HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENILAIAN KINERJA DENGAN SEMANGAT KERJA...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENILAIAN KINERJA DENGAN SEMANGAT KERJA...
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENILAIAN
KINERJA DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN
PT. PARA FINANCE
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
NUR MALASARI
NIM: 106070002279
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENILAIAN KINERJA DAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN PT. PARA FINANCE telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, P.hD Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si.
NIP. 130885522 NIP. 195612231983032001
Anggota:
Penguji I Penguji II
Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi. Ikhwan Luthfi, M.Psi.
NIP. 197307102005011006
Pembimbing I Pembimbing II
Ikhwan Luthfi, M.Psi. Miftahuddin, M.Si.
NIP. 197307102005011006 NIP. 197303172006041001
iii
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENILAIAN
KINERJA DAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN
PT. PARA FINANCE
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
NUR MALASARI
NIM: 106070002279
Dibawah bimbingan,
Pembimbing I Pembimbing II
Ikhwan Luthfi, M.Psi. Miftahuddin, M.Si.
NIP. 197307102005011006 NIP. 197303172006041001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
ii
vi
ABSTRAKSI
(A) Fakultas Psikologi (B) September 2010
(C) Nur Malasari (D) Hubungan Antara Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja Dan Semangat
Kerja Karyawan PT. Para Finance (E) viii + 82 halaman
(F) Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap karyawan PT. Para
Finance terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan semangat kerja yang tinggi. Indikasi tersebut antara lain karyawan datang tepat waktu dan rela bekerja lembur demi terselesaikannya pekerjaan tepat waktu. PT. Para Finance memiliki sistem penilaian kinerja bagi karyawannya, yang dikenal dengan sebutan personal appraisal sebagai salah satu kegiatan untuk menilai unjuk kerja sumber daya manusia yang dimilikinya. Melalui PK ini, perusahaan berharap dapat mengevaluasi kinerja seseorang dan mengukur sejauh mana efektifitas kinerja tersebut tercermin dalam semangat kerja orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja pada karyawan PT. Para Finance. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi. Penelitian ini dilakukan di PT. Para Finance dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang karyawan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik random sampling. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala persepsi terhadap penilaian kinerja dan skala semangat kerja model likert. Teknik pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0. Uji validitas menunjukkan jumlah item yang valid untuk skala semangat kerja sebanyak 20 item dan skala persepsi terhadap penilaian kinerja terdapat 22 item. Uji reliabilitas skala semangat kerja dengan Alpha Croanbach yaitu 0,838. Dan uji reliabilitas skala persepsi terhadap penilaian kinerja dengan Alpha Croanbach yaitu 0,870. Berdasarkan hasil uji hipotesis didapatkan skor korelasi sebesar 0,572, taraf signifikansi pada level 0,01 (2-tailed) dengan menggunakan perhitungan Product Moment Pearson yaitu 0,000. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
vi
persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja yang berarti bahwa meningkatnya skor persepsi terhadap penilaian kinerja akan diikuti dengan peningkatan skor semangat kerja, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja ditolak. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian ini diharapkan dapat meneliti semangat kerja karyawan dengan variabel lain yang memiliki sumbangan yang lebih besar kepada semangat kerja, karena aspek-aspek yang terdapat pada persepsi terhadap penilaian kinerja hanya memberikan sumbangan perubahan sebesar 32,7% terhadap variabel semangat kerja karyawan. Dengan demikian terdapat variabel 67,3% variabel lain selain persepsi terhadap penilaian kinerja yang dapat memberikan sumbangan perubahan terhadap semangat kerja. Faktor-faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti penempatan, kompensasi, kesempatan berprestasi, komunikasi, dan lingkungan kerja. Sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya.
(G) Bahan bacaan: 33 (1955-2009)
MOTTO
Bahagia atau tidak bahagianya manusia
ditentukan oleh cara dia memandang kehidupan,
dan bukan oleh keadaan.
(Hazrat Inayat Khan)
Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu
terdapat kemudahan,
dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu
terdapat kemudahan.
(Q.S An Nasyr: 5-6)
Kemenangan (keberhasilan)
hanya dapat dicapai dengan kesabaran.
(HR. Attirmidzi)
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya pada penulis. Shalawat dan salam penulis
sampaikan kepada junjungan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini tak mungkin bisa
terselesaikan tanpa bantuan pihak-pihak terkait, karenanya penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Jahja Umar, P.hD dan pembimbing
akademik, Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si. yang telah membimbing
penulis selama kuliah.
2. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi. selaku pembimbing I, Bapak Miftahuddin,
M.Si. selaku pembimbing II, dan Bapak Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi.
selaku penguji I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan
kepada penulis.
3. Seluruh jajaran dosen Fakultas Psikologi beserta staf administrasi yang
telah mengajar dan membantu penulis.
4. Kedua orang tuaku, yang selalu mencurahkan kasih sayang dan
perhatiannya. Serta telah mendidik penulis dengan sangat sabar sehingga
penulis merasakan kehidupan yang penuh arti. Ya Allah ampunilah dosaku
dan dosa kedua orang tuaku dan sayangilah keduanya sebagaimana mereka
menyayangiku sewaktu aku masih kecil.
5. Ka Fadli selaku staf HRD Para Finance yang dengan ikhlas dan sabar
membantu penulis dalam memperoleh data penelitian.
6. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2006, semoga kesuksesan selalu
menyertai kita bersama.
7. Semua orang yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, namun tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat kepada mereka.
Terima kasih semua.
vii
vii
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna. Besar harapan penulis,
semoga skripsi ini bisa berguna bagi perkembangan wawasan dan cakrawala
intelektual pembaca.
Akhirnya, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang kita lakukan dan
terus mencurahkan rahmat dan pintu ilmu-Nya kepada kita semua. Amiin.
Jakarta, September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................... i Halaman Persetujuan........................................................................................... ii Halaman Pengesahan .......................................................................................... iii Halaman Motto ................................................................................................... iv Abstrak ................................................................................................................ v Kata Pengantar .................................................................................................... vii Daftar Isi ............................................................................................................. ix Daftar Tabel ........................................................................................................ xii Daftar Gambar..................................................................................................... xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 ...........................................................................................................Lat
ar Belakang Masalah ................................................................................... 1 1.2 ...........................................................................................................Ide
ntifikasi Masalah.......................................................................................... 9 1.3 ...........................................................................................................Pe
mbatasan dan Perumusan Masalah .............................................................. 9 1.3.1 Pembatasan Masalah ......................................................................... 9 1.3.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 10
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................... 10 1.4.1 Tujuan Penelitian .............................................................................. 10 1.4.2 Manfaat Penelitian ............................................................................ 10
1.4.2.1 Manfaat Teoritis .................................................................. 10 1.4.2.2 Manfaat Praktis.................................................................... 11
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................. 11
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Semangat Kerja............................................................................................ 13 2.1.1 Pengertian Semangat Kerja ............................................................... 13 2.1.2 Faktor-Faktor Untuk Mengukur Semangat Kerja ............................. 16 2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja....................... 18 2.1.4 Indikasi-Indikasi Penyebab Tinggi Rendahnya Semangat Kerja...... 19 2.1.5 Cara Untuk Meningkatkan Semangat Kerja Karyawan .................... 23 2.2 Persepsi........................................................................................................ 27 2.2.1 Pengertian Persepsi ........................................................................... 27 2.2.2 Proses Persepsi dan Faktor yang Mempengaruhinya........................ 29 2.3 Penilaian Kinerja (Performance Appraisal) ................................................ 33 2.3.1 Definisi Penilaian Kinerja ................................................................. 34 2.3.2 Tujuan dan Manfaat dari Penilaian Kinerja ...................................... 35
xi
2.3.3 Pentingnya Penilaian Kinerja yang Objektif dan Rasional ............... 37 2.3.4 Hambatan Dalam Penilaian Kinerja.................................................. 39 2.3.5 Metode Penilaian Kinerja.................................................................. 43 2.3.4 Waktu Pelaksanaan Penilaian Kinerja .............................................. 47 2.3.5 Penilai Pada Penilaian Kinerja .......................................................... 47 2.3.6 Tahapan Dalam Penilaian Kinerja .................................................... 49 2.4 Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja........................................................... 50 2.5 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 50 2.6 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 52 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................................. 53 3.2 Populasi dan Sampel.................................................................................... 53 3.2.1 Populasi ............................................................................................. 53 3.2.2 Sampel & Teknik Pengambilan Sampel ........................................... 54 3.3 Variabel penelitian....................................................................................... 56 3.3.1 Identifikasi Variabel.......................................................................... 56 3.3.2 Definisi Konseptual Variabel............................................................ 57 3.3.3 Definisi Operasional Variabel........................................................... 57 3.4 Pengumpulan Data....................................................................................... 58 3.4.1 Teknik & Instrumen Pengumpulan Data........................................... 58 3.5 Uji Instrumen............................................................................................... 65 3.5.1 Uji Validitas ...................................................................................... 65 3.5.2 Uji Reliabilitas .................................................................................. 65 3.6 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 66 3.7 Teknik Analisis Data ................................................................................... 68 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian..................................................... 69
4.1.1 Responden Berdasarkan Usia............................................................ 69 4.1.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................ 70 4.1.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir .................................. 70 4.1.4 Responden Berdasarkan Status Pernikahan ...................................... 71 4.1.5 Responden Berdasarkan Masa Kerja ................................................ 72 4.1.6 Responden Berdasarkan Status Kepegawaian .................................. 72
4.2 Deskripsi Data ............................................................................................. 73 4.2.1 Gambaran Skor Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja ...................... 73 4.2.2 Gambaran Skor Semangat Kerja....................................................... 74 4.3 Hasil Uji Hipotesis....................................................................................... 76 4.4 Analisis Regresi Variabel X terhadap variabel Y........................................ 77
xi
xi
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Diskusi ......................................................................................................... 79 5.2 Kesimpulan.................................................................................................. 80 5.3 Saran ............................................................................................................ 81 5.3.1 Saran Teoritis .................................................................................... 81 5.3.2 Saran Praktis ..................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelebihan dan kelemahan dari metode penilaian kinerja ....................................46
Tabel 3.1 Sebaran item semangat kerja yang digunakan untuk tryout ................................62
Tabel 3.2 Penilaian pada skala semangat kerja....................................................................63
Tabel 3.3 Blue print skala persepsi terhadap penilaian kinerja (tryout) ..............................64
Tabel 3.4 Penilaian pada skala persepsi terhadap penilaian kinerja ....................................65
Tabel 3.5 Tingkat reliabilitas alpha croanbach ...................................................................67
Tabel 4.1 Responden berdasarkan usia ................................................................................70
Tabel 4.2 Responden berdasarkan jenis kelamin .................................................................71
Tabel 4.3 Responden berdasarkan pendidikan terakhir .......................................................72
Tabel 4.4 Responden berdasarkan status pernikahan...........................................................72
Tabel 4.5 Responden berdasarkan masa kerja .....................................................................73
Tabel 4.6 Responden berdasarkan status kepegawaian .......................................................74
Tabel 4.7 Kategori skor skala persepsi terhadap penilaian kinerja......................................75
Tabel 4.8 Hasil interpretasi skor persepsi terhadap penilaian kinerja..................................75
Tabel 4.9 Kategori skor semangat kerja...............................................................................76
Tabel 4.10 Hasil interpretasi skor semangat kerja .................................................................76
Tabel 4.11 Perolehan hasil statistik product moment pearson ..............................................77
xiii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses terjadinya persepsi ..............................................................................30
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang paling
menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Berbeda dengan sumber daya
organisasi lainnya, sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang
mempunyai pengaruh yang dominan terhadap faktor produksi yang lain seperti
mesin, modal, material, dan metode. Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk
mengelola sumber daya manusia yang dimiliki dengan baik demi kelangsungan
hidup dan kemajuan organisasi. Dengan demikian keberhasilan dalam proses
operasional organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang
dalam hal ini adalah karyawan. Kontribusi karyawan bagi organisasi sangat
dominan, karena karyawan adalah penghasil kerja bagi organisasi. Hal ini berarti
setiap pekerjaan dalam organisasi selalu dilaksanakan oleh karyawan.
Setiap organisasi akan membutuhkan karyawan yang handal dan kompeten.
Karyawan tersebut diharapkan akan bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugas yang diberikan dan berusaha semaksimal mungkin untuk selalu memberikan
hasil terbaik. Dengan kata lain, setiap organisasi membutuhkan karyawan yang
mampu menunjukkan performa kerja yang optimal. Oleh karenanya, penting bagi
organisasi untuk mengupayakan agar karyawan yang terlibat di dalamnya
terdorong untuk selalu memaksimalkan performa kerjanya yang tercermin dengan
2
semangat kerja yang tinggi. Dalam hal ini, karyawan dalam organisasi tersebut
akan berperilaku dalam suatu cara tertentu, serta menampilkan performa kerjanya,
berdasarkan pada apa yang mereka lihat atau bukan pada situasi yang sebenarnya.
Keyakinan mereka ini merupakan suatu persepsi terhadap situasi pada lingkungan
organisasi tempat mereka bekerja dimana mereka memiliki harapan-harapan akan
gambaran ideal mengenai apa yang semestinya berjalan di dalam kegiatan
organisasi dan bukan pada apa yang sudah berlaku di dalam organisasi tersebut.
Robbins (2005), menjelaskan persepsi sebagai suatu proses dimana individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera agar memberikan makna
bagi lingkungan mereka. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, karyawan
mempersepsi apa yang mereka lihat atau harapkan untuk dapat mereka peroleh.
Bila dihubungkan dengan lingkungan kerja, setiap individu mempunyai harapan
tentang pemberian imbalan yang memuaskan tujuan pribadinya atas hasil
usahanya terhadap pencapaian prestasi tertentu. Lebih lanjut, hal ini dijelaskan
oleh teori harapan dari Vroom (1964) yang dituangkan sebagai hubungan usaha
kinerja, kinerja imbalan, dan imbalan tujuan pribadi, yang merupakan aspek-aspek
(expectancy, instrumentality, dan valence) penunjang semangat kerja.
Berdasarkan model dari teori harapan tampak bahwa jika sasaran yang diharapkan
oleh karyawan tidak tercapai, upaya tidak mengarah ke penilaian yang
memuaskan mengenai kinerja mereka, tidak ada imbalan dari organisasi bila
sasaran tercapai, maka dapat diharapkan kinerja karyawan berada jauh dibawah
prestasi atau dengan kata lain akan mengakibatkan derajat semangat kerja yang
3
rendah pula dalam diri karyawan. Lawler (seperti dikutip dalam Furnham, 2006)
menjelaskan bahwa aspek expectancy, instrumentality, dan valence mengarah
kepada kepuasan kerja tergantung pada persepsi karyawan mengenai terpenuhinya
imbalan yang diharapkannya. Wahjosumidjo (1992), menjelaskan bahwa sikap
perilaku seseorang, selalu berorientasi pada tujuan, ialah terpenuhinya kebutuhan
yang diinginkan. Perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan
organisasi, timbul karena mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati.
Lebih lanjut Nitisemito (1996) menjelaskan bahwa dengan adanya kepuasan yang
diterima karyawan baik kebutuhan materi maupun non-materi, maka semangat
kerja akan timbul dalam diri karyawan.
Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui definisi dari semangat kerja itu sendiri.
Anoraga & Suyati (1995) mengemukakan semangat kerja sebagai sikap individu
maupun kelompok terhadap lingkungan kerja yang tercermin dengan adanya
minat, gairah, dan bekerja secara lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Lebih lanjut Guba (seperti dikutip dalam Panggabean, 2004), menyatakan
semangat kerja sebagai kondisi di mana ada tujuan yang jelas dan tetap yang
dirasakan menjadi penting dengan tujuan individu serta adanya rasa pemahaman
dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang.
Seorang karyawan akan mulai bekerja dengan derajat semangat kerja tertentu,
dalam hal ini tergantung pada apa yang ia alami selama bekerja, yaitu bagaimana
ia mempersepsikan imbalan yang diberikan kepadanya atas unjuk kerjanya.
