HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika...

12
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG Lia Meilianingsih ABSTRAK Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectiaonal yang bertujuan untuk menguji adanya hubungan antara pola makanan (kecukupan makanan, kelengkapan variasi jenis makanan, kebiasaan minum teh dan kopi ) dengan kejadian anemia. Penelitian ini dilakukan terhadap 132 sampel yang diambil secara acak. Data dikumpulkan dengan menggunakan foods records selama 7 hari dan pemeriksaan Hb dengan sianmethemoglobin. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna antara kecukupan sayur, lauk, pauk, dan buah (masing-masing mempunyai nilai p= 0,000). Namun tidak ada hubungan yang bermakna antara kecukupan nasi dengan kejadian anemia (p=0,137). Secara keseluruhan komponen makanan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia (p=0,014). Kelengkapan variasi jenis makanan juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia (p=0,018). Kebiasaan minum teh dan kopi juga mampunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia pada lansia (p=0,000). Uji statistik menunjukkan kecukupan lauk merupakan komponen pola makan yang paling dominan terhadap kejadian anemia karena mempunyai nilai OR tertinggi, yaitu 92,334. Kata Kunci: Pola makan dan anemia pada lansia Daftar Pustaka 69 (1978 – 2005) A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi lansia disatu sisi menggembirakan namun disisi lain menimbulkan permasalah. Permasalahan yang berkembang sehubungan dengan peningkatan jumlah lansia ini memiliki kaitan yang erat dengan perubahan kondisi yang menyertai lansia. Lansia mengalami perubahan-perubahan secara fisik dan psikososial yang cenderung menurun dan dapat mengakibatkan beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi lansia pada umumnya adalah penyakit degeneratif, namun penyakit yang terkait dengan masalah gizi juga akan meningkat (Dep.Kes, 2003). Lima penyakit utama yang banyak diderita oleh penduduk lanjut usia di Indonesia adalah : kanker ( 2,2% ), TBC (11,5 %), infeksi saluran pernafasan (12,2 %), penyakit jantung – pembuluh darah (29,5 %), dan anemia (50%) (Dep.Kes, 2003; Nugroho, 2002, http://www.kompas.com, diperoleh tanggal 26 Mei 2004). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa anemia merupakan penyakit terbanyak yang di derita lansia di Indonesia. Anemi pada lansia dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan hewani sebagai sumber zat besi /heme iron, kurang vitamin B12, dan Kurang asam folat (Dep.Kes, 2003;

Transcript of HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika...

Page 1: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG

Lia Meilianingsih

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectiaonal yang bertujuan untuk menguji adanya hubungan antara pola makanan (kecukupan makanan, kelengkapan variasi jenis makanan, kebiasaan minum teh dan kopi ) dengan kejadian anemia. Penelitian ini dilakukan terhadap 132 sampel yang diambil secara acak. Data dikumpulkan dengan menggunakan foods records selama 7 hari dan pemeriksaan Hb dengan sianmethemoglobin. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna antara kecukupan sayur, lauk, pauk, dan buah (masing-masing mempunyai nilai p= 0,000). Namun tidak ada hubungan yang bermakna antara kecukupan nasi dengan kejadian anemia (p=0,137). Secara keseluruhan komponen makanan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia (p=0,014). Kelengkapan variasi jenis makanan juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia (p=0,018). Kebiasaan minum teh dan kopi juga mampunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia pada lansia (p=0,000). Uji statistik menunjukkan kecukupan lauk merupakan komponen pola makan yang paling dominan terhadap kejadian anemia karena mempunyai nilai OR tertinggi, yaitu 92,334.

Kata Kunci: Pola makan dan anemia pada lansia Daftar Pustaka 69 (1978 – 2005)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah populasi lansia disatu sisi menggembirakan namun disisi lain

menimbulkan permasalah. Permasalahan yang berkembang sehubungan dengan peningkatan

jumlah lansia ini memiliki kaitan yang erat dengan perubahan kondisi yang menyertai lansia.

Lansia mengalami perubahan-perubahan secara fisik dan psikososial yang cenderung menurun

dan dapat mengakibatkan beberapa permasalahan.

