Hubungan karakteristik peternak terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah di Kabupaten...

6
[1] HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETERNAK TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT MASTITIS PADA SAPI PERAH DI KABUPATEN TULUNGAGUNG Reni Indarwati Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu Jawa Timur, Jl. Songgoriti No.24 Kotak Pos 17 Batu 65301 ABSTRAK Pemeliharaan sapi di tingkat peternak masih sangat sederhana sehingga hal ini mempengaruhi tata laksana peternakan. Manajemen pemeliharaan yang tidak baik akan berdampak pada kejadian penyakit mastitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan karakteristik peternak (pendidikan,lama beternak, umur dan pengelaman penyuluhan yang didapat terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah. Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung dengan melakukan wawancara face to face terhadap 10 orang peternak sapi perah, yang meliputi karakter responden dan pengetahuan peternak mengenai mastitis subklinis dan pengendaliannya. Uji mastitis subklinis dilakukan terhadap seluruh sapi laktasi milik peternak tersebut dengan menggunakan California Mastitis Test (CMT). Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 13.0 for windows. Hubungan antara variabel karakteristik peternak dan pengetahuan tentang mastitis di uji dengan uji korelasi Pearson untuk varaibel skala rasio dan uji korelasi Spearman untuk varaibel skala ordinal.Hasi penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata (p<0.05) antara karakteristik peternak tentang pengalaman beternak dan pengalaman mendapatkan penyuluhan/pelatihan dengan kejadian mastitis subklinis pada sapi perah, sementara itu tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0.05) antara karakteristik peternak tentang umur, pendidikan dan pengetahuan peternak dengan kejadian mastitis subklinis pada sapi perah di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung. Kata kunci : karakteristik peternak, mastitis subklinis,sapi perah PENDAHULUAN Selama ini pemeliharann sapi perah pada peternakan rakyat masih bersifat sederhana, artinya peternak masih menggunakan teknologi yang sederhana yang didapat secara turun- temurun dalam pemeliharaan sapinya. Kondisi ini berpengaruh terhadap tata laksana peternakan. Manajemen kesehatan yang tidak baik akan menyebabkan timbulnya penyakit. Salah satu ancaman penyakit yang dapat mempengaruhi produktivitas dankualitas susu sapi perah adalah mastitis. Penyakit mastitis, terutama mastitis subklinis berhubungan erat dengan praktik dari manajemen pemeliharaan, oleh karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi praktik manajemen pemeliharaan sapi perah di tingkat peternak menjadi suatu topik yang menarik untuk dikaji lebih dalam. MATERI DAN METODE Pengumpulan data pada kajiwidya ini dilakukan dengan cara interview pada 10 orang peternak sapi perah di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung. Wawancara dengan menggunakan kuisioner yang terdiri atas 28 pertanyaan, meliputi : karakter responden (pendidikan, lama beternak, umur dan pengalaman mendapat pelatihan) dan pengetahuan responden mengenai mastitis subklinis dan pengendaliannya. Penentuan status sapi yang terserang mastitis subklinis dilakukan dengan

Transcript of Hubungan karakteristik peternak terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah di Kabupaten...

Page 1: Hubungan karakteristik peternak  terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah di Kabupaten Tulungagung

[1]

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETERNAK TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT

MASTITIS PADA SAPI PERAH DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

Reni Indarwati Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu Jawa Timur, Jl. Songgoriti No.24 Kotak Pos 17 Batu 65301

ABSTRAK

Pemeliharaan sapi di tingkat peternak masih sangat sederhana sehingga hal ini

mempengaruhi tata laksana peternakan. Manajemen pemeliharaan yang tidak baik akan

berdampak pada kejadian penyakit mastitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan pengetahuan dan karakteristik peternak (pendidikan,lama beternak, umur dan

pengelaman penyuluhan yang didapat terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah.

Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung dengan

melakukan wawancara face to face terhadap 10 orang peternak sapi perah, yang meliputi

karakter responden dan pengetahuan peternak mengenai mastitis subklinis dan

pengendaliannya. Uji mastitis subklinis dilakukan terhadap seluruh sapi laktasi milik

peternak tersebut dengan menggunakan California Mastitis Test (CMT). Data yang

terkumpul ditabulasi dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS

13.0 for windows. Hubungan antara variabel karakteristik peternak dan pengetahuan tentang

mastitis di uji dengan uji korelasi Pearson untuk varaibel skala rasio dan uji korelasi

Spearman untuk varaibel skala ordinal.Hasi penelitian menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang nyata (p<0.05) antara karakteristik peternak tentang pengalaman beternak dan

pengalaman mendapatkan penyuluhan/pelatihan dengan kejadian mastitis subklinis pada sapi

perah, sementara itu tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0.05) antara karakteristik

peternak tentang umur, pendidikan dan pengetahuan peternak dengan kejadian mastitis

subklinis pada sapi perah di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung.

