak Toding Datu
dan Ibu Adolpina dan seluruh keluarga besar penulis yang telah
-
memberikan motivasi, dukungan baik moral, materi serta restu selama
penulis mengikuti pendidikan dan menyelesaikan Skripsi ini.
Kesempatan ini tak lupa juga penulis ucapkan banyak terima kasih
dan penghargaan yang tulus kepada yang terhormat :
1. Ibu Askrenig SKM, M.Kes, selaku Direktur Poltekes Kemenkes Kendari
2. Ibu Sultina Sarita, SKM, M.Kes. selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kendari.
3. Bapak Drs. H. Sukanto Toding, MSP, MA selaku Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
4. Bapak dr. M. Yusuf Hamra,M.Sc, Sp.PD selaku direktur RSU
Bahteramas Prov.Sultra yang telah mengizinkan peneliti untuk
melakukan penelitian.
5. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Poltekkes Kemenkes Kendari
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, dalam
kesempatan ini penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun dan mudah-mudahan dapat berguna bagi penulis dan para
pembaca khususnya. Amin .
Kendari, Desember 2017
Penulis
-
DAFTAR ISI
HALAMANAN
JUDUL……………………………………………………....…………………..i
HALAMAN
PERSETUJUAN…………………………………………………....………….ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………....……iii
KATA PENGANTAR……..………………………………………………… …iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..viii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………....ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...…x
ABSTRAK…………………………………………………………………....….xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................6
D. Manfaat Penelitian......................................................................6
E. Keaslian Penelitian.....................................................................7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka..........................................................................8
B. Landasan Teori.........................................................................58
C. Kerangka Teori.........................................................................60
D. Kerangka Konsep.....................................................................61
E. Hipotesis...................................................................................61
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian........................................................................62
B. Rancangan Penelitian..............................................................62
C. Tempat dan Waktu Peneliitian.................................................63
D. Populasi dan Sampel...............................................................63
E. Definisi.Oprasional...................................................................64
-
F. Pengolahan dan Analisa Data..................................................64
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian…………………….……………………...…..68
B. Pembahasan…………………………………………………..74
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………...……………….…...…….79
B. Saran…………………………………….…………….…..…..80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Teori………………………….……………….......60
Gambar 2 Kerangka Konsep…………………….…………………...…61
Gambar 3 Skema Rancangan Penelitian Case Control………….….62
-
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Kontegensi 2x2 Odds Ratio Pada Penelitian Case
Control
Study………………………………………………..….......…..66
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan persalinan premature di
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2016………………................................................................72
Tabel 3 Distribusi frekuensi kejadiaan pada kelompok kasus di RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2016…..................................................................................73
Tabel 4. Distribusi frekuensi kejadian pada kelompok kontrol di RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2016.....................................................................................73
Tabel 5. Hubungan antara Preeklampsia dengan persalinan
prematur di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2016...........................................................................74
-
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Izin Penelitian
2. Surat Pengantar Penelitian
3. Master Tabel Penelitian
4. Analisis Data dengan Program SPSS
-
INTISARI
HUBUNGAN PREEKLAMPSI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI
TENGGARATAHUN 2016
Imelda Dwi Oktavianti1, Nurmiaty2, Feryani3
Prematuritas merupakan penyebab utama dari kelainan dan kematian pada bayi karena perkembangan dan fungsi organ serta berbagai sistem belum sempurna, terutama sistem homoestatis. Angka persalinan prematur menurut data WHO pada tahun 2012 sebesar 13 juta dan di Indonesia tercatat sebanyak 350.000 jiwa yang mengalami persalinan prematur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan preeklampsia dengan persalinan prematur di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian case control untuk mengetahui faktor risikio atau masalah kesehatan yang diduga memiliki hubungan erat dengan penyakit yang terjadi di masyarakat.
Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji chi-square menujukan ada hubungan antara preeklampsia dengan persalinan
prematur dengan hasil p-value diperoleh 0,013 ≤0,05. Hasil analisis odd rasio dengan lower limit = 1,177 dan upper limit = 4,105 mencakup nilai satu makna nilai OR bermakna. Nilai OR = 2,19 ini menunjukan ibu dengan preeklampsia mempunyai kemungkinan 2,19 kali mengalami persalinan prematur.
Kata Kunci : Preeklampsia, Persalinan prematur 1. Mahasiswa Kebidanan Poltekes Kendari 2. Dosen Kebidanan Poltekes Kendari
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prematuritas merupakan penyebab utama dari kelainan dan
kematian pada bayi karena pada umur kehamilan ini perkembangan
dan fungsi organ serta berbagai sistem belum sempurna, terutama
sistem homoestatis. Kondisi ini menyebabkan bayi prematur memiliki
resiko yang tinggi untuk mengalami kematian atau menjadi sakit
dalam masa neonatal (Rahmawati, 2011).
Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi indikator kesehatan
pertama dalam menetukan derajat kesehatan anak karena merupakan
cerminan dari status kesehatan serta merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Sesuai dengan program
kesehatan yang dicanangkan dalam Sustainable Development Goals
(SDGs) 2030 pada goals ketiga diantaranya menurunkan Angka
Kematian Neonatal (AKN) 12 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Balita (AKB) 25 per 1.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan hasil penelitian WHO pada tahun 2013 AKB di
dunia 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKB di negara berkembang 37 per
1.000 kelahiran hidup dan AKB di negara maju 5 per 1.000 kelahiran
hidup. AKB di Asia Timur 11 per 1.000 kelahiran hidup, Asia Selatan
43 per 1.000 kelahiran hidup dan Asia Tenggara 24 per 1.000
kelahiran hidup (WHO, 2014).
-
Badan Pusat Statistik (BPS) 2016, mencatat bahwa angka
kematian bayi mencapai 25,5 kematian setiap 1.000 bayi yang lahir.
Menurut Depkes RI (2013) penyebab kematian bayi di Indonesia yaitu
disebabkan oleh prematur dan BBLR 34%, asfiksia 37%, sepsis 12%,
hipotermi 7%, kelainan darah atau ikterus 6%, post matur 3% dan
kelainan kongenital sebanyak 1%. Prematur merupakan salah satu
yang berpengaruh terhadap AKB karena dapat mengalami komplikasi
saat lahir seperti hipotermi, infeksi dan sindroma gawat nafas apabila
tidak ditangani segera mungkin dapat mengakibatkan kematian.
Data dari RSU Bahtramas Provinsi Sulawesi Tenggara
didapatkan jumlah persalinan normal tahun 2014 sebanyak 884 orang,
dan yang mengalami persalinan prematur sebanyak 42 orang (4,75%).
Pada tahun 2015 jumlah persalinan normal sebanyak 516 orang,dan
yang mengalami persalinan prematur 50 (9,68%). Tahun 2016 jumlah
persalinan sebanyak 389 orang, dan yang mengalami persalinan
prematur 40 (10,28%) (RSU Bahtramas 2016).
Persalinan prematur dapat disebabkan karena adanya masalah
kesehatan pada ibu hamil maupun pada janin. Masalah keehatan
antara lain hipertensi yang dapat mengakibatkan preeklampsia, infeksi,
kelainan bentuk rahim dan masih banyak faktor lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya persalinan prematur.
Menurut Mitayani (2012), preeklampsia adalah keadaan dimana
hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang
-
terjadi akibat kehamilan setelah 20 minggu atau terkadang timbul lebih
awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan
korialis. Preeklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala
yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan selama masa nifas yang
terdiri atas trias gejala yaitu hipertensi, proteinuria dan edema, kadang-
kadang disertai konvulasi sampai koma.
Insidensi preeklamsia diprkirakan sebesar 3-10 % dari seluruh
kehamilan. Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian
ibu hamil. Berdasarkan data dari WHO penyebab Angka Kematian Ibu
(AKI) disebabkan oleh perdarahan 28%, preeklamsia dan eklamsia
24%, infeksi 11%, partus lama atau macet 5%, abortus 5%, emboli
3%, komplikasi masa puerperium 8% dan faktor lain 11% (WHO,
2010).
Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin
adalah preeklampsia yang menurut WHO angka kejadian
preeklampsia pada tahun 2013 berkisar antara 0,51%-38,4%.
Negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6%-7%. Angka
kejadian di Indonesia adalah sekitar 3,4-8,5% (WHO, 2014).
Berdasarkan WHO pada tahun 2014 angka kematian ibu di dunia yaitu
289.000 jiwa. Tahun 2014 menurut Association of Southeast Asian
National (ASEAN) kematian ibu sebanyak 16.000 jiwa.
Hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2015 AKI masih 346 per 100.000 kelahiran hidup dan untuk Sulawesi
-
tenggara AKI pada tahun 2016 sebanyak 74 kasus dan 26 (35,13%)
disebabkan oleh preeklamsia dan eklamsia. Preeklampsia dan
eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme dan kerusakan selendotel pembuluh darah plasenta yang
berdampak terjadinya persalinan prematuritas (Angsar, 2010).