Permasalahan yang dihadapi lansia pada umumnya adalah penyakit degeneratif, namun

penyakit yang terkait dengan masalah gizi juga akan meningkat (Dep.Kes, 2003). Lima penyakit

utama yang banyak diderita oleh penduduk lanjut usia di Indonesia adalah : kanker ( 2,2% ), TBC

(11,5 %), infeksi saluran pernafasan (12,2 %), penyakit jantung – pembuluh darah (29,5 %), dan

anemia (50%) (Dep.Kes, 2003; Nugroho, 2002, http://www.kompas.com, diperoleh tanggal 26 Mei

2004). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa anemia merupakan penyakit terbanyak

yang di derita lansia di Indonesia.

Anemi pada lansia dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan hewani sebagai

sumber zat besi /heme iron, kurang vitamin B12, dan Kurang asam folat (Dep.Kes, 2003;

Page 2: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 18

Roe,1992; Ramakrishnan, 2001; Fatimah, 1999). Kondisi tersebut biasanya menyertai lansia yang

menderita kurang gizi akibat asupan nutrisi yang kurang. Kurangnya asupan zat besi dapat pula

terjadi pada lansia dengan gizi baik namun tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Dep.Kes, 2003).

Asupan nutrisi pada lansia tergantung pada pola dan kebiasaan makan lansia yang dipengaruhi

oleh perubahan psikologis, social, dan fisik karena proses menua (Dep.Kes, 2003; Fatimah, 1999;

Schlenker, 1998).

Menurut Stanhope (1999) dan Gunawan (2002) bahwa pola makan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh latar belakang budayanya. Karena setiap budaya mempunyai ciri

dalam menentukan makanan, mengolah dan menyajikan makanan. Hal tersebut selalu terpola dan

menjadi kebiasaan suatu kelompok masyarakat. Kebiasaan atau pola makan suatu kelompok

masyarakat akan berdampak pada tingkat asupan gizi (Gunawan, 2002).

Pemahaman tentang kebiasaan dan pola makan penting diperhatikan oleh perawat untuk

melakukan berbagai upaya dalam memperbaiki masalah kesehatan masyarakat terkait gizi,

termasuk masalah anemi pada lansia (Tyson, 1999; Yasmin, 1993; Dep.Kes, 2003).. Perawat perlu

memperkenalkan pola makan yang sesuai dengan kecukupan gizi, namun sesuai dengan latar

belakang budaya lansia. Oleh karena itu perawat yang professional perlu memiliki pemahaman

tentang kultur atau budaya masyarakat, karena dapat menjadi sumber informasi untuk menentukan

tindakan keperawatan yang dilakukan (Leininger, 1978).

2. Tujuan Penelitian

a. karakteristik responden.

b. kejadian anemia pada responden.

c. pola makan (kecukupan makanan, variasi jenis kelengkapan makanan, kebiasaan minum teh

dan kopi) pada responden.

d. hubungan antara kecukupan makanan yang dikonsumsi ( nasi, sayur, Lauk, pauk, dan buah-

buahan) dengan kejadian anemia pada responden.

e. hubungan antara kelengkapan variasi jenis makanan yang dikonsumsi dengan kejadian

anemia pada responden.

f. hubungan antara kebiasaan minum teh dan kopi dengan kejadian anemia pada responden.

g. komponen pola makan yang paling dominan terhadap kejadian anemia pada responden.

B. METODE PENELITIAN

1. Desain penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan

cross sectional, karena variabel dependen dan independen dikumpulkan dalam waktu yang

Page 3: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 19

bersamaan (Notoatmojo, 2002; Danim, 2003). Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan

antara pola makan, yang meliputi jumlah makanan, variasi jenis makanan, dan kebiasaan makan

dan minum dengan kejadian anemia pada lansi

2. Hipotesis Penelitian

a. Hipotesa Mayor : Ada hubungan antara pola makan pada lansia dengan kejadian anemia

pada lansia.

b. Hipotesa Minor

1) Ada hubungan antara Jumlah makan makanan yang dikonsumsi lansia setiap hari

dengan kejadian anemia pada lansia.

