Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
-
Upload
adhi-panjie-gumilang -
Category
Education
-
view
1.179 -
download
3
Transcript of Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
BAB I
PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut
untuk saling berinteraksi dengan manusia yang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Dalam setiap individu memiliki sejumlah nilai masing-masing.
Nilai tersebut terhimpun menjadi cita-cita masyarakat sehingga terbentuklah
norma. Dari norma tersebut terbentuk suatu sistem norma yang melembaga
sehingga menjadi lembaga sosial. Terbentuknya lembaga sosial ini tak lepas dari
berbagai aktivitas mansusia yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar, baik
disengaja maupun tidak disengaja. Selain itu, lembaga sosial juga terbentuk dari
peristiwa tingkah laku individu yang dilakukan berulang-ulang sehingga aktivitas
tersebut melembaga dan melekat pada masing-masing individu.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, setiap masyarakat mempunyai
lembaga-lembaga sosial. Lembaga sosial disini memiliki arti yaitu suatu
himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang menyangkut kebutuhan pokok
manusia (Soekanto, 1982:91). Lembaga sosial berfungsi sebagai pedoman
berperilaku atau sebagai dasar melakukan berbagai aktivias guna mengadakan
pengendalian sosial atau social control.
Kaitanya dengan lembaga sosial, Soerjono Soekanto (1982:91) dalam
bukunya ”Sosiologi Hukum” mengatakan bahwa hukum merupakan lembaga
sosial. Hukum sebagai lembaga sosial harus memenuhi kebutuhan pokok manusia
akan kedamaian dalam masyarakat. Sejatinya, masyarakat tidak akan hidup teratur
dan damai jika tanpa adanya hukum. Oleh sebab itu, untuk menciptakan suasana
yang aman, nyaman, tentram dan damai diperlukan hukum sebagai lembaga sosial
yang berfungsi sebagai pengendali sosial dalam masyarakat.
Dengan kehidupan sosial masyarakat yang semakin berkembang, diiringi
dengan perubahan teknologi yang semakin maju dan dengan semakin ketatnya
persaingan diantara individu satu dengan individu yang lain, maka tidak bisa
dipungkiri akan terjadi penyimpangan-penyimpangan di masyarakat yang pada
akhirnya dapat meimbulkan konflik sosial. Dari dasar inilah diperlukan
pembahasan antara hukum sebagai alat untuk menciptakan ketertiban dengan
lembaga sosial yang lahir dari aktivitas sosial masyarakat yang membudaya
sehingga menjadi cultur mereka. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan
membahas hubungan antara hukum dengan lembaga sosial dalam masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dari penulisan makalah ini, maka penulis
akan mengambil beberapa rumusan masalah yang nantinya akan penulis bahas,
diantaranya:
1. Apakah pengertian hukum?
2. Apakah lembaga sosial itu?
3. Apa hubungan antara hukum dengan lembaga sosial dalam masyarakat?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini yang pertama yaitu untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah Sosiologi Hukum. Selain itu tujuan dari penulisan makalah
ini yaitu untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca berkenaan dengan
hubungan antara hukum dengan lembaga sosial dalam masyarakat. Di samping
itu, penulis juga berharap agar makalah ini menjadi sumber rujukan bagi pembaca
yang mencari sumber-sumber bacaan yang dibutuhkan.
BAB II
PEMBAHASAN
II. Pembahasan
2.1 Pengertian Hukum
Dalam buku ”Pengantar Ilmu Hukum” karangan Dudu Duswara
Machmudin (2010:6) dijelaskan bahwa pemberian definisi tentang hukum sukar
untuk menjawabnya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya dua pendapat yang
berbeda dari dua kubu. Kubu pertama menyatakan bahwa tidak mungkin
memberikan definisi tentang hukum, yang sungguh-sungguh dapat memadai
kenyataan. Pernyataan dari kubu pertama ini didasari atas kenyataan bahwa sudah
sejak lama orang mencai definisi tentang hukum akan tetapi belum pernah
mendapatkan pengertian yang memuaskan. Hal ini menandakan bahwa hukum itu
bersifat abstrak, banyak seginya dan luas cakrawalanya.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa definisi hukum itu ada
manfaatnya, sebab pada saat itu juga dapat memberikan sekedar pengertian pada
orang yang baru mulai tentang apa yang dipelajarinya, setidak-tidaknya digunakan
sebagai pegangan (Machmudin, 2010:7).