Berdasarkan teori menjelaskan bahwa kejadian kelahiran
prematur yang dipengaruhi oleh preeklamsia atau eklampsia akibat
terjadinya spasmus pembuluh darah. Menurunnya arterior yang
mendadak dapat menyebabkan asfiksia berat, jika spasme
berlangsung lama akan mengganggu pertumbuhan janin.Terjadinya
peningkatan tonus dan kepekaan uterus terhadap rangsangan dapat
mengakibatkan persalinan prematur (Janah, Nurul, 2012). Diagnosa
dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia,
serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
AKI dan AKB. Ante Natal Care (ANC) merupakan salah satu deteksi
dini untuk mengetahui preeklampsia pada ibu.
Data dari RSU Bahtramas Provinsi Sulawesi Tenggara
didapatkan jumlah persalinan normal selama priode 2014-2016. Tahun
2014 sebanyak 884, dan yana mengalami preeklampsia sebanyak 161
(18,21%). Tahun berikutnya, pada tahun 2015 jumlah persalinan
normal 516 orang, dan yang mengalami preeklampsia sebanyak 62
-
(12,01%). Tahun 2016 jumlah persalinan sebanyak 389 dan yang
mengalami preeklampsia 107 (27,50%) (RSU Bahteramas 2015).
Uraian diatas menunjukan bahwa ibu yang mengalami
preeklampsia dan bayi dengan persalinan prematur masih sangat perlu
mendapatkan perhatian dikarenakan dapat menyebabkan terjadinya
AKI dan AKB. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Preeklamsia Dengan Persalinan Prematur di Rumah Sakit
Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan preeklampsia
dengan persalinan prematur di Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan preeklampsia dengan
persalinan prematur di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kejadian persalinan prematur di RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara 2016.
-
b. Untuk mengetahui kejadian pada kelompok kasus (persalinan
prematur) di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2016.
c. Untuk mengetahui kejadian pada kelompok kontrol (persalinan
tidak prematur) di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2016.
d. Untuk menganalisa hubungan preeklampsia dengan kejadian
persalinan prematur di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan masukan dan informasi dari pelaksanaan program
kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Dinkes Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam menentukan dan menetapkan kebijakan serta
penyelenggaraan dan pengelolaan kesehatan dimasa yang akan
datang.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber
informasi dalam menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan
dan bahan kepustakaan sekaligus dapat dijadikan acuan untuk
penelitian selanjutnya terkait dengan kejadian preeklamsia dan
persalinan prematur, serta bagi penulis dapat digunakan untuk
-
menambah wawasan tentang hubungan antara preeklamsia
dengan persalinan prematur.
E. Keaslian Penelitian
1. Saputra (2014), hubungan preeklampsia berat dengan kejadian
persalinan prematur di RS DR. Oen Surakarta. Desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional,
variabel sebab (Preeklampsia berat) dan variable akibat (persalinan
prematur). Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan
antara preeklampsia berat dengan kejadian persalinan prematur.
2. Ifalahma (2010), hubungan antara preeklampsia dengan
prematuritas di RSUD Pandan Arang Boyolali bulan April 2010
sampai Mei 2010. Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Cross Sectional, variable sebab
(preeklampsia) dan variable akibat (prematuritas). Hasil penelitian
menujukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
preeklampsia dengan kejadian prematuritas.
Perbedaan dari penelitian yang telah dilakukan terdahulu dengan
penelitian yang saya lakukan yaitu terletak pada desain penelitian yang
digunakan adalah Case control, serta waktu dan tempat penelitian.
Adapun persamaannya terletak pada judul dan metode penelitian yaitu
analitik.
-
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Persalinan Prematur
a. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi
(janin dan plasenta) yang cukup bulan dapat hidup diluar
kandungan melalui jalan lahir atau dapat hidup diluar
kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan
atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Sulistyawati, 2011).
Persalinan normal adalah pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-41 minggu) lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun
janin (Conrad, 2010).
Prematur adalah bayi yang lahir sebelum kehamilan 37
minggu terhitung sejak priode menstruasi terahkir ibu (Conrad,
2010). Persalinan prematur yaitu persalinan dari hasil konsepsi
yang dapat hidup tetapi belum aterem (cukup bulan) dan
memiliki berat 1000-2500 gram (Wiknjosastro, 2011).
Cara mendiagnosa persalinan prematur secara sederhana
dengan menghitung usia kehamilan dari Hari Pertama Haid
Terahkir (HPHT), namun cara ini kurang efektif bila ibu lupa
tanggalnya. Selain itu, penetuan persalinan prematur dilakukan
-
dengan pemeriksaan yang didasarkan pada kriteria maturistik
fisik dan neurologis. Penerapan klinis pemeriksaan ini secara
praktis dan dapat dipercaya digambarkan oleh Dubowitz yang
selanjutnya disederhanakan oleh Ballard dengan akurasi yang
sama. Penilaian dari kedua kriteria dilakukan pada waktu bayi
berumur 6-60 jam (Wiknjosastro, 2011).
b. Klasifikasi Prematur
Menurut usia kehamilannya maka prematur dibedakan
menjadi beberapa, yaitu :
1) Usia kehamilan 20-27 minggu disebut persalinan ekstrem
prematur (extremely preterem)
2) Usia kehamilan 28-32 minggu disebut persalinan sangat
prematur (very preterem)
3) Usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan prematur
(preterem)
Menurut berat badan lahir, bayi prematur dibagi dalam
kelompok :
1. Berat badan bayi
-
3. Berat badan bayi 1500-2400 gram disebut bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Sudarti dan Fauziah,
2013).
c. Penyebab dan Faktor predisposisi
Persalinan prematur merupakan penyebab tertinggi
kematian neonatus, serta menyebabkan tumbuh kembang janin
mengalami perhambatan dan memerlukan perawatan intesif.
Penyebab persalinan prematur tidak diketahui dengan pasti
karena etiologinya bervariasi. Kelahiran prematur (prematuritas)
pada dasarnya terjadi akibat iskemik plasenta yang terjadi
karena pembengkakan endotel dari pembuluh darah menuju
plasenta yang merupakan pensuplai O2 dan nutrisi ke plasenta
sehingga terjadi vasospasme pembuluh darah,aliran darah
menurun dan terjadi infark plasenta. Terjadinya iskemik plasenta
maka fungsi plasenta akan terganggu sehingga kesejahtraan
janin menurun (Manuaba, 2012).
Gangguan metabolisme prostaglandin mengakibatkan
tekanan darah naik sehingga terjadi hipovolemia
hemokonsentrasi darah. Hal ini menyebabkan stres individu
yang memicu terjadinya reaksi perlunakan serviks dan
sensitivitas otot rahim meningkat terhadap rangsangan
sehingga terjadi kontraksi yang mengakibatkan persalinan
-
prematur. Terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan
persalinan prematur antara lain :
1) Faktor Ibu
a) Usia ibu
Usia ibu merupakan salah satu faktor risiko
kematian perinatal, untuk seorang wanita reproduksi
sehat yaitu 20-35 tahun (Depkes RI, 2011). Usia
-
kehamilan. Ibu dengan usia muda seringkali secara
emosional dan fisik belum matang serta mereka belum
memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita
dewasa. Usia ibu diatas 35 tahun memiliki kondisi
kesehatan sudah mulai menurun yang dapat
mempengaruhi janin intra uterin (Wiknjosastro, 2011)
Angka mortalititas neonatus terendah terdapat pada
bayi dari ibu yang mendapat perawatan prenatal yang
cukup dan berumur antara 20-30 tahun. Kehamilan pada
anak usia belasan tahun dan wanita melebihi 35 tahun,
menambah risiko terjadinya persalinan prematur
(Rukiyah, 2011).
b) Paritas
Paritas adalah jumlah bayi yang dilahirkan baik lahir
hidup maupun lahir mati dari seorang ibu. Ibu dengan
paritas tinggi kematian maternal dan kematian neonatal
menjadi meningkat, dikarenakan sering melahirkan
mengakibatkan terganggunya kesehatan pada ibu.
Gangguan kesehatan tersebut terdiri dari anemia
dikarenakan kurang Gizi, perdarahan antepartum,
terjadinya kekendoran pada dinding perut dan dinding
rahim serta kemungkinan-kemungkinan lainnya yang
dapat terjadi sehingga dari keadaan tersebut maka akan
-
mudah menimbulkan penyulit persalinan seperti his
kurang baik, partus lama bahkan persalinan prematur
(Novita, 2011).
c) Riwayat persalinan prematur sebelumnya
Menurut Oxorn (2010) risiko persalinan prematur
dapat terjadi peningkatan tiga kali lipat pada ibu yang
memilki riwayat persalinan prematur, dibanding dengan
wanita yang persalinan pertamanya mencapai matur.
Riwayat prematur sebelumnya yaitu ibu yang pernah
mengalami persalinan prematur pada kehamilan yang
terdahulu.
