HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS...
Transcript of HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS...
HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PEKERJA
SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA
DKI JAKARTA 2013
Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata -1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Keperawatan
OLEH :
ENDAH SARWENDAH
108104000048
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2013 M
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PEKERJA
SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI
MULIA DKI JAKARTA 2013
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun oleh :
ENDAH SARWENDAH
108104000048
Jakarta, 22 Januari 2014
Pembimbing I
Ns. Uswatun Khasanah, S. Kep. MNS
NIP: 19770401 200912 2 003
Pembimbing II
Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep. MKM
NIP: 19790520 200901 1012
ii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI DENGAN JUDUL
HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA
PEKERJA SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
BUDI MULIA DKI JAKARTA 2013
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh
Nama: Endah Sarwendah
NIM: 108104000048
Pembimbing I
Pembimbing II
Ns. Uswatun Khasanah, S. Kep. MNS
NIP: 19770401 200912 2 003
Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep. MKM
NIP: 19790520 200901 1012
Penguji I
Penguji II
Jamaludin, S.Kep., M.Kep. NIP: 196805222008011007
Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep. MKM
NIP: 19790520 200901 1012
Penguji III
Ns. Uswatun Khasanah, S. Kep. MNS
NIP: 19770401 200912 2 003
iii
LEMBAR PENGESAHAN
SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Mei 2014
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM
NIP: 197905202009011012
Dekan Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Endah Sarwendah
NIM : 108104000048
Mahasiswa Program : Ilmu Keperawatan
Tahun akademik : 2008
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya
yang berjudul:
HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA
PEKERJA SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA BUDI MULIA DKI JAKARTA 2013
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, Februari 2014
Endah Sarwendah
v
RIWAYAT HIDUP
Nama : Endah Sarwendah
Tempat, Tanggal Lahir : Cianjur, 13 Februari 1991
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Raya Bandung Kp. Cicantu Girang RT/RW
002/003 Desa Hegarmanah Kec. Sukaluyu Kab.
Cianjur 43284
Anak ke : 6 dari 7 bersaudara
Telepon : 085781161510
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. RA Yayasan Nurul Islam Ciranjang tahun 1995-1996
2. SD Negeri Ciranjang 2 tahun 1996-2002
3. Mts Nurul Islam Ciodeng tahun 2002-2005
4. MA Nurul Islam Ciodeng tahun 2005-2008
5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008-2014
Pengalaman Organisasi :
1. OSIS MA At- Taqwa Rajapolah 2005 – 2007
2. Dewan Kerja Cabang Kabupaten Tasikmalaya 2006 -2007
3. Anggota Divisi SOSMAS BEMJ Ilmu Keperawatan 2008-2009
4. Sekretaris divisi SOSMAS BEMJ Ilmu Keperawatan 2009 - 2010
5. Sie. Kaderisasi PMII Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
2009 – 2010
6. Menteri Pengembangan dan Pemberdayaan Pesantren dan Masyarakat
Community of Santri Scholar of Ministry of Religion Affair of UIN
Jakarta 2010 – 2011
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi, Januari 2014
Endah Sarwendah, NIM: 108104000048
Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial
sebagai Caregiver Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta
2013
xviii, 56 hal, 2 tabel, 2 gambar, 8 lamp
ABSTRAK
Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja. Stress
kerja merupakan respon psikologis individu terhadap tuntutan di tempat kerja
yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasinya. Stress kerja
merupakan respon seseorang terhadap tuntutan dari pekerjaanya. PSTW Budi
Mulia adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang berada di bawah naungan
Dinas Sosial provinsi DKI Jakarta. Terdiri dari PSTW Budi Mulia 01 yang
terletak di Cipayung Jakarta Timur, PSTW Budi Mulia 02 terletak di Cengkareng
Jakarta Barat, PSTW Budi Mulia 03 di Ciracas Jakarta Timur dan PSTW Budi
Mulia 04 di Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial di
PSTW Budi Mulia DKI Jakarta. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 30 orang caregiver di empat
PSTW Budi Mulia di Wilayah DKI Jakarta pada bulan Agustus sampai dengan
September 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 23 caregiver atau 63,3 %
merasakan beban kerja ringan sampai sedang dengan tingkat stress kerja pada
rentang rendah sebanyak 30 responden (100 %).. Hasil uji statistik menggunakan
uji Spearman dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan
antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai
caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta (p value=0,001). Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi referensi untuk pengembangan keperawatan serta
menjadi bahan pertimbangan bagi penentuan kebijakan ketenagakerjaan di Dinas
Sosial
Kata kunci: beban kerja, tingkat stress kerja, caregiver
Daftar Bacaan: 54 (2000 – 2012)
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduate Thesis, Januari 2014
Endah Sarwendah, NIM: 108104000048
The Relationship Workload with Level of Work Stress at Social Worker as a
Caregiver in Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta 2013
xviii + 56 page + 8 table + 2 picture + 8 attachment
ABSTRAK
Excessive workload or low can cause job stress. Job stress is a psychological
response to the demands of individuals in the workplace that requires a person to
adapt to overcome. Job stress is a person's response to the demands of the job.
PSTW Budi Mulia is a social service agency that is under the auspices of the
Department of Social Jakarta province. Consisting of 01 PSTW Budi Mulia
located in East Jakarta Cipayung, PSTW Budi Mulia 02 located in Cengkareng
West Jakarta, PSTW Budi Mulia Ciracas 03 in East Jakarta and Budi Mulia
PSTW Margaguna 04 in South Jakarta. This study aims to determine the
relationship between the level of stress workload on social workers work as
caregiver in PSTW Budi Mulia Jakarta. The study was cross-sectional quantitative
approach conducted on 30 people in four PSTW caregiver Budi Mulia in Jakarta
area in August to September 2013. The results showed that 23 caregiver or 63.3%
felt mild to moderate workload with levels of job stress on the low range of 30
caregivers (100%). The results of the statistical test using the Spearman test with
α=0.05 obtained the result that there is a significant relationship between the level
of stress workload on social workers work as caregiver in PSTW Budi Mulia
Jakarta (pvalue = 0.001). The result is expected to be a reference for the
development of nursing as well as taken into consideration for the determination
of employment policy at the Department of Social of DKI Jakarta.
Keyword : woarkload, level work stress, caregiver
Referece : 54 (2000 – 2012)
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada
Pekerja Sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta 2013”.
Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skipsi, penulis
sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibunda tercinta Ibu Neni Rohaeni, yang tak henti – hentinya memberikan
motivasi dan inspirasi luar biasa kepada penulis untuk tidak menyerah dalam
segala hal termasuk menyelesaikan tugas akhir penulis sebagai mahasiswa.
Ayahanda tercinta Bapak Muhammad Oce Darmawan, yang senantiasa berdoa
di tempat terindah disisi-Nya untuk segala kebaikan penulis.
2. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku dosen yang senantiasa memotivasi dan
membimbing penulis.
4. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM, Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen
ix
pembimbing II yang telah banyak membantu dan mencurahkan fikirannya
untuk memberikan masukan kepada penulis serta tak henti – hentinya
memberikan masukan yang berarti dan motivasi kepada penulis.
5. Ibu Uswatun Khasanah S. Kep. MNS selaku dosen pembimbing I yang telah
sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini juga bersedia
meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan,
nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini.
6. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat Selaku Dosen Pembimbing
Akademik penulis.
7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta
staff akademik (Bapak Azib Rosyidi S. Psi, Bapak Syafi’i dan Ibu Syamsiah)
atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam proses belajar di PSIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa
penuh selama masa studi kepada penulis.
9. Kakak – kakak penulis ( Teh Sumi, Teh Eli, Teh Ai, Teh Imas, dan Teh
Enung) yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun materil kepada
penulis dan tak henti – hentinya memotivasi penulis. Tidak lupa kepada 17
(tujuh belas) keponakan penulis, yang selalu memberikan warna baru dalam
kehidupan penulis.
10. Adik tercinta Muhammad Oni Sultoni, yang menjadi motivasi penulis untuk
segera menyelesaikan masa kuliah.
x
11. Sahabat tercinta penulis (Aam Amelia (Suri), Da’watul Himmah (Himbobop),
Anisah Khoirul Umami (Toeki), Wardatul Washilah (Nyunyu), Umi Hanan
(Sinpe)) yang selalu membantu dan menasehati penulis saat masa kuliah
ataupun penyusunan tugas akhir ini. I Love You all.
12. Bapak Dede Hermawan, yang telah tulus ikhlas banyak membantu penulis.
13. Kakak – Kakak senior (Kak Hara, Kak Agista, dan Kak Tiwi) yang banyak
membantu penulis selama masa perkuliahan ataupun masa – masa penyusunan
Skripsi. Terima Kasih, karena selalu sabar dan mendukung penulis untuk
“grow up”.
14. Segenap Ketua Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta yang
telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.
15. Segenap responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi
kuisioner.
16. Teman-teman angkatan 2008 yang telah bersama-sama dengan penulis
melewati hari-hari baik suka maupun duka dalam menyelesaikan kuliah di
PSIK UIN Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, Januari 2014
ENDAH SARWENDAH
xi
DAFTAR ISI
halaman
JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
1. Tujuan Umum ........................................................................... 7
2. Tujuan Khusus .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian........................................................................ 7
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan .................................... 7
2. Bagi Lembaga PSTW Budi Mulia DKI Jakarta ....................... 8
3. Bagi Perkembangan Ilmu Kepetawatan .................................... 8
4. Bagi Mahasiswa ........................................................................ 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 9
xii
A. Definisi Caregiver ........................................................................ 9
1. Tipe – tipe Tugas Caregiver ..................................................... 9
2. Karakteristik Caregiver ............................................................ 10
3. Jenis Caregiver ......................................................................... 11
4. Pekerja Sosial sebagai Caregiver ............................................. 11
B. Definisi Stress Kerja .................................................................... 13
1. Definisi Stress ........................................................................... 13
2. Definisi Stress Kerja ................................................................. 13
3. Tahapan Stress .......................................................................... 14
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Stress .............................. 17
5. Sumber Stress ............................................................................ 22
6. Tingkatan Stress ........................................................................ 24
C. Definisi Beban Kerja .................................................................... 24
1. Definisi Beban Kerja ............................................................... 24
2. Beban Kerja pada Caregiver .................................................... 25
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja .................. 26
D. Penelitian Terkait ......................................................................... 27
E. Kerangka Teori ............................................................................. 28
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL ............................................................................................. 29
A. Kerangka Konsep ......................................................................... 29
B. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 20
C. Definisi Operasional ..................................................................... 30
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 33
A. Desain Penelitian .......................................................................... 33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 33
1. Lokasi Penelitian .......................................................................... 33
2. Waktu Penelitian ........................................................................... 33
C. Populasi dan Sampel .................................................................... 33
1. Populasi ..................................................................................... 33
xiii
2. Sampel ....................................................................................... 34
D. Instrumen Penelitian ..................................................................... 35
E. Uji Validitas dan Reabilitas Penelitian ......................................... 36
1. Uji Validitas .............................................................................. 36
2. Uji Reliabilitas .......................................................................... 36
3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ............................................. 37
F. Tekhnik Pengumpulan Data ......................................................... 38
G. Pengolahan Data ........................................................................... 38
H. Analisa Data ................................................................................. 39
1. Analisa Univariat ...................................................................... 39
2. Analisa Bivariat ......................................................................... 40
I. Etika Penelitian .............................................................................. 40
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 42
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 42
1. Gambaran Umum Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI
Jakarta ................................................................................... 42
2. Gambaran Umum Karakteristik Responden ........................ 43
a) Usia Caregiver..................................................................... 43
b) Status Pernikahan Caregiver ............................................... 45
c) Jenis Kelamin Caregiver .................................................... 45
d) Masa Kerja Caregiver ........................................................ 45
B. Analisa Univariat .......................................................................... 46
1. Gamabaran Beban kerja pada Caregiver .................................. 46
2. Gambaran Tingkat Stress Kerja pada CAregiver ..................... 46
C. Analisa Bivariat ........................................................................... 47
1. Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada
Caregiver ................................................................................ 47
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 49
A. Karakteristik Responden ................................................................. 49
1. Usia Caregiver .......................................................................... 49
xiv
2. Status Pernikahan Caregiver .................................................... 50
3. Jenis Kelamin Caregiver .......................................................... 50
4. Masa Kerja Caregiver .............................................................. 51
B. Hasil Analisis Univariat .................................................................. 51
1. Gambaran Beban Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver
................................................................................................... 51
2. Gambaran Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai
Caregiver ................................................................................... 52
C. Analisis Bivariat .............................................................................. 53
1. Hubungan Beban Kerj dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja
Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia DKI Jakarta .................................................................... 53
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................... 54
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 55
A. Kesimpulan ..................................................................................... 55
B. Saran ................................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
xv
DAFTAR SINGKATAN
DKI = Daerah Khusus Ibu Kota
OSI-R = Occupatio all Stress Inentory – Revised Edition
PSTW = Panti Sosial Tresna Werdha
SPSS = Statistical Package for Social Science
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ………………………………………. 28
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………. 29
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional …………………………………………….. 30
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi usia Pekerja Sosial sebaga Caregiver di PSTW
Budi Mulia DKI Jakarta 2013……………….................................43
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Status Pernikahan Pekerja Sosial sebaga
Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013.........................44
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi Jenis Kelamin Pekerja Sosial sebaga Caregiver
di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013.........................................45
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi Masa Kerja Pekerja Sosial sebaga Caregiver di
PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013..............................................45
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Sosial sebaga
Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013.........................46
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Tingkat Stress pada Pekerja Sosial sebaga
Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013........................47
Tabel 5.7 Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada
Pekerja Sosial sebagai Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta
2013..................................................................................................47
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan dari Dinas Sosial Provindi DKI Jakarta
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Uji Validitas dan Reabilitas
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data
Lampiran 4 Surat Rekomendasi dari Badan kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi
DKI Jakarta
Lampiran 5 Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
tentang Pemberian Izin Penelitian dari Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta
Lampiran 6 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian (Informed
consent)
Lampiran 7 Kuesioner penelitian
Lampiran 8 Hasil uji statistik penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut Usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang
telah berusia 60 tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2).
Pada tahun 2000 jumlah lansia baru mencapai 14,4 juta atau 7,18% total
populasi penduduk Indonesia, dan pada tahun 2004 jumlah lansia
meningkat hingga mencapai 16,5 juta. Pada tahun 2005 jumlah lansia
mencapai angka 17,6 juta jiwa dan data pada tahun 2012 diketahui bahwa
jumlah lansia meningkat menjadi 8% dari jumlah penduduk Indonesia
yakni mencapai 28 juta jiwa (Kemensos, 2012).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perbaikan sosio-
ekonomi, perbaikan perawatan dan penyediaan fasilitas kesehatan serta
semakin baiknya gizi masyarakat selama tiga dekade terakhir berdampak
pada meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia menjadi 72
tahun. Hal ini membawa konsekuensi meningkatnya jumlah lanjut usia
dari tahun ke tahun. Dengan semakin panjangnya usia harapan hidup, akan
berimplikasi pada permasalahan sosial yang berkaitan dengan kondisi
fisik, psikologis, sosial dan ekonomi dimana jumlah lanjut usia terlantar
semakin meningkat. Diprediksi pada 2025, jumlah lansia membengkak
menjadi 40 jutaan. Bahkan pada 2050 jumlah lansia diperkirakan
mencapai 71,6 juta jiwa di Indonesia (Kemensos, 2012).
Dari populasi lansia yang tercatat sebanyak 16.522.311 jiwa,
sekitar 3.092.910 (20 persen) diantaranya adalah lansia terlantar (Depsos,
2006). Jumlah lansia terlantar yang mendapat pelayanan kesejahteraan
sosial pada tahun 2005 adalah sebanyak 15.920 orang, sedangkan pada
tahun 2006 bantuan kesejahteraan sosial kepada lansia meningkat menjadi
15.930 orang. Dalam Symposium on ageing, Lanjut Usia Kementerian
Sosial RI, Yulia Suhartini mengatakan tahun 2012 jumlah lansia sudah
2
mencapai 28 juta jiwa atau sekitar delapan persen dari jumlah penduduk
Indonesia dan 1,8 juta di antaranya terlantar.