2) Ada hubungan antara kelengkapan jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari dengan

kejadian anemia pada lansia

3) Ada hubungan antara kebiasaan minum the dengan kejadian anemia pada lansia.

3. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel independen adalah pola makan

(kecukupan makanan, kelengkapan variasi jenis makanan, kebiasaan minum teh dan kopi) dan

variabel dependen adalah kejadian anemia

4. Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini data pola makan responden dikumpulkan melalui pengisian food

records dan wawancara.. Untuk menentukan keadaan anemia pada lansia dilakukan pengukuran

Hb dengan menggunakan metode Sianmethemoglobin.

5. Populasi Dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia berumur ≥ 60 tahunyang berada di

wilayah Kecamatan Cicendo Kota Bandung yang berjumlah 654 orang, sedangkan pengambilan

sampel pada penelitian ini adalah secara acak sederhana. Namun pada penelitian ini terdapat

beberapa kriteria inklusi, yaitu : lansia berusia 60 sampai dengan 90 tahun, tidak sedang dalam

kondisi sakit (TBC, tukak lambung, perdarahan, kanker, gagal ginjal, diadetes melitus) atau

mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar Hb. Jumlah sampel dalam

penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow, 1997 sehingga didapat 130

sampel.

6. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaraja wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota

Bandung, karena jumlah lansia di wilayah ini merupakan jumlah lansia terbanyak di Kota

Bandung, sehingga hasil penelitian diharapkan dapat mewakili secara keseluruhan. Selain itu

Page 4: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 20

angka kejadian anemi di kelurahan Pasirkaliki paling banyak dibandingkan dengan kelurahan-

kelurahan yang terdapat di kota Bandung. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni sampai

dengan Juli.

C. Hasil Penelitian

1. Gambaran Karakteristik Responden, Pola makan, dan Kejadian Anemia

a. Karakteristik responden

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Cicendo Kota Bandung

No Karakteristik Responden

Jumlah Prosentase

1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Umur a. Umur 60 – 70 tahun b. Umur 71 – 89 tahun

Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan

Pendidikan

a. ≤ SD

b. >SD Suku bangsa

a. Sunda b. Bukan Sunda

Agama a. Muslim b. Non Muslim

Pekerjaan a. Bekerja b. Tidak bekerja

Pendapatan a. Kurang dari 642.590 b. Sama atau > 642.590

Aktivitas a. Ringan b. Sedang

Kelengkapan gigi a. Lengkap b. Tidak lengkap

Gangguan gigi dalam makan a. Mengganggu b. Tidak mengganggu

108 24 25 107 99 33

118 14

129 3 14 118 68 64

100 32 3 129 30 102

81,8 18,2

18,9 81,1 75 25

89,4 10,6

97,7 2,3

10,6 89,4

51,5 48,5

75,8 24,2 2,3 97,7

22,7 77,3

Responden dalam penelitian ini, 81,8% termasuk usia lanjut (60 – 70 tahun) dan 18,2%

responden termasuk usia lanjut tua (71 – 89 tahun). Secara persentase responden yang berusia

lanjut tua lebih banyak (70%) mengalami anemia dibandingkan dengan responden yang berusia

lanjut (45,4%). Kondisi ini disebabkan karena dengan bertambah tua usia, masukan zat-zat gizi

Page 5: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 21

yang dibutuhkan tubuh terutama untuk pembentukan darah semakin menurun sebagai akibat

adanya perubahan fisik dan fisiologi dari proses menua (Muhilal, 1993).

Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan responden perempuan lebih banyak

(48,6%) mengalami anemia dibandingkan responden laki-laki (44,0%). Keadaan ini sesuai

dengan pendapat Muhilal (1993), bahwa wanita dewasa cenderung anemia dibandingkan pria,

hal ini disebabkan karena pada usia dewasa wanita banyak kehilangan darah melalui

menstruasi dan persalinan. Oleh karena itu kebutuhan Fe pada perempuan lebih tinggi

dibandingkan laki-laki (Miller, 1995; Dep.Kes, 2003).