Ibu yang tidak dapat melahirkan bayi sampai
usia matur dapat disebabkan karena kandungan atau
rahim ibu yang lemah atau faktor lain yang belum
diketahui jelas penyebabnya. Wanita yang telah
mengalami kelahiran prematur pada kehamilan
terdahulu memiliki risiko 20% sampai 40% untuk
terulang kembali (Varney, 2007). Persalinan prematur
dapat terulang kembali pada ibu yang persalinan
pertamanya terjadi persalinan prematur dan risikonya
meningkat pada ibu yang kehamilan pertama dan
kedua juga mengalami persalinan prematur (Yayan,
2010).
-
Pemeriksaan dan perawatan antenatal yang ketat
pada ibu hamil yang pernah mengalami prematur
merupakan cara untuk meminimalkan risiko terjadinya
persalinan prematur kembali. Kesehatan ibu dan janin
dapat dijaga semaksimal mungkin untuk menghindari
besarnya persalinan prematur dapat terulang dan
membahayakan kelangsungan janin yang
dilahirkannya (Yayan, 2010).
d) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Wanita yang melahirkan anak dengan jarak yang
sangat berdekatan (dibawah dua tahun), akan
mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya
perdarahan pada trimester ketiga, mengalami plasenta
previa, anemia atau kurang darah, ketuban pecah awal,
endometriosis masa nifas serta yang terburuk yakni
kematian saat melahirkan (BKKBN, 2010). Selain itu
wanita yang hamil dengan jarak terlalu dekat berisiko
tinggi mengalami komplikasi di antaranya kelahiran
prematur, bayi dengan berat badan rendah, bahkan bayi
lahir mati.
Jarak kehamilan terlalu dekat menyebabkan ibu
punya waktu yang terlalu singkat untuk memulihkan
kondisi rahimnya. Ibu yang ingin memiliki anak lagi
-
sebaiknya direncakan setelah rahim kembali kekondisi
semula (BKKBN, 2010).
e) Hipertensi
Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan
penyebab kematian ibu dan janin. Hipertensi yang
disertai dengan protein urin yang meningkat dapat
menyebabkan preeklampsia/eklampsia. Preeklamsia
/eklampsia dapat mengakibatkan ibu mangalami
komplikasi yang lebih berat seperti solusio plasenta,
perdarhan otak dan gagal otak akut. Janin dari ibu yang
mengalami preeklampsia maupun eklampsia dapat
mengakibatkan terjadinya persalinan prematur,
terhambatnya pertumbuhan janin dalam rahim dan
hipoksia (Sulistyawati, 2012).
f) Malnutrisi
Salah satu teori yang menjelaskan pengaruh status
nutrisi seorang ibu hamil pada janin yang dikandungnya
adalah teori yang dikenal dengan nama “Fetal
Programming”. Menurut teori tersebut, seorang ibu hamil
yang mengalami kekurangan gizi atau malnutrisi akan
menyebabkan fetus yang dikandungnya mendapat
asupan makanan yang kurang dalam pertumbuhannya.
Asam folat sangat dibutuhkan saat terjadinya
-
penambahan jumlah sel dimasa awal kehamilan.
Kekurangan asam folat biasanya akan dikaitkan dengan
tingginya risiko bayi mengalami “neural tube defects”,
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan persalinan
prematur. Kebutuhan zat besi dan Iodium merupakan
mikronutrisi yang amat diperlukan dalam masa
kehamilan. Anemia saat kehamilan biasanya akan
mempertinggi risiko terjadinya BBLR pada bayi, tingginya
persalinan prematur dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya kematian pada bayi (Sulistyoningsih, 2011).
g) Anemia
Salah satu tes biokimia yang dilakukan untuk
mengetahui apakah ibu mengalami anemia atau tidak
dengan melakukan pemeriksaan Hb. Ibu dengan HB
dibawah 11gr% disebut anemia (Manuaba, 2012).
Selama persedian kadar zat besi dalam tubuh cukup Hb
tidak akan turun dan jika zat besi mengalami penurunan
Hb dalam tubuh ikut menurun, biasanya ini terjadi pada
kehamilan 20-24 minggu dikarenakan janin sangat
membutuhkan zat besi.
Anemia dalam kehamilan akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga menggangu
pertumbuhan d pengaruhnya terhadap hasil konsepsi n
-
perkembangan janin dalam rahim. Pengaruh anemia
terhadap hasil konsepsi adalah terjadinya persalinan
prematur, cacat bawaan, BBLR, kematian janin dalam
kandungan, ketuban pecah dini dan terjadinya infeksi
(Manuaba, 2012).
h) Keainan Uterus
Uterus mempunyai peran vital dalam proses
reproduksi. Kelainan uterus, baik yang bawaan maupun
yang diperoleh, dapat mengganggu kehamilan dan
persalinan. Secara embriologis uterus, serviks dan
vagina dibentuk dari kedua duktus Muller, yang dalam
pertumbuhan mudiga mengalami proses penyatuan
(fusi). Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan
dalam penyatuan, dalam berkembangnya kedua saluran
Muller dan dalam kanalisasi. Uterus unikornis terdiri atas
1 uterus dan 1 serviks yang berkembang dari satu
saluran Muller kanan atau kiri. Saluran lain tidak
berkembang sama sekali. Kelainan pada uterus biasanya
disertai pula oleh tidak berkembangnya saluran kencing
secara unilateral. Kelainan-kelainan bawaan uterus
tersebut tidak semua mempunyai arti obstetrik yang
sama. Beberapa diantaranya dapat menggangu
berlangsungnya kehamilan, baik dalam kehamilan muda
-
maupun kehamilan lanjut, sehingga lebih sering terjadi
abortus sampai abortus habitualis dan partus prematur
kira-kira 60% (Wiknjosastro, 2011).
i) Penyakit Kardiovaskuler
Penyakit kardivaskuler adalah sekelompok
gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Penyakit
jantung atau kardiovaskuler terjadi pada 0,5-3%
kehamilan, yang dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu hamil di dunia (Rahmawati, 2011).
Masa kehmailan dan persalian maupun pasca
persalinan berhubungan dengan perubahan fisiologis
yang membutuhkan penyesuaian dalam sistem
kardiovaskuler. Fisiologi hemodinamik mencapai puncak
pada ahkir trimester kedua, pada masa ini perubahan
hemodinamik dapat menyebabkan timbulnya manifestasi
klinik pada jantung yang telah sakit sebelumnya.
Perubahan hormonal yaitu aktivasi esterogen oleh sistem
renin-aldosteron menyebabkan retensi air dan nutrium
yang akan meningkatkan volume darah ± 40%. Hal ini
menyebabkan peningkatan volume darah sebesar 1200-
1600 ml lebih banyak dibanding keadaan tidak hamil
(Rahmawati, 2011).
-
Selama masa kehamilan curah jantung akan
mengalami peningkatan 30-50% perubahan curah
jantung ini disebabkan karena peningkatan preload
akibat bertambahnya volume darah, penurunan afterload
akibat menurunnya resistesi vaskular sistemik dan
peningkatan denyut jantung ibu saat istirahat 10-20
kali/menit. Peningkatan curah jantung dipengaruhi juga
oleh isi sekuncup jantung yang meningkat 20-30%
selama kehamilan. Penyakit jantung yang disertai
kehamilan pertumbuhan denyut jantung dan volume
sekuncup jantung dapat menguras cadangan kekuatan
jantung. Payah jantung akan mengakibatkan stres
maternal sehingga terjadi pengaktifan aksis HPA yang
akan memproduksi kortisol dan prostaglandin, kemudian
mencetuskan terjadinya persalinan prematur
(Rahmawati, 2011).
New York Heart Association (NYHA) menjelaskan
bahwa ibu yang memiliki riwayat penyakit jantung tidak
disarankan untuk hamil. Ibu dengan usia kehamilan yang
masih awal sebaiknya diterminasi dan jika usia kehamilan
lanjut sebaiknya diteruskan dengan persalinan
pervaginam dan kala II dipercepat serta kehamilan
berikutnya dilarang (Rahmawati, 2011).
-
j) Infeksi traktus urinarius
Infeksi saluran kencing adalah infeksi bakteri yang
paling sering dijumpai pada wanita hamil. Bakteri uria
asimtomatik merupakan hal biasa tapi dapat
mengakibatkan terjadinya persalinan preterem atau
BBLR, dikarenakan bakteri uria asimtomatik tidak diobati
sekitar 25% ibu hamil akan mengalami infeksi simtomatik
akut selam kehamilan tersebut.
Eradikasi bakteri uria dengan anti mikroba telah
dibuktikan dapat mencegah sebagian besar infeksi klinis
tersebut. Beberapa penelitian, bakteri uria yang tersamar
dilaporkan menyebabkan sejumlah efek merugikan pada
kehamilan. Penelitian yang dilakukan oleh kass (1962),
insiden kelahiran preterem dan mortalitas prenatal
meningkat pada wanita dengan bakteri uria yang
mendapat plasedo dibandingkan yang mendapat terapi
(Asrinah, 2010).
k) Trauma
Terjatuh, melakukan hubungan suami istri, terpukul
pada perut atau mempunyai luka bekas oprasi/
pembedaan seperti bekas luka SC merupakan trauma
fisik pada ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan.