Tantangan yang dihadapi akibat meningkatnya jumlah lanjut usia,
terutama mereka yang tidak potensial dan terlantar, adalah penyediaan
jaminan sosial baik formal maupun informal. Diperkirakan sekitar 3,3 juta
lansia memerlukan pelayanan sosial, sebagian besar terlantar dan
memerlukan upaya perlindungan khusus (Komnas Lanjut Usia, 2000).
Dinyatakan oleh Hawari (2007), di negara maju lanjut usia memiliki
permasalahan seperti depresi hingga bunuh diri disebabkan keterasingan,
isolasi sosial dan kesepian. Demikian juga dengan panti-panti werdha di
negara maju yang menjadi semakin dibutuhkan. Disinilah timbul arti
penting bagi Negara Indonesia untuk mempersiapkan panti-panti werdha
yang tetap memberikan peluang bagi lanjut usia untuk tetap sejahtera
tinggal di dalamnya.
Panti adalah rumah atau tempat kediaman (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2007). Sementara Tresna werdha berasal dari bahasa Jawa yang
berarti mencintai lansia. Panti werdha ( rumah perawatan orang – orang
lanjut usia ) ini biasanya diperuntukkan bagi lansia yang tidak mempunyai
sanak keluarga atau teman yang mau menerima, sehingga pemeritah wajib
melindungi lansia dengan menyelenggarakan panti werdha ( Darmojo,
2009 dalam Oktariyani 2012). Panti sosial yang dikelola oleh pemerintah
dinamakan panti sosial tresna werdha. Panti Sosial Tresna Werdha (
PSTW ) adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang menempatkan lansia
sebagai penerima layanan. Panti Sosial Tresna Werdha berada dibawah
bimbingan kementrian sosial republik indonesia. Jumlah Panti Sosial
Tresna Werdha yang dikelola oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah dan
Masyarakat (2010) berjumlah 235 unit dengan jumlah lanjut usia yang
mampu ditangani sebanyak 11.397 orang (Kemensos, 2010). Sedangkan di
wilayah DKI Jakarta sendiri terdapat 12 panti werdha yang dikelola oleh
dinas sosial maupun oleh swasta.
PSTW Budi Mulia adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang
berada di bawah naungan Dinas Sosial provinsi DKI Jakarta. Terdiri dari
3
PSTW Budi Mulia 01 yang terletak di Cipayung Jakarta Timur, PSTW
Budi Mulia 02 terletak di Cengkareng Jakarta Barat, PSTW Budi Mulia 03
di Ciracas Jakarta Timur dan PSTW Budi Mulia 04 di Margaguna Jakarta
Selatan. Masing masing memiliki warga binaan sendiri yang ditampung di
panti – pati tersebut. PSTW Budi Mulia 01 warga binaan yang tinggal
sebanyak 200 jiwa, PSTW Budi Mulia 02 warga binaan yang tinggal
sebanyak 166 jiwa, PSTW Budi Mulia 03 warga binaan yang tinggal 130
jiwa dan PSTW Budi Mulia 04 warga binaan yang tinggal sebanyak 200
jiwa. Dinas sosial menyebutkan bahwa untuk menjadi anggota atau
penghuni PSTW adalah lansia terlantar laki – laki atau perempuan yang
berusia minimal 60 tahun dan sehat jasmani dan rohani (layananpanti,
n.d). Berdasarkan hasil obeservasi yang telah dilakukan karakteristik
lansia yang ada di panti ini biasanya lansia yang tergolong kurang mampu,
memiliki taraf ekonomi yang rendah dan pendidikan yang rendah serta
memiliki gaya hidup yang kurang karena sebelumnya lansia tersebut biasa
hidup di jalanan.
Seperti Panti Sosial pada umumnya PSTW Budi Mulia memiliki
tujuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan sosial lanjut usia secara
fisik, mental, sosial yang diliputi rasa keselamatan dan kenyamanan.
Pelayanan tersebut dilaksanakan dalam berbagai kegiatan yang telah
direncanakan sebelumnya dan menjadi kegiatan rutinitas bagi lansia.
Dalam kegiatan rutinitasnya, para lansia membutuhkan dukungan sosial
dimana orang lain dapat membantunya memenuhi kebutuhannya. Sumber
dukungan sosial bagi para lansia adalah orang lain yang akan berinteraksi
dengan para lansia tersebut sehingga para lansia dapat merasakan
kenyamanan secara fisik maupun psikologis, yang disebut sebagai
caregiver.
Caregiver terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu caregiver yang
berasal dari keluarga dan caregiver yang berada dalam suatu institusi
formal ( Astuti, 2002). Caregiver yang bertugas di PSTW Budi Mulia
terdiri dari Pekerja Sosial dan Pramu Sosial. Fungsi pelayanan dan
pertolongan yang diberikan keduanya tidak jauh berbeda, keduanya
4
memberikan pelayanan sosial pada para lansia yang menjadi warga binaan
sosial ( WBS) di PSTW Budi Mulia. Yang membedakan mereka adalah
status kepegawaian yang berpengaruh pada fungsi administratif pelayanan
( Lubis, 2004). Caregiver formal yang bertugas di PSTW Budi Mulia
untuk selanjutnya akan disebut dengan Pekerja Sosial atau Pramu Sosial.
Di indonesia Idealnya seorang pekerja sosial dalam pelayanannya
terhadap klien menangani 5 klien ( Depsos RI, 1995: 5 dalam Marsaoly,
2001). Namun pada kenyataan di lapangan ada ketidakseimbangan jumlah
caregiver dengan warga binaan sosial. Di PSTW Budi Mulia 01 ratio
antara jumlah caregiver dan warga binaan sosial adalah 1:11, di PSTW
Budi Mulia 02 ratio perbandingannya 1 :11, di PSTW Budi Mulia 03 ratio
perbandingannya 1:11, dan di PSTW Budi Mulia 04 ratio
perbandingannya 1:13. Dari perbandingan ratio tersebut bisa terlihat
adanya beban berlebih yang dialami oleh para caregiver.
Oyebode 2003 dalam Juairiani 2004 dikatakan bahwa mereka yang
menerima pertolongan caregiver biasanya bergantung pada caregivernya.
Bagi caregiver tuntutan dari kliennya dapat mengakibatkan strees, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Caregiver memiliki tingkat stres
yang lebih tinggi dibandingkan noncaregivers (Pinquart & Sorensen
2003). Memberikan perawatan pada klien dengan kondisi penurunan
fungsional dirasakan begitu berat dan menyebabkan depresi bagi para
caregiver (Grunfeld 2004). Menurut Okoye dan Asa (2011), sebagai
seorang caregiver, memberikan perawatan terutama untuk orang tua,
menuntut pengorbanan yang besar, baik secara fisik dan emosional.
Sehingga peningkatan stress yang signifikan pada caregiver yag merawat
lansia dengan demensia banyak sekali ditemukan. Studi penelitian
menunjukkan bahwa 30 sampai 40 % dari caregiver lansia dementia
mengalami deprsei dan stress ( Alzheimer’s Association & National
Alliance for Caregiving 2004 ).
Caregiver berada pada risiko kesehatan yang lebih besar daripada
penerima perawatan, karena ketika caregiver mengabdikan diri dengan
kebutuhan orang lain, mereka cenderung mengabaikan kebutuhan mereka
5
sendiri. Mereka mungkin tidak mengenali atau mungkin mengabaikan
tanda-tanda penyakit, kelelahan atau depresi yang mereka alami. Stres
negatif dapat berdampak pada kesehatan fisik caregiver atau menyebabkan
caregiver secara fisik atau verbal agresif terhadap klien atau lansia. Studi
juga menunjukkan bahwa salah satu alasan untuk penelantaran dan
kekerasan pada lansia adalah stress pada caregiver (Gupta R, Chaudhuri
A, 2008 dalam Okoye 2011).
Studi menunjukkan bahwa 30% sampai 40% dari caregiver lansia
dengan demensia menderita depresi dan stress (Covinsky et all, 2003).
Zarit (2006), mengemukakan antara 40% sampai 70% dari caregiver
memiliki gejala klinis yang signifikan dari depresi, dengan sekitar
seperempat hingga setengah dari caregiver ditemukan kriteria diagnostik
utama untuk depresi. Caregiver yang mengalami depresi sangat mungkin
untuk mendapatkan gangguan kecemasan, penyalahgunaan atau
ketergantungan zat psikotropika, dan penyakit kronis. (Spector dan Tampi,
2005).
Hurrel (dalam Munandar 2001) dan Manuaba (2000)
mengemukakan salah satu faktor penyebab stress kerja adalah beban
kerja, faktor – faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stress adalah
kategori faktor – faktor intrinsik dalam pekerjaan adalah fisik dan tugas.
Beban kerja termasuk kedalam cakupan tugas. Data dan fakta menunjukan
lebih dari seperlima (22%) dari caregiver merasa kelelahan ketika mereka
pergi tidur dimalam hari, dan mereka banyak yang merasa tidak dapat
menangani semua tanggung jawab perawatan bagi para lansia akibat beban
kerja yang dirasa begitu berat. (Center on Aging Society, 2005).
Studi pendahuluan dilakukan terhadap 22 responden dari PSTW
Budi Mulia 04 dan PSTW Budi Mulia 01. Hasil studi pendahuluan
diketahui bahwa dari 22 responden 81,8 % mengalami stress sedang dan
18,2 % mengalami stress ringan. beban kerja yang di alami responden,
merasa beban kerja ringan sampai sedang 72,7 %.
Dari data dan fakta yang ditemukan peneliti dan mengacu pada
teori Hurrel (dalam Munandar, 2001) bahwa beban kerja merupakan salah
6
satu faktor yang menyebabkan stress kerja. Maka peneliti akan mengkaji
hubungan antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada caregiver.
Peneliti akan melakukan penelitian di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta.
Penelitian ini belum pernah diteliti di empat lokasi PSTW Budi Mulia di
wilyah DKI Jakarta,sehingga sangat relevan jika permasalahan ini
diangkat sebagai judul skripsi “ Hubungan antara Beban Kerja dengan
Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial
Tresna Werdha DKI Jakarta 2013”.
B. Rumusan Masalah
Stress merupakan reaksi internal individu untuk menyesuaikan diri
terhadap stressor yang dihadapinya. Reaksi ini akan mempengaruhi
individu berespon terhadap lingkungannya. Stress yang dialami oleh para
Pekerja sosial sebagai caregiver formal di Panti Sosial bisa berdampak
negatif baik untuk dirinya ataupun penerima perawatan. Banyaknya
penelitian yang memperlihatkan kondisi stress yang terjadi pada para
caregiver dan adanya perhitungan perbandingan jumlah caregiver dengan
warga binaan sosial yang cukup signifikan yakni di PSTW Budi Mulia 01
ratio antara jumlah caregiver dan warga binaan sosial adalah 1 : 11, di
PSTW Budi Mulia 02 ratio perbandingannya 1 : 11, di PSTW Budi Mulia
03 ratio perbandingannya 1 : 11, dan di PSTW Budi Mulia 04 ratio
perbandingannya 1 : 13, membuat peneliti ingin melihat seberapa jauh
hubungan beban kerja terhadap tingkat stress kerja yang dialami oleh para
caregiver.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai
caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta?
2. Bagaimana gambaran beban kerja pada pekerja sosial sebagai
caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta?
3. Apakah ada hubungan antara beban kerja dengan stress kerja pada
pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta ?
7
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
melihat Hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja pada
pekerja sosial sebagai caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia DKI Jakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik demografi pada pekerja sosial
sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta.
b. Mengetahui gambaran tingkat stress kerja pada pekerja sosial
sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta.
c. Mengetahui gambaran beban kerja pada pekerja sosial sebagai
caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta.
d. Mengetahui ada atau tidak hubungan antara beban kerja dengan
tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW
Budi Mulia DKI Jakarta.
E. Manfaat Penelitian
1. Institusi Pendidikan Keperawatan
Gambaran tingkat stress kerja dan beban kerja yang didapat dari
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan konseling Institusi
Pendidikan Keperawatan kepada para pekerja sosial sebagai caregiver
di PSTW dalam meningkatkan kualitas pelayanan sosial yang
diberikan. Secara tidak langsung, berguna untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial orang, kelompok maupun masyarakat yang
dibantu oleh Pekerja Sosial sebagai seorang caregiver.
8
2. Bagi Lembaga PSTW
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan yang bermanfaat serta membantu pimpinan lembaga atau
instansi dalam memberikan task schedule pada caregiver di PSTW.
3. Perkembangan Ilmu Keperawatan
Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan adalah sebagai
salah satu dasar untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang
tingka stres kerja yang dialami para caregiver di panti sosial.
4. Mahasiswa
a. Dapat memberikan masukan dan alternatif dalam mencegah dan
mengatasi masalah stres yang dialami mahasiswa dalam
memberikan pelayanan.
b. Dapat menambah pengetahuan tentang hal-hal yang dapat
menyebabkan stres saat memberikan pelayanan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui hubungan beban
kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Jakarta. Subjek yang diteliti
adalah para pemberi pelayanan atau caregiver di PSTW Budi Mulia 01,
PSTW Budi Mulia 02, PSTW Budi Mulia 03, dan PSTW Budi Mulia 04.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif analitik dan
menggunakan desain penelitian cross sectional.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Caregiver
Oyeboed mendefinisikan caregiver adalah “The person who
provides care to another one who is defendent on him or her for help”
(Oyebode 2003). Juairiani (2004) dalam tugas kesarjanaannya
menyimpulkan bahwa caregiver adalah individu (baik keluarga, teman,
tenaga sukarela ataupun tenaga profesional yang dibayar) yang memberi
perhatian, menyediakan kebutuhan fisik, memberi bantuan atau
kenyamanan, serta perlindungan dan pengawasan kepada individu lain
yang membutuhkan pertolongan karena sedang dalam keadaan sakit atau
tidak mampu. Caregiver adalah seseorang yang memberikan bantuan
kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan
karena penyakit dan keterbatasannya (Sukmarini, 2009). Seorang
caregiver bisa berasal dari anggota keluarga, teman, ataupun tenaga
profesional yang mendapatkan bayaran (Nadya, 2009). Caregiver lansia
adalah seseorang baik itu berasal dari keluarga, teman, tetangga, ataupun
tenaga profesional yang memberikan perawatan, memberikan perhatian,
menyediakan kebutuhan fisik, memberi bantuan atau kenyamanan, serta
perlindungan dan pengawasan kepada lansia karena ketidakmampuan,
keterbatasan atau dalam keadaan sakit.
1. Tipe Tipe Tugas Caregiver
Birren dan Schale dalam Juairiani (2004) menjelaskan
mengenai tipe – tipe dan tugas caregiver yang digolongkan
kedalam dua kelompok yaitu :
a. Berdasarkan bentuk gangguan yang dialami klien
Bentuk gangguan yang dialami klien dapat
mempengaruhi jenis bantuan yang diberikan oleh
caregiver. Sebagai contoh, klien yang mengalami gangguan
10
pada fungsi fisik mengetahui apa yang hendak ia lakukan
namun tidak mampu mengerjakannya tanpa bantuan
caregiver.
b. Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh caregiver
Ada beberapa bentuk tindakan yang dapat diberikan
oleh caregiver antara lain menyediakan materi yang dapat
memeberikan pertolongan langsung, memberikan informasi
atau saran tentang situasi dan kondisi klien, memberikan
rasa nyaman dan dihargai serta diberikan kepada klien,
menghargai positif individu dan memberi semangat serta
persetujuan positif kepada klien. Serta membuat individu
merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang saling
membutuhkan.
Dalam melaksanakan tugasnya, para caregiver di
PSTW tergolong kedalam dua tipe diatas, memberikan
pelayanan, perawatan, advokasi, sekaligus edukator bagi
para lansia. Tidak hanya itu saja, para caregiver juga
berperan dalam kenyamanan dan ketenangan para lansia di
panti.
2. Karakteristik Caregiver
Seorang caregiver percaya bahwa dirinya memiliki
kemampuan, bersahabat, berharga, termotivasi secara internal,
dapat menjadi tempat bergantug dan suka menolong orang lain.
Compton dan galaway menambahakan kematangan yang terdiri
dari kapasitas untuk kreatif, mampu mengobservasi diri sendiri
ketika berinteraksi dengan orang lain, memiliki keinginan untuk
menolong, sert memiliki keberanian serta kepekaan untuk menilai
dan memutuskan sesuatu atas dasar kepentingan klien (Combs, et
al dalam Juairiani 2004).