Sebagian besar responden dalam penelitian ini berpendidikan rendah, yaitu 9,1 % tidak

sekolah dan 65,9% berpendidikan SD / SR. Menurut Husaini (1989) tingkat pendidikan

berpengaruh terhadap pemilihan makanan sehari-hari. Pendapat tersebut sejalan dengan hasil

penelitian Irawati (1999) yang menyataka bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu, maka

semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu gizinya yang berpengaruh dalam pemilihan bahan

pangan. Pemilihan bahan pangan yang baik diharapkan dapat mencegah atau mengatasi

anemia. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan satu-satunya faktor yang

berkontribusi dalam kejadian anemia.

Responden dalam penelitian ini terdiri dari suku Sunda, Jawa, Palembang, dan

Tionghoa. Suku bangsa dapat mempengaruhi pola dan kebiasaan makan masyarakatnya

karena sangat berhubungan dengan budaya yang berlaku pada suku bangsa tersebut.

Kebudayaan mempunyai kekuatan yang sangat berpengaruh pada pemilihan bahan makanan

yang akan dikonsumsi dan pola makan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

(89,4%) responden berasal dari Suku Sunda, hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh tempat

penelitian diadakan, yaitu masuk dalam wilayah Jawa Barat. Hal ini tentunya berkaitan dengan

Suku Sunda yang mempunyai budaya makan lalaban atau sayuran karena mempuyai

keyakinan bahwa sayuran akan menyehatkan tubuh. Selain itu sebagian besar Suku Sunda

tinggal pada daerah pertanian dan pegunungan dimana sayuran sangat banyak ditanam.

Kondisi ini menyebabkan Suku sunda lebih menyukai sayur-sayuran dibandingkan makanan

hewani yang banyak mengandung hem iron.. Namun dari hasil uji statistik memperlihatkan tidak

ada hubungan antara suku dengan kejadian anemia. Hal ini dapat terjadi karena proporsi sapel

setiap suku jumlahnya tidak sama sehingga tidak dapat menggambarkan perbedaan yang

sesungguhnya.

Page 6: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 22

b. Kejadian Anemia

Tabel 2 Distribusi Responden Menurut Status Anemia di Kecamatan Cicendo Kota Bandung

Status Anemia Jumlah Prosentase

Anemia Tidak anemia

63 69

47,7 52,3

Total 132 100,0

Persentase kejadian anemia pada penelitian ini adalah 47,7%. Angka kejadian ini

termasuk prevalensi yang cukup tinggi walaupun lebih rendah dari hasil studi epidemiology

pada lansia di Jawa Barat, yaitu 77% (Info Pangan dan Gizi, 1996) dan angka kesakitan anemia

pada lansia secara nasional, yaitu 50% (Dep.Kes, 2003)

c. Pola Makan

Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Kecukupan Makan di Kecamatan Cicendo Kota Bandung

No.

Makanan

Kecukupan

Ya Tidak

Jumlah % Jumlah %

1. Nasi 34 25,8 98 74,2

2. Sayur 86 65,2 46 34,8

3. Lauk 76 57,6 56 42,4

4. Pauk 51 38,6 81 61,4

5. Buah 58 43,9 74 56,1

6. Nasi, sayur, lauk, Pauk, dan Buah 7 5,3 125 94,7

Kelengkapan variasi jenis makanan yang dimakan setiap hari dalam jumlah yang cukup,

dikelompokkan menjadi dua, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Kategori lengkap yaitu apabila

jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari minimal terdiri dari nasi, sayur, lauk, dan pauk

dalam jumlah yang cukup. Sedangkan kategori tidak lengkap apabila ada salah satu dari nasi,

sayur, lauk, atau pauk tidak dikonsumsi atau dikonsumsi dalam jumlah yang tidak cukup.