Trauma psikis ialah trauma lain yang dapat
-
mempenugaruhi kehamilan ibu seperti stres dan terlalu
banyak pikiran (Oxorn, 2010).
Melakukan hubungan seksual dapat terjadi trauma
karena menimbulkan rangsangan pada uterus sehingga
terjadi kontraksi uterus. Sperma yang mengandung
hormon prostaglandin merupakan hormon yang dapat
merangsang kontraksi uterus.
2) Faktor kehamilan
a) Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban
sebelum persalinan, sedangkan pecahnya kulit ketuban
pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu disebut
ketuban pecah dini persalinan prematur (Manuaba,
2012).
Ketuban pecah selama persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan
berulang, keseimbangan antara sintesis dan degradasi
ekstraseluler matriks, perubahan struktur dan jumlah sel
dan kotabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks
metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor
jaringan spesifik dan inhibitor protase. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan Tissue
-
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP-1) mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan
membran janin (Marmi, 2011).
Ketuban pecah dini merupakan penyebab
terjadinya persalinan prematur. Bahaya dari ketuban
pecah dini adalah terjadinya infeksi dan persalinan
prematur. Ketuban pecah mengakibatkan hubungan
langsung antara dunia luar dan ruang dalam rahim,
sehingga menyebabkna terjadinya infeksi asenden.
Salah satu fungsi ketuban adalah melindungi atau
menjadi pembatas dunia luar dan rang dalam rahim
sehungga mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi.
Makin kecil umur kehamilan makin besar terjadinya
peluang infeksi dalam rahim yang dapat memacu
terjadinya persalinan prematur (Manuaba, 2012).
b) Hidramnion
Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah
air ketuban lebih dari 2 liter. Ibu yang mengalami
hidramnion sering ditemukan plasenta yang besar,
gejalanya terjadi akibat penekanan uterus yang besar
kepala organ-organ sputarnya. Hidramnion
menyebabkan uterus meregang sehingga dapat
menyebabkan partus prematur. Hidramnion akut
-
biasanya terjadi pada trimester kedua dan kehamilan
sering berahkir pada kehamilan 28 minggu. Hidramnion
kronis terjadinya perlahan-lahan pada kehamilan yang
lebih tua. Keluhannya tidak hebat, hidramnion harus
dianggap sebagai kehamilan dengan resiko tinggi karena
dapat membahayakan ibu dan anak. Prognosis anak
kurang baik karena adanya kelainan congenital dan
prematur (Wiknjosastro, 2011).
c) Perdarahan antepartum
Perdarahan anterpatum adalah perdarahan jalan
lahir setelah kehamilan 24 minggu hingga setelah
kelahiran bayi. Perdarahan antepartum menyebabkan
seperlima bayi lahir dengan prematur dan juga
menyebabkan bayi yang dilahirkan mengalami cerebal
palsy. Penyebab paling sering dari perdarahann
antepartum adalah plasenta previa dan solusio plasenta
(Rahmawati, 2011).
Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi di segmen bawah rahim sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari ostium uteri internium.
Terjadinya implantasi plasenta di segmen bawah rahim
dapat disebabkan karena :
-
(1) Endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implantasi.
(2) Lapisan endometrium tipis sehingga diperlukan
perluasan plasenta untuk mencukupi kebutuhan
nutrisi janin.
Solusio plasenta adalah sebagian atau seluruh
permukaan plasenta maternal dari tempat implantasinya
sebelum waktunya. Perdarahan tidak dapat berhenti
dikarenakan uterus yang sedang mengandung tidak
mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria
spiralis yang terputus (Rahmawati, 2011).
Telah dijelaskan bahwa perdarahan pada plasenta
dan desidua menyebabkan aktivitas dan faktor
pembekuan Xa (Protombinase). Protombinase akan
mengubah trombin mampu menstimulasi kontraksi
miometrium dan menginduksi persalinan prematur (Ayu,
2016).
3) Faktor janin
a) Gemeli
Proses persalinan pada kehamilan ganda bukan
multiplikasi proses kelahiran bayi, melainkan multiplikasi
dari risiko kehamilan dan persalinan (Mochtar, 2012).
Persalinan pada kehamilan kembar besar kemungkinan
-
terjadi masalah seperti resusitasi neonatus, prematuritas,
perdarahan postpartum, atau perlunya sectio caesaria
(Mochtar, 2012).
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar
tidak sama, dapat berbeda 50-100 gram, hal ini terjadi
karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua
janin tidak sama. Kehamilan kembar distensi
(peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati
batas toleransi yang menyebabkan persalinan prematur.
Kematian bayi pada anak kembar lebih tinggi dari pada
anak kehamilan tunggal dan prematuritas merupakan
penyebab utama (Wiknjosastro, 2011).
Persalinan pada kehamilan kembar meningkat
sesuai dengan bertambahnya jumlah janin, yaitu lama
kehamilan rata-rata adalah 40 minggu, 37 minggu pada
kehamilan kembar dua, 33 minggu pada kehamilan
kembar tiga dan 29 kehamilan kembar empat.
b) Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan
kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan
-
dilahirkan sebagai BBLR atau bayi kecil. BBLR dengan
kelainan kongenital diperkirakan (Mochtar, 2012).
4) Faktor prilaku
a) Merokok
Ibu yang perokok aktif, dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan pertumbuhan janin dan resiko
terjadiya prematuritas yang sangat tinggi. Akibat
pengaruh nikotin yang terkandung didalam rokok
menimbulkan kontraksi pada pembuluh darah, sehingga
aliran darah ke tali pusat janin akan berkurang dan
mengurangi kemampuan distribusi zat yang diperlukan
oleh janin (Depkes RI, 2011).
b) Minum Alkohol
Wanita hamil yang mengkonsumsi minuman
alkohol dapat memicu terjadinya keguguran, persalinan
prematur dan BBLR. Zat kimia yang terkandung dalam
minuman alkohol dapat menembus plasenta sehingga
mengganggu kehamilan serta pertumbuhan janin
mengalami gangguan (Depkes RI, 2011).
c) Berat Badan sebelum hamil
Berat Badan (BB) sebelum hamil bukan merupakan
prilaku,namun berhubungan dengan pola makan/diet,
oleh karena itu dimaksudkan ke dalam faktor kebiasaan.
-
Bukti menujukan bahwa BB sebelum hamil yang rebdah
berhubungan kejadian persalinan prematur
(Sulistyoningsih, 2011).
Preterm Prediction Study mendapatkan risiko relatif
(RR) 1,5 pada ibu dengan Indeks Masa Tubuh (IMT=
BMI, Body Mass Index) yang rendah, sedangkan
Hendler, mendapatkan RR 2,5 pada IMT yang rendah
dan peningkatan persalinan prematur spontan pada
wanita dengan berat badan berlebihan (Saputra, 2014).
5) Faktor demografi
a) Status marital
Persalianan prematur pada ibu yang tidak menikah
meningkat pada semua golongan etnik dan semua
golongan usia ibu. Penyebab pasti belum diketahui,
diduga berkaitan dengan faktor psikososial (kecemasan,
stres), dukungan lingkungan dan faktor sosial-ekonomi.
Di USA, 40% persalinan prematur terjadi pada ibu-ibu
yang tidak menikah namun mempunyai pasangan hidup
bersama (cohabitation), demekian pula di belahan dunia
lain, hubungan pasangan hidup bersama di luar nikah
meningkat dan meningkatkan kejadian persalinan
prematur (Pratiwi, 2014).
-
b) Ras-Etnik
Di USA terdapat perbedaan kejadian prematuritas
pada berbagai ras. Data dari santa Clara Country Public
Health Departemen, Birth Records 2005. Menujukan
perbedaan kejadian prematuritas anatara etnik kulit putih
(10%), kulit hitam (16%), Hispanic (12%), Asian/Pasific
Islander (11%) dan American Indian (19%). Perbedaan
ini telah berlangsung sekitar 2 dekade dan tidak berubah.
Penyebabnya dikaitkan dengan perbedaan rasial, stres,
gaya hidup, kebiasaan ibu, infeksi dan genetik.
Perbedaan antara etnik ini tidak dipengaruhi oleh
pendidikan atau kenaikan status sosial-ekonomi, artinya
meskipun pada golongan pendidikan yang tinggi dan
status lebih baik, perbedaan kejadian prematuritas
menurut etnik tetap terjadi.
Faktor yang merupakan predisposisi terjadinya perslinan
prematur yaitu :
1. Faktor ibu : riwayat kelahiran preterem sebelumnya, jarak
kehamilan dan persalinan terlalu dekat, paritas, usia ibu
kurang 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, malnutrisi, trauma,
anemia dan lain-lain (Wiknjosastro, 2011).
