HUBUNGAN ANTARA STRATA PHBS TATANAN RUMAH …lib.unnes.ac.id/18804/1/6450408117.pdf · Sampel...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA STRATA PHBS TATANAN RUMAH …lib.unnes.ac.id/18804/1/6450408117.pdf · Sampel...
HUBUNGAN ANTARA STRATA PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DAN SANITASI RUMAH DENGAN
KEJADIAN LEPTOSPIROSIS
(Studi Kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
Rizka Auliya NIM. 6450408117
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
ii
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang September 2012
ABSTRAK
Rizka Auliya. Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis. (Studi Kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012) XIV + 95 halaman + 27 tabel + 2 gambar + 15 lampiran Leptospirosis merupakan penyakit di daerah banjir karena kejadian penyakit ini paling tinggi saat pasca banjir. Candisari merupakan daerah yang jarang mengalami banjir namun menjadi daerah yang memiliki angka kejadian leptospirosis tinggi pada tahun 2009-2011 yaitu 41 kasus dan 5 kematian. Kejadian leptospirosis dipengaruhi oleh beberapa faktor, utamanya PHBS dan Sanitasi Rumah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian leptospirosis (Studi kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012). Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian adalah penderita leptospirosis di Kecamatan Candisari (kasus) dan bukan penderita (kontrol). Sampel berjumlah 66 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, lembar observasi, dan luxmeter.. Data dianalisis dengan rumus uji Chi-square. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga (p=0,003,OR=4,667), kondisi selokan (p=0,001,OR=5,290), keberadaan tikus (p=0,001,OR=6,107), keberadaan air menggenang (p=0,001,OR=6,133), sarana pembuangan limbah (p=0,003,OR=4,600), sarana pembuangan sampah (p= 0,002,OR=5,400) dan tidak ada hubungan antara intensitas cahaya (p=0,323), keberadaan hewan peliharaan (p=0,084) dengan kejadian leptospirosis. Saran yang diajukan adalah diharapkan pasien memperbaiki PHBS dan sanitasi rumah agar tidak menjadi sumber dan wahana penularan penyakit leptospirosis. Kata Kunci : Leptospirosis, Sanitasi Rumah, Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga. Kepustakaan : 30 (1999-2011)
iii
Public Health Departement Sport Science Faculty
Semarang State University September 2012
ABSTRACT
Rizka Auliya. Relationship Between the Strata of Healthy and Clean Life Behavior (PHBS) Order Household and House Sanitary with Leptospirosis Incidence (Case Study in Candisari District Semarang City in 2012) XIV + 95 pages + 27 tables + 2 figure + 15 appendices
Leptospirosis is a disease in flooded areas because of the high incidence of this disease at post-flood. Candisari is an area that rarely experiences flooding, but a region that has a high incidence of leptospirosis in 2009-2011, namely 41 cases and 5 deaths. Incidence of leptospirosis is influenced by several factors, the main strata of healthy and clean life behavior (PHBS) order household and house sanitation. The purpose of this study was to determine the relationship between the strata PHBS order household and house sanitary with the incidence of leptospirosis (case study in Candisari District Semarang City in 2012).
This study used a case-control approach. The study population was patients with leptospirosis in the Candisari district (cases) and not the patients (controls). The sample amounted to 66 respondents. The instruments used were questionnaires, observation sheets, and luxmeter. Data were analyzed by chi-square formula.
The result showed that there is a relationship between the strata of healthy and clean life behavior (PHBS) order household (p = 0.003, OR = 4.667), the condition of the sewers (p = 0.001, OR =5.290), presence of mice (p = 0.001, OR = 6.107), presence of stagnant water (p = 0.001, OR = 6.133),cesspool disposal facilities (p = 0.003, OR = 4.600), waste disposal facilities (p = 0.002, OR = 5.400) and no correlation between the intensity of light (p = 0.323), presence of pets (p = 0.084) with the incidence of leptospirosis.
The suggestions are the patient expected to improve PHBS and house sanitary in order not to be a source and vector for transmission of leptospirosis. Kata Kunci : Leptospirosis, House Sanitation, Strata of Healthy and Clean Life Behavior. Kepustakaan : 30 (1999-2011)
iv
PENGESAHAN
Telah disidangkan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, skripsi atas:
Nama : Rizka Auliya
NIM : 6450408117
Judul : Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dan
Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis (Studi Kasus di
Kecamatan Candisari Kota Semarang)
Pada hari : Rabu
Tanggal : 21 November 2012
Panitia Ujian:
Ketua, Sekretaris,
Drs. H. Harry Pramono, M.Si . ` Dr. dr. Oktia Woro KH, M. Kes. NIP.19591019.198503.1.001 NIP. 19591001.198703.2.001 Dewan Penguji Tanggal
Ketua, Eram Tunggul P., S.KM., M.Kes ___________ NIP. 19740928.200312.1.001
Anggota, Arum Siwiendrayanti, S.KM, M.Kes ___________ (Pembimbing Utama) NIP. 19800909.200501.2.002
Anggota, Sofwan Indarjo, S.KM, M.Kes ___________ (Pembimbing Pendamping) NIP. 19760719.200812.1.002
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
♠ Dahulukan Allah, maka Allah akan mendahulukanmu dalam segala urusan.
♠ Masyarakat akan sehat, apabila setiap insan ikut serta menyehatkan dirinya serta
lingkungannya (Juli Soemirat Slamet, 2002:5).
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ibuku tercinta (Ibu Sa’diyah).
2. Adik dan Kakakku (Oyik dan Naila).
3. Keluarga Besarku
4. Almamaterku Unnes
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan
karuniaNya, sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan antara Strata PHBS
Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis
(Studi Kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012)” dapat
terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini,
dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang, atas ijin penelitian.
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, atas persetujuan penelitian.
3. Pembimbing I, Ibu Arum Siwiendrayanti, S.KM., M.Kes., atas bimbingan,
arahan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Pembimbing II, Bapak Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes., atas bimbingan, arahan
serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dosen Penguji Proposal Skripsi, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S.KM.,
M.Kes., atas saran dan masukkan dalam perbaikan skripsi ini.
6. Dosen-dosen dan karyawan di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bimbingan dan
bantuannya.
7. Kepala Kesbangpolinmas Kota Semarang , Bapak Drs. Bambang Sukono, MM,
atas ijin penelitian.
vii
8. Kepala Kantor Kecamatan Candisari Kota Semarang, Bapak Budi Tjahyanto,
S.H., M.Hum, atas ijin penelitian di wilayah tersebut.
9. Ibu (Sa’diyah), adik (Oyik), Kakak (Naila), atas do’a, pengorbanan, kasih
sayang dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
10. Muhammad Ulya, atas bantuan do’a, tenaga, pikiran, pengorbanan serta
motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat sekaligus teman diskusi (Dwina, Wiwin, Madya Feni, Evy, Nunung)
atas bantuan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman “Kos 8”, atas do’a, dukungan serta motivasinya dalam
penyusunan skripsi ini.
13. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2008, atas bantuan
serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya
selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Semarang, September 2012
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ................................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
PENGESAHAN .................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
1.5 Keaslian Penelitian ......................................................................................... 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11
ix
2.1 Leptospirosis .................................................................................................. 11
2.2 Sanitasi Rumah ............................................................................................. 26
2.3 Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Leptospirosis ............... 34
2.4 PHBS Tatanan Rumah Tangga ..................................................................... 36
2.5 Kerangka Teori .............................................................................................. 42
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 43
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................... 43
3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 44
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 44
3.4 Variabel Penelitian ......................................................................................... 44
3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel .................................. 45
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 48
3.7 Sumber Data Penelitian .................................................................................. 52
3.8 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 53
3.9 Teknik Pengambilan Data ............................................................................. 53
3.10 Prosedur Penelitian ....................................................................................... 54
3.11 Teknik Analisis Data ..................................................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 60
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 60
4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................ 60
4.2.1 Karakteristik Responden .............................................................................. 60
4.2.2 Analisis Univariat Variabel Penelitian ......................................................... 63
4.2.3 Hasil Analisis Bivariat ................................................................................. 68
x
4.2.4 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat .......................................................... 77
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 78
5.1 Pembahasan .................................................................................................. 78
5.1.1 Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan Kejadian
Leptospirosis ................................................................................................ 78
5.1.2 Hubungan antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis ........... 80
5.1.3 Hubungan antara Intensitas Cahaya dengan Kejadian Leptospirosis .......... 81
5.1.4 Hubungan antara Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis ......... 82
5.1.5 Hubungan antara Keberadaan Hewan Peliharaan dengan Kejadian
Leptospirosis ............................................................................................... 84
5.1.6 Hubungan antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian Leptospirosis
.................................................................................................................... 85
5.1.7 Hubungan antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian Leptospirosis
.................................................................................................................... 87
5.1.8 Hubungan antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian Leptospirosis
.................................................................................................................... 89
5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ............................................................ 91
5.2.1 Hambatan Penelitian ................................................................................... 91
5.2.2 Kelemahan Penelitian ................................................................................. 91
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 92
6.1 Simpulan ........................................................................................................ 92
6.2 Saran ............................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 94
LAMPIRAN ......................................................................................................... . 96
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1: Keaslian Penelitian................................................................................. 8
Tabel 1.2: Matrik Perbedaan Penelitian .................................................................. 9
Tabel 2.1: Strata PHBS di Rumah Tangga ............................................................. 40
Tabel 2.2: Strata Kelompok
(RT,RW,DESA/KELURAHAN,KECAMATAN,KABUPATEN/KOTA) ............ 41
Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ........................... 45
Tabel 3.2: Perhitungan Sampel ............................................................................... 50
Tabel 3.3: Tabel 2 x 2 Penentuan OR ..................................................................... 57
Tabel 4.1: Distribusi Responden menurut Umur .................................................... 61
Tabel 4.2: Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin ....................................... 62
Tabel 4.3: Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan .............................. 62
Tabel 4.4: Distribusi Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden ................ 63
Tabel 4.5: Distribusi Kondisi Selokan Responden ................................................. 64
Tabel 4.6: Distribusi Intensitas Cahaya dalam Rumah Responden ........................ 64
Tabel 4.7: Distribusi Keberadaan Tikus di Rumah Responden .............................. 65
Tabel 4.8: Distribusi Keberadaan Hewan Peliharaan Responden ........................... 66
Tabel 4.9: Distribusi Keberadaan Air Menggenang di Rumah Responden ............ 66
Tabel 4.10: Distribusi Sarana Pembuangan Limbah Responden ............................ 67
Tabel 4.11: Distribusi Sarana Pembuangan Sampah Responden............................ 68
Tabel 4.12: Tabulasi Silang antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan
Kejadian Leptospirosis ............................................................................................ 69
xii
Tabel 4.13: Tabulasi Silang antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 70
Tabel 4.14: Tabulasi Silang antara Intensitas Cahaya dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 71
Tabel 4.15: Tabulasi Silang antara Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 72
Tabel 4.16: Tabulasi Silang antara Keberadaan Hewan Peliharaan dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 73
Tabel 4.17: Tabulasi Silang antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 74
Tabel 4.18: Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 75
Tabel 4.19: Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 76
Tabel 4.20: Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Uji Chi-Square ... 77
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1: Kerangka Teori................................................................................... 42
Gambar 3.1: Kerangka Konsep ............................................................................... 43
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Permohonan Sebagai Responden Penelitian ...................................... 96
Lampiran 2: Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ....................................... 97
Lampiran 3: Kuesioner Penelitian dan Lembar Observasi ..................................... 98
Lampiran 4: Daftar Responden Kasus .................................................................... 105
Lampiran 5: Daftar Responden Kontrol .................................................................. 106
Lampiran 6: Rekapitulasi Data Hasil Penelitian Tiap Variabel .............................. 107
Lampiran 7: Rekapitulasi Data Hasil Penelitian ..................................................... 123
Lampiran 8: Output SPSS Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square ..................... 125
Lampiran 9: Surat Tugas Pembimbing ................................................................... 133
Lampiran 10: Surat Ijin Penelitian dari Fakultas .................................................... 134
Lampiran 11: Surat Ijin Peminjaman Alat .............................................................. 135
Lampiran 12: Surat Ijin Penelitian dari Kesbangpolinmas ..................................... 136
Lampiran 13: Surat Ijin Penelitian dari Kecamatan Candisari ................................ 138
Lampiran 14: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ................................ 139
Lampiran 15: Dokumentasi Penelitian .................................................................... 140
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia,
khususnya di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis serta memiliki
curah hujan yang tinggi. World Health Organization (WHO) menyebutkan
kejadian Leptospirosis untuk negara subtropis adalah berkisar antara 0,1-1
kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun, sedangkan di negara tropis berkisar
antara 10–100 kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun (WHO, 2012).
Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis. Indonesia sebagai
negara tropis merupakan negara dengan kejadian Leptospirosis yang tinggi serta
menduduki peringkat ketiga di dunia dibawah China dan India untuk mortalitas.
Penyakit bersumber tikus yang pernah dilaporkan di Provinsi Jawa Tengah
diantaranya adalah penyakit Pes dan Leptospirosis. Leptospirosis telah
mengakibatkan kematian penduduk di beberapa kabupaten atau kota seperti di
Semarang, Demak, Pati, Klaten dan Purworejo (Buku Saku Kesehatan 2011 Prov.
Jateng : 40 - 41).
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi
bakteri yang berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, yang
menyerang hewan dan manusia. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan
oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira yang biasanya masuk melalui
conjunctiva atau kulit yang terluka. Pada kulit yang utuh, infeksi dapat pula terjadi
2
apabila seseorang kontak dengan air, tanah, dan tanaman yang terkontaminasi urin
tikus atau hewan lain seperti anjing, kucing dll yang sakit leptospirosis dalam
waktu yang lama (Muliawan, 2008: 64).
Angka kematian leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, bisa mencapai
2,5–16,45%. Dan di provinsi Jawa Tengah angka kematian leptospirosis
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kejadian dan angka kematian
leptospirosis di Jawa Tengah tahun 2007 adalah 67 kejadian dan 6 kematian,
tahun 2008 adalah 231 kejadian dan 15 kematian, tahun 2009 adalah 232 kejadian
dan 14 kematian, tahun 2010 adalah 133 kejadian dan 14 kematian, dan pada
tahun 2011 adalah 153 kejadian dan 30 kematian (Profil Kesehatan Indonesia
2010, Kepmenkes RI Tahun 2011). Angka kejadian dan kematian leptospirosis di
Jawa Tengah mulai tahun 2008–2011 yang paling tinggi adalah di Kota Semarang
yaitu sebanyak 151 kejadian dengan 4 kematian, 235 kejadian dengan 9
kematian, 70 kejadian dengan 6 kematian, dan 60 kejadian dengan peningkatan
kasus kematian sebanyak 22 kematian (Buku Saku Data Kasus dan Kematian
Leptospirosis Jateng 2012 ). Bila dilihat dari data, selama tahun 2008–2011
kejadian leptospirosis di Kota Semarang mengalami penurunan. Namun pada
angka kematian yang terjadi mengalami peningkatan yang pesat pada tahun 2011.
Pada umumnya, penyakit leptospirosis merupakan penyakit yang banyak
terjadi di daerah rawan banjir karena kejadian penyakit ini paling tinggi setelah
banjir tersebut surut. Kawasan rob yang memiliki kasus leptospirosis tinggi di
Kota Semarang misalnya Kecamatan Semarang Utara. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Sunaryo dari Loka Litbang P2B2 Banjarnegara tentang zona
kerawanan leptospirosis di Kota Semarang menunjukan hasil yang berbeda untuk
3
daerah yang jarang banjir. Daerah Candisari merupakan daerah yang jarang
mengalami banjir namun menjadi daerah yang memiliki angka kejadian
leptospirosis yang tinggi pada tahun 2009-2011 yaitu 41 kasus dan 5 kematian.
Dan pada tahun 2008–2010 kejadian leptospirosis yang juga tinggi berada di
daerah Tembalang yang merupakan daerah yang juga jarang terjadi banjir
(Rekapitulasi Bulanan Kasus Leptospirosis Kota Semarang Tahun 2012). Dengan
demikian, fenomena kejadian leptospirosis bukan hanya terjadi di kawasan rob
saja, melainkan sudah merambat ke daerah yang jarang banjir di Kota Semarang.
Menurut petugas Puskesmas Kagok bagian penyakit Leptospirosis, hal ini
disebabkan oleh banyaknya populasi tikus yang terinfeksi bakteri leptospira yang
bermigrasi dari daerah yang rawan banjir ke daerah yang jarang banjir seperti
Candisari. Dan penyakit Leptospirosis dapat terjadi hanya dengan adanya tikus
yang terinfeksi Leptospira, air menggenang dan kontak manusia dengan air
menggenang yang terinfeksi oleh Leptospira dari air kencing tikus tersebut. dari
hal tersebut maka banyaknya kejadian Leptospirosis di daerah jarang banjir dapat
terjadi.
Di wilayah kota Semarang, tercatat kecamatan Candisari sebagai wilayah
terpadat dengan angka kepadatan 14.089 jiwa/km2. Di kecamatan Candisari, air
tanah dan permukaan air dangkal mencapai 10-20 meter. Hal ini berpotensi
menimbulkan genangan air luas mencapai 1-25 hektare utamanya di kelurahan
Kaliwiru. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 28 Juli 2012
di beberapa kelurahan (Jomblang, Karanganyar Gunung, Kaliwiru dan Tegalsari)
yang merupakan kelurahan dengan keberadaan kasus Leptospirosis di kecamatan
4
Candisari, mendapatkan hasil bahwa kondisi sanitasi di daerah tersebut perlu
diperhatikan. Hal tersebut terlihat dari kondisi rumah-rumah yang sangat
berhimpitan dan masih sedikitnya tempat sampah di tiap-tiap rumah sehingga
menimbulkan banyaknya sampah yang dibuang sembarangan di sekitar rumah
maupun selokan. Warga juga menyatakan bahwa saat musim hujan, selokan di
sekitar rumah mereka sering meluap karena tidak tertutup dan berukuran kecil.
Keterbatasan tempatlah yang membuat mereka tidak dapat membuat selokan yang
lebih besar. Terbatasnya tempat juga menyebabkan rumah-rumah mereka
dibangun dengan kondisi seminimal mungkin sehingga kondisi di dalam rumah
terlihat cukup gelap walaupun saat siang hari. Hal- hal tersebut yang menjadi
kemungkinan sebagai faktor-faktor penularan Leptospirosis.
Penyakit leptospirosis merupakan penyakit yang sangat berhubungan
dengan lingkungan. Faktor lingkungan yang sangat berperan dalam kejadian
leptospirosis adalah sanitasi rumah. Sanitasi rumah dapat dikatakan baik apabila
memenuhi salah satu kriteria rumah sehat yaitu memenuhi persyaratan
pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air
bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan
tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan
dan penghawaan yang cukup (Rusmini, 2011:86).
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kejadian
Leptospirosis berkaitan dengan faktor lingkungan. Pada penelitian Dwi Sarwani
(2005) mendapatkan hasil bahwa beberapa faktor lingkungan fisik yang
5
merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis berat adalah kondisi tempat
pengumpulan sampah (Odd Ratio = 1,2 dengan 95% CI 0,6-2,7), kondisi selokan
(Odd Ratio = 5 dengan 95% CI 2,3-10,6). Faktor lingkungan biologik yang
merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis berat adalah adanya tikus di dalam
rumah (Odd Ratio = 38,1 dengan 95% CI 8,6–169,8).
Faktor–faktor lingkungan termasuk kedalam beberapa indikator dari PHBS
tatanan rumah tangga. Selain faktor lingkungan, faktor–faktor lain yang ikut
berpengaruh pada kejadian leptospirosis juga terdapat dalam PHBS tatanan rumah
tangga. PHBS tatanan rumah tangga dilakukan untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS dengan baik,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit
dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat (Pedoman Program PHBS Tatanan Rumah Tangga Tahun
2010). Dengan PHBS tatanan rumah tangga tersebut dapat diketahui tingkatan
strata PHBS dalam rumah tangga, tingkatan strata tersebut antara lain sehat
pratama, sehat madya, sehat utama dan sehat paripurna.
Tingkatan strata PHBS Tatanan Rumah Tangga menentukan bagaimana
kondisi PHBS dalam keluarga. Penentuan strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
merupakan program pemerintah yang telah dilakukan oleh Puskesmas. Untuk itu
perlu diketahui hubungannya dengan kejadian Leptospirosis agar bisa lebih
ditingkatkan keefektifannya di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti
ingin melakukan penelitian mengenai “Hubungan Antara Strata PHBS Tatanan
Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis”
6
1.2 Rumusan Masalah
Menurut penelitian terdahulu, faktor lingkungan merupakan faktor yang
sangat berperan dalam kejadian leptospirosis utamanya adalah sanitasi rumah
yang meliputi kondisi selokan, intensitas cahaya, keberadaan tikus di dalam
rumah, keberadaan air yang menggenang di dalam rumah, sarana pembuangan air
limbah dan sarana pembuangan sampah. Faktor–faktor lingkungan tersebut
termasuk ke dalam beberapa indikator dari PHBS tatanan rumah tangga. Selain
faktor lingkungan tersebut, faktor–faktor lain yang ikut berpengaruh pada
kejadian leptospirosis juga terdapat dalam PHBS tatanan rumah tangga. Indikator
tersebut antara lain KIA dan gizi, gaya hidup, dan upaya kesehatan masyarakat.
Dengan PHBS tatanan rumah tangga tersebut dapat diketahui tingkatan strata
PHBS dalam rumah tangga.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Adakah
hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan
kejadian leptospirosis?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian
leptospirosis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dengan
kejadian leptospirosis.
2. Mengetahui hubungan antara kondisi selokan dengan kejadian leptospirosis.
7
3. Mengetahui hubungan antara intensitas cahaya dengan kejadian
leptospirosis.