11
3. Jenis Caregiver
Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver
formal. Caregiver informal adalah salah seorang individu (anggota
keluarga, teman atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa
dibayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama
maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver
formal adalah caregiver yang merupakan bagian dari sistem
pelayanan baik dibayar maupun sukarelawan (Sukmarini, 2009).
Dalam konteks ini para caregiver di PSTW tergolong kedalam
jenis caregiver formal. Karena para caregiver di PSTW merupakan
bagian dari sistem pelayanan.
4. Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial
Dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial (termasuk pelayanan
lansia), banyak lembaga kesejahteraan sosial yang memperkerjakan
tenaga – tenaga profesional dan fungsional, yang salah satunya
adalah pekerja sosial ( social worker) ( Marsaoly, 2001).
Pekerja sosial adalah menurut keputusan menteri sosial RI No.
25/HUK/1996, “seseorang yang mempunyai kompetensi profesional
yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman
praktek di bidang pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial yang
diakui secara resmi oleh pemerintah, dan melaksanakan tugas
fungsional.
Menurut Berry dalam Handayani (2004) istilah pekerja sosial
diartikan sebagai :
“the term ‘social worker’ to prefer to people who are paid in a
profesional capacity to undertake the tasks of konselling and or
social care palnning.” Istilah pekerja sosial menunjuk kepada orang
yang dibayar dalam suatu kemampuan profesional untuk
mengadakan tugas tugas konseling dan atau perencanaan perawatan
perlindungan social.
12
Pekerja sosial selaku ujung tombak daripada pelaksanaan
pelayanan sosial oleh suatu lembaga ( termasuk panti) keberadaanya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam melayani klien
karena itulah merekalah yang lebih mengetahui dan mengenali
langsung masalah dan kebutuhan yang dirasakan oleh klien.
Disamping itu juga pengetahuan dan keterampilan pekerjaan sosial
yang mereka miliki, baik diperoleh lewat pendidikan maupun
pelatihan – pelathan yang dilaksanakan, baik oleh kementrian sosial
maupun institusi – intstitusi lain sangat diperlukan dalam rangka
melaksanakan pelayanan sosial.
Pekerja sosial di panti sosial adalah caregiver formal yang bertugas
meningkatkan kualitas hidup penghuni panti sosial sehingga mereka
dapat hidup lebih baik di masyarakat. Caregiver yang bertugas di
panti sosial yang ada di indonesia terdiri dari pekerja sosial dan
pramu sosial. Fungsi pelayanan dan pertolongan yang diberikan
keduanya tidak jauh berbeda dimana keduanya memberikan
pelayanan sosial pada klien yang ada di panti tempat mereka bekerja.
Yang membedakan adalah status kepegawaian yang berpengaruh
pada fungsi adminitrasi. Para caregiver melakukan tugasnya
dituntun oleh sejumlah kepercayaan yang terpendam yang
memotivasinya untuk melakukan perilaku menolong. Dalam
menjalankan tugas, fungsi dan perannya sebagai tenaga fungsional,
para caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Jakarta
terikat pada ketentuan – ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini
adalah buku panduan pekerja sosial yang diterbitkan oleh Sekjen
Depsos RI tahun 1998 dan merupakan pedoman bagi para pekerja
sosial dalam rangka menjalankan tugas pelayanan bidang
kesejahteraan sosial .
Dalam htttp://www.kemensos.go.id/peksos.htm disebutkan bahwa
fungsi pekerja sosial adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan pencegahan terhadap timbul dan
berkembangnya masalah masalah sosial
13
b. Melaksanakan rehabilitasi antara lain memperbaiki ,
memulihkan peran peran sosial yang terganggu
c. Melaksanakan pengembangan kemampuan individu, kelompok
dan masyarakat dalam meningkatkan taraf kesejahteraan
sosialnya dan mendayagunkaan potensi dan sumber sumber
d. Memberikan dukungan terhadap profesi dan sektor - sektor
lain guna peningkatan kualitas pelayanan sosial.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pekerja sosal adalah
merupakan caregiver yang menolong orang atau kelompok lain
dengan berdasarkan pegetahuan, nilai – nilai dan keahlian
profesional yang diberikan secara sadar dan dan satu arah.
B. Definisi Stress Kerja
1. Definisi Stress
Stress merupakan istilah dari bahasa latin “stingere” yang berarti
“keras” (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan penelaahan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu
dari straise, strest, stresce, dan stres (Yosep, 2007). Stress adalah
suatu keadaaan ketika seseorang berespon terhadap perubahan yang
terjadi dari situasi yang normal dan stabil dalam hidupnya. Stress
bukanlah penyakit, namun kondisi stress dapat mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan baik secara fisik, emosional intelektual,
sosial dan spiritual (Kozier, 2004). Stres adalah respon manusia yang
bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntunan kebutuhan yang ada
dalam dirinya (Pusdikakes Depkes. RI dalam Sunaryo 2004). Bapak
dari konsep stress modern, Selye (1976 dalam Potter & Perry, 2005),
menyatakan bahwa stres adalah segala situasi dimana tuntutan
nonspesifik mengharuskan seorang individu untuk merespon atau
melakukan tindakan.
14
2. Definisi Stress Kerja
Stress kerja merupakan respon psikologis individu terhadap
tuntutan di tempat kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi
dalam mengatasinya. Stress kerja merupakan respon seseorag terhadap
tuntutan dari pekerjaanya (Martina, 2012). Spears (2008)
mendefinisikan stress kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tekanan
yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat merugikan.
3. Tahapan Stress
Menurut Amberg (1979) seperti yang dikemukakan Hawari (2008)
bahwa tahapan stres sebagai berikut :
a. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan,
dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan berikut :
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).
2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasannya.
3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya ; namun tanpa disadari cadangan energi
dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang
berlebihan pula.
4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan
semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari
cadangan energi semakin menipis.
b. Stres tahap II
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang
yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut :
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya
merasa segar
2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang
3) Lekas merasa capek menjelang sore hari
15
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort).
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya
(berdebar-debar)
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
7) Tidak bisa santai.
c. Stres tahap III
Pada tahap III keluhan semakin meningkat dan
mengganggu yaitu :
1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata;
misalnya keluhan maag (gastritis), buang air besar
tidak teratur (diare).
2) Ketegangan otot-otot semakin terasa.
3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan
emosional semakin meningkat.
4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar
untuk mulai masuk tidur (early imsomnia), atau
terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
(middle imsomnia), atau bangun terlau pagi atau
dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late
imsomnia).
5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa mau
pingsan). Kesempatan untuk beristrirahat guna
menambah suplai energi yang mengalami defisit.
d. Stres tahapan IV
1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa
amat sulit.
2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan
dan mudah diselesaikan menjadi membosankan
dan terasa lebih sulit.
16
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespons secara
memadai (adequate).
4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan
rutin sehari-hari.
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi
yang menegangkan
6) Seringkali menolak ajakan (negativesm) kerena
tidak semangat dan kegairahan.
7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
8) Timbul perasaan ketakuatan dan kecemasan yang
tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut maka seseorang itu akan jatuh dalam
stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut :
1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin
mendalam (physical and psychological ex-
haution).
2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan
sahari-hari yang ringan dan sederhana.
3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat
(gastro-intestinal disorder)
4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang
semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f. Stres tahap VI
1) Debaran jantung teramat keras
2) Susah bernafas (sesak dan megap-megap)
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan
keringat bercucuran
4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
17
5) Pingsan dan kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana
digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang
disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai
akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk
mengatasinya.
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Stress
Stressor diperkenalkan oleh Selye. Stressor adalah faktor-faktor
dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres.
Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik,
psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah,
dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Tekanan stress
atau stressor akan membebani individu dan mengakibatkan gangguan
keseimbangan fisik maupun psikis. Usaha seseorang dalam
menanggulangi stressor dikatakan stress (Maramis, 2009). Stres
merupakan reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau
tekanan (stimulus stressor) (Hartono, 2007).
Potter & perry (2005) mengklasifikasikan faktor penyebab stres
menjadi 2 yaitu:
a. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang seperti: kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi,
dan motivasi/harapan.
b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang
seperti: perubahan ,lingkungan sekitar, keluarga,hubungan
interpersonal dan sosial budaya.
Adapun menurut Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), stres
ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a. Penyebab makro menyangkut peristiwa besar dalam
kehidupan seperti kematian, perceraian, luka bathin,
kebangkrutan.
18
b. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-
hari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaaan,
masalah apa yang akan dimakan, dan antri.
Menurut Munandar dalam Psikologi Kesehatan, faktor – faktor
yang berhubungan dengan stress kerja adalah :
a. Tuntutan Tugas
1) Shift kerja
Penelitian kepada para pekerja shift menunjukkan
bahwa kerja shift merupakan sumber utama dari stress
bagi para pekerja. (Monk & Tepas 1985 dalam
Komara 2012).
2) Beban Kerja
Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja
kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara
kuantitatif yaitu timbul karena tugas – tugas terlalu
banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif
jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas
atau tidak menggunakan keterampilan atau potensi
dari pekerja (Munandar, 2001).
c. Peran individu dalam Organisasi
Setiap pekerja bekerja sesuai dengan perannya dalam
organsasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok
tugasnya yang harus ia lakukan sesuai dengan aturan – aturan
yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan atasannya.
Namun demikian, pekerja tidak selalu berhasil memainkan
perannya tanpa menimbulkan masalah sehingga hal ini
merupakan pembangkit stress yang meliputi konflik peran
dan ketidak jelasan kerja.
Konflik peran akan timbul jika seorang tenaga kerja
mengalami adanya pertentangan antara tugas – tugas yang
19
harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki
atau tugas – tugas yang harus ia lakukan yang menurut
pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaan.
Konflik peran juga dapat terjadi akibat adanya tuntutan –
tuntutan yang bertentangan dari atasa, rekan, bawahannya,
atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya.
Pertentangan dengan nilai – nilai pribadi pun sewaktu-waktu
dapat menyebabkan terjadinya konflik peran saat pekerja
melakukan tugasnya.
d. Pengembangan Karir
Pengembangan karir merupakan pembangkit stress yang
potensial yang mencangkup ketidakpastian pekerjaan,
promosi yang berlebih atau promosi yang kurang.
e. Hubungan dalam pekerjaan
Hubungan yang buruk dengan atasan, rekan kerja dan
bawahan dalam bekerja dapat memicu timbulnya stress dan
absenteisme dalam bekerja.
f. Struktur dan Iklim Organisasi
Faktor stress yang dikemukakan dalam kategori ini
berpusat pada sehjauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau
berperan serta dan pada support sosial. Kurangnya peran serta
atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan
dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan
peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan
produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental
dan fisik. (Komara,2012).
20
g. Tuntutan dari luar organisasi
Kategori pembangkit stress potensial ini mencangkup
segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi
dengan peristiwa – peristiwa kehidupan dan kerja didalam
satu organisasi, dengan demikian memberi tekanan pada
individu. Namun perlu diketahui bahwa peristiwa pribadi
dapat meringankan akibat dari pembangkit stress organisasi.
Jadi support sosial berfungsi sebagai bantal penahan stress.
Sebaliknya, kepuasan kerja dapat membantu individu untuk
menghadapi kehidupan pribadi yang penuh stress dengan
berfungsi sebagai bantal penahan.
h. Ciri – ciri individu
Stress ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh
mana ia melihat situasinya sebagai penuh stress
(Komara,2012). Reaksi – reaksi psikologis, fisiologis dalam
bentuk perilaku terhadap stress adalah hasil dari interaksi
situasi dengan individunya sendiri, mencakup ciri – ciri
kepribadian yang khusus dan pola – pola perilaku yang
didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai- nilai, pengalaman
masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan.
1) Kepribadian
Faktor – faktor dalam diri individu berfungsi
sebagai faktor pengaruh antara rangsangan dari
lingkungan yang merupakan pembangkit stress
potensial dengan individu.
2) Kecakapan
Merupakan variable yang ikut menentukan stress
tidaknya suatu situasi yang sedang dihadapi, jika
seorang pekerja menghadapi masalah yang ia rasakan
21
tidak mampu ia pecahkan, sedangkan situasi tersebut
penting bagi dirinya sehingga ia mengalami stress.
Ketidakmampuan menghaddapi situasi menimbulkan
rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu
mengahadapi situasi orang justru akan merasa di
tantang dan motivasinya akan meningkat.
3) Nilai dan Kebutuhan
Setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing –
masing, kebudayaan yang terdiri dari keyakinan –
keyakinan, nilai – nilai, dan norma – norma perilaku
yang menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi
masalah – masalah adaptasi eksternal dan internal.
4) Masa Kerja
Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya
stress. hal ini sesuai dengan pendapat Robbin
berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang
memeberikan reaksi terhadap stress sepanjang waktu
dan terhadap perubahan intensitas stress, baik masa
kerja yang sebentar ataupun lama dapat menjadi pemicu
terjadinya stress kerja serta diperberat dengana danya
beban kerja yang besar. Pekerja yang telah bekerja di
atas 5 (lima) tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan
yang lebih tinggi dari pada pekerja yang baru bekerja.
Sehingga adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat
menyebabkan stress dalam bekerja (Munandar,2004).
5) Umur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh UO
Okoye dan SS Asa (2011) pada 330 care giver di Panti
sosial di Negara bagian Nigeria tenggara menyebutkan,
22
tingkat stress pada caregiver yang masih remaja lebih
tinggi dibanding caregiver dewasa hal ini dikarenakan
para remaja tersebut memiliki lebih banyak kegiatan
dan tidak tersedianya waktu yang cukup untuk
mengurus hal lain yang menarik perhatian mereka.
Selain itu caregiver yang telah dewasa memiliki
pengalaman yang lebih dalam memberikan pelayanan
sehingga dengan pengalaman tersebut para caregiver
dewasa mampu mengatasi permasalahan lebih baik
daripada para caregiver remaja.
6) Pendidikan
Penelitian yang dilakukan oleh UO Okuye dan SS
Asa 2011 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
caregiver berpengaruh pada tingkat pengalaman stress.
Cregiver dengan tingkat pendidkan yang rendah
mengalami tingkat stress yang tinggi dibandingkan
dengan tingkat pendidikan yang tinggi.
7) Status pernikahan
Menurut Handy (dalam Komara 2012) menyatakan
bila seorang pekerja mendapatkan dukungan dalam
karir dari isteri atau suami maka ia akan mendapatkan
kepuasan kerja. Oleh karena itu hubungan pernikahan
yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau
mengurangi stress kerja.
5. Sumber Stress
Menurut Cooper (1983) dalam Prihatini (2008) sumber stress kerja
terdiri dari faktor – faktor :
23
a. Lingkungan kerja ; Kondisi kerja yang buruk berpotensi
menyebabkan pekerja mudah sakit, mengalami stress dan
menurunkan produktivitas kerja.
b. Overload (beban kerja berlebih) ; beban kerja kuantitatif bila
target kerja melebihi kerja yang bersangkutan akibatnya
mudah lelah dan berada dalam ketegangan. Beban kerja
berlebihan secara kualitatif, bila pekerjaan memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi.
c. Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menantang
atau tidak menarik lagi bagi pekerja, akibatnya timbul
berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidakpuasan dan lain
sebagainya.
d. Pekerjaan berisiko tinggi, peerjaan yang berbahaya bagi
keselamatan.
Menurut Rice (1999) dalam (Marita, 2012) beberapa sumber stress
yang dapat mengakibatkan stress kerja antara lain :
a. Physichal danger, yaitu sumber potensial yang dapat
mengakibatkan stress kerja terutama saat pekerja menghadapi
kemungkinan terluka. Pekerjaan yang berada pada pekerjaan
yang darurat misalnya polisi, pemadam kebakaran, dan
tentara memiliki kemungkinan stress kerja.
b. Shift Work adalah salah satu sumber stress kerja. Shift work
dapat mengakibatkan terganggunya pola tidur, ritme
neurophysiological, metabolisme tubuh dan efisien mental.