2. Faktor janin : kehamilan ganda, kelainan kongenital dan
hidramnion ( Manuaba, 2012).
-
3. Faktor lainnya : keadaan sosial ekonomi yang rendah, ras
dan gaya hidup (Saifudin, 2009).
d. Gambaran klinis bayi prematur
Gambaran klinis bayi prematur sangat berpariasi
tergantung dari umur kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin
prematur atau makin kecil umur kehamilan saat dilahirkan maka
besar pula perbedaannya dengan bayi cukup bulan.
Karakteristik bayi prematur dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Berat badan kurang dari 2500 gram, PB 45 cm, lingkar
kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm.
2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu
3. Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin
4. Kepala lebih besar dari badan
5. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan
lengan
6. Lemak subkutan kurang
7. Telapak kaki halus
8. Rambut tipis dan halus
9. Pembuluh darah kulit banyak terlihat peristaltik usus dapat
terlihat
10. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup labia
mayor (pada perempuan), pigmentasi dan rugaepada
-
scrotum kurang, testis belum turun kedalam scrotum (pada
laki-laki)
11. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang,
mengakibatkan refleks hisap, menelan dan batuk masi
lemah.
12. Tonus otot lemah dan penggerakan kurang dan lemah,
sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
13. Banyak tidur, tangisan lemah, pernapasan belum teratur dan
sering mengalami serangan apnoe (Putra, 2012).
e. Diagnosis persalinan prematur
Diagnosis persalinan prematur adalah salah satu hal yang
sulit diagnosis persalinan prematur didasarkan pada
pemeriksaan klinis dan kontraksi uterus dan perubahan serviks.
Keadan yang lebih sulit adalah ketika pasien mengalami
kontrkaksi yang reguler tetapi dengan dilatasi serviks yang
minimal. Pasien dengan usia kehamilan dibawah 37 minggu,
kontraksi uterus yang reguler dengan dilatasi serviks 3 cm dan
penipisan 80%, dipertimbangkan mengalami persalinan
prematur tanpa menunggu persalinan serviks (Mochtar, 2012).
Menurut Notoatmojo (2012), sering terjadi kesulitan dalam
menetukan diagnosis ancaman persalinan prematur, tidak
jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar
-
merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat
dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan prematur, yaitu :
1. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali
atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit.
2. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
3. Perdrahan bercak
4. Perasaan menekan pada daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menujukan telah terjadi pembukaan
sedikitnya 2 cm dan penipisan 50-80%.
6. Presentasi janin rendah sampai mencapai spina isiadika
7. Selaput ketuban pecah merupakan tanda awal terjadinya
persalianan prematur
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu
Menurut Notoatmojo (2012), beberapa indikator dapat
dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan prematur, yaitu
sebagai berikut:
1. Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi
dan pemendekan serviks (secara manual maupun
ultrasonografi). Terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan
akan terjadinya persalinan prematur.
-
2. Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain
adalah jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih),
pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml) dan pemeriksaan leukosit
dalam serum ibu (>13.000/ml)
3 Indikator biokimia
a. Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin
pada vagina, serviks dan air ketuban memberikan indikasi
adanya gangguan pada hubungan antar korion dan
desidua. Kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin
janin 50 mg/ml atau lebih mengidentifikasi resiko persalinan
prematur.
b. Corticotropin Releasing Hormone (CRH): peningkatan CRH
dini atau pada trimester 2 merupakan indikator kuat untuk
terjadinya persalinan prematur.
c. Sitokin inflamasi: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar
isoferitin sebanyak 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara
bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak pada
trimester akhir yaitu 54,8 ±53 U/ml. Penurunan kadar
dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan
prematur.
d. Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang
sensitive untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan
-
ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai keadaan fase
akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti
menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin
dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan
prematur.
f. Penyulit yang dapat terjadi
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan
prematuritas, diantaranya :
1. Hipotermia
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu
lingkungan yang normal dan stabil yaitu 36℃ sampai dengan
37℃. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu
lingkungan yang pada umumnya lebih rendah. Perbedaan
suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh
bayi. Hipotermia dapat terjadi karena kemampuan untuk
mempertahankan panas dan kesanggupan menambah
produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-
otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang
sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh,
luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan
berat badan sehingga muda kehilangan panas. Tanda klinis
hipotermia suhu tubuh dibawah normal, kulit dingin dan
sianosis (Putra, 2012).
-
2. Asfiksia
Asfiksia neonatrum adalah kegagalan nafas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia
dan asidosis. Organ pada bayi prematur belum sepenuhnya
berkembang, bayi membutuhkan perawatan khusus hingga
organ dalam tubuhnya dapat berfungsi tanpa dukungan dari
alat medis (Putra, 2012).
Kegagalan napas pada bayi prematur disebabkan
belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan
paru yang merupakan suatu zat yang dapat menurunkan
tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi surfaktan
menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya.
3. Berat Bayi lahir
Berat badan merupakan salah satu indikator
kesehatan bayi baru lahir. Berat bayi normal (usia gestasi 37
sampai dengan 41 minggu) adalah 2500-4000 gram. BBLR
telah didefinisikan oleh WHO sebagai berat saat lahir kurang
dari 2500 gram. BBLR dapat menjadi konsekuensi dari
kelahiran prematur atau karena ukurannya yang kecil untuk
usia kehamilan. Bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi
dua golongan, yaitu :
-
a) Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan
sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau
bisa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa
kehamilan
b) Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa
kehamilan. Hal ini dikarenakan janin mengalami
gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (Putra,
2012).
4. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran kadar
glukosa darah kurang dari 45 mg/dL (2,6 mmol/L).
Hipoglikemi sering terjadi pada kelahiran prematur dengan
BBLR, karena cadangan glukosa yang rendah. Bayi
prematur sangat rentan mengalami hipoglikemia disebabkan
mekanisme kontrol glukosa yang masih immatur, glukosa
merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan
hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca
lahir. Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan
glukosa yang ada disebabkan karena meningkatkan
penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia,
-
hipotermia, hipetermia dan gangguan pernapasan. Kondisi
ini menjadi penyebab ketergantungan pemberian glukosa
dari luar, karenanya dekstroasa melalui intravena
merupakan suatu kebutuhan pada bayi prematur (Putra,
2012).
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru
lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat
terjadinya hipoksia otak. Bila tidak diatasi dengan baik akan
menimbulkan keruskan pada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian (Noordiati, 2014).
5. Sepsis neonatrum
Bayi prematur sangat rentan untuk terjadinya infeksi
dan sepsis. Sepsis neonatrum merupakan infeksi berat yang
menyebar keseluruh tubuh bayi baru lahir dan terjadi pada
bayi berusia di bawah 90 hari. Infeksi bakteri 5 kali lebih
sering pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari
2,75 kg dan dua kali lebih sering mengenai bayi laki-laki
(Noordiati, 2014).
Sejumlah bakteri bisa menyebabkan terjadinya sepsis
neonatrum, misalnya Eschericia coli dan Streptococcus
strain tertentu. Sepsis neonatrum paling dini terjadi 24 jam
setelah kelahiran, bayi mendapatkan infeksi dari ibu sebelum
atau saat di lahirkan. Pada bayi prematur dengan BBLR
-
yang dicurigai mengalami sepsis perlu diberikan antibiotik
spektrum yang luas (Noordiati, 2014).
6. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi
bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya kern ikterus
atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan. Ikterus fisologi adalah ikterus yang timbul pada
hari kedua dan hari ketiga serta tidak memiliki dasar patologi
atau tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus. Ikterus
patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis
atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut
Hiperbilirubinemia. Ikterus pada hari ke 2 sampai ke 5 dapat
disebabkan karena ikterus fisiologik, sepsis darah
ekstravaskuler, polistemia sferositosis kongenital dan bayi
prematur karena belum berfungsinya haper (Noordiati,
2014).
Ikterus ditandai dengan berlebihnya akumulasi
bilirubin dalam darah >5 mg/dL pada bayi yang
mengakibatkan jaudice, warna kuning yang jelas pada kulit,
mukosa, sklera dan urin bayi dengan hiperbilirubinemia
dapat diatasi dengan cara memantau kadar bilirubin dan
terapi sinar/ fototerapi (Noordiati, 2014).
-
g. Penatalaksanaan
Belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh untuk
pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan
lingkungan luar uterus, maka perlu diperhatikan pengaturan
suhu lingkungan, pemberian asupan dan bilaperlu pemberian
oksigen, pencegahan infeksi serta pencegahan kekurangan
vitamin dan zat besi(Wiknjosastro, 2011).
1. Pengaturan suhu : bayi prematur mudah menderita
hipotermia, untuk mencegahnya perlu diusahakan
lingkungan yang hangat sehingga suhu tubuh bayi tetap
normal.