Adapun secara bahasa hukum berasal dari bahasa Inggris yaitu law, droit
dalam bahasa Perancis, Recht dalam bahasa Jerman, recht dalam bahasa Belanda,
atau dirito dalam bahasa Italia. Definisi hukum secara luas dapat disamakan
dengan aturan, norma, kaidah atau ugeran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis
yang diakui oleh orang dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi. Sedangkan
pengertian hukum menurut Ensiklopedia Indonesia,”Hukum merupakan rangkaian
kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis,
yang menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para anggota
masyarakat”.
Sehingga jika disimpulkan dari pengertian di atas, maka hukum itu memiliki
beberapa unsur (Machmudin, 2010:9), yaitu:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia;
2. Peraturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang;
3. Peraturan tersebut bersifat memaksa, tetapi tidak dapat dipaksakan; dan
4. Peraturan itu disertai sanksi yang tegas dan dapat dirasakan oleh yang
bersangkutan.
Sedangkan ciri-ciri dari hukum yaitu terdapat suatu perintah, larangan dan
kebolehan serta terdapat sanksi yang tegas.
2.2 Lembaga Sosial
2.2.1 Pengertian Lembaga Sosial
Istilah lembaga sosial mengacu pada pengertian institusi atau
lembaga, dalam bahasa Inggris institute dan institution. Jika dilihat dari
pengertian institute lebih menekankan kepada pengertian institusi sebagai
sarana dan organisasi untuk mencapat tujuan tertentu. Sedangkan istilah dari
institution lebih menekankan pada pengertian institusi sebagai suatu sistem
norma yang memenuhi kebutuhan.
Sehingga istilah lembaga sosial merupakan pengalihan dari istilah
Inggris yaitu social institution. Menurut Soerjono Soekanto (2003) lembaga
sosial (kemasyarakatan) merupakan himpunan daripada norma-norma dari
segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam
kehidupan masyarakat. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa
dalam memahami lembaga sosial perlu diperhatikan tentang kebutuhan
pokok manusia dan sistem perilaku yang terorganisasi. Sehingga jika
disimpulkan dari pengertian-pengertian di atas dapat diketahui bahwa
lembaga sosial berkaitan dengan:
1. Seperangkat norma yang saling berkaitan, bergantung dan
mempengaruhi;
2. Seperangkat norma yang dapat dibentuk, diubah dan dipertahankan
sesuai dengan kebutuhan hidup; dan
3. Seperangkat norma yang mengatur hubungan antar warga masyarakat
agar dapat berjalan tertib dan teratur.
Secara umum, lembaga sosial memiliki dua aspek, yaitu lembaga
sosial sebagai peraturan dan lembaga sosial yang sesungguh-sungguhnya
berlaku. Dikatakan lembaga sosial sebagai peraturan apabila norma-norma
yang berlaku membatasi serta mengatur perilaku orang-orang. Sedangkan
pengertian lembaga sosial yang sesungguhnya berlaku yaitu apabila
sepenuhnya membantu pelaksanaan kebutuhan pokok masyarakat. Contoh:
lembaga perkawinan, lembaga pendidikan, lembaga agama, lembaga
pemerintahan dan lembaga perekonomian. Lembaga sosial berbeda dengan
asosiasi.
Lembaga sosial terbentuk dari norma-norma yang hidup dimasyarakat.
Norma-norma tersebut mengalami pelembagaan, yaitu proses menjadi
bagian dari dari kehidupan masyarakat sehingga dikenal, diakui, dihargai,
dan ditaati. Setelah proses pelembagaan, berlangsung internalisasi, yaitu
proses penyerapan norma-norma oleh masyarakat sehinngga norma-norma
atau telah berakar sebagai pedoman cara berfikir, bersikap, berprilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan asosiasi adalah kumpulan orang yang
memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi.
Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat. Kelompok juga dapat
memengaruhi perilaku para anggotanya. Adapun perbedaan lebih jelaskan
dapat penulis gambarkan seperti dalam tabel di bawah ini:
LEMBAGA SOSIAL ASOSIASI
Perkawinan KUA (Kantor Urusan Agama)
Pendidikan Perguruan Tinggi, SD, SMP, SMK
Perekonomian PT, CV, Firma
Agama Masjid, Gereja, Pura, Wihara
Tujuan dari lembaga sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok
manusia. Adapun fungsi dari lembaga sosial menurut Soerjono Soekanto
(1982:111) adalah:
1. Memberikan pedoman berperilaku bagi warga masyarakat, terutama
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya yang mencakup
sandang, pangan dan papan, keselamatan akan jiwa dan harta benda,
harga diri, kesempatan untuk mengembangkan potensi kasih sayang;
2. Mempertahankan keutuhan masyarakat dengan cara menghimpun
norma-norma dalam suatu wadah; dan
3. Menyelenggarakan sistem pengendalian sosial, yaitu suatu proses
yang direncanakan yang bertujuan untuk mendidik, mengajak atau
bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai dan norma
yang berlaku.
2.2.2 Proses Pertumbuhan Lembaga Sosial
Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas bahwasannya lembaga
sosial terbentuk dari norma-norma yang hidup dimasyarakat. Norma-norma
tersebut mengalami pelembagaan, yaitu proses menjadi bagian dari dari
kehidupan masyarakat sehingga dikenal, diakui, dihargai, dan ditaati.
Setelah proses pelembagaan, berlangsung internalisasi, yaitu proses
penyerapan norma-norma oleh masyarakat sehinngga norma-norma atau
telah berakar sebagai pedoman cara berfikir, bersikap, berprilaku dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, tidak setiap norma secara serta-merta menjadi
bagian dari lembaga sosial. Agar suatu norma bisa menjadi bagian dari
lembaga sosial membutuhkan beberapa proses terlebih dahulu. Adapun
proses yang pertama yaitu proses pelembagaan atau institutionalization
(Soekanto, 1982:112). proses pelembagaan atau institutionalization adalah
suatu proses yang harus dialami suatu norma sosial tertentu untuk menjadi
bagian dari lembaga sosial. Maksudnya adalah norma baru harus dikenal,
diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pelembagaan sosial ada proses yang mengatur dan membina
pola-pola prosedur disertai sangsi-sangsi dalam masyarakat. Kekuatan suatu
norma dapat dilihat dari kuat lemahnya sangsi yang dikenakan pada para
pelanggarnya berkaitan dengan tingkatan kekuatan daya pengikat norma,
yaitu cara, kebiasaan, tata kelakuan, serta adat istiadat masyarakat baik di
bidang sosial, politik, maupun ekonomi.
Setelah norma-norma mengalami proses pelembagaan, proses
selanjutnya adalah internalisasi, maksudnya adalah suatu taraf
perkembangan dimana para anggota masyarakat dengan sendirinya ingin
berperilaku sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya memenuhi
kebutuhan masyarakat. Proses internalisasi adalah suatu tahap penerimaan
terhadap masyarakat sehingga masyrakat berkeinginan untuk selalu berbuat
atau bertingkah laku dengan apa yang sudah dimengerti.
2.2.3 Ciri-Ciri Lembaga Sosial
Meskipun lembaga sosial merupakan suatu konsep yang abstrak, ia
memiliki sejumlah ciri dan karakter yang dapat dikenali. Menurut J.P Gillin
di dalam karyanya yang berjudul "Ciri-ciri Umum Lembaga Sosial"
(General Features of Social Institution) yang dikutip oleh Soekanto
(1987:34), lembaga sosial memiliki ciri dan karakter sebagai berikut:
1. Lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran dan perilaku
yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas masyarakat dan hasil-
hasilnya. Ia terdiri atas kebiasaan-kebiasaan, tata kelakukan, dan
unsur-unsur kebudayaan lain yang tergabung dalam suatu unit yang
fungsional;
2. Lembaga sosial juga dicirikan oleh suatu tingkat kekekalan tertentu.
Oleh karena lembaga sosial merupakan himpunan norma-norma yang
berkisar pada kebutuhan pokok, maka sudah sewajarnya apabila terus
dipelihara dan dibakukan;
3. Lembaga sosial memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu. Lembaga
pendidikan sudah pasti memiliki beberapa tujuan, demikian juga
lembaga perkawinan, perbankan, agama, dan lain- lain;
4. Terdapat alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan lembaga sosial. Misalnya, rumah untuk lembaga keluarga serta
masjid, gereja, pura, dan wihara untuk lembaga agama;
5. Lembaga sosial biasanya juga ditandai oleh lambang-lambang atau
simbol-simbol tertentu. Lambang-lambang tersebut secara simbolis
menggambar tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Misalnya,
cincin kawin untuk lembaga perkawinan, bendera dan lagu
kebangsaan untuk negara, serta seragam sekolah dan badge (lencana)
untuk sekolah; dan
6. Lembaga sosial memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang
merumuskan tujuan, tata tertib, dan lain-lain. Sebagai contoh, izin
kawin dan hukum perkawinan untuk lembaga perkawinan.