4. Mengetahui hubungan antara keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis.
5. Mengetahui hubungan antara keberadaan hewan peliharaan dengan kejadian
leptospirosis.
6. Mengetahui hubungan antara keberadaan air yang menggenang dengan
kejadian leptospirosis.
7. Mengetahui hubungan antara sarana pembuangan air limbah dengan kejadian
leptospirosis.
8. Mengetahui hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian
leptospirosis.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama
kuliah di bidang Kesehatan Lingkungan dalam bentuk penelitian ilmiah mengenai
hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan
kejadian leptospirosis.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Sebagai sarana pemberian informasi yang nantinya dapat dijadikan
masukan dalam bidang sosial-ekonomi dengan memasyarakatkan bahwa strata
PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah berhubungan dengan kejadian
leptospirosis, sehingga masyarakat dapat mencegah kejadian leptospirosis.
8
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Judul Peneliti
An
Nama Peneli
ti
Tahun dan
Tempat Peneliti
an
Ranca ngan
Peneliti An
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Faktor Risiko Ling kungan Yang Berpe ngaruh Terha dap Kejadian Leptospirosis Berat
Dwi Sarwa ni Sri Rejeki
Tahun 2005, di Rumah Sakit Dr. Kariadi Sema rang.
Meng gu nakan metode Obser vasio nal dengan rancang an kasus kontrol
Variabel bebas : Kondisi selokan, karakteristik genangan air, keberadaan sampah, kondisi jalan sekitar rumah, curah hujan, kondisi selokan, kondisi tempat pengumpulan sampah, topografi, keberadaan tikus di dalam dan sekitar rumah, kepemilikan hewan peliharaan, pH tanah, riwayat peran serta dalam kegiatan sosial yang berisiko terhadap leptospirosis, penggunaan alat pelindung, jumlah pendapatan, jenis pekerjaan, kebiasaan tidak memakai alas kaki, mencuci/mandi di sungai Variabel terikat : Kejadian leptospirosis.
Beberapa faktor lingkungan fisik yang merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis berat adalah kondisi tempat pengumpulan sampah OR = 1,2 95% CI 0,6-2,7; curah hujan >= 177,5 mm OR=5,7; 95% CI 1,9-17,3; kondisi selokan < 2,0 meter OR=5; 95% CI 1,8-15,7. Faktor lingkungan biologik yang merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis berat adalah adanya tikus di dalam dan sekitar OR=38,1; 95% CI 8,6–169,8.
9
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Analisis Faktor – Faktor yang Berhubung an dengan Penyakit Leptospiro sis Di Puskesmas Kedungmundu 2011
Taufik Ari Pambudi
Tahun 2011 di Puskesmas Kedungmundu
Analitik observasional dengan desain kasus kontrol
Variabel Bebas : Kebersihan diri, riwayat adanya luka, kondisi selokan, keberadaan tikus di dalam rumah, kebiasaan menutup makanan, keberadaan hewan peliharaan, pengetahuan, pekerjaan, aktifitas di air Variabel Terikat : Kejadian Leptospirosis
Variabel yang berhubung an dengan kejadian leptospiro sis adalah pekerjaan OR=7,765 ; 95% CI 0,852–70,752, kebersihan diri OR=7,3,685 ; 95% CI 1,062-12,771, riwayat adanya luka OR=5,6 ; 95% CI 1,523–20,492, keberadaan tikus OR=3,683 ; 95% CI 1,062–12,771, riwayat kontak dengan air kotor OR=3,683 ; 95% CI 1,062–12,771, kebersihan rumah OR=3,683 ; 95% CI 1,062–12,771.
Perbedaan penelitian dari penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel
1.2 tentang matrik perbedaan penelitian di bawah ini :
Tabel 1.2 Matrik Perbedaan Penelitian
No Perbedaan Penelitian Rizka Auliya
Penelitian Dwi Sarwani
Penelitian Taufik Ari Pambudi
(1) (2) (3) (4) (5) 1. Judul
Penelitian Hubungan Antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Dan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Leptospirosis.
Faktor Risiko Lingkungan Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis Berat
Analisis Faktor – Faktor yang Berhubungan Penyakit Leptospirosis Di Puskesmas Kedungmundu 2011
2. Tempat Kecamatan Candisari Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang
Puskesmas Kedungmundu
3. Rancangan Penelitian
Menggunakan metode observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol.
Menggunakan metode Observasional dengan rancangan kasus kontrol
Analitik observasional dengan desain kasus kontrol
10
(1) (2) (3) (4) (5) 4. Variabel
Bebas Strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah yang meliputi kondisi selokan, intensitas cahaya, keberadaan tikus, keberadaan air yang menggenang, sarana pembuangan air limbah, serta sarana pembuangan sampah.
Kondisi selokan, karakteristik genangan air, keberadaan sampah, kondisi jalan sekitar rumah, curah hujan, kondisi selokan, kondisi tempat pengumpulan sampah, topografi, keberadaan tikus di dalam dan sekitar rumah, kepemilikan hewan peliharaan, pH tanah, riwayat peran serta dalam kegiatan sosial yang berisiko terhadap leptospirosis, penggunaan alat pelindung, jumlah pendapatan, jenis pekerjaan, kebiasaan tidak memakai alas kaki, mencuci/mandi di sungai
Kebersihan diri, riwayat adanya luka, kondisi selokan, keberadaan tikus di dalam rumah, kebiasaan menutup makanan, keberadaan hewan peliharaan, pengetahuan, pekerjaan, aktifitas di air
5. Teknik sampling
Sistem random sampling sampling
Sistematik random sampling
Simple random sampling
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Candisari Kota Semarang.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Agustus 2012.
1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan
Penelitian ini dibatasi lingkup teorinya pada strata PHBS tatanan rumah
tangga dan sanitasi rumah sebagai pemicu munculnya vektor tikus yang kemudian
menghubungkannya dengan kejadian Leptospirosis.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leptospirosis
2.1.1 Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri yang
berbentuk spiral dari genus leptospira patogen, menyerang hewan dan manusia.
Definisi zoonosa (zoonosis) adalah penyakit yang secara alami dapat dipindahkan
dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya (Depkes RI, 2005:1)
Bakteri zoonosis sebagai aspek penyebab leptospirosis. Dari aspek
transmisinya leptospirosis merupakan salah satu direct zoonosi (host to host
transmission) karena penularannya hanya memerlukan satu vertebrata saja.
Penyakit ini bebas berkembang di alam, di kalangan hewan liar maupun domestik,
dan manusia merupakan infeksi terminal. Dari aspek ini penyakit tersebut
termasuk golongan anthropozoonosis. Gambaran klinis penyakit leptospirosis
pada manusia meliputi: demam, pembesaran hati dan limpa, ikterus, dan ada tanda
– tanda kerusakan pada ginjal (Depkes RI,2005:1).
2.1.1.1 Etiologi
Mikroorganisme penyebab leptospirosis termasuk dalam genus Leptospira
(L), famili Leptospiraceae, ordo Spirochaetales yang terdiri dari 2 spesies yaitu L.
interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non – patogen,
saprofit). Jenis Leptospira interrogans yang mampu menginfeksi manusia antara
lain adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pamona, L. grippotyphosa, L.
javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. autumnalis, L. bataviae, L.
12
tarrasovi, L. panama, L. andamana, L. shemonai, L. ranarum, L. bufonis, L.
copenhageni, L. australis, L. cynopteri. Jenis yang paling sering menginfeksi
manusia adalah L. icterohaemorrhagiae dengan tikus sebagai reservoirnya, L.
canicola dengan anjing sebagai reservoirnya, dan L.pamona dengan sapi dan babi
sebagai reservoirnya (Djoni Djunaedi, 2007:20).
2.1.1.2 Epidemiologi
Leptospira yang hidup dalam tubuh hewan yang menjadi sumber penular
leptospirosis berada di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor
yang utama penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira
akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel
tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus akan ikut mrngalir dalam filtrat urin.
Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang, masa puncak insidens
dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor
yang mempengaruhi kelangsunga hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis
insidens tertinggi terjadi selama musim hujan. Untuk dapat berkembang biak,
leptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu yang
lembab, hangat, dan pH air tanah yang netral (Aru W. Sudoyo, dkk., 2006:1845).
Bakteri Leptospira tetap hidup pada air tergenang selama beberapa
minggu. Ketika orang meminum air tersebut, berenang atau mandi di dalamnya,
atau mengkonsumsi makanan yang tercemar, maka dapat timbul infeksi pada
orang tersebut. Orang yang sering berkontak dengan air yang tercemar oleh urin
tikus mempunyai risiko terbesar untuk terinfeksi (Muliawan, 2008:65).
13
2.1.1.3 Patogenesis
Infeksi pada manusia biasanya terjadi akibat air minum atau makanan
yang terkontaminasi denga leptospira. Selaput mukosa dan kulit yang terluka
merupakan tempat masuk yang paling mungkin bagi leptospira patogenik. Setelah
masuknya bakteri ini, terjadi infeksi yang tersebar di seluruh tubuh termasuk
cairan serebrospinal dan mata, tetapi tidak timbul lesi pada tempat masuk. Gerak
yang menggangsir (burrowing motility) telah diajukan sebagai mekanisme
masuknya Leptospira di tempat tersebut, yang secara normal terlindung (Rusmini,
2011:86-88).
Leptospira secara cepat dieliminasi dari semua jaringan tubuh hospes,
kecuali pada otak, mata, dan ginjal. Leptospira yang bertahan hidup pada otak dan
mata tidak memperbanyak diri, akan tetapi pada ginjal, bakteri ini berkembang
biak di dalam tubuli kontorta dan dikeluarkan ke dalam urin. Leptospira bertahan
di dalam hospes selama berminggu–minggu hingga berbulan–bulan, dan pada
rodensia bakteri ini dapat dikeluarkan melalui urin sepanjang hidup hewan
tersebut (Muliawan, 2008:67).
2.1.1.4 Patologi
Perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis
terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara
histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal
dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut.
14
Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Selain
di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat
masuk pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang
merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi
leptospirosis. Organ–organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
dan pembuluh darah (Aru W. Sudoyo, dkk.,2006:1845).
2.1.1.5 Morfologi
Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan
panjang 5–25 μm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1–0,2 μm. Salah satu ujung
organisme seringkali bengkok, membentuk kait. Bentuk yang demikian
menyebabkan leptospira dapat bergerak sangat aktif untuk maju, mundur atau
berbelok. Leptospira dapat dikembangbiakkan pada pH 7,4 dan pada suhu 28–
30°C (Muliawan, 2008:65).
2.1.1.6 Struktur
2.1.1.6.1 Struktur Umum
Leptospira memiliki ciri umum yang berbeda dari bakteri lainnya. Sel
bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3 – 5 lapis, atau disebut
juga envelop. Di bawah membran luar ini terdapat lapisan peptidoglikan yang
fleksibel dan helical, serta membran sitoplasma. Kedua lapisan ini meliputi isi
sitoplasma dari sel. Struktur yang dikelilingi membran luar tersebut, secara
kolektif dinamakan silinder protoplasmik.
Ciri khas Spirochaeta adalah lokasi flagelanya, yang terletak diantara
membran luar dan lapisan peptidoglikan. Flagela ini disebut sebagai flagella
15
periplasmik. Leptospira memiliki flagella periplasmik, masing – masing
berpangkal pada setiap ujung sel. Ujung bebas flagella periplasmik berjalan ke
arah pusat sel, tetapi tidak bertumpang tindih seperti Spirochaeta lainnya.
Leptospira berbeda denga spirochaeta lainnya, karena tidak mempunyai zat
glikopid tetapi memiliki asam diaminopimelat sebagai pengganti ornitin pada
bahan peptidoglikannya (Muliawan, 2008:67).
2.1.2 Cara Penularan Bakteri Leptospira
Manusia dapat terinfeksi bakteri Leptospira melalui kontak dengan air,
tanah (lumpur), dan tanaman yang telah dikotori oleh air seni dari hewan – hewan
penberita leptosirosis. Bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia melalui
selaput lendir (mukosa) mata, hidung, atau kulit yang lecet dan kadang – kadang
melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi oelh urin tikus
yang telah terkontaminasi oleh Leptospira (Depkes RI, 2005:8).
Masuknya kuman Leptospira pada hospes secara kualitatif berkembang
bersama dengan proses infeksi pada semua resevoar Leptospira. Namun
masuknya kuman secara kuantitatif berbeda, bergantung kepada agen, host dan
lingkungan. Melalui cara lain dapat saja terjadi yaitu melaui permukaan mukosa,
misalnya melalui abrasi, mukosa, saluran hidung atau konjungtiva. Kuman
Leptospira akan masuk dalam peredaran darah yang ditandai dengan adanya
demam dan berkembang pada target organ serta akan menunjukkan gejala infeksi
pada organ tersebut. Masa inkubasi dari leptospirosis 4–19 hari, rata–rata 10 hari.
Penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi (Depkes RI, 2005:8).
16
Gambaran klinis akan bervariasi bergantung dari kondisi manusianya,
spesies hewan, dan umurnya. Kuman ini beberapa hari akan tinggal pada organ
seperti hati, limpa, ginjal dengan ditandai perubahan patologis. Mekanisme sistem
imunitas tubuh akan aktif apabila kuman menjalar ke jaringan hati dan ginjal,
serta berada si tubular ginjal (Depkes RI, 2005:8).
Orang dengan profesi tertentu seperti petani yang mengerjakan sawah,
petugas rumah potong hewan, dokter hewan yang menangani ternak, mempunyai
kecenderungan besar terinfeksi bakteri. Tikus yang mempunyai kesempatan
bergerak luas melampaui batas–batas kepemilikian lahan merupakan sumber
penularan yang potensial (Soeharsono, 2002:41).
2.1.3 Resevoar Penular
Hewan–hewan yang menjadi sumber penularan adalah rodent (tikus), babi,
sapi, kambing, domba, kuda, kucing, anjing, serangga, burung, insektivora
(landak, kelelawar, tupai), sedangkan rubah dapat berperan sebagai karier dari
Leptospira (Rusmini, 2011:43-44).
2.1.4 Gejala Klinis
Manifestasi klinis leptospirosis sangat bervariasi, mulai dai infeksi
subklinik, demam anikterik ringan seperti influenza sampai dengan yang berat dan
berpotensi fatal yaitu penyakit weil (weil’s disease atau weil’s syndrome). Karena
variasi klinik penyakit ini luas, maka penyakit ini biasanya mirip dengan infeksi
dengue, malaria ringan atau berat, demam typhoid, hepatitis virus, infeksi
hantavirus, sepsis atau penyakit demam lainnya (Rusmini, 2011:89).
17
Selain pembagian gambaran klinis diatas, Soeharyo Hadisaputro, 2002,
Iskandar Z; Nelwan RHH, Suhendro, dkk, 2002, membagi leptospirosis menurut
perjalanan penyakitnya menjadi 3 fase yaitu:
2.1.4.1 Fase Pertama
Pada masa leptospiremia akan dijumpai leptospira dalam darah, timbul
keluahan sakit kepala, suhu badan meningkat sampai menggigil, nyeri otot hebat
terutama pada paha, betis yang diikuti dengan hiperaestesia. Beberapa penderita
mengeluh nafsu makan berkurang, mual, muntah dan diare. Keluhan batuk dan
sakit dada dijumai pada hampir semua kasus, sedangkan batuk darah sangat jarang
ditemukan.
Tanda fisik dianggap khas adalah conjuctival suffusion, pertama kali
timbul pada hari ke 3 (tiga) atau ke 4 (empat), yang disertai dengan sklera mata
berwarna kuning dan adanya photophpbia. Tanda lain dapat berupa kemerahan
pada kulit berbentuk makula, makulopapula ataupun urtikaria, dan perdarahan
kulit. 25% kasus dapat dijumpai penurunan kesadaran, bradikardi, hipotensi, dan
oliguria yang kadang juga dijumpai splenomegelia, hepatomegali, atau
limfadenopatia.
2.1.4.2 Fase Kedua (Fase Immune)
Pada fase immune, ditandai kembali dengan munculnya gejala demam
yang tidak melebihi 39°C, berlangsung selama 1–3 hari, kadang–kadang timbul
antibodi dalam sirkulasi darah. Pada fase ini kadang–kadang dijumpai adanya
iridlosiklitis, neuritis optik, mielitis, encephalitis, serta neurophati perifer.
18
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran
klinis bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, dapat terjadi gangguan fungsi
ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.
2.1.4.3 Fase Ketiga (Fase Convalescent)
Pada fase ini terjadi perbaikan klinis yang ditandai dengan pulihnya
kesadaran, ikterus menghilang, tekanan darah menjadi normal kembali, serta
perbaikan produksi urin. Fase ini terjadi bila pada minggu kedua sampai minggu
keempat degan petogenesis yang masih belum jelas, demam, serta nyeri otot
masih dijumpai, yang kemudian berangsur–angsur hilang.
2.1.5 Penyebab Penyakit (Agent)
Bakteri leptospira sebagai penyebab leptospirosis berbentuk spiral
termasuk dalam ordo spirochaetales dalam famili trepanometaceae. Bentuk spiral
denga pilinan yang rapat dengan ujung – ujungnya yang bengkok seperti dari
bakteri leptospira menyebabkan gerakan leptospira sangat aktif, baik gerakan
berputar sepanjang sumbunya, maju, mundur maupun melengkung karena
ukurannya yang sangat kecil. Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop
medan gelap atau mikroskop phase kontras. Leptospira peka terhadap asam dan
dapat hidup dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut,
air selokan, dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati (Depkes RI,
2005:6).
Sifat dari bakteri Leptospira adalah spirochaeta yang bergelung rapat
sekali, berukuran 0,1 μm x 0,6 μm sampai 0,3 μm x 20 μm. Amplitudo hilikel
sekitar 0,1 sampai 0,15 μm dan panjang gelombang sekitar 0,5 μm, pada ujung
19
selnya baik pada salah satu maupun keduanya biasanya terikat pada semacam kait.
Dua filamen aksial (flagella periplasmik) dengan insersi polar terletak pada ruang
perplasmik. Struktur protein flagella sangat komplek, leptospira memperlihatkan
dua bentuk yang berbeda dalam pergerakannya, translatasi dan nontranslatasi.
Leptospira dapat diwarnai dengan pewarnaan karbolfuchsin. Bakteri ini bersifat
aerobik obligat dengan pertumbuhan optimal pada suhu 28°C–30°C dan pH 7,2–
80. Menghasilkan katalase dan oksidase, tumbuh pada media sederhana yang kaya
dengan vitamin (vit B2 dan B12 adalah faktor pertumbuhan), asam lemak rantai
panjang, dan garam amonium. Asam lemak rantai panjang digunakan sebagai
sumber karbon tunggal dan metabolisme oleh α oxidase (Depkes RI, 2005:6).
Leptospira relatif mudah dikultur dalam kondisi aerobik, suhu 28°C–30°C.
Genus leptospira dibagi dalam 2 spesies, yaitu L. interrogans (patogen) dan L.
biflexa, mengandung strain saprofitik yang diisolasi dari lingkungan. L. biflexa
dibedakan dari L. interrogans dengan melihat pertumbuhan pada suhu 13°C
(Depkes RI, 2005:6).
Kedua spesies tersebut di atas, L interrogans dan L.biflexa dibagi dalam
sejumlah serovar yang telah ditetapkan dalam aglutinas setelah absorbsi silang
dengan antigen homolog. Jika pada uji ulangan selalu terdapat lebih dari 10% titer
homolog pada sekurang–kurangnya satu dari dua antisera, maka pada dua strain
tersebut dnyatakan sebagai dua serovar yang berbeda (Depkes RI, 2005:6).
2.1.6 Faktor Risiko Manusia Terinfeksi Bakteri Leptospirosis
1. Petani dan peternak serta tukang potong hewan
2. Penangkap/penjerat hewan
20
3. Dokter/mantri hewan
4. Penebang kayu, pekerja selokan dan perkebunan
5. Berenang di sungai
6. Bersampan
7. Kemping
8. Berburu/kegiatan di hutan
9. Anjing piaraan dan hewan ternak
10. Genangan air hujan
11. Lingkungan tikus
12. Banjir (Aru W. Sudoyo, 2007:1824)
2.1.7 Diagnosis klinis dan diagnosis banding
Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pola klinis leptospirosis tidak
sama, tergantung dari : jenis bakteri leptospirosis, kekebalan seseorang, kondisi
lingkungan dan lain-lain.
2.1.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data
epidemiologis penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan
pasien. Identitas pasien ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal,
jenis pekerjaan dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan
liar dilingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis. Keluhan-
keluahan khas yang dapat ditemukan yaitu : demam mendadak, keadaan umum
lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata
21
semakin lama semakin bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah
betis dan paha (Rusmini,2011:103).
2.1.7.2 Pemeriksaan fisik
Gejala klinis menonjol yaitu : ikterik,demam, mialgia, nyeri sendi serta
conjungtival suffusion. Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala
klinik yang sering ditemukan. Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu :
hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsa meningeal, hipotensi, ronki paru
dan adanya diatesisi hemoragik (Rusmini, 2011:104-105).
2.1.7.3 Pemeriksaan laboratorium
2.1.7.3.1 Pemeriksaan laboratorium umum
Pemeriksaan laboratorium umum ini tidak terlalu spesifik untuk
menentukan diagnosis leptospirosis. Yang termasuk pemeriksaan laboratorium
umum yaitu pemeriksaan darah, pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan fungsi
hati
2.1.7.3.2 Pemeriksaan laboratorium khusus
Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan bakteri
leptospira dapat secara langsung dengan mencari bakteri leptospira atau
antigennya dan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap
bakteri leptospira dengan uji serologis. Pemeriksaan langsung meliputi kultur,
mikroskopis, inokulasi hewan, (immuno) staining dan reaksi polimerase berantai.