Reaksi tersebut terjadi karena terganggunya cicardian
ryhtem, yaitu tipe jam biologis tubuh.
c. Role ambiguity (ambiguitas peran ) adalah sumber stress
kerja yang banyak terjadi terutama dalam struktur organisasi
yang besar. Ini terjadi karena peran menunjukkan ekspektasi
sosial yang akan ditunjukkan individu pada perilakunya saat
individu tersebut menduduki posisi yang jelas.
24
d. Interpersonal Stress. rendahnya hubungan interpersonal
individu dapat mengakibatkan stress kerja. Hubungan
interpersonal dibutuhkan oleh pekerja.
e. Career development. Stress kerja dapat diakibatkan oleh
ketidaktersediaanya kebutuhan karir oleh pekerja, dimana
penelitian mengenai stress kerja mengatakan bahwa
seseorang membawa harapan spesifik terhadap pekerjaanya,
harapan mengenai hal – hal yang berlalu begitu cepat, atau
terus menerus dan berharap akan adanya kemajuan.
f. Organiational structure. Stuktur organisasi dapat
mengakibatkan stress kerja, pekerja biasanya mengalami
permasalahan dengan struktur yang tidak jelas,
ketidakstabilan politik dalam organisasi dan ketidakmampuan
supervisi dalam manajemen.
g. Hubungan antara rumah dan pekerjaan, masalah pribadi,
pekerjaan dirumah dapat mengakibatkan stress kerja di
lingkungan tempat dia bekerja.
h. Kebosanan dan situasi monoton, situasi yang membosankan
dan monoton dapat mengakibatkan stress kerja. Pekerja
menerima pekerjaan mereka sebagai sesutu yang
membosankan, monoton dan dilakukan berulang – ulang
i. Technostress, tekhnologi dapat menjadi sumber stress bagi
pekerja saat pekerja merasakan kondisi dari ketidakmampuan
mereka atau organisasinya untuk beradaptasi dengan
tekhnologi yang baru.
6. Tingkatan Stress
Leidy et al (1990) dalam Potter & Perry (2005) mengemukakan
bahwa situasi stress ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan
fisiologis kronis, tetapi stress sedang dan berat dapat menimbulkan
resiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis. Seperti
25
yang dikategorikan Leidy et al, Rasmun (2004) juga mengkategorikan
stress menjadi tiga kategori :
a. Ringan (stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari
seseorang, terjadi hanya beberapa menit atau beberapa jam)
b. Sedang (stress yang dapat memicu terjadinya penyakit,
terjadi lebih lama dari stress ringan beberapa jam hingga
beberapa hari)
c. Berat (stress yang dapat memicu terjadinya penyakit, stress
kronis yang terjadi beberapa minggu hingga beberapa tahun)
C. Definisi Beban kerja
1. Definisi beban kerja
Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan
kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena tugas
– tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja
kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau
tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerja.
(Munandar,2001). Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang
terlalu sedikit dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita
gangguan atau penyakit akibat kerja. Tidak hanya itu saja, beban
kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan fisik
atau mental dan reaksi – reaksi emosional seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan beban kerja
yang terlalu sedikit dimana terjadi pengulangan gerak akan
mengakibatkan kebosanan, rasa monoton. Beban kerja yang
berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Manuaba,
2000).
2. Beban kerja pada caregiver
Beban tanggung jawab caregiving mempengaruhi kualitas
hubungan antara pengasuh dan penerima perawatan, kesehatan
caregiver dan keputusan untuk melembagakan penerima perawatan
26
(Pinquart & Sorensen, (2007); Schulz & Martire, (2004) dalam
Savundranayagam et all (2010)) . Beban pada caregiver
mempengaruhi kesehatan caregiver ataupun penerima perawatan
(Kim et all, 2012).
Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subyektif dan
beban obyektif. Beban subyektif caregiver adalah respon
psikologis yang dialami caregiver sebagai akibat perannya dalam
merawat pasien. Sedangkan beban obyektif caregiver yaitu
masalah praktis yang dialami oelh caregiver, seperti masalah
keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam
pekerjaan, dan aktifitas sosial (Sukmarini 2009).
Ada 3 faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan
pribadi dan sosial caregiver. Beban psikologis dan perasaan
bersalah. Caregiver harus memberikan sejumlah waktu energi dan
uang. Tugas ini acap kali dirasakan tidak menyenangkan
menyebabkan stress psikologis dan melelahkan secara fisik. Faktor
terakhir berhubungan dengan perasaan bersalah seperti seharusnya
dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat merawat dengan baik,
dan lain sebagainya (Rahmat, 2009). Beban kerja caregiver telah
didefinisikan sebagai respon multidimensi akibat penilaian negatif
dan stress yang dirasakan akibat mengurus individu yang sakit atau
memiliki keterbatasan (Kim et all, 2012).
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi
oleh faktor – faktor berikut :
a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh
pekerja. Fakor eksternal mencakup tiga aspek yang sering
kali disebut stressor. Pertama, tugas – tugas yang bersifat
fisik seperti stasiun kerj, tata ruang, tempat kerja, alat dan
sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas –
tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan,
27
tingkat kesulitan pekerjaan dan tanggung jawab pekerjaan.
Kedua, organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu
istiraha, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan,
model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.
Dan yang ketiga, lingkungan kerja baik lingkungan kerja
fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan
lingkungan kerja psikologis.
b. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh
itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi
tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai
baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal
meliputi faktor somatis ( jenis kelamin, umur, ukuran tubuh,
status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis
(motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan).
D. Penelitian Terkait
Lebih dari seperlima (22%) dari caregiver merasa kelelahan ketika
mereka pergi tidur dimalam hari, dan mereka banyak yang merasa tidak
dapat menangani semua tanggung jawab perawatan bagi para lansia akibat
beban kerja yang dirasa begitu berat. (Center on Aging Society, 2005).
Berdasarkan penelitian Prihatini (2008), Terdapat hubungan yang
signifikan antara beban kerja dengan stress kerja pada perawat perawatan
ruang penyakit dalam RSUD Sidikalang. Menurut Campbell et al. (2008),
faktor lain yang terkait dengan beban caregiver yang dapat menyebabkan
stres bagi caregiver salah satunya adalah kualitas hubungan antara
caregiver dan klien, kemampuan kognitif klien, perilaku dan gejala
psikologis yang ditampilkan oleh klien, jenis kelamin caregiver, dan
peristiwa tidak baik dalam kehidupan. Hasil penelitian Fitrikasari et all
(2012), pada caregiver penderita skizofrenia didapatkan bahwa nilai skor
BAS (Burden Assessment Schedule) antara 18 sampai dengan 40, dengan
rata – rata 26,41. Sebanyak 89 responden (89%) merasa terbebani dengan
kondisi penderita. Beban cregiver mengancam kondisi fisik, psikologis,
28
emosional dan kesehatan fungsional caregiver (Zarit et al. 1980, Parks &
Novielli 2000, Etters et al. 2008, Carretero et al. 2009 dalam
Savundranayagam 2010).
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Caregiver
Oyeboed mendefinisikan caregiver adalah “The person who
provides care to another one who is defendent on him or her for help”
(Oyebode 2003). Juairiani (2004) dalam tugas kesarjanaannya
menyimpulkan bahwa caregiver adalah individu (baik keluarga, teman,
tenaga sukarela ataupun tenaga profesional yang dibayar) yang memberi
perhatian, menyediakan kebutuhan fisik, memberi bantuan atau
kenyamanan, serta perlindungan dan pengawasan kepada individu lain
yang membutuhkan pertolongan karena sedang dalam keadaan sakit atau
tidak mampu. Caregiver adalah seseorang yang memberikan bantuan
kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan
karena penyakit dan keterbatasannya (Sukmarini, 2009). Seorang
caregiver bisa berasal dari anggota keluarga, teman, ataupun tenaga
profesional yang mendapatkan bayaran (Nadya, 2009). Caregiver lansia
adalah seseorang baik itu berasal dari keluarga, teman, tetangga, ataupun
tenaga profesional yang memberikan perawatan, memberikan perhatian,
menyediakan kebutuhan fisik, memberi bantuan atau kenyamanan, serta
perlindungan dan pengawasan kepada lansia karena ketidakmampuan,
keterbatasan atau dalam keadaan sakit.
1. Tipe Tipe Tugas Caregiver
Birren dan Schale dalam Juairiani (2004) menjelaskan
mengenai tipe – tipe dan tugas caregiver yang digolongkan
kedalam dua kelompok yaitu :
a. Berdasarkan bentuk gangguan yang dialami klien
Bentuk gangguan yang dialami klien dapat
mempengaruhi jenis bantuan yang diberikan oleh
caregiver. Sebagai contoh, klien yang mengalami gangguan
10
pada fungsi fisik mengetahui apa yang hendak ia lakukan
namun tidak mampu mengerjakannya tanpa bantuan
caregiver.
b. Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh caregiver
Ada beberapa bentuk tindakan yang dapat diberikan
oleh caregiver antara lain menyediakan materi yang dapat
memeberikan pertolongan langsung, memberikan informasi
atau saran tentang situasi dan kondisi klien, memberikan
rasa nyaman dan dihargai serta diberikan kepada klien,
menghargai positif individu dan memberi semangat serta
persetujuan positif kepada klien. Serta membuat individu
merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang saling
membutuhkan.
Dalam melaksanakan tugasnya, para caregiver di
PSTW tergolong kedalam dua tipe diatas, memberikan
pelayanan, perawatan, advokasi, sekaligus edukator bagi
para lansia. Tidak hanya itu saja, para caregiver juga
berperan dalam kenyamanan dan ketenangan para lansia di
panti.
2. Karakteristik Caregiver
Seorang caregiver percaya bahwa dirinya memiliki
kemampuan, bersahabat, berharga, termotivasi secara internal,
dapat menjadi tempat bergantug dan suka menolong orang lain.
Compton dan galaway menambahakan kematangan yang terdiri
dari kapasitas untuk kreatif, mampu mengobservasi diri sendiri
ketika berinteraksi dengan orang lain, memiliki keinginan untuk
menolong, sert memiliki keberanian serta kepekaan untuk menilai
dan memutuskan sesuatu atas dasar kepentingan klien (Combs, et
al dalam Juairiani 2004).
11
3. Jenis Caregiver
Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver
formal. Caregiver informal adalah salah seorang individu (anggota
keluarga, teman atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa
dibayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama
maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver
formal adalah caregiver yang merupakan bagian dari sistem
pelayanan baik dibayar maupun sukarelawan (Sukmarini, 2009).
Dalam konteks ini para caregiver di PSTW tergolong kedalam
jenis caregiver formal. Karena para caregiver di PSTW merupakan
bagian dari sistem pelayanan.
4. Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial
Dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial (termasuk pelayanan
lansia), banyak lembaga kesejahteraan sosial yang memperkerjakan
tenaga – tenaga profesional dan fungsional, yang salah satunya
adalah pekerja sosial ( social worker) ( Marsaoly, 2001).
Pekerja sosial adalah menurut keputusan menteri sosial RI No.
25/HUK/1996, “seseorang yang mempunyai kompetensi profesional
yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman
praktek di bidang pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial yang
diakui secara resmi oleh pemerintah, dan melaksanakan tugas
fungsional.
Menurut Berry dalam Handayani (2004) istilah pekerja sosial
diartikan sebagai :
“the term ‘social worker’ to prefer to people who are paid in a
profesional capacity to undertake the tasks of konselling and or
social care palnning.” Istilah pekerja sosial menunjuk kepada orang
yang dibayar dalam suatu kemampuan profesional untuk
mengadakan tugas tugas konseling dan atau perencanaan perawatan
perlindungan social.
12
Pekerja sosial selaku ujung tombak daripada pelaksanaan
pelayanan sosial oleh suatu lembaga ( termasuk panti) keberadaanya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam melayani klien
karena itulah merekalah yang lebih mengetahui dan mengenali
langsung masalah dan kebutuhan yang dirasakan oleh klien.
Disamping itu juga pengetahuan dan keterampilan pekerjaan sosial
yang mereka miliki, baik diperoleh lewat pendidikan maupun
pelatihan – pelathan yang dilaksanakan, baik oleh kementrian sosial
maupun institusi – intstitusi lain sangat diperlukan dalam rangka
melaksanakan pelayanan sosial.
Pekerja sosial di panti sosial adalah caregiver formal yang bertugas
meningkatkan kualitas hidup penghuni panti sosial sehingga mereka
dapat hidup lebih baik di masyarakat. Caregiver yang bertugas di
panti sosial yang ada di indonesia terdiri dari pekerja sosial dan
pramu sosial. Fungsi pelayanan dan pertolongan yang diberikan
keduanya tidak jauh berbeda dimana keduanya memberikan
pelayanan sosial pada klien yang ada di panti tempat mereka bekerja.
Yang membedakan adalah status kepegawaian yang berpengaruh
pada fungsi adminitrasi. Para caregiver melakukan tugasnya
dituntun oleh sejumlah kepercayaan yang terpendam yang
memotivasinya untuk melakukan perilaku menolong. Dalam
menjalankan tugas, fungsi dan perannya sebagai tenaga fungsional,
para caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Jakarta
terikat pada ketentuan – ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini
adalah buku panduan pekerja sosial yang diterbitkan oleh Sekjen
Depsos RI tahun 1998 dan merupakan pedoman bagi para pekerja
sosial dalam rangka menjalankan tugas pelayanan bidang
kesejahteraan sosial .
Dalam htttp://www.kemensos.go.id/peksos.htm disebutkan bahwa
fungsi pekerja sosial adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan pencegahan terhadap timbul dan
berkembangnya masalah masalah sosial
13
b. Melaksanakan rehabilitasi antara lain memperbaiki ,
memulihkan peran peran sosial yang terganggu
c. Melaksanakan pengembangan kemampuan individu, kelompok
dan masyarakat dalam meningkatkan taraf kesejahteraan
sosialnya dan mendayagunkaan potensi dan sumber sumber
d. Memberikan dukungan terhadap profesi dan sektor - sektor
lain guna peningkatan kualitas pelayanan sosial.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pekerja sosal adalah
merupakan caregiver yang menolong orang atau kelompok lain
dengan berdasarkan pegetahuan, nilai – nilai dan keahlian
profesional yang diberikan secara sadar dan dan satu arah.
B. Definisi Stress Kerja
1. Definisi Stress
Stress merupakan istilah dari bahasa latin “stingere” yang berarti
“keras” (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan penelaahan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu
dari straise, strest, stresce, dan stres (Yosep, 2007). Stress adalah
suatu keadaaan ketika seseorang berespon terhadap perubahan yang
terjadi dari situasi yang normal dan stabil dalam hidupnya. Stress
bukanlah penyakit, namun kondisi stress dapat mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan baik secara fisik, emosional intelektual,
sosial dan spiritual (Kozier, 2004). Stres adalah respon manusia yang
bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntunan kebutuhan yang ada
dalam dirinya (Pusdikakes Depkes. RI dalam Sunaryo 2004). Bapak
dari konsep stress modern, Selye (1976 dalam Potter & Perry, 2005),
menyatakan bahwa stres adalah segala situasi dimana tuntutan
nonspesifik mengharuskan seorang individu untuk merespon atau
melakukan tindakan.
14
2. Definisi Stress Kerja
Stress kerja merupakan respon psikologis individu terhadap
tuntutan di tempat kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi
dalam mengatasinya. Stress kerja merupakan respon seseorag terhadap
tuntutan dari pekerjaanya (Martina, 2012). Spears (2008)
mendefinisikan stress kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tekanan
yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat merugikan.
3. Tahapan Stress
Menurut Amberg (1979) seperti yang dikemukakan Hawari (2008)
bahwa tahapan stres sebagai berikut :
a. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan,
dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan berikut :
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).
2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasannya.
3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya ; namun tanpa disadari cadangan energi
dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang
berlebihan pula.
4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan
semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari
cadangan energi semakin menipis.
b. Stres tahap II
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang
yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut :
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya
merasa segar
2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang
3) Lekas merasa capek menjelang sore hari
15
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort).
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya
(berdebar-debar)
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
7) Tidak bisa santai.
c. Stres tahap III
Pada tahap III keluhan semakin meningkat dan
mengganggu yaitu :
1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata;
misalnya keluhan maag (gastritis), buang air besar
tidak teratur (diare).
2) Ketegangan otot-otot semakin terasa.
3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan
emosional semakin meningkat.