Sedangkan seorang ahli sosial yang bernama John Conen ikut pula
mengemukakan karakteristik dari lembaga sosial seperti yang dikutip oleh
Arif Rohman (2002:54-56) dalam bukunya ”Sosiologi” seperti di bawah ini:
1. Setiap lembaga sosial bertujuan memenuhi kebutuhan khusus
masyarakat;
2. Setiap lembaga sosial mempunyai nilai pokok yang bersumber dari
anggotanya;
3. Dalam lembaga sosial ada pola-pola perilaku permanen menjadi
bagian tradisi kebudayaan yang ada dan ini disadari anggotanya;
4. Ada saling ketergantungan antarlembaga sosial di masyarakat,
perubahan lembaga sosial satu berakibat pada perubahan lembaga
sosial yang lain;
5. Meskipun antarlembaga sosial saling bergantung, masing-masing
lembaga sosial disusun dan di- organisasi secara sempurna di sekitar
rangkaian pola, norma, nilai, dan perilaku yang diharapkan;
6. Ide-ide lembaga sosial pada umumnya diterima oleh mayoritas
anggota masyarakat, terlepas dari turut tidaknya mereka berpartisipasi;
7. Suatu lembaga sosial mempunyai bentuk tata krama perilaku;
8. Setiap lembaga sosial mempunyai simbol-simbol kebudayaan tertentu;
dan
9. Suatu lembaga sosial mempunyai ideologi sebagai dasar atau orientasi
kelompoknya.
2.2.4 Tipe-Tipe Lembaga Sosial
Dalam setiap masyarakat akan dijumpai berbagai macam lembaga
sosial, dimana lembaga sosial tersebut mempunyai sistem nilai yang dapat
menentukan lembaga sosial mana yang dijadikan pusat dan kemudian
dianggap berada di atas lembaga sosial lainnya. Menurut Soerjono Soekanto
(2003) tipe-tipe lembaga Sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Dari sudut perkembangan.
a. Cresicive Institutions, yaitu merupakan lembaga yang primer,
tumbuh dari adat istiadat masyarakat seperti agama, perkawinan,
dan sebagainya.
b. Evated Institutions , sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
seperti lembaga pendidikan, lembaga utang piutang, dan
sebagainya.
2. Dari sudut sistem nilai yang diterima masyarakat.
a. Basic Institutions, dianggap sanggat penting untuk memelihara
dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat seperti negara,
keluarga, sekolah, dan sebagainya.
b. Subsidiary institutions, dianggap kurang penting seperti untuk
rekreasi.
3. Dari sudut penerimaan masyarakat.
a. Socially santioned institutions, lembaga yang dapat diterima
masyarakat seperti sekolah, perusahaan dan sebagainya.
b. Socially unsactioned institution, lembaga yang ditolak masyarakat
seperti preman
4. Dari sudut penyebarannya.
a. General institutions, dikenal hampir semua masyarakat di dunia
seperti religi atau agama
b. Restricted institutions, dianut oleh masyarakat tertentu di dunia
seperti agama kristen, agama islam, dan sebagainya.
2.3 Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Kembali pada pengertian hukum dan lembaga sosial. Hukum merupakan
rangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan, baik tertulis maupun yang
tidak tertulis, yang menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para
anggota masyarakat. Sedangkan lembaga sosial adalah himpunan daripada norma-
norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam
kehidupan masyarakat. Untuk mengetahui hubungan keduanya, Soerjono
Soekanto (1982:92) dalam bukunya ”Sosiologi Hukum dalam masyarakat”
mengatakan bahwa hukum merupakan lembaga sosial. Di dalam prosesnya,
hukum bertindak sebagai lembaga sosial yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan manusia akan kedamaian dalam masyarakat.
Hukum adalah suatu sistem aturan atau adat, yang secara resmi dianggap
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui
lembaga atau institusi hukum. Salah satu fungsinya yaitu sebagai lembaga sosial
dimana hukum menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat agar tercipta keadilan
dan ketentraman. Sehingga masyarakat dapat hidup dengan damai tanpa ada
konflik.