4
Nitisemito (1996) mengemukakan bahwa pada prinsipnya turunnya semangat
kerja disebabkan karena ketidakpuasan yang dirasakan karyawan. Dengan
ketidakpuasan yang dirasakan tersebut maka akan menimbulkan
kekurangbahagiaan bagi karyawan yang dapat menimbulkan semangat kerja
menurun. Dengan kata lain, semangat kerja seseorang akan mengalami
peningkatan atau penurunan tergantung pada pengalamannya selama bekerja dan
bagaimana ia mempersepsikan imbalan yang diperoleh atas kinerjanya.
Untuk melihat sejauh mana kinerja individu dalam organisasi maka organisasi
perlu melakukan evaluasi pada kinerja yang disebut performance appraisal atau
yang lebih sering disebut dengan istilah Penilaian Kinerja (selanjutnya disebut
dengan PK). Schultz & Schultz (2006) mendefinisikan Penilaian Kinerja sebagai
bentuk evaluasi performa kerja karyawan yang dilakukan secara periodikal. Hal
yang senada juga diungkapkan oleh Cummings & Worley (2001) yang
menyatakan bahwa PK merupakan sistem umpan balik yang meliputi penilaian
secara langsung oleh penyelia, manajer maupun rekan kerja terhadap performa
kerja individu atau kelompok.
Penilaian Kinerja adalah proses yang dipergunakan dalam sebuah organisasi
untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannnya dengan
memuaskan. Informasi yang dihasilkan proses ini merupakan fungsi koordinasi
yang utama dalam aktivitas yang berhubungan dengan personalia. Penilaian untuk
kerja ini merupakan sistem pengendali umpan balik (feedback) dan umpan maju
5
(feedforward). Dilihat dari sudut pandang karyawan, sebagai umpan balik, PK
memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara pribadi dalam hal
bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Sedangkan sebagai umpan maju, PK
memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai
pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Penghargaan yang
berhubungan dengan pekerjaan tersebut meliputi kenaikan gaji, bonus, promosi,
dan pemberian pekerjaan sesuai dengan keinginan (atau dalam hal tertentu, tetap
dipertahankan dalam pekerjaan tertentu). Informasi PK lainnya yang tak kalah
penting manfaatnya adalah sumber informasi untuk kebutuhan dan kesempatan
pengembangan karyawan pribadi. Melalui informasi ini pula kelemahan maupun
kekuatan karyawan dapat terukur/terlihat sehingga dapat digunakan untuk
membuat rencana pencapaian unjuk kerja yang lebih baik dimasa yang akan
datang terutama tersedianya kesempatan karier di masa depan. Selain bermanfaat
bagi tujuan pribadi pada khususnya, fungsi umpan maju dan umpan balik ini juga
bermanfaat bagi tujuan personalia, diantaranya, rancangan pekerjaan, pemeriksaan
validasi test, rancangan metode pelatihan, dan dokumentasi mengenai praktek
penerimaan karyawan yang adil. Dari ulasan diatas mengenai tujuan PK dapat
dilihat bahwa efektivitas PK dapat terwujud apabila PK tersebut memberikan nilai
yang berharga bagi penggunaan sumber daya untuk keperluan tersebut. Dengan
kata lain efektivitas PK tergantung dari tercapai tidaknya tujuan-tujuan PK
tersebut bagi sumber daya yang bersangkutan (Jewell & Siegall, 1998).
6
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi PK adalah sosialisasi hasil PK
yang merupakan umpan-balik yang penting tentang bagaimana peran serta
individu dalam suatu lingkungan organisasi (Gibson, et. al, 2000). Hal ini
dimaksudkan agar individu dapat memiliki persepsi bahwa PK yang dilakukan
oleh organisasi bermanfaat secara positif sehingga dapat mengidentifikasi
performa kerjanya dalam kurun waktu tertentu, dan dapat melihat kekurangan
ataupun kelebihan yang dimilikinya. Selain itu, melalui umpan balik tersebut,
diharapkan individu akan termotivasi untuk meningkatkan semangat kerjanya
dimasa yang akan datang.
Cara karyawan mempersepsikan PK dapat memiliki pengaruh penting
terhadap sikap yang dihasilkan sebagai respon atas persepsi. Persepsi menjadi
dasar individu untuk menentukan sikap dan mengembangkan perilaku kerjanya
dalam organisasi. Persepsi seseorang yang positif terhadap penilaian kinerja dapat
memotivasi orang tersebut untuk meningkatkan semangat kerjanya selama ia
meyakini bahwa penilaian kinerja yang telah dilakukan terhadap upayanya
tersebut akan menghantarkannya pada ganjaran yang dapat memuaskan tujuan
pribadinya.
Lebih lanjut, Munandar (2001) menyatakan bahwa hal yang paling penting
dari sebuah PK adalah membuat pekerja menyadari apa yang diharapkan
perusahaan darinya dan mempercayai perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dan
harapannya. Dengan kata lain, efektivitas proses PK tergantung pada bagaimana
7
individu dalam organisasi mempersepsi sejauh mana PK yang dilakukan memberi
ukuran keberhasilan penyelesaian kerja yang masuk akal dan bagaimana hasil dari
PK tersebut diberikan dalam bentuk penghargaan dan hukuman sehingga
memotivasi mereka untuk bersemangat melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ini
senada dengan teori harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom (seperti
dikutip dalam Schultz & Schultz, 2006) bahwa individu termotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi (dalam hal ini semangat kerja yang tinggi)
bila ia meyakini upaya yang dilakukannya akan menghantar ke suatu PK yang
baik. PK yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti
bonus, kenaikan gaji, atau promosi yang akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi
individu tersebut. Oleh sebab itu teori harapan dari Vroom merupakan teori yang
cocok untuk melihat hubungan persepsi terhadap penilaian kinerja dengan
semangat kerja.
Setiap organisasi mengharapkan agar individu-individu yang terlibat di
dalamnya memiliki semangat kerja yang tinggi dan PK dapat menjadi salah satu
alat untuk mewujudkan hal ini. Hal ini didukung oleh hasil analisis data penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Nidia Liesdiarini (2009), yang menunjukkan
bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara penerimaan terhadap sistem
performance appraisal dengan semangat kerja. Artinya, jika persepsi yang
dimiliki karyawan positif mengenai penilaian kinerja, maka akan diikuti oleh
semangat kerja yang tinggi.
8
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan sepeda motor, PT.
Para Finance memiliki sistem penilaian kinerja bagi karyawannya, yang dikenal
dengan sebutan personal appraisal sebagai salah satu kegiatan untuk menilai
unjuk kerja sumber daya manusia yang dimilikinya. PT. Para Finance melakukan
PK satu kali dalam setahun untuk sumber daya kerja yang dimiliki dan biasa
dilakukan setiap awal tahun. Hasil dari PK tersebut kemudian dikomunikasikan
oleh masing-masing kepala divisi kepada stafnya dalam bentuk coaching &
counseling sebagai tolok ukur bagi performa kerja mereka, dalam arti apakah
perlu ditingkatkan ataukah sudah cukup memuaskan sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan promosi jabatan dan pengangkatan karyawan tetap. Melalui
PK ini, perusahaan berharap dapat mengevaluasi kinerja seseorang dan mengukur
sejauh mana efektifitas kinerja tersebut tercermin dalam semangat kerja orang-
orang yang terlibat di dalamnya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
terhadap karyawan PT. Para Finance terdapat beberapa indikasi yang
menunjukkan semangat kerja yang tinggi. Indikasi tersebut antara lain karyawan
datang tepat waktu, rela bekerja lembur demi terselesaikannya pekerjaan tepat
waktu, mengerjakan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan,
dan tetap ramah, baik kepada sesama karyawan maupun kepada tamu yang
berkunjung ke perusahaan.
Berdasarkan kondisi tersebut, penulis ingin mengetahui lebih jauh apakah
semangat kerja karyawan yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh persepsi karyawan
terhadap penilaian kinerja yang berlaku dalam PT. Para Finance. Untuk itu,
9
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: HUBUNGAN
ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENILAIAN KINERJA DAN SEMANGAT
KERJA KARYAWAN PT. PARA FINANCE.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas teridentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja kerja dan
semangat kerja karyawan PT. Para Finance?
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1 Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan ini, maka dalam penelitian ini hanya
dibatasi mengenai hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dan
semangat kerja karyawan PT. Para Finance. Adapun pengertian tentang konsep
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Semangat kerja secara operasional memiliki pengertian skor yang diperoleh
melalui skala semangat kerja model Likert yang disusun berdasarkan faktor-
faktor untuk mengukur semangat kerja menurut Anoraga (1995) yang meliputi
kerjasama, disiplin kerja, dan kegairahan kerja.
2. Persepsi terhadap penilaian kinerja secara operasional memiliki pengertian
skor yang diperoleh melalui skala persepsi terhadap penilaian kinerja model
Likert yang disusun mengikuti model teori harapan dari Vroom (1964)
10
berdasarkan aspek expectancy, instrumentality, dan valence yang dituangkan
pada manfaat dari penilaian kinerja menurut Schultz & Schultz (2006).
3. Responden yang diteliti adalah karyawan PT. Para Finance, yang berlokasi di
wilayah Jakarta Selatan, dan pernah mengikuti proses penilaian kinerja di PT.
Para Finance.
1.3.2 Perumusan Masalah
Agar penelitian ini jelas, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap
penilaian kinerja kerja dan semangat kerja karyawan PT. Para Finance?”.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dan semangat
kerja karyawan PT. Para Finance.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1.4.2.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperkaya dunia
ilmu pengetahuan mengenai semangat kerja dan menambah literatur mengenai
penilaian kinerja. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya di bidang semangat kerja dan penilaian kinerja.
11
1.4.2.2 Manfaat Praktis
Bagi perusahaan, manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah untuk
memberikan gambaran bagi perusahaan bahwa PK yang diberlakukan dapat
difungsikan semaksimal mungkin baik sebagai alat penilai maupun sebagai
pendorong semangat kerja bagi SDM, dengan demikian dapat menjadi masukan
yang signifikan bagi perusahaan Para Finance dalam mengoptimalkan kinerja
SDM yang ada. Sedangkan manfaat bagi karyawan adalah memberi masukan dan
pegangan kepada karyawan tentang pentingnya persepsi yang positif mengenai
proses penilaian kinerja guna meningkatkan semangat kerja karyawan.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling
berkaitan, adapun uraian selengkapnya adalah sebagai berikut:
BAB 1: PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB 2: KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan teori-teori yang berhubungan dengan masalah
yang akan dibahas yaitu mengenai semangat kerja, persepsi, penilaian
kinerja, persepsi terhadap penilaian kinerja, kerangka berpikir, dan
hipotesis penelitian.
12
BAB 3: METODE PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang meliputi
pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel
penelitian, pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan
teknik analisis data.
BAB 4: PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum responden penelitian,
deskripsi data, uji persyaratan, dan hasil uji hipotesis.
BAB 5: DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN
Bab ini berbicara tentang diskusi, kesimpulan, dan saran.
13
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Semangat Kerja
2.1.1 Pengertian Semangat Kerja
Semangat kerja merupakan terjemahan dari kata morale (moril) yang artinya
sikap atau semangat yang ditandai secara khas oleh adanya kepercayaan diri,
motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan, dan organisasi
yang baik (Chaplin, 2006).
Setiap perusahaan atau organisasi akan selalu berusaha agar prestasi kerja
karyawannya dapat ditingkatkan. Agar prestasi kerja karyawan tinggi, maka
perusahaan harus dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dengan
motivasi kerja yang tinggi, diharapkan semangat kerja meningkat. Berkaitan
dengan semangat kerja ini, Anoraga & Suyati (1995) menyatakan bahwa
semangat kerja adalah sikap kejiwaan dan perasaan individu-individu maupun
kelompok terhadap lingkungan kerjanya yang sikap kejiwaannya dan peranan
individu tercermin dengan adanya minat, gairah, dan bekerja lebih giat terhadap
pekerjaan yang dilakukan.
Sedangkan menurut Nitisemito (1996), semangat kerja adalah melakukan
pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan diharapkan
lebih cepat dan lebih baik. Lebih lanjut Halsey (seperti dikutip dalam Utama,
14
2003), menyatakan semangat kerja adalah kesediaan perasaan yang
memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan kerja lebih banyak dan
lebih baik. Sedangkan menurut Guba (seperti dikutip dalam Panggabean, 2004),
menyatakan semangat kerja sebagai kondisi di mana ada tujuan yang jelas dan
tetap yang dirasakan menjadi penting dengan tujuan individu serta adanya rasa
pemahaman dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
semangat kerja adalah kesediaan perasaan dan kesungguhan seseorang dalam
melakukan pekerjaan yang tercermin dengan adanya minat, gairah, dan bekerja
lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan, di mana ada tujuan yang jelas dan
dirasakan penting bagi individu atas hasil usahanya terhadap pencapaian prestasi
tertentu.
Wahjosumidjo (1992), menjelaskan bahwa sikap perilaku seseorang, selalu
berorientasi pada tujuan, ialah terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan. Dan
perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan organisasi, timbul karena
mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati. Lebih lanjut Nitisemito
(1996) menjelaskan bahwa dengan adanya kepuasan yang diterima karyawan baik
kebutuhan materi maupun non-materi, maka semangat kerja akan timbul dalam
diri karyawan.
15
Teori harapan atau yang sering disebut dengan (valence instrumentality
expectancy) VIE theory uang dikemukakan oleh Vroom (1964) bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana seseorang memilih satu diantara beberapa tindakan yang
ingin mereka lakukan. Pemilihan alternatif ini dipandang sebagai suatu proses
kognitif dimana dasar pertimbangan dari setiap tindakan meliputi tiga faktor,
yaitu:
1. Expectancy, pekerja merasa bahwa mereka setidaknya memiliki
keterampilan yang memadai untuk melakukan pekerjaan tertentu.
2. Instrumentality, pekerja merasa bahwa dengan menunjukkan performa
kerja yang baik setidaknya cukup memuaskan maka mereka akan
mendapatkan imbalan
3. Valence, pekerja merasa bahwa imbalan yang mereka peroleh atas
pekerjaan yang memuaskan adalah sesuatu yang menarik.
Teori harapan menyatakan bahwa kekuatan suatu kecenderungan untuk
bertindak dalam suatu cara tertentu tergantung pada kekuatan suatu pengharapan
bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu hasil tertentu serta daya tarik hasil
tersebut bagi individu itu. Dalam istilah yang lebih praktis, teori harapan
mengatakan seorang karyawan termotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang
tinggi bila ia meyakini upayanya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang
baik; suatu penilaian kinerja yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran
organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau suatu promosi; dan ganjaran-
16
ganjaran itu akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan itu sehingga muncul
semangat kerja dalam diri karyawan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Hubungan usaha-kinerja (expectancy): Probabilitas yang dipersepsikan oleh
individu bahwa pencapaian usaha tertentu akan mendorong kinerja. Keyakinan
seseorang bahwa usaha tertentu akan mencapai hasil tertentu.
2. Hubungan kinerja-imbalan (instrumentality): Keyakinan bahwa kinerja pada
suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu hasil yang
diinginkan.
3. Hubungan imbalan-tujuan pribadi (valence): Tingkat sejauh mana imbalan
dari organisasi dapat memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi individu serta
tingkat daya tarik imbalan tersebut bagi individu.
2.1.2 Faktor-Faktor Untuk Mengukur Semangat Kerja
Menurut Anoraga dan Suyati (1995), faktor-faktor untuk mengukur semangat
kerja yaitu:
a. Kerjasama
Kerjasama berarti bekerja bersama-sama kearah tujuan yang sama. Dalam
suatu perusahaan, kerjasama dapat dilihat dari:
1) Kesediaan para karyawan untuk bekerjasama dengan teman-teman sekerja
maupun dengan atasan mereka untuk mencapai tujuan bersama.
17
2) Kesetiaan untuk saling membantu diantara teman-teman sekerja
sehubungan dengan tugasnya.
b. Disiplin kerja
Disiplin kerja adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang tergabung dalam
suatu organisasi dan tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang
hati. Beberapa ukuran untuk mengukur disiplin kerja yang baik yaitu:
1) Kepatuhan karyawan pada jam-jam kerja.
2) Kepatuhan karyawan kepada perintah dari atasan, serta taat pada tata tertib
yang berlaku.
3) Penggunaan dan pemeliharaan bahan-bahan atau alat-alat perlengkapan
kantor dengan hati-hati.
4) Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan oleh
perusahaan.
c. Kegairahan kerja
Kegairahan kerja adalah kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang
dilakukan. Kegairahan kerja dapat dilihat dalam hal:
1) Karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan disertai perasaan
gembira dan senang hati serta rela berkorban tanpa banyak perintah.
2) Karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan penuh perhatian tanpa
mengeluh dan bermalasan.
3) Karyawan selalu mengisi waktu kosong dengan bekerja.
18
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Nitisemito (1996) mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi semangat
kerja yaitu:
a. Kebanggan pekerja akan pekerjaan dan kepuasannya dalam bekerja.
Kebanggaan yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaan dan kepuasannya
dalam bekerja akan memacu semangat kerja karyawan. Sebaliknya, jika tidak
ada kebanggaan terhadap pekerjaan dan tidak ada kepuasan dalam bekerja,
maka semangat kerja karyawan akan cenderung statis bahkan dapat pula
menurun.
b. Sikap terhadap pimpinan.
Jika karyawan memiliki sikap positif terhadap pimpinan, maka semangat kerja
akan meningkat. Tapi bila karyawan bersikap negatif terhadap pimpinannya
maka semangat kerja akan menurun.
c. Hasrat untuk maju.
Adanya keinginan untuk maju dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.
Namun sebaliknya jika karyawan tidak mempunyai keinginan untuk maju,
maka semangat kerja akan menurun.
d. Perasaan telah diperlakukan secara baik.
Semangat kerja akan meningkat bila karyawan merasa telah diperlakukan
dengan baik oleh perusahaannya. Namun bila karyawan merasa bahwa ia tidak
diperlakukan dengan baik, maka semangat kerjanya akan menurun.
19
e. Kemampuan untuk bergaul dengan karyawan sekerjanya.
Semangat kerja akan meningkat bila didukung dengan kemampuan untuk
bergaul dengan rekan sekerja, sehingga pekerjaan yang berat akan terasa lebih
ringan. Tetapi sebaliknya, semangat kerja karyawan akan menurun bila
karyawan tidak mampu bergaul dan bekerja sama dengan rekan sekerjanya.
f. Kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan.
Semangat kerja meningkat bila karyawan memiliki kesadaran akan tanggung
jawab terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, semangat kerja menurun bila
karyawan tidak memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap
pekerjaannya.
2.1.4 Indikasi-Indikasi Penyebab Tinggi Rendahnya Semangat Kerja
Menurut Maier (1955), semangat kerja yang tinggi dapat dilihat dari empat
karakteristik berikut:
a. Semangat kelompok (team spirit), menggambarkan hubungan antara karyawan.
Dengan adanya semangat kelompok maka karyawan lebih berpikir sebagai
kami daripada saya; mereka akan saling tolong menolong dan tidak saling
bersaing untuk menjatuhkan; keberhasilan pada seorang karyawan dianggap
sebagai keberhasilan kelompok. Semangat kelompok merupakan aspek
semangat kerja yang jelas menggambarkan gejala kelompok dan merupakan
salah satu karakteristik dasar kelompok untuk bekerja sama dan bertanggung
jawab secara sosial.
20
b. Kualitas untuk bertahan (staying quality), merupakan suatu keadaan yang
menggambarkan situasi kelompok yang tidak kehilangan arah tujuan ketika
menghadapi kesulitan. Ini berarti ada ketekunan, penuh keyakinan dan saling
memberi semangat antar karyawan.
Kegairahan atau antusiasme (zest or enthusiasm), secara tidak langsung
berhubungan dengan motivasi yang tinggi. Kegairahan juga dapat
memperkirakan bahwa motivasi ada pada tugas itu sendiri, karena kegembiraan
berarti ada minat yang akan mendorong individu untuk berupaya lebih keras
dalam bekerja. Karyawan yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti
karyawan tersebut memiliki dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya.
d. Kekuatan untuk melawan frustasi (resistance to frustration), menggambarkan
bagaimana orang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tidak memiliki
sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.
Semangat kerja tidak selalu ada dalam diri karyawan. Terkadang semangat
kerja dapat pula menurun. Indikasi-indikasi menurunnya semangat kerja selalu
ada dan memang secara umum dapat terjadi. Menurut Nitisemito (1996), indikasi-
indikasi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya produktivitas kerja
Menurunnya produktivitas dapat terjadi karena kemalasan, menunda pekerjaan,
dan sebagainya. Bila terjadi penurunan produktivitas, maka hal ini berarti
indikasi dalam organisasi tersebut telah terjadi penurunan semangat kerja.
21
2. Tingkat absensi yang naik atau tinggi
Pada umumnya, bila semangat kerja menurun, maka karyawan dihinggapi rasa
malas untuk bekerja. Apalagi kompensasi atau upah yang diterimanya tidak
dikenakan potongan saat mereka tidak masuk bekerja. Dengan demikian dapat
menimbulkan penggunaan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan yang
lebih tinggi, meski hanya untuk sementara.
3. Labour turn over atau tingkat perpindahan karyawan yang tinggi
Keluar masuk karyawan yang meningkat terutama disebabkan karyawan
mengalami ketidaksenangan atau ketidaknyamanan saat mereka bekerja,
sehingga mereka berniat bahkan memutuskan untuk mencari tempat pekerjaan
lain yang lebih sesuai dengan alasan mencari kenyamanan dalam bekerja.
Manajer harus waspada terhadap gejala-gejala seperti ini.
4. Tingkat kerusakan yang meningkat
Meningkatnya tingkat kerusakan sebenarnya menunjukkan bahwa perhatian
dalam pekerjaan berkurang. Selain itu dapat juga terjadi kecerobohan dalam
pekerjaan dan sebagainya. Dengan naiknya tingkat kerusakan merupakan
indikasi yang cukup kuat bahwa semangat kerja telah menurun.
5. Kegelisahan dimana-mana
Kegelisahan tersebut dapat berbentuk ketidaktenangan dalam bekerja, keluh
kesah serta hal-hal lain. Terusiknya kenyamanan karyawan memungkinkan
akan berlanjut pada perilaku yang dapat merugikan organisasi itu sendiri.
22
6. Tuntutan yang sering terjadi
Tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, di mana pada tahap
tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. Organisasi
harus mewaspadai tuntutan secara massal dari pihak karyawan.
7. Pemogokan
Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya. Jika
hal ini terus berlanjut maka akan berujung pada munculnya tuntutan dan
pemogokan. Sebaliknya ada beberapa penyebab rendahnya semangat kerja
karyawan. Hal ini terkait dengan kurang diperhatikannya pengaturan kerja
mengenai disiplin kerja, kondisi kerja dan kekurangan tenaga kerja yang
terampil dan ahli dibidangnya.
Sedangkan menurut Zainun (seperti dikutip dalam Hidayati, 2002), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan
dalam suatu organisasi, yaitu komunikasi, kepuasan kerja, lingkungan kerja,
partisipasi dan kepemimpinan.
Lebih lanjut Wardoyo (seperti dikutip dalam Hendra, 2006), mengatakan ada
tiga konsepsi dasar yang dapat membantu menjelaskan pasang surutnya semangat
kerja yaitu:
1. Setiap karyawan niscaya akan mengamati lingkungan dari kerjanya untuk
mendapatkan tanda-tanda yang mungkin mempengaruhi keberuntungan
psikologisnya.
23
2. Berbagai macam informasi (juga desas-desus) mengenai pekerjaan dinilai
sebagai dukungan moral atau sebagai tekanan atau juga sebagai dukungan
suatu yang netral.
3. Moral kerja juga tergantung pada, apakah karyawan itu merasa dapat
mempengaruhi mereka ketimbang keputusan mereka sendiri.
2.1.5 Cara Untuk Meningkatkan Semangat Kerja Karyawan
Menurut Nitisemito (1996), ada beberapa cara untuk meningkatkan semangat
kerja karyawan. Caranya dapat bersifat materi maupun non materi, seperti antara
lain :
1. Gaji yang sesuai dengan pekerjaan.
Setiap perusahaan seharusnya dapat memberikan gaji yang sesuai dengan
pekerjaan kepada karyawannya. Sesuai di sini adalah jumlah yang mampu
dibayarkan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut. Makin
besar gaji yang diberikan berarti semakin tercukupi kebutuhan karyawan.
Dengan demikian karyawan akan mendapatkan ketenangan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya sehingga semangat kerjanya akan dapat
diharapkan lebih meningkat.
2. Memperhatikan kebutuhan rohani.
Selain kebutuhan materi yang berwujud gaji yang sesuai dengan pekerjaan,
maka mereka juga membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini
antara lain adalah menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah, rekreasi,
partisipasi dan sebagainya sehingga semangat kerja dapat ditingkatkan.
24
3. Menciptakan suasana kerja yang santai yang dapat mengurangi beban kerja.
Suasana kerja yang rutin seringkali menimbulkan kebosanan dan ketegangan
kerja bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal seperti itu maka perusahaan
perlu sesekali dalam waktu tertentu menciptakan suasana santai. Hal ini dapat
diciptakan dengan jalan mengadakan rekreasi bersama-sama, mengadakan
pertandingan olah raga antar karyawan, dan lain sebagainya yang dapat
menimbulkan semangat kerja karyawan.
4. Harga diri karyawan perlu mendapatkan perhatian.
Persoalan harga diri merupakan persoalan yang cukup tinggi. Pihak perusahaan
bukan saja perlu memperhatikan harga diri, akan tetapi kalau perlu bahkan
membangkitkan harga diri para karyawannya. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan pujian atau penghargaan pada karyawan.
5. Tempatkan para karyawan pada posisi yang tepat.
Setiap perusahaan harus mampu menempatkan karyawannya pada posisi yang
tepat. Artinya tempatkan karyawan pada posisi yang sesuai dengan
keterampilan masing-masing. Ketidaktepatan dalam menempatkan posisi
karyawan akan menyebabkan jalannya pekerjaan menjadi kurang lancar dan
tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal. Disamping itu semangat kerja
karyawan juga akan menurun. Jadi sesungguhnya masalah ketepatan
menempatkan karyawan pada posisi yang tepat merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam usaha membangkitkan semangat kerja karyawan.
25
6. Berikan kesempatan pada mereka yang berprestasi.
Semangat kerja karyawan akan timbul jika karyawan mempunyai harapan
untuk dapat maju. Sebaliknya jika karyawan tidak mempunyai harapan untuk
maju dalam perusahaan maka semangat kerjanya lama-kelamaan akan
menurun. Jadi hendaknya setiap perusahaan memberikan kesempatan
karyawannya untuk dapat maju.
7. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan.
Semangat kerja karyawan akan terpupuk jika karyawan memiliki perasaan
aman terhadap masa depan profesinya. Untuk menciptakan rasa aman
menghadapi masa depan karyawannya ada perusahaan yang melaksanakan
program pensiun bagi karyawannya. Tetapi tidak hanya itu, kestabilan
perusahaan juga menjadi jaminan perasaan aman bagi karyawan. Perusahaan
yang usahanya tidak stabil akan menimbulkan kecemasan/kekhawatiran
karyawannya. Jadi sebaiknya perusahaan berusaha agar usahanya stabil.
8. Usahakan para karyawan memiliki loyalitas dan keperdulian terhadap
organisasi.
Kesetiaan atau loyalitas karyawan terhadap perusahaan akan dapat
menimbulkan rasa tanggung jawab. Tanggung jawab dapat menciptakan
semangat kerja. Untuk dapat menimbulkan loyalitas karyawan terhadap
perusahaan maka pihak perusahaan harus mengusahakan agar para
karyawannya merasa senasib dengan perusahaan. Salah satu cara untuk
menimbulkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan ialah dengan
26
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk ikut berpartisipasi dalam
perusahaan tersebut.
9. Pemberian insentif yang terarah dalam aturan yang jelas.
Dengan memberikan tambahan penghasilan secara langsung kepada para
karyawan yang menunjukkan kelebihan prestasi kerjanya. Cara seperti ini
sangat efektif untuk mendorong semangat kerja karyawan. Tentu saja cara
seperti ini harus disertai dengan kebijakan yang tepat.
10.Fasilitas kerja yang menyenangkan yang dapat membangkitkan gairah kerja.
Setiap perusahaan bilamana memungkinkan hendaknya menyediakan fasilitas
yang menyenangkan bagi para karyawannya. Apabila dengan fasilitas tersebut
ternyata mampu menambah kesenangan pada karyawan, maka berarti semangat
kerja dapat pula ditingkatkan.
Sedangkan Halsay (seperti dikutip dalam Anoraga & Suyati, 1995)
mengemukakan beberapa cara untuk menciptakan dan memupuk semangat kerja
di kalangan karyawan yaitu:
1. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mewujudkan kepribadiannya
di dalam pekerjaannya.
2. Perasaan bahwa usaha-usahanya dihargai.
3. Karyawan hendaknya menaruh kepercayaan di dalam kebaikan-kebaikan
tujuan umum dari organisasinya dan bagiannya di dalam organisasi itu.
4. Jangan ada sesuatu yang merugikan pada karyawan itu yang akan mengurangi
rasa harga dirinya.
27
5. Rasa aman dalam bekerja.
6. Memberikan kesempatan untuk maju.
7. Karyawan hendaknya menyukai secara pribadi dan menghormati pengawasnya.
8. Karyawan hendaknya menemukan di lingkungan pekerjaannya itu pengalaman
kemasyarakatan yang memuaskan.
Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak cara yang
dapat dipakai oleh pihak pimpinan untuk meningkatkan semangat kerja dan
mempertahankan agar tetap tinggi, yang keseluruhannya dapat digolongkan dalam
dua macam pemenuhan kebutuhan dari karyawannya. Pertama, pemenuhan atas
materi yang dapat berupa gaji yang cukup, berbagai macam tunjangan tambahan
atau insentif dan sebagainya. Kedua, yaitu pemenuhan atas kebutuhan non materi
yang dapat berupa pemberian pujian, memberikan kesempatan karyawan untuk
maju, perasaan aman dalam bekerja dan sebagainya.
2.2 Persepsi
Untuk melakukan penelitian mengenai persepsi terhadap penilaian kinerja
maka perlu diulas sedikit mengenai pengertian persepsi.
2.2.1 Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan terjemahan dari kata perception yang artinya “Proses di
mana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui
28
indera-indera yang dimilikinya; pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui
interpretasi data indera” (Rafy, 2004).
Menurut Robbins & Judge (2009), perception is a process by which
individuals organize and interpret their sensory impressions in order to give
meaning to their environment. Artinya: “Persepsi adalah suatu proses dimana
individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera agar
memberikan makna bagi lingkungan mereka”.
McShane & Glinow (2005), perception is the process of receiving
information about and making sense of the world around us. Artinya: “Persepsi
adalah proses penerimaan informasi dan membuat pemahaman melalui sensasi
inderawi mengenai dunia disekitar kita”.
Atkinson, et. al (1993) menjelaskan bahwa persepsi adalah penelitian
bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke dalam percepts objek, dan bagaimana
kita selanjutnya menggunakan percepts itu untuk mengenali dunia (percepts
adalah hasil dari proses perseptual).
Gibson, et. al (2000) mengatakan bahwa persepsi menyangkut kognisi yang
meliputi penafsiran terhadap objek, tanda-tanda dari sudut pengalaman yang
bersangkutan. Dengan kata lain persepsi mencakup penafsiran terhadap stimulus
yang telah diorganisasikan, sehingga persepsi merupakan proses pemberian arti
29
terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, tiap orang akan memberi arti
pada stimulus dengan cara yang berbeda meskipun obyeknya sama.
Abdurrahman (1999) mengatakan bahwa hal terpenting untuk memahami
persepsi adalah mengakui adanya interpretasi individual yang unik terhadap
situasi, dan bukan rekaman nyata suatu situasi. Oleh karena itu, bisa terjadi
stimulus yang sama akan diartikan secara berbeda-beda oleh individu yang
berbeda.
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi merupakan
proses kognitif (pemberian arti) yang dipergunakan seseorang untuk menafsirkan
dan memahami lingkungan. Namun demikian pada proses tersebut tidak hanya
sampai pada pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi pada perilaku yang
akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya.