2. Nutrisi bayi : pemberian ASI sangat diperlukan agar bayi
tidak menderita hipoglikemia dan Hiperbilirubinemia.
3. Pencegahan Infeksi : tindakan aseptik dan antiseptik tempat
kelahiran dan perawatan yang terjamin kebersihannya
(Noordiati, 2014).
2. Preeklamsia
a. Definisi
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan
-
atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Ayu,
2016).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul
pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari
hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menujukan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejala biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih. Preeklampsia adalah
penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan setelah usia
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau
lebih proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20
minggu atau lebih (Ayu, 2016).
b. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi dalam dua golongan ringan dan
berat.
1) Preeklampsia ringan
a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang harus
diukur pada posisi berbaring terlentang atau kenaikan
diastolik 15 mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30
mmHg ataulebih. Cara pengukuran sekurang-
-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau
kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.
c) Proteinnuria kwantitarif 0,3 gr atau lebih per liter,
kwalitatif 1 + atau 2 +
2) Preeklampsia berat
a) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan
diastolik 110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam, 3 atau 4 +
pada pemeriksaan kualitatif
c) Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24
jam.
d) Keluhan serebal, gangguan penglihatan atau nyeri di
daerah epigastrium
e) Edema paru dan sianosis
c. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli
yang mencoba menerangkan penyebabnya. Beberapa teori
yang menjelaskan tentang penyebab preeklampsia, yaitu :
1) Bertambahnya frekuensi pada primigravida,kehamilan
ganda, hidramnion dan mola hidatidosa.
-
2) Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
3) Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan
kematian janin dalam uterus
4) Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan
koma.
Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini
yaitu :
1) Spasmus arteriola
2) Retensi Na dan air
3) Koagulasi intravaskuler
Walaupun vaso spasme mungkin bukan merupakan
sebab primer penyakit ini, akan tetapi vaso spasme ini yang
menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia.
Banyak teori yang mengemukakan penyebab preeklampsia
ialah iskemia plasenta.
Akan tetapi, ada banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor yang
ditemukan sering kali sukar dibedakan mana yang sebab
mana yang akibat. Faktor predisposisi:
1) Mola hidatidosa
2) Diabetes mellitus
3) Kehamilan ganda
4) Hidropfetalis
-
5) Obesitas
6) Umur yang lebih dari 35 tahun (Ayu, 2016).
d. Patofisiologi
Preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air. Biopsi ginjal ditemukan
spasme hebat arteriola glomerulus. Beberapa kasus, lumen
arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui
oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam
tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Kenaikan berat badan
dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstital belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinnuria dapt disebabkan oleh spasme arteriola
sehingga terjadi perubahan pada glomerulus. Preeklampsia
yang berat dan eklampsia dapat terjadi perbuatan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan
diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Ayu, 2016).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat
mengalami peningkatan respon terhadap berbagai subtansi
endogen (seperti postaglandin, tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.
-
Penumpukan trambosit dan perdarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan
sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis
ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus
dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis
hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskuler
meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan
pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infrak plasenta dan
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat bahkan kematian janin dalam rahim sedangkan
perubahan yang terjadi pada organ :
1) Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah
sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi,
preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamialan
(Ayu, 2016).
-
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokosentrasi yang menyerupai preeklampsia
dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air
dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita
preeklampsia dan eklampsia dari pada wanita hamil
biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderia
preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan
sempurna air dan garam yang dibersihkan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan
penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit,
kristaloid, dan protein tidak menujukan perubahan yang
nyata pada preeklampsia. Kosentrasi kalium, natrium
dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal
(Ayu, 2016).
3) Otak
Gangguan yang belum terjadi pada penyakit yang
belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, sedangkan keadaan yang berlanjut
dapat ditemukan perdarahan (Ayu, 2016).
4) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan
menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
-
oksigen terjadi gawat janin. Preeklampsia dan eklampsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus
prematurus (Ayu, 2016).
5) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia
biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulakan dekompensasi kordis, bisa juga karena
aspirasi pnemonia atau abses paru (Ayu, 2016).
e. Penyebab
Penyebab pasti preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui secara pasti, meskipun beberapa peneliti menduga
kekurangan gizi, lemak tubuh yang tinggi atau kurangnya
aliran darah pada rahim. Teori-teori penyebab preeklampsia:
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pasien dengan preeklampsia dan eklampsia
didapatkan kerusakan pada endotal vaskuler, sehingga
sekresi vasodilatetor postaskilin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal,
postaskilin meningkat. Sekresi tromboskan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi
generalisata dan sekresialdosteron menurun akibat ini
menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak
-
50%, hipertensi dan penurunan volume plasma (Huda
dan Hamum, 2013).
2) Disfungsi dan Aktivasi dari endothelial
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki
peranan penting dalam patogenesis terjadinya
preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel
yang mengalami kerusakan dan meningkatkan secara
signifikan dalam darah wanita hamil dengan
preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai
pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin
akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan
(Huda dan Hanum, 2013).
Beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya
preeklampsia
1) Faktor Usia
Umur merupakan bagian dari status reproduksi
yang penting. Umur berkaitan dengan peningkatan atau
penuruanan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status
kesehatan seseorang. Umur yang baik untuk hamil
adalah 20-35 tahun (Depkes RI, 2011). Usia 20-35 tahun
alat reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi
secara maksimal. Wanita dengan usia diatas 35 tahun
akan mengalami penurunan fungsi tubuh yang
-
menimbulkan penyakit bersifat degeneratif seperti darah
tinggi, diabetes dan penyakit lainnya sehinggga
mengakibatkan terjadinya preeklampsia.
2) Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang
melahirkan janin lebih dari satu. Menurut manuaba
(2012) paritas adalah wanita yang pernah melahirkan
dan dibagi menjadi beberapa istilah :
a) Primigravida adalah seorang wanita yang telah
melahirkan janin untuk pertama kali.
b) Multipara adalah seorang wanita yang telah
melahirkan janin lebih dari satu kali
c) Grande multipara adalah wanita yang telah
melahirkan janin lebih dari lima kali.
Kejadian 80% semua kasus hipertensi pada
masa kehamilan, 3%-8% pasien terutama pada
primigravida dan kehamilan trimester kedua. Catatan
statistik menujukan dari seluruh incidenci dunia, dari 5%-
8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12%
lebih dikarenakan oleh primigravida. Berdasarkan teori
immunologik hal ini dikarenakan pada kehamilan pertama
terjadi pembentukan Blocking antibodis terhadap antigen
tidak sempurna. Kehamilan pertama terjadi pembentukan
-
Human Leucocyte antigen protein G (HLA) yang
berperan penting dalam modulasi respon immune,
sehingga ibu menolak hasil konsepsi (plasenta) atau
terjadinya intoleransi ibu terhadapplasenta sehingga
terjadi preeklampsia. Persalinan berulang-ulang akan
mempunyai risiko terhadap kehamilan, dikarenakan
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin. Persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan
yang aman bagi seorang ibu (Wiknjosastro, 2010).
3) Faktor genetika
Riwayat keluarga yang pernah mengalami
preeklampsia akan meningkatkan risiko sebesar 3 kali
lipat bagi ibu hamil. Terdapat bukti bahwa penyakit
preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,
penyakit ini sering ditemukan pada anak wanita dari ibu
penderita preeklampsia. Faktor ras dan genetik
merupakan unsur yang penting karena merupakan salah
satu pendukung yang dapat mengakibatkan terjadinya
hipertensi kronis. Penelitian Levano (2010) menganalisa
bahawa pada ibu hamail sebanyak 5622 yang
melahirkan di Rumah Sakit Parkland pada tahun 2009
dengan kasus hipertensi yaitu 6,2% pada kulit putih,
6,6% pada Hispanik dan 8,5% pada kulit hitam, yang
-
menujukan bahwa wnaita kulit hitam lebih sering terkena
hipertensi. Kecenderungan untuk preeklampsia dan
eklampsia akan diturunkan.
Chesley (1986) mempelajari saudara, anak dan
cucu dari wanita penderita preeklampsia serta eklampsia
yang melahirkan da Margareth Hospital selam jangka
waktu 49 tahun, yaitu dari 1935 sampai 1984.
Menyimpulkan bahwa preeklampsia dan eklampsia
bersifat turunan, dan bahwa gen tuggal dengan frekuensi
0,25 paling baik untuk menerangkan hasil pengamatan
ini, pewarisan multifaktorial masi dipandang kemungkinan
terjadinya preeklampsia.
4) Status pekerjaan ibu
Faktor pkerjaan ibu dapat mempengaruhi
terjadinya resiko preeklampsia atau eklampsia. Wanita
yang bekerja diluar rumah memiliki risiko lebih tinggi
mengalami preeklampsia dibandingkan dengan ibu
rumah tangga. Pekerjaan dikaitkan dengan adanya
aktifitas fisik dan stress yang merupakan faktor resiko
terjadinya preeklampsia (Djannah, 2010).