Pemeriksaan langsung dengan isolasi bakteri leptospira patogen merupakan
diagnosis pasti leptospirosis. Sedangkan interpretasi pemeriksaan tidak langsung
22
harus dikorelasikan dengan gejala klinis dan data epidemiologis seperti riwayat
pajanan dan faktor risiko lain.
2.1.7.4 Pemeriksaan Langsung
Pemeriksaan langsung meliputi pemeriksaan mikroskopik dan
immunostaining, pemeriksaan molekuler, biakan, dan inokulasi hewan percobaan
2.1.7.5 Pemeriksaan tidak langsung/serologi
Spesimen untuk pemeriksaan serologi adalah 2 ml serum. Spesimen serum
disimpan dan dikirim dalam keadaan beku dengan dry ice, (karena pada suhu 20-
250 C spesimen hanya tahan beku selama 1-2 hari). Berbagai jenis uji serologi
antara lain Microscopic Agglutination Test (MAT), Macroscopic Slide
Agglutination Test (MSAT), Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), dan
Uji Serologi Penyaring
2.1.8 Tikus
2.1.8.1 Klasifikasi Tikus
Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia
(hewan menyusui). Para ahli zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk
menggolongkannya ke dalam ordo rodensia (hewan yang mengerat), subordo
Myormorpha, famili amauridae, dan sub famili Murinae.
2.1.8.2 Biologi
Anggota muridae ini dominan di sebagian kawasan di dunia. Potensi
reproduksi tikus dan mencit sangat tinggi dan ciri yang menarik adalah gigi
serinya beradaptasi untuk mengerat.
23
Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-masing
sepasang. Gigi seri ini secara cepat akan tumbuh memanjang sehingga merupakan
alat potong yang sangat efektif. Tidak mempunyai taring dan graham.
Karakterisitik lainnya adalah cara berjalannya dan perilaku hidupnya. Semua
rodensia komersal berjalan dengan telapak kakinya. Beberapa jenis rodensia
adalah Rattus norvegicus, Rattus diardi, Mus muculus. Rattus norvegicus (tikus
got) berperilaku menggali lubang di tanah, dan hidup di lubang tersebut.
sebaliknya Rattus diardi (tikus rumah) tidak tinggal di tanah tapi di semak-semak
atau di atap bangunan. Bantalan telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk
kekuatan menarik dan memegang yang sangat baik. Hal ini karena pada bantalan
telapak kaki terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada rodensia penggali
bantalan telapak kakinya halus. Mus muculus selalu berada di dalam bangunan
rumah, sarangnya bisa ditemui didalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak
penyimpanan atau laci.
2.1.8.3 Kebiasaan-Kebiasaan Tikus
Tikus mempunyai penglihatan yang buruk, tetapi mempunyai panca indera
seperti pencium yang tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari, tikus bergerak
dipandu kumis yang panjang peka terhadap sentuhan. Tikus senang dengan bau
harum khususnya yang berasal dari makanan manusia. Kebiasaan lain misalnya
senang di tempat-tempat penyimpanan makanan. Kesukaan mencari makanan
adalah di tempat sampah, lemari, selokan dan dapur. Umur hidup seekor tikus
rata-rata mencapai 1 tahun dan pembiakan cepat terjadi selama musim hujan,
apabila terdapat banyak makanan dan tempat untuk berlindung.
24
2.1.9 Pengobatan penderita/tersangka
Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik seperti doxycycline, ampicilin, amoxicillin, penicillin, dan
erithromycin yang sebaiknya diberikan pada hari munculnya gejala klinis, karena
pengobatan setelah hari kelima sakit tidak akan banyak menolong. Pemberian
doksisiklin 200 mg perminggu dapat juga melindungi terjadinya leptospirosis
(Rusmini, 2011:109).
2.1.10 Pengendalian leptospirosis di masyarakat
Pengendalian leptospirosis di masyarakat sangat terkait dengan hasil studi
faktor - faktor risiko terjadinya leptospirosis. Oleh karena itu pengendalian
leptospirosis terdiri dari pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
Pencegahan primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai sasaran dapat
terhindar dari leptospirosis, sehingga kegiatannya bersifat promotif, termasuk di
sini proteksi spesifik dengan cara vaksinasi. Sedangkan pencegahan sekunder
yang sasarannya adalah orang yang sudah sakit leptospirosis, dicegah agar orang
tersebut terhindar dari komplikasi yang nantinya akan menyebabkan kematian.
Prinsip kerja dan langkah pencegahan primer adalah mengendalikan agar tidak
terjadi kontak leptospira pada manusia yang meliputi :
2.1.10.1 Pencegahan hubungan dengan air / tanah yang terkontaminasi.
Pada pekerja yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi leptospira, misalnya
pada pekerja irigasi, petani tebu, pekerja laboratorium, dokter hewan, pekerja
pemotongan hewan, petugas survei di hutan, pekerja tambang, harus memakai
pakaian khusus yang dapat melindungi kontak dengan bahan yang telah
25
terkontaminasi, misal : sepatu bot, masker dan sarung tangan. Dianjurkan setelah
bekerja, terutama pekerja laboratorium daan pemotongan hewan untuk mencuci
alat - alat kerja dengan sodium hipokhlorit pengenceran 1 : 4000 atau dengan
deterjen.
2.1.10.2 Melindungi sanitasi air minum penduduk.
Dalam hal ini dilakukan pengelolaan air minum yang baik, filtrasi dan
dekhlorinasi untuk mencegah invasi leptospira. pH air sawah diturunkan menjadi
asam dengan pemakaian pupuk / bahan-bahan kimia, sehingga jumlah dan
virulensi leptospira berkurang.
2.1.10.3 Pemberian Vaksinasi.
Vaksinasi diberikan sesuai dengan leptospira di tempat tersebut, akan
memberikan manfaat cukup poten dan aman sebagai pencegahan bagi pekerja
risiko tinggi. Pencegahan dengan serum imun spesifik telah terbukti melindungi
pekerja laboratorium. Vaksinasi terhadap hewan piaraan efektif untuk mencegah
leptospirosis (Dharmajono, 2002:7).
2.1.10.4 Pencegahan dengan antibiotik.
Pemberian penisilin 2 juta unit per hari selama 5 hari secara intramuskuler
dianggap dapat melindungi orang-orang dianggap telah terkontaminasi oleh strain
leptospira yang virulensinya tinggi. Doksisiklin dapat juga digunakan untuk
pencegahan.
2.1.10.5 Pengendalian hospes perantara leptospira
Rodent yang diduga paling poten sebagai karier leptospira adala tikus.
Untuk itu dapat dilakukan beberapa cara seperti penggunaan racun tikus,
26
pemasangan jebakan, penggunaan bahan Rodentisida dan penggunaan predator
rodent. Untuk mengatasi agar tikus tidak masuk ke dalam rumah, sebaiknya
dibuat kedap tikus dan bahan-bahan makanan yang mudah busuk dibuang.
2.1.10.6 Usaha promotif
Untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara edukasi, dimana
antara daerah satu dengan daerah lain mempunyai serovar dan epidemi
leptospirosis yang berbeda. Seperti diketahui bahwa leptospirosis merupakan
zoonosis klasik pada binatang yang merupakan sumber infeksi utama, oleh karena
itu setiap program edukasi haruslah melibatkan profesi kesehatan / kedokteran,
dokter hewan dan kelompok lembaga sosial masyarakat yang terlibat. Pokok-
pokok cara pengendalian leptospirosis juga memperhatikan hasil studi faktor
risiko terjadinya leptospirosis, antara lain higiene perorangan seperti kebiasaan
mandi, riwayat adanya luka, keadaan lingkungan yang tidak bersih, disamping
pekerjaan, sosial ekonomi, populasi tikus dan lain-lain.
2.2 Sanitasi Rumah
2.2.1 Definisi
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada
pengawasan terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat (Mukono, 2000:155).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
829/MENKES/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, yang
dimaksud dengan rumah yaitu bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan merupakan kelompok
27
rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan sarana pembinaan keluarga yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan (Mukono, 2000:155).
2.2.2 Kriteria Rumah Sehat
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan, dan
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, dan limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan,
cukup sinar matahari pagi, terlindunginya makanan dan minuman dari
pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain, persyaratan garis
sempadan jalan konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,
dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir (Dinkes Provinsi
Jawa Tengah, 2005: 24).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan bahwa
persyaratan kesehatan rumah tinggal yaitu:
28
2.2.2.1 Bahan Bangunan
A. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut:
1) Debu total tidak lebih dari 150 µg m3
2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam
3) Timah hitam tidak lebih dari 300 mg/kg
B. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme pathogen.
2.2.2.2 Komponen dan Penataan Ruang Rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai
berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding:
Ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk
pengaturan sirkulasi udara. Kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan
mudah dibersihkan.
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d. Bumbungan rumah yang memiliki ketinggian 10 meter atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir.
e. Ruang didalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang
keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, ruang bermain
anak.
29
f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
2.2.2.3 Pencahayaan
Pencahayaan alami yaitu berasal dari sinar matahari yang masuk ke dalam
rumah dan atau pencahayaan buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
2.2.2.4 Kualitas Udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut:
a. Suhu udara nyaman berkisar antara 16°C sampai 30°C
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara = 5 kaki kubik per menit per penghuni
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam
f. Konsentrasi gas formaklehid tidak melebihi 120 mg/m3
2.2.2.5 Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari
luas lantai.
2.2.2.6 Binatang Penular Penyakit
Tidak ada tikus bersarang di dalam rumah.
2.2.2.7 Air
a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari.
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
30
2.2.2.8 Tersedianya Sarana Penyimpanan Makanan yang Aman
2.2.2.9 Limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran
terhadap permukaan tanah serta air tanah.
2.2.2.10 Kepadatan Hunian
Luas rumah minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2
orang.
2.2.3 Faktor Kondisi Sanitasi Rumah yang Mempengaruhi Kejadian Leptospirosis
Kondisi sanitasi rumah berpengaruh terhadap terjadinya leptospirosis.
Sanitasi rumah merupakan segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar
rumah. Beberapa aspek kondisi sanitasi rumah yang berkaitan dengan kejadian
leptospirosis meliputi : kondisi selokan, karakteristik genangan air, sarana
pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, kejadian banjir, keberadaan
tikus di dalam rumah, kepadatan hunian, tempat penyediaan makanan di dalam
rumah, serta intensitas cahaya di dalam rumah.
2.2.3.1 Kondisi Selokan
Kondisi selokan yang digunakan untuk mengalirkan limbah rumah tangga
harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut : tidak ada genangan air di sekitar
rumah akibat luapan dari selokan, saluran tertutup atau diresapkan dan kondisi
selokan lancar tidak tersumbat (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:24).
2.2.3.2 Karakteristik genangan air
31
Biasanya yang mudah terjangkit penyakit leptospirosis adalah usia
produktif dengan karakteristik tempat tinggal : merupakan daerah yang padat
penduduknya, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air
maupun lingkungan kumum. Tikus biasanya kencing di genangan air. Lewat
genangan air inilah bakteri leptospira akan masuk ke tubuh manusia (Depkes RI,
2003).
2.2.3.3 Sarana pembuangan air limbah
Air limbah rumah tangga disalurkan pada tempat pembuangan limbah
yang telah tersedia di setiap rumah masing – masing tanpa menimbulkan bau tidak
sedap dan pencemaran lingkungan (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2009).
2.2.3.4 Sarana pembuangan sampah
Adanya kumpulan sampah di rumah dan sekitarnya akan menjadi tempat
yang disenangi tikus. Kondisi sanitasi yang jelek seperti adanya kumpulan
sampah dan kehadiran tikus merupakan variabel determinan kasus leptospirosis.
Adanya kumpulan sampah dijadikan indikator dari kehadiran tikus. Jarak rumah
yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah mengakibatkan tikus dapat
masuk ke rumah dan kencing di sembarang tempat. Jarak rumah yang kurang dari
500 m dari tempat pengumpulan sampah menunjukkan kasus leptospirosis lebih
besar dibanding yang lebih dari 500 m (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:26).
2.2.3.5 Kejadian banjir
Leptospirosis menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah
beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan dan kelembapan tinggi (Depkes
32
RI, 2003). Leptospirosis berhubungan dengan musim hujan, dan musim hujan
inilah yang sering menyebabkan banjir di beberapa wilayah.
2.2.3.6 Keberadaan tikus di dalam rumah
Bakteri leptospira khususnya spesies L. ichterrohaemorrhagiae banyak
menyerang tikus besar seperti tikus wirok (Rattus norvegicus dan tikus rumah
(Rattus diardii). Sedangkan L.ballum menyerang tikus kecil (mus musculus). Ada
tidaknya tikus di dalam dan sekitar rumah yang ditandai dengan ada tidaknya
lubang tikus atau kotoran tikus.
2.2.3.7 Keberadaan hewan peliharaan
Selain pada tikus, Leptospira juga dapat menginfeksi hewan lain seperti
sapi, anjing, kuda, kambing, domba dan babi. Meskipun pada hewan- hewan
tersebut hanya kemungkinan kecil terjadi. Seperti Canicola pada anjing dan
Pomona pada babi dan sapi.
2.2.3.8 Kepadatan hunian
Menetapkan luas rumah, jumlah dan ukuran ruangan harus disesuaikan
dengan jumlah orang yang akan menempati rumah tersebut agar tidak terjadi
kelebihan jumlah penghuni rumah. Rumah yang dihuni oleh banyak orang dan
ukuran luas rumah tidak sebanding dengan jumlah orang maka akan
mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan dan berpotensi terhadap penularan
penyakit dan infeksi (Dinkes Prov Jateng, 2005).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
828/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas
bangunan yang optimum adalah 2,5-3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota
33
keluarga). Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
rumah. Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan
jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Kepadatan penghuni dikategorikan
menjadi memenuhi standar (2 orang per 8 m2) dengan ketentuan anak <1 tahun
tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung setengah (Mukono,
2000:156).
2.2.3.9 Intensitas cahaya di dalam rumah
Rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya
matahari, disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang
baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata.
Cahaya alami, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan masuk cahaya
(jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang
terdapat dalam ruangan rumah. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan
dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai bukan menyinari
dinding (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:170-171).
Selain sebagai penerangan, cahaya berperan pula sebagai germic
(pembunuh kuman atau bakteri) disamping untuk penyembuhan beberapa jenis
penyakit. Cahaya berperan sebagai germicid karena cahaya merupakan
34
gelombang-gelombang elektromagnetik dan karena itu cahaya mempunyai energi
(Soekidjo Notoatmodjo, 2007:170-171).
Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah
menggunakan luxmeter, yang diukur pada pukul 09.00-15.00 WIB dan membagi
beberapa titik pengukuran dengan jarak antara titik sekitar 1 meter, dilakukan
dengan tinggi luxmeter kurang lebih 85 cm diatas lantai dan posisi photo cell
menghadap sumber cahaya, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan
bila < 60 lux. Menurut WHO, kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi
syarat kesehatan untuk berbagai keperluan khusus untuk pencahayaan dalam
rumah adalah 60-120 lux (Dinkes Prov Jateng, 2005).
2.3 Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Leptospirosis
2.3.1 Umur
Kejadian suatu penyakit sering terkait pada umur. Berdasarkan data
prevalensi dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak
menggambarkan risiko spesifik umur. Leptospirosis diketahui terjadi pada semua
umur berkisar antara balita sampai lansia ( 1 tahun sampai lebih dari 65 tahun).
Namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Menurut
rekapitulasi bulanan data kesakitan tingkat puskesmas se-Kota Semarang tahun
2010, penderita leptospirosis berumur 1–4 tahun sebanyak 3 penderita, umur 5–14
tahun sebanyak 8 penderita, umur 15–44 tahun sebanyak 22 penderita, umur 45–
54 tahun sebanyak 2 penderita, umur 55–64 tahun sebanyak 3 penderita dan yang
berumur ≥ 65 tahun sebanyak 2 penderita. Dan penderita leptospirosis terbanyak
35
pada umur 15-44 tahun dengan penderita sebanyak 22 penderita (Depkes RI,
2006:8, Dinkes Kota Semarang, 2010).
2.3.2 Status Gizi
Daya tahan tubuh bagi penderita leptospirosis dapat didukung oleh status
gizi yang baik. Hal ini disebabkan karena status gizi yang baik adalah parameter
yang baik untuk mendeteksi bahwa proses metabolisme gizi dalam keadaan
normal. Metabolisme gizi yang normal adalah syarat terpenuhinya berbagai
kebutuhan fisiologis tubuh untuk bertahan hidup (survival), termasuk kemampuan
imunologi tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Status gizi bagi pasien
leptospirosis memiliki pengaruh nyata terhadap daya tahan tubuhnya. Hal ini
disebabkan status gizi yang baik adalah proteksi yang baik untuk melawan virus
patogen dalam tubuh. Sistem imunologi yang didukung sepenuhnya oleh protein
tubuh, akan memberikan pertahanan maksimal dan mengurangi efek kerusakan
jaringan akibat infeksi virus dan bakteri oleh tubuh. Interaksi antara infeksi
termasuk penyakit leptospirosis dan gizi didalam tubuh seseorang dikemukakan
sebagai suatu peristiwa sinergik, selama terjadinya infeksi status gizi akan
menurun dan dengan menurunnya status gizi orang tersebut menjadi kurang
resisten terhadap infeksi. Respons imun menjadi kurang efektif dan kuat ketika
seseorang mengalami gizi kurang.
2.3.3 Status Ekonomi
Faktor yang turut menjadi risiko terjadinya leptospirosis adalah tingkat
ekonomi, yang dapat digambarkan dengan besarnya penghasilan. Besarnya
penghasilan seseorang turut mempengaruhi pemenuhan kebutuhan hidupnya,
36
termasuk kebutuhan makanan dan kesehatan. Jika kebutuhan akan makanan sehat
tidak terpenuhi maka dapat melemahkan daya tahan tubuh, sehingga mudah
terserang suatu penyakit (Indan Entjang, 2000:24).
Derajat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Masyarakat miskin
biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit. Derajat
kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena
sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Untuk menjamin akses penduduk
miskin terhadap pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kebijakan Program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini berganti nama
menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Peserta program
Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu, yang terdaftar dan
memiliki kartu sehingga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
2.4 PHBS Tatanan Rumah Tangga
2.4.1 Pengertian PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih sehat
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Pedoman Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga, Dinkes Prov. Jateng, 2010).
2.4.2 Tujuan PHBS di Rumah Tangga
Tujuan PHBS di rumah tangga antara lain adalah sebagai berikut:
2.4.2.1 Tujuan Umum
Meningkatnya rumah tangga sehat di Kabupaten/ Kota
37
2.4.2.2 Tujuan Khusus
1. Meningkatnya pengetahuan, kemauan dan kemampuan anggota rumah
tangga untuk melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
2. Anggota rumah tangga berperan aktif dalam gerakan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di masyarakat.
2.4.2.3 Manfaat PHBS di Rumah Tangga
Manfaat PHBS di Rumah Tangga adalah sebagai berikut :
2.4.2.3.1 Bagi Rumah tangga itu sendiri
1) Setiap anggota keluarga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.
2) Anak tumbuh sehat dan cedas
3) Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat
4) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat difokuskan untuk memenuhi
kebutuhan gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan
pendapatan keluarga.
2.4.2.3.2 Bagi masyarakat
1) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
2) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatannya.
3) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
4) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan,
tabungan ibu bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air,
ambulans desa dan lain-lain.
38
2.4.2.3.3 Bagi Pemerintah Kota / Kabupaten
1) Peningkatan prosentase Rumah Tangga sehat menunjukkan kinerja dan citra
Pemerintah Kabupaten / Kota yang baik.
2) Biaya yang tadinya dialokasikan untuk menanggulangi masalah-masalah
kesehatan dapat dialihkan untuk pengembangan lingkungan yang sehat dan
penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan terjangkau.
3) Kabupaten / Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam
pengembangan PHBS di Rumah Tangga.
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga, Pusat Promosi
Kesehatan Departemen kesehatan RI, 2006).
2.4.3 Indikator Penilaian PHBS Tatanan Rumah Tangga
Indikator PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu alat ukur atau
merupakan suatu petunjuk yang membatasi fokus perhatian untuk menilai
keadaan atau permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator PHBS tatanan
rumah tangga diarahkan pada aspek program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan
Lingkungan, Gaya Hidup, dan Upaya Kesehatan Masyarakat.
Indikator PHBS tatanan rumah tangga yang digunakan di Jawa Tengah
terdapat 16 variabel, yang terdiri dari 10 indikator Nasional dan 6 indikator lokal
Jawa Tengah. Indikator – indikator tersebut adalah sebagai berikut :
2.4.3.1 Indikator Nasional
1. Bagi ibu hamil apakah pertolongan persalinan dilakukan oleh tenaga/petugas
kesehatan
39
2. Bagi rumah tangga yang memiliki bayi, apakah bayinya mendapat ASI
ekslusif selama usia 0 sampai 6 bulan
3. Anggota rumah tangga mengkonsumsi beranekaragam makanan dalam
jumlah cukup untuk mencapai gizi seimbang
4. Anggota rumah tangga menggunakan/memanfaatkan air bersih
5. Anggota rumah tangga menggunakan jamban sehat
6. Anggota rumah tangga menempati ruangan rumah minimal 9 m2 per orang
7. Anggota rumah tangga menggunakan lantai rumah kedap air
8. Anggota rumah tangga melakukan aktifitas fisik/olahraga
9. Anggota rumah tangga tidak merokok
10. Anggota rumah tangga menjadi peserta JPK (Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan)
2.4.3.2 Indikator lokal Jawa Tengah
1. Penimbangan Balita
2. Anggota rumah tangga membuang sampah pada tempat yang semestinya
3. Anggota rumah tangga terbiasa mencuci tangan sebelum makan dan sesudah
BAB
4. Anggota rumah tangga menggosok gigi minimal 2 kali sehari
5. Anggota rumah tangga tidak minum miras dan tidak menyalahgunakan
narkoba
6. Anggota rumah tangga melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
minimal seminggu sekali. (Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tatanan Rumah Tangga, Dinkes Prov. Jateng, 2010).