4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar
untuk mulai masuk tidur (early imsomnia), atau
terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
(middle imsomnia), atau bangun terlau pagi atau
dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late
imsomnia).
5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa mau
pingsan). Kesempatan untuk beristrirahat guna
menambah suplai energi yang mengalami defisit.
d. Stres tahapan IV
1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa
amat sulit.
2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan
dan mudah diselesaikan menjadi membosankan
dan terasa lebih sulit.
16
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespons secara
memadai (adequate).
4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan
rutin sehari-hari.
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi
yang menegangkan
6) Seringkali menolak ajakan (negativesm) kerena
tidak semangat dan kegairahan.
7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
8) Timbul perasaan ketakuatan dan kecemasan yang
tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut maka seseorang itu akan jatuh dalam
stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut :
1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin
mendalam (physical and psychological ex-
haution).
2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan
sahari-hari yang ringan dan sederhana.
3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat
(gastro-intestinal disorder)
4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang
semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f. Stres tahap VI
1) Debaran jantung teramat keras
2) Susah bernafas (sesak dan megap-megap)
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan
keringat bercucuran
4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
17
5) Pingsan dan kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana
digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang
disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai
akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk
mengatasinya.
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Stress
Stressor diperkenalkan oleh Selye. Stressor adalah faktor-faktor
dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres.
Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik,
psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah,
dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Tekanan stress
atau stressor akan membebani individu dan mengakibatkan gangguan
keseimbangan fisik maupun psikis. Usaha seseorang dalam
menanggulangi stressor dikatakan stress (Maramis, 2009). Stres
merupakan reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau
tekanan (stimulus stressor) (Hartono, 2007).
Potter & perry (2005) mengklasifikasikan faktor penyebab stres
menjadi 2 yaitu:
a. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang seperti: kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi,
dan motivasi/harapan.
b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang
seperti: perubahan ,lingkungan sekitar, keluarga,hubungan
interpersonal dan sosial budaya.
Adapun menurut Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), stres
ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a. Penyebab makro menyangkut peristiwa besar dalam
kehidupan seperti kematian, perceraian, luka bathin,
kebangkrutan.
18
b. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-
hari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaaan,
masalah apa yang akan dimakan, dan antri.
Menurut Munandar dalam Psikologi Kesehatan, faktor – faktor
yang berhubungan dengan stress kerja adalah :
a. Tuntutan Tugas
1) Shift kerja
Penelitian kepada para pekerja shift menunjukkan
bahwa kerja shift merupakan sumber utama dari stress
bagi para pekerja. (Monk & Tepas 1985 dalam
Komara 2012).
2) Beban Kerja
Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja
kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara
kuantitatif yaitu timbul karena tugas – tugas terlalu
banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif
jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas
atau tidak menggunakan keterampilan atau potensi
dari pekerja (Munandar, 2001).
c. Peran individu dalam Organisasi
Setiap pekerja bekerja sesuai dengan perannya dalam
organsasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok
tugasnya yang harus ia lakukan sesuai dengan aturan – aturan
yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan atasannya.
Namun demikian, pekerja tidak selalu berhasil memainkan
perannya tanpa menimbulkan masalah sehingga hal ini
merupakan pembangkit stress yang meliputi konflik peran
dan ketidak jelasan kerja.
Konflik peran akan timbul jika seorang tenaga kerja
mengalami adanya pertentangan antara tugas – tugas yang
19
harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki
atau tugas – tugas yang harus ia lakukan yang menurut
pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaan.
Konflik peran juga dapat terjadi akibat adanya tuntutan –
tuntutan yang bertentangan dari atasa, rekan, bawahannya,
atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya.
Pertentangan dengan nilai – nilai pribadi pun sewaktu-waktu
dapat menyebabkan terjadinya konflik peran saat pekerja
melakukan tugasnya.
d. Pengembangan Karir
Pengembangan karir merupakan pembangkit stress yang
potensial yang mencangkup ketidakpastian pekerjaan,
promosi yang berlebih atau promosi yang kurang.
e. Hubungan dalam pekerjaan
Hubungan yang buruk dengan atasan, rekan kerja dan
bawahan dalam bekerja dapat memicu timbulnya stress dan
absenteisme dalam bekerja.
f. Struktur dan Iklim Organisasi
Faktor stress yang dikemukakan dalam kategori ini
berpusat pada sehjauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau
berperan serta dan pada support sosial. Kurangnya peran serta
atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan
dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan
peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan
produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental
dan fisik. (Komara,2012).
20
g. Tuntutan dari luar organisasi
Kategori pembangkit stress potensial ini mencangkup
segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi
dengan peristiwa – peristiwa kehidupan dan kerja didalam
satu organisasi, dengan demikian memberi tekanan pada
individu. Namun perlu diketahui bahwa peristiwa pribadi
dapat meringankan akibat dari pembangkit stress organisasi.
Jadi support sosial berfungsi sebagai bantal penahan stress.
Sebaliknya, kepuasan kerja dapat membantu individu untuk
menghadapi kehidupan pribadi yang penuh stress dengan
berfungsi sebagai bantal penahan.
h. Ciri – ciri individu
Stress ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh
mana ia melihat situasinya sebagai penuh stress
(Komara,2012). Reaksi – reaksi psikologis, fisiologis dalam
bentuk perilaku terhadap stress adalah hasil dari interaksi
situasi dengan individunya sendiri, mencakup ciri – ciri
kepribadian yang khusus dan pola – pola perilaku yang
didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai- nilai, pengalaman
masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan.
1) Kepribadian
Faktor – faktor dalam diri individu berfungsi
sebagai faktor pengaruh antara rangsangan dari
lingkungan yang merupakan pembangkit stress
potensial dengan individu.
2) Kecakapan
Merupakan variable yang ikut menentukan stress
tidaknya suatu situasi yang sedang dihadapi, jika
seorang pekerja menghadapi masalah yang ia rasakan
21
tidak mampu ia pecahkan, sedangkan situasi tersebut
penting bagi dirinya sehingga ia mengalami stress.
Ketidakmampuan menghaddapi situasi menimbulkan
rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu
mengahadapi situasi orang justru akan merasa di
tantang dan motivasinya akan meningkat.
3) Nilai dan Kebutuhan
Setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing –
masing, kebudayaan yang terdiri dari keyakinan –
keyakinan, nilai – nilai, dan norma – norma perilaku
yang menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi
masalah – masalah adaptasi eksternal dan internal.
4) Masa Kerja
Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya
stress. hal ini sesuai dengan pendapat Robbin
berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang
memeberikan reaksi terhadap stress sepanjang waktu
dan terhadap perubahan intensitas stress, baik masa
kerja yang sebentar ataupun lama dapat menjadi pemicu
terjadinya stress kerja serta diperberat dengana danya
beban kerja yang besar. Pekerja yang telah bekerja di
atas 5 (lima) tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan
yang lebih tinggi dari pada pekerja yang baru bekerja.
Sehingga adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat
menyebabkan stress dalam bekerja (Munandar,2004).
5) Umur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh UO
Okoye dan SS Asa (2011) pada 330 care giver di Panti
sosial di Negara bagian Nigeria tenggara menyebutkan,
22
tingkat stress pada caregiver yang masih remaja lebih
tinggi dibanding caregiver dewasa hal ini dikarenakan
para remaja tersebut memiliki lebih banyak kegiatan
dan tidak tersedianya waktu yang cukup untuk
mengurus hal lain yang menarik perhatian mereka.
Selain itu caregiver yang telah dewasa memiliki
pengalaman yang lebih dalam memberikan pelayanan
sehingga dengan pengalaman tersebut para caregiver
dewasa mampu mengatasi permasalahan lebih baik
daripada para caregiver remaja.
6) Pendidikan
Penelitian yang dilakukan oleh UO Okuye dan SS
Asa 2011 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
caregiver berpengaruh pada tingkat pengalaman stress.
Cregiver dengan tingkat pendidkan yang rendah
mengalami tingkat stress yang tinggi dibandingkan
dengan tingkat pendidikan yang tinggi.
7) Status pernikahan
Menurut Handy (dalam Komara 2012) menyatakan
bila seorang pekerja mendapatkan dukungan dalam
karir dari isteri atau suami maka ia akan mendapatkan
kepuasan kerja. Oleh karena itu hubungan pernikahan
yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau
mengurangi stress kerja.
5. Sumber Stress
Menurut Cooper (1983) dalam Prihatini (2008) sumber stress kerja
terdiri dari faktor – faktor :
23
a. Lingkungan kerja ; Kondisi kerja yang buruk berpotensi
menyebabkan pekerja mudah sakit, mengalami stress dan
menurunkan produktivitas kerja.
b. Overload (beban kerja berlebih) ; beban kerja kuantitatif bila
target kerja melebihi kerja yang bersangkutan akibatnya
mudah lelah dan berada dalam ketegangan. Beban kerja
berlebihan secara kualitatif, bila pekerjaan memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi.
c. Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menantang
atau tidak menarik lagi bagi pekerja, akibatnya timbul
berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidakpuasan dan lain
sebagainya.
d. Pekerjaan berisiko tinggi, peerjaan yang berbahaya bagi
keselamatan.
Menurut Rice (1999) dalam (Marita, 2012) beberapa sumber stress
yang dapat mengakibatkan stress kerja antara lain :
a. Physichal danger, yaitu sumber potensial yang dapat
mengakibatkan stress kerja terutama saat pekerja menghadapi
kemungkinan terluka. Pekerjaan yang berada pada pekerjaan
yang darurat misalnya polisi, pemadam kebakaran, dan
tentara memiliki kemungkinan stress kerja.
b. Shift Work adalah salah satu sumber stress kerja. Shift work
dapat mengakibatkan terganggunya pola tidur, ritme
neurophysiological, metabolisme tubuh dan efisien mental.
Reaksi tersebut terjadi karena terganggunya cicardian
ryhtem, yaitu tipe jam biologis tubuh.
c. Role ambiguity (ambiguitas peran ) adalah sumber stress
kerja yang banyak terjadi terutama dalam struktur organisasi
yang besar. Ini terjadi karena peran menunjukkan ekspektasi
sosial yang akan ditunjukkan individu pada perilakunya saat
individu tersebut menduduki posisi yang jelas.
24
d. Interpersonal Stress. rendahnya hubungan interpersonal
individu dapat mengakibatkan stress kerja. Hubungan
interpersonal dibutuhkan oleh pekerja.
e. Career development. Stress kerja dapat diakibatkan oleh
ketidaktersediaanya kebutuhan karir oleh pekerja, dimana
penelitian mengenai stress kerja mengatakan bahwa
seseorang membawa harapan spesifik terhadap pekerjaanya,
harapan mengenai hal – hal yang berlalu begitu cepat, atau
terus menerus dan berharap akan adanya kemajuan.
f. Organiational structure. Stuktur organisasi dapat
mengakibatkan stress kerja, pekerja biasanya mengalami
permasalahan dengan struktur yang tidak jelas,
ketidakstabilan politik dalam organisasi dan ketidakmampuan
supervisi dalam manajemen.
g. Hubungan antara rumah dan pekerjaan, masalah pribadi,
pekerjaan dirumah dapat mengakibatkan stress kerja di
lingkungan tempat dia bekerja.
h. Kebosanan dan situasi monoton, situasi yang membosankan
dan monoton dapat mengakibatkan stress kerja. Pekerja
menerima pekerjaan mereka sebagai sesutu yang
membosankan, monoton dan dilakukan berulang – ulang
i. Technostress, tekhnologi dapat menjadi sumber stress bagi
pekerja saat pekerja merasakan kondisi dari ketidakmampuan
mereka atau organisasinya untuk beradaptasi dengan
tekhnologi yang baru.
6. Tingkatan Stress
Leidy et al (1990) dalam Potter & Perry (2005) mengemukakan
bahwa situasi stress ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan
fisiologis kronis, tetapi stress sedang dan berat dapat menimbulkan
resiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis. Seperti
25
yang dikategorikan Leidy et al, Rasmun (2004) juga mengkategorikan
stress menjadi tiga kategori :
a. Ringan (stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari
seseorang, terjadi hanya beberapa menit atau beberapa jam)
b. Sedang (stress yang dapat memicu terjadinya penyakit,
terjadi lebih lama dari stress ringan beberapa jam hingga
beberapa hari)
c. Berat (stress yang dapat memicu terjadinya penyakit, stress
kronis yang terjadi beberapa minggu hingga beberapa tahun)
C. Definisi Beban kerja
1. Definisi beban kerja
Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan
kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena tugas
– tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja
kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau
tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerja.
(Munandar,2001). Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang
terlalu sedikit dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita
gangguan atau penyakit akibat kerja. Tidak hanya itu saja, beban
kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan fisik
atau mental dan reaksi – reaksi emosional seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan beban kerja
yang terlalu sedikit dimana terjadi pengulangan gerak akan
mengakibatkan kebosanan, rasa monoton. Beban kerja yang
berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Manuaba,
2000).
2. Beban kerja pada caregiver
Beban tanggung jawab caregiving mempengaruhi kualitas
hubungan antara pengasuh dan penerima perawatan, kesehatan
caregiver dan keputusan untuk melembagakan penerima perawatan
26
(Pinquart & Sorensen, (2007); Schulz & Martire, (2004) dalam
Savundranayagam et all (2010)) . Beban pada caregiver
mempengaruhi kesehatan caregiver ataupun penerima perawatan
(Kim et all, 2012).
Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subyektif dan
beban obyektif. Beban subyektif caregiver adalah respon
psikologis yang dialami caregiver sebagai akibat perannya dalam
merawat pasien. Sedangkan beban obyektif caregiver yaitu
masalah praktis yang dialami oelh caregiver, seperti masalah
keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam
pekerjaan, dan aktifitas sosial (Sukmarini 2009).
Ada 3 faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan
pribadi dan sosial caregiver. Beban psikologis dan perasaan
bersalah. Caregiver harus memberikan sejumlah waktu energi dan
uang. Tugas ini acap kali dirasakan tidak menyenangkan
menyebabkan stress psikologis dan melelahkan secara fisik. Faktor
terakhir berhubungan dengan perasaan bersalah seperti seharusnya
dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat merawat dengan baik,
dan lain sebagainya (Rahmat, 2009). Beban kerja caregiver telah
didefinisikan sebagai respon multidimensi akibat penilaian negatif
dan stress yang dirasakan akibat mengurus individu yang sakit atau
memiliki keterbatasan (Kim et all, 2012).
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi
oleh faktor – faktor berikut :
a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh
pekerja. Fakor eksternal mencakup tiga aspek yang sering
kali disebut stressor. Pertama, tugas – tugas yang bersifat
fisik seperti stasiun kerj, tata ruang, tempat kerja, alat dan
sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas –
tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan,
27
tingkat kesulitan pekerjaan dan tanggung jawab pekerjaan.
Kedua, organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu
istiraha, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan,
model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.
Dan yang ketiga, lingkungan kerja baik lingkungan kerja
fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan
lingkungan kerja psikologis.
b. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh
itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi
tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai
baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal
meliputi faktor somatis ( jenis kelamin, umur, ukuran tubuh,
status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis
(motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan).
D. Penelitian Terkait
Lebih dari seperlima (22%) dari caregiver merasa kelelahan ketika
mereka pergi tidur dimalam hari, dan mereka banyak yang merasa tidak
dapat menangani semua tanggung jawab perawatan bagi para lansia akibat
beban kerja yang dirasa begitu berat. (Center on Aging Society, 2005).
Berdasarkan penelitian Prihatini (2008), Terdapat hubungan yang
signifikan antara beban kerja dengan stress kerja pada perawat perawatan
ruang penyakit dalam RSUD Sidikalang. Menurut Campbell et al. (2008),
faktor lain yang terkait dengan beban caregiver yang dapat menyebabkan
stres bagi caregiver salah satunya adalah kualitas hubungan antara
caregiver dan klien, kemampuan kognitif klien, perilaku dan gejala
psikologis yang ditampilkan oleh klien, jenis kelamin caregiver, dan
peristiwa tidak baik dalam kehidupan. Hasil penelitian Fitrikasari et all
(2012), pada caregiver penderita skizofrenia didapatkan bahwa nilai skor
BAS (Burden Assessment Schedule) antara 18 sampai dengan 40, dengan
rata – rata 26,41. Sebanyak 89 responden (89%) merasa terbebani dengan
kondisi penderita. Beban cregiver mengancam kondisi fisik, psikologis,
28
emosional dan kesehatan fungsional caregiver (Zarit et al. 1980, Parks &
Novielli 2000, Etters et al. 2008, Carretero et al. 2009 dalam
Savundranayagam 2010).
29
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara variable satu
dengan variable yang lain (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep ini
mengacu pada modifikasi dari kerangka teori yang disebutkan oleh
Munandar (2001). Beban Kerja menjadi acuan utama yang diambil dari
teori yang dikemukakan oleh Munandar.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
B. Hipotesa penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kerangka
penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesa Penelitian sebagai berikut:
“ Ada hubungan antara beban kerja caregiver dengan stres kerja
pada caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta”.
Beban kerja
Tingkat Stress
Kerja Pada
Caregiver
33
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian
rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan
peneliti (Setiadi, 2007). Jenis penelitian ini adalah kuantitatif analitik dengan
desain Cross-sectional (potong lintang). Penelitian ini menggunakan studi
cross sectional, dimana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang
terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat
atau satu kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) serta
pada studi ini tidak ada follow up (Setiadi, 2007). Cross Sectionals
merupakan rancangan penelitian yang melakukan pengukuran atau
pengamatan variabel dependen dan variabel independen pada saat bersamaan
(sekali waktu) (Chandra, 2009).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Tempat yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di Panti Sosial
Tresna Werdha 01 Cipayung Jakarta Timur, Panti Sosial Tresna Werdha
02 Cengkareng Jakarta Barat, Panti Sosial Tresna Werdha 03 Ciracas
Jakarta Timur, dan Panti Sosial Tresna Werdha 04 Margaguna Jakarta
Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus – September 2013
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan unit analisis yang
karakteristinya akan diduga (Hastono & Sabri, 2007). Populasi dapat
berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui oleh
peneliti (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini adalah semua caregiver
34
yang bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha 01 Cipayung Jakarta Timur,
Panti Sosial Tresna Werdha 02 Cengkareng Jakarta Barat, Panti Sosial
Tresna Werdha 03 Ciracas Jakarta Timur, dan Panti Sosial Tresna
Werdha 04 Margaguna Jakarta Selatan.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2005).
Sampel pada penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi
sebagai berikut :
a. Caregiver dengan masa kerja 3 tahun atau lebih
b. Caregiver dengan tingkat pendidikan SMA
Saat menentukan besar sampel, peneliti melakukan proses skrining
terhadap 59 orang caregiver yang tersebar di 4 PSTW Budi Mulia
Jakarta. , dengan perincian sebagai berikut :18 caregiver dari PSTW Budi
Mulia 01, 15 caregiver dari Budi Mulia 02, 11 caregiver dari budi mulia
03, dan 15 caregiver dari Budi Mulia 04. Skrining dilakukan berdasarkan
kriteria inklusi sampel penelitian, instrumen yang digunakan dalam proses
skrining adalah kuesioner. Kuesioner digunakan karena sifatnya yang
mudah diaplikasikan. Setelah dilakukan proses skrining diperoleh hasil
sebagai berikut, dari 59 caregiver di 4 PSTW Budi Mulia Jakarta, hanya
30 orang diantaranya yang memenuhi kriteria untuk menjadi responden
dalam penelitian ini. Dengan perincian setiap PSTW adalah sebagai
berikut, 8 caregiver dari PSTW Budi Mulia 01, 9 caregiver dari PSTW
Budi Mulia 02, 7 caregiver dari PSTW Budi Mulia 03, dan 5 caregiver
dari PSTW Budi Mulia 04.
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah teknik sampling jenuh (total sampling). Sampling jenuh (total
sampling) adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel dikarenakan jumlah populasi relatif kecil dan
penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat
kecil (Sugiyono, 2009). Total sampling digunakan pada penelitian ini
karena penyebaran jumlah responden di populasi yang tidak merata dan
35
cakupan wilayah yang tidak terlalu luas sehingga tidak menyulitkan
peneliti untuk mengambil data dari semua sampel. Teknik ini juga
digunakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bias, karena
dengan teknik ini data diambil dari semua sampel yang memenuhi
kriteria.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini instrumen
yang digunakan berupa kuisioner atau angket. Kuesioner diberikan langsung
kepada responden untuk diisi. Kuesioner dibagi menjadi tiga bagian yakni
kuesioner (A) mengenai data demografi caregiver, Kuesioner (B) mengenai
pengukuran tingkat stress. Kuesioner yang digunakan adalah OSI-R ™
(Occupational Stress Inentory – Revised Edition) oleh (Osipow & Spokane,
1998) yang telah dimodifikasi penggunaannya dan telah di uji validas dan
reabilitas dengan skor total item minimum r = 0,2 oleh Novianita (2008).
Pertanyaan yang diajukan untuk mengukur tingkat stress sebanyak 25
pertanyaan dengan pilihan skor 1- 5. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan
nilai terendah adalah 25 dan tertinggi 125. Selanjutnya oleh peneliti
ditetapkan pengukuran tingkat stress rendah (25 – 58), sedang (59 – 92), dan
tinggi (93 – 125). Dan Kuesioner (C) mengenai pengukuran Beban kerja
dengan menggunakan Care Burden Scale (CBD) American Family
Physician 2002 yang diadaptasi dengan izin dari Zarit SH, Reever KE,
Bach-Peterson. Berisi 22 pertanyaan, namun kuesioner ini dimodifikasi oleh
peneliti sehingga menjadi 21 pertanyaan dengan nilai hasil menjadi 0
sampai 20 sama dengan sedikit atau tidak ada beban, 21 sampai 40 sama
dengan ringan sampai beban sedang, 41 sampai 60 sama dengan sedang
sampai beban berat, 61 sampai 88 sama dengan beban berat.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas
Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar dalah
alat ukur yang telah melalui uji validitas dan uji reliabilitas data (Hidayat, 2008).
36
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Arikunto
(2010) mengatakan bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari
variabel yang diteliti secara tepat,
Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus
“Pearson Product Moment”yakni :
∑ ∑ ∑
√[ ∑ ∑ ] [ ∑ ∑ ]
Keterangan :
= Koefisien korelasi
∑ = Jumlah skor item
∑ = Jumlah skor total (item)
n = Jumlah responden
Kemudian hasil diuji menggunakan uji t dan dilihat penafsiran
dari indeks korelasinya (Hidayat, 2008). Rumus uji t sebagai berikut :
√
√
Keterangan :
t = Nilai thitung
r = Koefisien korelasi hasil rhitung
n = Jumlah responden
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan sehingga
bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama dengan alat ukur yang sama maka hasil pengukuran itu tetap
konsisten (Notoatmodjo, 2010). Teknik uji reliabilitas ini
menggunakan rumus Alpha Cronbach ( ), dimana r hasil adalah
37
alpha. Apabila r alpha > r tabel maka dikatakan reliabel, sebaliknya
bila r alpha < r tabel maka dikatakan tidak reliabel (Hidayat, 2008).
Uji Validitas dan Reliabilitas ini akan dilakukan di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 01 dan Panti Sosial Tresa Werdha 04
dengan jumlah responden 20 orang caregiver. Uji validitas dan
realiabilitas ini dilakuakan dengan instument berupa kuesioner yang
akan diisi oleh responden.
3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian ini dilakukan pada
tanggal 26 Agustus di PSTW Budi Mulia 04 dan tanggal 03
September di PSTW Budi Mulia 01 dengan melibatkan 20 responden.
Uji validitas ini digunakan untuk menguji kuesioner tingkat stress
kerja dan kuesioner beban kerja terhadap pekerja sosial sebagai
caregiver. Pada kuesioner tingkat stress kerja dari 21 pertanyaan
terdapat 4 pertanyaan yang tidak valid dikarenakan nilai rhitung < rtabel.
Nilai rtabel adalah 0,444 ( N= 20). Nilai rhitung < rtabel yakni pertanyaan
nomor B4 (rhitung = 0,056 < 0,444 ), nomor B6 (rhitung= 0,376 < 0,444 ),
nomor B12 (rhitung = 0,056 < 0,444) dan nomor B14 (rhitung = 0,186 <
0,444). Pada kuesioner pengukuran beban kerja dari 21 pertanyaan
terdapat 4 pertanyaan yang tidak valid, yakni pertanyaan nomor C17
(rhitung = 0,017 < 0,444), nomor C18 (rhitung = 0,161< 0,444), nomor
C19 (rhitung = 0,365 < 0,444) dan nomor C21 (rhitung = -0,061 < 0,444).
Beberapa pertanyaan yang tidak valid tersebut akan didrop atau
dihapuskan dikarenakan tidak mengurangi indikator yang akan diukur
dan telah terwakilkan oleh beberapa pertanyaan yang valid dan
pertanyaan yang valid akan ditetapkan untuk dipakai (Djaali dan
Muljono, 2007) sehingga kuesioner yang disebarkan kepada 30
responden berjumlah 17 pertanyaan untuk kuesioner pengukuran
tingkat stress kerja dan 17 pertanyaan untuk kuesioner pengukuran
beban kerja.
38
Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian ini dilihat dari nilai Alpha
Cronbach ( ), nilai ( ) adalah 0,971 . Nilai tersebut menunjukkan
ralpha > rtabel ( 0,971 > 0,444 ) berarti pertanyaan yang berada dalam
kuesioner pada masing-masing variabel ini dapat dikatakan reliabel.
F. Tekhnik Pengumpulan Data
1. Jenis data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data
primer. Data diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan tertutup
melalui kuesioner yang akan dijawab oleh caregiver.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Jenis data yang
dikumpulkan adalah data primer. Data primer dikumpulkan dengan
wawancara dan observasi langsung kepada caregiver di PSTW Budi
Mulia DKI Jakarta dengan instrument kuesioner yang meliputi
pengukuran tingkat stress kerja dan pengukuran beban kerja.
G. Pengolahan Data
Adapun untuk tahapan – tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data
primer dari variael dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Editing / memeriksa
Memeriksa daftar pertanyaan yang meliputi kelengkapan jawaban,
keterbacaan tulisan, relevansi jawaban.
2. Memberi tanda kode / koding
Mengklasifikasikan jawaban- jawaban dari para responden dalam
kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda /
kode berbentuk angka pada masing – masing jawaban.
39
3. Sorting
Mensortir dengan memilih kelompok data menurut jenis yang
dikehendaki (klasifikasi data).
4. Entry Data
Jawaban – jawaban yang sudah diberi kode kategri kemudian
dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.
Memasukkan data boleh dengan cara manual atau melalui
pengolahan komputer.
5. Cleaning
Pembersihan data, melihat variable apakah data suda benar atau
belum.
6. Mengeluarkan informasi
Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan.
H. Analisis Data
Setelah semua data dikumpul, kemudian peneliti memastikan bahwa
semua jawaban telah diisi. Dilanjutkan dengan pengolahan data melalui
beberapa tahap yang dimulai dengan editing untuk memeriksa data,
kemudian data yang sesuai diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam
melakukan analisa data. Analisa data dilakukan dengan teknik
komputerisasi yaitu program statistik.
1. Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan secara deskriptif yang berfungsi untuk
meringkas, mengklasifikasikan, dan menyajikan data. Pengolahan
data hubungan beban kerja dengan tingkt stress kerja disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.
2. Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh
antaravariabel independen dengan variable dependen. Perhitungan
40
analisis bivariat pada kedua variable menggunakan uji korelasi
Spearman Rank dengan menggunakan software SPSS 16.0.
Kesimpulan yang diambil adalah, apabila t hitung ≥ t tabel,
maka Ho ditolak artinya ada perbedaan yang signifikan. Apabila,
apabila t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima artinya tidak ada
perbedaan yang signifikan. Nilai t tabel dapat ditentukan dengan
dk: n- 1, dengan α : 0,05 ( Hidayat , 2008).
I. Etika Penelitian
Secara umum prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga
bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan
prinsip keadilan. Prinsip etika ini sangat penting diperhatikan dan
dilaksanakan karena subjek penelitian yang akan digunakan adalah manusia,
maka apabila tidak dilaksanakan, peneliti akan melanggar hak-hak
(otonomi) manusia yang kebetulan sebagai klien (Nursalam, 2008).
Berikut prinsip - prinsip etika penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu :
1. Prinsip Manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada responden.
b. Bebas dari eksploitasi.
Partisipasi responden dalam penelitian harus dihindarkan dari
keadaan yang tidak menguntungkan. Peneliti memberikan penjelasan
bahwa partisipasi responden dalam penelitian atau informasi yang
telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat
merugikan responden.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)
41
Responden mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia
menjadi responden ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right
to full disclosure)
Peneliti memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung
jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden.
c. Informed consent
Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada calon responden
setelah calon responden mendapatkan informasi secara lengkap tentang
tujuan penelitian yang akan dilaksanakan untuk ditandatangani apabila
bersedia menjadi responden. Responden mempunyai hak pula untuk
bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
3. Prinsip keadilan (right to justice)
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Responden harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama
dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya
diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan
dari penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)
Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang
diberikan harus dirahasiakan sehingga kuesioner yang diberikan tidak
perlu mencantumkan nama atau tanpa nama (anonymity) dan bersifat
rahasia (confidentiality).
42
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI
Jakarta
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia merupakan unit pelaksana
teknis bidang kesejahteraan sosial lanjut usia Dinas Bintal dan Kesos
Provinsi DKI Jakarta. Sebagai lembaga pelayanan masyarakat Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia adalah lembaga pemerintah yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya lanjut usia yang
tidak mampu/kurang beruntung dengan sumber dana APBD Provinsi
DKI Jakarta. Adapun yang menjadi landasan hukum dari Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia adalah sebagai berikut :
a. Undang-undang No. 1 Tahun 1998 Tentang Lanjut Usia.
b. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 41 tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bina Mental Spiritual dan
Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta.
c. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 163 tahun 2002
tentang Pembentukkan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan
Sosial Provinsi DKI Jakarta.
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia terletak di berbagai
kawasan di wilayah DKI Jakarta yakni, PSTW Budi Mulia 01 terletak
di Cipayung Jakarta Timur dengan warga binaan yang tinggal
sebanyak 200 jiwa, PSTW Budi Mulia 02 terletak di Cengkareng
Jakarta Barat dengan warga binaan yang tinggal sebanyak 166 jiwa,
PSTW Budi Mulia 03 terletak di Ciracas Jakarta Timur dengan warga
binaan yang tinggal 130 jiwa dan PSTW Budi Mulia 04 terletak di
Margaguna Jakarta Selatan dengan warga binaan yang tinggal
sebanyak 200 jiwa.
43
Adapun jumlah Pekerja Sosial sebagai caregiver di setiap panti
adalah sebagai berikut : PSTW Budi Mulia 01 sebanyak 18 orang
caregiver. Hal ini diatur dalam Surat Tugas Nomor : 1414/-082.87
Tentang Pengangkatan dan Penugasan Tenaga Pelayanan Sosial (
Pramusosial ) Pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Tahun
2013. Sementara caregiver di PSTW Budi Mulia 02 sebanyak 15
orang caregiver. Hal ini diatur dalam Surat Tugas Nomor : 251/-
082.74 Tentang Penugasan Tenaga Pelayanan Sosial (Pramusosial)
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 02 Dinas Sosial Provinsi DKI
Jakarta Periode 2013. Caregiver Di PSTW Budi Mulia 03 berjumlah
11 orang, hal ini diatur dalam Surat Tugas Nomor : 3798/ 082.74
Tentang Perpanjangan Masa Kerja Tenaga Pelayanan Sosial
(Pramusosial) Pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Dinas
Sosial DKI Jakarta Periode 2013. Caregiver di PSTW Budi Mulia 04
berjumlah 15 orang caregiver. Hal ini diatur dalam Surat Tugas
Nomor : 549 / -082.74 tentang Perpanjangan Tenaga Pelayanan Sosial
( Pramusosial) pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 04 Dinas
Sosial Provinsi DKI Jakarta Periode 2013.
2. Gambaran Umum Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah para pekerja sosial yang
bertugas sebagai caregiver yang membantu para warga binaan sosial.