Pekerjaan dikaitkan dengan adanya aktifitas
fisikdan stress yang merupakan faktor resiko terjadinya
preeklampsia. Kelompok ibu yang tidak bekerja dengan
-
tingkat pendapatan yang rendah akan menyebabkan
frekuensi ANC berkurang disamping dengan pendapatan
yang rendah menyebabkan kualitas Gizi juga rendah.
Pendidikan rendah bisa menjadi salah satu faktor
dikarenakan pengetahuan ANC dan Gizi kurang. Sosial
ekonomi rendah menyebabkan kemampuan daya beli
berkurang sehingga asupan gizi juga berkurang terutama
protein. Akibatnya kejadian atau masalah-masalah dalam
kehamilan seperti preeklampsia, molahidatidosa, partus
prematurus, keguguran dan lain- lain (Djannah dkk,
2010).
5) Penyakit kronik
Riwayat penyakit kronik seperti hipertensi dan
diabetes militus (DM) dapat menyebabkan kesehatan dan
pertumbuhan janin terganggu dan dapat terjadi penyulit
selama kehamilan. Ibu hamil yang memiliki hipertensi
maka risiko terjadinya preekalmpsia akan menjadi lebih
besar. Ibu yang memiliki penyakit DM akan meningkatkan
mortalitas parinatal sebesar 3-5%, sedangkan kejadian
anomali kongenital berisiko lebih tinggi 6-12%
dibandingkan dengan ibu hamil tanpa DM 2-3%
(Djannah, 2010).
-
6) Kunjungan Antenatal care
Upaya kesehatan ibu hamil diwujudkan dalam
pemberian ANC sekurang-kurangnya 4 kali selama masa
kehamilan, dengan distribusi waktu sebagai berikut
(Lockhart, 2014):
a. Trimester I (usia kehamilan 0-12 minggu) 1kali
b. Trimester II (usia kehamilan 12-24 minggu) 1kali
c. Trimester Ill (usia kehamilan 24-36 minggu) 2 kali
Pelayanan antenatal yang berkualitas (sesuai
standar) dapat mendeteksi gejala dan tanda yang
berkembang selama kehamilan. Ibu yang tidak
memeriksakan diri pada masa kehamilan, diagnosis
hipertensi kronis akan sulit dibuat karena tekanan
darah biasanya menurun selama trimester kedua dan
ketiga pada wanita hipertensi.
7) Pelayanan standar
Pelayanan antenatal terpadu adalah pelayanan
antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan
kepada semua ibu hamil. Setiap kehamilan dalam
perkembangannya mempunyai resiko mengalami penyulit
maupun komplikasi, oleh karena itu pelayanan antenatal
-
harus dilakukan secara rutin, terpadu dan sesuai standar
pelayanan antental yang berkualitas:
a) Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan,
termasuk gizi, agar kehamilan berlangsung sehat.
b) Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan
penyulit atau komplikasi kehamilan
c) Menyiapkan persalinan yang aman
d) Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk
melakukan rujukan jika terjadi penyulit atau komplikasi
e) Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan
cepat dan tepat waktu biladiperlukan
f) Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami
dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil,
menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi
penyulit atau komplikasi (Djannah, 2010).
Sesuai dengan kebijakan Kementrian Kesehatan,
pelayanan antenatal pada ibu hamil diupayakan agar
memenuhi standar kualitas 10 T yaitu :
a) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
b) Ukur tekanan darah
c) Nilai status Gizi (ukur lingkar lengan atas)
d) Ukur tinggi fundus uteri
e) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
-
f) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan
imunisasi tetanus texoid (TT)
g) Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama
kehamilan
h) Test laboratorium
i) Tatalaksana kasus
j) Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan
persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) serta
KB paska persalinan (Bartini, 2012).
f. Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
dari tiga gejala,yaitu:
1) Edema
2) Hipertensi
3) Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan
berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.
Tekanan darah ≥140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat
>30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur
setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik
pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai
sebagai bakat preeklampsia. Proteinnuria bila terdapat protein
-
sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukan +1 atau 2 serta kadar protein ≥1 g/l (Ayu
niwang, 2016).
Disebut preeklampsia berat bila ditemukan gejala :
1) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110
mmHg
2) Proteinnuria + ≥5g/24 jam atau ≥3 pada tes celup
3) Oliguria (
-
5) Kelainan pembekuan darah
6) Sindrom Hellp (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes, dan
Low Platelet Count)
7) Gagal jantung hingga syok dan kematian
8) Hipoxia Janin
9) Asfiksia neonatrum
10) Prematur
11) Gagal ginjal
12) Kebutaan
13) Kejang
14) Hipertensi permanen
15) Distres fetal
16) Infark plasenta
17) Abruptio plasenta
18) Kematian janin dalam uterus
19) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal (Ayu,
2016)
Pemeriksaan penujang terdiri dua bagian yaitu
laboratorium dan radiologi.
1) Pemeriksaan laboroatorium :
a) Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi urine
-
b) Pemeriksaan darah lengkap, khususnya untuk
mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai kerusakan
pada ginjal), hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43
vol%), trambosit menurun (nilai rujukan 150-450
ribu/mm3), dan kadar hemoglobin (terjadi penurunan,
nilai rujukan atau kadar hemoglobin (terjadi penurunan,
nilai rujukan, atau kadar normal hemoglobin untuk wanita
hamil adalah 12-14 gr%).
c) Pemeriksaan fungsi hati
(1) Bilirubin meningkat (normal : 60 ul
(4) Serum Glutamat Oxaloacetic Transminase (SGOT)
meneingkat (normal :
-
2) Pemeriksaan radiologi :
a) Elektrokardiogram dan foto dada menujukan pembesaran
ventrikel dan kardiomegali
b) Kardiotografi, diketahui denyut jantung janin lemah
c) Ultrasonografi ditemukan retardasi pertumbuhan janin
intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin
lambat, dan volume cairan ketuban sedikit (Ayu, 2016).
h. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat
menemukan tanda-tanda dini preeklampsia. Perlu diwaspadai
pada wanita hamil dengan adanya faktor-faktor predisposisi.
Walaupun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah
sepenuhnya, namun frekuensiya dapat dikurangi dengan
pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan
pengawasan yang baik pada wnaita hamil (Ayu, 2016).
Cara pencegahannya kejadian preeklampsia ringan dan
mencegah preeklampsia bertambah berat :
1) Diet makanan, makanan tinggi protein, tnggi karbohidrat,
cukup vitamin, dan rendah lemak. Makanan empat sehat
lima sempurna dengan tambahan 1 telur per hari untuk
meningkatkan jumlah protein
2) Cukup istirahat dengan tirah baring 2×2 jam per hari miring
ke kiri, untuk mengurangi tekanan darah pada vena cava
-
inferior, meningkatkan aliran darah vena dengan tujuan
meningkatkan peredaran darah menuju jantung dan placenta
sehingga menurunkan iskhemia placenta
3) Pengawasan antenatal selama hamil dengan menilai adanya
preeklampsia dan kondisi janin dalam rahim dengan
pemantauan tinggi fundus uteri, pemeriksaan janin dalam
rahim, denyut jantung janin serta pemantauan air ketuban,
usulkan untuk melakukan USG.
4) Penderita berobat jalan dengan nasehat segera datang bila
terdapat odem, gerakan janin terasa kurang, kepala pusing
dan penglihatan kabur (Ayu, 2016).
B. Landasan Teori
Persalinan perematur adalah bayi yang lahir sebelum
kehamilan 37 minggu terhitung sejak priode menstruasi terahkir ibu
(Conrad S, 2010). Penyebab prematuritas tidak diketahui dengan pasti
karena etiologi bervariasi. Menurut manuaba (2012), gangguan
metabolisme prostaglandin mengakibatkan tekanan darah naik
sehingga terjadi hipovelemia hemokonsentrasi darah. Hal ini
menyebabkan stres individu yang memicu terjadinya reaksi pelunakan
serviks dan sensitivitas otot rahim meningkat terhadap rangsangan
sehingga terjadi kontraksi persalinan preterem dan prematuritas.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur yaitu
faktor ibu : riwayat kelahiran preterem sebelumnya, jarak kehamilan
-
dan persalinan terlalu dekat, paritas, usia ibu kurang 20 tahun atau
lebih dari 35 ttahun, malnutrisi, trauma, anemia dan lain-lain
(Wiknjosastro, 2011). Faktor janin: kehamilan ganda dan kelainan
kongenital ( Manuaba, 2012). Faktor lainnya: keadaan sosial ekonomi
yang rendah, ras dan gaya hidup (Saifudin, 2009).
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklamsia yang disertai
kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Ayu,
2016). Preeklampsia merupakan faktor predisposisi terjadinya
persalinan prematur pada preeklampsia terjadi infusiensi arteri
uteroplasenta yang menyebabkan iskemik plasenta. Iskemik plasenta
menyebabkan terbentuknya radikal bebas (toksin) sehingga terjadilah
gangguan metabolisme prostaglandin dan menaikan sensitivitas
vaskuler. Hal ini mempengarhi reaksi perlunakan serviks sehingga
menyebabkan kontraksi persalinan preterem dan terjadi prematuritas
(Manuaba, 2012).