40
2.4.4 Peran Anggota Rumah Tangga
1. Menerapkan PHBS di rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari
2. Mengajak anggota rumag tangga lain untuk ber-PHBS melalui kelompok
dasawisma
3. Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat terkait PHBS seperti
posyandu, gerakan PSN dan sebagainya.
4. Menjadi kader untuk memberdayakan anggota rumah tangga di masyarakat
bekerjasama tim ditinggat desa melalui penyuluhan perorangan, penyuluhan
kelompok dan penyuluhan massa.
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga, Pusat Promosi
Kesehatan Departemen kesehatan RI, 2006).
2.4.5 Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
Tingkatan strata tersebut antara lain sehat pratama, sehat madya, sehat
utama dan sehat paripurna. Strata rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Strata PHBS Di Rumah Tangga
Strata Kriteria
Sehat Pratama (Warna Merah) Sehat Madya (Warna Kuning) Sehat Utama (Warna Hijau) Sehat Paripurna (Warna Hijau)
Apabila nilai rumah tangga antara 0 s/d 5
Apabila nilai rumah tangga antara 6 s/d 10
Apabila nilai rumah tangga antara 11 s/d 15
Apabila nilai rumah tangga adalah 16
41
Tabel 2.2 Strata Kelompok (RT,RW, DESA/KELURAHAN, KECAMATAN,
KABUPATEN/KOTA)
Strata Kriteria
Sehat Pratama (Warna Merah) Sehat Madya (Warna Kuning) Sehat Utama (Warna Hijau) Sehat Paripurna (Warna Hijau)
Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 0 s/d 24,4% Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna mencapai 24,5 s/d 49,4%
Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 49,5 s/d 74,4% Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna mencapai 74,5% atau lebih
42
2.5 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005, Dinkes propinsi Jawa Tengah 2009,
Kepmenkes RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, Djoni Djunaedi 2007, Mukono 2000, Soekidjo Notoatmodjo 2007, Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga Dinkes Prov. Jateng 2010.
Strata PHBS tatanan rumah tangga
Keberadaan Bakteri leptospira
Sarana pembuangan sampah
Intensitas cahaya dalam rumah
Kepadatan hunian
Keeradaan hewan peliharaan
Keberadaan tikus dalam rumah
Kejadian Leptospirosis
Status gizi Umur Status ekonomi
Keberadaan air menggenang
Kondisi selokan
Kejadian banjir
Sarana pembuangan air limbah
Kejadian kontaminasi genangan air
Kejadian infeksi leptospira pada manusia melalui luka, mukosa, dan konjungtiva
43
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Strata PHBS tatanan rumah tangga Kondisi selokan Intensitas cahaya di dalam rumah Keberadaan tikus di dalam rumah Keberadaan hewan peiharaan Keberadaan air yang menggenang Sarana pembuangan air limbah Sarana pembuangan sampah
Kejadian Leptospirosis
Variabel Pengganggu :
Umur Status ekonomi Kejadian banjir
Variabel Bebas : Variabel Terikat :
44
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Ada hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian
leptospirosis.
2) Ada hubungan antara kondisi selokan dengan kejadian leptospirosis.
3) Ada hubungan antara intensitas cahaya dengan kejadian leptospirosis.
4) Ada hubungan antara keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis.
5) Ada hubungan antara keberadaan hewan peliharaan dengan kejadian
leptospirosis.
6) Ada hubungan antara keberadaan air yang menggenang dengan kejadian
leptospirosis.
7) Ada hubungan antara sarana pembuangan air limbah dengan kejadian
leptospirosis.
8) Ada hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian
leptospirosis.
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Pada dasarnya metode penelitian yang akan digunakan adalah metode
penelitian observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol, yaitu suatu
penelitian (survei) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari
dengan menggunakan retrospektif (Soekidjo, 2005:150).
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Bebas
Strata PHBS tatanan rumah tangga, yaitu suatu tingkatan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam setiap rumah tangga yang telah ditetapkan oleh dinkes
45
setempat yang meliputi beberapa strata rumah tangga antara lain sehat pratama,
sehat madya, sehat utama, dan sehat paripurna. Dan sanitasi rumah yaitu usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap tempat
tinggal untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Dan sanitasi rumah tersebut meliputi kondisi selokan, intensitas cahaya,
keberadaan tikus, keberadaan hewan peliharaan, keberadaan air yang
menggenang, sarana pembuangan air limbah, serta sarana pembuangan sampah.
3.4.2 Variabel Terikat
Kejadian leptospirosis di kecamatan Candisari Kota Semarang.
3.4.3 Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu tidak diteliti, tetapi dikendalikan dengan cara
restriksi/dihilangkan. Variabel-variabel tersebut adalah umur, status ekonomi,
kejadian banjir.
3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Nama Variabel
Definisi Operasional
Alat Cara Ukur
Kriteria Skala
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Strata PHBS tatanan rumah tangga
Tingkatan kualitas PHBS dalam rumah tangga yang terdiri dari sehat pratama, sehat madya, sehat utama dan sehat paripurna (PHBS Tatanan Rumah Tangga 2010).
Kuesioner
Wawancara
1. Baik jika strata PHBS Tatanan Rumah Tangga termasuk sehat utama dan paripurna.
2. Kurang baik jika strata PHBS Tatanan Rumah Tangga termasuk sehat pratama dan madya.
Ordinal
46
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Kondisi selokan
Kondisi saluran yang digunakan untuk mengalirkan limbah rumah tangga yang dihasilkan.
Kuesioner
wawancara
1. Memenuhi syarat jika tidak ada genangan air di sekitar rumah, saluran tertutup atau diresapkan dan kondisi selokan lancar tidak tersumbat.
2. Tidak memenuhi syarat jika ada genangan air di sekitar rumah, saluran tidak tertutup, tidak diresapkan dan kondisi selokan tidak lancar (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:24)
Ordinal
Intensi tas cahaya
Banyaknya sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan rumah. Pengukuran dilakukan di dapur dan kamar mandi. Waktu pengukuran dilakukan pada pukul 09.00-15.00 WIB.
Luxmeter
Pengukuran lang sung
1.Memenuhi syarat jika pengukuran ≥ 60 - ≤ 120 lux
2. Tidak memenuhi syarat jika:Pengukuran < 60 lux dan Pengukuran > 120 lux (Kepmenkes RI, 1999).
Ordinal
Kebera daan tikus
Ada tidaknya tikus di dalam dan sekitar rumah yang ditandai dengan ada tidaknya lubang tikus atau kotoran tikus.
Kuesioner
Wawancara
1.Memenuhi syarat jika tidak terdapat tikus, lubang tikus atau kotoran tikus.
2. Tidak memenuhi syarat jika terdapat tikus, lubang tikus atau kotoran tikus (Dinkes Prov Jateng 2005).
Ordinal
47
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Kebera daan hewan peliha raan
Ada tidaknya hewan peliharaan yang dapat terinfeksi Leptospira (kucing, sapi, anjing, kuda, kambing, domba, babi) yang dimiliki.
Kuesioner
Wawancara
1. Baik jika tidak memiliki hewan peliharaan.
2. Kurang baik jika memiliki hewan peliharaan.
Ordinal
Kebera daan air yang mengge nang
Ada tidaknya air yang menggenang di dalam dan sekitar rumah (± 5 meter) saat musim hujan.
Kuesioner
Wawancara
1. Baik jika tidak terdapat air yang menggenang
2. Tidak baik jika terdapat air yang menggenang
Ordinal
Sarana pembua ngan air limbah
Tempat pembuangan air limbah rumah tangga yang digunakan oleh keluarga tersebut.
Kuesioner
Wawancara
1. Memenuhi syarat, jika saluran tertutup dan diresapkan.
2. Tidak memenuhi syarat, jika saluran terbuka dan tidak diresapkan (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005).
Ordinal
Sarana pembu angan sampah
Tempat pembuangan sampah rumah tangga yang digunakan oleh keluarga tersebut.
Kuesioner
Wawancara
1. Memenuhi syarat, jika sampah diangkut tidak melebihi 3 x 24 jam, tertutup dan kedap air.
2. Tidak memenuhi syarat, jika sampah diangkut lebih dari 3 x 24 jam, terbuka dan tidak kedap air. (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:26).
Ordinal
48
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Kejadian leptospi Rosis
Penderita yang tinggal di kecamatan Candisari yang menderita leptospirosis oleh dokter melalui pemeriksaan klinis dan konfirmasi laboratorik (MAT).
Rekam medik
Melihat data sekun der
1. Menderita leptospirosis
2. Tidak menderita leptospirosis
Ordinal
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
3.6.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Soekidjo Notoatmojo,
2005:79). Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita Leptospirosis yang
tinggal di Kecamatan Candisari pada tahun 2009-2011. Populasi pada penelitian
ini dibagi dua, yaitu populasi kasus dan populasi kontrol. Pada penelitian ini
sekelompok kasus (kelompok yang menderita efek/penyakit yang sedang diteliti)
dibandingkan dengan kelompok kontrol (kelompok yang tidak menderita/penyakit
yang sedang diteliti). Penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi penderita
dengan efek atau penyakit tertentu dan kelompok tanpa efek disebut kontrol.
Populasi pada penelitian ini berjumlah 41 orang.
3.6.1.1 Populasi Kasus
Kelompok kasus adalah orang yang menderita efek atau penyakit tertentu.
Pada penelitian ini populasi kasus adalah seluruh penderita leptosopirosis yang
tercatat di Puskesmas Candilama dan Puskesmas Kagok yang bertempat tinggal di
49
wilayah Kecamatan Candisari selama periode Januari 2009 sampai Desember
2011 yaitu sejumlah 41 orang.
3.6.1.2 Populasi Kontrol
Kelompok kontrol adalah orang yang tidak menderita efek atau tanpa efek.
Pada penelitian ini populasi kontrol adalah orang yang tidak menderita
leptospirosis dan bertempat tinggal di Kecamatan Candisari Kota Semarang
selama periode Januari 2009 sampai Desember 2011. Kemudian secara
retrospektif (penelusuran ke belakang) diteliti faktor risiko yang dapat
menerapkan apakah pada kasus dan kontrol terdapat faktor risiko atau tidak
(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2011:111).
3.6.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo
Notoatmojo,2002:79). Perhitungan besar sampel dengan tingkat kepercayaan 95%
(Zα=1,96) dan kekuatan penelitian 80% (Zβ=0,842) serta berdasarkan nilai OR
dan proporsi paparan pada kelompok kontrol (P2) dari penelitian terdahulu adalah
sebagai berikut:
n1=n2= 2 1 1 2 2
2
1 2 2 (Sudigdo dan Sofyan Ismail, 2011:368).
Keterangan:
n1=n2 : Besar sampel untuk kasus dan kontrol
Zα : Tingkat kepercayaan (95%=1,96)
Zβ : Kekuatan penelitian (80%= 0,84)
50
P1 : Perkiraan proporsi efek pada kasus
P2 : Proporsi pada kelompok kontrol (dari penelitian terdahulu, P2=44%)
Q : 1–P
OR : Dari penelitian terdahulu (Taufik Ari Pambudi, 2011) dengan nilai
OR=3,683
Tabel 3.2 Perhitungan Sampel
Faktor Risiko Leptospirosis OR P2
PenelitianDwi Sarwani Sri Rejeki 1 Kondisi selokan 5 31,7% 2 Keberadaan Tikus 38,1 44,4%
Penelitian Taufik Ari Pambudi 1 Keberadaan tikus 3,683 43,5% 2 Kondisi selokan 1,758 56,5% OR dipilih yang terkecil dan memenuhi jumlah sampel
P1 =
=
, , , , ,
= 0,739
P = = , , = 0,587
Q = 1 – P = 1 – 0,587 = 0,413
Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,739 = 0,261
Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,435 = 0,565
Zα = 1,96 dan Zβ = 0,842
n1= n2= , √ , , , √ , , , ,
, ,
= 32,64
= 33
51
Hasil perhitungan sampel minimal diperoleh jumlah sampel minimal yaitu
33 responden, dan akan diambil sampel sejumlah 33 responden. Dengan
perbandingan 1:1 untuk kelompok kasus dan kelompok kontrol (n1=n2), maka
besar sampel pada penelitian ini adalah 33 sampel kasus dan 33 sampel kontrol.
3.6.2.1 Sampel Kasus
Sampel kasus dalam penelitian ini adalah penderita Leptospirosis pada
bulan Januari 2009–Desember 2011 yang terdaftar dalam catatan rekam medik
Puskesmas Candilama dan Puskesmas Kagok yang bertempat tinggal di
Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2009-2011 yaitu sejumlah 33 orang.
Kriteria Inklusi dan eksklusi pada sampel kasus adalah:
1. Kriteria Inklusi
a) Menderita penyakit leptospirosis yang tercatat dalam rekam medik Puskesmas
Candilama dan Kagok
b) Bertempat tinggal di Kecamatan Candisari
c) Kondisi fisik dan lingkungan rumah tidak berubah mulai tahun 2009.
2. Kriteria Eksklusi
a) Penderita pindah tempat saat dilakukan penelitian.
b) Responden menolak berpartisipasi dalam penelitian.
c) Responden tidak ada di rumah.
3.6.2.2 Sampel Kontrol
Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah orang yang tidak menderita
Leptospirosis yang tinggal di sekitar (± 700 meter) rumah kasus (tetangga
52
penderita) yang bertempat tinggal di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun
2009-2011.
Kriteria inklusi dan eksklusi pada sampel kontrol adalah:
1. Kriteria Inklusi
a) Responden bukan penderita leptospirosis yang tinggal di sekitar rumah kasus
(tetangga penderita) dengan jarak ± 700 meter.
b) Tidak ada anggota keluarga yang dinyatakan penderita Leptospirosis dan
menunjukkan gejala–gejala Leptospirosis sejak bulan Januari tahun 2009.
c) Bertempat tinggal di Kecamatan Candisari saat dilakukan penelitian.
d) Kondisi fisik dan lingkungan rumah tidak berubah mulai dari tahun 2009.
2. Kriteria Eksklusi
a) Subyek pindah tempat saat dilakukan penelitian.
b) Subyek menolak berpartisipasi dalam penelitian.
c) Subyek tidak ada di rumah.
3.6.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik simple random
sampling. Dengan cara menanyakan kepada responden menggunakan kuesioner
penjaringan sampel pada kelompok kontrol.
3.7 Sumber Data Penelitian
3.7.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh peneliti (Eko
Budiarto, 2002:5). Dalam penelitian ini data primer adalah data penderita
leptospirosis di Kecamatan Candisari (Puskesmas Candilama dan Puskesmas
Kagok). Data primer juga diperoleh dengan cara wawancara dan observasi.
53
Wawancara dilaksanakan kepada sebagian pelayanan kesehatan (DKK Kota
Semarang dan Puskesmas Candilama dan Puskesmas Kagok).
3.7.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah bila pengumpulan data yang diinginkan diperoleh
dari orang lain dan tidak dilakukan oleh peneliti sendiri (Eko Budiarto, 2001:5).
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data pasien rawat jalan Puskesmas
Candilama dan Puskesmas Kagok.
3.8 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat–alat yang digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
3.8.1 Kuesioner
Kuesioner merupakan suatu daftar tertulis yang berisikan rangkaian –
rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal tertentu untuk dijawab secara tertulis
pula (Sugiyono, 2008:142). Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data –
data melalui wawancara. Adapun kuesioner ini digunakan untuk memperoleh
jawaban yang akurat dari responden mengenai sanitasi rumah.
3.8.3 Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Luxmeter untuk
pengukuran pencahayaan.
3.9 Teknik Pengambilan Data
3.9.1 Observasi
Observasi adalah suatu hasil pembuatan pemusatan perhatian terhadap
suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera (Suharsimi Arikunto,
2002:133).
54
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data hubungan antara strata
PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian leptospirosis di
Kecamatan Candisari.
3.9.2 Interview atau wawancara
Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara yang digunakan peneliti untuk menilai
keadaan seseorang (Suharsimi Arikunto, 2002:132). Peneliti menanyakan
langsung dari sumbernya, tujuannya untuk mencari data yang belum terjaring
dengan kuesioner. Variabel yang ditanyakan dan diambil dengan cara wawancara
meliputi perilaku hidup bersih dan sehat, kondisi selokan, keberadaan tikus,
keberadaan hewan peliharaan, keberadaan air yang menggenang, sarana
pembuangan air limbah, serta sarana pembuangan sampah.
3.9.3 Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan adalah data sekunder berupa data penderita
Leptospirosis yang diperoleh dari Puskesmas Candilama dan Kagok.
3.10 Prosedur Penelitian
Kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar
adalah sebagai berikut:
3.10.1 Tahap Pra Penelitian
Tahap awal penelitian adalah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan
penelitian. Adapun kegiatan pada awal penelitian adalah:
1. Koordinasi dengan pihak–pihak yang terkait dalam penelitian ini tentang
tujuan dan prosedur penelitian
55
2. Menegelompokkan sampel (kasus dan kontrol)
3. Penyusunan Kuesioner
4. Mempersiapkan alat ukur dan perlengkapan lainnya.
3.10.2 Tahap Penelitian
Tahap penelitian adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan
penelitian. Adapun kegiatan pada tahap penelitian adalah:
1. Pengisian kuesioner yang dipandu oleh Guide Quest
2. Pengukuran intensitas cahaya yang dilakukan secara bergantian dari 1 rumah
responden (kasus dan kontrol) ke rumah yang lainnya.
3.10.3 Tahap Pasca Penelitian
Tahap akhir penelitian adalah kegiatan yang dilakukan pada saat setelah
selesai penelitian. Adapun kegiatan pada tahap pasca penelitian adalah:
1. Pencatatan hasil penelitian
2. Analisis data
3.11 Teknik Analisis Data
Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian dianalisis
dalam rangka untuk memberikan arti yang berguna pada pemecahan masalah
dalam penelitian ini.
3.11.1 Langkah – langkah dalam menganalisis data.
3.11.1.1 Editing
Sebelum data diolah, data perlu diedit terlebih dahulu. Mengedit adalah
memeriksa kelengkapan daftar pertanyaan yang telah diarahkan oleh para
56
pengumpul data. Tujuan dari editing adalah untuk mengurangi kesalahan atau
kekurangan yang ada dalam daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan.
3.11.1.2 Coding
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban – jawaban dari para responden
ke dalam kategori – kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi
tanda atau kode berbentuk angka pada masing – masing jawaban.
3.11.1.3 Tabulating
Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel jawaban – jawaban yang
sudah diberi kategori jawaban dan mengatur angka – angka kemudian dimasukkan
dalam tabel, sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam bernagai kategori.
3.11.1.4 Entry
Data yang telah dikode tersebut kemudian dimasukkan dalam program
komputer untuk selanjutnya akan diolah.
3.11.2 Cara Analisis Data
3.11.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya dalam analisis univariat hanya menghasilkan distribusi pada
persentase dari tiap variabel (Agus Riyanto, 2010:61). Analisis univariat
bermanfaat untuk melihat apakah data telah layak untuk dianalisis, melihat
gambaran data yang dikumpulkan dan apakah data telah optimal untuk dianalisis
lebih lanjut.
57
3.11.2.2 Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk menguji hubungan antara masing–masing
variabel meliputi variabel bebas degan variabel terikat. Skala data penelitian yaitu
skala ordinal dengan ordinal maka uji statisiknya Chi–Square. Syarat uji Chi–
Square adalah tidak ada sel yang nilai observed nol dan sel expected (E) kurang
dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel (Sopiyudin Dahlan, 2011:19).
3.11.2.2.1 Penentuan Odds Ratio (OR)
1) Tabel 2 x 2
Untuk mengetahui besar faktor risiko yang digunakan dalam analisis OR
dengan menggunakan tabel 2 x 2 yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.3 Tabel 2 x 2 penentuan OR
Kasus Kontrol Jumlah
Faktor risiko (+) Ya a b a + b
Faktor risiko (-) Tidak c d c + d
Jumlah a + c b + d a + b + c + d
(Sumber: Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011:148)
Susunan hasil pengamatan dalam tabel 2 x 2 dilakukan sebagai berikut:
Sel a : Kasus yang mengalami pajanan
Sel b : Kontrol yang mengalami pajanan
Sel c : Kasus yang tidak mengalami pajanan
Sel d : Kontrol yang tidak mengalami pajanan
Risiko relative dinyatakan dengan Odds Ratio (OR) = {a/(a+b) : b/(a+b)}/{c(c+d)
: d/(c+d)} = a/b : c/d = ad/bc
(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011:148).
58
2) Perhitungan Odds ratio (OR)
Odds ratio adalah berapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan
pada kontrol (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011: 148). OR pada
studi kasus kontrol mengalami kelompok kasus (a+c) dan kelompok kontrol
(b+d).
Rumus menghitung OR :
OR=O
O
=
:
= //
: //
= :
=
(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011:158).