Jika mengidentifikasi hukum sebagai lembaga sosial, maka kita akan
mengamati hukum lebih dari suatu sistem peraturan belaka, melainkan juga
bagaimana hukum menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam dan untuk masyarakat.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan utama, terlebih dahulu akan dipaparkan
“apa itu lembaga sosial?”. Lembaga sosial adalah himpunan daripada norma-
norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam
kehidupan masyarakat. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa
masyarakat sangat membutuhkan kehadiran lembaga. Kebutuhan tersebut harus
mendapatkan pengakuan oleh masyarakat karena pentingnya lembaga bagi
kehidupan manusia. Sehingga masyarakat mengusahakan agar ia bisa dipelihara
dan diselenggarakan secara seksama.
Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang
umumnya diakui di semua tempat di dunia ini. Karena itu, dibentuklah lembaga
sosial bernama hukum agar keadilan dapat terselenggara secara seksama dalam
masyarakat. Ada beberapa ciri yang umumnya melekat pada lembaga, yaitu:
1. Stabilitas
Hukum sebagai lembaga sosial harus menimbulkan suatu kemantapan dan
keteraturan dalam usaha manusia untuk memperoleh keadilan;
2. Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam
masyarakat;
3. Adanya norma-norma; dan
4. Ada jalinan antar institusi.
Karena lembaga sengaja dibentuk, maka tidak serta merta ia menjadi
sempurna. Proses untuk membuat lembaga menjadi makin efektif disebut
penginstitusionalan. Di setiap negara tentunya proses ini akan berbeda-beda sesuai
kebutuhan masing-masing. Hukum merupakan lembaga sosial yang tujuannya
adalah untuk menyelenggarakan keadilan dalam masyarakat. Penyelenggaraan
tersebut berkaitan dengan tingkat kemampuan masyarakat itu sendiri untuk
melaksanakannya. Oleh karena itu, terdapat perbedaan cara dalam
penyelenggaraannya di berbagai tempat. Perbedaan ini berhubungan erat dengan
persediaan perlengkapan yang terdapat dalam masyarakat. Sehingga sebagai
lembaga sosial, kita dapat melihat hukum dalam kerangka yang luas, melibatkan
berbagai proses dan kekuatan dalam masyarakat.
Selain itu, lembaga sosial dalam hal ini hukum berfungsi sebagai pengendali
sosial atau social control, sehingga hukum sebagai lembaga sosial memiliki
funsgi sebagai:
1. Pengawas dari individu terhadap individu;
2. Pengawas dari individu terhadap kelompok; dan
3. Pengawas dari kelompok terhadap kelompok.
BAB III
PENUTUP
III. Penutup
3.1 Ringkasan
Dari penjelasan seputar hubungan hukum dengan lembaga sosial dalam
masyarakat di atas, maka penulis dapat meringkas beberapa hal sebagai berikut:
1. Hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan,
baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang menentukan atau
mengatur hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat.
2. Lembaga sosial (kemasyarakatan) merupakan himpunan daripada
norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan
pokok di dalam kehidupan masyarakat.
3. Lembaga sosial terbentuk dari norma-norma yang hidup dimasyarakat.
Norma-norma tersebut mengalami pelembagaan, yaitu proses menjadi
bagian dari dari kehidupan masyarakat sehingga dikenal, diakui,
dihargai, dan ditaati. Setelah proses pelembagaan, berlangsung
internalisasi, yaitu proses penyerapan norma-norma oleh masyarakat
sehinngga norma-norma atau telah berakar sebagai pedoman cara
berfikir, bersikap, berprilaku dalam kehidupan sehari-hari.
4. Jika mengidentifikasi hukum sebagai lembaga sosial, maka kita akan
mengamati hukum lebih dari suatu sistem peraturan belaka, melainkan
juga bagaimana hukum menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam dan
untuk masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Machmudin, Dudu Duswara. 2010. Pengantar Ilmu Hukum, Sebuah Sketsa.
Bandung: Refika Aditama
Soekanto, Soerjono, dkk. 1982. Sosiologi Hukum dalam masyarakat. Jakarta:
Rajawali Pers
Soekanto, Soerjono.1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press
Rohman, Arif, dkk. 2002. Sosiologi. Klaten: Intan Pariwara
Rahardjo, Sutjipto. 2000. Ilmu Hukum. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti