HUBUNGAN HADIS PENCIPTAAN MANUSIA DENGAN...
Transcript of HUBUNGAN HADIS PENCIPTAAN MANUSIA DENGAN...
HUBUNGAN HADIS PENCIPTAAN MANUSIA DENGAN TAKDIR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Syarat
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Disusun Oleh:
Endang Jayadi
NIM: 1112034000075
PRODI TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1440 H
.A
i
ABSTRAK
Endang Jayadi: “HUBUNGAN HADIS PENCIPTAAN MANUSIA
DENGAN TAKDIR”
Dalam penelitian ini peneliti fokus membahas tentang hadis penciptaan
manusia dan hubungan nya dengan taqdir. Penelitian menggunakan metode
penelitian pustaka (library research). Secara garis besar penelitian ini dibagi
menjadi dua tahap yaitu pengumpulan data dan pengelolahan data. Pada tahap
pertama, metode yang digunakan adalah metode dokumentasi yaitu
menginventarisasi data kepustakaan yang terkait dengan tema, dalam hal ini data
diambil dari sumber primer (sumber data utama) yakni Kutub al-Tis‟ah yang
membahas tentang penciptaan manusia dan taqdir. Sumber sekunder diambil dari
berbagai macam kitab syarah hadis, buku, jurnal, artikel, serta berbagai macam
tulisan yang mendukung dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan pemahaman
yang baik terhadap hadis, penulis menggunakan beberapa tahap. Pertama, penulis
menulusuri hadis dengan menggunakan metode kata pada kitab Mu‟jam Mufahras
li al-Fadz al-Hadis al-Nabawi,dan metode tematik pada kitab Miftah al-Kunuz al-
Sunnah. Kedua, penulis menelaah kualitas hadis ditinjau dari segi
ketersinambungan sanad dan inetgritas (صوخ) serta inetelktualitas(ضجظ) perawi.
Ketgiga, penulis menjabarkan serta menerangkan maksud dan tujuan hadis dengan
bantuan kitab syarah hadis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama, hadis penciptaan manusia
yang diriwayatkan oleh Bukhari ini ditinjau dari segi kualitasnya sanadnya
shâhih, karena ketersinambungan (ز) sanad dari awal hingga akhirnya dan
tidak ada seorang rawipun yang tidak dipercaya )ؿ٤و اضلخ( atau kurang hafalannya
Selain diriwayatkan oleh Bukhari, hadis ini diriwayatkan pula oleh .(ه٤ اضجظ)
Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibn Majah.
Kedua, hadis tentang penciptaan manusia ini sangat erat hubungannya
dengan konsep taqdir, karena ketika manusia diciptakan saat itu pula taqdir telah
ditetapkan baginya, bahkan sebelum manusia itu dilahirkan, yakni pada saat hari
ke 40 dalam kandungan.
Ketiga, Proses kejadian manusia berdasarkan hadis terjadi dalam dua
tahap: Pertama, tahapan primodial, yakni proses penciptaan Nabi Adam a.s
sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia diciptakan dari
intisari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku („alaqah) yang
menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya
segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu
kepadanya ditiupkan ruh dan kemudian ditetapkan atasnya taqdir yakni amal,
rezeqi serta ajalny.
ii
KATA PENGANTAR
اوؽ اوؽ٤ث هللا
Segala puji hanya bagi Allah Subhâna Wa Ta‟âlâ, Karena atas rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Salallahu „Alaihi Wa Sallam,
para keluarganya, para sahabatnya, para muhadid, serta para pengikutnya yang
beriman. Sebagai pemimpin dan suri tauladan bagi umatnya, yang telah
meninggalkan warisan terbesar berupa Al-Qur‟an dan hadis. Demikian juga
orang-orang yang mengikuti ajarannya sampai hari pembalasan kelak.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Ushuluddin (S.Ag). Dalam penyusunan ini menyadari sepenuhnya bahwa
skripsi ini masih terdapat banyak kekhilafan, kekurangan dan keterbatasan ilmu
pengetahuan yang penulis miliki. Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi
dari berbagai pihak, dan Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu, yang
selalu memberikan semangat dan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi ini. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua (Bapak. Jumat Hidayat dan ibu Emi) yang selalu
mendukung dan mendoakan saya, serta kakak dan adik saya (Endra
Afriana, Rizki Arif Hidayatullah) terimakasih atas dukungan dan
bantuannya.
2. Prof. Dr. Amany Bahrudin Umar Lubis Lc. MA Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
iii
3. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat.
4. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A., selaku Ketua Jurusan Tafsir hadis.
5. Drs. Banun Binaningrum, selaku Skeretaris Jurusan Tafsir Hadis.
6. Dr. M. Isa HA Salam, M.A, selaku dosen pembimbing skripsi,
terimaksaih atas bimbingan, saran dan pengarahan kepada saya.
7. Bapak Kusmana, M.A, Ph.D selaku dosen pembimbing Akademik,
terimakasih atas nasehat dan bimbingan terhadap penulis dari awal
kuliah hingga sampai saat ini.
8. Para staf perpustakaan, Perpustakaan Fakultas (PF) Ushuluddin dan
Perpustakaan Utama (PU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Nurhalimah yang selalu menemani dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan selalu menemani di saat suka maupun
duka.
10. Keluarga besar Bale khususnya, Ayah Evi Antara, mamang Haryono,
Om Junaidi, Om Wahyu, Aki Asep, Teh Ayu dan kawan-kawan
seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu,
terimakasih sebesar-besarnya atas dukungan dan semangatnya yang
selalu diberikan kepada penulis.
11. Sahabat-sahabati yang selalu mengerjakan skripsi ini bersama-sama di
perpustakaan (Riswan Sulaeman yang membantu,mengarahkan dan
menemani saat revisi, dan teman-teman THB lainnya).
Saya sangat berharap adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif
demi kesempurnaan dan pengembangan penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis, dan para pembaca umumnya.
Jakarta, 5 Oktober 2018
Penulis
Endang Jayadi
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR. ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
TRANSLITERASI ............................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................... 8
C. Tujuan dan manfaat Penelitian ................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 9
E. Metodelogi Penelitian ................................................................ 10
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12
BAB II PROSES PENCIPTAAN MANUSIA DAN KONSEP TAQDIR
DALAM ISLAM
A. Wawasan Al-Qur‟an dan hadis proses penciptaan manusia ...... 13
B. Konsep taqdir dalam islam. ......................................................... 25
BAB III KORELASI HADIS PENCIPTAAN MANUSIA DENGAN
TAKDIR
A. Teks hadis Nabi ......................................................................... 33
B. Takhrij hadis. ............................................................................. 34
v
C. I‟tibar sanad ............................................................................... 39
D. Skema sanad hadis dan derajat hadis ....................................... 40
E. Korelasi hadis dengan taqdir ................................................... 47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 59
B. Saran ........................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman
pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman
Akademik Program Strata I tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah.
A. Padanan Aksar
Huruf Arab Huruf Lain Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Be ة
T Te د
Ts te dan es س
J Je ط
H h dengan garis bawah ػ
Kh Ka dan ha ؿ
D DE ك
Dz De dan zet م
R Er ه
Z Zet ى
S Es
vii
Sy es dan ye
S es dengan garis bawah
D de dengan garis bawah
T te dengan garis bawah ط
Z zet dengan garis bawah ظ
Koma terbalik di tas menghadap ع
kekanan
Gh ge dan ha ؽ
F Ef ف
Q Ki م
K Ka ى
L El
M Em
N En
W We
H Ha ب
Apostrof „ ء
١ Y Ye
viii
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunngal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vocal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
١ Ai a dan i
Au a dan u
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
ix
Tanda vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ـب ȃ a dengan topi di atas
ـ٢ ȋ i dengan topi di atas
ـ Ȗ u dengan topi di atas
D. Kata sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkang dengan
huruf, yaitu, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah
maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-nisa bukan an-nisa, al-rijal bukan ar-rijal.
E. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam system tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ), dalam alihaksara ini dilambangkan denga huruf, yaitu
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yag menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang telah diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-
darurah melainkan al-darurah, demikian seterusnya.
F. Ta Marbutah
Berkaitan dengan alihaksara ini, jika huruf ta marbutah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksaraka menjadi huruf /h/(lihat
contoh di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbutah tersebut diikuti
pada sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun jika huruf ta marbutah tersebut diikuti
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/(lihat
contoh 3).
x
No Tulisan Arab Keterangan
طو٣وخ .1 Tariqah
اغبؼخ اإلال٤خ .2 al-Jami‟ah al-Islamiyyah
ؽلح اعك .3 Wahdat al-wujud
G. Huruf kapital.
Meskipun dalam system penulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alihaksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara
lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal, nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama iri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal atau kata
sandanngya. (Contoh: AbÛ Hâmid al-Ghazâlî bukan AbÛ Hâmid Al-Ghazâlî, al-
Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alihaksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau
cetak teball (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak miring,
maka demikian halnya dalam alihaksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa Arab. Misalya ditulis Abdussamad al-Palimbani, bukan „Abdu
al-Salam al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak NÛr al-Dîn al-Rânirî.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah penciptaan bumi, langit, dan malaikat Allah bekehendak untuk
menciptakan makhluk lain yang nantinya akan dipercaya menghuni dan
memelihara bumi sebagai tempat tinggalnya.
Manusia adalah makhluk-Nya yang paling sempurna dan sebaik-baiknya
ciptaan dibandingkan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Manusia dilengkapi akal
untuk berfikir yang membedakannya dengan binatang. Mengenai proses kejadian
manusia dan takdir yang ditetapkannya, dalam al-Qur‟an QS, al-hijr: 28-29 :
إ ؽ وا ن ث خ إ٢ ف ئ هثي إم هب ٢ لقذ ك٤ ٣زۥ كإما
غل٣ ؽ٢ كوؼا ۥ ٢ه
Artinya :
Dan (ingatlah), ketika Allah berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,Maka
apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud (QS, al-hijr: 28-29)1
Diterangkan dalam ayat di atas bahwa manusia diciptakan dari sari pati
tanah dengan bentuk yang sebaik-baiknya kemudian ditiupkan ruh kepadanya
hingga menjadi hidup.
1 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Darus Sunnah,
2015). h. 349.
2
Adapun hadis-hadis yang berbicara tentang penciptaan manusia dan takdir adalah:
Shahih Bukhari no 3332 :
صب ػجل هللا ت ؽل صب ى٣ل ث ؽل صب األػ ؽلصب أث٠ ؽل ؽل و ث صب ػ ٠ هللا ؽل هللا ؽلصب ه
لم بكم ا ا أهثؼ » ػ٤ أ غ ك٠ ثط ٣غ أؽل إ مي، ص ض ػوخ ٣ ب، ص ٣ ٤
أع زت ػ بد، ك٤ ب ثؤهثغ إ٤ ٣جؼش هللا مي، ص ض خ ـ ض ٣ ؼ٤ل، ص و٠ أ هىه
ػ، كإ او ـ ك٤ ل جن ػ٤ ا ٣ ث٤ب إال مهاع، ك٤ ث٤ ب ٣ ابه ؽز٠ أ ثؼ ٤ؼ ع زبة او
غخ، ؽز ا أ ثؼ ٤ؼ ع او إ غخ، ا غخ، ك٤لف ا أ ثؼ ث٤ب إال مهاع ك٤ؼ ث٤ ب ٣ ٠
ابه ابه ك٤لف أ ثؼ زبة، ك٤ؼ ا جن ػ٤ ك٤
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah mencertikan
kepada kami Rasulullah SAW : “Sesungguhnya salah satu dari kamu
(sperma) dikumpulkan dalam perut ibumu selama 40 hari, kemudian
menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi segumpal
daging selama itu juga, kemudian Allah mengutus malaikat untuk
menyerukan 4 hal. kemudian malaikat itu menulis amalnya, rezekinya,
ajalnya, yang buruk maupun yang baik. Kemudian ditiupkan ruh ke dalam
segumpal daging tersebut. Maka sesungguhnya salah seorang diantara
kamu mengerjakan amalan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan
neraka itu tinggal satu hasta, sampai melebihi apa yang telah ditetapkan
padanya, tetapi kemudian ia mengerjakan amalan ahli surga, maka ia
masuk ke dalam surga. Dan salah satu diantara kamu mengerjakan amalan
ahli surga hingga jarak antara ia dan surga tinggal satu hasta, sampai ia
melebihi apa yang telah ditetapkan padanya dan mengerjakan amalan ahli
neraka, maka ia masuk ke dalam neraka”.
Hadis di atas berbicara tentang takdir yang diberikan Allah kepada
manusia pada awal penciptaannya sebelum lahir ke dunia. Dalam hadis tersebut
dijelaskan bahwa pada saat manusia berada di dalam kandungan, kira-kira
berumur 4-5 bulan, diutus malaikat kepadanya untuk menuliskan takdirnya di
3
dunia. Takdir di sini berupa rezeki dan umur serta hal-hal yang akan terjadi dalam
hidupnya, baik itu hal-hal yang membahagiakan ataupun penderitaan-penderitaan
yang akan dialaminya. Dalam hadis ini juga dijelaskan bahwa terkadang ada
manusia yang tidak akan bisa menyangka bagaimana akhir hidupnya sesuai
dengan takdir yang telah Allah tetapkan padanya.
Diceritakan dalam hadis tersebut bahwa ada seseorang yang berbuat
kejahatan terus menerus hingga sampailah ketetapan akan hukuman dari
perbuatannya, akan tetapi di akhir hidupnya ia bertobat dan mengerjakan amal
kebaikan hingga akhirnya masuk surga. Begitu juga sebaliknya, orang yang pada
awalnya selalu mengerjakan amal kebaikan, akhirnya masuk neraka karena di
akhir hidupnya ia berpaling dari kebaikannya, begitu juga kelahiran pada bayi
sangatlah bisa dipengaruhi oleh perbuatan orang tuanya di dalam kehidupannya
sehari-hari baik atau buruk prilaku perbuatan bisa sangatlah berpengaruhi dengan
takdir yang akan ditetapkannya pada calon bayi yang akan lahir nanti. Begitulah
takdir Allah terhadap manusia, jikalau Ia menghendaki sesuatu terjadi, sehebat
apapun manusia menghindar, ia tidak akan terlepas dari takdir itu. Hal ini telah
dijelaskan di dalam Al Qur‟an surah al Mursalat ayat 20-23 :
( ٤ بء قو )02أ ٤ ب ك٢ هواه )02( كغؼ ؼ )( ك 00( إ٠ هله وبكه ا (02ولهب كؼ
Artinya : “Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina.
Kemudian Kami tempatkan dia di dalam tempat yang kokoh (rahim).
4
Sampai waktu yang ditentukan. Lalu Kami tentukan (bentuknya), Kami
adalah sebaik-baik yang menentukan”.( al Mursalat ayat 20-23)2
Problem pertama yang timbul dari permasalahan taqdir yaitu makna dari
taqdir itu sendiri. Jika secara harfiah takdir itu sendiri ditetapkan sebagai ukuran
atau batasan tertentu dalam diri atau sifat sesuatu,3 pengertian taqdir masih
menjadi sebuah perdebatan. Secara umum pandangan terhadap takdir terpecah
kepada dua kutub besar di mana satu sisi berarti ketetapan perbuatan manusia
telah ditentukan sejak zama azali, sebelum dilahirkan ke dunia.
Pertanyaan selanjutnya yang timbul dari permasalahan ini pada kalangan
masyarakat apakah taqdir berada di dalam kehidupan seseorang, tidak salah jika
Muhammad Ali mengatakan bahwasanya paham seperti inilah yang akan
menjadikan pandangan umum mayoritas umat Islam pada saat ini.4 Hal ini pula
yang menjadi sasaran kritik pedas tetapi kemudian yang menjadi pertanyaan ialah
apakah Islam mengajarkan umatnya bertindak atau menyerah kepada taqdir.