Kata kunci : karakteristik peternak, mastitis subklinis,sapi perah

PENDAHULUAN

Selama ini pemeliharann sapi perah

pada peternakan rakyat masih bersifat

sederhana, artinya peternak masih

menggunakan teknologi yang sederhana

yang didapat secara turun- temurun dalam

pemeliharaan sapinya. Kondisi ini

berpengaruh terhadap tata laksana

peternakan. Manajemen kesehatan yang

tidak baik akan menyebabkan timbulnya

penyakit. Salah satu ancaman penyakit

yang dapat mempengaruhi produktivitas

dankualitas susu sapi perah adalah

mastitis.

Penyakit mastitis, terutama mastitis

subklinis berhubungan erat dengan praktik

dari manajemen pemeliharaan, oleh karena

itu faktor-faktor yang mempengaruhi

praktik manajemen pemeliharaan sapi

perah di tingkat peternak menjadi suatu

topik yang menarik untuk dikaji lebih

dalam.

MATERI DAN METODE

Pengumpulan data pada kajiwidya ini

dilakukan dengan cara interview pada 10

orang peternak sapi perah di Kecamatan

Rejotangan Kabupaten Tulungagung.

Wawancara dengan menggunakan

kuisioner yang terdiri atas 28 pertanyaan,

meliputi : karakter responden (pendidikan,

lama beternak, umur dan pengalaman

mendapat pelatihan) dan pengetahuan

responden mengenai mastitis subklinis dan

pengendaliannya.

Penentuan status sapi yang terserang

mastitis subklinis dilakukan dengan

Page 2: Hubungan karakteristik peternak  terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah di Kabupaten Tulungagung

[2]

menggunakan uji California Mastitis Test

(CMT) pada semua sapi laktasi milik

peternak. Sapi perah dikatakan terserang

mastitis subklinis jika hasil uji CMT

menunjukkan positif 1 (+1), yaitu

terbentuk masa agak mengental pada susu

yang telah dicampur dengan reagen CMT.

Data yang telah terkumpul ditabulasi

dan dianalisis dengan menggunakan

program Microsoft Excel 2007 dan SPSS

13.0 for windows. Hubungan antar variabel

berupa karakteristik peternak (pendidikan,

lama beternak, umur, dan pengalaman

penyuluhan yang didapat), dan

pengetahuan tentang penyakit mastitis

diuji menggunakan uji korelasi Pearson

untuk variabel skala rasio dan interval,

serta uji korelasi Spearman untuk variabel

skala ordinal

HASIL DAN DISKUSI

A. Karakteristik Peternak

Hampir sebagian responden (40%)

berpendidikan sekolah dasar (SD). Para

peternak yang memiliki tingkat pendidikan

rendah kemungkinan besar usaha

peternakan yang dimiliki bersifat turun

temurun, dan peternakan sapi perah

merupakan usaha utama yang dimiliki.

Pendidikan merupakan hal yang penting

dalam pengelolaan peternakan, karena

berperan dalam pola berpikir, kemampuan

belajar, dan taraf intelektual [8]. Pada

umumnya, semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka proporsi

tindakan baik dari responden akan

semakin tinggi, namun pendidikan bukan

menjadi faktor utama dalam meningkatkan

produktivitas sapi perah, karena peternak

yang berpendidikan tinggi belum tentu

menggunakan ilmunya dalam hal

pemeliharaan ternak.

Pada pengambilan kuesioner

tentang pengalaman beternak, hanya 20%

responden beternak selama 5-10 tahun.

Pengalaman beternak dapat mempengaruhi

kemampuan kerja seorang peternak.

Peternak yang sudah berpengalaman dapat

mengatasi dengan baik masalah- masalah

dalam peternakan [8].

Pelatihan dan penyuluhan dalam

peningkatan produktivitas sapi perah

sangat bermanfaat dalam manajemen

pemeliharaan sapi perah. Sebagian besar

(50%) peternak tidak pernah mendapatkan

penyuluhan dan pelatihan mengenai

manajemen peternakan yang baik dan

benar. Peternak yang tidak mempunyai

pengetahuan serta wawasan yang

memadai dalam pemecahan permasalahan

beternak sapi perah, dapat teratasi dengan

mengikuti penyuluhan dan pelatihan.