2.2.2 Proses Persepsi dan Faktor yang Mempengaruhinya
Untuk memahami persepsi secara lebih baik, kita perlu mengetahui
bagaimana proses persepsi itu berlangsung dalam diri manusia. Gambar 2.1
menjelaskan terjadinya proses persepsi tersebut. Gambar tersebut menunjukkan
tiga tahap kejadian, yaitu:
30
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Persepsi
Sumber: Gibson, et.al., Organization: Behavior, Structure, & Process. Tenth edition. McGraw-Hill: New York.
1. Kenyataan dalam Organisasi atau Pekerjaan (sebagai stimulus), misalnya
sistem imbalan, gaya kepemimpinan, beban pekerjaan, penilaian kinerja, dan
sebagainya. Semua stimulus ini berkaitan dengan manusia sebagai objeknya.
2. Pengolahan Persepsi, stimuli tersebut diolah didalam proses kognitif internal
yang tidak bisa diamati, kemudian diorganisasikan dan ditafsirkan dengan
perangkat-perangkat yang ada. Terdapat tiga bagian dalam pengolahan ini,
yaitu:
a) Pengamatan Stimulus; tahap ini disebut juga sensasi, yang melibatkan
panca indrawi sebagai pintu-pintu masuk stimuli ke dalam proses
kognisi individu. Jadi, sensasi merupakan bagian dari persepsi.
b) Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap stimuli yang
diterimanya.
c) Bagian terakhir dari tahap pengolahan ini adalah evaluasi dan
penafsiran kenyataan. Dalam hal ini kenyataan-kenyataan (sebagai
31
stimuli) tadi sudah diolah dalam suatu mekanisme kognitif yang rumit
dan tidak bisa diamati.
3. Hasil proses persepsi adalah perilaku tanggapan dan sikap yang terbentuk. Dua
bentuk hasil tersebut bisa keduanya bersifat positif, atau negatif, atau bisa salah
satunya negatif atau positif.
Selanjutnya, dua bentuk hasil persepsi tadi akan memberikan umpan balik
terhadap stimuli, pengamatan stimuli dan faktor-faktor yang berpengaruh
sehingga mungkin terjadi perubahan yang bersifat korektif atau mengukuhkan
persepsi awal. Sebagaimana telah disebutkan bahwa proses persepsi akan
menghasilkan interpretasi individual yang unik terhadap stimulus tertentu.
Terdapat kemungkinan setiap individu berbeda atau sama persepsinya terhadap
suatu hal yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya sejumlah faktor yang
berperan dalam membentuk persepsi individu tersebut.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi menurut Robbins & Judge
(2009), diantaranya adalah karakteristik pribadi dari pelaku persepsi yaitu:
1. Sikap, merupakan suatu bentuk evaluasi individu terhadap berbagai aspek yang
meliputi objek, orang atau kegiatan serta bagaimana evaluasi tersebut
memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap hal-hal tersebut.
2. Motif, merupakan suatu kebutuhan yang bila tidak dipuaskan akan
menimbulkan pengaruh yang kuat terhadap persepsi individu.
32
3. Minat, adalah suatu kecenderungan atau keinginan individu yang dapat
mempengaruhi fokus perhatian individu sehingga menimbulkan persepsi yang
berbeda antara satu individu dengan individu lain.
4. Pengalaman masa lalu, adalah suatu kejadian di masa lalu yang dapat
mengarahkan individu pada hal-hal tertentu sehingga menimbulkan persepsi
yang berbeda.
5. Harapan, adalah suatu keinginan untuk menjadikan sesuatu menjadi kenyataan.
Harapan dapat mempengaruhi persepsi dalam hal individu akan melihat pada
apa yang mereka harapkan untuk mereka lihat.
Faktor kedua adalah faktor situasi (unsur dalam lingkungan sekitar) yang
merupakan suatu faktor yang berkaitan dengan konteks dimana individu melihat
obyek ataupun peristiwa. Faktor ini meliputi:
1. Waktu, yaitu suatu rangkaian saat ketika suatu keadaan berlangsung.
2. Keadaan/tempat kerja, yang merupakan suatu kondisi ataupun keadaan di ruang
tempat individu melakukan sesuatu.
3. Keadaan sosial, yang merupakan lingkungan sosial individu.
yang mana semua faktor tersebut dapat menimbulkan perbedaan persepsi
terhadap individu.
Dalam hal ini, faktor dominan yang dapat mempengaruhi persepsi karyawan
terhadap Penilaian Kinerja adalah pengalaman masa lalu dan harapan. Dengan
alasan pengalaman akan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang
33
mempersepsikan sesuatu. Pengalaman karyawan mengenai hasil Penilaian Kinerja
yang baik, akan cenderung mempersepsikan Penilaian Kinerja memiliki manfaat
secara positif bagi dirinya. Begitu pula sebaliknya, karyawan yang memiliki
pengalaman buruk mengenai hasil Penilaian Kinerjanya akan cenderung
mempersepsikan Penilaian Kinerja sebagai formalitas belaka tanpa manfaat yang
berarti. Perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan organisasi, timbul
karena mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati.
2.3 Penilaian Kinerja (Performance Appraisal)
Penilaian Kinerja atau penilaian performa bukanlah suatu hal yang baru bagi
individu. Sepanjang perjalanan karirnya, kinerja individu itu akan selalu di
monitor dan diberi penilaian bahkan sejak individu tersebut mulai memasuki masa
sekolah. Segala bentuk tes yang diberikan selama masa pendidikan seperti
ulangan harian, ulangan umum, ujian, pembuatan makalah dan presentasi
merupakan bentuk dari beberapa penilaian kinerja. Semua teknik penilaian yang
dirancang sedemikian rupa bertujuan untuk mengakses kualitas kerja individu.
Pada prinsipnya teknik yang digunakan pada PK dalam pendidikan maupun
pekerjaan memiliki kesamaan dimana hasil evaluasi yang diperoleh dari keduanya
memiliki makna yang penting bagi masa depan individu.
Dalam kegiatan organisasi, SDM sebagai pelaku kegiatan mengharapkan
kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi oleh organisasi industri,
34
sebaliknya organisasi industri mengharapkan SDM memberikan tenaga dan
pikirannya sehingga tercapai tujuan perusahaan.
PK sebagai alat ukur kinerja yang dikembangkan oleh organisasi diharapkan
dapat memberikan hasil evaluasi yang diinginkan sehingga organisasi dapat
memberikan imbalan atas tercapainya sasaran.
2.3.1 Definisi Penilaian Kinerja
Schultz & Schultz (2006), mendefinisikan Penilaian Kinerja sebagai the
periodic, formal evaluation of employee performance for the purpose of making
career decisions. Artinya: “Bentuk evaluasi kinerja pegawai yang dilakukan
secara formal dan rutin dalam periode waktu tertentu sebagai dasar penentuan
karir dimasa yang akan datang”.
Senada dengan pengertian Penilaian Kinerja di atas, Cummings & Worley
(2001), menjelaskan bahwa Penilaian Kinerja merupakan suatu sistem pemberian
umpan balik yang melibatkan evaluasi langsung terhadap performa individu atau
kelompok kerja yang dilakukan oleh supervisor, manajer, atau rekan kerja.
Panggabean (2004), menyatakan Penilaian Kinerja adalah suatu proses yang
bertujuan untuk mengetahui atau memahami tingkat kinerja karyawan
dibandingkan dengan tingkat kinerja karyawan lainnya atau dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan.
35
Lebih jauh Dessler (2008), memberikan uraian yang lebih rinci tentang
Penilaian Kinerja. Menurutnya Penilaian Kinerja adalah setiap prosedur yang
melibatkan:
1. Penyusunan standar kerja.
2. Evaluasi kinerja aktual karyawan dihubungkan dengan standar tersebut.
3. Menyediakan feedback bagi karyawan dengan tujuan memotivasinya untuk
memperkecil sisi kelemahan kerjanya dan memperkuat kelebihan-
kelebihannya.
Dari definisi Penilaian Kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Penilaian Kinerja merupakan bentuk evaluasi performa kerja karyawan untuk
menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannya dalam jangka
waktu tertentu secara periodikal dengan tujuan untuk memberikan umpan balik
terhadap karyawan agar mereka dapat termotivasi serta memiliki semangat untuk
berkinerja lebih baik lagi.
2.3.2 Tujuan dan Manfaat dari Penilaian Kinerja
Menurut Schultz & Schultz (2006) Penilaian Kinerja mempunyai dua tujuan
utama yaitu:
1. Tujuan administrasi, yaitu digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
bagi kepentingan personel SDM seperti umpan-balik kepada karyawan
mengenai bagaimana pandangan organisasi akan kinerja mereka, kenaikan
upah, promosi, transfer, dan pemutusan hubungan kerja.
36
2. Tujuan penelitian, berguna untuk validasi instrumen atau alat ukur seleksi.
Hasil evaluasi Penilaian Kinerja dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan serta evaluasi digunakan sebagai
kriteria terhadap pengesahan program seleksi dan pengembangan.
Tujuan dilakukannya Penilaian Kinerja ini didukung oleh pernyataan Grote
(seperti dikutip dalam Nisa, 2006), yang mengungkapkan hal senada bahwa dasar
dilakukannya PK adalah:
1. Sebagai informasi dalam pengambilan keputusan, seperti dalam kenaikan gaji,
mutasi dan promosi.
2. Memberikan kesempatan bagi atasan dan bawahan untuk mereview tingkah
laku yang berhubungan dengan pekerjaannya, sehingga kesalahan-kesalahan
yang dilakukan dapat segera diperbaiki.
3. Memberikan kesempatan seseorang untuk mereview rencana kariernya.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan manfaat atau fungsi
dari Penilaian Kinerja adalah:
1. Memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara pribadi dalam
hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang.
2. Memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai
pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Penghargaan
yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut meliputi kenaikan gaji, bonus,
37
promosi, dan pemberian pekerjaan sesuai dengan keinginan (atau dalam hal
tertentu tetap dipekerjakan dalam pekerjaan tertentu).
3. Informasi Penilaian Kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kekuatan dan
kelemahan karyawan dan digunakan untuk membuat rencana guna mencapai
unjuk kerja yang lebih baik dan tujuan serta kesempatan karir di masa depan.
2.3.3 Pentingnya Penilaian Kinerja yang Objektif dan Rasional
Jika seseorang berkarya pada suatu perusahaan dalam rangka
mempertahankan harkat dan martabatnya sekaligus mencari nafkah agar ia dan
tanggungannya dapat hidup layak dan wajar, berarti ia harus bersedia mengikat
diri pada penunaian kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Jabatan apapun yang
dipangkunya, fungsi apapun yang harus diselenggarakan dan tugas apapun yang
diembannya, secara kontraktual semuanya akan dilakukannya dengan tanggung
jawab. Di lain pihak, perusahaan terikat kontrak yang dibuat sehingga karyawan
mengharap agar perusahan menunaikan kewajibannya dan karyawan mendapat
haknya. Perusahaan berhak memperoleh manfaat hasil karya karyawannya,
sebaliknya perusahaan berkewajiban memenuhi hak karyawan
Salah satu bentuk hak karyawan adalah untuk dinilai secara objektif dan
rasional oleh perusahaan. Dilihat dari sudut hak dan kepentingan karyawan,
Penilaian Kinerja dimaksudkan untuk menghargai kinerja yang memuaskan.
Kinerja yang kurang memenuhi harapan perusahaan perlu diidentifikasikan
38
faktor-faktor penyebabnya dan dicarikan jalan keluarnya. Jika perlu, perusahaan
membantu karyawan sehingga terwujud peningkatan kinerja di masa depan.
Pentingnya penilaian yang objektif dan rasional dapat dilihat dari manfaat
yang diperoleh. Manfaat adanya penilaian yang objektif dan rasional (Siagian,
2004) adalah sebagai berikut:
1. Memungkinkan karyawan, atasan langsung, dan satuan kerja yang mengelola
sumber daya manusia dalam perusahaan dapat mengambil langkah-langkah
untuk meningkatkan kinerja.
2. Membantu perusahaan melakukan penyesuaian dalam pemberian imbalan
kepada karyawan sesuai dengan penilaian kinerja. Kinerja yang ditampilkan
karyawan diterjemahkan ke dalam kebijaksanaan pemberian imbalan.
3. Membantu para pengambil keputusan kunci dalam penempatan posisi yang
baru seperti alih tugas, alih wilayah, dan promosi.
4. Memberikan bahan pertimbangan dalam merancang program pelatihan untuk
mengatasi permasalahan dan dalam rangka pengembangan karyawan yang
dinilai memiliki potensi tetapi belum dikembangkan secara efektif.
5. Membantu karyawan untuk merencanakan dan mengembangkan kariernya di
masa depan.
6. Membantu manajemen sumber daya manusia untuk menyempurnakan
prosedur dan rekrutmen dan seleksi karyawan baru.
39
7. Menyempurnakan sistem informasi sumber daya manusia sehingga benar-
benar dapat diandalkan dalam menyelenggarakan berbagai fungsi yang
menjadi tanggung jawab manajemen sumber daya manusia.
8. Menyempurnakan sistem rancang bangun pekerjaan karena tidak mustahil
kinerja karyawan tidak sesuai dengan harapan karena rancang bangun yang
kurang tepat.
9. Membantu perusahaan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi
tantangan eksternal di masa datang.
2.3.4 Hambatan Dalam Penilaian Kinerja
Penilaian yang dilakukan dengan adil diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas karyawan. Karyawan yang tidak berprestasi baik akan memperoleh
umpan balik dan diharapkan akan meningkatkan prestasinya. Namun, terkadang
cara Penilaian Kinerja tidak memperbaiki kondisi. Karyawan yang mendapat
teguran atau mempunyai penilaian tidak baik di mata pimpinan akan merasa
tersinggung atau putus asa. Hal ini akan semakin memperburuk prestasinya.
Dengan demikian, Penilai harus berhati-hati dalam menjelaskan hasil Penilaian
Kinerja terhadap karyawan. Penilaian diharapkan menjadi proses kontinu yang
merupakan bagian integral dari proses interaksi antara manajer dengan karyawan.
Rachmawati (2008), menjelaskan beberapa faktor yang mungkin dapat
menjadi hambatan dalam Penilaian Kinerja yang adil:
40
1. Perubahan standar
Standar yang tidak konsisten dan berubah-ubah akan mempengaruhi
pengukuran prestasi karyawan. Sebagai contoh, penilai mungkin cenderung
memberikan penilaian yang baik terhadap karyawan yang kelihatannya
penurut dibandingkan karyawan yang suka membantah, meskipun karyawan
tersebut mempunyai prestasi yang baik.
2. Hallo effect
Hallo effect terjadi apabila penilaian penilai terhadap prestasi karyawan secara
keseluruhan hanya bergantung pada satu atau beberapa aspek saja. Efek
tersebut merupakan efek berantai. Biasanya hal ini terjadi karena pimpinan
melibatkan emosi dalam sebuah penilaian, menilai terlalu lunak atau keras,
melibatkan prasangka pribadi, serta menilai berdasarkan data atau fakta dari
waktu yang paling akhir saja.
3. Perbedaan sifat penilai
Penilai mempunyai sifat dan karakter yang berbeda. Penilaian karyawan bisa
menjadi berbeda karena sifat penilai. Oleh karena itu, disarankan untuk
membuat standar/pedoman penilaian untuk dijadikan patokan penilaian agar
penilaian secara adil dapat diwujudkan dan karyawan terhindar dari bias yang
disebabkan karakter penilai.
4. Perbedaan stereotipe tertentu
Penilai dapat menjadi bias karena faktor etnis, jenis kelamin, atau golongan
tertentu. Untuk menghindari hal itu, penilai harus berpegang pada
41
pedoman/standar tertulis dan hasil Penilaian Kinerja pun harus dilakukan
secara tertulis sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Lebih lanjut Grote (seperti dikutip dalam Nisa, 2006), menyebutkan bahwa
ketidakpuasan terhadap sistem Penilaian Kinerja selama ini terjadi karena:
1. Kriteria penilaian dirasakan tidak adil.
2. Tidak ada feedback dan coaching.
3. Tidak bisa menjawab pertanyaan tentang pengembangan diri atau peningkatan
karier.
4. Tidak ada korelasi yang jelas antara kinerja dengan upah yang diterima.
5. Sistem Penilaian Kinerja dinilai fragmented, bukan merupakan sistem yang
berkelanjutan.