Interpretasi OR dan 95%CI
1. OR > 1, dan 95% CI tidak mencangkup angka 1, menunjukkan bahwa faktor
yang diteliti merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
2. OR > 1, dan 95% CI mencangkup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang
diteliti belum merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
3. OR = 1, dan 95% CI mencangkup angka 1 atau 95% CI, menunjukkan bahwa
faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
59
4. OR < 1, dan 95% CI tidak mencangkup angka 1, menunjukkan bahwa faktor
yang diteliti merupakan faktor protektif yang dapat mengurangi terjadinya
penyakit.
5. OR < 1, dan 95% CI mencangkup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang
diteliti belum tentu merupakan faktor protektif yang dapat mengurangi
terjadinya penyakit (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011: 136).
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Candisari Kota Semarang.
Kecamatan Candisari merupakan wilayah kerja Puskesmas Candilama dan Kagok.
Wilayah kerja Puskesmas Candilama adalah kelurahan Karanganyar Gunung,
Jomblang, dan Jatingaleh. Sedangkan wilayah kerja Puskesmas Kagok adalah
Kelurahan Wonotingal, Candi, Kaliwiru, dan Tegalsari.
Kecamatan Candisari terletak pada ketinggian ± 100 m diatas permukaan
laut. Luas wilayahnya sekitar 555.510 ha. Jumlah penduduk sebesar 71.242 jiwa
terdiri dari 35.251 orang penduduk laki-laki dan 35.991 orang penduduk
perempuan. Dari 7 kelurahan tersebut terdiri dari 461 RT dan 65 RW. Proporsi
penduduk menurut mata pencaharian yaitu PNS/TNI/POLRI sebanyak 2.551
orang dan swasta/buruh/wiraswata sebanyak 15.092 orang. Sarana Pendidikan
yang terdapat di Kecamatan Candisari yaitu sebanyak 47 SD/sederajat, 8
SMP/sederajat, 4 SMA/sederajat dan 5 SMK/sederajat. Sarana Kesehatan yang
tersedia selain puskesmas yaitu 1 rumah sakit dan 5 poliklinik (Kecamatan
Candisari, 2011:1).
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Karakteristik Responden
Responden terdiri dari responden kasus dan responden kontrol yang mana
responden kasus terdiri dari 33 orang dan responden kontrol sebanyak 33 orang.
61
Responden kasus yaitu penderita Leptospirosis pada bulan Januari 2009–
Desember 2011 yang terdaftar dalam catatan rekam medik Puskesmas Candilama
dan Puskesmas Kagok yang bertempat tinggal di Kecamatan Candisari Kota
Semarang Tahun 2009-2011. Sedangkan responden kontrol yaitu orang yang tidak
menderita Leptospirosis yang tinggal di sekitar (± 700 meter) rumah kasus
(tetangga penderita) yang bertempat tinggal di Kecamatan Candisari Kota
Semarang Tahun 2009-2011.
4.2.1.1 Distribusi Responden menurut Umur
WHO menganjurkan pembagian umur menurut tingkat kedewasaan, yaitu
15-49 tahun untuk orang muda dan dewasa, serta 50 tahun ke atas untuk orang tua
(Notoatmodjo, 2007:20). Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol
didapatkan gambaran umum mengenai umur responden, dapat dilihat pada tabel
4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Responden menurut Umur
Umur (tahun) Kejadian Leptospirosis
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
15-49 >50
9 24
27,3 72,7
10 23
30,3 69,7
Total 33 100,0 33 100,0
Data Tabel 4.1 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden dengan umur 15-49 tahun sebesar 27,3% dan responden
dengan umur > 50 tahun sebesar 72,7%. Sedangkan dari 33 responden kontrol,
prosentase responden dengan umur 15-49 tahun sebesar 30,3% dan responden
dengan umur > 50 tahun sebesar 69,7%.
62
4.2.1.2 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol didapatkan gambaran
umum mengenai jenis kelamin responden, dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai
berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Laki-laki Perempuan
21 12
63,6 36,4
22 11
66,6 33,4
Total 33 100,0 33 100,0
Data Tabel 4.2 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 63,6% dan responden
dengan jenis kelamin perempuan sebesar 36,3%. Sedangkan dari 33 responden
kontrol, prosentase responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 66,6% dan
responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 33,4%.
4.2.1.3 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol didapatkan gambaran
umum mengenai tingkat pendidikan responden, dapat dilihat pada tabel 4.3
sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
SD SMP SMA/SMK Akademi/PT
14 8 10 1
42,4 24,2 30,3 3,1
10 11 11 1
30,3 33,3 33,3 3,1
Total 33 100,0 33 100,0
63
Data Tabel 4.3 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang memiliki tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 42,4%,
SMP sebesar 24,2%, SMA/SMK sebesar 30,3% dan akademi/PT yaitu sebesar
3,1%. Sedangkan pada 33 responden kontrol, prosentase responden yang memiliki
tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 30,3%, SMP sebesar 33,3%, SMA/SMK
sebesar 33,3% dan akademi/PT yaitu sebesar 3,1%.
4.2.2 Analisis Univariat Variabel Penelitian
4.2.2.1 Distribusi Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai strata PHBS tatanan
rumah tangga, dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden
Strata PHBS Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Kurang Baik Baik
24 9
72,7 27,3
12 21
36,4 63,6
Total 33 100,0 33 100,0
Data Tabel 4.4 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga kurang
baik sebesar 72,7% dan responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah
tangga baik sebesar 27,3%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase
responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga kurang baik sebesar
36,4% dan responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga baik
sebesar 63,6%.
64
4.2.2.2 Distribusi Kondisi Selokan Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai kondisi selokan
responden, dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Distribusi Kondisi selokan Responden
Kondisi Selokan Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
23 10
69,7 30,3
10 23
30,3 69,7
Total 33 100,0 33 100,0
Data Tabel 4.5 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang memiliki kondisi selokan tidak memenuhi syarat
sebesar 69,7% dan responden yang memiliki kondisi selokan memenuhi syarat
sebesar 30,3%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase responden yang
memiliki kondisi selokan tidak memenuhi syarat sebesar 30,3% dan responden
yang memiliki kondisi selokan memenuhi syarat sebesar 69,7%.
4.2.2.3 Distribusi Intensitas Cahaya dalam Rumah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai intensitas cahaya dalam
rumah responden, dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut:
Tabel 4.6 Distribusi Intensitas Cahaya dalam Rumah Responden
Intensitas Cahaya dalam Rumah
Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
16 17
48,5 51,5
20 13
60,6 39,4
Total 33 100,0 33 100,0
65
Data Tabel 4.6 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang memiliki intensitas cahaya dalam rumah tidak
memenuhi syarat sebesar 48,5% dan responden yang memiliki intensitas cahaya
dalam rumah memenuhi syarat sebesar 51,5%. Sedangkan dari 33 responden
kontrol, prosentase responden yang memiliki intensitas cahaya dalam rumah tidak
memenuhi syarat sebesar 60,6% dan responden yang memiliki intensitas cahaya
dalam rumah memenuhi syarat sebesar 39,4%.
4.2.2.4 Distribusi Keberadaan Tikus di Rumah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai keberadaan tikus di rumah
responden, dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Keberadaan Tikus di Rumah Responden
Keberadaan Tikus Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Ada Tidak Ada
27 6
81,8 18,2
14 19
42,4 57,6
Total 33 100,0 33 100,0
Data Tabel 4.7 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang terdapat tikus di rumah sebesar 81,8% dan responden
yang tidak terdapat tikus sebesar 18,2%. Sedangkan dari 33 responden kontrol,
prosentase responden yang terdapat tikus di rumah sebesar 42,4% dan responden
yang tidak terdapat tikus sebesar 57,6%
66
4.2.2.5 Distribusi Keberadaan Hewan Peliharaan Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai keberadaan hewan
peliharaan responden, dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai berikut:
Tabel 4.8 Distribusi Keberadaan Hewan Peliharaan Responden
Keberadaan Hewan Peliharaan
Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Ada Tidak Ada
19 14
57,6 42,2
12 21
36,4 63,6
Total 33 100,0 33 100,0 Data Tabel 4.8 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang memiliki hewan peliharaan sebesar 57,6% dan
responden yang tidak memiliki hewan peliharaan sebesar 42,2%. Sedangkan dari
33 responden kontrol, prosentase responden yang memiliki hewan peliharaan
sebesar 36,4% dan responden yang tidak memiliki hewan peliharaan sebesar
63,6%.
4.2.2.6 Distribusi Keberadaan Air Menggenang di Sekitar Rumah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai keberadaan air
menggenang di sekitar rumah responden, dapat dilihat pada tabel 4.9 sebagai
berikut:
Tabel 4.9 Distribusi Keberadaan Air Menggenang di Rumah Responden
Keberadaan Air Menggenang
Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Ada Tidak Ada
23 10
69,7 30,3
9 24
27,3 72,7
Total 33 100,0 33 100,0
67
Data Tabel 4.9 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang terdapat air menggenang di sekitar rumah sebesar
69,7% dan responden yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumah
sebesar 30,3%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase responden yang
terdapat air menggenang di sekitar rumah sebesar 27,3% dan responden yang
tidak terdapat air menggenang di sekitar rumah sebesar 72,7%
4.2.2.7 Distribusi Sarana Pembuangan Limbah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum sarana pembuangan limbah
responden, dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut:
Tabel 4.10 Distribusi Sarana Pembuangan Limbah Responden
Sarana Pembuangan Limbah Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
23 10
69,7 30,3
11 21
33,3 63,7
Total 33 100,0 33 100,0
Data Tabel 4.10 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang memiliki sarana pembuangan limbah tidak memenuhi
syarat sebesar 69,7% dan responden yang memiliki sarana pembuangan limbah
memenuhi syarat sebesar 30,3%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase
responden yang memiliki sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat
sebesar 33,3% dan responden yang memiliki sarana pembuangan limbah
memenuhi syarat sebesar 63,7%.
68
4.2.2.8 Distribusi Sarana Pembuangan Sampah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum sarana pembuangan sampah
responden, dapat dilihat pada tabel 4.11 sebagai berikut:
Tabel 4.11 Distribusi Sarana Pembuangan Sampah Responden
Sarana Pembuangan Sampah Kejadian Leptospirosis Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
27 6
81,8 18,2
15 18
45,5 54,5
Total 33 100,0 33 100,0
Data Tabel 4.11 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang memiliki sarana pembuangan sampah tidak memenuhi
syarat sebesar 81,8% dan responden yang memiliki sarana pembuangan sampah
memenuhi syarat sebesar 18,2%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase
responden yang memiliki sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat
sebesar 45,5% dan responden yang memiliki sarana pembuangan sampah
memenuhi syarat sebesar 54,5%.
4.2.3 Hasil Analisis Bivariat
4.2.3.1 Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan
Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang strata PHBS Tatanan
Rumah Tangga responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan
Candisari Kota Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
69
Tabel 4.12 Tabulasi Silang antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan
Kejadian Leptospirosis
Strata PHBS Kejadian Leptospirosis Nilai P
OR 95%CI
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Kurang Baik Baik
24 9
72,7 27,3
12 21
36,4 63,6 0,003 4,667 1,643-
13,256 Total 33 100,0 33 100,0
Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa prosentase responden kasus
dengan strata PHBS kurang baik sebesar 72,7% lebih besar dibandingkan dengan
strata PHBS kurang baik yaitu 27,3%, sedangkan prosentase responden kontrol
dengan strata PHBS baik sebesar 63,6% lebih besar dibandingkan dengan strata
PHBS kurang baik yaitu 36,4%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,003) < α (0,005) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara strata
PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR)
= 4,667 dengan interval 1,643-13,256, yang berarti bahwa responden dengan
strata PHBS tatanan rumah tangga kurang baik memiliki risiko 4,667 kali lebih
besar menderita Leptospirosis bila dibandingkan responden dengan strata PHBS
tatanan rumah tangga baik
4.2.3.2 Hubungan antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang kondisi selokan responden
pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota Semarang,
didapatkan hasil sebagai berikut:
70
Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis Kondisi Selokan Kejadian Leptospirosis Nilai
p OR 95%CI
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
23
10
69,7 30,3
10 23
30,3 69,7 0,001 5,290 1,851-
15,116 Total 33 100,0 33 100,0
Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa responden kasus dengan kondisi
selokan yang tidak memenuhi syarat sebesar 69,7% lebih besar dibandingkan
dengan kondisi selokan yang memenuhi syarat yaitu 30,3%, sedangkan
responden kontrol dengan kondisi selokan yang tidak memenuhi syarat sebesar
30,3% lebih kecil dibandingkan dengan selokan yang memenuhi syarat yaitu
69,7%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara kondisi
selokan dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) = 5,290 dengan
interval 1,851-15,116, yang berarti bahwa responden dengan kondisi selokan
tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,290 kali lebih besar menderita
Leptospirosis bila dibandingkan responden dengan kondisi selokan yang
memenuhi syarat
4.2.3.3 Hubungan antara Intensitas Cahaya dalam Rumah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang intensitas cahaya dalam
rumah responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota
Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
71
Tabel 4.14 Tabulasi Silang antara Intensitas Cahaya dalam Rumah dengan
Kejadian Leptospirosis
Intensitas Cahaya dalam Rumah
Kejadian Leptospirosis Nilai p
OR 95%CI
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
16
17
48,5 51,5
20 13
60,6 39,4
0,323 0,612 0,230-1,624
Total 33 100,0 33 100,0
Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa responden kasus dengan
intensitas cahaya dalam rumah tidak memenuhi syarat sebesar 48,5% lebih kecil
dibandingkan dengan intensitas cahaya dalam rumah memenuhi syarat yaitu
51,5%, sedangkan responden kontrol dengan intensitas cahaya dalam rumah tidak
memenuhi syarat sebesar 60,6% lebih besar dibandingkan dengan intensitas
cahaya dalam rumah memenuhi syarat yaitu 39,4%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,323) > α (0,05) sehingga
Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
intensitas cahaya dalam rumah dengan kejadian leptospirosis.
4.2.3.4 Hubungan antara Keberadaan Tikus di Rumah Responden dengan
Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan tikus du rumah
responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota
Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
72
Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Keberadaan Tikus di Rumah Responden dengan
Kejadian Leptospirosis
Keberadaan Tikus Kejadian Leptospirosis Nilai p
OR 95%CI
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
27
6
81,8
18,2
14
19
42,4
57,6 0,001 6,107 1,988-
18,757
Total 33 100,0 33 100,0 Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa responden kasus yang terdapat
tikus di rumah sehingga tidak memenuhi syarat sebesar 81,8% lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak terdapat tikus sehingga memenuhi syarat yaitu
sebesar 18,2%, sedangkan responden kontrol yang terdapat tikus di rumah
sehingga tidak memenuhi syarat sebesar 42,4% lebih kecil dibandingkan dengan
yang tidak terdapat tikus sehingga memenuhi syarat yaitu sebesar 57,6%
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara keberadaan
tikus dengan kejadian leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) = 6,107 dengan
interval 1,988-18,757, yang berarti bahwa responden yang terdapat tikus di rumah
sehingga tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,107 kali lebih besar menderita
leptospirosis bila dibandingkan responden yang tidak terdapat tikus sehingga
memenuhi syarat.
4.2.3.5 Hubungan antara Keberadaan Hewan Peliharaan Responden dengan
Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan hewan
peliharaan responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
73
Tabel 4.16 Tabulasi Silang antara Keberadaan Hewan Peliharaan Responden
dengan Kejadian Leptospirosis
Keberadaan Hewan Peliharaan
Kejadian Leptospirosis Nilai p
OR 95%CI
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Kurang Baik
Baik
19
14
57,6
42,4
12
21
36,4
63,6 0,084 2,375 0,883-6,390
Total 33 100,0 33 100,0
Berdasarkan Tabel 4.16 diketahui bahwa responden kasus yang terdapat
hewan peliharaan sehingga tergolong kurang baik sebesar 57,6% lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak terdapat hewan peliharaan sehingga tergolong
baik yaitu sebesar 42,4%, sedangkan responden kontrol yang terdapat hewan
peliharaan sehingga tergolong kurang baik sebesar 36,4% lebih kecil
dibandingkan dengan yang tidak terdapat hewan peliharaan sehingga tergolong
baik yaitu sebesar 63,6%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,084) > α (0,05) sehingga
Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
keberadaan hewan peliharaan dengan kejadian leptospirosis.
4.2.3.6 Hubungan antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan air
menggenang di sekitar rumah responden pada responden kasus dan kontrol di
Kecamatan Candisari Kota Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
74
Tabel 4.17 Tabulasi Silang antara Keberaadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis
Keberadaan Air Menggenang
Kejadian Leptospirosis Nilai p
OR 95%CI
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Kurang Baik
Baik
23
10
69,7
30,3
9
24
27,3
72,7 0,001 6,133 2,111-17,824
Total 33 100,0 33 100,0
Berdasarkan Tabel 4.17 diketahui bahwa responden kasus yang terdapat
air menggenang sehingga tergolong kurang baik yaitu sebsar 69,7% lebih besar
dibandingkan dengan tidak terdapat air menggenang sehingga tergolong baik
yaitu sebesar 30,3%, sedangkan responden kontrol yang terdapat air menggenang
sehingga tergolong kurang baik yaitu sebsar 27,3% lebih kecil dibandingkan
dengan tidak terdapat air menggenang sehingga tergolong baik yaitu sebesar
72,7%
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara keberadaan
air menggenang dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) = 6,133
dengan interval 2,111-17,824, yang berarti bahwa responden yang terdapat air
menggenang di sekitar rumah sehingga tergolong kurang baik memiliki risiko
6,133 kali lebih besar menderita leptospirosis bila dibandingkan responden yang
tidak terdapat air menggenang di sekitar rumah sehingga tergolong baik.
75
4.2.3.7 Hubungan antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang sarana pembuangan
limbah responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota
Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.18 Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis
Sarana Pembuangan Limbah
Kejadian Leptospirosis Nilai p
OR 95%CI
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
23
10
69,7
30,3
11 22
33,3 66,7 0,003 4,600 1,631-
12,973
Total 33 100,0 33 100,0
Berdasarkan Tabel 4.18 diketahui bahwa responden kasus dengan sarana
pembuangan limbah tidak memenuhi syarat sebesar 69,7% lebih besar
dibandingkan dengan sarana pembuangan limbah memenuhi syarat yaitu 30,3%,
sedangkan responden kontrol dengan sarana pembuangan limbah tidak memenuhi
syarat sebesar 33,3% lebih kecil dibandingkan dengan sarana pembuangan limbah
memenuhi syarat yaitu 66,7%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,003) > α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara sarana
pembuangan limbah dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) =
4,600 dengan interval 1,631-12,973, yang berarti bahwa responden dengan sarana
pembuangan limbah tidak memenuhi syarat memiliki risiko 4,6 kali lebih besar
menderita leptospirosis bila dibandingkan responden dengan sarana pembuangan
limbah memenuhi syarat.
76
4.2.3.8 Hubungan antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang sarana pembuangan
sampah responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.19 Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis
Sarana Pembuangan Sampah
Kejadian Leptospirosis Nilai P
OR 95%CI
Kasus Kontrol ∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
27
6
81,8
18,2
15 18
45,5 54,5 0,002 5,400 1,764-
16,533
Total 33 100,0 33 100,0
Berdasarkan Tabel 4.19 diketahui bahwa responden kasus dengan sarana
pembuangan sampah tidak memenuhi syarat sebesar 81,8% lebih besar
dibandingkan dengan sarana pembuangan sampah memenuhi syarat yaitu 18,2%,
sedangkan responden kontrol dengan sarana pembuangan sampah tidak memenuhi
syarat sebesar 45,5% lebih kecil dibandingkan dengan sarana pembuangan
sampah memenuhi syarat yaitu 54,5%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,002) > α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara sarana
pembuangan sampah dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) =
5,400 dengan interval 1,764-16,533, yang berarti bahwa responden dengan sarana
pembuangan sampah tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,4 kali lebih besar
menderita leptospirosis bila dibandingkan responden dengan sarana pembuangan
sampah memenuhi syarat.
77
4.2.4 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat
Rekapitulasi hasil penelitian mengenai Hubungan antara Strata PHBS
Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis
Kecamatan Candisari Kota Semarang (Tabel 4.20).
Tabel 4.20 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Uji Chi-Square No. Variabel Bebas p value OR 95%CI Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
0,003 4,667 1,643−13,256 Ada hubungan
2. Kondisi Selokan 0,001 5,290 1,851−15,116 Ada hubungan
3. Intensitas Cahaya 0,323 − − Tidak ada hubungan
4. Keberadaan Tikus 0,001 6,107 1,988−18,757 Ada hubungan
5. Keberadaan Hewan Peliharaan
0,084 − − Tidak ada hubungan
6. Keberadaan Air Menggenang
0,001 6,133 2,111–17,824 Ada hubungan
7. Sarana Pembuangan Limbah
0,003 4,600 1,631−12,973 Ada hubungan
8. Sarana Pembuangan Sampah
0,002 5,400 1,764−16,533 Ada hubungan
78
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
5.1.1 Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan
Kejadian Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara strata
PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,003) < α
(0,05). Dengan nilai OR sebesar 4,667 dan 95%CI=1,463-13,256 maka dapat
diketahui bahwa responden dengan strata PHBS kurang baik mempunyai risiko
4,667 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan strata
PHBS baik. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat
dikatakan bahwa strata PHBS merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
penyakit Leptospirosis.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan didapatkan bahwa sebagian besar
responden kasus dengan strata PHBS yang kurang baik yaitu 24 orang atau 72,7%
dan yang baik sebanyak 9 orang atau 27,3% karena pada sebagian besar
responden kasus memiliki tingkatan strata PHBS sehat madya sehingga tergolong
kurang baik. Sebaliknya pada responden kontrol, dimana strata PHBS yang
dicapai sebagian besar yaitu 21 orang atau 63,6% memiliki strata PHBS sehat
utama sehingga tergolong baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Pedoman Program PHBS Tatanan
Rumah Tangga Tahun 2010 yang menyatakan bahwa PHBS tatanan rumah tangga
dilakukan untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan
79
mampu melakukan PHBS dengan baik, memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Hasil
penelitian ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
strata PHBS sehat madya cukup banyak, sedangkan pada kontrol, yang memiliki
strata PHBS sehat madya hanya setengah dari jumlah kasus yang memiliki strata
PHBS sehat madya. Pada indikator kesehatan lingkungan, banyak responden
kasus yang lantai rumahnya tidak kedap air di bagian ruang dapur serta masih
banyak yang membuang sampah di sembarang tempat. Kepadatan hunian juga
masih banyak menjadi masalah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PHBS
pada kontrol lebih terjaga bila dibandingkan dengan PHBS pada kasus. Dan sesuai
dengan teori yang telah ada bahwa anggota rumah tangga yang mampu
melakukan PHBS dengan baik, memelihara dan meningkatkan kesehatannya akan
mampu mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman
penyakit.