Pantaskah umat Islam menyalahkan taqdir atas apa yang terjadi pada mereka
berupa kemunduran dalam beberapa abad terakhir.
Kepercayaan terhadap taqdir telah mempengaruhi umat Islam awal untuk
bangkit berjuang menghadapi tantangan yang membentang dihadapannya. Jika
sebuah kepercayaan terhadap taqdir dianggap sebagai hal yang membuat umat
Islam terbelakang saat ini, mengapa kepercayaan ter-hadapnya tidak membuat
kaum muslimin generasi awal tidak terbelakang, bahkan menjadi generasi yang
2 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 862
3 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an(Bandung : Mizan, 1996), h. 61.
4 Maulana Muhammad Ali, Islamologi.Penerjemah: R. Kaelan dan H.M Bachrun
(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,1997), h. 215.
5
paling maju diantara manusia pada masanya.5 Apakah mereka kaum muslimin
awal tidak memiliki kepercayaan terhadap taqdir, atau apakah taqdir hanya
direkayasa oleh para teologi untuk mendukung paham mereka. Mengatakan kaum
muslimin awal tidak percaya taqdir merupakan asumsi tak berdasar, sebab taqdir
telah menjadi keyakinan dasar umat Islam yang landasannya dapat ditemukan
baik dalam ayat-ayat Al-Qur‟an maupun hadis Nabi SAW.
Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam
perut ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi
segumpal darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu
pula. Selanjutnya Allah mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh ke
dalamnya dan di perintahkan untuk menentukan akan taqdirnya.
Penciptaan manusia dan taqdir sejak di dalam kandungan ibu merupakan
suatu awal dari setiap permulaan bagi semua makhluk Allah SWT. Mulai dari
manusia, binatang dan lain sebagainya yang Allah ciptakan pasti memiliki awal
yang dinamakan kelahiran atau kemunculan. Pada kalangan manusia Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan. Begitu juga pada hewan dan tumbuhan,
sebagian mereka mempunyai pasangan masing-masing.
Membahas tentang taqdir bagaikan mengelilingi dunia tak berujung.
Permasalahan ini telah menjadi pembahasan dari zaman klasik hingga
kontemporer, baik timur maupun barat. Bahkan problematika taqdir yang
membahas apakah manusia memiliki kebebasan kehendak atau perbuatannya telah
5 Murtadha Muthahhari, Manusia dan Agama: membumikan kitab suci,edisi 2. Editor:
Haidar Bagir (Bandung: Mizan,2007), h. 200.
6
ditentukan sebelumnya (ditaqdirkan) telah menjadi sebuah permasalahan dalam
kehidupan masyarakat.6 Terlepas dari permasalahan itu, pandangan taqdir
membawa dampak yang tidak kecil dalam kehidupan. Banyak orang berkeyakinan
salah mengenai taqdir menyalahkan Allah di dalam berbagai kesulitan – kesulitan
yang menimpanya dalam sebuah kehidupannya. Ini sangatlah membuktikan
bahwasanya pandangan masyarakat mengenai taqdir akan sangat mempengaruhi
sikap dan mental dari setiap orang dalam sebuah kehidupan. Setidaknya terdapat
perbedaan dalam sikap antara orang yang mempercayainya bahwa dirinya adalah
wujud yang terbelenggu dengan orang yang meyakini bahwa dia sendirilah yang
berkuasa seutuhnya atas masa depan dan nasib kita.7
Banyak orang yang menganggap bahwa salah satu taqdir yang tidak bisa
dirubah dan dipungkiri akan sebuah kelahiran seorang bayi kedunia ini dari rahim
ibunya. Banyak di kalangan masyarakat yang heran akan sebuah terjadinya
fenomena yang tidak bisa di duga-duga dalam sebuah kelahiran bayi dari rahim
orang tuanya yang memiliki perbedaan fisik dengan kedua orang tuanya, ada pula
yang beranggapan bahwasanya buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, begitu juga
bayi yang lahir dari rahim orang tuanya pasti tidak akan jauh beda akan rupa yang
dimiliki bayi pasti akan memiliki kesamaan di antara rupa kedua orang tuanya.
Akan tetapi, menurut penelitian yang penulis lakukan dengan melihat realitas dan
apa yang terjadi di lingkungan penulis berada, jenis kelamin atau rupa yang
dimiliki sibayi tidak sedikit, banyak di luar dugaan adanya perbedaaan rupa atau
6 Abbas Muhajirin,‟Pemikiran Teologis dan Filosofi Syi‟ah Dua Belas Imam‟, dalam
Sayyid Hossein Nasr dan Oliver Leaman, ed., Ensiklopedia Tematis Filsafat islam (buku
pertama);terj. Tim Penerjemah Mijan (Bandung: Mizan,2003) 7 Syahrin Harahap, islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan,(Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya,1999), h. 29.
7
fisik yang dimilikinya dan ini termasuk jenis taqdir. Dan manusia harus siap
menanggung segala resiko yang timbul dari perbuatannya itu.
Sebagai contoh adalah Saat hamil pasti bertanya-tanya, wajah bayi nanti
lebih mirip ibu atau ayahnya, ya? Apakah nanti ia akan memiliki rambut lurus
seperti ibu atau rambut keriting seperti ayahnya? Memiliki mata belo seperti
ibunya atau memiliki mata sipit seperti ayahnya?. Ini merupakan sebuah kejutan
bagi sebuah pasangan ketika bayi lahir. Yang jelas, bayi akan terlihat seperti
campuran antara kedua orang tuanya. Ya, bayi memperoleh 23 kromosom dari
ibunya dan 23 kromosom lagi dari ayahnya. Dengan semua kemungkinan
kombinasi gen, kedua orang tua memiliki potensi untuk menghasilkan 64 triliun
penampilan anak yang berbeda, sehingga setiap anak yang akan melahirkan
memiliki wajah yang berbeda-beda karena banyak kemungkinannya. Namun,
untuk ciri lainnya seperti tinggi badan, berat badan, dan kepribadian, lingkungan
juga berpengaruh membentuk penampilan anak di samping faktor genetik atau
keturunan.8
Atas dasar inilah penulis akan membahas tentang hubungan hadis
penciptaan manusia dengan taqdir. Harapannya adalah memberi sumbangan yang
ilmiah yang bermanfaat bagi dunia keilmuan hadis pada khususnya dan penjelasan
bagi masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka judul skripsi ini yang
akan dibahas adalah “Hubungan hadis penciptaan manuia dengan takdir ”
8https://hellosehat.com/kehamilan/perkembangan-janin/bagaimana-genetik-
mempengaruhi-rupa-wajah-bayi-anda/
8
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Hadis penciptaan manusia dengan taqdir bahwa dari beberapa masalah
yang ada penulis membatasi penelitian ini dengan kajian pada al kutubu al tis‟ah
mengkaji syarah hadis ditinjau dari konsep taqdir dalam teologi islam.
2. Rumusan masalah
adapun perumusan masalah menempati posisi sentral dalam suatu
penelitian. Untuk itu perlu dirumuskan pertanyaan mendasar dengan berpijak
dengan latar belakang masalah yang ada agar pembahasan lebih terarah. Dan dari
pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas yaitu.
bagaimana hubungan hadis penciptan manusia dengan takdir ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan deskripsi
secara jelas tentang makna kata penciptaan manusia dan taqdirnya menurut hadis
dan ayat Al-Qur‟an. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan
makna yang kompresif tentang penciptaan manusia dan taqdirnya dalam hadis
Nabi SAW.
1. Memahami hadis tentang penciptaan manusia yang berkait dengan
taqdirnya.
2. Mengetahui relevansi hadis dengan konsep taqdir.
Adapun tujuan dan kegunan dari penelitian ini sendiri adalah :
Studi penulisan ini merupakan suatu kajian yang penting. Sebagaimana
disebutkan di atas bahwa pemahaman mengenai penciptaan manusia dan taqdir
9
akan berpengaruh baik pada masyarakat, negara, maupun setiap pribadi yang
meyakininya. Dengan mengkaji permasalahan taqdir diharapkan setiap elemen
masyarakat tersebut mengetahui aspek-aspek problematika taqdir, dan mengetahui
faham mayoritas serta lebih mendekati kebenaran ajaran mengenai penciptaan
manusia dan taqdir sebagaimana dimaksudkan agama.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam pembahasan tema pokok dalam skripsi ini ada beberapa tulisan
yang berkaitan, sebelumnya dipandang perlu untuk memaparkan beberapa
literatur yang telah membahas atau menyinggung mengenai tema atau pokok atau
objek kajian dari penelitian dalam skripsi ini, terdapat beberapa kajian yang
membahas mengenai penciptaan manusia dan taqdir.
Di antara buku-buku yang membahas di dalamnya tentang penciptaan
manusia dan taqdir.
Taqdir dan Kebebasan Manusia (Telaah atas Penafsiran al-Zamakhasyari
Terhadap Surat al-Furqan Ayat 2 dan Surat al-Ra‟d Ayat 11), oleh Hamka.
Skripsi FUF UIN Syahid yang membahas tentang penafsiran mengenai dua ayat
tentang taqdir.9
Taqdir Menurut Perspektif Hadis: Sebuah Kajian Tematik, oleh Sakinah.
Skripsi FUF UIN Syahid yang membahas secara tematis hadis-hadis yang
berkaitan dengan taqdir.10
9 Hamka, “Taqdir dan Kebebasan Manusia (Telaah atas Penafsiran al-Zamakhsyari
terhadap surat al-Furqan Ayat 2 dan Surat al-Ra‟d Ayat 11,)”(Skripsi Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2002). 10
Sakinah, “Taqdir menurut perspektif hadis ”(Skripsi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006).
10
Taqdir dalam pandangan Fakhr AL-Din Al-RaZi: sebuah kajian tematik,
oleh Djaya Cahyadi. skripsi FUF UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membahas
taqdir dalam pandangan Fakhr Al-Din Al-Razi.11
Taqdir dalam perspektif Al-Qur‟an: Kajian Tafsir Maudhu‟i, oleh
Rudiyanto. Skripsi FUF UIN Syahid yang membahas taqdir dalam Al-Qur‟an
dengan metode maudhu‟i12
.
Penciptaan manusia,13
buku ini cukup representatif membahas
perkembangan manusia dengan menggunakan pendekatan ilmu kedokteran dan
mengaitkan penjelasannya dengan ayat al-Qur‟an maupun hadis terkait. Akan
tetapi penggunaan ayat al-Qur‟an lebih mendominasi dari pada hadis dan
penggunan hadis pun hanya terbatas pada hadis Sahih al-Bkhari dan Sahih
Muslim.
Berbeda dengan berbagai kajian-kajian sebelumnya, studi ini
memfokuskan diri dari pada hadis penciptaan manusia dan hubungannya dengan
taqdir yang belum dibahas pada tulisan-tulisan yang sudah ada.
E. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research). Secara
garis besar penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu pengumpulan data dan
pengelolahan data.
11
Djaya Cahyadi, “Taqdir Dalam Pandangan Fakhr Al-Din Al-Razi”(Skripsi Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010). 12 Rudiyanto, “Taqdir Dalam Perspektif al-Qur‟an, Kajia Tafsir Maudhu‟i”(Skripsi
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2003). 13
Muhammad Ali Albar, Penciptaan Manusia, terj. Budi Utomo (Yogyakarta: Mitra
Pustaka,2002), hlm. 76.
11
Pada tahap pertama, metode yang digunakan adalah metode dokumentasi
yaitu menginventarisasi data kepustakaan yang terkait dengan tema, dalam hal ini
data diambil dari sumber primer (sumber data utama) yakni Kutub al-Tis‟ah yang
membahas tentang penciptaan manusia dan taqdir. Sumber sekunder diambil dari
berbagai macam kitab syarah hadis, buku, jurnal, artikel, serta berbagai macam
tulisan yang mendukung dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan pemahaman
yang baik terhadap hadis, penulis menggunakan beberapa tahap. Pertama, penulis
menulusuri hadis dengan menggunakan metode kata pada kitab Mu‟jam Mufahras
li al-Fadz al-Hadis al-Nabawi,dan metode tematik pada kitab Miftah al-Kunuz al-
Sunnah. Kedua, penulis menelaah kualitas hadis ditinjau dari segi
ketersinambungan sanad dan inetgritas (صوخ) serta inetelktualitas(ضجظ) perawi.
Ketgiga, penulis menjabarkan serta menerangkan maksud dan tujuan hadis dengan
bantuan kitab syarah hadis.
1. Sumber data
Sumber utama atau disebut naskah primer dalam penelitian ini adalah
hadis-hadis penciptaan manusia dan taqdir yang terdapat dalam kitab al-Kutub al-
Tis‟ah,
2. Metode pengumpulan data
Pembahasan skripsi ini menggunakan metode takhrij, yaitu metode untuk
mengetahui ada berapa banyak hadis-hadis penciptaan manusia yang ada dalam
kitab al-Kutub al-Tis‟ah
12
3. Metode analisis data
Setelah ditakhrij, hadis dianalisis kualitasnya dengan menggunakan
metode kritik sanad dan kemudian dipahami serta dikaitkan hubungannya dengan
taqdir.
4. Metode Penulisan
Adapun teknis penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2012”.
F. Sistematika Penulisan
Adapun teknis penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku “pedoman
penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2012”. Agar penulisan penelitian menjadi terarah dan terstruktur dengan
baik maka digunakan sistematika pembahasan, untuk itu kajian ini dibagi menjadi
empat bab, yaitu:
Bab pertama, berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodelogi penelitian dan
sistematika pembahasan yang merupakan kerangka dasar dalam pembahasan bab-
bab selanjutnya, sekaligus pencerminan isi skripsi ini secara global, yang
cakupannya terdiri dari alasan penulis memilih judul “Hubungan Hadis
Penciptaan Manusia Dengan Takdir”
Bab dua, memaparkan tentang proses penciptaan manunsia yang terdapat
dalam al-Qur‟an dan hadis, serta menjelaskan tentang konsep taqdir dalam
perspektif Islam.
Bab tiga, berisi hadis penciptaan manusisa yang diriwayatkan oleh
Bukhari, menelusuri teks hadis dengan menggunakan metode takhrij, mengkaji
kualitas hadis dengan menggunakan metode kritik sanad hadis, serta menjelaskan
dan memaparkan kolerasi hadis penciptaan manusia dengan taqdir.
Bab empat, merupkan bagian akhir yang terdiri dari kesimpulan dari bab
bab hasil penelitian dan beberapa saran yang sekiranya perlu penulis sampaikan
yang berkaitan dengan judul di atas.
13
BAB II
PROSES PENCIPTAAN MANUSIA DAN KONSEP TAQDIR DALAM
ISLAM
A. Wawasan Al-Qur‟an dan Hadis Proses Penciptaan Manusia
Dalam bahasa Arab, anak yang belum lahir disebut janin, istilah janin
dalam bahasa Arab secara harfiyah berarti sesuatu yang diselubungi atau ditutupi,
dari arti tersebut memiliki makna bahwa janin berada pada tempat terselubung
dan terbentuk di sana, yakni dalam rahim seorang wanita dari saat pembuahan
sampai pada masa kelahiran. Janin manusia adalah makhluk yang tercipta di
dalam rahim seorang wanita dari hasil pertemuan antara sel telur dengan sel
sperma yang berasal dari air mani seorang laki-laki. Nama janin diberikan pada
makhluk ini selama masih ada di dalam perut ibunya, sejak fase perkembangan
pertama sampai hingga waktu dilahirkan.1
Tidak mudah untuk mendapatkan idereproduksi dalam Al-Qur‟an.
Kesulitan pertama adalah ayat-ayat yang mengenai soal ini tersebar dalam seluruh
Al-Qur‟an seperti yang kita lihat dalam soal-soal lain. Pada waktu sekarang
terdapat terjemah-terjemah dan tafsir tentang beberapa ayat yang memberi
gambaran kurang tepat tentang wahyu Al-Qur‟an khsusnya mengenai tentang hal-
hal ilmiah.