Kegiatan penyuluhan melalui tatap muka

langsung dengan peternak di lapangan

diharapkan dapat mengurangi kesenjangan

komunikasi yang timbul sehubungan

dengan pemeliharaan ternak, kasus

penyakit,sistem informasi dan lain

sebagainya [1]. Rentang umur informan

dalam kaji widya ini dikategorikan

menjadi tiga kelompok, yaitu <30 tahun,

30-50 tahun dan >50 tahun. Dari hasil

pengamatan dapat dinyatakan bahwa pada

umumnya peternak sapi perah yang

diamati memiliki usia produktif (dibawah

50 tahun) sebanyak 90% (Tabel 1).

B. Tingkat Pengetahuan Responden

Pengetahuan mengenai mastitis subklinis

dapat digunakan untuk mengetahui

manajemen pemeliharaan (sanitasi air dan

peralatan, sanitasi kandang, kesehatan dan

pemeliharaan hewan, serta pemerahan

susu) yang dilakukan oleh peternak, hal ini

disebabkan oleh mastitis subklinis

biasanya sangat dipengaruhi oleh

manajemen pemeliharaan. Hasil

pengamatan memperlihatkan bahwa

informan yang memiliki indeks

pengetahuan mastitis subklinis tergolong

“baik” (skor 79- 100%), yakni 40%.

Sedangkan informan yang memiliki indeks

pengetahuan “cukup” (skor 56-78%), dan

“kurang” (skor <56%) masing-masing

sebesar 20%, dan 40% (Tabel 2).

Pengetahuan peternak tentang

manajemen pemeliharaan sapi perah

merupakan bagian yang penting untuk

menghasilkan produksi susu yang tinggi.

Peternak rakyat umumnya memelihara sapi

Page 3: Hubungan karakteristik peternak  terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah di Kabupaten Tulungagung

[3]

perah berdasarkan pengetahuan dari orang

tuanya, penyuluhan dari dinas terkait dan

informasi dari koperasi atau dengan cara

memperhatikan pemeliharaan yang

dilakukan oleh sesama peternak.

Pengetahuan, sikap dan praktik seharusnya

berjalan sinergis karena terbentuknya

perilaku baru akan dimulai dari

pengetahuan yang selanjutnya akan

menimbulkan respon batin dalam bentuk

sikap dan akan dibuktikan dengan adanya

tindakan atau praktik agar hasil dan tujuan

menjadi optimal sesuai yang diharapkan.

Akan tetapi, pengetahuan dan sikap tidak

selalu akan diikuti oleh adanya tindakan

atau praktik [11].

Tabel 1. Karakeristik peternak di peternakan sapi perah Kec.Rejotangan

Variabel Jumlah (%)

Pendidikan terakhir

SD

SMP

SMA

PT

4

3

0

3

40

30

0

30

Lama beternak

1-5 tahun

5- 10 tahun

>10 tahun

4

2

4

40

20

40

Mendapatkan pelatihan

Ya

Tidak

5

5

50

50

Umur

<30 tahun

30-50 tahun

>50 tahun

1

8

1

10

80

10

Tabel 2. Pengetahuan peternak terhadap mastitis

Indeks pengetahuan Jarak skor Jumlah (%)

Baik 79-100% 4 40

Cukup 56-78% 2 20

Kurang <56% 4 40

Hasil Kajiwidya ini menunjukkan

bahwa seluruh responden mengetahui

tentang mastitis, namun tidak semua

responden mengetahui faktor-faktor yang

menyebabkan mastitis. Oleh karena itu

sangat diperlukan penyuluhan disertai

peragaan tentang faktor-faktor yang

menyebabkan mastitis, misalnya cara

membersihkan peralatan pemerahan,

penanganan susu setelah diperah dan

pengetahuan mengenai kesehatan

masyarakat veteriner. Berdasarkan uji

mastitis subklinis yang dilakukan pada

sapi perah milik peternak menunjukkan

hasil 100% terserang mastitis subklinis.

Dari uji korelasi dengan menggunakan uji

Spearman antara karakteristik dan tingkat

pengetahuan peternak dengan kejadian

mastitis pada sapi perah sebagaimana

terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian mastitis pada sapi perah

Page 4: Hubungan karakteristik peternak  terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah di Kabupaten Tulungagung

[4]

Peubah Koefisien korelasi

Karakteristik peternak

Umur

Pendidikan

Lama beternak

Pengalaman mendapatkan penyuluhan/ pelatihan

0.731

0.199

0.891*

0.884*

Pengetahuan 0.252

Keterangan : *) nyata pada taraf α<0.05

Dari hasil tersebut terlihat bahwa

umur tidak berhubungan dengan kejadian

mastitis pada sapi perah. Hasil ini

bertentangan dengan pendapat Havighurst

(1974) yang diacu dalam Nurliana (1999)

menyatakan bahwa terdapat periode

sensitif dari umur seseorang untuk belajar

pada umur tertentu. Hal ini menunjukkan

adanya kaitan antara umur seseorang

dengan kemampuan intelektualnya karena

umur seseorang berkaitan erat dengan

wawasan yang dimiliki. Pada Kajiwidya

ini tidak terdapat hubungan antara umur

dengan praktik kejadian mastitis pada sapi

perah, hal ini disebabkan peternak dengan

usia muda yang seharusnya lebih dapat

menerima informasi lebih banyak, namun

peternak tidak pernah mendapatkan

penyuluhan dan pelatihan sehingga

informasi tidak didapatkan, dan lebih

berpedoman terhadap pengetahuan yang

diberikan secara turun-temurun. Hal ini

menyebabkan kemampuan praktik

manajemen pemeliharaan yang dimiliki

masih kurang.

Hasil Kajiwidya ini menunjukkan

tidak ada hubungan antara pendidikan

dengan kejadian mastitis pada sapi perah..

Hubungan antara jumlah tahun sekolah

dan adopsi praktik peternakan ada secara

tidak langsung, kecuali pada kasus dimana

seseorang mempelajari khusus tentang

praktik baru tersebut di sekolah [12]. Para

peternak yang berpendidikan rendah

mungkin lebih banyak memiliki

pengalaman dan pengetahuan mengenai

praktik manajemen pemeliharaan yang

baik dan benar atau sebaliknya.

Lama beternak responden

dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu

rendah (1-5 tahun), sedang (5-10 tahun),

dan tinggi (>10 tahun). Hasil penelitian

memperlihatkan terdapat korelasi positif

yang signifikan antara lama beternak

responden dengan kejadian mastitis pada

sapi perah. Dengan demikian, terdapat

kecenderungan bahwa semakin lama

informan beternak, maka praktik

manajemen pemeliharaan yang dimiliki

oleh peternak akan semakin tinggi pula.

Hal ini seperti yang dikemukakan Mosher

[12],bahwa manusia dapat belajar dari

pengalamannya, demikian pula peternak

dapat belajar dari pengalaman beternak

pada masa yang lalu. Dalam konteks

kajiwidya ini, pengalaman dapat menjadi

media proses pembelajaran yang efektif

dalam menumbuhkan praktik manajemen

pemeliharaan yang baik pada sapi perah,

sehingga meminimalisir kejadian mastitis.

Pengetahuan dan kejadian mastitis

tidak berhubungan nyata, hal ini mungkin

disebabkan karena peternak umumnya

memiliki pengetahuan yang cukup

memadai mengenai syarat-syarat

pemerahan yang baik, meliputi

pemeriksaan terhadap penyakit, kesehatan

ternak, kebersihan sapi yang akan diperah,

namun dalam sehari-hari kebanyakan

kegiatan pemerahan tidak sesuai dengan

faktanya. Peternak mengetahui tentang

mastitis subklinis dan cara

pengendaliannya, namun dalam kehidupan

nyata faktor-faktor yang dapat

menyebabkan mastitis subklinis tidak

dihindari sehingga kasus mastitis subklinis

tetap tinggi.

KESIMPULAN

Page 5: Hubungan karakteristik peternak  terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah di Kabupaten Tulungagung

[5]

Terdapat hubungan yang nyata

(p<0.05) antara karakteristik peternak

tentang pengalaman beternak dan

pengalaman mendapatkan

penyuluhan/pelatihan dengan kejadian

mastitis subklinis pada sapi perah di

Kecamatan Rejotangan Kabupaten

Tulungagung. Sementara itu, tidak terdapat

hubungan yang nyata (p>0.05) antara

karakteristik peternak tentang umur,

pendidikan dan pengetahuan peternak

dengan kejadian mastitis subklinis pada

sapi perah di Kecamatan Rejotangan

Kabupaten Tulungagung.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu

yang telah membiayai kajiwidya ini dan

peternak sapi perah Kecamatan Rejotangan

Kabupaten Tulungagung atas sharing

informasi yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Achjadi RK. 1985. Aspek reproduksi

sapi perah dan pelayanan kesehatan

hewan.Di dalam: Prosiding

Pertemuan Konsultasi Peternakan

Sapi PerahKabupaten Sukabumi,

Jawa Barat; Salabintana, 19

November 1985. Bogor:Pemerintah

Daerah Tingkat II Kabupaten

Sukabumi dan Lembaga Pengabdian

pada Masyarakat Institut Pertanian

Bogor. hlm 47-59.

[2] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010.

Populasi ternak 2000-2008.

[terhubung berkala].

http://www.bps.go.id [15 Juni 2014].

[3] Damayanti L. 2007. Pengaruh teat

spray dengan menggunakan jus buah

mengkudu (Morinda citrifolia.L)

dalam berbagai konsentrasi terhadap

hasil uji CMT dan TPC ada sapi perah

[skripsi]. Malang: Fakultas

Peternakan, Universitas Brawijaya.

[4] [DEPTAN] Departemen Pertanian.

2006. Surat Keputusan Menteri

Pertanian Nomor

55/Permentan/OT.140/10/2006

tentang Pedoman Pembibitan Sapi

Perah yang Baik. [terhubung berkala].

http://www.deptan.go.id [11 Juni

2014].

[5] [DITJENNAK] Direktorat Jenderal

Peternakan dan Kesehatan Hewan.

2012.Pedoman teknis pengembangan

budidaya sapi perah pola PMUK.

[terhubung berkala].

http://www.ditjennak.deptan.go.id [10

Mei 2014].

[6] Hariyono MB. 2006. Faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap produksi

susu pada usaha ternak sapi perah

rakyat. J Anim Agric Soc Eco 2(2):78-

81.

[7] Hartono. 1992. Hubungan nilai sanitasi

peternakan terhadap meningkatnya

angka kuman air susu [skripsi]. Bogor:

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor.

[8] Juliani R. 2011. Evaluasi teknis

pemeliharaan sapi perah friesian

holstein peternakan rakyat di desa

Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor

[skripsi].Bogor: Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor.

[9] Kartasudjana R. 2001. Modul Program

Keahlian Budidaya Ternak; Teknik

Kesehatan Ternak. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

[10] Maria A. 2012. Pengetahuan, sikap,

dan praktek gizi seimbang serta

hubungannya dengan status gizi

mahasiswa Institut Pertanian Bogor

[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi

Manusia, Institut Pertanian Bogor.

[11] Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan

Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:

Rineka Cipta.

[12] Nurdin E. 2011. Manajemen Sapi

Perah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nurliana N. 1999. Hubungan antara

karakteristik peternak dengan

pengetahuan mereka tentang budidaya

ternak sapi perah (studi kasus di

Bogor) [skripsi].Bogor: Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Bogor.

Page 6: Hubungan karakteristik peternak  terhadap kejadian penyakit mastitis pada sapi perah di Kabupaten Tulungagung

[6]

[13] Sauri S. 2011. Pengetahuan dan sikap

mahasiswa Fakultas Kedokteran

HewanInstitut Pertanian Bogor

terhadap foodborne disease [skripsi].

Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan,

Institut Pertanian Bogor.

[14] Safuan A. 2011. RI impor susu untuk

penuhi 70 persen kebutuhan susu

nasional. [terhubung berkala].

http://www.mediaindonesia.com/

webtorial/tanahair/?bar_id=MjMxMj

g3 [ 26 Juni 2012].

[15] Santosa U. 1995. Tata Laksana

Pemeliharaan Ternak Sapi. Jakarta:

Penebar Swadaya.

[16] Sembada P. 2012. Kondisi

pemeliharaan sapi perah di peternakan

rakyat Kawasan Usaha Peternakan

(KUNAK) Cibungbulang Kabupaten

Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Sharif A, Umer M, Ghulam M. 2009.

Mastitis control in dairy production. J

Agric Soc Sci 5(3):102-105.

[17] Sudono A. 1999. Ilmu Produksi

Ternak Perah. Bogor: Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

[18] Sunarko C et al. 2009. Petunjuk

Pemeliharaan Bibit Sapi Perah.

Baturraden: BBPTU Sapi Perah

Baturraden.

[19] Sutarti E, Budiharta S, Sumiarta B.

2003. Prevalensi dan faktor-faktor

penyebab mastitis pada sapi perah

rakyat di Kabupaten Semarang

Propinsi Jawa Tengah. J Sain Vet 21

: 43-49.

[20] Tyler DH, Ensminger ME. 1993.

Dairy Cattle Science. Ed ke-4. New

Jersey: Pearson Prentice Hall.

[WHO] World Health Organization.

2008. A Guide to Developing

Knowledge,Attitude and Practice

Surveys. Geneva:WHO.

[21] Winarso D. 2008. Hubungan kualitas

susu dengan keragaman genetik dan

prevalensi mastitis sub klinis serta

upaya peningkatan kualitas

lingkungan di daerah jalur susu

Malang sampai Pasuruan [tesis].

Yogyakarta: Program Studi Ilmu

peternakan, Sekolah PascaSarjana

UGM.