Hal ini sesuai dengan penelitian Ima Nurisa (2005) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara indikator-indikator pada strata PHBS tatanan rumah
tangga seperti status gizi, faktor lingkungan, gaya hidup dengan kejadian
leptospirosis. Selain itu hasil penelitian Dwi Sarwani (2005) juga menyatakan
bahwa ada hubungan antara faktor lingkungan dan gaya hidup dengan kejadian
leptospirosis. Hal yang menyebabkan strata PHBS tatanan rumah tangga ikut
berpengaruh terhadap penyakit leptospirosis ini adalah karena sebagian besar
indikator-indikator PHBS merupakan faktor yang berhubungan dengan
leptospirosis.
80
5.1.2 Hubungan antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi
selokan dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang.
Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) < α (0,05). Dengan nilai OR sebesar
5,290 dan 95%CI=1,851-15,116 maka dapat diketahui bahwa responden dengan
kondisi selokan tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 5,290 kali lebih besar
menderita Leptospirosis daripada responden dengan kondisi selokan memenuhi
syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat
dikatakan bahwa kondisi selokan merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
penyakit Leptospirosis.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar
responden kasus dengan kondisi selokan yang tidak memenuhi syarat yaitu 23
orang atau 69,7% dan yang memenuhi syarat sebanyak 10 orang atau 30,3%
karena pada sebagaian besar responden kasus memiliki kondisi selokan yang
terbuka dan tersumbat saat musim hujan. Sebaliknya pada responden kontrol,
dimana kondisi selokan yang memenuhi syarat lebih banyak daripada kondisi
selokan yang tidak memenuhi syarat. Hasil penelitian ini sesuai dengan Dinkes
Prop Jateng 2005 yang menyatakan bahwa saluran pembuangan air/got yang
lancar akan menghambat perkembangan leptospira untuk dapat berkembang
secara baik, leptospira membutuhkan lingkungan optimal yaitu temperatur yang
hangat, lembab, dengan pH air yang netral
Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
kondisi selokan tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila dibandingkan
dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal ini
81
menunjukkan bahwa kondisi selokan pada kontrol lebih terawat bila dibandingkan
dengan kondisi selokan pada kasus sehingga kondisi selokan pada kontrol lebih
banyak yang memenuhi syarat, kondisi selokan pada kontrol banyak yang sudah
tertutup, tidak meluap saat hujan dan jarang tersumbat. Namun hal sebaliknya
terjadi pada kasus. Dan sesuai dengan yang telah dikatakan sebelumnya bahwa
kondisi selokan yang lancar akan menghambat perkembangan leptospira untuk
dapat berkembang secara baik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Siti Maesharokh (2011) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara kondisi selokan dengan kejadian leptospirosis di Kota
Semarang. Selain itu penelitian dari Mari Okatini (2007) juga menyatakan bahwa
ada hubungan antara kodisi selokan dengan kejadian leptospirosis di Jakarta.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kondisi selokan yang masih tidak tertutup
dan tersumbat hingga meluap saat hujan dapat menjadi faktor risiko leptospirosis.
5.1.3 Hubungan antara Intensitas Cahaya dengan Kejadian Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
intensitas cahaya dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,323) > α (0,05). Sehingga Ho
diterima, yang berarti tidak ada hubungan antara intensitas cahaya dengan
kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang. Dan dapat
dikatakan juga bahwa intensitas cahaya bukan merupakan salah satu faktor risiko
timbulnya penyakit Leptospirosis.
Dari hasil penelitian di lapangan didapatkan bahwa responden kasus
dengan intensitas cahaya tidak memenuhi syarat yaitu 16 orang atau 48,5% dan
yang memenuhi syarat (< 60 dan > 120 lux) sebanyak 17 orang atau 51,5%. Dan
pada responden kontrol, responden dengan intensitas cahaya tidak memenuhi
82
syarat yaitu 20 orang atau 60,6% dan yang memenuhi syarat sebanyak 13 orang
atau 39,4%.
Hal ini dapat menggambarkan bahwa intensitas cahaya pada responden
kasus dan kontrol relatif sama. Bahkan pada kontrol, yang memiliki intensitas
cahaya tidak memenuhi syarat cenderung lebih banyak. Hal ini disebabkan karena
keberadaan kamar mandi dan dapur pada kontrol lebih banyak berada di ruangan
tertutup dan menyatu dengan rumah, sedangkan kamar mandi dan dapur pada
kontrol lebih banyak yang berada terpisah dengan rumah sehingga cahaya lebih
mudah masuk sehingga intensitas cahaya juga banyak yang memenuhi syarat.
5.1.4 Hubungan antara Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara
keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) < α (0,05). Dengan nilai
OR sebesar 6,107 dan 95%CI=1,988-18,757 maka dapat diketahui bahwa
responden yang terdapat tikus di dalam rumahnya mempunyai risiko 6,107 kali
lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden yang tidak terdapat tikus
di dalam rumahnya. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1,
maka dapat dikatakan bahwa keberadaan tikus merupakan salah satu faktor risiko
timbulnya penyakit Leptospirosis.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar
responden kasus terdapat tikus di rumahnya yaitu 27 orang atau 81,8% dan yang
tidak terdapat tikus sebanyak 6 orang atau 18,2%. Dan pada responden kontrol,
perbandingan antara responden yang terdapat tikus dan tidak di rumahnya tidak
terlalu jauh yaitu 14 orang atau 42,4% dan 19 orang atau 57,6%. Hal ini
83
menunjukkan bahwa keberadaan tikus banyak ditemukan baik pada responden
kasus maupun responden kontrol namun keberadaan tikus pada responden kasus
lebih terlihat dominan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Djoni Djunaedi (2007) yang menyatakan
bahwa leptospirosis juga banyak dijumpai di daerah pinggiran kota dengan
populasi tikus yang berkembang biak secara cepat. Di daerah padat penduduk,
penyakit ini biasanya berkembang apabila dijumpai populasi tikus dalam jumlah
yang besar dan disertai sanitasi yang jelek.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden kasus banyak yang
mengaku bahwa sering melihat tikus di dalam dan sekitar rumahnya, serta
didukung dengan terdapatnya kotoran tikus di sekitar rumah yang menandakan
keberadaan tikus. Adanya tikus inilah yang menyebabkan variabel keberadaan
tikus di dalam dan sekitar rumah tidak memenuhi syarat. Namun pada kontrol
banyak yang mengaku bahwa jarang melihat tikus di dalam dan sekitar rumahnya
serta didukung dengan bersihnya sekitar rumah dari kotoran tikus yang
menandakan jarang ada tikus. Dan jarang/tidak adanya tikus inilah yang
menyebabkan variabel keberadaan tikus memenuhi syarat. Mungkin keberadaan
tikus memang selalu ada di setiap rumah, namun bila kebersihan tetap terjaga
maka tikus tidak akan betah untuk melakukan segala aktifitas dalam rumah
tersebut.
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Taufik Ari Pambudi
(2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keberadaan tikus dengan
kejadian leptospirosis. Hal tersebut dapat terjadi karena tikus domestik memiliki
kebiasaan dekat dengan manusia. Selain itu penelitian oleh Dwi Sarwani (2005)
juga menyatakan bahwa faktor lingkungan biologik yang merupakan faktor risiko
84
kejadian leptospirosis berat adalah adanya tikus di dalam dan sekitar rumah. Peran
tikus sebagai vektor dan reservoir beberapa penyakit menular menyebabkan
keberadaan tikus di pemukiman penduduk menjadi ancaman serius bagi manusia
untuk tertular penyakit. Dan sesuai dengan ketentuan tentang persyaratan rumah
sehat yang terdapat pada Dinkes Prop Jateng (2005) bahwa rumah sehat harus
bebas dari tikus atau hewan pengerat lainnya.
5.1.5 Hubungan antara Keberadaan Hewan Peliharaan dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
keberadaan hewan peliharaan dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,084) > α
(0,05). Sehingga Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan antara keberadaan
hewan peliharaan dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota
Semarang. Dan dapat dikatakan juga bahwa keberadaan hewan peliharaan bukan
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit Leptospirosis.
Dari penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa responden kasus yang
memiliki hewan peliharaan dirumahnya yaitu 19 orang atau 57,6% dan yang tidak
memiliki hewan peliharaan sebanyak 14 orang atau 42,4%. Dan pada responden
kontrol, yang memiliki hewan peliharaan dirumahnya yaitu 12 orang atau 36,4%
dan yang tidak memiliki hewan peliharaan sebanyak 21 orang atau 63,6%. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun responden kasus banyak yang memiliki hewan
peliharaan namun hal tersebut bukan merupakan faktor risiko kejadian
leptospirosis.
Hasil penelitian ini dapat menggambarkan bahwa responden kasus banyak
yang memiliki hewan peliharaan di rumahnya, adanya hewan peliharaan inilah
85
yang menyebabkan variabel keberadaan hewan peliharaan di rumah tergolong
kurang baik. Namun pada kontrol hanya sedikit yang memiliki hewan
peliharaan di rumahnya, dan tidak adanya hewan peliharaan inilah yang
menyebabkan variabel keberadaan hewan peliharaan di rumah tergolong baik.
Pada hasil penelitian, hasil kurang baik lebih banyak didapatkan pada responden
kasus. Namun ternyata hal tersebut belum cukup untuk menjadi penentu yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara keberadaan hewan peliharaan dengan
kejadian leptospirosis .Hasil ini mungkin disebabkan karena kejadian leptospirosis
dipengaruhi oleh faktor kebersihan kandang hewan peliharaan. Jadi meskipun
masyarakat mempunyai hewan peliharaan namun kebersihan kandang tetap
terjaga, tidak akan menjadi faktor risiko leptospirosis.
5.1.6 Hubungan antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara
keberadaan air menggenang dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) < α
(0,05). Dengan nilai OR sebesar 6,133 dan 95%CI=2,111-17,284 maka dapat
diketahui bahwa responden yang terdapat air menggenang di sekitar rumahnya
mempunyai risiko 6,133 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada
responden yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumahnya. Karena nilai
OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat dikatakan bahwa
keberadaan air menggenang merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
penyakit Leptospirosis.
Dari penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden kasus terdapat air menggenang di sekitar rumahnya yaitu 23 orang atau
86
69,7% dan yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumahnya sebanyak 10
orang atau 30,3%. Dan pada responden kontrol, responden yang terdapat air
menggenang di sekitar rumahnya yaitu 9 orang atau 27,3% dan yang tidak
terdapat air menggenang di sekitar rumahnya sebanyak 24 orang atau 72,7%.
Hasil penelitian ini dapat menggambarkan bahwa di sekitar rumah
responden kasus banyak terdapat air yang menggenang, adanya genangan air
inilah yang menyebabkan variabel keberadaan air menggenang di sekitar rumah
tergolong kurang baik. Namun pada kontrol hanya sedikit yang di sekitar
rumahnya terdapat air yang menggenang, dan tidak adanya genangan air inilah
yang menyebabkan variabel keberadaan air menggenang tergolong baik. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan air menggenang banyak ditemukan
pada responden kasus, karena sebagian besar letak kamar mandi dengan rumah
responden kasus terpisah sehingga kemungkinan responden kasus untuk
terkontaminasi genangan air di sekitar rumah sangat besar.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Djoni Djunaedi
(2007), yang menyatakan bahwa transmisi leptospira berlangsung dengan urin,
darah, atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau terpapar oleh lingkungan
yang terkontaminasi. Transmisi langsung dari manusia ke manusia jarang
ditemukan. Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat hidup dalam
air selama beberapa bulan, maka air tergenang memiliki peranan penting sebagai
transmisi. Mereka dapat terserang leptospirosis terpapar langsung oleh air atau
tanah yang terkontaminasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Agus
Priyanto (2008), yang menyatakan bahwa genangan air merupakan faktor risiko
Leptospirosis karena saat terjadinya kasus sebagian besar responden di sekitar
87
rumahnya terdapat genangan air. Selain itu penelitian Asyhar Tunissea (2008)
menyatakan bahwa genangan air yang berasal dari badan air alami merupakan
salah satu faktor risisko kejadian leptospirosis. Hal ini mebuktikan bahwa
keberadaan air menggenang cukup berpengaruh pada kejadian leptospirosis, untuk
itu diperlukan menjaga lingkungan rumah agar tidak terdapat genangan air di
sekitarnya.
5.1.7 Hubungan antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sarana
pembuangan limbah dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,003) < α (0,05). Dengan nilai
OR sebesar 4,600 dan 95%CI=1,631-12,973 maka dapat diketahui bahwa
responden dengan sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko 4,600 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan
sarana pembuangan limbah memenuhi syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI
tidak mencakup angka 1, maka dapat dikatakan bahwa sarana pembuangan limbah
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit Leptospirosis.
Berdasarkan penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden kasus dengan sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat yaitu
23 orang atau 69,7% dan yang memenuhi syarat sebanyak 10 orang atau 30,3%.
Dan pada responden kontrol, responden dengan sarana pembuangan limbah tidak
memenuhi syarat yaitu 11 orang atau 33,3% dan yang memenuhi syarat sebanyak
22 orang atau 66,7%. Hal ini terjadi karena sebagaian besar dari responden kasus
memiliki saluran pembuangan limbah yang tidak diresapkan.
88
Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila
dibandingkan dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa sarana pembuangan limbah pada kontrol lebih baik bila
dibandingkan dengan sarana pembuangan limbah pada kasus. Sarana pembuangan
limbah pada kontrol lebih banyak yang memenuhi syarat karena sarana
pembuangan limbah pada kontrol sudah banyak yang tertutup dan diresapkan.
Namun pada kasus, masih sedikit yang memiliki sarana pembuangan limbah yang
tertutup dan diresapkan karena sarana pembuangan limbah mereka sebagian besar
masih dibuat seadanya.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rusmini (2011) yang
menyatakan bahwa saluran pembuangan limbah yang buruk sehingga
menyebabkan adanya genangan air di sekitar rumah merupakan faktor risiko
kejadian leptospirosis karena vektor perantara bakteri leptospira dapat bertahan
hidup selama berbulan-bulan pada air yang menggenang. Sesuai dengan Dinkes
Prop Jateng 2005 yang menyatakan bahwa sarana pembuangan limbah harus
memenuhi syarat agar tidak mengganggu lingkungan dan mengurangi
kemungkinan munculnya penyakit yang disebabkan oleh lingkungan. Syarat-
syarat sarana pembuangan limbah antara lain saluran pembuangan limbah harus
tertutup dan diresapkan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Agus
Priyanto (2008), yang menyatakan bahwa sarana pembuangan limbah merupakan
faktor risiko Leptospirosis karena munculnya kontaminasi genangan air juga
disebabkan oleh sarana pembuangan limbah yang tidak lancar atau tersumbat.
89
Selain itu penelitian Mari Okatini (2005) juga menyatakan bahwa ada hubungan
antara sarana pembuangan limbah dengan kejadian leptospirosis. Untuk itu
sebaiknya sarana pembuangan limbah harus dibuat cukup baik agar bermanfaat
saat digunakan tanpa menimbulkan efek negatif yang mendatangkan penyakit.
5.1.8 Hubungan antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sarana
pembuangan sampah dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,002) < α (0,05). Dengan nilai
OR sebesar 5,400 dan 95%CI=1,764-16,533 maka dapat diketahui bahwa
responden dengan sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko 5,400 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan
sarana pembuangan sampah memenuhi syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI
tidak mencakup angka 1, maka dapat dikatakan bahwa sarana pembuangan
sampah merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit Leptospirosis.
Dari penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden kasus dengan sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat yaitu
27 orang atau 81,8% dan yang memenuhi syarat sebanyak 6 orang atau 18,2%.
Dan pada responden kontrol, responden dengan sarana pembuangan sampah tidak
memenuhi syarat yaitu 15 orang atau 45,5% dan yang memenuhi syarat sebanyak
18 orang atau 54,5%. Hal ini terjadi karena sebagaian besar dari responden kasus
memiliki sarana pembuangan sampah yang tidak tertutup dan tidak kedap air.
Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila
90
dibandingkan dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa kondisi sarana pembuangan sampah pada kontrol lebih
baik bila dibandingkan dengan sarana pembuangan sampah pada kasus. Sarana
pembuangan sampah pada kontrol lebih banyak yang memenuhi syarat karena
sarana pembuangan sampah pada kontrol sudah banyak yang tertutup dan kedap
air sehingga aman dari hewa-hewan pembawa vektor penyakit. Namun pada
kasus, masih sedikit yang memiliki sarana pembuangan sampah yang tertutup dan
kedap air karena sarana pembuangan sampah mereka sebagian besar masih
terbuka dan banyak digunakan oleh tikus sebagai tempat untuk mencari sisa-sisa
makanan.
Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rusmini (2011)
yang menyatakan bahwa tempat pengumpulan sampah yang buruk merupakan
faktor risiko kejadian leptospirosis karena vektor perantara bakteri leptospira
khususnya tikus sangat menyukai tempat-tempat dengan
keberadaan tumpukan sampah. Dan sesuai dengan Dinkes Prop Jateng 2005 yang
menyatakan bahwa sarana pembuangan sampah harus memenuhi syarat agar tidak
menimbulkan keberadaan vektor-vektor penyakit. Syarat-syarat tersebut antara
lain sampah harus diangkut tidak melebihi 3 x 24 jam, tertutup dan kedap air.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Feriyanti
(2008), yang menyatakan bahwa kebersihan rumah yang salah satunya adalah
sarana pembuangan sampah berhubungan dengan kejadian leptospirosis. Selain
itu penelitian Dwi Sarwani (2005) juga menyatakan bahwa sarana pembuangan
sampah yang tidak baik sehingga mengakibatkan adanya sampah di sekitar rumah
berhubungan dengan kejadian leptospirosis. Untuk itu sebaiknya sarana
91
pembuangan sampah harus dibuat cukup baik agar bermanfaat saat digunakan
tanpa menimbulkan efek negatif yang mendatangkan penyakit.
5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian
5.2.1 Hambatan Penelitian
Hambatan dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari alamat responden penelitian yang
tersebar dalam wilayah Kecamatan Candisari Kota Semarang karena data
alamat responden yang tidak jelas, sehingga peneliti membutuhkan bantuan
dari personil penelitian yang lebih banyak.
2. Pencarian alamat responden yang jaraknya cukup jauh antara responden yang
satu dengan responden yang lain.
5.2.2 Kelemahan Penelitian
Kelemahan dalam penelitian ini adalah :
1. Kelemahan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel kelompok kontrol
dalam penelitian ini tidak didasarkan pada hasil diagnosis laboratorium,
sehingga konsekuensinya bisa saja dalam kelompok kontrol terdapat penderita
Leptospirosis
2. Kejujuran responden dalam hal pengisian kuesioner, sehingga penulis harus
melakukan pendekatan secara personal pada saat pelaksanaan wawancara
dalam hal mencari informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
92
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi
rumah dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang dapat
disimpulkan bahwa:
1. Ada hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga, kondisi selokan,
keberadaan tikus, keberadaan air menggenang, sarana pembuangan limbah dan
sarana pembuangan sampah dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan
Candisari Kota Semarang.
2. Tidak ada hubungan antara intensitas cahaya dan keberadaan hewan peliharaan
dengan kejadian leptospirosis di kecamatan Candisari Kota Semarang.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan adalah sebagai
berikut:
6.2.1 Bagi Penderita Leptospirosis
Diharapkan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar supaya tidak
menjadi sarang tikus, penanganan sampah perlu dilakukan secara benar yaitu dengan
cara tempat sampah diusahakan tertutup rapat dan kedap air sehingga tidak menjadi
sumber makanan tikus, menjaga kondisi selokan dan sarana pembuangan limbah
93
agar tidak menimbulkan genangan air di sekitar rumah/ lingkungan. Memperhatikan
pula pedoman PHBS tatanan rumah tangga untuk mencegah risiko terjadinya
penyakit leptospirosis.
6.2.2 Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan serta puskesmas yang
menangani penyakit leptospirosis untuk menambah program kesehatan dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, khususnya penyakit leptospirosis
sehingga dapat menurunkan angka kesakitan, penularan maupun angka kematian
leptospirosis. Misalnya dengan memberikan penyuluhan kepada warga tentang
bahaya leptospirosis. Serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan misalnya dengan
melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta pelaporan kasus yang lebih
akurat sehingga instansi terkait mendapat pencegahan dan pemberantasan secara
efektif.
6.2.3 Bagi Peneliti Lain
Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan jenis desain penelitian dan
variabel yang berbeda untuk lebih mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan
kejadian leptospirosis.