-
C. Kerangka Teori
Gambar. 1 Kerangka teori dimodifikasi dari Ayu niwang (2016);
Conrad, S (2010); Manuaba (2012); Wiknjosastro
(2009); Saifudin (2009).
Faktor Ibu
riwayat kelahiran
preterem sebelumnya,
jarak kehamilan dan
persalinan terlalu dekat,
paritas,
usia ibu kurang 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun,
malnutrisi,
trauma,
anemia
preeklampsia
hipertensi
Faktor janin
kehamilan
ganda
kelainan
kongenital
Faktor lain
keadaan
sosial
ekonomi
yang
rendah,
ras
gaya
hidup
Iskemia Plasenta
Gangguan metabolisme
prostaglandin
Persalinan prematur
-
D. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
Variabel terikat (dependent variable) : Persalinan prematur
Variabel bebas (Independent variable) : Preeklampsia
E. Hipotesis Penelitian
Ha: Ada hubungan antara preeklampsia dengan persalinan prematur
Preeklampsia Persalinan prematur
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian menggunakan jenis penelitian analitik dengan
menggunakan rancangan penelitian case control yang mempelajari
hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan
cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok control
berdasarkan ciri paparannya (Chandra, 2008). Studi kasus
control/case control study adalah salah satu studi analitik yang
digunakan untuk mengetahui factor risiko atau masalah kesehatan
yang diduga memiliki hubungan erat dengan penyakit yang terjadi di
masyarakat.
B. Rancangan Penelitian
Gambar 3. Rancangan Penelitian Case Control
Adakah faktor
resiko ? Ditelusuri Penelitian dilakukan
dari
Kasus
Persalinan prematur
Kontrol
Persalinan tidak
prematur
Preeklampsi
Tidak preeklampsi
Preeklampsi
Tidak preeklampsi
-
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang Delima RSU Bahteramas
Propinsi Sulawesi Tenggara pada bulan November 2017.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh ibu bersalin yang tercatat dalam
buku register sebanyak 1295 di Ruang bersalin RSU Bhteramas
Sulawesi Tenggara pada tahun 2016
2. Sampel
a. Kelompok kasus
Semua ibu yang mengalami persalinan prematur sebanyak 88
kasus di ruang bersalin Rumah Sakit Umum Bahteramas Tahun
2016.
b. Kelompok kontrol
Ibu dengan persalinan tidak prematur di Rumah Sakit Umum
Bahteramas Tahun 2016. Besar sampel antara kasus dan
control dengan perbandingan 1:1. Teknik pengambilan sampel
control secara systematic random sampling, yaitu membagi
jumlah populasi dengan jumlah sampel yang diinginkan maka
hasilnya adalah interval sampel. Sampel diambil dengan
membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak
antara 1 sampai dengan banyaknya anggota populasi, maka
-
yang menjadi sampel adalah setiap kelipatan dari interval
tersebut.
E. Definisi Operasional
1. Persalinan prematur adalah bayi yang lahir sebelum kehamilan 37
minggu terhitung sejak priode menstruasi terahkir ibu (Conrad, S,
2010)
Kriteria objektif :
a. Prematur : bayi dilahirkan pada usia kehamilan
-
X =f
nx K
Keterangan :
f : Variabel yang diteliti
n : Jumlah sampel peneliti
K : Konstanta (100%)
X : Presentase hasil yang dicapai
2. Analisis Bivariabel
Untuk mendeskripsikan hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah chi square.
Rumus yang digunakan untuk chi-square adalah :
X2 = (O − E)2
E
Keterangan
∑ = Jumlah
X2 = Statistik Chi-square hitung
O = Nilai frekuensi yang diobservasi
E = Nilai frekuensi yang diharapkan
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa adalah ada
hubungan jika p value ˂0,05 dan tidak ada hubungan jika p value˃
0,05 atau X2 hitung ˃ X2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima
yang berarti ada hubungan dan X2˂ X2 tabel maka Ha ditolak dan
Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan.
-
Untuk mendeskripsikan risiko variable independent pada
variable deoendent uji statistic yang digunakan adalah perhitungan
Odds Ratio (OR). Mengetahui besarnya OR dapat diestimasi factor
risiko yang diteliti. Perhitungan OR menggunakan tabel 2x2
sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel Kontegensi 2x2 Odds Ratio Pada Penelitian Case Control Study
FaktorRisiko Kejadian Persalinan Prematur
Jumlah Kasus Kontrol
Positif A B A + B
Negatif C D C + D
Keterangan :
A : Jumlah kasus dengan risiko positif
B : Jumlah kontrol dengan risiko positif
C : Jumlah kasus dengan risiko negatif
D : Jumlah control dengan risiko negatif
Rumus Odd Ratio
OR =AD
BC
Estimasi confidence interval (CI) ditetapkan pada tingkat kepercayaan
95% dengan interpretasi :
Jika OR ˃ 1 : Faktor yang diteliti merupakan faktor risiko
-
Jika OR = 1 : Faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko
(tidak ada hubungan)
Jika OR ˂ 1 : Faktor yang diteliti merupakan faktor protektif
-
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Sejak bulan Oktober 2012 RSU Provinsi Sulawesi Tenggara
telah menempati lokasi baru di jalan P. Tendean Kecamatan
Baruga Kendari. Lokasi ini sangat strategis karena mudah
dijangkau dengan batas sebagai berikut :
1) Sebelah Utara : BTN Beringin
2) Sebelah Barat : Polsek Baruga
3) Sebelah Timur : Kantor Laboratorium Pertanian
4) Sebelah Selatan : Jalan Pierre Tendean
2. Lingkungan Fisik
RSU Bahteramas berdiri diatas lahan seluas 17,5 Ha. Luas
seluruh bangunan adalah 53,269 m2, luas bangunan yang
terealisasi sampai dengan akhir tahun 2016 adalah 35,410 m2.
Pengelompokan ruangan berdasarkan fungsinya sehingga menjadi
empat kelompok, yaitu kelompok kegiatan pelayanan rumah sakit,
kelompok kegiatan penunjang medis, kelompok kegiatan
penunjang non medis, dan kelompok kegiatan administrasi.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
-
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dengan luas
lahan 17 Ha, memiliki 17 bangunan fisik, yang sampai saat ini
masih terus menerus ditambah sesuai dengan master
planpembangunan Rumah Sakit. Luas seluruh bangunan adalah
22.577,38 m2, dan halaman parkir seluas ± 1.500 m2. Semua
bangunan mempunyai tingkat aktivitas yang sangat tinggi.
Disamping kegiatan pelayanan kesehatan kepada pasien, kegiatan
yang tidak kalah pentingnya adalah kegiatan administrasi,
pengelolaan makanan, pemeliharaan atau perbaikan instalasi listrik
dan air, kebersihan dan lain–lain.
Sampai dengan akhir tahun 2016 fasilitas / sarana pelayanan
kesehatan yang ada di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara adalah :
a. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan
1) Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2) Instalasi Rawat Jalan
a) Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan
b) Poliklinik Kesehatan Anak
c) Poliklinik Penyakit Dalam
d) Poliklinik Bedah
e) Poliklinik Neurologi
f) Poliklinik Mata
g) Poliklinik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT)
-
h) Poliklinik Gigi dan Mulut
i) Poliklinik Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
j) Poliklinik Kulit dan Kelamin
k) Poliklinik Orthopedy
l) Poliklinik Gizi
m) Poliklinik Jiwa
n) Poliklinik Terpadu (klinik VCT)
o) Poliklinik Onkologi
p) Poliklinik Paru
q) Poliklinik Bedah Plastik
r) Poliklinik Urologi
s) Poliklinik Digestive
3) Instalasi Rehabilitasi Medik
a) Fisioterapi
b) Akupuntur
b. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap
1) Perawatan Intensif (ICU, PICU, NICU, ICCU)
2) Perawatan Kebidanan dan Kandungan
3) Perawatan Inap lainnya :
a) Ruangan Asoka (Kelas III)
b) Ruangan Mawar (Kelas II)
c) Ruangan Anggrek (Kelas 1, VIP, dan VVIP).
c. Pelayanan Penunjang Medik
-
1) Patologi Klinik
2) Patologi Anatomi
3) Radiologi
a) Farmasi / Apotek
b) Sterilisasi Sentral (CSSD)
c) Sentral Gas Medik
d) Gizi
e) Binatu
f) Pemulasaran Jenazah
g) Ambulance 118
4. Ketenagaan
Ketenagaan di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Khususnya menyakut Kebidanan yaitu :
a. Dokter Obygn : 3 orang
b. S 2 Kebidanan : 1 orang
c. D-IV Kebidanan : 10