Dengan kategori tingkat pendidikan adalah lulusan SMA/ SMK
sederajat dan dengan pengalaman masa kerja tiga tahun atau lebih.
a. Usia Caregiver
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Usia Pekerja Sosial sebagai caregiver di
PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Variabel Mean SD Min-Maks
Usia Caregiver 32,43 7,97 21- 46
44
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia caregiver
adalah 32,4333 atau 32 tahun dengan standar deviasi sebesar
7,97705. Usia Minimal Caregiver yang bekerja di PSTW Budi
Mulia Provinsi DKI Jakarta dengan masa kerja 3 tahun atau lebih
dan tingkat pendidikan SMA Sederajat adalah minimal 21 tahun
dan usia maksimal yaitu 46 tahun.
b. Status Pernikahan Caregiver
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Pekerja Sosial sebagai
caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
T
a
b
e
l
m
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa presentase pekerja sosial
sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta dengan masa
kerja 3 tahun atau lebih dan tingkat pendidikan SMA Sederajat
dengan status belum menikah adalah 63,3 % lebih tinggi dari pada
yang sudah menikah yakni 36,7 %.
Variabel Frequency Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Menikah 11 36,7 36,7 35,7
Belum
menikah 19 63,3 63,5
100,0
Total 30 100,0 100,0
45
c. Jenis Kelamin Caregiver
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pekerja Sosial sebagai
caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa presentase pekerja sosial
sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta dengan masa
kerja 3 tahun atau lebih dan tingkat pendidikan SMA Sederajat
berjenis kelamin laki –laki adalah 63,7 % lebih tinggi dari pada
caregiver perempuan 33,3%. Jumlah frekuensi untuk caregiver
laki – laki adalah 20 orang dan perempuan 10 orang.
d. Masa Kerja Caregiver
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Usia Pekerja Sosial sebagai caregiver di
PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa masa kerja rata-rata
caregiver adalah 7,0333 atau 7 tahun dengan standar deviasi
sebesar 4,319. Masa kerja minimal Caregiver yang bekerja di
Variabel Frequency Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Perempuan 10 33,3 33,3 33,3
Laki – laki 20 66,7 66,7 100,0
Total 30 100,0 100,0
Variabel Mean SD Min-Maks
Masa Kerja
Caregiver 7,03 4,31 3 - 17
46
PSTW Budi Mulia Provinsi DKI Jakarta 3 tahun dan maksimal 17
tahun.
B. Analisis Univariat
1. Gambaran Beban Kerja Pada Caregiver
Tabel 5.5
Distribusi Beban Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di
PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Tabel 5.5 menunjukkan gambaran beban kerja yang dialami oleh
caregiver, dari hasil analisis univariat didapat bahwa caregiver yang
merasakan beban ringan sampai sedang berjumlah 23 caregiver atau
76,7 % dan caregiver yang merasakan beban kerja sedang sampai
berat berjumlah 7 caregiver atau 23,3 %.
Variabel Frequency Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Ringan
sampai
Sedang
23 76,7 76,7
76,7
Sedang
sampai
Berat
7 23,3 23,3
100,0
Total 30 100,0 100,0
47
2. Gambaran Tingkat Stress Kerja Pada Caregiver
Tabel 5.6
Distribusi Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai
Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Tabel 5.6 menunjukkan gambaran tingkat stress kerja yang
dialami oleh caregiver, dari hasil analisis univariat terhadap 30
responden didapat bahwa caregiver yang merasakan tingkat stress
ringan berjumlah 30 caregiver atau 100%.
C. Analisis Bivariat
1. Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja Pada
Caregiver
Berdasarkan kerangkan konsep, analisis bivariat akan menguji
hubungan antara variabel independen dengan dependen. Variabel
independen adalah beban kerja pada caregiver, sedangkan variabel
dependen adalah tingkat stress kerja pada caregiver. Uji bivariat ini
menggunakan uji korelasi Pearson dengan tingkat kemaknaan 0.05 (α
= 5%). Analisis bivariat hubungan beban kerja dengan tingkat stress
kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia DKI Jakarta disajikan pada tabel 5.7 berikut ini.
Variabel Frequency Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 30 100,0 100,0 100,0
Total 30 100,0 100,0
48
Tabel 5.7
Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada
Pekerja Sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI
Jakarta 2013
N Spearman Correlation Signifikansi
30 0,573 0,001
Tabel 5.7 Menunjukkan hasil uji korelasi Spearman terhadap
Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial
Sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI
Jakarta didapatkan hasil bahwa nilai p=0,001 lebih kecil dari nilai alpha
0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima yang menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan tingkat stress
kerja pada pekerja sosial di Panti Sosial Tresna werdha Budi Mulia DKI
Jakarta pada tahun 2013.
49
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab VI ini akan membahas atau menjelaskan hasil penelitian tentang
Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja Pada Pekerja Sosial sebagai
Caregiver Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta Tahun 2013.
Pembahasan yang akan dijelaskan meliputi keterbatasan penelitian, hasil analisis
univariat dan hasil analisis bivariat dari variabel independen terhadap variabel
dependen penelitian.
A. Karakterisik Responden
1. Usia Caregiver
Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun (Harlock,
2004). Analisis univariat dari hasil penelitian didapatkan data bahwa usia
terendah caregiver yang bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia DKI Jakarta adalah 21 tahun dan usia tertinggi adalah 46 tahun
dengan rata – rata usia caregiver adalah 32 tahun. Dari hasil tersebut,
dapat dilihat bahwa caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta berada
pada rentang usia produktif. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian UO Okuye dan SS Asa yang meneliti Faktor – faktor yang
memepengaruhi tingkat stress pada caregiver di Nigeria dengan usia rata
– rata 27 tahun dengan lebih dari setengah caregiver 51,8 % berada pada
grup 20 -29 tahun.
Menurut Levison (1978 dalam Potter & Perry, 2005) bahwa usia 32
tahun termasuk ke dalam masa dewasa awal, yakni masa tenang. Masa
tenang merupakan masa ketika seseorang mengalami stabilitas yang lebih
besar. Pada usia ini pula, tingkat berpikir caregiver sudah cukup matang
sesuai dengan pendapat Nursalam dan Pariani (2001) yang menyatakan
bahwa semakin cukup usia seseorang maka tingkat kematangan dalam
berpikir lebih matang. Hal ini erat kaitannya dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh UO Okuye dan SS Asa (2011) yang menyebutkan bahwa
50
pada 330 caregiver di Panti sosial di Negara bagian Nigeria tenggara,
tingkat stress pada caregiver yang masih remaja lebih tinggi dibanding
caregiver dewasa hal ini dikarenakan para remaja tersebut memiliki lebih
banyak kegiatan dan tidak tersedianya waktu yang cukup untuk
mengurus hal lain yang menarik perhatian mereka. Selain itu caregiver
yang telah dewasa memiliki pengalaman yang lebih dalam memberikan
pelayanan sehingga dengan pengalaman tersebut para caregiver dewasa
mampu mengatasi permasalahan lebih baik daripada para caregiver
remaja. Namun tidak sejalan dengan teori yag dikemukakan oleh Schultz
dan Schultz dalam penelitian yang berjudul The Effect of Age on Stress
Levels and Affect on Overall Performance mengemukakan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara usia individu dengan stress.
2. Status Pernikahan Caregiver
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa mayoritas caregiver yang
bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta berstatus
belum menikah yaitu sebanyak 19 orang (63,3 %) dan yang sudah
menikah sebanyak 11 orang (36,7 %). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh UO Okuye dan SS Asa (2011) yang menyebutkan
2/3 dari responden yang berjumlah 330 responden belum menikah
kemudian 23, 6 % responden sudah menikah dan responden yang single
parent 4,5 %. Bekerja adalah salah satu konsekuensi dari mempunyai
pasangan.
3. Jenis Kelamin Caregiver
Pekerja sosial sebagai caregiver yang bekerja di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia DKI Jakarta berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 10 orang (33,3 %) dan yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 20 orang (66,7 %).
Penelitian di Amerika Serikat dalam Martina 2012 menyatakan bahwa
wanita cenderung memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pria. Secara umum wanita mengalami stress 30 % lebih tinggi
51
daripada pria ( Gunawati et al, 2006). Pada wanita stress dapat muncul
akibat kewanitaannya, secara umum sebagai akibat sampingan dari
keadaan dan perubahan biologis, psikologis dan sosialnya ( Darmono,
1985, dalam Sarwono dan Purwono, 2006 ). Sementara tanggung jawab
bagi para laki – laki lebih besar dari pada perempuan.
4. Masa Kerja Caregiver
Pekerja yang telah bekerja di atas 5 (lima) tahun biasanya memiliki
tingkat kejenuhan yang lebih tinggi dari pada pekerja yang baru bekerja.
Sehingga adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stress
dalam bekerja (Munandar, 2004). Penelitian ini mendapatkan bahwa
caregiver yang bekerja di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia DKI
Jakarta rata - rata berada pada masa kerja 7 tahun.
B. Hasil Analisis Univariat
1. Gambaran Beban Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di empat lokasi PSTW Budi
Mulia DKI Jakarta, yakni PSTW Budi Mulia 01, PSTW Budi Mulia 02,
PSTW Budi Mulia 03 dan PSTW Budi Mulia 04 diperoleh hasil
distribusi pengukuran beban kerja sebagai berikut : Pekerja Sosial
sebagai caregiver yang merasakan beban kerja ringan sampai sedang
sebanyak 23 caregiver atau 76,7 %. Pekerja Sosial yang merasakan
beban kerja sedang sampai berat sebanyak 7 caregiver dengan presentase
23,3 %. Data diatas bisa dilihat dari asumsi rasio caregiver dengan warga
binaan sosial di PSTW Budi Mulia 01 yaitu 1 : 11, di PSTW Budi Mulia
02 ratio perbandingannya 1 : 11, di PSTW Budi Mulia 03 ratio
perbandingannya 1 : 11, dan di PSTW Budi Mulia 04 ratio
perbandingannya 1 : 13.
Di indonesia Idealnya seorang pekerja sosial dalam pelayanannya
terhadap klien menangani 5 klien ( Depsos RI, 1995: 5 dalam Marsaoly,
2001). Namun pada kenyataan di lapangan ada ketidakseimbangan
52
jumlah caregiver dengan warga binaan sosial. Menurut Cooper (1983)
dalam Prihatini (2008) Overload (beban kerja berlebih) adalah beban
kerja kuantitatif bila target kerja melebihi kerja yang bersangkutan
akibatnya mudah lelah dan berada dalam ketegangan. Beban kerja
berlebihan secara kualitatif, bila pekerjaan memiliki tingkat kesulitan
yang tinggi dan Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak
menantang atau tidak menarik lagi bagi pekerja, akibatnya timbul
berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidakpuasan dan lain sebagainya.
Kedua hal tersebut masuk ke dalam faktor – faktor yang memeperngaruhi
tingkat stress menurut Cooper.
Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang terlalu sedikit dapat
mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat
kerja. Tidak hanya itu saja, beban kerja yang terlalu berlebihan akan
menimbulkan kelelahan fisik atau mental dan reaksi – reaksi emosional
seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan
beban kerja yang terlalu sedikit dimana terjadi pengulangan gerak akan
mengakibatkan kebosanan, rasa monoton. Beban kerja yang berlebihan
atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Manuaba, 2000).
2. Gambaran Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai
Caregiver di Panti Sosial Budi Mulia DKI jakarta
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Trensa
Werdha Budi Mulia DKI Jakarta menunjukan gambaran tingkat stress
kerja yang dialami oleh caregiver dengan analisis univariat terhadap 30
responden dan didapatkan bahwa caregiver yang merasakan tingkat
stress ringan berjumlah 30 caregiver atau 100%.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
UO Ukuye dan SS Asa (2011) yang mengatakan bahwa 50 % caregiver
berada pada rentang tingkat stress yang tinggi, perbedaan ini terjadi
karena adanya perbedaan pada jumlah responden, sosiodemografi, dan
faktor lain yang mempengaruhi yaitu umur caregiver, jenis kelamin
caregiver, tingkat pendidikan caregiver, status pernikahan caregiver,
53
pendapatan caregiver, umur care recevier, jenis kelamin recevier, tingkat
pendidikan recevier.
C. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja
Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Budi Mulia DKI Jakarta
Hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan nilai probabilitas
sebesar 0,001 berarti ada hubungan yang bermakna antara beban kerja
dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di panti
sosial tresna werdha budi Mulia DKI Jakarta. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Prihatini (2008) yang
menyebutkan adanya hubungan yang signifikan antara beban kerja
dengan tingkat stress kerja pada perawat di setiap ruang rawat inap
RSUD Sidangkalang dengan koefisien korelasi pada ruang prawatan
bedah adalah r= 0,885 dan p=0,019. Kemudian pada ruang perawatan
anak didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar r=0,705 dan p=0,034.
Pada ruang perawatan kebidanan didapatkan hasil koefisien korelasi
sebesar r=0,756 dan p=0,049. Dan pada ruang perawatan penyakit dalam
didapatkan hasil koefisisen korelasi sebesar r= 0,797 dan p= 0,018.
Rata – rata tingkat stress yang dialami para perawat adalah berada
pada rentang ringan, dan beban kerja yang dirasakan oleh perawat rata –
rata berada pada rentang sedang. Sama Halnya dengan kondisi yang
terjadi di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta, para caregiver merasakan
beban kerja yang dirasakan berada pada rentang ringan sampai dengan
sedang dan tingkat stress kerja yang dirasakan berada pada rentang
rendah. Hal ini harus dipertahankan untuk menunjang kinerja yang baik
pada caregiver dalam memberikan pelayanan terhadap warga binaan
sosial di panti. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Iswanto (2001) tentang hubungan stress kerja, kepribadian dan kinerja
yang menyimpulkan bahwa adanya hubngan yang kuat antara stress kerja
dengan kinerja. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa tingkat stress
54
paling tinggi akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis seseorang
dan pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja yang semakin menurun.
Pada penelitian ini didapatkan hasil korelasi Spearman 0,573
(r=0,573) yang menggambarkan ada hubungan yang kuat antara beban
kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta.
D. Keterbatasan penelitian
1. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional yang
hanya mengukur satu kali dalam satu kali waktu.
2. Penelitian ini hanya melihat hubungan beban kerja dengan tingkat stress
kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver tanpa melihat sarana dan
prasarana yang ada dalam mendukung caregiver untuk melakukan
tugasnya sehingga hal ini dapat mempengaruhi jawaban caregiver dalam
mengisi kuesioner
3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Keuntungan menggunakan kuesioner adalah dapat memperoleh data yang
banyak dalam waktu yang singkat, namun penggunaan kuesioner ini
memiliki kelemahan yakni tidak dapat mengukur secara pasti tentang
beban kerja ataupun tingkat stress kerja yang dirasakan caregiver
dikarenakan jawaban pada kuesioner merupakan pendapat caregiver.
55
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dijelaskan di bab sebelumnya, serta saran yang dapat digunakan oleh pemerintah
wilayah setempat dan peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisis hasil penelitian, secara umum dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pada penelitian ini didapatkan hasil pengukuran beban kerja sebagai
berikut : caregiver yang merasakan beban kerja pada rentang ringan
sampai sedang sebanyak 23 orang (76,7%) dan caregiver yang
merasakan sedang sampai berat sebanyak 7 orang ( 23,3 %).
2. Hasil penelitian yang didapatkan pada pengkuran tingkat stress kerja
adalah 30 orang caregiver ( 100%) merasakan tingkat stress kerja
yang dialami berada pada rentang rendah.
3. Pada penelitian ini ada hubungan yang bermakna antara Beban Kerja
dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta (p=0,001)
dengan nilai r = 0,573.
B. Saran
1. Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
pengembangan keperawatan, khususnya di bidang keperawatan
manajemen.
56
2. Dinas Sosial DKI Jakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pembagian tugas pada
para Pekerja Sosial sebagai Caregiver di setiap Panti.
3. Peneliti selanjutnya
a) Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti variabel lain yang dapat
mempengaruhi tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai
caregiver.
DAFTAR PUSTAKA
Alzheimer’s Association & National Alliance for Caregiving. Families Care:
Alzheimer’s Caregiving in the United States. Chicago, IL: Alzheimer’s
Association and Bethesda, MD: National Alliance for Caregiving. 2004.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, ed.rev.,
cet.14. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Campbell, et al. Determinants of burden in those who care for someone with
dementia. International Journal of Geriatric Psychiatry, 23, 1078-1085.