94
DAFTAR PUSTAKA
Agus Priyanto, 2008, Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis (Studi Kasus di Kabupaten Demak), Tesis: Pasca Sarjana Undip
Agus Riyanto, 2010, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Yogyakarta:Nuha
Medika Aru W. Sudoyo, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI Depkes RI, 1999, Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/MENKES/SK/VII/1999,
Jakarta: Depkes RI ___________, 2003, Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan
Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta: Depkes RI.
___________, 2005, Pedoman Penanggulangan Leptospirosis Di Indonesia,
Jakarta: Depkes RI Ditjen P2P danPLP ___________, 2010, Profil Kesehatan IndonesiaTahun 2010, Jakarta: Depkes RI Dharmajono, 2002, Leptospirosis Anthrax Mulut $ Kuku Sapi-Gila,
Jakarta:Pustaka Populer Obor Dinkes Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2010, Semarang:
DKK Semarang ___________, 2010, Rekapitulasi Laporan Bulanan Kasus Leptospirosis Kota
Semarang. DKK Semarang Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2005, Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat
untuk Puskesmas, Semarang: DKP Jateng ___________, 2009, Profil Kesehatan Provinsi Jateng 2009, Semarang: DKP
Jateng ___________, 2010, Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah
Tangga, Semarang: DKP Jateng ___________, 2011, Buku Saku Kesehatan Provinsi Jateng 2011, Semarang: DKP
Jateng
95
Djoni Djunaedi, 2007, Kapita Selekta Penyakit Infeksi Ehrlichiosis, Leptospirosis, Riketsiosis, Antraks, Penyakit Pes. Malang: UMM Pres
Dwi Sarwani Sri Rejeki, 2005, Faktor Resiko Lingkungan yang Berpengaruh
terhadap Kejadian Leptospirosis Berat, Tesis: Program Studi Epidemiologi Undip Semarang
Eko Budiarto, 2002, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC Ima Nurisa, 2005, Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus dan Mencit) di
Indonesia,Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 4 No 3 Indan Entjang, 2000, Mikrobiologi & Parasitologi U-Akademi Keperawatan,
:P.T. Citra Aditya Bakti Mukono, 2000, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya: Airlangga
University Press Rusmini, 2011, Bahaya Leptospirosis (Penyakit Kencing Tikus) & Cara
Pencegahannya, Yogyakarta:Penerbit Gosyen Publishing Soeharsono, 2002, Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia 2,
Jakarta:Kanisius Soekidjo Notoatmodjo, 2005, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta ___________, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta Sopiyudin Dahlan, 2011, Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5,
Jakarta: Salemba Medika Sudigdo S dan Sofyan Ismael, 2011, Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis
Edisi ke – 4, Jakarta: CV Sagung Seto. Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
CV. Alfabeta Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineka Cipta Sunaryo, 2009, Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan dan Penentuan Zona
Kerawanan Leptospirosis di Kota Semarang Sylvia Y. Muliawan, 2008, Bakteri Spiral Patogen (Treponema, Leptospira dan
Borelia), Jakarta: Erlangga
96
Lampiran 1
PERMOHONAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN
Kepada Yth : Responden Penelitian Di tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rizka Auliya NIM : 6450408117 Status : Mahasiswa Program Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Bermaksud mengadakan penelitian tentang “Hubungan Antara Strata PHBS
Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012”. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Saudara sebagai responden dengan berpartisipasi menjawab pertanyaan yang telah disediakan. Untuk itu, saya mengharap kesediaan Saudara secara sukarela untuk menjadi partisipan dalam penelitian saya.
Atas bantuan dan kesediaan Saudara menjadi responden, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Rizka Auliya
97
Lampiran 2
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya secara sukarela bersedia
menjadi partisipan dalam penelitian ini. Saya akan berpartisipasi dalam penelitian
ini dari awal penelitian hingga penelitian ini selesai.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun.
Semarang, Agustus 2012
Responden
(…………………………..)
98
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA STRATA PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI
KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG TAHUN 2012
Nomor Responden : ....................................................................................
Tanggal Survey : ....................................................................................
Kelompok : 1. Kasus 2. Kontrol
Identitas Responden :
1. Nama : .........................................................................
2. Alamat : .........................................................................
.........................................................................
3. Umur : ..................................................................tahun
4. Jenis Kelamin : .........................................................................
5. Pendidikan :
a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SLTP
d. Tamat SLTA
e. Tamat Akademi/PT
Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian Leptospirosis. Hasil dari penelitian ini akan dipergunakan sebagai saran-saran dalam meningkatkan program pencegahan Leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang.
99
Lanjutan (Lampiran 3)
I. PERTANYAAN PENJARINGAN
1. Apakah rumah Anda direnovasi atau diperbaiki mulai tahun 2009-2011?
a. Ya
b. Tidak
Jika jawab “ya”, lanjut pertanyaan ke nomor 2
Jika jawab “tidak”, lanjut pertanyaan ke nomor 3
2. Rumah bagian mana yang Anda renovasi atau perbaiki? Sebutkan!
Jawab: ....................................................................................................
...............................................................................................................
3. Apakah sebelumnya ada anggota keluarga/tetangga (tinggal di sekitar ±
700 meter) yang menderita Leptospirosis?
a. Ya
b. Tidak
4. Pendapatan perbulan dalam keluarga :
No Nama Anggota Keluarga
Hubungan Keluarga
Jenis Pekerjaan
Besar Pendapatan Tetap+Sampingan
Per Bulan
Pendapatan per kapita =
a. < Rp 231.046,00
b. ≥ Rp 231.046,00
100
5. Apakah Saudara pernah menderita/mengalami gejala penyakit berikut?
NO GEJALA KLINIS YA TIDAK
1 Demam mendadak
2 Menggigil
3 Sakit/nyeri kepala
4 Nafsu makan berkurang
5 Nyeri pada betis/paha
6 Kemerahan pada mata
7 Kekuningan pada kulit/mata
8 Badan lemah
9 Leher kaku
10 Nyeri perut
11 Nyeri pada persendian
12 Tidak ada nafsu makan
13 Mual
14 Muntah
15 Diare
16 Kencing Berkurang
17 Kencing kecoklatan
18 Perdarahan di mukosa
19 Kulit kemerahan di beberapa tempat
20 Batuk
21 Pikiran kacau/bingung
Responden bisa dijadikan kontrol apabila responden minimal tidak pernah
menderita gejala klinis pada point 1, 4, 5, 7, 8, 13, 14. Apabila responden pernah
menderita gejala-gejala tersebut secara bersamaan maka wawancara tidak bisa
dilanjutkan dan responden tersebut tidak dapat dijadikan kontrol.
101
Lanjutan (Lampiran 3)
II. KUESIONER PENGUKURAN SANITASI RUMAH
1. Kondisi Selokan
2. Intensitas Cahaya
3. Keberadaan Tikus
4. Keberadaan hewan peliharaan
5. Keberadaan air yang menggenang
Pertanyaan dan Pengukuran YA TIDAK Keterangan1. Apakah terdapat selokan di dekat
rumah?
Memenuhi
syarat/ Tidak
memenuhi syarat
2. Apakah saluran tertutup?
3. Apakah saluran diresapkan?
4.Apakah selokan lancar/tidak tersumbat?
Pertanyaan dan Pengukuran Jawab/ Hasil (Lux)
Keterangan
1. Pengukuran intensitas pencahayaan ruang dapur
Memenuhi syarat/ Tidak
memenuhi syarat
2. Pengukuran intensitas pencahayaan kamar mandi
Pertanyaan dan Pengamatan YA TIDAK Keterangan 1. Apakah ada tikus di dalam atau
sekitar rumah?
Memenuhi syarat/ Tidak
memenuhi syarat
2. Apakah ada lubang tikus atau kotoran tikus di dalam atau sekitar rumah?
Pertanyaan YA TIDAK Keterangan Apakah ada hewan peliharaan di
rumah? (sapi, anjing, kuda, kambing, domba,
babi)
Baik/Kurang
baik
Pertanyaan YA TIDAK Keterangan Apakah ada air yang menggenang di
dalam atau sekitar rumah (± 5 meter) saat musim hujan?
Baik/Kurang baik
102
6. Tempat Pembuangan Limbah
Pertanyaan Jawab
KeteranganYa Tidak
1. Apakah telah tersedia tempat pembuangan air limbah di rumah?
Memenuhi syarat/ Tidak
memenuhi syarat
2. Apakah saluran tertutup?
3. Apakah saluran diresapkan?
7. Sarana Pembuangan Sampah
Pertanyaan Jawab
KeteranganYa Tidak
1. Apakah ada tempat penampungan sampah?
Memenuhi syarat/ Tidak
memenuhi syarat
2. Apakah sampah diangkut dalam 3 x 24 jam?
3. Apakah tempat penampungan sampah tertutup?
4. Apakah tempat penampungan sampah kedap air?
III. KUESIONER STRATA PHBS TATANAN RUMAH TANGGA
NO. PERTANYAAN INDIKATOR YA TIDAK
I
1.
KIA DAN GIZI
• Apakah rumah tangga yang memiliki ibu hamil
mempunyai akses pertolongan persalinan oleh
petugas/tenaga kesehatan?
• Bagi rumah tangga yang tidak atau belum
pernah hamil, maka digali dengan pertanyaan
mengenai pengetahuan dan sikapnya tentang
persalinan Nakes
2. • Untuk rumah tangga yang memiliki bayi,
apakah bayi memperoleh ASI ekskusif sejak
usia 0 sampai 6 bulan?
103
• Bagi rumah tangga yang tidak atau belum
pernah memiliki bayi, maka digali dengan
pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikapnya
tentang ASI ekslusif.
3. • Apakah rumah tangga yang memiliki balita
menimbangkan balitanya secara teratur?
• Bagi rumah tangga yang tidak atau belum
pernah memiliki balita, maka digali dengan
pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikapnya
tentang penimbangan balita.
4. Apakah anggota rumah tangga mengkonsumsi
beraneka ragam makanan dalam jumlah cukup
untuk mencapai gizi seimbang?
II
5.
KESLING
Apakah anggota rumah tangga menggunakan
/memanfaatkan air bersih untuk keperluan sehari-
hari?
6. Apakah anggota rumah tangga menggunakan
jamban sehat?
7. Apakah anggota rumah tangga membuang sampah
pada tempatnya?
8. Apakah setiap anggota rumah tangga menempati
ruangan rumah minimal 9m2 ?
9. Apakah semua ruangan rumah tempat tinggal
rumah tangga berlantai kedap air (bukan tanah)
dan dalam keadaan bersih?
III
10.
GAYA HIDUP
Apakah anggota rumah tangga yang berumur 10
tahun keatas melakukan aktifitas fisik/olahraga?
104
11. Apakah anggota rumah tangga tidak ada yang
merokok?
12. Apakah anggota rumah tangga terbiasa mencuci
tangan sebelum makan dan sesudah BAB?
13. Apakah anggota rumah tangga menggosok gigi
minimal 2 kali sehari?
14. Apakah anggota rumah tangga tidak minum Miras
dan tidak menyalahgunakan Narkoba?
IV
15.
UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
Apakah anggota rumah tangga menjadi peserta
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)?
16. Apakah anggota keluarga melakukan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) minimal
seminggu sekali?
TOTAL
Pratama/Madya/Utama/Paripurna Baik/Kurang baik
Keterangan kuesioner strata PHBS Tatanan Rumah Tangga:
• Total jawaban YA berjumlah 0 s/d 5 = Sehat Pratama
Total jawaban YA berjumlah 6 s/d 10 = Sehat Madya
Total jawaban YA berjumlah 11 s/d 15 = Sehat Utama
Total jawaban YA berjumlah 16 = Sehat Paripurna
• Kriteria BAIK jika rumah tangga termasuk sehat utama dan sehat
paripurna.
• Kriteria KURANG BAIK jika rumah tangga termasuk sehat pratama dan
sehat madya.
105
Lampiran 4
DAFTAR RESPONDEN KASUS
No Nama Alamat Umur JK Pendidikan Pekerjaan1. Machmud Kaliwiru 61 L SMP Swasta 2. Parwati Tegalsari Barat 60 P SMP Swasta 3. Slamet Sukoco Tegalsari 64 L SD TB 4. Sodikin Tegalsari Barat 60 L SD Swasta 5. Sodikin Bari Tegalsari 58 L SD Buruh 6. Dita (Danis) Tegalsari Barat 28 P SMA Swasta 7. Tukimin Tegalsari 70 L SD TB 8. Ana Aminah Tegalsari 58 P SMP IRT 9. Tumini Jomblang 45 P SMP IRT 10. Riyanto Jomblang 25 L SMA Swasta 11. Riko Supriyadi Jomblang 48 L SMA Swasta 12. Sukini Jomblang 51 P SMP IRT 13. Siswo K. Wonotingal 51 L SMP Swasta 14. Sudiarto Tegalsari 57 L SD Swasta 15. Suripah Tegalsari 60 P SD IRT 16. Sahmat Rekso Tegalsari 16 L SMA Pelajar 17. Sumaryanto Tegalsari 43 L SMA Swasta 18. Saeful Bahri Tegalsari Barat 50 L SD Swasta 19. Sutini Tegalsari 56 P SD IRT 20. Paulus Ngateno Karanganyar
Gunung 70 L SD TB
21. Sumirah Jomblang 55 P SD IRT 22. Parwiyono Jomblang 50 L SMA Swasta 23. Slamet Riyadi Tegalsari Barat 44 L SMK Swasta 24. Minarti Tegalsari 52 P SMA IRT 25. Paeno Tegalsari 68 L SD TB 26. Uminah Tegalsari Barat 65 P SD IRT 27. Ani Suwiyani Jomblang 19 P SMA IRT 28. Tumidi Jomblang 51 L SMA Wiraswas
ta 29. Suwarini Jomblang 43 P PT PNS 30. Suparno Tegalsari 54 L SMP Buruh 31. Sulimanardi Tegalsari 61 L SD TB 32. Ngateman Tegalsari 55 L SMP Buruh 33. Saifudin Tegalsari 67 L SD TB Keterangan:
JK : Jenis Kelamin
TB : Tidak Bekerja
IRT : Ibu Rumah Tangga
PNS : Pegawai Negeri Sipil
106
Lampiran 5
DAFTAR RESPONDEN KONTROL
No Nama Alamat Umur JK Pendidikan Pekerjaan 34. Sutini Kaliwiru 57 P SD IRT 35. Andin K. Tegalsari Barat 42 L SMP Swasta 36. Ari Tegalsari 40 L PT PNS 37. Bagus Tegalsari 55 L SMK Swasta 38. Sudarwanto Tegalsari 58 L SD Buruh 39. Junaidi Tegalsari Barat 61 L SMP TB 40. Sulandoko Tegalsari Barat 58 L SMP Buruh 41. Wijiyono Tegalsari 56 L SMP Buruh 42. Sujarno Jomblang 45 L SMK Wiraswasta43. Tukiman Jomblang 65 L SD TB 44. Tohirin Jomblang 69 L SD TB 45. Muh. Kamim Jomblang 44 L SMA Swasta 46. Paidi Wonotingal 52 L SMP Swasta 47. Masmunah Tegalsari Barat 68 P SD TB 48. Mujiani Tegalsari 60 P SD IRT 49. Holipah Tegalsari 54 P SMA IRT 50. Endang Tegalsari 43 P SMA Wiraswasta51. Saipul Tegalsari Barat 50 L SMA Swasta 52. Nasukah Tegalsari 56 P SD IRT 53. Sukiran Karanganyar
Gunung 67 L SD TB
54. Fitriatun Jomblang 36 P SMA IRT 55. Paidi Jomblang 52 L SMP Swasta 56. Sumiati Tegalsari 44 P SMP IRT 57. Yuli Tegalsari 48 P SMP IRT 58. Dyah Tegalsari 49 P SMA IRT 59. Toni Tegalsari Barat 38 L SMK Swasta 60. Salam Jomblang 55 L SMA Swasta 61. Warso Jomblang 60 L SMP TB 62. Munawaroh Jomblang 64 P SD TB 63. Sutris Tegalsari 60 L SMP Buruh 64. Roni Tegalsari 61 L SMP TB 65. Bagyo Tegalsari Barat 55 L SMA Swasta 66. Mamah Tegalsari 67 L SD TB
Keterangan:
JK : Jenis Kelamin
TB : Tidak Bekerja
IRT : Ibu Rumah Tangga
PNS : Pegawai Negeri Sipil
107
Lampiran 6
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
No. JENIS STRATA KATEGORI 1. Madya Kurang Baik 2. Madya Kurang Baik 3. Utama Baik 4. Madya Kurang Baik 5. Utama Baik 6. Madya Kurang Baik 7. Madya Kurang Baik 8. Madya Kurang Baik 9. Utama Baik
10. Madya Kurang Baik 11. Madya Kurang Baik 12. Madya Kurang Baik 13. Utama Baik 14. Madya Kurang Baik 15. Madya Kurang Baik 16. Madya Kurang Baik 17. Madya Kurang Baik 18. Madya Kurang Baik 19. Madya Kurang Baik 20. Madya Kurang Baik 21. Utama Baik 22. Utama Baik 23. Madya Kurang Baik 24. Madya Kurang Baik 25. Madya Kurang Baik 26. Madya Kurang Baik 27. Madya Kurang Baik 28. Madya Kurang Baik 29. Utama Baik 30. Utama Baik 31. Madya Kurang Baik 32. Madya Kurang Baik 33. Utama Baik 34. Madya Kurang Baik 35. Madya Kurang Baik 36. Madya Kurang Baik 37. Utama Baik 38. Madya Kurang Baik 39. Madya Kurang Baik
108
40. Utama Baik 41. Madya Kurang Baik 42. Utama Baik 43. Utama Baik 44. Utama Baik 45. Utama Baik 46. Madya Kurang Baik 47. Madya Kurang Baik 48. Utama Baik 49. Utama Baik 50. Utama Baik 51. Utama Baik 52. Utama Baik 53. Utama Baik 54. Utama Baik 55. Utama Baik 56. Madya Kurang Baik 57. Madya Kurang Baik 58. Utama Baik 59. Madya Kurang Baik 60. Madya Kurang Baik 61. Utama Baik 62. Utama Baik 63. Utama Baik 64. Utama Baik 65. Utama Baik 66. Utama Baik
109
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Kondisi Selokan
No. P1 P2 P3 P4 JUMLAH KATEGORI 1. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 2. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 3. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 4. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 5. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 6. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 7. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 8. 1 1 0 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 9. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 10. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 11. 1 1 1 0 3 Tidak Memenuhi Syarat 12. 1 1 1 0 3 Tidak Memenuhi Syarat 13. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 14. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 15. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 16. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 17. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 18. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 19. 1 0 1 1 3 Tidak Memenuhi Syarat 20. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 21. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 22. 1 1 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 23. 1 1 0 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 24. 1 0 0 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 25. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 26. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 27. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 28. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 29. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 30. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 31. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 32. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 33. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 34. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 35. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 36. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 37. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 38. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 39. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 40. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 41. 1 1 0 0 2 Tidak Memenuhi Syarat
110
42. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 43. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 44. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 45. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 46. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 47. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 48. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 49. 1 1 0 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 50. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 51. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 52. 1 1 0 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 53. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 54. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 55. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 56. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 57. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 58. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 59. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 60. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 61. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 62. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 63. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 64. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 65. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 66. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat
111
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Intensitas Cahaya
No. Intensitas Cahaya Ruang Dapur Kamar Mandi Kategori
1. 74 46 Tidak Memenuhi Syarat 2. 93 68 Memenuhi Syarat 3. 78 62 Memenuhi Syarat 4. 70 43 Tidak Memenuhi Syarat 5. 75 57 Tidak Memenuhi Syarat 6. 86 56 Tidak Memenuhi Syarat 7. 67 54 Tidak Memenuhi Syarat 8. 80 60 Memenuhi Syarat 9. 86 65 Memenuhi Syarat 10. 55 42 Tidak Memenuhi Syarat 11. 87 40 Tidak Memenuhi Syarat 12. 88 47 Tidak Memenuhi Syarat 13. 81 60 Memenuhi Syarat 14. 78 62 Memenuhi Syarat 15. 72 62 Memenuhi Syarat 16. 70 58 Tidak Memenuhi Syarat 17. 65 40 Memenuhi Syarat 18. 76 61 Memenuhi Syarat 19. 84 74 Memenuhi Syarat 20. 70 55 Tidak Memenuhi Syarat 21. 72 57 Tidak Memenuhi Syarat 22. 75 61 Memenuhi Syarat 23. 84 72 Memenuhi Syarat 24. 57 50 Tidak Memenuhi Syarat 25. 83 67 Memenuhi Syarat 26. 73 65 Memenuhi Syarat 27. 68 66 Memenuhi Syarat 28. 76 55 Tidak Memenuhi Syarat 29. 66 42 Tidak Memenuhi Syarat 30. 70 41 Tidak Memenuhi Syarat 31. 70 60 Memenuhi Syarat 32. 85 70 Memenuhi Syarat 33. 72 55 Tidak Memenuhi Syarat 34. 54 41 Tidak Memenuhi Syarat 35. 68 42 Tidak Memenuhi Syarat 36. 65 42 Tidak Memenuhi Syarat 37. 94 75 Memenuhi Syarat 38. 90 70 Memenuhi Syarat 39. 79 54 Tidak Memenuhi Syarat 40. 87 58 Tidak Memenuhi Syarat
112
41. 88 70 Memenuhi Syarat 42. 84 75 Memenuhi Syarat 43. 76 56 Tidak Memenuhi Syarat 44. 75 55 Tidak Memenuhi Syarat 45. 70 45 Tidak Memenuhi Syarat 46. 65 40 Tidak Memenuhi Syarat 47. 85 67 Memenuhi Syarat 48. 98 76 Memenuhi Syarat 49. 85 57 Tidak Memenuhi Syarat 50. 56 40 Tidak Memenuhi Syarat 51. 105 76 Memenuhi Syarat 52. 76 48 Tidak Memenuhi Syarat 53. 80 67 Memenuhi Syarat 54. 96 79 Memenuhi Syarat 55. 72 45 Tidak Memenuhi Syarat 56. 75 41 Tidak Memenuhi Syarat 57. 60 41 Tidak Memenuhi Syarat 58. 98 74 Memenuhi Syarat 59. 65 44 Tidak Memenuhi Syarat 60. 87 66 Memenuhi Syarat 61. 80 65 Memenuhi Syarat 62. 58 38 Tidak Memenuhi Syarat 63. 70 43 Tidak Memenuhi Syarat 64. 58 40 Tidak Memenuhi Syarat 65. 76 54 Tidak Memenuhi Syarat 66. 95 70 Memenuhi Syarat
113
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Keberadaan Tikus