1 M. Nu‟aim Yasin. Fikih kedokteran, hlm.73.
14
Ketika mengamati ayat-ayat Al-Qur‟an, beberapa fase tentang proses
kejadian manusia akan kita temukan dengan sangat jelas.2 Ada dua surat yang
menyebutkan secara rinci penciptaan manusia, yaitu dalam surat Al-Mu‟minun,
Al-Mu‟min, dan juga hadis yang menjelaskan hal ini.
ط٤ خ ول فوب ٱإل ٤ طلخ ك٢ هواه عؼ ؼوخ ص فوب ٱطلخ ػوخ كقوب ٱ ص
أ ب ص ؾؼظ ب ٱ ب ك
خ ػظ ـ ض خ كقوب ٱ ـ ض و٤ ق ٱ أؽ وب ءافو كزجبهى ٱلل ف ؤ
Artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah, Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), kemudian air mani itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik”(QS Al-Mu‟minun 12-14)3
ا ـ ج ز ص ال ل ط ع و ق ٣ ص خ و ػ ص خ ل ط اة ص و ر و ١ ف ن ا
٤ ا ز ص ل أ ؼ ٠ ال ع ا أ ـ ج ز ج ه ٠ ك ز ٣ ب ف
و ؼ ر ك٤ ب ٣و وا كإ ٤ذ كإما هض٠ أ ٣ ان١ ٣ؾ٢٤
Artinya :
Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani,
sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai
seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai
kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua,
di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian)
supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu
memahami(nya). Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, dan apabila
2 Athif lamadha, kehamilan dan melahirkan, h.39
3 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Darus Sunnah,
2015). h. 472.
15
dia menetapkan sesuatu urusan, dia hanya berkata keadanya: “jadilah”,
Maka jadilah ia. (QS al Mu‟min 67).4
Kemudian dalam salah satu hadis Rasulullah SAW bersabda :
ؾ الع ، صب ٤غ. ػ ؽل ٣خ، ؼب صب أث ٤جخ، ؽل أث٢ و ث صب أث ث ل ؽل ث ػجل هللا ث
ى٣ل ث ، ػ صب األػ ٤غ، هبا: ؽل ٣خ، ؼب أث صب أث٢ ، ؽل لا٢ ٤و ا : ، هب ػجل هللا ت، ػ
أ لم: " إ بكم ا ا هللا صب ه ك٢ ؽل ٣ ب، ص ٣ أهثؼ٤ أ و ك٢ ثط غ ف ٣غ ؽل
او ـ ك٤ ل ي ك٤ ا ٣و مي، ص ض خ ـ ض ك٢ مي ٣ مي، ص ض ػ مي ػوخ 5
Artinya :
“Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah,
menceritakan kepada kami Abu Mu‟awiyah dan Waki‟; dan juga
menceritakan kepada kami Muhammad bin „Abdillah bin Numair al-
Hamdani, menceritakan kepada kami ayahku, Abu Mu‟awiyah, dan Waki‟;
semuanya berkata: Menceritakan kepada kami al-A‟masy, dari Zaid bin
Wahb, dari „Abdillah. Dia berkata: Menceritakan kepada kami Rasulullah,
beliau adalah al-Shadiq al-Mashduq (orang yang benar lagi dibenarkan
perkataannya), beliau bersabda,"Sesungguhnya seorang dari kalian
dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam
bentuk nuthfah (طلخ) (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi
„alaqah( ػوخ) (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi
mudlghah ( خ ـ ض ) (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang
Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya.”
Setelah Allah Ta‟ala menyebutkan dalam Al-Qur‟an tentang embriologi
manusia, Rasulullah SAW ketika menegaskan dalam hadisnya. Dari Al-Qur‟an
dan Hadis di atas menunjukan bahwa Allah Ta‟ala menciptakan manusia dengan
fase-fase yaitu.
4 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 476
5 Muslim bin Hajjaj, al-Musnad al-Shahih, tahqiq; Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi
(Beirut: Dar al-Turats al-„Arabi, t.t.), IV, hlm. 2036, nomor hadits 2643.
16
1. Fase tanah
Pada peringkat ini Allah Swt melakukan beberapa penyaringan beberapa
zat yang ada di dalam tanah. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan saripati
tanah. Yang dimaksud dengan sula-lah adalah sari pati tanah yang berasal dari
makanan manusia, baik dari tumbuhan maupun hewan yang bersumber dari
tanah.6 Tubuh manusia terdiri dari zat-zat carbon, hydrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur,phosphor, calcium, besi, dan lain sebagainya. Zat-zat tersebut membentuk
zat dasar penyusun tubuh manusia, diantaranya protein atau asam amino. Ternyata
seluruh zat-zat penyusun manusia itu memang terdapat di dalam tanah.7
2. Fase Nuthfah
Nuthfah adalah sperma laki-laki dan sel telur perempuan yang telah
bertemu dan terjadi pembuahan kemudian tejadi perubahan dari kedaan yang satu
kepada yang lain dari bentuk yang satu kepada bentuk yang lain.
Riset para ahli, embrio menyebutkan bahwa selain mengandung
spermatozoa (sperma) air mani juga tersusun dari berbagai campuran yang
berlainan yang mempunyai fungsi masing-masing , misalnya mengandung gula
yang diperlukan untuk menyediakan energi bagi spermatozoa, menetralkan asam
di pintu rahim wanita dan melicinkan lingkungan agar memudahkan pergerakan
sperma. Air mani yang tersusun dari berbagai campuran tersebut telah disebutkan
dalam Al-Qur‟an. Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya
dan yang memulai menciptakan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan
keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).
6 Ismail Haqqi al Barusawy, tafsir Ruh al Bayan, jus 7 h.86
7 www.mail-archive.com/[email protected]/msg024444.html
17
ط٤ ن ٱإل ثلأ ف ٢ء فوۥ ٧ٱن١ أؽ ٤ بء خ ۥ عؼ ٢ص
Artinya:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya
dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah, Kemudian Dia
menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (QS. As Sajdah : 7-
8).8
Melalui proses metabolisme, sari pati tadi berubah menjadi nutfah. Kata
nutfah diterjemahkan sejumlah kecil bagian dari total volume suatu zat. Kata ini
terdapat sebelas kali dalam Al-Qur‟an. Kata tersebut berasal dari kata kerja bahasa
Arab yang berarti jatuh bertitik atau menetes yang berasal dari akar kata yang
berarti mengalir.9 Dengan kata lain sejumlah sangat kecil cairan yang merupakan
arti kedua kata tersebut yaitu setetes air.10
Nutfah dalam arti yang lain berarti
setetes yang dapat membasahi.11
Dari sini bisa dipahami bahwasanya nutfah
adalah sebagian kecil sel reproduksi laki-laki dan perempuan, bukan seluruhnya.12
Pada embrio manusia,sel benih sederhana terbentuk pada dinding yolk sac
pada akhir minggu ketiga sel-sel ini selanjutnya akan berimigrasi dari asalnya
menuju kea arah kelenjar kelamin yang sedang berkembang setelah PGC sampai
pada gonade wanita (ovarium) dan berdiferensiasi menjadi oogonia. Apabila PGC
tadi berimigrasi ke gonade pria (testis) akan berkembang menjadi
spermatogonia.13
8 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 583. 9 Ahmad Warson Munawir, Al Munawir Kamus Arab Indonesia,h. 1432
10 Louis Ma‟luf, Al Munjid Fi al Lughah Wa al A‟lam, h. 812
11 Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, vilume 9. h. 166
12 Abi Ali Fadl Bin Hasan Attibri, Majmu Bayan Fi Tafsiril Quran. J 8 h. 403
13 T.W Sadler, Embriologi kedokteran langman. h. 3
18
3. „Alaqoh
Kata „alaqoh dari sisi Bahasa arab berarti tiga yaitu: lintah, sesuatu yang
tergantung, segumpal darah. Ternayata tiga makna yang terkandung dalam kata
„alaqoh ini tidak ada yang menyelisihi kata ilmiah sedikitpun. „Alaqoh bermakna
sebagai lintah, ini adalah deksripsi yang tepat bagi embrio manusia sejak berusia 8
sampai 23 hari ketika menempel di endometrium pada uterus, serupa sebagaimana
lintah menempel di kulit. Serupa pula lintah yang memperoleh darah dari
linangnya. Embrio manusia juga memperoleh darah dari endemetrium deciduas
saat hamil. Hal ini sangat luar biasa bagaimana embrio yang berumur 23 sampai
24 hari menyerupai seekor lintah.
“ kemudian kami mengubah nuthfah menjadi „alaqah” al-Mukminun :
14” „alaqah secara bahasa mempunyai arti sesuatu yang mengambang atau
menempel, sedangkan pada „alaqah ini embrio berbentuk segumpal darah
sebagaimana ditegaskan Allah SWT: “ Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah “
ػن فن ٱإل
Artinya:
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (QS. Al‟Alaq :2).14
4. Mudghah
Pembentukan mudghah dikatakan pada minggu keempat. Perkataan
mudghah di sebutkan sebanyak dua kali di dalam Al-Qur‟an yaitu surat al-Hajj
ayat 5 dan surah al-Mukminun ayat 14.
14 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 905.
19
طلخ ص رواة ص جؼش كإب فو ٱ ك٢ ه٣ت ز إ ب ٱب ؤ٣ قوخ ٣ خ ـ ض ػوخ ص
بء إ٠ ب وو ك٢ ٱألهؽب قوخ ج٤ ؿ٤و ل ا أ ـ زج طلال ص قوع ٠ ص أع
٤ ثؼل ػ ٤ال ٣ؼ و ؼ ٱ أهم ٣وك إ٠ ك٠ ب ػ ٣ز لح كإما أي ب رو ٱأله بء ب ٤ب ٱ
ط ث٤ظ ى جزذ أ هثذ د زي ٱ
Artinya:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan
(dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan
kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal
darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan
dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian
(dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di
antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang
dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang indah”.(Al-Hajj; 5)15
ؼظ ب ٱ ب ك خ ػظ ـ ض خ كقوب ٱ ـ ض ؼوخ فوب ٱطلخ ػوخ كقوب ٱ وب ءافو ص ف ؤ أ ب ص ؾ
و٤ ق ٱ أؽ كزجبهى ٱلل
Artinya :
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS al-
Muk‟minun: 14).16
Kata mudghah bisa bermakna “segumpal daging” dan bias juga bermakna
“sesuatu yang dikunyah”. Ini terjadi pada hari ke 24 dan 25 akhir minggu
15 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 457. 16 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 472.
20
keempat, embrio manusia tampak seperti gumpalan daging atau sesuatu yang
dikunyah. Penampakan sepertibekas kunyahan menunjukan somit yang
menyerupai tanda gigi. Somit mempresentasikan permulaan primordial dari
fertebrae (bakal tulang belakang).
5. Tulang dan Daging
Telah disebutkan dalam Al-Qur‟an bahwa dalam rahim ibu, mulanya
tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus
tulang-tulang ini.
ؼظ ب ٱ ب ك خ ػظ ـ ض خ كقوب ٱ ـ ض ؼوخ فوب ٱطلخ ػوخ كقوب ٱ أ ص ب ص وب ءافو ؾ ف ؤ
و٤ ق ٱ أؽ كزجبهى ٱلل
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Qs. Al
mu‟minun : 14).17
Ayat di atas mengindikasikan bahwa setelah tahap mudghah, tulang
belulang dan otot terbentuk. Hal ini sesuai dengan perkembangan embrio. Pertama
tulang terbentuk sebagai model kartilogo (tulang rawan) dan otot daging
berkembang menyelimutinya.18
قوخ ؿ٤و قوخ خ ـ ض ص
“kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna”(QS Al-Hajj :5).19
17 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 472. 18
Maurice Bucaille, dari mana manusia berasal? Antara sains, Bibel dan Al-Qur‟an,
hlm. 339. 19 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 457.
21
Penggalan ayat di atas mengimpliksikan bahwa tulang dan otot
menghasilkan bentuk atau formasi makhluk dengan bentuk yang lain. Hal ini bisa
mengacu pada manusia yang masih berupa embrio yang terbentuk di akhir
minggu kedelapan. Setelah minggu kedelapan embrio ini disebut fetus. Hal ini
menjadikan sebagai makhluk yang baru yang berbentuk lain.
Manusia diciptakan Allah dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani.
Jasmani adalah jasad yang terdiri dari unsur yang bersifat materi seperti susunan
organ tubuh, sedangkan unsur yang kedua adalah imetari tidak nampak yaitu ruh.
Antara jasmni dan ruh mempunyai hubungan yang erat dalam membentuk
manusia seutuhnya, ia disebut manusia apabila adanya ruh atau keduanya bersatu,
tetapi sebaliknya bila keduanya berpisah maka ia disebut mati keduanya tidak
dapat disebut manusia melainkan jasad saja atau ruh saja.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa peniupan ruh pada ketika janin
berumur 120 hari, berdasarkan hadis di atas.20
Beberapa ulama lain berpendapat,
mayoritas ulama syafi‟iyah bahwa peniupan ruh adalah 40 hari.21
Begitu juga al
Akhami, ulama dari mazhab sependapat dengan ulama syafi‟iyah jika ruh
ditiupkan setelah 40 hari.22
Perkembangan embrio menjadi manusia pada hari ke 40 sampai ke 42
yang tidak lama kemudian fase ini mirip embrio binatang. Pada fase ini, embrio
manusia mulai memperoleh sifat-sifat manusia. Al-Qur‟an juga menjelaskan
bahwa pertumbuhan embrio mengalami tiga kegelapan, pertama, dinding perut
depan (perut ibu), kedua, dinding uterus, ke tiga, membrane Amniokhorionik..
20
M. Nuaim Yasin, Fikih Kedokteran, h. 202. 21
M. Nuaim Yasin, Fikih Kedokteran, h. 206. 22
Maria Ulfah Ansor, Fikih Aborsi, h. 102.
22
Dapat disimpulkan bahwa penciptaan manusia berawal dari sebuah
campuran laki-laki dan perempuan.dari pertemuan antara sperma dan ovum, yang
kemudian menjadi pembuahan di dalam tubafalofi selama kurang lebih 6 hari.
Setelah masa pembuahan embrio berkembang menjadi manusia pada hari ke 40-
42. Beberapa referensi yang lain menyebutkan bahwa penciptaan manusia itu dari
setetes mani (sperma) dan juga diharapkan bahwa hasil dari organisme itu
terbentuk dalam janin perempuan seperti sebuah biji enam hari setelah permulaan
(pembuahan).
Al-qur‟an juga menyebutkan bahwa setetes mani itu berkembang menjadi
segumpal darah yang membeku. Penanaman blastotis atau secara spontan gagal
atau gugur akan menyerupai segumpal darah secara konsep. Embrio juga
dikatakan mirip segumpal zat atau substansi seperti permen karet atau kayu
(sesuatu yang mirip dengan gigi yang menandakan gumpalan zat).
Sesungguhya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah makhluk yang
paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, termasuk
diantaranya malaikat, jin, iblis, binatang, dan sebagainya. Tetapi kita sendiri
sebagai manusia tidak tahu atau tidak kenal akan diri kita sendiri sebagai manusia.
Dan yang paling penting adalah bagaimana kita menempuh kehidupan di dunia ini
supaya selamat dunia akhirat.23
Anatara sebab utama ialah, pada akhir minggu keempat ini saintis jantung
janin telah memulai detakannya yang pertama hingga dalam hitungan mundur
23
https:/googleweblight.com/
23
yang bilangan akhirnya bersamaan dengan terhentinya seluruh aktifitas tubuh
manusia tidak dapat diketahui kecuali Allah SWT.