2008
Center on Aging Society. How Do Family Caregivers Fare? A Closer Look at Their
Experiences. Washington, DC: Georgetown University. 2005
Chandra, Budiman. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta : EGC.
2009
Covinsky, K.E., Newcomer, R., Dane, C.K., Sands, L.P., Yaffe, K. (2003). Patient
and caregiver characteristics associated with depression in caregivers of
patients with dementia. Journal of General Internal Medicine
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 2008
Dewi, Ikhsani Utami. Hubungan Karakteristik Caregiver Terhadap Beban Kerja
Caregiver Pasien Skizophrenia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Subroto Jakarta Periode Desember 2010 – Februari 2011. Skripsi.
Fakultas Kedokteran. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta. 2011
Djaali dan Muljono, Pudji. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta :
Grasindo. 2007
Dwiyanti. Stress Kerja di Lingkungan DPRD : Studi Tentang Anggota DPRD di
Kota Surabaya, Malang dan Kabupaten Jember, Jurnal Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga. 2001
Eliopoulous, Charlotte. Gerontological Nursing. Philadelphia. Lippicott. 2005
FCA. Family Caregiver Alliance. Caregiver Health. 2012
Grunfeld, E. Family caregiver burden: Results from a longitudinal study of breast
cancer patients and their principal caregivers. Canadian Medical
Association Journa. 2004
Gunawati R, Hartati S, Listiara A. Hubungan Evektifitas Komunikasi Mahasiswa
Dosen Pembimbing Utama Skripsi dengan Stress dalam Menyusun Skripsi
pada Mahasiswa Program Studi Peikologi Fakultas Kedokteran. Jurnal
Psikologi Universitas Diponegoro Vol :3 No. 2. 2006
Hastono SP dan Sabri L. Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers. 2010
Hawari, Dadang. Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta: EGC. 2007
Hidayat, A. Aziz Alimul.Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data,
cetakanketiga. Jakarta: Salemba Medika, 2008.
Kemensos. Symposium on Ageing: “Ageing in The 21st Century : A Celebration and
Challenge. 2012.
Kim H. , Chang M. , Rose K. & Kim S. Predictors of caregiver burdenin caregivers of
individuals with dementia. Journal of Advanced Nursing.2012.
Komara, Eka. Gambaran Stress Kerja pada perawat di RSUD 45 Kuningan Jawa
Barat. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.2012
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Synders, J. Fundamental of Nursing : Consepts,
Process, Practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Education, Inc. 2004
Lubis, Juariani Arliza. Gambaran Kebutuhan Pekerja Sosial Sebagai Caregiver Di
Panti Sosial Berdasarkan Tes EPPS. Thesis. Universitas indonesia. 2004.
Manuaba. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Surabaya : Guna Widya.
2000
Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.
2009
Mariany, Finna. Pelayanan Sosial Bagi Usia Lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha
Nazareth Santo Yusuf Bandung. Skripsi. Universitas Padjajaran. 2011
Martina, Anggra. Gambaran tingkat stress kerja perawat di ruang rawat inap rumah
sakit paru Dr. Moehammad Goenawan Partowidigyo Cisarua Bogor
(RSPG). Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia.
Depok. 2012
Maryam, R. Siti. Ekasari, Mia Fatma. Rosidawati. Jubaedi, Ahmad dan Batubara,
Irwan. Mengenal Usia lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika, 2008.
Munandar, Ashar Sunyoto. Psikologi Industry dan Organisasi, Jakarta, UI Press.
2001
Nadya, Rima. Gambaran Kebahagiaan dan karakteristik positif wanita dewasa
madya yang menjadi caregiver informal penderita skizofrenia. Skripsi.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Depok. 2009
Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan, ed. Rev. Jakarta : Rineka
Cipta. 2003
Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta,
2010
Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005
Novianita. Gambaran Tingkat Stress Kerja di PT (X). Jurnal Fakultas Psikologi.
Universitas Indonesia : Depok. 2008
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. 2008
Oktariyani. Gambaran status gizi pada lanjut usia di panti sosial tresna werdha
(PSTW) Budi Mulia 01 dan 03 Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Ilmu
Keperawatan. Universitas Indonesia. Depok. 2012
Okuye, UO dan Asa, SS. Caregiving and Stress : Experience of People Taking care
of Elderly relations in South – Eastern Nigeria.2011
Paulina, Decy. Hubungan Tingkat pendidikan dan Lama Waktu Merawat dalam
Sehari terhadap Beban Caregiver Pasca Stroke di RSU Bhakti Yudha
Depok. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Pembangunan Nasional
“ Veteran” Jakarta. 2011
Pinquart, M. & Sorensen, S. Differences between caregivers and noncaregivers in
psychological health and physical health: A meta-analysis. Psychology
and Aging. American Psycology Association. 2003
Rahmat, Louw Anneke Endawati. Penentuan Validitas dan Reabilitas the Zarit
Burden Interview untuk menilai beban caregiver dalam merawat usia
lanjut dengan disabilitas. Thesis. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2009
Rasmun. Stress, koping dan adaptasi teori dan pohon masalah keperawatan. Jakarta:
CV Sagung Seto. 2004
Sarwono dan Purwono. Hubungan Masa Kerja dengan Stress Kerja pada
Pustakawan Perpustakaan Universitas Gajah Mada. Universitas Gajah
Mada. 2006
Savundranayagam et all. A Dimensional Analysis of Caregiver Burden Among
Spouses and Adult Children. Journal The Gerontologist Advance
Access.2010
Schneider, M., Steel, R., Cadell, S., & Hemsworth, D. Difference on psychosocial
Outcomes Between Male and Female Caregivers of Children with Life-
limiting Illness. Journal of Pediatric Nursing. 2010
Schultz CM, Schultz TJ. The Effects of Age on Stress Level and Its Affect on Overall
Performance. Journal Psiciatry. 2003
Setiadi. Konsep dan Penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha ilmu. 2007
Spears, A. Work Related Stress. Victoria : Health and Safety. Executif Inc. 2008
Spector, J. & Tampi, R. Caregiver depression. Annals of Long-Term Care: Clinical
Care and Aging.2005
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
2009
Sukmarini, Natalingrum. Optimalisasi Peran caregiver dalam penatalaksanaan
Skizofrenia. Bandung. Majalah Pskiatri XLII. 2009
Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. 2004
Tantono H, Siregar IMP, Hasan Z. Beban caregiver lanjut usia suatu survey
terhadap caregiver lanjut usia dibeberapa tempat sekitar kota Bandung.
Bandung. majalah psikiatri XL. 2006
Wikaningtyas, Theresia Sila. Hubungan antara Perilaku Tipe A dengan Stress Kerja
Pada Karyawan Non – Manajerial . Skripsi. Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia. Depok. 2007
Yosep, I. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama. 2007
Zarit, S. Assessment of Family Caregivers: A Research Perspective. In Family
Caregiver Alliance (Eds.), Caregiver Assessment: Voices and Views from
the Field. Report from a National Consensus Development Conference
(Vol. II) (pp. 12 – 37). San Francisco: Family Caregiver Alliance. 2006
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja
Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
DKI Jakarta
2013
Kuesioner Penelitian
Kepada Yth,
Bapak / Ibu / Saudara / i responden
di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Saya Endah Sarwendah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan
melakukan penelitian tentang Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress
Kerja pada Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI
Jakarta 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan beban
kerja dengan tingkat stress kerja pada caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia yang berada di bawah naungan Dinas Sosial DKI Jakarta. Serta
sebagai data untuk penyusunan skripsi dan persyaratan tugas akhir dalam
menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Untuk keperluan tersebut saya harap dengan segala kerendahan hati agar
kiranya bapak /ibu /saudara/i bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi
kuesioner yang telah disediakan, dan diharapkan semua pernyataan dan
pertanyaan dijawab semua. Kerahasiaan jawaban ibu akan dijaga dan hanya
diketahui oleh peneliti.
Atas perhatian dan bantuan ibu sebagai responden saya ucapakan terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Apakah ibu bersedia menjadi responden?
YA / TIDAK
Tertanda
(Responden)
HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA
PADA PEKERJA SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA BUDI MULIA DKI JAKARTA 2013
Tujuan :Untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja
pada pekerja sosial sebagai caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia yang berada di bawah naungan Dinas Sosial DKI Jakarta.
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan
jawaban Anda.
A. Identitas/Data Demografi
1. Identitas Responden
No. Responden : (dikosongkan)
Usia : …… tahun
Pendidikan : Perguruan Tinggi SMP Tidak Sekolah
SMA SD
Status Pernikahan : Menikah Belum Menikah
Masa Kerja :......... tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki Perempuan
Agama :
Alamat : ( sesuai dengan KTP)
B. Pengukuran Stress Kerja
Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah
disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
No. Pernyataan Selalu Sering Kadang
-kadang Jarang
Tidak
Pernah
Diisi
oleh
peneliti
B.1 Dalam pekerjaan, saya
dituntut untuk mengerjakan
banyak tugas yang berbeda
dengan waktu yang sangat
sedikit
B.2 Saya merasa beban pekerjaan
saya bertambah
B.3 Saya dituntut untuk
mengerjakan tugas, dimana
saya belum pernah
mendapatkan pelatihan
tentang tugas tersebut
B.4 Saya memiliki kemampuan
untuk menyelesaikan
pekerjaan saya
B.5 Saya mampu menyelesaikan
pekerjaan saya dengan baik
B.6 Saya bekerja dengan batasan
waktu yang ketat
B.7 Saya berharap memperoleh
bantuan lebih untuk
menghadapi tuntutan yang
diberikan dalam pekerjaan
saya
B.8 Pekerjaan menuntut saya
untuk bekerja di beberapa
area yang sama pentingnya
dalam waktu yang bersamaan
B.9 Saya diharapkan dapat
mengerjakan tugas lebih
banyak dari yang seharusnya
B.10
.
Pekerjaan saya sesuai dengan
keahlian dan ketertarikan saya
B.11
.
Saya merasa bosan dengan
pekerjaan saya
B.12
.
Saya merasa memiliki
tanggung jawab yang cukup
dalam pekerjaan saya
B.13 Ketika berhadapan dengan
beberapa tugas, saya tahu
mana yang harus dikerjakan
terlebih dahulu
B.14 Saya tidak selera makan
ketika banyak pekerjaan yang
harus saya kerjakan
B.15 Saya akan tersinggung ketika
mendapat teguran atau
kritikan terhadap pekerjaan
yang telah saya lakukan di
ruangan
B.16 Setelah selesai bekerja,
misalnya merapikan tempat
tidur warga binaan sosial,
leher atau otot punggung saya
tidak kaku
B.17 Meskipun banyak pekerjaan
saya di panti werdha saya
makan seperti biasa
C. Pengukuran Beban kerja
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan
jawaban Anda.
No. Pernyataan Selalu Sering Kadang
-kadang Jarang
Tidak
Pernah
Diisi
oleh
peneliti
C.1 Klien meminta bantuan yang lebih
dari pada yang dia butuhkan.
C.2 Karena waktu yang anda habiskan
dengan klien anda, anda tidak
punya cukup waktu untuk diri
sendiri?
C.3 Apakah anda merasa strees,
memberikan perawatan pada klien
dengan penurunan fungsional
C.4 Apakah anda merasa mengabaikan
kebutuhan anda ketika
mengabdikan diri untuk membantu
memenuhi kebutuhan klien.
C.5 Apakah anda merasa klien anda
bergantung kepada anda?
C.6 Apakah anda merasa kelelahan
ketika anda pergi tidur di malam
hari ?
C.7 Apakah anda merasa khawatir
tentang bagaimana masa depan
klien anda?
C.8 Apakah anda merasa tidak dapat
menangani semua tanggung jawab
perawatan bagi para lansia akibat
beban kerja yang dirasa begitu
berat?
C.9 Apakah anda merasa tegang saat
berada disekitar klien anda?
C.10 Apakah anda merasa adanya
penurunan tingkat kesehatan pada
diri anda akibat memberikan
perawatan pada lansia?
C.11 Apakah anda merasa bahwa anda
tidak memiliki kebebasan pribadi
seperti yang anda inginkan karena
klien anda?
C.12 Apakah anda merasa tidak nyaman
bersama teman anda karena klien
anda?
C.13 Apakah anda merasa bahwa klien
anda mengharapkan anda
mengurus dia, seolah olah hanya
anda tempat dia bergantung?
C.14 Apakah anda merasa tidak dapat
mengurus klien anda lagi untuk
waktu yang lama?
C.15 Apakah anda merasa, anda harus
melakukan sesuatu yang lebih
untuk klien anda?
C.16 Apakah anda merasa tidak yakin
mengenai apa yang dilakukan
terkait klien anda?
C.17 Apakah anda merasa bosan karena
melakukan hal yang sama setiap
hari?
Lampiran
OUTPUT DATA SPSS
1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.971 42
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
STRESS 2.25 1.293 20
STRESS 2.15 1.182 20
STRESS 2.00 1.338 20
STRESS 2.45 1.395 20
STRESS 2.25 1.293 20
STRESS 2.95 .999 20
STRESS 2.15 1.182 20
STRESS 2.30 1.261 20
STRESS 2.15 1.226 20
STRESS 2.25 1.293 20
STRESS 2.25 1.293 20
STRESS 2.45 1.395 20
STRESS 2.20 1.240 20
STRESS 3.20 1.056 20
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 76.9
Excludeda 6 23.1
Total 26 100.0
STRESS 2.20 1.196 20
STRESS 2.05 1.356 20
STRESS 2.15 1.226 20
STRESS 2.25 1.293 20
STRESS 2.00 1.487 20
STRESS 2.25 1.293 20
STRESS 2.15 1.226 20
BEBAN 2.00 1.487 20
BEBAN 2.15 1.226 20
BEBAN 2.10 1.294 20
BEBAN 2.00 1.487 20
BEBAN 1.85 .875 20
BEBAN 1.90 .788 20
BEBAN 1.90 .788 20
BEBAN 2.25 1.293 20
BEBAN 2.15 1.226 20
BEBAN 1.90 .788 20
BEBAN 1.90 .788 20
BEBAN 2.15 1.226 20
BEBAN 2.15 1.226 20
BEBAN 1.90 .788 20
BEBAN 2.15 1.226 20
BEBAN 2.15 1.226 20
BEBAN 1.20 1.005 20
BEBAN 2.35 1.531 20
BEBAN 3.25 .851 20
BEBAN 1.90 .788 20
BEBAN 2.35 1.531 20
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
91.70 1.177E3 34.314 42
2. Hasil Analisis Univariat dan Bivariat
sex
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid perempuan 10 33.3 33.3 33.3
laki - laki 20 66.7 66.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
statuspernikahan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid belum menikah 11 36.7 36.7 36.7
menikah 19 63.3 63.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Descriptives
Statistic Std. Error
masakerja Mean 7.0333 .78854
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.4206
Upper Bound 8.6461
5% Trimmed Mean 6.7222
Median 6.0000
Variance 18.654
Std. Deviation 4.31903
Minimum 3.00
Maximum 17.00
Range 14.00
Interquartile Range 6.00
Skewness 1.098 .427
Kurtosis .282 .833
umur Mean 32.4333 1.45640
95% Confidence Interval for Lower Bound 29.4547
Mean Upper Bound 35.4120
5% Trimmed Mean 32.3148
Median 31.0000
Variance 63.633
Std. Deviation 7.97705
Minimum 21.00
Maximum 46.00
Range 25.00
Interquartile Range 15.00
Skewness .273 .427
Kurtosis -1.362 .833
Statistics
bebankategori stresskategori
N Valid 30 30
Missing 0 0
Mean 2.2333 1.0000
Median 2.0000 1.0000
Mode 2.00 1.00
Std. Deviation .43018 .00000
Minimum 2.00 1.00
Maximum 3.00 1.00
bebankategori
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ringan sampai sedang 23 76.7 76.7 76.7
sedang sampai berat 7 23.3 23.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
stresskategori
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 30 100.0 100.0 100.0
Correlations
stres kategori bebankategori
Spearman's rho stres kategori Correlation Coefficient 1.000 .573**
Sig. (2-tailed) . .001
N 30 30
bebankategori Correlation Coefficient .573** 1.000
Sig. (2-tailed) .001 .
N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).