No. P1 P2 JUMLAH KATEGORI 1. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 2. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 3. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 4. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 5. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 6. 1 1 2 Tidak Memenuhi Syarat 7. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 8. 1 1 2 Tidak Memenuhi Syarat 9. 0 0 0 Memenuhi Syarat 10. 1 1 2 Tidak Memenuhi Syarat 11. 1 1 2 Tidak Memenuhi Syarat 12. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 13. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 14. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 15. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 16. 1 1 2 Tidak Memenuhi Syarat 17. 1 1 2 Tidak Memenuhi Syarat 18. 0 0 0 Memenuhi Syarat 19. 0 0 0 Memenuhi Syarat 20. 1 1 2 Tidak Memenuhi Syarat 21. 0 0 0 Memenuhi Syarat 22. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 23. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 24. 0 0 0 Memenuhi Syarat 25. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 26. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 27. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 28. 0 0 0 Memenuhi Syarat 29. 1 1 2 Tidak Memenuhi Syarat 30. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 31. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 32. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 33. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 34. 0 0 0 Memenuhi Syarat 35. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 36. 0 0 0 Memenuhi Syarat 37. 0 0 0 Memenuhi Syarat 38. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 39. 0 0 0 Memenuhi Syarat 40. 0 0 0 Memenuhi Syarat 41. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat
114
42. 0 0 0 Memenuhi Syarat 43. 0 0 0 Memenuhi Syarat 44. 0 0 0 Memenuhi Syarat 45. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 46. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 47. 0 0 0 Memenuhi Syarat 48. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 49. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 50. 0 0 0 Memenuhi Syarat 51. 0 0 0 Memenuhi Syarat 52. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 53. 0 0 0 Memenuhi Syarat 54. 0 0 0 Memenuhi Syarat 55. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 56. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 57. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 58. 0 0 0 Memenuhi Syarat 59. 0 0 0 Memenuhi Syarat 60. 0 0 0 Memenuhi Syarat 61. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 62. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 63. 0 0 0 Memenuhi Syarat 64. 0 0 0 Memenuhi Syarat 65. 1 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 66. 0 0 0 Memenuhi Syarat
115
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Keberadaan Hewan Peliharaan
No. P1 KATEGORI 1. Ada Kurang baik 2. Ada Kurang baik3. Ada Kurang baik4. Tidak Ada Baik5. Tidak Ada Baik6. Ada Kurang baik7. Ada Kurang baik8. Tidak Ada Baik 9. Ada Kurang baik10. Ada Kurang baik11. Ada Kurang baik12. Tidak Ada Baik13. Tidak Ada Baik14. Ada Kurang baik 15. Tidak Ada Baik 16. Ada Kurang baik17. Ada Kurang baik18. Ada Kurang baik19. Tidak Ada Baik20. Tidak Ada Baik21. Ada Kurang baik 22. Tidak Ada Baik23. Tidak Ada Baik24. Ada Kurang baik25. Ada Kurang baik26. Tidak Ada Baik27. Tidak Ada Baik28. Ada Kurang baik 29. Tidak Ada Baik30. Tidak Ada Baik31. Ada Kurang baik32. Ada Kurang baik33. Ada Kurang baik34. Tidak Ada Baik35. Tidak Ada Baik36. Ada Kurang baik 37. Tidak Ada Baik38. Tidak Ada Baik39. Tidak Ada Baik40. Ada Kurang baik 41. Tidak Ada Baik
116
42. Tidak Ada Baik 43. Ada Kurang baik 44. Tidak Ada Baik45. Tidak Ada Baik46. Ada Kurang baik47. Ada Kurang baik48. Ada Kurang baik49. Tidak Ada Baik50. Tidak Ada Baik51. Ada Kurang baik 52. Tidak Ada Baik53. Tidak Ada Baik54. Tidak Ada Baik55. Ada Kurang baik56. Ada Kurang baik57. Ada Kurang baik58. Tidak Ada Baik59. Tidak Ada Baik60. Tidak Ada Baik61. Tidak Ada Baik62. Tidak Ada Baik63. Tidak Ada Baik64. Ada Kurang baik 65. Tidak Ada Baik 66. Ada Kurang baik
117
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Keberadaan Air Menggenang
No. P1 KATEGORI 1. Ada Kurang baik 2. Tidak Ada Baik 3. Tidak Ada Baik 4. Ada Kurang baik5. Ada Kurang baik6. Ada Kurang baik7. Ada Kurang baik8. Tidak Ada Baik 9. Ada Kurang baik10. Ada Kurang baik11. Ada Kurang baik12. Ada Kurang baik13. Ada Kurang baik14. Tidak Ada Baik 15. Ada Kurang baik16. Ada Kurang baik17. Ada Kurang baik18. Tidak Ada Baik 19. Tidak Ada Baik 20. Ada Kurang baik21. Ada Kurang baik22. Ada Kurang baik23. Ada Kurang baik24. Ada Kurang baik25. Ada Kurang baik26. Tidak Ada Baik 27. Tidak Ada Baik 28. Ada Kurang baik29. Ada Kurang baik30. Ada Kurang baik31. Ada Kurang baik32. Tidak Ada Baik 33. Tidak Ada Baik 34. Tidak Ada Baik35. Tidak Ada Baik36. Tidak Ada Baik37. Ada Kurang baik38. Ada Kurang baik39. Tidak Ada Baik40. Tidak Ada Baik41. Tidak Ada Baik
118
42. Tidak Ada Baik43. Tidak Ada Baik44. Tidak Ada Baik45. Ada Kurang baik 46. Tidak Ada Baik47. Tidak Ada Baik48. Tidak Ada Baik49. Ada Kurang baik50. Ada Kurang baik51. Tidak Ada Baik52. Tidak Ada Baik53. Tidak Ada Baik54. Tidak Ada Baik55. Ada Kurang baik56. Ada Kurang baik57. Tidak Ada Baik58. Tidak Ada Baik59. Tidak Ada Baik60. Tidak Ada Baik61. Tidak Ada Baik62. Tidak Ada Baik63. Ada Kurang baik64. Ada Kurang baik65. Tidak Ada Baik66. Tidak Ada Baik
119
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Tempat Pembuangan Limbah
No. P1 P2 P3 JUMLAH KATEGORI 1. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 2. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 3. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 4. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 5. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 6. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 7. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 8. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 9. 1 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 10. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 11. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 12. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 13. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 14. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 15. 1 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 16. 1 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 17. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 18. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 19. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 20. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 21. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 22. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 23. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 24. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 25. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 26. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 27. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 28. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 29. 1 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat 30. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 31. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 32. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 33. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 34. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 35. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 36. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 37. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 38. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 39. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 40. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 41. 1 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat
120
42. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 43. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 44. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 45. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 46. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 47. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 48. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 49. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 50. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 51. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 52. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 53. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 54. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 55. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 56. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 57. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 58. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 59. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 60. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 61. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 62. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 63. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 64. 1 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 65. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat 66. 1 1 1 3 Memenuhi Syarat
121
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Sarana Pembuangan Sampah
No. P1 P2 P3 P4 JUMLAH KATEGORI 1. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 2. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 3. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat4. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat5. 1 1 1 0 3 Tidak Memenuhi Syarat6. 1 1 1 0 3 Tidak Memenuhi Syarat7. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat8. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat9. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat10. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 11. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 12. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat13. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat14. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat15. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat16. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat17. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 18. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat19. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat20. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat21. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat22. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat23. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat24. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat25. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat26. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat27. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 28. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 29. 1 1 1 0 3 Tidak Memenuhi Syarat30. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat31. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat32. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat33. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat34. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat35. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 36. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 37. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 38. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 39. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 40. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 41. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat
122
42. 1 1 0 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 43. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 44. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 45. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 46. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat47. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat48. 1 1 1 0 3 Tidak Memenuhi Syarat49. 1 0 0 0 1 Tidak Memenuhi Syarat50. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 51. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 52. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 53. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 54. 1 1 1 0 3 Tidak Memenuhi Syarat55. 1 1 0 0 2 Tidak Memenuhi Syarat56. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 57. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 58. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat 59. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 60. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 61. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 62. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat 63. 1 1 1 0 3 Tidak Memenuhi Syarat64. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat65. 1 0 1 0 2 Tidak Memenuhi Syarat66. 1 1 1 1 4 Memenuhi Syarat
123
Lampiran 7
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
No. Resp
Variabel Penelitian V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. 0 0 0 0 0 0 1 0 2. 0 1 1 0 0 1 0 1 3. 1 1 1 0 0 1 0 0 4. 0 0 0 0 1 0 0 0 5. 1 1 0 0 1 0 1 0 6. 0 0 0 0 0 0 0 0 7. 0 0 0 0 0 0 0 0 8. 0 0 1 0 1 1 1 0 9. 1 0 1 1 0 0 0 0 10. 0 1 0 0 0 0 0 1 11. 0 0 0 0 0 0 1 1 12. 0 0 0 0 1 0 1 0 13. 1 0 1 0 1 0 0 0 14. 0 1 1 0 0 1 0 0 15. 0 1 1 0 1 0 0 0 16. 0 0 0 0 0 0 0 0 17. 0 0 1 0 0 0 1 1 18. 0 1 1 1 0 1 0 0 19. 0 0 1 1 1 1 0 0 20. 0 0 0 0 1 0 0 0 21. 1 1 0 1 0 0 1 0 22. 1 0 1 0 1 0 0 0 23. 0 0 1 0 1 0 0 0 24. 0 0 0 1 0 0 0 0 25. 0 0 1 0 0 0 0 0 26. 0 0 1 0 1 1 0 0 27. 0 0 1 0 1 1 1 1 28. 0 1 0 1 0 0 1 1 29. 1 1 0 0 1 0 0 0 30. 1 0 0 0 1 0 1 0 31. 0 0 1 0 0 0 0 0 32. 0 0 1 0 0 1 0 0 33. 1 0 0 0 0 1 0 0 34. 0 1 0 1 1 1 0 0 35. 0 1 0 0 1 1 1 1 36. 0 0 0 1 0 1 0 1 37. 1 1 1 1 1 0 0 1
124
38. 0 1 1 0 1 0 1 0 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 39. 0 1 0 1 1 1 1 1 40. 1 1 0 1 0 1 0 1 41. 0 0 1 0 1 1 0 0 42. 1 1 1 1 1 1 1 0 43. 1 1 0 1 0 1 1 1 44. 1 1 0 1 1 1 1 1 45. 1 1 0 0 1 0 1 1 46. 0 1 0 0 0 1 1 0 47. 0 0 1 1 0 1 1 0 48. 1 1 1 0 0 1 1 0 49. 1 0 0 0 1 0 0 0 50. 1 1 0 1 1 0 1 1 51. 1 1 1 1 0 1 1 1 52. 1 0 0 0 1 1 0 0 53. 1 1 1 1 1 1 1 1 54. 1 1 1 1 1 1 1 0 55. 1 0 0 0 0 0 1 0 56. 0 1 0 0 0 0 0 1 57. 0 0 0 0 0 1 1 1 58. 1 0 1 1 1 1 0 0 59. 0 1 0 1 1 1 1 1 60. 0 1 1 1 1 1 1 1 61. 1 0 1 0 1 1 0 1 62. 1 1 0 0 1 1 1 1 63. 1 1 0 1 1 0 1 0 64. 1 1 0 1 0 0 0 0 65. 1 1 0 0 1 1 1 0 66. 1 0 1 1 0 1 1 1
Keterangan:
1. V = Variabel
2. Skor 0 = Tidak Memenuhi Syarat dan skor 1 = Memenuhi Syarat
{Untuk variabel Kondisi selokan (V1), Intensitas cahaya (V2), Keberadaan tikus (V3), Tempat Pembuangan Limbah (V6), Sarana Pembuangan Sampah (V7)}
3. Skor 0 = Kurang Baik dan skor 1 = Baik
{Untuk variabel Keberadaan hewan peliharaan (V4), Keberadaan air menggenang (V5), Strata PHBS (V8)}
125
Lampiran 8
Output SPSS Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square
Strata PHBS * Kejadian Lepto Crosstabulation
Kejadian Lepto
Total kasus Kontrol
Strata PHBS Kurang Baik Count 24 12 36
Expected Count 18.0 18.0 36.0
% within Kejadian Lepto 72.7% 36.4% 54.5%
Baik Count 9 21 30
Expected Count 15.0 15.0 30.0
% within Kejadian Lepto 27.3% 63.6% 45.5%Total Count 33 33 66
Expected Count 33.0 33.0 66.0% within Kejadian Lepto 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.800a 1 .003 Continuity Correctionb 7.394 1 .007 Likelihood Ratio 9.015 1 .003 Fisher's Exact Test .006 .003
Linear-by-Linear Association 8.667 1 .003
N of Valid Casesb 66 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Strata PHBS (Kurang Baik / Baik) 4.667 1.643 13.256
For cohort Kejadian Lepto = kasus 2.222 1.228 4.023
For cohort Kejadian Lepto = kontrol .476 .284 .799
N of Valid Cases 66
126
Kondisi Selokan * Kejadian Lepto Crosstabulation
Kejadian Lepto
Total kasus kontrol
Kondisi Selokan Tidak memenuhi syarat
Count 23 10 33
Expected Count 16.5 16.5 33.0
% within Kejadian Lepto 69.7% 30.3% 50.0%
Memenuhi Syarat Count 10 23 33
Expected Count 16.5 16.5 33.0
% within Kejadian Lepto 30.3% 69.7% 50.0%
Total Count 33 33 66
Expected Count 33.0 33.0 66.0% within Kejadian Lepto 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.242a 1 .001 Continuity Correctionb 8.727 1 .003 Likelihood Ratio 10.525 1 .001 Fisher's Exact Test .003 .001
Linear-by-Linear Association 10.087 1 .001
N of Valid Casesb 66 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kondisi Selokan (Tidak memenuhi syarat / Memenuhi Syarat)
5.290 1.851 15.116
For cohort Kejadian Lepto = kasus 2.300 1.308 4.044
For cohort Kejadian Lepto = kontrol .435 .247 .764
N of Valid Cases 66
127
Intensitas Cahaya * Kejadian Lepto Crosstabulation
Kejadian Lepto
Total kasus kontrol
Intensitas Cahaya Tidak Memenuhi syarat
Count 16 20 36
Expected Count 18.0 18.0 36.0
% within Kejadian Lepto 48.5% 60.6% 54.5%
Memenuhi syrat Count 17 13 30
Expected Count 15.0 15.0 30.0
% within Kejadian Lepto 51.5% 39.4% 45.5%
Total Count 33 33 66
Expected Count 33.0 33.0 66.0% within Kejadian Lepto 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .978a 1 .323 Continuity Correctionb .550 1 .458 Likelihood Ratio .980 1 .322 Fisher's Exact Test .459 .229
Linear-by-Linear Association .963 1 .326
N of Valid Casesb 66 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Intensitas Cahaya (Tidak Memenuhi syarat / Memenuhi syrat)
.612 .230 1.624
For cohort Kejadian Lepto = kasus .784 .485 1.269
For cohort Kejadian Lepto = kontrol 1.282 .775 2.120
N of Valid Cases 66
128
Keberadaan Tikus * Kejadian Lepto Crosstabulation
Kejadian Lepto
Total kasus kontrol
Keberadaan Tikus Tidak Memenuhi Syarat
Count 27 14 41
Expected Count 20.5 20.5 41.0
% within Kejadian Lepto 81.8% 42.4% 62.1%
Memenuhi Syarat Count 6 19 25
Expected Count 12.5 12.5 25.0
% within Kejadian Lepto 18.2% 57.6% 37.9%
Total Count 33 33 66Expected Count 33.0 33.0 66.0% within Kejadian Lepto 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.882a 1 .001 Continuity Correctionb 9.272 1 .002 Likelihood Ratio 11.297 1 .001 Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 10.717 1 .001
N of Valid Casesb 66 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Keberadaan Tikus (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi Syarat)
6.107 1.988 18.757
For cohort Kejadian Lepto = kasus 2.744 1.320 5.703
For cohort Kejadian Lepto = kontrol .449 .278 .725
N of Valid Cases 66
129
Keberadaan Hewan Peliharaan * Kejadian Lepto Crosstabulation
Kejadian Lepto
Total kasus kontrol
Keberadaan Hewan Peliharaan
Kurang Baik Count 19 12 31
Expected Count 15.5 15.5 31.0
% within Kejadian Lepto 57.6% 36.4% 47.0%
Baik Count 14 21 35
Expected Count 17.5 17.5 35.0
% within Kejadian Lepto 42.4% 63.6% 53.0%Total Count 33 33 66
Expected Count 33.0 33.0 66.0% within Kejadian Lepto 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.981a 1 .084 Continuity Correctionb 2.190 1 .139 Likelihood Ratio 3.004 1 .083 Fisher's Exact Test .138 .069
Linear-by-Linear Association 2.935 1 .087
N of Valid Casesb 66 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Keberadaan Hewan Peliharaan (Kurang Baik / Baik)
2.375 .883 6.390
For cohort Kejadian Lepto = kasus 1.532 .936 2.508
For cohort Kejadian Lepto = kontrol .645 .384 1.084
N of Valid Cases 66
130
Keberadaan Air Menggenang * Kejadian Lepto Crosstabulation
Kejadian Lepto
Total kasus kontrol
Keberadaan Air Menggenang
Kurang Baik Count 23 9 32
Expected Count 16.0 16.0 32.0
% within Kejadian Lepto 69.7% 27.3% 48.5%
Baik Count 10 24 34
Expected Count 17.0 17.0 34.0
% within Kejadian Lepto 30.3% 72.7% 51.5%Total Count 33 33 66
Expected Count 33.0 33.0 66.0% within Kejadian Lepto 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.890a 1 .001
Continuity Correctionb 10.252 1 .001
Likelihood Ratio 12.277 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear
Association 11.710 1 .001
N of Valid Casesb 66
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Keberadaan Air Menggenang (Kurang Baik / Baik)
6.133 2.111 17.824
For cohort Kejadian Lepto = kasus 2.444 1.390 4.296
For cohort Kejadian Lepto = kontrol .398 .220 .722
N of Valid Cases 66
131
Sarana Pembuangan Limbah * Kejadian Lepto Crosstabulation
Kejadian Lepto
Total kasus kontrol
Sarana Pembuangan Limbah
Tidak Memenuhi Syarat
Count 23 11 34
Expected Count 17.0 17.0 34.0
% within Kejadian Lepto 69.7% 33.3% 51.5%
Memenuhi Syarat Count 10 22 32
Expected Count 16.0 16.0 32.0
% within Kejadian Lepto 30.3% 66.7% 48.5%Total Count 33 33 66
Expected Count 33.0 33.0 66.0% within Kejadian Lepto 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.735a 1 .003 Continuity Correctionb 7.340 1 .007 Likelihood Ratio 8.940 1 .003 Fisher's Exact Test .006 .003
Linear-by-Linear Association 8.603 1 .003
N of Valid Casesb 66 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Sarana Pembuangan Limbah (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi Syarat)
4.600 1.631 12.973
For cohort Kejadian Lepto = kasus 2.165 1.232 3.805
For cohort Kejadian Lepto = kontrol .471 .274 .807
N of Valid Cases 66
132
Sarana Pembuangan Sampah * Kejadian Lepto Crosstabulation
Kejadian Lepto
Total kasus kontrol
Sarana Pembuangan Sampah
Tidak Memenuhi Syarat
Count 27 15 42
Expected Count 21.0 21.0 42.0
% within Kejadian Lepto 81.8% 45.5% 63.6%
Memenuhi Syarat Count 6 18 24
Expected Count 12.0 12.0 24.0
% within Kejadian Lepto 18.2% 54.5% 36.4%Total Count 33 33 66
Expected Count 33.0 33.0 66.0% within Kejadian Lepto 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.429a 1 .002 Continuity Correctionb 7.923 1 .005 Likelihood Ratio 9.756 1 .002 Fisher's Exact Test .004 .002
Linear-by-Linear Association 9.286 1 .002
N of Valid Casesb 66 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Sarana Pembuangan Sampah (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi Syarat)
5.400 1.764 16.533
For cohort Kejadian Lepto = kasus 2.571 1.241 5.329
For cohort Kejadian Lepto = kontrol .476 .299 .760
N of Valid Cases 66
133
Lampiran 9
134
Lampiran 10
135
Lampiran 11
136
Lampiran 12
137
138
Lampiran 13
139
Lampiran 14
140
Lampiran 15
Dokumentasi
Penandatanganan Log Book dan Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Penelitian
Wawancara dengan Responden Kasus
141
Wawancara dengan Responden Kontrol
Pengukuran Cahaya di Ruang Dapur dengan Luxmeter
142
Pengukuran Cahaya di Kamar Mandi dengan Luxmeter
Kondisi Selokan yang Sering Meluap Saat Musim Hujan
143
Keberadaan Genangan Air di Sekitar Rumah
144
Sarana Pembuangan Sampah yang Tidak Tertutup