Tabel 4 Distribusi Responden Menurut Kelengkapan variasi jenis makanan di Kecamatan Cicendo Kota Bandung

Variasi jenis makanan Jumlah Prosentase

Lengkap Tidak lengkap

11 121

8,3 91,7

Total 132 100,0

Page 7: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 23

d. Kebiasaan minum teh dan kopi Tabel 5 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan minum teh dan kopi di Kecamatan Cicendo

Kota Bandung

No Kebiasaan minum

Jumlah Prosentase

1

2

Teh a. Setiap hari b. Tidak setiap hari dan

tidak pernah Kopi

a. Minum kopi b. Tidak minum kopi

65 67

63 69

49,2 50,8

47,7 52,3

2. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Anemia

a. Hubungan kecukupan makanan dengan kejadian anemia

Tabel 6. Hubungan Kecukupan Makan dengan Kejadian Anemia di Kecamatan Cicendo Kota Bandung

No Kecukupan Makanan Kejadian Anemia Total P OR ( 95 % CI )

Anemia Tdk Anemia Value

1 Nasi

a. Tidak cukup 51 (52,0%) 47 (48,0%) 98 0,137 1,99(0,89-4,46)

b. Cukup 12 (35,3%) 22 (64,7%) 34

2 Sayur

a. Tidak cukup 41 (89,1%) 5 (10,9%) 46 0,000 23,85 (8,37 - 67,98)

b. Cukup 22 (25,6%) 64 (74,4%) 86

3 Lauk

a. Tidak cukup 52 (92,9%) 4 (7,1%) 56 0,000 76,81(23,1-255,32)

b. Cukup 11 (14,5%) 65 (85,5%) 78

4 Pauk

a. Tidak cukup 53 (65,4%) 28 (34,6%) 81 0,000 7,76(3,39-17,78)

b. Cukup 10 (19,6%) 41 (80,4%) 51

5 Buah

a. Tidak cukup 48 (64,9%) 26 (35,1%) 74 0,000 5,29(2,48-11,28)

b. Cukup 15 (25,9%) 43 (74,1%) 58

6 Nasi, sayur, lauk, pauk

Dan buah

a. Tidak cukup 63 (50,4%) 62 (49,6%) 125 0,014 6,8 (0,8 – 163,5)

b. Cukup 0 (0%) 7 (100%) 7

Hasil uji statistik menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

kecukupan nasi dengan kejadian anemia (p=0,137), karena nasi merupakan sumber kalori yang

Page 8: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 24

dibutuhkan untuk beraktivitas bukan sumber nutrisi yang banyak mengandung zat besi atau

dapat membantu proses penyerapan zat besi.

Penelitian ini memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara kecukupan sayuran

dengan kejadian anemia (p=0,000). Namun pada studi ini belum dapat menjelaskan jenis-jenis

sayuan yang dikonsumsi, tetapi berdasarkan pengamatan peneiti selama melakukan studi

menunjukan,bahwa di area studi penduduk lebih banyak mengkosumsi sayuran hijau. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siska (1998 ), bahwa ada hubungan yang

bermakna antara kebiasaan makan sumber zat besi termasuk sayuran dengan resiko anemia

(p=0,00) dan hasil penelitian Arasj yang mengemukakan ada hubungan yang bermakna antara

sayruan hijau dengan kejadian anemia (p=0,038). Responden yang tidak cukup mengkonsumsi

sayuran mempunyai peluang 23,85 kali mengalami anemia dibandingkan responden yang

mengkonsumsi sayuran dalam jumlah yang cukup. Hal ini kemungkinan karena sayuran

merupakan sumber zat besi non hem yang diserap oleh tubuh 1-5% (Muhlilal,1998). Sayuran

hijau dapat mencegah anemia karena selain mengandung zat besi ,sayuran hijau juga dapat

membantu peningkatan penyerapan zat besi, karena mengandung vitamin C. (Tyson 1999;

Yasmin1993; Ramkrishnan 2001; Husaini 1989). Oleh karena vitamin C tidak dapat disimpan

dalam tubuh , maka peranan asupan vitamin C dari makanan dirasakan sangat penting sekali.

Hasil penelitian menunjukkan 92,9% responden yang mengkonsumsi lauk (ikan, daging,

dan telur) mengalami anemia dan ada hubungan yang bermakna antara kecukupan lauk dengan

kejadian anemia (p=0,00). Uji kai kuadrat dalam penelitian ini memperlihatkan responden yang

mengkonsumsi lauk dalam jumlah yang tidak mencukupi mempunyai peluang 76,81 kali. Hal ini

kemungkinan karena lauk merupakan sumber zat besi heme iron yang paling baik dan dapat

diserap 20% - 30% (Ramakrishnan,2001). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Muhlilal

(1998), bahwa absorbsi zat besi dari makanan sehari-hari yang berasal dari daging sangat

tinggi. Hasil studi penyerapan zat besi menjelaskan bahwa penambahan ikan 40 gram dapat

meningkatkan penyerapan zat besi 6,4% pada laki-laki dan 11,9% pada wanita ( Than Batu

dalam Sumarni, 1998).