Untuk mempermudah kajian ini, penulis membatasi hadis hanya pada al
kutub al tis‟ah saja, atau sembilan kitab induk yang ada.24
Dan, sejauh analisis
penulis, terhadap beberapa kitab induk tersebut, ditemukan hadis nabi yag secara
gamblang membahas embriologi, sebagai berikut :
صب ػجل هللا ت ؽل صب ى٣ل ث ؽل صب األػ ؽلصب أث٠ ؽل ؽل و ث صب ػ ٠ هللا ؽل هللا ؽلصب ه
لم بكم ا ا أهثؼ » ػ٤ أ غ ك٠ ثط ٣غ أؽل إ مي، ص ض ػوخ ٣ ب، ص ٣ ٤
أع زت ػ بد، ك٤ ب ثؤهثغ إ٤ ٣جؼش هللا مي، ص ض خ ـ ض ٣ ؼ٤ل، ص و٠ أ هىه
ػ، كإ او ـ ك٤ ل جن ػ٤ ا ٣ ث٤ب إال مهاع، ك٤ ث٤ ب ٣ ابه ؽز٠ أ ثؼ ٤ؼ ع زبة او
غخ، ؽز ا أ ثؼ ٤ؼ ع او إ غخ، ا غخ، ك٤لف ا أ ثؼ ث٤ب إال مهاع ك٤ؼ ث٤ ب ٣ ٠
ابه ابه ك٤لف أ ثؼ زبة، ك٤ؼ ا جن ػ٤ ك٤
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah mencertikan
kepada kami Rasulullah saw : “Sesungguhnya salah satu dari kamu
(sperma) dikumpulkan dalam perut ibumu selama 40 hari, kemudian
menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi segumpal
daging selama itu juga, kemudian Allah mengutus malaikat untuk
menyerukan 4 hal. kemudian malaikat itu menulis amalnya, rezekinya,
ajalnya, yang buruk maupun yang baik. Kemudian ditiupkan ruh ke dalam
segumpal daging tersebut. Maka sesungguhnya salah seorang diantara
kamu mengerjakan amalan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan
neraka itu tinggal satu hasta, sampai melebihi apa yang telah ditetapkan
padanya, tetapi kemudian ia mengerjakan amalan ahli surga, maka ia
masuk ke dalam surga. Dan salah satu diantara kamu mengerjakan amalan
ahli surga hingga jarak antara ia dan surga tinggal satu hasta, sampai ia
24
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-
Nasa‟i, Sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad bin Hambal Muwatha‟ Imam Malik, dan Sunan al-
Darimi.
24
melebihi apa yang telah ditetapkan padanya dan mengerjakan amalan ahli
neraka, maka ia masuk ke dalam neraka”.25
.
Kandungan Hadis
a. Allah ta‟ala mengetahui tentang keadaan makhluk-Nya sebelum
mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk
masalah bahagia dan celaka.
b. Tidak mungkin manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa
dirinya masuk surga atau neraka, akan tetapi amal perbuatan
merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
c. Amal perbuatan dinilai diakhirnya. Maka hendaklah manusia tidak
terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus slalu mohon kepada
allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (khusnul khotimah).
d. Tenang dalam masalah rizki dan qana„ah (menerima) dengan
mengambil sebab-sebab serta tidak selalu mengejar dan mencurahkan
hati karenanya.
e. Kehidupan berada di tangan Allah, seseorang tidak akan mati kecuali
ditelah menyempurnakan umunya.
f. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya
pertumbuhan janin manusia dalam kandugan secara berangsur dalah
sebagai rasa belas kasih terhada ibu, karena sesungguhnya allah ampu
menciptakannya sekaligus.
25
Al Bukhari, Muhammad bin Ismail, al Jami‟ al Shahih al Mukhtashar, Dari Ibn Katsir,
1987, juz 11, hal. 490.
25
B. Konsep Takdir dalam Islam
Berbicara mengenai takdir memang menarik dan selalu mengundang
banyak pertanyaan. Telah banyak buku ditulis mengenai hal ini tetapi tetap tidak
dapat memuaskan semua pihak. Kami ingin mencoba memberikan sedikit
pandangan dan pendapat mengenai taqdir dengan tujuan untuk sedikit lebih dapat
mengenal ilmu Allah yang satu ini. Semoga Allah tidak menganggap ini sebagai
sebuah kelancangan seorang hamba, Na„udzu billah himin dzalik.
Taqdir adalah segala sesuatu yang telah terjadi dengan ridho Allah.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa taqdir telah ditetapkan jauh sebelum
manusia diciptakan. “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi ini dan
(tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhil
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Dalil mengenai taqdir sesungguhnya
yang demikian itu mudah bagi Allah” (QS. Al Hadid:22).
م إ
أ جوأب هج ت ز إال ك٢ ال ك٢ أل ٤جخ ك٢ ٱأله بة ب أ ي ػ٠ ٱلل
٤و ٣
artinya
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.26
Akan tetapi ada pula sebagian pendapat yang mengatakan bahwa takdir
dijatuhkan setelah manusia berusaha. Mereka menyatakan ini berdasarkan salah
satu akan adanya ayat berikut: “...Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
26 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 789.
26
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri... ” (QS. Ar Ra‟d:11)
ب ٤و ـ ال ٣ ٱلل إ و ٱلل أ لۦ ٣ؾلظۥ ف ٣ل٣ ث٤ ذ ؼوج ب ۥ ٤وا ـ ؽز٠ ٣ ثو
إما أها ثؤل ا كۦ ب وك ۥ ءا كال ثو ك ٱلل
Artinya
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
dia.27
1. Pengertian Taqdir
Kata taqdir berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar
dari qadara (هله) yang berarti kemampuan dalam melakukan sesuatu. Dalam
kamus Lisan al „Arab, kata qadara berarti salah satu sifat Allah yang mampu
melakukan apa saja yang Ia kehendaki. Taqdir berkaitan erat dengan qada dimana
taqdir adalah perwujudan dari qada Allah dalam memutuskan sesuatu.28
Sedangkan dalam kamus Mu‟jam Maqayis al Lughah, kata qadara berarti
sampainya sesuatu. Qadar juga berarti ketetapan Allah terhadap sesuatu yang telah
sampai waktunya dan merupakan penjelasan dari kehendak-Nya terhadap sesuatu
27 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 330. 28
Ibn Munzur, Muhammad bin Karim, Lisan al Arab, Dar Shadir, Beirut, terjemah. , juz
5, h. 74
27
itu.29
Dan dalam kamus al Munawwir, kata qadar berarti ukuran, kuasa dan
kemampuan.
Sedangkan menurut istilah dari penulis, taqdir adalah ketetapan Allah atas
segala makhluknya yang pasti terjadi dan tidak bisa dihindari oleh manusia jika
waktunya telah tiba, akan tetapi dalam menghadapi ketetapan tersebut, manusia
masih diberikan kebebasan untuk memilih mana yang terbaik bagi diri mereka.
Oleh karena itu, permasalahan taqdir tidak bisa dilepaskan dari ketetapan Allah
dan pilihan manusia. Karena dalam melaksanakan ketetapannya, Allah selalu
memberikan sebab-sebab yang alamiah yang bisa diterima akal manusia,
walaupun terkadang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran manusia.
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Kata taqdir (taqdir) berasal dari
bahasa arab qaddara yuqaddiru taqdiran, yang berarti menaksir atau mengira
antara lain berarti mengukur, memberi qadar atau ukuran, sehingga jika kita
berkata, "Allah telah menakdirkan demikian," maka itu berarti, "Allah telah
memberi qadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal
makhluk-Nya." Istilah taqdir mirip dengan sunnatullah atau hukum alam,
taqdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi
semua sisi kejadiannya baik itu mengenai qadar atau ukurannya, tempatnya
maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada
taqdirnya, termasuk manusia.30
29
Abi al Husain, Ahmad bin Qaris bin Zakariya, Mu‟jam Maqayis al Lugah, Ittihad al
Kitab al Arab, t.tp. , 2002, juz 5, h. 51 30
M. Quraish Shihab, wawasan al-Quran,h. 61-65
28
Umat Islam memahami taqdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Allah
yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam rukun iman. Penjelasan tentang
taqdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui
Al Quran dan Al Hadis. Secara keilmuan, umat Islam dengan sederhana telah
mengartikan taqdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.
Taqdir adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita tak mampu
mengetahui taqdir kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanya berusaha, dan
berusahapun telah Allah jadikan sebagai kewajiban. “Tugas kita hanyalah
senantiasa berusaha, biar hasil Allah yang menentukan”, itulah kalimat yang
sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita, yang menegaskan pentingnya
mengusahakan qada untuk selanjutnya menemui qadarnya. Taqdir itu memiliki
empat tingkatan yang semuanya wajib diimani, yaitu :
1. Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui
segala sesuatu baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui
apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Karena segala
sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas setiap
gerak-gerik makhluknya. Sebagaimana firman Allah :
٤ت ـ لبرؼ ا ػل ب ههخ إال ٣ؼ وظ ب ر جؾو ا جو ب ك٢ ا ٣ؼ ب إال ال ٣ؼ
ج٤ زبة إال ك٢ ال ٣بث ال هطت بد األه ال ؽجخ ك٢ ظ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa
yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
29
melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata.” (QS. Al-an`am:59).31
2. Al-Kitabah, bahwa Allah mencatat semua itu dalam lauhil mahfuz,
sebagaimana firman-Nya :
هللا أ رؼ ٤و أ ٣ مي ػ٠ هللا زبة إ مي ك٢ إ األه بء ب ك٢ ا ٣ؼ
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya
yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab. Sesungguhnya yang
demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj:70).32
3. Al-Masyiah (kehendak), Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa
tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi
dengan iradat/masyiah (kehendak /keinginan) Allah SWT. Maka tidak
ada dalam kekuasaan-Nya yang tidak diinginkan-Nya selamanya. Baik
yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang
dilakukan oleh makhluq-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya :
٤ و إما أهاك ب أ إ ك٤ ٣و ئب أ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia” (QS.
Yasin:82).33
4. Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan
Allah sebagai penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan
menguasainya, dalam firman-Nya dijelaskan :
٣ ال قب ؾن كبػجل هللا زبة ثب ب إ٤ي ا إب أي
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran.
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.”
(QS. Az-Zumar:2).34
31 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 172. 32 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 468. 33 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 630.
30
Berikut adalah Pemahaman taqdir dari berbagai aliran-aliran dalam Islam
yakni.
Pendapat dari aliran Mu‟tazilah mengenai asal terbentuknya atau
terciptanya perbuatan adalah dari diri manusia itu sendiri bukan berasal dari
Allah. Oleh sebab itu, manusia menurut aliran ini merupakan penciptaaan bagi
perbuatannya. Selain itu, jika perbuatan manusia terjadi berdasarkan qada dan
qadar Allah, maka Allah telah meridai manusia yang kafir itu menjadi kafir.35
Asy‟ariyah atau bisa disebut juga Ahl al-Sunnah wa al-jama‟ah karna
memiliki kesamaan di antara keduanya. Asy‟ariyah Menolak pendapat
Mu‟Tazilah yang mengatakan bahwa tuhan yang menghendaki perbuatan baik
saja, hal ini bertentangan dengan kesepakan kaum muslimin yang meyakini apa
yang dikehendaki Allah maka akan terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki
niscahya tidak akan terjadi.36
Ibnu Taimiyah menjelaskan dengan mengambil jalan tengah dari
pendapat-pendapat yang diungkapkan para teolog islam yakni Mu‟tazilah dan
Asy‟ariyah. Jalan tengah yang diungkapkan oleh Ibnu Taimiyah dapat dilihat dari
pemikirannya mengenai persoalan perbuatan manusia,37
mengenai persoalan ini
Ibnu Taimiyah meyakini bahwa manusia tidak dipaksa dalam berbuat dan tidak
bebas secara mutlak dalam perbuatanya. Beliau yakin bahwa yang menciptakan
34 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. h. 656. 35
Harun Nasution, Teologi Islam:Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,h. 105. 36
Abu al-Hasan Al-Asy‟ari, Ajaran-Ajaran Asy‟Ari. Penerjemah : Afif Mohammad dan
H.A. Solihin Rasyidi, Bandung: Pustaka-Perpustakaan Salman Institut Teknologi Bandung, 1986,
h. 6. 37
Syafrial N,“Corak Teologi Ibnu Taimiyah”,h. 89.
31
perbuatan manusia adalah Allah. Karna dalam diri manusia terdiri dari perbuatan
baik dan perbuatan buruk, sedangkan kehendak Allah hanya kepada kebaikan
saja.38
Sedangkan pendapat dari aliran Jabariyah yang mengatakan bahwa segala
perbuatakan dan prilaku hamba-Nya merupakan paksaan baik itu berupa gerakan
maupun detak urat nadinya, karena semuanya adalah perbuatan Allah. Sehingga
setiap yang diperbuat hamba-Nya merupakan hal yang majazi bukan yang hakiki.
Adapun pandangan Qadariyah yang mengatakan bahwa manusia adalah orang
yang menciptakan perbuatan-perbuatan-Nya tanpa adanya campur tangan dari
Allah.39
Pandangan aliran Qadariyah dalam persoalan perbuatan manusia yang
menyatakan bahwa manusia diberi kebebasan dalam menciptakan perbuatannya,
Ibnu Taimiyah mengkritik bahwa aliran Qadariyah ini adalah aliran yang salah.
Karena telah menyatakan adanya penciptaan lain selain Allah. Dan Ibnu Taimiyah
juga mengkritik pandangannya bahwa perbuatan manusia merupakan ciptaan
manusia dan Allah tidak ikut campur di dalam penciptaan perbuatan manusia.40
38
Syamsul Hadi Untung dan Nofriyanto,”Al-Imam Ibn Taimiyah wa Arauhu fi Al-
Qadaya al-Aqaidiyyah”,Kalimah:Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam,vol.14,
no.1(maret 2016):h.132. 39
Ibnu Taimiyah, Syarh al-„Aqidah Wasithiyah; Penjelasan Prinsip Akidah Ahlusunnah
wal Jama‟ah dalam Matan Akidah Wasithiyah Karya Syaikh Islam Ibnu Taimiyah. Penerjemah:
Arif Munandar (solo: Al-Qoyam, 2014), h. 71. 40
Abdurrahman bin Hasan, Ringkasan Minhajus Sunnah Ibnu Tainiyah, Solo:Pustaka
Rayyan, 2007, h. 44.
32
2. Impliksi Iman Kepada Taqdir
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan
kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena taqdir, maka wujud kelemahan
manusia itu ialah ketidaktahuannya akan taqdirnya. Manusia tidak tahu apa yang
sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa
dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun
setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manusia
hanya tahu taqdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam
menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa
untuk merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau
berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk
dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya
gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber
kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang
dilarang juga (QS. Al Hadiid:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan
taqdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk
mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani
hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran
dan Al Hadis untuk ditaati.
33
BAB III
KORELASI HADIS PENCIPTAAN MANUSIA DENGAN TAKDIR
A. Teks Hadis Nabi SAW
Shahih Bukhari no 3332 :
ؽلصب أث٠ ؽل و ث صب ػ ٠ هللا ؽل هللا ؽلصب ه صب ػجل هللا ت ؽل صب ى٣ل ث ؽل صب األػ ؽل
لم بكم ا ا م » ػ٤ ض ػوخ ٣ ب، ص ٣ أهثؼ٤ أ غ ك٠ ثط ٣غ أؽل إ ي، ص
أع زت ػ بد، ك٤ ب ثؤهثغ إ٤ ٣جؼش هللا مي، ص ض خ ـ ض ٣ ؼ٤ل، ص و٠ أ هىه
ابه أ ثؼ ٤ؼ ع او ػ، كإ او ـ ك٤ ل زبة ٣ جن ػ٤ ا ث٤ب إال مهاع، ك٤ ث٤ ب ٣ ؽز٠
غخ، ؽز٠ ا أ ثؼ ٤ؼ ع او إ غخ، ا غخ، ك٤لف ا أ ثؼ ث٤ب إال مه ك٤ؼ ث٤ ب ٣ اع
ابه ابه ك٤لف أ ثؼ زبة، ك٤ؼ ا جن ػ٤ «ك٤1
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada
kami Rasulullah SAW : “Sesungguhnya salah satu dari kamu (sperma)
dikumpulkan dalam perut (rahim) ibumu selama 40 hari, kemudian
menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi segumpal
daging selama itu juga, kemudian Allah mengutus malaikat untuk
menyerukan 4 hal. kemudian malaikat itu menulis amalnya, rezekinya,
ajalnya, yang buruk maupun yang baik. Kemudian ditiupkan ruh ke dalam
segumpal daging tersebut. Maka sesungguhnya salah seorang diantara
kamu mengerjakan amalan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan
neraka itu tinggal satu hasta, sampai melebihi apa yang telah ditetapkan
padanya, tetapi kemudian ia mengerjakan amalan ahli surga, maka ia
masuk ke dalam surga. Dan salah satu diantara kamu mengerjakan amalan
ahli surga hingga jarak antara ia dan surga tinggal satu hasta, sampai ia
melebihi apa yang telah ditetapkan padanya dan mengerjakan amalan ahli
neraka, maka ia masuk ke dalam neraka”.
1 Al Bukhari, Muhammad bin Ismail, al Jami‟ al Shahih al Mukhtashar, Dari Ibn Katsir,
1987, juz 11, hal. 490.
34
B. Takhrij Hadis
2. Berdasarkan penelusuran yang menggunakan metode kata yang ghorib
melalui kitab Al- Mu‟jam al- Mufahros, dengan penelusuran kata ٣غغ -عغ
ditemukan data sebagai berikut:2
, هله , اج٤بء . ؿ : ثلء اقن
. : هله
. ك : خ
. د : هله
. ع : ولخ
2. Berdasarkan penelusuran yang menggunakan metode Tema melalui
kitab Miftah Al-Kunuz al-Sunnah, dengan penelusuran tema هله ditemukan data
sebagai berikut :3
ة ٢, ى ة ٢ى -. ثـ
-ػ ى -.
ة ٢ى –. ثل
ة ى –. رو
ولخ ة –. ظ
3. Redaksi hadis-hadis berdasarkan takhrij hadis
a. Susunan riwayat yang mukharrijnya Bukhari
2023 - ػجل هللا ت، هب ى٣ل ث ، ػ األػ ، ػ صب أث األؽ ث٤غ، ؽل او ث : ؽلصب اؾ
٣غ أؽل : " إ لم، هب بكم ا ا ٠ هللا ػ٤ هللا صب ه ؽل أ و ك٢ ثط غ ف
٣جؼش هللا مي، ص ض خ ـ ض ٣ مي، ص ض ػوخ ٣ ب، ص ٣ أهثؼ٤ ٣وب بد، و ثؤهثغ ب ك٤
2 A.J.wensinck, Al-Mu‟jam al-Mufharas li al-Faz al-Hadits al-Nabawi (terj), M. Fuad „
Abd al-Baqi (Leiden : EJ.Brill,1943), j.I, h. 364. 3 Muhammad Fuad Abdul Baqy, Miftah al-Kunuj al-Sunnah (Beirut : dar al-fikr,1994 ), h.
393- 394.
35
أع، هىه، ، زت ػ : ا ب ٣ ؽز٠ ٤ؼ ع او ػ، كإ او ـ ك٤ ل ٣ ؼ٤ل، ص و٢ أ
ؽ ٣ؼ ابه، أ ثؼ زبث، ك٤ؼ جن ػ٤ اغخ إال مهاع، ك٤ ث٤ ث٤ ث٤ ب ٣ ابه إال ز٠ ث٤
اغخ " أ ثؼ زبة، ك٤ؼ ا جن ػ٤ مهاع، ك٤4
2220 - صب ػجل هللا ت، ؽل صب ى٣ل ث ، ؽل صب األػ ، ؽلصب أث٢، ؽل ؽل و ث صب ػ صبؽل ، ؽل
لم، بكم ا ا ٠ هللا ػ٤ هللا »ه ب، ص ٣ أهثؼ٤ أ غ ك٢ ثط ٣غ أؽل إ
إ٤ ٣جؼش هللا مي، ص ض خ ـ ض ٣ مي، ص ض ػوخ أع، ٣ ، زت ػ بد، ك٤ ب ثؤهثغ
ابه، ؽز أ ثؼ ٤ؼ ع او ػ، كإ او ـ ك٤ ل ٣ ؼ٤ل، ص و٢ أ هىه، ث٤ب إال ث٤ ب ٣ ٠
جن ػ٤ اغخ مهاع، ك٤ أ ثؼ ٤ؼ ع او إ اغخ، اغخ ك٤لف أ ثؼ زبة ك٤ؼ ب ا ، ؽز٠
ابه، ك٤ أ ثؼ زبة، ك٤ؼ ا جن ػ٤ ث٤ب إال مهاع، ك٤ ث٤ ابه ٣ «لف5
ؼ - 4747 ث ؼذ ػجل هللا ت، ؼذ ى٣ل ث ، صب األػ ؼجخ، ؽل صب ، ؽل صب آك ك ؽل
بكم ا ٠ هللا ػ٤ هللا صب ه ، ؽل ػ غ ك٢ هض٢ هللا ٣غ ن أؽل ف لم: " أ ا
ض خ ـ ض ٣ ض، ص ػوخ ٣ ٤خ، ص أهثؼ٤ ب أ ٣ أهثؼ٤ أ ثط م ي ك٤ ا ٣جؼش إ٤ ، ص
زت بد، ك٤ ثؼ ثؤهثغ ٤ؼ أؽل ػ، كإ او ـ ك٤ ل ٣ ؼ٤ل، ص و٢ أ ، ػ أع، : هىه، أ
أ ثؼ زبة، ك٤ؼ ا جن ػ٤ ث٤ إال مهاع، ك٤ ث٤ب اغخ ؽز٠ ال ٣ إ ابه، ابه ك٤لف
ا جن ػ٤ ث٤ إال مهاع، ك٤ ث٤ب ب ٣ ابه، ؽز٠ أ ثؼ ٤ؼ اغخ أؽل أ ػ زبة، ك٤ؼ
ك٤لفب"6
b. Susunan riwayat yang mukharrijnya Muslim
ػجل 0472) - 2 ل ث ؾ ؽلصب ٤غ، ػ ٣خ، ؼب صب أث ٤جخ، ؽل أث٢ و ث ( ؽلصب أث ث هللا ث
لا٢ ٤و ا الع - ٤غ - ٣خ، ؼب أث صب أث٢، ؽل ت، ػ ى٣ل ث ، ػ صب األػ ، هبا: ؽل
أؽل لم " إ بكم ا ا ٠ هللا ػ٤ هللا صب ه : ؽل ػجل هللا، هب و ك٢ ثط غ ف ٣غ
4 Muhammad bin Isma‟il Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Kairo : Dar al-
Hadis, 2010) j.IV, h.111. 5 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, j.IV, h.133.
6 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, j.IX, h.135.
36
ب، ص ٣ أهثؼ٤ ل أ ي ك٤ ا ٣و مي، ص ض خ ـ ض ك٢ مي ٣ مي، ص ض ك٢ مي ػوخ ـ ٣
ان ؼ٤ل، ك و٢ أ ، ػ ، أع ، زت هىه بد: ث و ثؤهثغ ٣ ػ، او ١ك٤ أؽل ال إ ؿ٤و إ
زبة، ا جن ػ٤ ث٤ب إال مهاع، ك٤ ث٤ ب ٣ غخ ؽز٠ ا أ ثؼ ابه، ٤ؼ أ ثؼ ك٤ؼ
أ ثؼ ٤ؼ أؽل إ ك٤لفب، زبة، ك٤ؼ ا جن ػ٤ ث٤ب إال مهاع، ك٤ ث٤ ب ٣ ابه، ؽز٠
غخ، ك٤لفب " ا أ ثؼ7
ؽوة 0477) - 0 ى٤و ث ٤و، ػجل هللا ث ل ث ؾ صب ا -( ؽل ٤و صب -لع الث هبال: ؽل
ا ٤ل، ٣جؾ ث أ ؽن٣لخ ث ، ػ أث٢ اطل٤ ك٣به، ػ و ث ػ ػ٤٤خ، ػ ث ل٤ب ٠ هللا ػ٤ ج٢
ي ػ٠ اطلخ ا : " ٣لف ، هب : ٣ب ٤خ، ك٤و أهثؼ٤ خ ف ، أ ثؤهثؼ٤ ؽ زوو ك٢ او ب ر ثؼل
زت ػ ٣ ، زجب ض٠؟ ك٤ أ و أ : أ١ هة أم ، ك٤و زجب ؼ٤ل؟ ك٤ و٢ أ ه هة أ أع أصو ىه، ص
" و ال ٣ ؾق، كال ٣ياك ك٤ب ا رط8
2 - (0474 و ث ت، أفجو٢ ػ وػ، أفجوب اث و ث ػ ل ث و أؽ ص٢ أث اطب ( ؽل
ػب ، أ ٢ ث٤و ا أث٢ اي ؾبهس، ػ و٢ ا و٢ : ا ؼك، ٣و غ ػجل هللا ث ص أ اصخ، ؽل و ث
٠ هللا ػ٤ هللا ؾبة ه أ ، كؤر٠ هعال ٤و ـ ػع ث ؼ٤ل ا أ : ؽن ك٢ ثط ٣وب ٣لخ
٤و ػ ـ ث و٠ هع ٤ق ٣ : ؼك كوب اث ه ، كؾلص ثني لبه١ ـ ٤ل ا أ : ث ع او ؟ كوب
: ، ٣و ٠ هللا ػ٤ هللا ؼذ ه مي؟ كإ٢ ٤خ، أرؼغت أهثؼ زب و ثبطلخ ص " إما
هب ب، ص ػظب ب ؾ لب ع وب ث ؼب فن هب ب، ك ض٠؟ ثؼش هللا إ٤ب أ و أ : ٣ب هة أم
٣ بء، ب : ٣ب ك٤وض٢ هثي ٣و ي، ص زت ا ٣ بء، ب هثي : ٣ب هة أع، ك٤و ٣و ي، ص زت ا
، كال ؾ٤لخ ك٢ ٣ل ي ثب ٣قوط ا ي، ص زت ا ٣ بء، ب ال ٣ي٣ل هة هىه، ك٤وض٢ هثي و ب أ ػ٠
" و ٣9
7 Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim
(Kairo : Dar el-Hadis, 2010), j.IV, h.2036. 8 Muslim, Shahih Muslim, j.IV, h.2037.
9 Muslim, Shahih Muslim, j.IV, h.2037.
37
صب ى٤و أث ف٤ 0474) - 7 ٤و، ؽل أث٢ ث صب ٣ؾ٠٤ ث أث٢ فق، ؽل ل ث أؽ ل ث ؾ ص٢ خ، ( ؽل ض
ص فبل، ؽل خ ث و ػ ػطبء، أ ص٢ ػجل هللا ث و٣ؾخ ؽن٣لخ ؽل ذ ػ٠ أث٢ : كف ص، هب ؽل أثب اطل٤ أ
: ، ٣و ثؤم٢ بر٤ ٤ ٠ هللا ػ هللا ؼذ ه : ، كوب لبه١ ـ ٤ل ا أ »ث ؽ اطلخ روغ ك٢ او إ
ي أهثؼ ه ػ٤ب ا ٣ز ٤خ، ص ض٠، « ٤ أ و أ : ٣ب هة أم ان١ ٣قوب " ك٤و جز هب ى٤و: ؽ هب
، ك٤غ ١ ؿ٤و ١ أ : ٣ب هة أ ٣و ض٠، ص أ وا أ : ٣ب ك٤غؼ هللا م ٣و ، ص ١ ؿ٤و ٣ب أ ؼ هللا
ؼ٤لا و٤ب أ ٣غؼ هللا ب فو، ص ب أع ب هىه »هة 10
c. Susunan riwayat yang mukharrijnya Abu Daud
، ؽ - 7423 و١ و ا ػ ث صب ؽل ؼ٠ ؽل ا ل٤ب ض٤و، أفجوب ل ث ؾ صب ؼجخ، ػ ؽل صب ل
صب ػجل هللا ت، ؽل صب ى٣ل ث : ؽل ، هب األػ ػ ل٤ب فجبه، ك٢ ؽل٣ش اإل اؽل : ؼك، هب ث
صب ه ؽل أ غ ك٢ ثط ٣غ ن أؽل ف لم " إ بكم ا ا ٠ هللا ػ٤ هللا أهثؼ٤
ي ٣جؼش إ٤ مي، ص ض خ ـ ض ٣ مي، ص ض ػوخ ٣ ب، ص زت ٣ بد: ك٤ و ثؤهثغ ك٤
٤ أؽل ػ، كإ او ـ ك٤ ل ٣ ؼ٤ل، ص و٢ أ زت ٣ ، ص ػ أع، ب هىه، غخ ؽز٠ ا أ ثؼ ؼ
ث٤ب إال مه ث٤ ٣ أؽل إ ابه ك٤لفب، أ ثؼ زبة ك٤ؼ جن ػ٤ ا ه٤ل مهاع، ك٤ اع، أ
جن ػ ه٤ل مهاع، ك٤ ث٤ب إال مهاع، أ ث٤ ب ٣ ابه ؽز٠ أ ثؼ ٤ؼ ٤ أ ثؼ زبة ك٤ؼ ا
غخ ك٤لفب " ا11
d. Susunan riwayat yang mukharrijnya Al-Tirmidzi
0224 - ث ػجل هللا ت، ػ ى٣ل ث ، ػ األػ ٣خ، ػ ؼب صب أث : ؽل صب بك هب ؼؽل ك
لم: بكم ا ا ػ٤ ٠ هللا هللا صب ه : ؽل ك٢ »هب أ و ك٢ ثط غ ف ٣غ أؽل إ
مي، ض خ ـ ض ٣ مي، ص ض ػوخ ٣ ب ص ٣ ػ أهثؼ٤ او ـ ك٤ ل ي ك٤ ا إ٤ هللا ٣و ص
ان١ ال إ ؿ٤و إ ؼ٤ل، ك و٢ أ ػ أع زت هىه و ثؤهثغ، ٣ ٣ أ ثؼ ٤ؼ أؽل
10
Muslim, Shahih Muslim, j.IV, h.2038. 11
Sulaiman bin al-Asy‟ats bin Syaddad bin Amr bin Amir, Sunan Abu Daud (Kairo : Dar
el-Hadis,2010), j.IV, h.244.
38
ب ٣ ابه ك٤لف اغخ ؽز٠ أ ثؼ زبة ك٤قز ا جن ػ٤ ٣ ث٤ب إال مهاع ص ث٤ أؽل إ ب،
جن ػ ٣ ث٤ب إال مهاع ص ث٤ ب ٣ ابه ؽز٠ أ ثؼ اغخ ٤ؼ أ ثؼ زبة ك٤قز ا ٤
صب األ « : ك٤لفب : ؽل ؼ٤ل هب صب ٣ؾ٠٤ ث : ؽل به هب ث ل ث ؾ صب ؾ٤ؼ ؽل نا ؽل٣ش ؽ ػ
ػ ت، ػ صب ى٣ل ث : ؽل ض،: هب و ، كن ػ٤ ٠ هللا هللا صب ه : ؽل ؼك هب ث جل هللا
: ٣و ج ؽ ل ث ؼذ أؽ : هب اؾ ل ث ؼذ أؽ أ أث٢ و٣وح، ك٢ اجبة ػ ب هأ٣ذ ثؼ٢٤
٣ؾ٠٤ ]: ض 774 ، األػ ، ػ ه١ اض ؼجخ، ا هل ه ؾ٤ؼ نا ؽل٣ش ؽ ؼ٤ل اوطب [ ث
ى٣ل، ؾ ، ػ األػ ٤غ، ػ صب : ؽل اؼالء هب ل ث ؾ صب ، ؽل ؾ12
e. Susunan riwayat yang mukharrijnya Ibn Majah
ع - 74 ل ث ؾ صب أث٢، ػ : ؽل ل٢ أث ػج٤ل هب ا ٤ ػج٤ل ث ل ث ؾ صب أث٢ ؽل ؼلو ث
ؾبم، أث٢ إ ػوجخ، ػ ٠ ث ض٤و، ػ ٠ هللا ه ؼك، أ ث ػجل هللا ، ػ أث٢ األؽ ػ
، هللا ال ال ا ل١، كؤؽ ا ال ، ا ب اصزب ب : " إ هب ل، أال هللا ػ٤ ؾ ل١ ل١ ا أؽ
ثلػخ ؾلصخ ثلػخ، ؾلصبرب، ه و األ ه، كإ ؾلصبد األ إ٣ب ضالخ، أال ال ٣ط
ج ب ا إ آد هو٣ت، ب ، أال إ هث ل، كزو األ و٢ ك٢ ػ٤ و٢ ب ا ثآد، أال إ ب ٤ ؼ٤ل
ال ٣ؾ م، جبث ك لو ا هزب ، أال إ ٤و ـ ػع ث ؼ٤ل ا ، أ غو أفب ثط ٣ أ
إ٣ب م صالس، أال ال ٣ل ك ص ج٤ ع ال ٣ؼل او ، ي ال ثب غل ؼ ثب نة ال ٣ ا نة، كإ ا ، ٢
ل١ إ٠ ا لم ٣ ا إ ل١ إ٠ ابه، لغه ٣ ا إ لغه، ٠ ا ل١ إ نة ٣ ا ل١ إ٠ كإ جو ٣ ا إ ، جو
ؼجل ٣ ا إ كغو، أال نة بمة: ٣وب ، ثو لم بكم: ٣وب إ غخ، ا ل هللا زت ػ نة ؽز٠ ٣
ناثب " 13
12
Muhammad bin 'Isa bin Saurah bin Musa bin adl Dlahhak, Sunan at-Tirmidzi (Kairo :
Dar al-Hadis,2010) j.IV, h.446. 13
Muhammad bin Yazid bin Mâjah al Qazwînî, Sunan Ibn Majah (Kairo : Dar al-
Hadis,2010), j.I. h.18.
39
C. I‟tibar Sanad
رسىل للا
أسذ فة ت واثهة حذ م عايز ت يسعىد أت انطف عثذ للا ت
وهة ذ ت س أت الحىص
الحىص
ت انحس
انزتع
وكع
أتى يعاوة
سفا
كثز ذ ت يح
شعثة
خانذ عكزية ت
عطاء عثذ للا ت
ة ث ز أتى خ سه
ز أت تك حى ت
أت خهف ذ ت أح ذ ت يح
ك ز ان ت أت انش
انحارث زو ت ع
وهة ات
سزح زو ت ع ذ ت انطاهز أح
م أت انطف
دار زو ت ع
ة ع ت سفا
ز انهفظ لت
حزب ز ت سه
أت إسحاق
عقثة يىسى ت
أت كثز جعفز ت ذ ت يح
ى ي ذ ت عث ذ ت يح
ذ ان
هاد أت
ز آدو ع زي حفص ت ان
ذا ز انه عثذ للا ت ذ ت حفص يح ز ت ع
انتز يذي
ثة أت ش أتى تكز ت
اتى داود
انثخاري
ات ياجة
يسهى
ش الع
40
Ditinjau dari skema sanad di atas berdasarkan jumlah rawi dalam setiap
thabaqatnya maka hadis di atas dikategorikan sebagai hadis ahad, karna tidak
memenuhi syarat hadis mutawatir, yakni hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah
perawi (minimal 10) pada setiap thabaqat /generasi yang menurut akal dan adat
kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta.1
D. Skema Sanad Hadis dan Derajat Hadis
Untuk memudahkan penelitian ini penulis memilih hadis riwayat Bukhari,
karna berdasarkan mufakat ulama hadis riwayat Bukhari dianggap paling shahih
di antara para muhadis lainnya. Oleh karna itu peneliti ingin menguji kualitas
hadis riwatar Bukhari melalui kajian sanad hadis.
1. Skema Hadis Jalur Bukhari
1 DR.Mahmud Thahan,intisari ilmu hadis (Malang:Uin-press, 2007), h. 31-32.
رسىل للا
عثذ للا
وهة ذ ت س
ش الع
أت
حفص ز ت ع
خ
41
2. Kritik Hadis Jalur Bukhari
a) „Umar bin Hafs
a. Nama lengkapnya adalah „Umar bin Hafs bin Ghiyats bin Talaq bin
Mu‟awiyah al-Nikha‟iy Abuw Hafs al-Kuwfiy.
b. Guru-gurunya adalah Ayahnya Hafs bin Ghiyats, Sakin bin Makir Al-
„Ajly, „Abdullah bin „Idris, „Abdullah bin Kharasy al-Hawsyabiy, „Itsam bin „Ali
al-„Amiriy, dan „Abu Bakr bin „Iyas.
c. Murid-muridnya adalah Bukhari, Muslim, Abu Syaibah „Ibrahim bin
„Abi Bakr bin „Abi Syaibah, „Ibrahim bin Ya‟qub al-Jauzijaniy, „Ahmad bin
„Ibrahim al-Dauriqiy, „Ahmad bin Mala‟ib bin Hayan al-Baghdadi, „Ahmad bin
Yahya al-Sufi, „Ahmad bin Yusuf al-Sulamiy, „Ismail bin „Abdu Allah al-
„Ahasbahani Simaweyh, Sulayman bin „Abdu al-Jabar al-Baghdadi, al-„Abas bin
„Abi Talib, „Abu „Usamah „Abdullah bin „Usamah al-Kilabi al-Kuwfi, „Abdullah
bin Abdu al-Rahman Addarimiy, „Abu Jur‟ah „Abdillah bin „Abdu al-Karim al-
Raziy, „Amru bin Mansur al-Nas‟i, „Abu Hatim Muhammad bin „Idris al-Razi,
Muhammad bin al-Husain bin „Abi Hanin al-Hanaini, Muhammad bin „Abi
Husain al-Samanani, Muhammad bin „Usman bin Karamah, Muhammad bin „Ali
bin Maymun al-Raqi, Muhammad bin „Abi Ghalib al-Kaumusi, Muhammad bin
Yahya bin Faris al-Djahali, Muhammad bin Yahya bin Kasir al-Harin, Muwsa bin
Sa‟id al-Dindani, Harun bin „Abdullah al-Himal, dan Ya‟qub bin Sufyan.
42
d. Jarh wa ta‟dil
„Abuhatim mengatakan ia adalah orang yang thiqah begitu juga dengan
ibnu Hibban mengkategorikannya termasuk dalam orang orang yang thiqah.2
b) „Abu „Umar bin Hafs
a. Nama lengkapnya adalah Hafs bin Ghiats bin Talaq bin Mu‟awiyah bin
Malik bin al-Harits bin Sa‟labah bin „Amir bin Rubai‟ah bin „Amir bin Djisym
bin Wahbil bin Sa‟id bin Malik al-Nakha‟i al-Nikha‟i, „Abu „Amir al-Khufi.
b. Guru-gurunya adalah „Ismail bin „Abi Khalid, „Isma‟il bin Sami‟i,
Atsa‟at bin Siwar, Atsa‟at bin „Abdullah bin Jaabir al-Hadini, Atsa‟at bin „Abdu
al-Malik al-Himrani, Barid bin Sinan al-Syami, „Abu Burdah Barid bin „Abdullah
bin „Abu Burdah bin „Abu Musa al-Asya‟ri, TSaabit bin „Abi Sufiyah „Abi
Hamzah al-Tsimalii, Ja‟far bin Muhammad bin „Ali al-Sadiq, Habib bin „Abi
„Umarah, Hajaj bin „Artoh, al-Hasan bin „Abdullah, Hamid bin Turkhan, Khalid
bin al-Hidza‟, Daud bin „Abi Hindi, Sa‟id bin Tariq „Abi Malik al-„Asyja‟i,
Sufyan al-Tsauri, Sulaiman Al-„A‟masy, Sulaiman al-Taimi, kakenya Talaq bin
Mu‟awiyah al-Nikha‟i, „Asim al-Ahwal, „Abdullah bin Sa‟id bin „Abi Hindi,
„Abu Syaibah „Abdu al-Rahman bin Ishaaq al-Khufi, „Abdul al-„Aziz bin „Ummar
bin „Abdu al-„Aziz, „Abdul al-Malik bin „Abi Sulaiman, „Abdu al-Malik bin
„Abdul al-„Aziz bin Kharij, „Abdu al-Wahid bin „Aymin, „Abdullah bin „Ummar,
„Abu al-„Amis „Utbah bin „Abdullah al-Mas‟udi, „Abu al-„Anbas „Umru bin
Marwan al-Nikha‟i al-Khufi, dan „Imran bin Sulaiman al-Muradi.
2 Yusuf Ibn „Abd al-Raḥman Ibn Yusuf Abu al-Ḥujjāj Jamāl al-Dīn Ibn al-Zakī Abī
Muḥammad al-Qadla‟ī al-Kilabī al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟ al-Rijāl, (Beirut: Muassasah
al-Risālah, 1980) Cet. I,j. XXI, h. 283.
43
c. Murid-muridnya adalah „Ibrahim bin Mahdi, „Ahmad bin „Ibrahim al-
Dauriqi, „Ahmad bin Badil al-Yami, „Ahmad bin Hambal, „Ahmad bin „Abdu al-
Jabar al-„Itaridi, „Ishaaq bin „Ibrahim bin Habib al-Syahid, Ishaq bin Rahiweh,
„Abu Mu„amar „Isma‟il bin „Ibrahim al-Hidzli, „Abu Bakar „Ismail bin Hafs al-
„Abili, „Umayah bin al-Qasim, al-Hasan bin Hamad Sajadah, al-Hasan bin „Urfah,
al-Husain bin Yazid al-Tahan al-Kuwfi, Daud bin Rasyid, „Abu Khaytsamah
Zuhair bin Harb, Sufyan bin Waki„ bin al-Jaroh, „Abu al-Sa‟ib Salim bin Junadah,
Sahal bin Zanjalah al-Razi, Sahal bin „Usman al-„Askari, Sidqah bin al-Fadil al-
Muruzi, dan Ibnu „Ummah Talaq bin Ghanam al-Nikha‟i, anaknya „Ummar bin
Hafs bin Ghiyats.
d. Jarh wa ta‟dil
„Abu Hatim bin Hayan al-Bisti menyebutkannya dalam derajat thiqah
sedangkan „Ahmad bin Hambal berpendapat dia adalah seorang mudalis.3
c) Al-„A‟masy
a. Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin Mihran al-„Asadi al-Kahali „Abu
Muhammad al-Kufi al-„A‟masy, ialah ibnu „Asad ibnu Hujaimah, telah dikatakan
beliau aslinya dari tabrasani, telah dikatan dari kampung dan datang beliau dengan
bapanya ke kufah.
b. Guru-gurunya adalah „Aban bin „Abi „Iyasy, „Ibrahim al-Timi, „Ibrahim
al-Nakha‟i, „Isma‟il bin „Abi Khalid, „Isma‟il bin Rajaa‟i al-Zabiidii, „Isma‟il bin
Muslim al-Maki, „Anas bin Malik, Tamim bin Salmah, Tsabit bin „Ubaid,
Tsamaamah bin „Ukbah, „Abi Sakhrah Jami‟ bin Syadad, „Abi Bisyri Ja‟far bin
3 Yusuf Ibn „Abd al-Raḥman, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟ al-Rijāl,j. VII, h. 56.
44
„Abi Wahasyiah, Habiib bin „Abii Tsaabit, Habiib bin Sihbaan, Hasan bin „Abi al-
„Asyras, al-Husain bin al-Mundzir, „Abii Zibyan Hasin bin Jundub al-Janbii, al-
Hakam bin „Utaibah, Hakim bin Jabiir, Khitsamah bin „Abdu al-Rahman al-Ja‟fi,
Zaid bin Wahab al-Jahanii.
c. Murid- muridnya adalah „Aban bin Taghlib, „Ibrahim bin Tahmani,
„Abu Ishaq „Ibrahim bin Muhammad al-Fajrii, „Asbat bin Muhammad al-Qursyii,
„Ishaq bin Yusuf al-Azraq, „Isra‟il bin Yunus, „Isma‟il bin Zakarya, Jabir bin Nuh
al-Hamani, Jariir bin Haazam, Jarir bin „Abdu al-Hamiid, Ja‟far bin „Awn, Al-
Hasan bin „Iyaasy, Hafs bin Ghiyats, al-Hakam bin „Utaibah, „Abu Asamah
Hamaad bin „Asamah, Hamzah bin Habib al-Ziyat, Hamid bin „Abdu al-Rahman
al-Ra‟sii, Daud bin Nasiir al-Ta„ii, Za‟idah bin Qadaamah, Zabid al-Yaami.
d. Jarh wa ta‟dil
„Abu Hatim al-Razi menyebutkannya dalam derajat thiqah, „Abu Zar „Ah
al-Razi mengatakan imam, „Ahmad bin Syu „aib al-Nasanii mengatakan thiqah
sabit.4
d) Zaid bin Wahab
a. Nama lengkapnya adalah Zaid bin Wahab al-Juhainii „Abu Sulaiman al-
Kuwfii.
b. Guru- gurunya adalah al-Bar‟i bin „Ajab, Tsabit bin Wadi‟ah al-
Ansaarii, Jarir bin „Abdullah al-Bajali, Hujaifah bin al-Yaman, Zaid bin „Arqam,
„Abdullah bin „Akim, Abdullah bin Mas„ud, „Abdu al-rahman bin Hasanah,
„Abdu al-rahman bin „Abdu Rab al-Ka„bah, „Utsman bin „Afaan, „Atiyah bin
4 Yusuf Ibn „Abd al-Raḥman, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟ al-Rijāl,j. XII, h. 76.
45
„Amir, „Alii bin „Abii Talib, „Umar bin Khatab, „Abii al-Darda‟, „Abi Dzar al-
Ghafaar, dan „Abii Musa al-„As‟arii.
c. Murid- muridnya adalah „Isma‟il bin „Abii Khalid, Bilal Syakh Sya„bah,
„Abu al-Muqadam Tsabit bin Hurmuza al-Hadad, al-Harits bin Hasiirah, Habib
bin „Abii Tsaabit, Habib bin Hasaan, al-Hasan bin ‟Ubaidillah, Hasin bin „Abdu
al-Rahman, al-Hakim bin ‟Utaibah, Hamid bin „Abii Sulaiman, Salamah bin
Kahil, Sulaiman al-„A‟masy, al-Salat bin Bahram, Tariq bin ‟Abdu al-Rahman,
Talhah bin Musorif, „Abdu al-Rahman bin „Asbahaani, ‟Abdu al-‟aziz bin rof„ii,
‟Abdu al-Malik bin Maisarah, ‟Utsman bin al-Mughirah al-Tsaqofii, dan ‟Adii bin
Tsabit.
d. Jarh wa ta‟dil
„Abu Haatim bin Hayaan al-bisti mengatakan bahwa dia adalah orang yang
berada diderajat thiqah, begitu pula „Ahmad bin ‟Abdullah al-‟Ajlii mengatakan
dia orang thiqah.5
e) ‟Abdullah
a. Nama lengkapnya adalah ‟Abdullah bin Mas„ud bin Ghafil bin Habib
bin Syamikh bin Mukhzam, ia adalah sahabat Nabi SAW yang masuk islam
setelah Nabi mengawali dakwahnya di mekkah lahir di mekkah, meninggal 650 m
Madinah Arab Saudi.
b. Guru- gurunya adalah Nabi SAW, ‟An Sa‟id bin Mu‟az al-„Ansari,
Safun bin ‟Asal al-Murodii, dan ‟Umar ‟Abdu al-Khatab.
5 Yusuf Ibn „Abd al-Raḥman, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟ al-Rijāl, j.X, .h.111.
46
c. Murid- muridnya adalah al-„Akhnaf bin Qays, al-„Asud bin Malik yazid,
„Anas bin Malik, al-Bar„ bin ‟Azaab, al-Bari„ bin Najiit, Balad bin ‟Usamah,
Jaabir bin ‟Abdillah al-„Ansari, al-Harits bin ‟Abdillah al-„A‟war, Harits bin
Madarib al-‟Abdi, al-Hajaaj bin Malik al-„Aslamii, Harits bin Zahiiri al-Kaufi,
Khaalid bin Rabi‟i al-„Asadii, Khasyaf bin Malik al-Ta„ii, Rabi‟i bin Harisy, al-
Rabii‟i bin Hatsiim, al-Rabii‟i bin ‟Amilah al-Fazari, Zadjan „Abu ‟Umar al-
Kindii, Zar bin Habtsyi al-„Asdii, dan Zaidu bin Za„dah, Zaid bin Wahab al-
Juhanii.
d. Jarh wa ta‟dil
„Abu Hatim bin Hayaan al-Bisti telah mengatakan bahwasanya ‟Abdullah
orang yang thiqah, dan Ibnu „Abii Haatim al-Razii juga mengatakan bahwasanya
dia adalah orang yang thiqah.6
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian pada sanad-sanad hadis di atas, ada beberapa
kesimpulan yang dapat diambil antara lain :
1. Semua hadis di atas bersandar pada Rasulullah SAW, artinya berkategori
marfu. Lebih spesifikasinya marfu‟qauli haqîqi.
2. Ditinjau dari jumlah perawi yang meriwayatkan hadis di atas hadis yang
diriwayatkan oleh sahabat „Abdullah
6 Yusuf Ibn „Abd al-Raḥman, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟ al-Rijāl, ,j. XVI, h. 121.
47
3. Ditinjau penelitian sanad pada jalur hadis Al Bukhari dari periwayatan
hadis di atas bertemunya antara guru dan murid maka jalur ini îtsal âl sanad
(bertemunya sanad).
4. Ditinjau dari pandangan ulama terhadap hadis di atas bahwa hadis ini
thiqah, maka hadis ini berstatus ṣahih.
E. Korelasi Hadis Penciptaan Manusia Dengan Taqdir
Berdasarkan penggalan kalimat dalam hadis tersebut, timbul keragaman
pemahaman sebagai berikut: Pertama, „inna „ahadakum , kedua, yujma‟u fi batni
ummihi, ketiga, arba‟ina yawman, keempat, tsumma ‟alaqah mitsl dzalik, kelima,
tsumma yakuwnu mudghatan mislu dzalik, keenam, tsuma yab‟atsu allah
malakan.
Adapun penjelasan secara rinci penggalan-penggalan hadis di atas adalah
sebagai berikut:
1. „inna „ahadakum (sesungguhnya setiap kalian).
Abu Al-Baqa‟ dalam I‟rab Al-Musnad berkata, “kata ا hanya boleh
dibaca fathah karena sebagai maf‟ul ؽلصب , jika di ungkapkan dengan kasrah (ا)
maka terputus dari perkatan haddatsana.7
Sementara itu An-Nawawi dalam Syarh Imam Muslim mengatakan, bahwa
kata itu dibaca kasrah (ا) sebagai bentuk penceritaan, namun boleh juga dibaca
fathah. Alasan Abu Al-Baqa‟, bahwa harakat kasrah bertentangan dengan
zahirnya, dan tidak boleh berpaling dari itu kecuali jika ada yang menghalangi.
7 Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari. Terj. Amir Hamzah (Jakarta: Pustaka Azzam,
2009), v. 32, h. 9.
48
Seandainya dibolehkan tanpa mengikuti asal penukilan, tentu dibolehkan juga
membaca dengan kasrah seperti firman Allah dalam surat Al Mu‟minuun ayat 35,
قوع ب أ ػظ رواثب ز ز إما أ أ٣ؼل
Artinya:
Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah
mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya
akan dikeluarkan (dari kuburmu).8
Sementara para qari‟ sepakat bahwa kata itu dibaca fathah. Al Khulubi
menanggapi, bahwa hadis ini diriwayatkan dengan harakat fathah (ا) anna dan
dengan harakat kasrah (ا) inna.9
Ibnu Hajar katakan, Ibnu Al-Jauzi menyatakan, bahwa hadis ini hanya
diriwayatkan dengan harakat kasrah. Kemudian Al-Khubi berkata, “seandainya
tidak ada riwayatnya seperti demikian (yakni dengan harakat fathah dan dengan
harakat kasrah), berarti meriwayatkannya dengan makna tidak dilarang.” Setelah
itu ia menanggapi tentang redaksi ayat tersebut, bahwa janji itu adalah kandungan
redaksinya, bukan dengan kekhusuan lafadznya, sedangkan di sini, penceritaan
hadis boleh dengan lafadznya dan boleh juga dengan maknanya.
2. Yujma‟u fi batni „ummihi (Dikumpulkan penciptaannya di dalam perut
ibunya).
Demikian redaksi yang dicantumkan dalam riwayat Abu Dzar dari
gurunya, sedangkan yang dari Al-A‟masy disebutkan dengan redaksi, „inna
khalaqa ahadikum yujma‟u fi batni ummihi (sesungguhnya penciptaan setiap
8 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Darus Sunnah,
2015). h. 47. 9 Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 9.
49
kalian dikumpulkan di dalam perut ibunya). Ini juga merupakan redaksi riwayat
Adam yang dikemukakan pada pembahasan tentang tauhid. Demikian juga yang
disebutkan dalam riwayat dari Al-A‟masy. Sedangkan dalam riwayat Abu Al-
Ahwash darinya, disebutkan dengan redaksi, „inna ahadakum yujma‟u khalquhu fi
batni (sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut
ibunya).
Selain itu, riwayat Abu Mu‟awiyah dan Waki‟ bin Numail menyebutkan
seperti itu. Dalam riwayat Ibnu Fudhail dan Muhammad bin Ubaid yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah disebutkan dengan redaksi, „innahu yujma‟u khalqu
ahadikum fi batni ummihi,(sesungguhnya penciptaan setiap kalian dikumpulkan di
dalam perut ibunya). Sementara dalam riwayat Syarik disebutkan seperti riwayat
Adam, hanya saja dia menyebutkannya Ibni Adam(anak Adam) sebagai ganti
ahadikum (setiap kalian).10
Yang dimaksud dengan pengumpulan ini adalah penggabungan
sebagiannya dengan sebagian lainnya tercerai berai. Kata khalqa adalah bentuk
mashdar yang digunakan untuk mengungkapkan tentang tubuh, dan ini dimaknai
sebagai maf‟ul, seperti kalimat : hadza dirhamu darbu al-„amir (dirham ini buatan
Emir). Maksudnya buatannya Al Qurthubi dalam kitab Al-Mufhim berkata :
“Maksudnya, mani masuk ke dalam rahim ketiaka memancar dengan kuat akibat
dorongan syahwat sehingga berceceran, lalu Allah menghimpunkannya di tempat
anak di dalam rahim.
3. „arba‟ina yawman (Selama empat puluh hari).
10
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 10.
50
Dalam riwayat Adam ada tambahan, „aw „arba‟ina laylatan (atau empat
puluh malam). Demikian juga dikemukakan mayoritas periwayat dari Syu‟bah,
namun disertai dengan keraguan. Dalam riwayat Yahya Al-Qaththan, Waki‟, Jarir
dan Isa bin Yunus disebutkan, arba‟ina yawman (selama empat puluh hari) tanpa
keraguan. Sedangkan dalam riwayat Salamah bin Kuhail disebutkan, „arba‟ina
laylatan (empat puluh malam) tanpa keraguan. Kesimpulanya, yang dimaksud
adalah hari dan malamnya, atau malam dan harinya.
Dalam riwayat Abu Awanah dari Wahab bin Jarir, dari Syu‟bah
disebutkan seperti riwayat adam, tapi dengan tambahan kata nutfah (air mani) di
antara kata „ahadakum (setiap kalian) dan „arba‟ina (empat puluh). Jadi jelas
yang dikumpulkan itu adalah air mani. Asalnya, ketiaka air mana laki-laki
bertemu dengan ovum perempuan melalui proses percintaan, dan dari situ Allah
hendak menjadikan janin maka Allah menyediakan sebab sebabnya.11
Ada juga yang mengatakan bahwa keduanya mempunyai kekuatan aktif
dan pasif, namun kekuatan aktif pada mani laki-laki lebih banyak sementara pada
ovum peempuan sebaliknya. Seseorang ahli anatomi mengatakan, bahwa mani
laki-laki tidak mempunyai peran dalam terjadinya anak kecuali dalam
mengikatnya, karna anak terjadi dari darah haid, namun hadis hadis bab ini
menolak pandangan ini. Sedangkan pendapat yang disebutkan pertama lebih
sesuai dengan hadis.12
11
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 11. 12
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 12.
51
4. tsumma „alaqah mitsla dzalik (Kemudian menjadi segumpal darah
selama itu).
Dalam riwayat Adam disebutkan dengan redaksi, tsumma takuwnu „alaqah
mitsla dzalik. (kemudian menjadi segumpal darah selama itu). Sedangkan dalam
riwayat Imam Muslim disebutkan dengan redaksi, tsuma takuwnu fii dzalika
„alaqah mitsla dzalika (kemudian dalam pada itu menjadi segumpal darah selama
itu). Takuwnu di sini bermakna berubah menjadi. Artinya, mani itu menjadi sifat
tersebut selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi sifat berikutnya.
Kemungkinan juga maksudnya adalah perubahannya sedikit demi sedikit, yaitu
darah membalut mani selama empat puluh hari pertama setelah berkembang dan
menumbuhkan bagian-bagiannya sedikit hingga sempurna menjadi segumpal
darah dalam masa empat puluh hari itu, setelah itu darah dibalut daging sedikit
demi sedikit hingga akhirnya semunya menjadi segumpal daging, dan sebelumnya
juga tidak disebut segumpal darah selama masih berbentuk mani. Demikian juga
setelahnya, yaitu pada masa menjadi darah, lalu menjadi daging.
Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari jalur Abu Ubaidah
menyebutkan, bahwa Abdullah mengatakan secara marfu ; „inna al-nutfah
takuwnu fii „arrahim „arba‟ina yawman ‟ala haliha latataghayaru,(sesungguhnya
mani itu berada di dalam rahim selama empat puluh hari dalam bentuknya semula,
tidak mengalami perubahan). Sanad-nya lemah dan terputus. Kalaupun riwayat ini
valid, maka kalimat “tidak mengalami perubahan” ini di artikan tidak mengalami
perubahan secara sempurna, yakni tidak sempurna berubah menjadi segumpal
darah kecuali setelah genap empat puluh hari. Dan ini tidak menafikan bahwa
52
dalam masa empat puluh hari pertama mani itu berubah menjadi darah hingga
akhirnya menjadi segumpal darah.13
5. tsumma yakuwnu mudghatan mislu dzalik (Kemudian menjadi segumpal
dagin seperti itu).
Dalam riwayat Adam disebutkan dalam redaksi, mitslahu (seperti itu).
Sementara dalam riwayat Imam Muslim disebutkan seperti yang terdapat pada
redaksi ”segumpal daging”. Maksudnya, seperti masa yang telah disebutkan
sebelumnya (empat puluh hari). Al‟alaqah adalah darah yang menggumpal dan
kasar. Disebut demikian karena kerentanannya dan ketergantungannya terhadap
apa yang melewatinya. Al-mudghah adalah segumpal daging. Kata itu disebut
demikian seukuran apa yang dikunyah oleh orang yang mengunyah.14
6. tsuma yab‟atsu allah malakan (kemudian Allah mengutus seorang
malaikat).
Dalam riwayat Al Kasymihami disebutkan, tsumma yub‟asu ilaihi
malakun (kemudian diutuslah seorang malaikat kepadanya). Sedangkan dalam
riwayat Adam juga disebutkan seperti riwayat Al Kasymihami, namun dia
menyebutkan dengan lafzh,almalaku (malaikat). Seperti juga riwayat Imam
Muslim, dengan redaksi, tsumma yursilu Allah (kemudian allah mengutus). Huruf
lam di sini (pada lafazh almalaku) menunjukan makna definit. Maksudnya, jenis
malaikat yang ditugaskan menangani rahim, sebagaimana yang disebutkan dalam
riwayat Hudzaifah bin Asid, dari riwayat Rabi‟ah bin Kultsum, „anna malakan
13
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 16. 14
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 18.
53
muwa kalan birrahim (bahwa malaikat yang ditugaskan menangani rahim); dari
riwayat Ikrimah bin Khalid, tsumma yatasawwaru ‟alaiha almalaku alladziy
yukhallaquha (kemudian ditangani oleh malaikat), dalam riwayatnya Abu Az-
Zubair yang diriwayatkan oleh Al Firyabi disebutkan, ata malaku al‟arhami
(Datanglah malaikat rahim). Asalnya dari riwayat Imam Muslim tapi disebutkan
dengan redaksi, ba‟asa Allah malakan (Allah mengutus seorang malaikat).
Sementara dalam hadis Ibnu Umar disebutkan, idza arada Allah „an yakhluqa
alnutfata qala malaku al‟arhami (apabila Allah hendak menciptakan mani,
malaikat rahim berkata). Disebutkan juga dalam hadis kedua dalam bab ini, dari
Anas, wakala Allah birrahimi malakan (Allah menugaskan seorang malaikat
untuk menangani rahim).15
Menurut Ibnu Daqiq Al-„Id Dalam kitab Syarh Arba‟in Nawawi, Imam
Nawawi menjelaskan tentang. Hadit penciptaan manusia dengan taqdir ini.
Kalimat “Sesungguhnya (materi) penciptaan salah seorang darikalian (manusia)
dikumpulkan (oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala) dalam rahimibunya” maksudnya
yaitu air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan
dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu
Mas‟ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang
memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan
seorangmanusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruhnya pembuluh
darah perempuan sampai kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama
40 hari,lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itlah yang
15
Abu Zakariya Muhyiddin Yahya ibn Syarif al-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih
Muslim (Beirut: Dar al-Ihya al-Turats al-„Arabi, 1994), j. 16, h. 190.
54
dimaksud dengan Allah mengumpulkannya.” Setelah 40 hari Nutfah menjadi
„Alaqah (segumpal darah).16
Menurut Syaikh Al-„Utsaimin yang keempat dari kumpulan hadits Al-
Arba‟in karangan Iman An-Nawawi, berisi penjelasan mengenai perkembangan
penciptaan manusia didalam perut ibunya, penulisan ajal dan rezekinya, dan
seterusnya. Ibnu Mas‟udmembawakan riwayat ini dengan mengatakan,
“Rasulullah telah bersabda kepada kami, sedangkan beliau selalu berkata benar
dan selalu dibenarkan.” Yakni jujur (benar) mengenai apa yang beliau sabdakan
dan selalu dibenarkan mengenai apa yang diwahyukan kepada beliau. Ibnu
Mas‟ud sengaja memberikan pengantar seperti ini karena apa yang hendak
disampaikan merupakan dari perkara gha‟ib, yang tidak bisa diketahui, kecuali
berdasarkan wahyu.17
Al Karim berkata, “jika benar bahwa yang dimaksud dengan malaikat ini
adalah malaikat yang ditugaskan menangani rahim, lalu bagaimana
pengutusannya?” Dia menjawab, bahwa maksdunya adalah malaikat yang
ditugaskan mencatat kalimat-kalimat (ketetapan-ketetapan) bukanlah malaikat
yang ditugaskan menangani rahim yang mengatakan, yaarabbi nutfatun (Wahai
Tuhanku, setetes mani) dan seterusnya. Kemungkinan yang dimaksud dengan
pengutusan itu adalah perintah untuk itu.”18
16
Ibnu Daqiqil „Ied, Syarhul Arba‟iina Hadiitsan An-Nawawiyah. Terj. Muhammad
Thalib.(Yogyakarta: Media Hidayah, 2005), h. 19 17
An-Nawawi, Imam Muhyiddin, Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba‟in An-
Nawawiyah. Terj. Salafuddin Abu Sayyid (Solo: Pustaka „Arafah, 2007), h.108. 18
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 19.
55
Rezeki, ajalnya, dan sengsara atau bahagia. Demikian redaksi yang
disebutkan dalam riwayat ini tanpa tentang “amal” yang dengannya lengkaplah
menjadi empath al, setelah itu disebutkan keempat ketetapan tersebut. Demikian
juga yang disebutkan dalam riwayat Imam Muslim juga disebutkan dengan
redaksi, lalu diperintahkan (untuk mencatat) empat kalimat : Rezekinya.
Al Khuni menakwilkan, bahwa malaikat itu diperintahkan mencatat empat
hal, lalu ia hanya menuliskan tiga. Yang benar bahwa itu berasal dari para
periwayat. Maksudnya, malaikat itu mencatat ketetapan setiap orang apakah itu
kebahagiaan atau kesengsaraan, jadi tidak menulis keduanya untuk satu orang,
walaupun keduanya ada pada satu orang namun yang dihukumi adalah yang
terbanyak. Jika seimbang maka yang dihukuminya adalah yang menjadi penutup,
karna itu disebutkan “empat”, sebab bila tidak demikian tentu beliau mengatakan
“lima”. Artinya, menuliskan rezeki, apakah sedikit atau banyak, sifatnya haram
atau halal, kemudian ajalnya, apakah berumur panjang atau pendek. Kemudian
amalnya, apakah baik atau buruk.19
Abu Daud meriwayatkan dari riwayat Syu‟bah dan Ats-Tsauri, semuanya
dari Al A‟masy, “Kemudian dia menulis apakah sengsara atau bahagia”. Makna
sabda beliau „bahagia atau sengsara‟, adalah malaikat menuliskan salah satu
ketetapan tersebut untuk sang hamba, misalnya dia menuliskan: “Ajal janin ini
sekian, amalnya demikian, rezekinya sekian, dan dia sengsara berdasarkan akhir
amalnya, atau dia bahagia pada akhir amalnya”. Sebagaimana yang ditunjukan
oleh kelanjutan hadis ini. Konteks redaksi hadis menunjukan bahwa Allah
19
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 21.
56
mengatakan dan malaikat menuliskan kesengsaraan dan kebahagiaan, karena
redaksinya menunjukan keduanya dan penjelasannya.
Ibnu Abi Jamrah mengatakan tentang hadis ini dalam riwayat Abu Al
Ahwsh, “kemungkinan diperintahkan untuk dicatat itu adalah keempat hal
tersebut, dan kemungkinan yang lain ”.
Yang pertama lebih tepat seperti yang dijelaskan oleh riwayat-riwayat
lainnya. Semua jalur periwayat hadis Ibnu Mas‟ud menunjukan bahwa janin
mengalami tiga perubahan dalam kurun waktu 120 hari. Allah telah menyebutkan
ketiga perubahan ini tanpa menyebutkan batasan waktu di dalam sejumlah surat,
di antaranya di dalam surat Al Hajj ayat 5, sebagaimana yang telah diisyaratkan
pada pembahasan tentang haid “yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna”. Ayat tersebut menunjukan bahwa bentuk itu adalah bentuk gumpalan
daging tersebut, dann hadisnya menjelaskan bahwa itu terjadi setelah genapnya
empat puluh hari, yaitu masa maksimal disebut sebagai segumpal daging. Allah
juga telah menyebutkan tentang setetes air mani kemudian segumpal darah
kemudian segumpal daging dalam surah-surah lainnya. Dalam surah Al
Mu‟minuun, setelah menyebutkan segumpal daging Allah menyebutkan tambahan
dalam surah Al Mu‟minuun, “dan segumpal daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging”. Dari hadis ini
disimpulkan, bahwa berubahnya gumpalan daging itu menjadi tulang belulang
adalah setelah ditiupkannya ruh.20
20
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 24.
57
Pembentukan semua anggota tubuh termasuk kelamin laki-laki atau
perempuan terjadi pada waktu yang telah disepakati, dan itu sebagaimana dapat
disaksikan pada janin binatang, yaitu pada waktu dimana bentuknya mulai
sempurna. Kemudian malaikat itu mempunya tugas pembentukan lainnya, yaitu
saat ditiupkanya ruh ketika genap empat bulan sebagaimana yang telah disepakati
oleh para ulama, bahwa peniupan ruh hanya terjadi setelah empat bulan.
Ibnu Ash-Shahal telah memaparkan dalam kitab Al Fatawa, dia berkata,
“Imam Bukhari tidak mengemukakan hadis Hudzaifah bin Asid, mungkin karena
hadis itu dari Abu Ath-Thufail darinya, atau mungkin karna dipandang tidak
cocok dengan hadis Ibnu Mas‟ud, karena hadis Ibnu Mas‟ud itu tidak diragukan
ke-shahih-annya.” Hal ini berdasarkan dalil yang menunjukan bahwa
pembentukannya sebagai laki-laki atau perempuan adalah pada saat berbentuk
segumpal daging.”21
Pendapat dari beberapa ulama tentang hubungan hadis mengenai taqdir
dari hadis di atas yakni:
Al-Raghib berkata, “taqdir yang ditetapkan menunjukan kekuasaan dan
yang terjadi menunjukan telah diketahui, takdir mencakup kehendak secara aqli
dan perkataan secara naqli.” Intinya, adanya sesuatu pada suatu waktu dalam
suatu keadaan sesuai dengan ilmu, kehendak dan perkataan. Kalimat qaddara
Allah asyay‟a artinya Allah telah menetapkannya, kata ini disebutkan tanpa
tasydid (qaddara Allah asyay‟a).22
21
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 27. 22
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 4.
58
Ibnu Al-Qaththa‟berkata, qaddara Allah asyay‟a artinya Allah telah
menjadikan sesuatu menurut ukuran. Menakdirkan rejeki adalah menguasainya
(atau memilikinya).
Al Karim berkata, “yang dimaksud dengan takdir adalah ketetapan allah.
Para ulama mengatakan bahwasanya qadha adalah ketetapan umum yang bersifat
global dari jaman azali, sedangkan takdir adalah bagian dan perincian ketetapan
itu,”
Abu Al-Muzhaffar bin As-Sam‟ani berkata, “taqdir adalah salah satu
rahasia Allah, yang hanya di khususkan bagi orang yang alim lagi
berpengetahuan, sedangkan bagi yang lain Allah menutupinya dari akal para
makhluk serta jangkauan pengetahuan mereka karena hikmah tertentu. Oleh
karena itu, takdir tidak diketahui oleh Nabi yang di utus sekalipun, bahkan
malaikat yang didekatkan kepada-Nya. Ada juga yang mengatakan, bahwa rahasia
taqdir akan disingkapkan bagi mereka setelah mereka masuk surga, dan tidak akan
disingkapkan bagi mereka sebelum mereka memasukinya.23
Ath-Thabarani meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari hadis Ibnu
Mas‟ud secara marfu, „idza dzukira alqadaru fa‟amsikuw (bila disebutkan taqdir,
maka diamlah kalian). Imam Muslim meriwayatkan dari jalur Thawus, “ Aku
pernah bersama sahabat Rasulullah SAW, mereka berkata, „segala sesuatu sudah
ditaqdirkan”. Dan aku mendengar Abdullah bin Umar berkata, „Rasulullah SAW
bersabda, kulla syay‟in biqadari hatta al‟ajza walkaysa (segala sesuatu telah
ditaqdirkan, bahkan kelemahan dan kecerdasan )‟.24
Menurut Ibnu Hajar, alkaysu adalah kebalikan dari al‟ajzu (lemah), yaitu
cerdas dalam segala urusan, baik urusan dunia maupun akhirat. Makna hadis ini
adalah segala sesuatu tidaklah terjadi di alam wujud kecuali telah diketahui Allah
dan sesuai dengan kehendak-Nya. Kedua sifat itu disebutkan dalam hadis ini
untuk mengisyaratkan bahwa semua perbuatan kita walaupun kita ketahui dan kita
kehendaki sendiri tidak akan terjadi kecuali dengan kehendak Allah.
23
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 4. 24
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, v. 32, h. 5.
59
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari paparan pada bab-bab sebelumnya maka kesimpulan
penelitian ini adalah: Pertama, hadis penciptaan manusia yang diriwayatkan oleh
Bukhari ini ditinjau dari segi kualitasnya sanadnya shâhih, karena
ketersinambungan (ز) sanad dari awal hingga akhirnya dan tidak ada seorang
rawipun yang tidak dipercaya )ؿ٤و اضلخ( atau kurang hafalannya (ه٤ اضجظ). Selain
diriwayatkan oleh Bukhari, hadis ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Abu Daud,
Tirmidzi, dan Ibn Majah.
Kedua, hadis tentang penciptaan manusia ini sangat erat hubungannya
dengan konsep taqdir, karena ketika manusia diciptakan saat itu pula taqdir telah
ditetapkan baginya, bahkan sebelum manusia itu dilahirkan, yakni pada saat hari
ke 40 dalam kandungan. Rasulullah SAW bersabda, kulla syay‟in biqadari hatta
al‟ajza walkaysa (segala sesuatu telah ditaqdirkan, bahkan kelemahan dan
kecerdasan), yaitu cerdas dalam segala urusan, baik urusan dunia maupun akhirat.
Makna hadis ini adalah segala sesuatu tidaklah terjadi di alam wujud kecuali telah
diketahui Allah dan sesuai dengan kehendak-Nya. Kedua sifat itu disebutkan
60
dalam hadis ini untuk mengisyaratkan bahwa semua perbuatan kita walaupun kita
ketahui dan kita kehendaki sendiri tidak akan terjadi kecuali dengan kehendak
Allah.
Ketiga, Proses kejadian manusia berdasarkan hadis terjadi dalam dua
tahap: Pertama, tahapan primodial, yakni proses penciptaan Nabi Adam a.s
sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia diciptakan dari
intisari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku („alaqah) yang
menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya
segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu
kepadanya ditiupkan ruh dan kemudian ditetapkan atasnya taqdir yakni amal,
rezeqi serta ajalny.
B. Saran
Penelitian ini masih belum sempurna oleh karna itu disarankan untuk para
peneliti berikutnya yaitu:
1. Meneliti lebih lanjut tentang hadis-hadis penciptan manusia serta
kolerasinya dengan taqdir.
2. Implikasi/ aplikasi hadis penciptaan manusia dalam kehidupan sehari-
hari dengan ridha dan taqdir yang telah allah tetapkan.
Daftar Pustaka
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Bandung: CV. Daarus
Sunnah, 2015.
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟ats bin Syaddad bin Amr bin Amir. Kairo : Dar
el-Hadis, 2010.
Afifati, Ahliana. Proses Penciptaan Manusia Menurut Islam dan Sains. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2004.
Al-„Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Bari: Syarah Sahih al-Imam Abi „Abdullah ibn
Ismail al-Bukhari. Terj. Amir Hamzah, Beirut: al-Maktabah al-Salafiyyah,
t.t. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Albar, Muhamad Ali. Penciptaan Manusia, terj. Budi Utomo. Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2002.
Al-Mizī , Yusuf ibn „Abd al-Raḥman Ibn Yusuf Abu al-Ḥujjāj Jamāl al-Dīn Ibn
al-Zakī Abī Muḥammad al-Qadla‟ī al-Kilabī. Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl. Beirut: Muassasah al-Risālah, 1980.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian(Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta :
Rineka Cipta, 1993.
Brown, Daniel W. Menyoal relevansi sunnah dalam Islam Moden, terj Jaziar
Radianti dan Entin Sriani Muslim. Bandung : Mizan, 2000.
Cahyadi, Djaya. “Taqdir Dalam Pandangan Fakhr Al-Din Al-Razi” Skripsi Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010.
Daradjat, Zakiah. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta: Pustaka Azzam, 1986.
„Ied, Ibnu Daqiqil. Syarhul Arba‟iina Hadiitsan An-Nawawiyah. Terj. Muhammad
Thalib. Yogyakarta: Media Hidayah, 2005.
Wensinck, Arent Johannes. Al-Mu‟jam al-Mufharas li al-Faz al-Hadits al-
Nabawi. Terj. M. Fuad „Abd al-Baqi. leiden : EJ.Brill, 1943.
Hamka. “Taqdir dan Kebebasan Manusia,Telaah atas Penafsiran al-Zamakhsyari
terhadap surat al-Furqan Ayat 2 dan Surat al-Ra‟d Ayat 11,” Skripsi
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2002.
Hidayat, Komardin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik.
Jakarta Paramadina, 1996.
Bucaille, Maurice. Dari mana manusia berasal? Antara sains, Bibel dan Al-
Qur‟an. Terj. Prof. Dr, H. M. Rasyidi. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Ismail, Muhammad Syuhudi. Hadis Nabi yang tekstual dan Kontekstual: Telaah
M‟ani al-Hadis tentang Ajaran Islam yang Universal. Temporal dan local.
Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
Muhammad bin 'Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dlahhak, Sunan at-Tirmidzi.
Kairo : Dar al-Hadis, 2010.
Muhammad bin Yazid bin Mâjah al-Qazwînî, Sunan Ibn Majah. Kairo : Dar al-
Hadis, 2010.
Muhammad bin Isma‟il Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari. Kairo : Dar
al-Hadis, 2010.
Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih
Muslim. Kairo : Dar al-Hadis, 2010.
Al-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin Yahya ibn Syarif. Al-Minhaj Syarh Shahih
Muslim. Beirut: Dar al-Ihya al-Turats al-„Arabi, 1994.
-------. Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba‟in An- Nawawiyah. Terj.
Salafuddin Abu Sayyid (Solo: Pustaka „Arafah, 2007.
Al-Najjar, Zaghlul. Pembuktian Sains dalam Sunnah. Terj. Zainal „Abidin dan
Syakirun Ni‟am. Jakarta: Amzah, 2006.
Qardhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, terj. Muhammad al-
Baqir. Bandung: Karisma, 1999.
-------. Kaifa Nata‟amal ma‟a Sunnah al-Nabawiyah. Kairo: Dar al-Syuruq, 2004.
-------. Sunnah, ilmu pengetahuan dan peradaban, terj. Abad Badruzzaman.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001.
Rudiyanto. “Taqdir Dalam Perspektif al-Qur‟an, Kajia Tafsir Maudhu‟i” Skripsi
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2003.
Sakinah. “Taqdir Menurut Perspektif Hadis” Skripsi Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006.
Syueb, Sudono. Buku Pintar Agama Islam. Jakarta: Delta Media, 2011.
Suryadi. ”Rekonstruksi Metodologi Pemahaman Hadis Nabi”. Esensia. Vol. 2,
Nol.1, 2001.
Thahan, DR.Mahmud. intisari ilmu hadis. Malang:Uin-press, 2007,
Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirodihardjo,1999.
Yusuf, Muhammad. Metode dan Aplikasi Pemaknaan Hadis,Yogyakata:Teras,
2009.