Hasil analisis menunjukkan bahwa respnden yang mengkonsumsi pauk tidak cukup,

65,4% mengalami anemia. Secara staistik diketahui ada hubungan yang bermakna antara

kecukupan pauk dengan kejadian anemia (p=0,000). Hal ini disebabkan karena tempe dan tahu

merupakan fermentasi kedelai yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi ( Lynch dalam

Sumarni, 1998).

Uji statistic menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kecukupan buah dengan

anemia ( p=0,000). Responden yang tidak cukup mengkonsumsi buah mempunyai peluang

5,292 kali mengalami anemia dibandingan responden yang cukup mengkonsumsi buah. Buah-

Page 9: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 25

buahan banyak mengandung vitamin C yang dapat meningkatkan absorbsi zat besi ( Brown,

1999).Selain itu vitamin C juga dapat eningkatkan penerapan zat besi non hem sampai empat

kali ( Monsh dalam Siska, 1999).

b. Hubungan kelengkapan variasi jenis makanan dengan kejadian anemia

Tabel 7 Hubungan Kelengkapan Variasi Jenis Makanan dengan Kejadian Anemia di Kecamatan

Cicendo Kota Bandung

Kelengkapan variasi Kejadian Anemia Total P OR ( 95 % CI )

jenis makanan Anemia Tdk Anemia Value

a. Tidak Lengkap 62 (51,2%) 59 (48,8%) 121 (100%) 0,018 10,508(1,305-84,647)

b. Lengkap 1 (9,1%) 10 (90,9%) 11 (100%)

Responden yang mengkonsumsi makanan secara keseluruhan dalam jumlah yang tidak

mencukupi, 50% mengalami anemia. Hal tersebut memperlihatkan bahwa yang penting adalah

mengkonsumsi seluruh komponen dalam jumlah yang cukup. Namun apabila tidak

memungkinkan seluruh komponen tercukupi, untuk pencegahan anemia yang perlu diperhatikan

adalah makanan yang mengandung zat besi, zat yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi,

dan menghindari faktor penghambat penyerapan zat besi ( Husaini, 1989).

c. Hubungan antara kebiasaan minum teh dan kopi dengan kejadian anemia

Tabel 8 Hubungan Kebiasaan minum Teh dan Kopi dengan Kejadian Anemia di Kecamatan Cicendo Kota Bandung

No Kebiasaan minum Kejadian Anemia Total P OR ( 95 % CI )

teh dan kopi Anemia Tdk Anemia Value

1 Minum teh

a. Setiap hari 54(83,1%) 11 (16,9%) 65 (100%) 0,000 31,64(12,165-82,273)

b. Tidak setiap hari dan 9 (13,4%) 58 (86,6%) 67 (100%)

tidak pernah

2 Minum kopi

a. Minum kopi 40(63,5%) 23 (36,5%) 63 (100%) 0,001 3,478 (1,699 – 7,122)

b. Tidak minum kopi 23 (33,3%) 46 (66,7%) 69 (100%)

Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan minum teh

dan kopi dengan kejadian anemia (p=0,000 dan p=0,001(p=0,000). Responden yang minum teh

setiap hari mempunyai peluang 31,64 kali mengalami abemia dibandingkan dengan responden

yang minum kopi mempunyai peluang 3,478 kali mengalami anemia dibandingkan responden

yang tidak minum kopi. Teh dan kopi banyak mengandung tanin sehingga dapat menghambat

penyerapan zat besi. Hal ini tentunya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut. Tanin pada kopi

dapat menurunkan penyerapan zat besi sampa 40% sedangkan tanin pada teh dapat

Page 10: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 26

menurunkan penyerapan 80% (Gathrie, 1995; Roe, 1992; Sumarmi, 1998). Pendapat yang

hampir sama dikemukakan oleh Muhilal (1983), yaitu; penyerapan zat besi tanpa teh sekitar

12%, dengan adanya teh penyerapan zat besi turun sampai 2%

3. Komponen Pola makan yang Paling dominan Berhubungan dengan Kejadian Anemia

a. Pemilihan variabel independen

Hasil analisis bivariat variabel independen dan sub variabel yang mempunyai nilai p<0,25 disajikan

dalam tabel berikut ini

Tabel 9. Hasil Analisis Bivariat Antara Sub Variabel Kecukupan Makan, Kelengkapan Variasi Jenis Makanan, Kebiasaan Minum Teh dan Kopi dengan Kejadian Anemia

No Variabel / Sub Variabel Log-Likelihood G P Value

1. 2. 3.

Kecukupan makanan

a. Kecukupan nasi b. Kecukupan sayur c. Kecukupan lauk d. Kecukupan pauk e. Kecukupan buah f. Kecukupan nasi, sayur,

lauk,pauk, dan buah Kelengkapan variasi jenis makanan Kebiasaan minum teh dan kopi

a. Kebiasaan minum teh b. Kebiasaan minum kopi

179,842 129,433 91,667 154,928 162,252 173,283

174,369

111,974 170,531

2,876 53,285 91,051 27,790 20,466 9,435

8,349

70,744 12,187

0,090 0,000 0,000 0,000 0,000 0,002

0,004

0,000 0,000

Setelah dilakukan analisis multivariat, maka ada 3 sub variabel yang berhubungan secara

signifikan dengan kejadian anemia, yaitu kecukupan lauk (p=0,000), kecuakupan pauk (p=0,004),

dan kebiasaan minum teh (0,000). Secara teori ketiga faktor tersebut mempunyai peranan yang

sangat penting sebagai sumber zat besi, maupun faktor penghambat penyerapan zat besi. Oleh

karena itu untuk dapat mengatasi anemia menurut asumsi peneliti lebih ditekankan untuk

mancukupi kebutuhan lauk dan pauk, serta membatasi atau tidak minum teh.

b. Penentuan komponen yang dominan yang berhubungan dengan kejadian anemia

Tabel 10. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Kecukupan Lauk, Kecukupan Pauk, dan kebiasaan minum teh dengan Kejadian Anemia

Variabel B P Wald OR 95% CI

Kecukupan lauk 4,525 0,000 92,334 14,676-580,928

Kecukupan pauk 3,143 0,002 23,166 3,061-175,326

Kebiasaan minum teh 4,139 0,000 62,712 9,348

-2 Log Likelihood = 47,446 G = 135,272 p value = 0,000

Page 11: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 27

Hasil analisis di atas menunjukkan kecukupan lauk, kecukupan pauk, dan kebiasaan

minum teh merupakan komponen pola makan yang berhubungan secara signifikan dengan

kejadian anemia, karena masing-masing mempunyai p value kurang dari 0,05. Dari ketiga

komponen tersebut, yang paling dominan berhubungan dengan kejadian anemia, yaitu

kecukupan lauk karena mempunyai nilai OR yang paling besar (92,334). Hal ini tentunya

berkaitan dengan uraian sebelumnya yang menyatakan bahwa komponen lauk merupakan

protein hewani yang merupakan sumber zat besi tersebar dibandingkan dengan sumber-sumber

zat besi lainnya.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Penelitian ini memberikan gambaran kejadian anemia pada lansia di kecamatan Cicendo

Kota Bandung, yaitu sebesar 47,7%. Ada hubungan yang bermakna antara kecukupan sayur,

lauk, pauk dan buah dengan kejadian anemia (semuanya mempunayai nilai p = 0,000). Namun

tidak ada hubungan yang bermakna antara kecukupan nasi dengan kejadian anemia (p=0,137).

Secara keseluruhan nasi, sayur, lauk, pauk, dan buah mempunyai hubungan yang bermakna

dengan kejadian anemia (p=0.014).

Penelitian ini juga memperlihatkan ada hubungan yang bermakna antara kelengkapan

variasi jenis makanan dengan kejadian anemia (0,018). Kebiasaan minum teh dan kopi juga

mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia (masing-masing mempunyai nilai

p=0,000). Namun dari hasil analisis multivariate menunjukkan hanya ada 3 komponen dari pola

makan yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian anemia, yaitu kecukupan lauk

(p=0,000), kecukuan pauk(0,004), dan kebiasaan minum teh (0,000). Kecukupa lauk merupakan

komponen pola makan yang paling dominan berhubungan dengan kejadian anemi, dengan nilai

OR 82,076

2. Saran

Keluaga dengan responden yang mengalami anemia disarankan memilih makanan yang

mengandung zat besi dalam jumlah cukup untuk dikonsumsi setiap hari. Keluarga juga

diharapkan membantu responden untuk mengurangi atau menghentikan kebiasaan minum teh

atau kopi yang dapat menghambat penyerapan zat besi. Perawat sangat penting untuk

melakukan promosi kesehatan tentang jenis makanan dan jumlah makanan sumber zat besi

yang perlu dikonsumsi, serta jenis makanan yang dapat menghambat absorbsi. Perawat juga

perlu melakukan modifikasi pola makan yang sesuai dengan budayaklien .

Page 12: HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA · PDF fileJurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA LANSIA DI KECAMATAN CICENDO

Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 28

DAFTAR PUSTAKA Allen, L. (2001). Prevalence and Causes of Nutritional Anemias, dalam Ramakrishnan, Nutritional

Anemias. Washington, D.C: CRC Press. Andrews, M & Boyle, JS. (1995) Transculural Consepts in Nursing Care, Second edition, Philadelphia, J.B.

Lippincot Company. Brown, Jeri B. (1999). Gerontological Protocols for Nurse Practioners. Philadelphia: Lippincott William &

Wilkins. Darmojo, RB. (1999a). Teori Proses Menua, dalam Darmojo & Martono, Buku Ajar Geriatri: Ilmu

Kesehatan Usia Lanjut (hlm. 3-13). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. ___________. (2002). Trends in Dietary Habits of The Elderly: The Indonesian Case. Asia Pasific Journal

of Clinical Nutrition, 11(S), 351-354. Doenges, Marilyn E. (1992). Nursing Care Plan : Guidelines for Planning and Documenting Patient Care.

Philadelphia: Davis Company. Geiger & Davidhizar (1995), Transcultural Nursing Assessment and Intervension, Second edition, St Louis

Mosby. Gunawan, R. (2002). Makanan dalam perspektif budaya. Nursing Journal of Padjadjaran University, 4(7),

55-60. Hirlan. (1999). Penyakit Sistem Gastrointestinal, dalam Darmojo & Martono, Buku Ajar Geriatri: Ilmu

Kesehatan Usia Lanjut (hlm. 273-309). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Khumaidi, M. (1994). Gizi Masyarakat. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Leininger, M. (1978). Transculture Nursing: Concewpt, Theories, and Practice. Toronto: A Wiley Medical

Publication. Miller A Calor ( 1995 ) , Nursing Care OF Older Adult, Theori and Practiece. 2 Ed. Philadelphia : J.B.

Lippincott Co. Soejono, H. (2000).Gizi Pada Usia Lanjut, dalam Soejono dkk, Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien

Geriatri (hlm. 25-34). Jakarta: FKUI. Souter, S. (2000). Nutritional Risk Assesment in The Older Adult. Southern Online Journal of Nursing

Research, 1(3),1-21 Soenarto & Suharti. (1999). Kelainan Hematologi Pada Usia Lanjut, dalam Darmojo & Martono, Buku Ajar

Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut (hlm. 229-241). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Susan. (2000). Nutritional Screening and Older Adults. http://gateway 1.ovid.com, diperoleh 13 Juni, 2003.

The American Journal of Medicine. (2003). Anemia Associated With Physical Decline in Older Adult. http:// www.geri.com, diperoleh tanggal 2 April, 2005.

Usha. (2000). Cultural and Religious Influences on Adult Nutrition in The UK. http://gateway 1.ovid.com, diperoleh 13 Juni, 2003.