Menurut Grote (seperti dikutip dalam Nisa, 2006) Agar sistem Penilaian
Kinerja menjadi efektif, maka organisasi dituntut untuk memfokuskan perhatian
pada empat hal, yaitu:
1. Kesiapan organisasi
Kesiapan organisasi disini termasuk juga komitmen organisasi yang mana
manajemen puncak mencontohkan model perilaku yang tepat, melibatkan
karyawan dalam pengembangan sistem (untuk membangun ownership),
mengkomunikasikan tata cara pelaksanaan sistem serta secara jelas
menegaskan bahwa sistem yang ada merefleksikan nilai-nilai organisasi.
42
2. Integrasi sistem
Sistem penilaian kinerja tidak bisa berdiri sendiri, harus terintegrasi dengan
sistem lain dalam organisasi. Faktor integrasi ini penting karena sistem
penilaian kinerja baru efektif apabila didukung oleh sistem SDM lainnya antara
lain pelatihan, kompensasi, managemen development, seleksi, manpower
planning, dan strategic planning. Harus ada kepastian bahwa tujuan individu,
tim maupun departemen memang terkait erat dengan strategi organisasi dan
nilai-nilai organisasi.
3. Pelatihan
Harus dilakukan sosialisasi serta pelatihan yang terkait dengan substansi
maupun mekanisme penilaian kinerja, baik kepada penilai (appraiser) maupun
yang dinilai (appraisee). Para pimpinan dan karyawan harus diajarkan
bagaimana cara menetapkan tujuan, mengidentifikasi perilaku kunci dan
menilai kinerja secara benar. Para pimpinan juga perlu diberikan pelatihan
interpersonal dan coaching skill agar proses konsultasi berlangsung efektif.
4. Evaluasi
Efektivitas sistem penilaian kinerja juga tergantung pada komitmen pemimpin
untuk mempergunakannya secara efektif. Kualitas dan kesinambungan review
yang dilakukan perlu diperhatikan. Organisasi yang ingin sistemnya berjalan
efektif menuntut para pemimpin untuk melakukan review paling sedikit 1 tahun
sekali. Organisasi dapat menilai tanggungjawab pemimpin melalui evaluasi
pemanfaatan sistem penilaian kinerja terhadap pengembangan dan peningkatan
karier bawahan.
43
2.3.5 Metode Penilaian Kinerja
Dalam melakukan Penilaian Kinerja, organisasi pada umumnya menggunakan
metode tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan dari organisasi tersebut. Hal
ini dimaksudkan agar organisasi dapat memperoleh hasil yang maksimal dan
setidaknya dapat meminimalkan dampak dari masalah yang kemungkinan timbul
sebagai akibat dari pemilihan metode yang kurang tepat.
Menurut Robbins & Coulter (2007), terdapat tujuh metode Penilaian Kinerja
yakni:
1. Esai Tertulis
Esai tertulis adalah teknik Penilaian Kinerja di mana penilai menuliskan
gambaran kekuatan dan kelemahan, kinerja di masa lampau, dan potensi
karyawan. Penilai tersebut juga akan membuat saran untuk perbaikan.
2. Insiden Kritis
Penggunaan insiden kritis memfokuskan perhatian penilai pada perilaku kritis
(penentu keberhasilan) atau utama yang memisahkan kinerja pekerjaan yang
efektif dari yang tidak efektif. Penilai menuliskan anekdot yang
menggambarkaan apa yang dilakukan karyawan yang sangat efektif atau sangat
tidak efektif. Kuncinya di sini adalah hanya perilaku khusus, bukan ciri
kepribadian yang didefinisikan secara samar-samar, yang disebutkan.
3. Skala Pemeringkat Grafis
Salah satu metode Penilaian Kinerja yang tertua dan yang paling terkenal
adalah skala pemeringkat grafis. Metode itu mencantumkan serangkaian faktor
44
kinerja seperti jumlah dan mutu pekerjaan, pengetahuan kerja, kerja sama,
kesetiaan, kehadiran, kejujuran, dan inisiatif. Penilai kemudian melihat daftar
itu dan memeringkat karyawan berdasarkan tiap faktor dengan menggunakan
skala yang teratur kenaikannya. Skala itu biasanya menyebutkan lima poin;
sebagai contoh, faktor seperti pengetahuan kerja mungkin diberi peringkat dari
1 (“sangat tidak memahami kewajiban pekerjaan”) sampai 5 (“menguasai
secara penuh semua fase pekerjaan”).
4. Skala Pemeringkat Berdasarkan Perilaku
Salah satu pendekatan Penilaian Kinerja yang semakin terkenal adalah skala
pemeringkat berdasarkan perilaku atau behaviorally anchored rating scales
(BARS). Skala itu menggabungkan unsur utama insiden kritis dan pendekatan
skala pemeringkat grafis. Penilai memeringkat karyawan menurut item
penilaian dalam skala numerikal, tetapi item penilaian itu berupa contoh
perilaku sebenarnya dalam pekerjaan bukannya deskripsi atau ciri umum
perilaku.
5. Perbandingan Berbagai Orang
Perbandingaan berbagai orang membandingkan kinerja seseorang dengan
orang lain. Contohnya, karyawan dinilai sebagai penampil terbaik (20 persen),
penampil menengah (70 persen), atau penampil bawah (10 persen). Dalam tiap
kelompok, 20 persen memperoleh nilai A, 70 persen nilai B, dan 10 persen
nilai C.
45
6. Sasaran
Manajemen berdasarkan tujuan (MBO) merupakan mekanisme untuk menilai
kinerja. MBO merupakan metode lebih yang disukai untuk menilai manajer
dan karyawan professional. Dengan MBO, para karyawan dievaluasi berdasar
seberapa baik mereka mencapai serangkaian sasaran tertentu yang telah dibuat
oleh mereka dan manajernya.
7. Umpan Balik 360 Derajat
Umpan balik 360 derajat adalah metode Penilaian Kinerja yang menggunakan
umpan balik dari penyelia, karyawan dan rekan kerja. Dengan kata lain, jenis
kajian itu menggunakan informasi dari lingkaran penuh orang-orang yang
dengan orang tersebut manajer berinteraksi. Pengguna pendekatan ini waspada
bahwa, walaupun pendekatan ini efektif untuk pelatihan karier dan membantu
manajer mengenali kekuataan dan kelemahannya, pendekatan tersebut tidak
memadai untuk menentukan gaji, promosi atau pemecatan.
Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing
sehingga penting bagi organisasi untuk mengetahuinya agar bisa dijadikan dasar
pertimbangan untuk memilih yang paling mendekati kebutuhan organisasi
tersebut. Adapun kelebihan dan kelemahan dari metode Penilaian Kinerja menurut
Robbins & Coulter (2007):
46
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Dari Metode Penilaian Kinerja
Metode Kelebihan Kelemahan
Esai tertulis Mudah digunakan Lebih merupakan
pengukur kemampuan
menulis evaluator
daripada kinerja aktual
karyawan
Insiden kritis Kaya contoh;
berdasar perilaku
Memboroskan waktu
kurangnya perhitungan
angka
Skala pemeringkat
grafis
Menyediakan data kuantitatif;
kurang memakan waktu
daripada yang lain
Tidak menyediakan
kedalaman perilaku
pekerjaaan yang dinilai
BARS Berfokus pada perilaku
khusus dan dapat diukur
Memboroskan waktu;
sukar untuk
dikembangkan
Perbandingan Membandingkan karyawan
satu sama lain
Berat dengan banyaknya
jumlah karyawan
MBO Berfokus pada sasaran akhir;
berorientasi hasil
Memboroskan waktu
Penilaian 360
derajat
Menyeluruh Memboroskan waktu
Penilaian Kinerja dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Cara
mana yang dipilih tergantung kepada kegunaannya (Panggabean, 2004). Dalam
hal ini, guna mengevaluasi kinerja seseorang dan mengukur sejauh mana
efektifitas kinerja tersebut teknik Penilaian Kinerja yang digunakan PT. Para
Finance adalah skala pemeringkat grafis. Untuk ukuran staf, terdapat suatu ukuran
47
dengan pilihan angka 5 untuk baik sekali hingga 1 untuk kurang sekali. Kemudian
diberikan kesimpulan secara tertulis dibawahnya, dimana setiap karyawan
dievaluasi berdasar ukuran efektifitas kinerja harian seorang karyawan
berdasarkan standar kerjanya.
2.3.4 Waktu Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Kegiatan Penilaian Kinerja yang dilakukan pada akhir periode penilaian yang
pada umumnya berlaku satu tahun. Ada kalanya periode penilaian berlangsung
selama satu semester (Munandar, 2001). Pada PT. Para Finance, pelaksanaan
Penilaian Kinerja dilakukan sekali dalam satu tahun dan dilakukan setiap awal
tahun.
2.3.5 Penilai Pada Penilaian Kinerja
Orang-orang yang berhak melakukan penilaian adalah mereka yang
mempunyai peluang yang baik untuk dapat mengamati unjuk kerja dari SDM
yang harus dinilai selama jangka waktu yang lama.
Beberapa pihak yang boleh melakukan penilaian, menurut Indradi (1999)
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Supervisor Menengah
Penilaian dan supervisor masih menjadi fokus utama dari sebagian sistem
penilaian, ini disebabkan mereka pada umumnya atasan langsung dari
karyawan yang akan dinilai, yang tentu saja mengetahui lebih banyak perilaku
48
para karyawannya. Keuntungan dengan sistem ini adalah relatif mudah dan
menimbulkan perasaan aman bagi karyawan.
2. Sesama Pekerja
Penilaian dengan sistem ini dipakai jika kontak antara supervisor dengan
karyawan terbatas, cara demikian akan efektif terutama untuk memprediksi
kesuksesan manajemen yang akan datang. Kelebihannya adalah lebih stabil dan
akurat, namun dengan catatan tidak ada indikasi kolusi dalam melakukan
penilaian.
3. Panitia Penilaian
Untuk penilaian yang lebih objektif mungkin dapat dipakai dengan
menggunakan sistem ini, panitia yang dibentuk terdiri dari supervisor perantara
pekerja dan beberapa supervisor lainnya, yang terutama mempunyai
keterkaitan pekerjaan.
4. Penilaian Diri Sendiri
Penilaian dengan model ini biasanya akan memunculkan kelebihan serta
kekurangan karyawan, bahkan karyawan seringkali menilai diri sendiri terlalu
besar dibandingkn penilaian dari supervisor maupun sesama pekerja, namun
khusus bagi karyawan wanita biasanya akan cenderung menilai diri lebih
rendah. Sistem ini merupakan cara terbaik untuk memotivasi dalam
mengembangkan karyawan.
49
5. Penilaian Oleh Karyawan
Dalam penilaian ini karyawan harus diberikaan jaminan kerahasiaan serta tidak
mempunyai ketakutan akan pembalasan dari yang dinilai.
6. Umpan Balik 360 Derajat
Dengan cara ini, maka informasi prestasi kerja dikumpulkan dari seluruh
rangkaian pekerja, meliputi supervisor, karyawan, rekan sekerja, pelanggan
internal dan eksternal.
7. Pelanggan
Cara demikian akan memberikan posisi sempurna untuk menilai umpan balik
yang ada, pada umumnya hal ini lebih banyak dilakukan di bidang jasa.
8. Pekerjaan itu sendiri (the job it self)
Pekerja akan mendapat umpan balik dari pekerjaan yang dilakukan, contohnya
sekretaris.
Pada PT. Para Finance yang umumnya memberikan penilaian adalah atasan
langsung, yakni kepala divisi yang menilai kinerja anggota staf di departemennya
masing-masing.
2.3.6 Tahapan dalam Penilaian Kinerja
Apapun pekerjaan yang dilakukan tentu harus melalui beberapa tahapan yang
harus diikuti, demikian pula halnya untuk dapat melakukan Penilaian Kinerja
yang baik juga diperlukan hal yang sama. Untuk itu langkah yang harus dilakukan
menurut Dessler (1998) meliputi:
50
1. Mendefinisikan pekerjaan, yaitu memastikan bahwa antara manajer dan
karyawan sepakat tentang tugas-tugas dan standar jabatan.
2. Menilai kinerja, yaitu membandingkan antara kinerja aktual karyawan dengan
standar pekerjaan yang telah ditetapkan.
3. Sesi umpan balik, kinerja dan kemajuan karyawan dibahas dan rencana-rencana
dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.
2.4 Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja
Persepsi terhadap Penilaian Kinerja adalah bagaimana individu dalam
organisasi memberi penilaian mengenai hasil Penilaian Kinerja berdasarkan apa
yang dipersepsikan oleh penilai sebagai karakteristik positif atau negatif sesuai
dengan harapan masing-masing individu.
2.5 Kerangka Berpikir
Persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan-kesan indera agar memberikan makna bagi lingkungan mereka
(Robbins & Judge, 2009). Persepsi dalam penerapannya pada organisasi dapat
dilihat dengan adanya kegiatan saling menilai diantara orang-orang dalam
organisasi tersebut. Menurut Robbins & Judge (2009) penilaian kinerja seorang
karyawan sangat tergantung pada proses perseptual. Dari sisi karyawan yang
dinilai, mereka secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan
pengalaman dan harapan. Dalam kaitannya dengan penilaian kinerja, mereka akan
51
mengupayakan unjuk kerja mereka sesuai dengan apa yang mereka persepsikan
sebagai suatu penilaian kinerja yang “positif” atau “negatif”.
Penilaian kinerja sebagai suatu proses evaluasi kinerja yang memiliki manfaat
bagi karyawan sebagai salah satu kegiatan perusahaan yang dilaksanakan secara
periodikal, dipersepsikan oleh karyawan sebagai suatu kegiatan yang dianggap
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karyawan. Hal ini berarti karyawan
memiliki suatu pandangan atau harapan bahwa penilaian kinerja yang sudah
berjalan selama ini bermanfaat bagi mereka sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan
penilaian kinerja tersebut. Lebih lanjut, hal ini dapat membuat semangat kerja
karyawan meningkat selama ia meyakini bahwa penilaian kinerja yang telah
dilakukan terhadap upayanya akan menghantarkannya pada manfaat yang dapat
memuaskan tujuan pribadinya. Harapan adalah faktor yang sangat dominan yang
dapat mempengaruhi persepsi. Oleh karena itu teori harapan digunakan sebagai
teori yang paling mendekati untuk menjelaskan hubungan antara persepsi terhadap
penilaian kinerja dengan semangat kerja karena dalam teori yang dikemukakan
oleh Vroom (1964) ini menjelaskan bagaimana hubungan ketiga aspek
(expectancy, instrumentality, dan valence) yang tertuang dalam persepsi terhadap
penilaian kinerja dapat mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja seseorang.
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, tampak bahwa ada kaitan antara
persepsi karyawan terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja. Dalam
kaitannya dengan penelitian ini, akan dilihat hubungan antara persepsi terhadap
penilaian kinerja dengan semangat kerja karyawan.
52
Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja Semangat Kerja
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
dikemukakan:
Hipotesis Alternatif (Ha) : Terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan
semangat kerja karyawan.
Hipotesis Nihil (H0) : Tidak terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara persepsi terhadap penilaian
kinerja dengan semangat kerja karyawan.
53
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, di mana suatu pendekatan
yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah
dengan metoda statistika (Azwar, 2005). Pada dasarnya pendekatan kuantitatif
dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan
menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan
hipotesis nihil. Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi
perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.
Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimen dengan jenis penelitian
korelasional, korelasi adalah hubungan statistik berdasarkan ukuran kuantitatif
menyangkut dua parameter atau lebih (Basuki, 2006). Tujuan penelitian
korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu
faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan
pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2006).
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek penelitian. Populasi menurut Gay (seperti
dikutip dalam Sevilla, 1993) adalah kelompok dimana peneliti akan
menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Adapun populasi yang diambil dalam
54
penelitian ini yaitu seluruh karyawan pelaksana yang telah mendapatkan penilaian
kinerja di PT. Para Finance yang berjumlah 170 orang.
3.2.2 Sampel & Teknik Pengambilan Sampel
Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi. Pada umumnya kita tidak bisa
mengadakan penelitian pada seluruh anggota dari suatu populasi karena terlalu
banyak. Apa yang bisa kita lakukan adalah mengambil representasi dari suatu
populasi. Sampel adalah kelompok kecil yang kita amati (Sevilla, 1993).
Menurut Kerlinger (2000), sebaiknya penelitian menggunakan sampel sebesar
mungkin. Jika sampel kecil kemungkinan terpilihnya sampel yang menyimpang
akan lebih besar dibanding jika menggunakan sampel yang besar. Gay (seperti
dikutip dalam Sevilla, 1993) menawarkan ukuran minimum yang dapat diterima
berdasarkan penelitian korelasi adalah 30 Subjek. Semakin besar jumlah sampel
maka kemungkinan terpilihnya sampel menyimpang akan lebih kecil. Selain itu,
bila jumlah sampel cukup besar, maka distribusi frekuensi akan lebih mendekati
normal. Pada penelitian ini jumlah sampel yang dilibatkan 80 orang karyawan
pada PT. Para Finance.
55
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah proses yang meliputi pengambilan satu
bagian dari populasi, melakukan pengamatan atas kelompok sampel, kemudian
menggeneralisasikan penemuan-penemuan pada populasi (Sevilla, 1993).
Guilford & Frucher (1978) menyatakan bahwa teknik pengambilan sampel
terbagi dalam 2 kategori, yaitu:
1. Probability Sampling, yaitu pengambilan sampel dengan menggunakan tahap-
tahap random sampling. Random sampling adalah mengambil satu bagian
populasi dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi memiliki
peluang yang sama untuk terpilih.
2. Non-Probability Sampling. Teknik ini tidak menggunakan cara random
sampling untuk pengambilan sampel.
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah probability sampling,
yaitu random sampling. Teknik random sampling adalah proses pemilihan sampel
dimana seluruh anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
dipilih. Oleh karena semua anggota populasi mempunyai peluang yang sama
sebagai sampel, maka strategi ini sering disebut sebagai prosedur yang terbaik
(Sevilla, 1993).
Karakteristik responden yang menjadi kriteria sampel penelitian ini adalah
karyawan yang bekerja di PT. Para Finance minimal satu tahun. Asumsi yang
56
mendasari pemilihan sampel ini adalah bahwa karyawan tersebut telah
mendapatkan Penilaian Kinerja di perusahaan Para Finance. Dengan demikian,
maka diharapkan dengan memasukkan kriteria ini, individu tersebut dapat
memberikan data yang lebih aktual sehubungan dengan tema penelitian.
3.3 Variabel penelitian
3.3.1 Identifikasi Variabel
Kerlinger (2000), mendefinisikan variabel adalah suatu sifat yang memiliki
bermacam nilai. Ia menyebutnya sebagai konstruk atau sifat (properties) yang
diteliti.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel terikat (DV), dan
variabel bebas (IV). Sevilla (1993) mendefinisikan variabel terikat adalah variabel
yang dipengaruhi atau hasil dari penelitian, sedangkan variabel bebas adalah
variabel yang mempengaruhi atau mengakibatkan hasil. Dalam penelitian ini
variabel-variabelnya adalah:
Variabel terikat (dependent variable) : Semangat kerja
Variabel bebas (independent variable) : Persepsi terhadap penilaian kinerja
57
3.3.2 Definisi Konseptual Variabel
a) Definisi konseptual semangat kerja:
Anoraga & Suyati (1995) mendefinisikan semangat kerja adalah sikap
kejiwaan dan perasaan individu-individu maupun kelompok terhadap
lingkungan kerjanya yang sikap kejiwaannya dan peranan individu tercermin
dengan adanya minat, gairah, dan bekerja lebih giat terhadap pekerjaan yang
dilakukan.
b) Definisi konseptual persepsi terhadap penilaian kinerja:
Persepsi terhadap penilaian kinerja adalah bagaimana individu dalam
organisasi memberi penilaian mengenai hasil penilaian kinerja berdasarkan
apa yang dipersepsikan oleh penilai sebagai karakteristik positif atau negatif
sesuai dengan harapan masing-masing individu.
3.3.3 Definisi Operasional Variabel
a) Definisi operasional semangat kerja:
Semangat kerja adalah kondisi yang mencerminkan kegairahan, keteguhan
hati dan rasa persatuan dengan kelompok yang akan mempengaruhi seseorang
untuk bekerja lebih cepat dan lebih baik. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan skala semangat kerja yang berbentuk skala Likert yang disusun
berdasarkan faktor-faktor untuk mengukur semangat kerja menurut Anoraga
dan Suyati (1995) yang meliputi kerjasama, disiplin kerja, dan kegairahan
kerja.
58
b) Definisi operasional persepsi terhadap penilaian kinerja:
Persepsi terhadap penilaian kinerja adalah bagaimana individu dalam
organisasi memberi penilaian mengenai hasil Penilaian Kinerja dengan
mengikuti model teori harapan dari Vroom (1964) dimana pada teori ini
Vroom mengemukakan bahwa keputusan untuk memilih alternatif dari setiap
tindakan ditunjang oleh adanya tiga aspek yaitu: expectancy, instrumentality,
dan valence yang akan dituangkan dalam persepsi terhadap Penilaian Kinerja
berdasarkan manfaat dari Penilaian Kinerja bagi karyawan. Hal ini bisa dilihat
dari teori Penilaian Kinerja dari Schultz & Schultz (2006).
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik & Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode pengumpulan data primer yaitu skala. Skala berisi
pernyataan yang harus dijawab atau dilengkapi oleh responden. Penggunaan skala
pada penelitian ini didasarkan atas karakteristik skala sebagai alat ukur yang
dikemukakan oleh Azwar (2008), yaitu:
a. Stimulusnya berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung
mengungkapkan atribut yang hendak diukur melainkan indikator perilaku dari
atribut yang bersangkutan.
b. Atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator
yang diterjemahkan dalam bentuk item-item.
59
c. Respon subyek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”.
Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-
sungguh.
Penelitian ini menggunakan skala berbentuk kuesioner sebagai alat
pengumpul data yang disampaikan kepada responden penelitian melalui
pernyataan tertulis. Dalam penelitian korelasional, alat ukur yang digunakan
biasanya menggunakan skala dalam bentuk kuesioner dimana responden dapat
mengidentifikasikan perasaan, sikap, atau opini secara self report.
penggunaan skala berbentuk kuesioner sebagai alat pengumpul data memiliki
kelebihan dan kekurangan sebagai berikut (Kerlinger, 2000):
1. Dapat mengumpulkan banyak info dalam populasi yang besar.
2. Terdapat banyak pernyataan yang berasal dari dimensi-dimensi yang jelas
dengan skor yang sama.
3. Mampu menggambarkan suatu komunitas yang akurat.
4. Jumlah dan kualitas data yang didapat lebih bagus.
5. Peneliti tidak akan pernah tahu apakah subjek penelitian menjawab sesuai
dengan keadaan dirinya atau tidak.
6. Adanya kemungkinan pernyataan bersifat socially desirable dan socially
undesirable sehingga responden cenderung memberi jawaban yang
mengiyakan atau mengingkari pernyataan.
60
7. Ketika memberi jawaban, metode ini mengeluarkan seseorang dari konteks
sosialnya, sehingga mungkin saja ia menjawab tidak dengan apa yang ada
pada dirinya, tetapi apa yang sebenarnya ingin ia lakukan.
Hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi kelemahan Skala berbentuk
kuesioner:
1. Memberikan jaminan anonimitas bagi responden.
2. Meminta responden untuk menjawab sesuai dengan keadaan dirinya
sehari-hari, dan menekankan pentingnya menjawab dengan jujur.
Skala yang digunakan adalah skala semangat kerja dan skala persepsi
terhadap penilaian kinerja dengan menggunakan skala Likert yang telah
dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban. Modifikasi skala Likert
meniadakan kategori jawaban yang di tengah, berdasarkan tiga alasan. Pertama,
kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum mempunyai
jawaban atau keputusan, bisa juga diartikan netral yaitu setuju pun tidak, tidak
setuju pun tidak, atau ragu-ragu. Kategori jawaban arti ganda (multi interpretable)
ini tentu tidak diharapkan dalam suatu instrumen. Kedua, tersedianya yang di
tengah ini menimbulkan kecenderungan jawaban, ke tengah (central tendency
effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawaban, ke arah
setuju ataukah tidak setuju. Ketiga, maksud kategori SS-S-TS-STS adalah
terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau
tidak setuju. Jika disediakan kategori jawaban itu akan menghilangkan banyak
61
data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring
dari responden (Hadi, 1993).
Skala Semangat Kerja
Skala semangat kerja disusun berdasarkan faktor-faktor untuk mengukur
semangat kerja menurut Anoraga dan Suyati (1995). Skala semangat kerja dengan
faktor-faktor sebagaimana dikemukakan oleh Anoraga dan Suyati digunakan
dalam menyusun kuesioner dan berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor
tersebut terperinci dan spesifik untuk mengukur semangat kerja karyawan. Faktor-
faktor tersebut antara lain: disiplin, kerjasama dan kegairahan kerja. Faktor-faktor
yang ada ini selanjutnya akan dikembangkan menjadi item-item atau pernyataan.
Distribusi item pada skala semangat kerja ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Sebaran Item Skala Semangat Kerja yang Digunakan untuk Tryout
Nomor Item Indikator
Favourable Unfavourable
Jumlah
1. Kerjasama Kerja 1, 4, 9*, 14*, 19* 11, 18*, 23*, 25*, 29* 10
2. Disiplin kerja 2*, 6, 7*, 10*, 17* 3, 12*, 16*, 21*, 22* 10
3. Kegairahan Kerja 8*, 13, 15, 24, 28* 5*, 20, 26, 27*, 30* 10
Jumlah 15 15 30
Ket* = valid
62
Sistem Penilaian Skala Semangat Kerja
Skala ini memiliki empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan terdiri atas
pernyataan yang favourable dan unfavourable. Untuk pemberian nilai pada item
favourable dengan pilihan jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, jawaban
Setuju (S) diberi skor 3, jawaban Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan jawaban
Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Sedangkan untuk item unfavourable
pemberian skor adalah kebalikan dari item favourable. Responden diminta untuk
memilih salah satu jawaban yang dianggap menggambarkan dirinya dengan cara
memberi tanda checklist (√). Adapun penilaian dari skala yang digunakan dapat
dilihat pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Penilaian Pada Skala Semangat Kerja
Pilihan Favourable Unfavourable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Skala semangat kerja tersebut diujikan pada 40 responden dan dilakukan
analisis menggunakan SPSS versi 17.0, berdasarkan uji validitas diperoleh 20
item yang valid. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3. Sedangkan koefisien
reliabilitasnya sebesar 0.838 yang berarti sangat reliabel. Dengan demikian skor
yang dihasilkan dapat dipercaya dan konsisten dari waktu ke waktu.
63
Skala Persepsi terhadap Penilaian Kinerja
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala model Likert untuk
mengetahui persepsi terhadap penilaian kinerja yang dipergunakan untuk
mengukur bagaimana individu mempersepsi penilaian kinerja yang dijalaninya.
Penyusunan alat ukur persepsi terhadap penilaian kinerja yang digunakan dalam
penelitian ini disusun dengan mengikuti model teori harapan dari Vroom (1964)
yang terdiri dari dimensi expectancy, instrumentality, dan valence berdasarkan
faktor dominan yang dapat mempengaruhi persepsi karyawan terhadap penilaian
kinerja yakni harapan, yang akan dituangkan dalam persepsi terhadap penilaian
kinerja berdasarkan manfaat dari penilaian kinerja bagi karyawan dari Schultz &
Schultz (2006). Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Blue Print Skala Persepsi terhadap Penilaian Kinerja (Try Out)
Nomor Item Domain-domain PK
Favourable Unfavourable
Jumlah
1. Expectancy 1*, 2*, 3*, 4*, 5 16, 17*, 24*, 25*, 30* 10
2. Instrumentality 6*, 7, 8, 9*, 10* 21*, 26, 27*, 28, 29* 10
3. Valence 11*, 12*, 13*, 14*, 15* 18*, 19*, 20, 22, 23* 10
Jumlah 15 15 30
Ket* = valid
Sistem Penilaian Skala Persepsi terhadap Penilaian Kinerja
Skala ini memiliki empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan terdiri atas
64
pernyataan yang favourable dan unfavourable. Untuk pemberian nilai pada item
favourable dengan pilihan jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, jawaban
Setuju (S) diberi skor 3, jawaban Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan jawaban
Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Sedangkan untuk item unfavourable
pemberian skor adalah kebalikan dari item favourable. Pemberian alternatif
jawaban ini disesuaikan dengan persepsi individu terhadap penilaian kinerja yang
berlaku di tempat kerja. Adapun penilaian dari skala yang digunakan dapat dilihat
pada tabel 3.4 berikut
Tabel 3.4 Penilaian Pada Skala Persepsi terhadap Penilaian Kinerja
Pilihan Favourable Unfavourable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Skala persepsi terhadap penilaian kinerja tersebut diujikan pada 40 responden
dan dilakukan analisis menggunakan SPSS versi 17.0, berdasarkan uji validitas
diperoleh 22 item yang valid. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 di atas. Sedangkan
koefisien reliabilitasnya sebesar 0.870 yang berarti sangat reliabel. Dengan
demikian skor yang dihasilkan dapat dipercaya dan konsisten dari waktu ke
waktu.
65
3.5 Uji Instrumen
3.5.1 Uji Validitas
a. Uji Validitas
Untuk mengetahui apakah data psikologi mampu menghasilkan data yang
skurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas (Azwar,
2008). Validitas adalah sejauh mana tes mampu mengukur atribut yang
seharusnya diukur. Validitas alat ukur merupakan indeks dari ketelitian yaitu
sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur mengungkap gejala yang hendak
diukur.
Uji validitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor tiap item dengan
skor total, yaitu dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson
yang penghitungannya menggunakan program SPSS versi 17.0.
3.5.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas artinya konsistensi atau tingkat kepercayaan hasil ukur, yang
mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2008). Pengukuran yang
tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena
perbedaan skor yang terjadi di antara individu lebih ditentukan oleh faktor eror
(kesalahan) daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang
tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu.
66
Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’)
yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi
koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas.
Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin
rendah reliabilitas. Dalam pengukuran psikologi, koefisien reliabilitas yang
mencapai angka rxx’ = 1,00 tidak pernah dapat dijumpai (Azwar, 2008).
Untuk mencari nilai estimasi reliabilitas dari instrumen yang digunakan,
peneliti menggunakan teknik uji reliabilitas Alpha Cronbach (Azwar, 2008)
dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17.0.
Adapun tingkat reliabilitas Alpha Cronbach (Husein, 1999) sebagai berikut:
Tabel 3.5 Tingkat Reliabilitas Alpha Cronbach
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s/d 0,20 Kurang Reliabel
0,21 s/d 0,40 Agak Reliabel
0,41 s/d 0,60 Cukup Reliabel
0,61 s/d 0,80 Reliabel
0,81 s/d 1,00 Sangat reliabel
3.6 Prosedur Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dilakukan dalam lima tahapan, yaitu:
1. Persiapan penelitian
Pada tahap ini penulis mempersiapkan beberapa hal antara lain: merumuskan
permasalahan yang akan dibahas, menentukan variabel yang akan diteliti,
67
melakukan studi pustaka untuk memperoleh gambaran dari landasan teori
yang tepat dan sesuai yang menyangkut variabel penelitian, menyusun dan
mempersiapkan instrumen penelitian, dan menentukan lokasi penelitian.
2. Pengujian alat ukur (try out)
Setelah alat ukur dibuat berupa skala, lalu dilakukan pengujian terhadap alat
ukur (try out). Uji coba skala dilakukan untuk melihat tingkat validitas dan
reliabilitas dari alat ukur. Uji coba dilakukan dengan menyebarkan skala
semangat kerja dan persepsi terhadap penilaian kinerja kepada 40 responden,
yakni karyawan divisi monitoring PT. Indosat yang berlokasi di kawasan
Jakarta Pusat pada tanggal 19-20 Juli 2010. Setelah uji coba dilakukan, lalu
menguji validitas dan reliabilitas skala. Uji validitas dilakukan dengan cara
mengkorelasikan skor tiap item dengan skor total, yaitu dengan menggunakan
rumus korelasi Product Moment Pearson yang penghitungannya
menggunakan program SPSS versi 17.0.
3. Pelaksanaan penelitian
Tahap ini dimulai dengan meminta izin terhadap pihak yang terkait di
perusahaan Para Finance. Di mana lokasi penelitian ini bertempat di kawasan
Jakarta Selatan. Pengumpulan data yang sesungguhnya untuk penelitian ini
dilakukan pada tanggal 18-19 Agustus 2010.
4. Pengolahan data
Setelah data hasil penelitian terkumpul kemudian dilakukan skoring dan
perhitungan kembali yang diakhiri dengan menganalisis data melalui metode
statistika dengan menggunakan program SPSS versi 17.0.
68
5. Pembahasan.
Tahap ini merupakan tahapan akhir dari penelitian, dimana penulis
menginterpretasikan dan membahas hasil analisis data melalui metode statistik
yang didukung dengan teori. Kemudian membuat kesimpulan serta saran dan
diskusi yang menjadi penunjang kelengkapan berakhirnya penulisan laporan
penelitian.
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, untuk menguji instrumen peneliti menggunakan rumus
koefisien korelasi Product Moment Pearson, yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja. Untuk
menghitungnya, penulis mengggunakan program SPSS versi 17.0.
69
BAB 4
PRESENTASI DAN ANALISA DATA
4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di PT. Para
Finance minimal selama satu tahun. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 80
orang karyawan. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum
responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status
pernikahan, masa kerja, dan status kepegawaian.
4.1.1 Responden Berdasarkan Usia
Responden berdasarkan usia dalam penelitian ini digambarkan pada tabel
berikut:
Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
22-28 tahun 45 56%
29-35 tahun 23 29%
> 36 tahun 12 15%
Jumlah 80 100%
Berdasarkan tabel gambaran umum responden penelitian berdasarkan
usia, terlihat bahwa sebagian besar berusia antara 22-28 tahun yang berjumlah
45 orang atau sebesar 56% kemudian responden yang berusia antara 29-35
70
tahun berjumlah 23 orang atau sebesar 29%, selanjutnya yang berusia lebih
dari 36 tahun berjumlah 12 orang atau sebesar 15%. Dapat disimpulkan bahwa
responden dengan rentang usia 22-28 tahun lebih mendominasi.
4.1.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini digambarkan
pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 47 59%
Perempuan 33 41%
Jumlah 80 100%
Tabel diatas menunjukkan bahwa sampel penelitian berjumlah 80 orang,
yang terdiri dari 47 orang laki-laki dengan persentase 59% dan 33 orang
perempuan dengan persentase 41%. Dapat disimpulkan bahwa responden
dengan jenis kelamin laki-laki lebih mendominasi dibandingkan responden
berjenis kelamin perempuan.
4.1.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Responden berdasarkan pendidikan terakhir dalam penelitian ini
digambarkan pada tabel berikut:
71
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase
SMU/Diploma 19 24%
Sarjana 61 76%
Jumlah 80 100%
Dari tabel gambaran responden berdasarkan pendidikan terakhir, terlihat
bahwa jumlah responden yang pendidikannya SMU/Diploma 19 orang atau
sekitar 24%, sedangkan jumlah responden yang pendidikannya Sarjana 14
orang atau sekitar 76%. Dapat disimpulkan bahwa responden dengan tingkat
pendidikan Sarjana lebih mendominasi.
4.1.4 Responden Berdasarkan Status Pernikahan
Responden berdasarkan status pernikahan dalam penelitian ini
digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Status Pernikahan
Status Pernikahan Frekuensi Persentase
Menikah 32 40%
Belum Menikah 48 60%
Jumlah 80 100%
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden berdasarkan status pernikahan
diperoleh 32 orang (40%) responden yang sudah menikah dan 48 orang (60%)
responden yang belum menikah. Dapat disimpulkan bahwa responden yang
72
belum menikah lebih dominan dibandingkan dengan responden yang sudah
menikah.
4.1.5 Responden Berdasarkan Masa Kerja
Responden berdasarkan masa kerja dalam penelitian ini digambarkan
pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Masa Kerja
Masa Kerja Frekuensi Persentase
1-4 tahun 55 69%
5-8 tahun 22 27%
> 9 tahun 3 4%
Jumlah 80 100%
Berdasarkan dari lamanya bekerja, terdapat 69% responden penelitian
yang telah bekerja 1-4 tahun, terdapat 27% responden penelitian yang telah
bekerja selama 5-8 tahun, terdapat 4% responden penelitian yang telah bekerja
selama lebih dari 9 tahun. Dapat disimpulkan bahwa responden dengan masa
kerja 1-4 tahun lebih mendominasi.
4.1.6 Responden Berdasarkan Status Kepegawaian
Responden berdasarkan status kepegawaian dalam penelitian ini
digambarkan pada tabel berikut:
73
Tabel 4.6 Responden Berdasarkan Status Kepegawaian
Status Kepegawaian Frekuensi Persentase
Tetap 62 77%
Kontrak 18 23%
Jumlah 80 100
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sampel penelitian berdasarkan status
kepegawaian diperoleh 62 orang (77%) responden yang sudah menjadi
karyawan tetap dan 18 orang (23%) responden yang masih berstatus karyawan
kontrak. Dapat disimpulkan bahwa responden dengan status kepegawaian
tetap lebih mendominasi.
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Gambaran Skor Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja
Untuk menentukan tingkat persepsi terhadap penilaian kinerja dalam
kategori positif dan negatif peneliti menggunakan kategorisasi jenjang.
Jenjang kontinum tersebut adalah rentang minimum dan maksimumnya, yaitu
22x1=22 sampai dengan 22x4=88, sehingga luas jarak sebarannya adalah 88–
22=66. Sebagai rentangan skor diperoleh dari 66:2=33. Dengan demikian
mean teoritisnya adalah:
µ=(22x2)+(22x3)/2
=44+66/2
=55
74
Dari 22 item persepsi terhadap penilaian kinerja, nilai terendah teoritisnya
adalah 22, nilai tengah 55, dan nilai tertingginya adalah 88. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Kategori Skor Skala Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja
Interval Kategori
22-54 Negatif
55-88 Positif
Sedangkan gambaran tingkat persepsi terhadap penilaian kinerja dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Hasil Interpretasi Skor Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja
Kategori Frekuensi Persentase
Negatif 4 5%
Positif 76 95%
Total 80 100%
Secara umum persepsi terhadap penilaian kinerja responden berada pada
kecenderungan positif yakni sebanyak 76 responden (95%), kecenderungan
negatif sebanyak 4 responden (5%). Dari data tersebut terlihat bahwa
frekuensi mayoritas responden ditemui pada kategori positif.
4.2.2 Gambaran Skor Semangat Kerja
Untuk menentukan tingkat semangat kerja dalam kategori tinggi dan
rendah peneliti menggunakan kategorisasi jenjang. Jenjang kontinum tersebut
75
adalah rentang minimum dan maksimumnya, yaitu 20x1=20 sampai dengan
20x4=80, sehingga luas jarak sebarannya adalah 80–20=60. Sebagai rentangan
skor diperoleh dari 60:2=30. Dengan demikian mean teoritisnya adalah:
µ=(20x2)+(20x3)/2
=40+60/2
=50
Dari 20 item semangat kerja, nilai terendah teoritisnya adalah 20, nilai
tengah 50, dan nilai tertingginya adalah 80. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Kategori Skor Skala Semangat Kerja
Interval Kategori
20-49 Rendah
50-80 Tinggi
Sedangkan gambaran tingkat semangat kerja dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.10 Hasil Interpretasi Skor Semangat Kerja
Kategorisasi Total Persentase
Rendah 0 0%
Tinggi 80 100%
Total 80 100%
76
Secara umum semangat kerja responden yang berada pada kecenderungan
tinggi sebanyak 80 orang (100%), sedangkan tidak ada satupun responden
yang berada pada kecenderungan rendah (0%). Dari data tersebut terlihat
bahwa frekuensi mayoritas responden ditemui pada kategori tinggi.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini pengujian hipotesis menggunakan bantuan program
komputer yakni SPSS versi 17.0. Adapun hasil uji hipotesis diperoleh nilai
koefisien korelasi antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat
kerja sebesar 0,572. Korelasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11 Hasil Uji Hipotesis Koefisien Korelasi Pearson
Correlations
Pearson Correlation 1 .572**
Sig. (2-tailed) .000
persepsi terhadap penilaian
kinerja
N 80 80
Pearson Correlation .572** 1
Sig. (2-tailed) .000
semangat kerja
N 80 80
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 4.11 menunjukkan skor korelasi 0,572, taraf signifikansi pada level
0,01 (2-tailed) dengan menggunakan perhitungan Product Moment Pearson
yaitu 0,000. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
77
positif dan signifikan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan
semangat kerja yang berarti bahwa meningkatnya skor persepsi terhadap
penilaian kinerja akan diikuti dengan peningkatan skor semangat kerja,
demikian pula sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa karyawan yang memiliki
persepsi positif terhadap penilaian kinerja akan diikuti oleh tingkat semangat
kerja karyawan yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian
hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan
semangat kerja ditolak. Artinya semangat kerja dapat dipengaruhi oleh
persepsi terhadap penilaian kinerja sebesar 0,572.
4.4 Analisis Regresi Variabel X terhadap variabel Y
Setelah dihitung nilai korelasi antara semangat kerja dan persepsi
terhadap penilaian kinerja, kemudian dilakukan penghitungan nilai R Square
untuk melihat seberapa besar sumbangsih variabel X terhadap variabel Y.
hasil penghitungannya ditampilkan pada tabel 4.12 Model Summary:
Tabel 4.12
Model Summary
Model R R Square 1 .572 .327
a. Predictors: (Constant), persepsi terhadap penilaian kinerja b. Dependent Variable: semangat kerja
Hasil perhitungan nilai R Square variabel independen dihasilkan nilai R
square sebesar 0,327. Hal ini bermakna bahwa variabel persepsi terhadap
78
penilaian kinerja memberikan sumbangan perubahan sebesar 32,7% terhadap
variabel semangat kerja. Dengan demikian terdapat variabel 67,3% variabel
lain selain persepsi terhadap penilaian kinerja yang dapat memberikan
sumbangan perubahan terhadap semangat kerja.
79
BAB 5
DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN
Pada bab ini akan dijelaskan diskusi, kesimpulan, dan saran dari penelitian.
5.1 Diskusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja
karyawan. Artinya, individu yang memiliki persepsi positif terhadap penilaian
kinerja akan memiliki kecenderungan semangat kerja yang tinggi. Hasil
penelitian ini memperkuat hasil penelitian Nidia Liesdiarini (2009) yang
menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kedua variabel
tersebut. Menurutnya, tingkat semangat kerja diawali dengan persepsi
karyawan terhadap penilaian kinerja yang berlaku di perusahaan tempat ia
bekerja mengenai sejauh mana harapan-harapan pribadinya akan tercapai bila
karyawan menunjukkan suatu performa tertentu.
Hasil perhitungan nilai R Square variabel independen dihasilkan nilai R
Square sebesar 0,327. Hal ini bermakna bahwa variabel persepsi terhadap
penilaian kinerja memberikan sumbangan perubahan sebesar 32,7% terhadap
variabel semangat kerja. Dengan demikian terdapat variabel 67,3% variabel
lain selain persepsi terhadap penilaian kinerja yang dapat memberikan
sumbangan perubahan terhadap semangat kerja. faktor-faktor yang tidak
80
diteliti dalam penelitian ini adalah penempatan, kompensasi, kesempatan
berprestasi, komunikasi, dan lingkungan kerja. Dengan alasan bahwa
penempatan yang tepat, pemberian kompensasi yang adil, pemberian
kesempatan berprestasi yang terbuka, hubungan kerja atau komunikasi yang
kondusif, dan lingkungan kerja yang menyenangkan dapat meningkatkan
semangat kerja karyawan.
5.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis didapatkan skor korelasi sebesar 0,572,
taraf signifikansi pada level 0,01 (2-tailed) dengan menggunakan perhitungan
Product Moment Pearson yaitu 0,000. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap
penilaian kinerja dengan semangat kerja yang berarti bahwa meningkatnya
skor persepsi terhadap penilaian kinerja akan diikuti dengan peningkatan skor
semangat kerja, demikian pula sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa karyawan
yang memiliki persepsi positif terhadap penilaian kinerja akan diikuti oleh
tingkat semangat kerja karyawan yang tinggi, demikian pula sebaliknya.
Dengan demikian hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap penilaian
kinerja dengan semangat kerja ditolak. Artinya semangat kerja dapat
dipengaruhi oleh persepsi terhadap penilaian kinerja sebesar 0,572.
81
Hasil perhitungan nilai R Square variabel independen dihasilkan nilai R
Square sebesar 0,327. Hal ini bermakna bahwa variabel persepsi terhadap
penilaian kinerja memberikan sumbangan perubahan sebesar 32,7% terhadap
variabel semangat kerja. Dengan demikian terdapat variabel 67,3% variabel
lain selain persepsi terhadap penilaian kinerja yang dapat memberikan
sumbangan perubahan terhadap semangat kerja.
5.3 Saran
Berdasarkan penulisan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, dari peneliti ada beberapa
saran untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan peneliti selanjutnya
yang terkait dengan penelitian serupa, yaitu berupa saran teoritis dan saran
praktis.
5.3.1 Saran Teoritis
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian ini
diharapkan dapat meneliti semangat kerja karyawan dengan variabel lain yang
memiliki sumbangan yang lebih besar kepada semangat kerja, karena aspek-
aspek yang terdapat pada persepsi terhadap penilaian kinerja hanya
memberikan sumbangan perubahan sebesar 32,7% terhadap variabel semangat
kerja karyawan. Dengan demikian terdapat variabel 67,3% variabel lain selain
persepsi terhadap penilaian kinerja yang dapat memberikan sumbangan
perubahan terhadap semangat kerja. Faktor-faktor yang tidak diteliti dalam
82
penelitian ini seperti penempatan, kompensasi, kesempatan berprestasi,
komunikasi, dan lingkungan kerja. Sehingga nantinya akan mendapatkan hasil
yang lebih baik dari penelitian sebelumnya.
5.3.2 Saran Praktis
Bagi para karyawan sebaiknya selalu memiliki persepsi yang positif
terhadap penilaian kinerja yang berlaku sehingga dapat memberikan manfaat
secara positif dan memberikan umpan balik atas kinerjanya. Dengan demikian
kelemahan ataupun kekuatan karyawan akan terlihat sehingga dapat
digunakan untuk membuat rencana pencapaian unjuk kerja yang lebih baik
dimasa yang akan datang. Demikian pula bagi mayoritas karyawan yang telah
memiliki semangat kerja yang tinggi, diharapkan agar tetap mempertahankan
semangat kerja tersebut agar pekerjaan cepat selesai dan mendapatkan hasil
sesuai dengan harapan.
DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P & Suyati, S. (1995) Psikologi Industri & Sosial. Jakarta: Pustaka Jaya. Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2005). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Smith, E. E., Bem, D. J. (1993). Pengantar
Psikologi. Edisi kesebelas. Jil. 1. (terj. Widjaya Kusuma). Batam Centre: Interaksara.
Basuki, S. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. (terj. Kartini Kartono). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Cummings & Worley (2001). Organization Development and Change. Seventh edition. Ohio: South Western College Publishing.
Dessler, G. (1998). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jil.2. (terj. Benyamin Molan). Jakarta: PT. Prenhallindo.
________. (2008). Human Resource Management. Eleventh edition. New Jersey: Pearson Education International.
Furnham, A. (2006). The Psychology of Behavior at Work: The Individual in the Organization. New York: Psychology Press.
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H. (2000). Organizations: Behavior, Structure, Processes. Tenth edition. New York: McGraw Hill.
Jewell, L. N., & Siegall, M. (1998). Psikologi Industri / Organisasi Modern. Edisi 2. (terj. A. Hadyana Pudja Atmaka & Meitasari). Jakarta: Arcan.
Kerlinger, F. N., Lee, H. B. (2000). Foundations of Behavioral Research. Fourth edition. USA: Harcourt College Publisher.
Maier, N. R. F. (1955). In Industry: A Psychological Approach To Industrial Problems. Second edition. Cambridge: The riverside Press.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press. McShane, S. L & Von Glinow, M. A. (2005). Organizational Behavior. 3rd ed.
New York: McGraw Hill. Nitisemito, Alex. (1996). Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Panggabean, M. S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia
Indonesia. Rafy, Y. A. (2004). Kamus Ungkapan Psikologi. Jakarta: Restu Agung. Rachmawati, I. K. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
ANDI Robbins, S. P. (2005). Organizational Behavior. Eleventh edition. New Jersey:
Pearson Education International. Robbins, S. P. & Judge, T. A. (2009). Organizational Behavior. New Jersey:
Pearson Education International. Robbins, S. P & Coulter, M. (2007). Manajemen. Edisi kedelapan. (terj. Harry
Slamet). Jakarta: PT. Index.
Schultz, D.P & Schultz, S.E. (2006). Psychology and Work Today: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology. New Jersey: Pearson Education International.
Siagian, S. P. (2004). Manajemen Abad 21. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Suryabrata, S. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Wahjosumijo (1992). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Jurnal Abdurrahman, D. (1999). Beberapa Bentuk Kesalahan Persepsi Dalam Penilaian
Prestasi Kerja Karyawan: Suatu Tinjauan Teoritis. Jurnal Fakultas Ekonomi UNS. 4, 3.
Hendra, Y. (2006). Pengaruh Komunikasi Interpersonal Pimpinan Terhadap Semangat Kerja Pegawai. Majalah Ilmiah Ukhuwah. 1, 3.
Hidayati, RA. (2002). Pengaruh Beberapa Faktor Semangat Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Tetap Operasional PT. Petrokimia Gresik. Jurnal BETA. 1, 1.
Indradi, H. (1999). Penilaian Prestasi Kerja Karyawan. GEMA stikubang, majalah ilmiah dua bulanan. ed. XXXI, 1.
Nisa, F. N. (2006). Efektivitas Penggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). TAZKIYA Journal of Psychology. 6, 2.
Utama, I.W.M. (2004). Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja Karyawan Kantor Rektorat Universitas Udayana. Buletin Studi Ekonomi. 9, 2.
Skripsi Liesdiarini, N. (2009). Hubungan Antara Penerimaan Terhadap Sistem
Performance Appraisal Dengan Semangat Kerja Pada Karyawan STIKOM Bali. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
(Hasan, 2002). Menurut Masrun (1979) Hasibuan, Malayu. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bina Aksara: Jakarta. Narbuko & Achmadi, 2008 Kountur, R. (2005). Metodologi Penelitian Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis.
Jakarta: PPM. Guilford & Frucher, 1978) Sevilla, C. G. (1993) Pengantar Metode Penelitian. (terj. Alimuddin Tuwu
1993). Jakarta: Universitas Indonesia Press. (Hadi, 1993). (Gibson, Ivancevich, & Donnelly, 1973). Nitisemito, Alex. 1996. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Fang, Hanming & Moscarini, Giuseppe. (2003). Morale Hazard. Cowles foundation for research in economics yale university. New Haven: Connecticut, USA.
DAFTAR REFERENSI
Halaman No. Nama Rujukan/ Sumber Skripsi Referensi
Paraf Pembimbing
1. Anoraga, P & Suyati, S. (1995) Psikologi Industri & Sosial.
3 74
2. Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi.
59 4
3. Azwar, S. (2005). Metode Penelitian.
54 7
4. Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Smith, E. E., Bem, D. J. (1993). Pengantar Psikologi.
28 276
5. Basuki, S. (2006). Metode Penelitian.
54 114
6. Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi.
13 309
7. Cummings & Worley (2001). Organization Development and Change.
34 389
8. Dessler, G. (1998). Manajemen Sumber Daya Manusia.
49 3
9. Dessler, G. (2008). Human Resource Management.
35 294
10. Furnham, A. (2006). The Psychology of Behavior at Work: The Individual in the Organization.
3 309
11. Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H. (2000). Organizations: Behavior, Structure, Processes.
29 97
12. Jewell, L. N., & Siegall, M. (1998). Psikologi Industri / Organisasi Modern.
5 211
13. Kerlinger, F. N., Lee, H. B. (2000). Foundations of Behavioral Research.
55 175
14. Maier, N. R. F. (1955). In Industry: A Psychological Approach To Industrial Problems.
19 111
15. Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi.
6 286
16. McShane, S. L & Von Glinow, M. A. (2005). Organizational Behavior.
28 76
17. Nitisemito, Alex. (1996). Manajemen Personalia.
20 161
18. Panggabean, M. S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia.
34 72
19. Rafy, Y. A. (2004). Kamus Ungkapan Psikologi.
27 216
20. Rachmawati, I. K. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: ANDI
39 126
21. Robbins, S. P. (2005). Organizational Behavior.
2 134
22. Robbins, S. P. & Judge, T. A. (2009). Organizational Behavior.
28 174
23. Robbins, S. P & Coulter, M. (2007). Manajemen.
43 358
24. Schultz, D.P & Schultz, S.E. (2006). Psychology and Work Today: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology.
34 129
25. Siagian, S. P. (2004). Manajemen Abad 21.
38 158
26. Suryabrata, S. (2006). Metodologi Penelitian.
54 82
27. Wahjosumijo (1987). Kepemimpinan dan Motivasi.
3 179
28. Abdurrahman, D. (1999). Jurnal Fakultas Ekonomi UNS.
29 131
39. Hendra, Y. (2006). Majalah Ilmiah Ukhuwah.
22 270
30. Hidayati, RA. (2002). Jurnal BETA.
22 95
31. Indradi, H. (1999). GEMA stikubang, majalah ilmiah dua bulanan.
47 82
32. Nisa, F. N. (2006). TAZKIYA Journal of Psychology.
41 98
33. Utama, I.W.M. (2004). Buletin Studi Ekonomi.
13 141
Jakarta, 24 Agustus 2010
Nur Malasari 106070002279
NO. JNS KLMN
USIA PNDDKN
ST. KWN
MASA KRJ
ST. PG
PK SK
1. LK 24-3 S1 S 2 T 55 55 2. LK 27 S1 S 2 T 55 62 3. LK 24-3 D3 S 1-3 T 60 60 4. LK 35 S1 M 7-3 T 57 59 5. LK 26-7 S1 S 1-1 T 60 67 6. LK 45 S1 M 6 T 68 71 7. LK 36-9 S1 M 7-4 T 61 79 8. LK 32-3 S1 S 2-3 T 71 62 9. LK 40 SMA M 14-8 T 54 59 10. LK 43-4 S1 M 9-8 T 55 65 11. LK 34-3 S1 M 8 T 73 70 12. LK 24-11 S1 S 1-1 K 64 67 13. LK 22-1 S1 S 1-3 K 70 69 14. LK 36 S1 M 6-2 T 66 68 15. LK 35 S1 M 3-6 T 60 70 16. LK 33-4 S1 S 5-3 T 85 80 17. LK 35 S1 M 7 T 66 64 18. LK 33 S1 M 7-1 T 56 68 19. LK 28-9 S1 M 2-11 T 73 70 20. LK 26-1 S1 S 1-4 T 61 60 21. LK 27-8 S1 S 1-8 T 56 61 22. LK 25-8 S1 S 1-3 K 67 63 23. LK 23-2 S1 S 1-4 K 63 58 24. LK 23-7 S1 S 1-3 K 59 59 25. LK 26-1 S1 S 1-3 K 55 67 26. LK 25 S1 S 1-3 K 72 68 27. LK 23-9 S1 S 1-2 K 74 69 28. LK 36 S1 M 4-2 T 56 63 29. LK 22-11 D3 S 1-6 T 50 60 30. LK 25-1 S1 S 1-10 T 65 66 31. LK 28-3 S1 S 1-9 T 59 76 32. LK 24-4 S1 S 1-6 K 69 70 33. LK 35 D3 M 7 T 57 74 34. LK 30 S1 M 3-5 T 64 62 35. LK 40-6 SMA M 6-3 T 62 64 36. LK 36-1 S1 M 5-1 T 65 74 37. LK 22-5 D3 S 1-7 T 48 59 38. LK 35 STM M 3-1 T 57 62 39. LK 32-8 S1 M 4-8 T 66 70 40. LK 34-5 SMA M 5-5 T 65 62 41. LK 40-4 SMA M 7-4 T 61 65 42. LK 32-3 S1 S 9-10 T 62 62 43. LK 26-4 S1 S 4-6 T 61 65 44. LK 24-10 S1 S 1-1 T 64 67 45. LK 36-6 S1 M 5-3 T 74 74 46. LK 30-1 S1 M 1-3 T 74 74 47. PR 30-3 D3 M 6 T 65 64 48. PR 26-9 S1 M 1-2 T 64 67 49. PR 43 S1 S 8-6 T 63 69
50. PR 26 S1 S 1 T 64 66 51. PR 24 D3 S 1 T 63 62 52. PR 29-3 D3 M 7 T 53 69 53. PR 30 S1 M 5-11 T 69 70 54. PR 30-2 S1 M 8 T 69 73 55. PR 23-4 S1 S 1-7 T 66 60 56. PR 27 S1 S 1-9 T 63 73 57. PR 27 D3 S 4 T 81 74 58. PR 23-7 S1 S 1 T 67 60 59. PR 30-8 S1 M 5 T 69 72 60. PR 29-11 S1 S 7-3 T 62 70 61. PR 25 S2 S 1-3 K 63 64 62. PR 23-3 S1 S 1-3 K 63 57 63. PR 23-2 S1 S 1-3 K 66 62 64. PR 22-9 S1 S 1-3 K 63 58 65. PR 25-3 D3 S 2 K 58 61 66. PR 26-9 S1 M 2-1 T 63 70 67. PR 39-4 D1 S 8-11 T 74 77 68. PR 29 S1 M 3-3 T 73 66 69. PR 34-1 S1 M 7-6 T 56 59 70. PR 23 D3 S 1 T 71 69 71. PR 22-10 D3 S 1 K 75 66 72. PR 31 S1 M 3-2 T 65 69 73. PR 23-4 S1 S 1-7 T 72 73 74. PR 24-8 D3 S 1 T 70 73 75. PR 24 D3 S 1 T 86 77 76. PR 22-8 S1 S 1 K 68 70 77. PR 24-6 S1 S 1-7 T 62 58 78. PR 24-11 S1 S 1-2 T 55 60 79. PR 22-10 S1 S 1 K 59 57 80. LK 24-4 S1 S 1 K 57 66
Inform Consent
Dengan hormat,
Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi semester IX (sembilan), yang
sedang melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian skripsi sebagai tugas
akhir dan syarat memperoleh gelar sarjana yang berjudul “Hubungan Antara
Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja Dan Semangat Kerja Karyawan PT.
Para Finance”.
Sehubungan dengan itu saya mengharapkan kesediaan Anda untuk
memberikan data maupun informasi yang diperlukan. Jawaban yang Anda berikan
akan dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian
semata.
Demikian atas perhatian dan kerja sama yang baik saya ucapkan terima
kasih.
Hormat saya,
Nur Malasari
D A T A R E S P O N D E N
Berikanlah tanda √ (checklist) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Pendidikan terakhir SMU/ Diploma Sarjana
Status perkawinan Menikah Belum menikah
Status kepegawaian Tetap Kontrak
Masa kerja : …….tahun …….bulan
Usia : …….tahun …….bulan
P E T U N J U K P E N G I S IA N
1. Bacalah terlebih dahulu sebelum menjawab. 2. Tidak ada jawaban “benar” atau “salah”, melainkan yang paling sesuai dengan keadaan diri
Anda. 3. Pilihlah salah satu pernyataan yang paling sesuai dengan diri Anda dengan memberikan tanda
checklist (√) pada setiap kolom yang telah tersedia.
Perhatikan contoh berikut:
Pernyataan SS S TS STS1. Warna ruangan kantor menarik √ 2. Ruangan kantor sempit √
Ket: SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
Korelasi Correlations
smngat prsepsi
smngat 1.000 .572Pearson Correlation
prsepsi .572 1.000
smngat . .000Sig. (1-tailed)
prsepsi .000 .
smngat 80 80N
prsepsi 80 80
Regresi
Model Summaryb
Change Statistics
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate R Square Change F Change df1 df2
1 .572a .327 .319 4.777 .327 37.926 1 78
a. Predictors: (Constant), prsepsi
b. Dependent Variable: smngat
RELIABILITAS SKALA SEMANGAT KERJA TRYOUT
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.838 30
VALIDITAS SKALA SEMANGAT KERJA TRYOUT
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
VAR00001 86.2500 45.577 .195 .838
VAR00002 86.9500 41.638 .518 .827
VAR00003 86.9000 44.297 .243 .838
VAR00004 86.8000 46.472 .026 .843
VAR00005 86.9000 43.169 .439 .830
VAR00006 87.1000 45.990 .073 .843
VAR00007 87.2250 42.025 .610 .824
VAR00008 86.7250 43.538 .469 .830
VAR00009 86.6500 44.028 .415 .832
VAR00010 87.0000 42.974 .556 .827
VAR00011 86.7250 44.615 .304 .835
VAR00012 87.3500 42.746 .403 .832
VAR00013 86.7000 44.882 .294 .835
VAR00014 86.9750 43.974 .596 .829
VAR00015 87.0250 46.076 .079 .842
VAR00016 86.9000 43.785 .394 .832
VAR00017 86.9250 43.148 .507 .828
VAR00018 86.9000 43.118 .490 .829
VAR00019 86.9250 45.251 .329 .835
VAR00020 88.0750 46.071 .067 .843
VAR00021 87.2500 43.987 .332 .834
VAR00022 87.1000 42.810 .596 .826
VAR00023 86.8500 44.541 .386 .833
VAR00024 86.9500 46.459 .043 .842
VAR00025 87.2000 42.215 .509 .827
VAR00026 87.4500 46.356 .018 .846
VAR00027 86.9250 42.994 .595 .827
VAR00028 87.5250 42.358 .590 .825
VAR00029 86.8500 44.028 .333 .834
VAR00030 86.9000 43.631 .377 .833
a. Skala Semangat Kerja (try out)
Pernyataan SS S TS STS 1. Dalam bekerja, saya bersedia bekerjasama dengan
teman sekerja.
2. Saya datang bekerja tepat waktu. 3. Saya tidak mematuhi perintah yang diberikan
atasan.
4. Saya bersedia bekerjasama dengan atasan. 5. Saya tidak bergairah untuk masuk kerja. 6. Saya meninggalkan tempat kerja sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
7. Saya berusaha datang ke tempat kerja lebih awal daripada waktu yang telah ditentukan.
8. Saya bekerja dengan rasa gembira. 9. Dalam bekerja, saya bersedia membantu rekan kerja
yang mengalami kesulitan.
10. Saya menggunakan dan memelihara peralatan kantor dengan hati-hati.
11. Dalam bekerja saya tidak membantu rekan kerja dalam mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan.
12. Saya menggunakan jam kerja untuk bermain game. 13. Saya berpikir optimis dalam menjalankan pekerjaan. 14. Rekan kerja saya membantu setiap kesulitan yang
saya alami dalam bekerja.
15. Saya tidak suka mengeluh dalam bekerja. 16. Saya pulang kerja lebih awal dari waktu yang telah
ditentukan.
17. Saya mentaati tata tertib yang berlaku di perusahaan.
18. Dalam bekerja saya tidak bersedia untuk dibantu rekan kerja lain.
19. Saya bersedia membantu teman sekerja sehubungan dengan tugasnya.
20. Saya menggunakan waktu kosong dengan bercengkrama bersama rekan kerja.
21. Saya meninggalkan pekerjaan pada waktu jam kerja. 22. Saya bekerja dengan cara sendiri dan tidak sesuai
dengan ketentuan perusahaan.
23. Saya tidak mau membantu rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam bekerja.
24. Saya bekerja dengan senang hati tanpa banyak perintah.
25. Atasan tidak memperhatikan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
26. Saya merasa kesal jika atasan terlalu banyak perintah.
27. Saya merasa malas dalam bekerja.
28. Saya mengisi waktu kosong dengan bekerja. 29. Saya merasa bahwa teman-teman disini tidak dapat
diajak bekerja sama.
30. Dengan bonus yang saya peroleh sekarang ini saya merasa tidak perlu untuk bekerja dengan lebih baik.
b. Skala Persepsi terhadap Penilaian Kinerja (try out)
Pernyataan SS S TS STS 1. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat mengetahui
apakah usaha yang saya keluarkan selama ini dalam mencapai suatu target sudah maksimal.
2. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat mengetahui kelebihan ataupun kekurangan saya dalam melakukan pekerjaan.
3. Menurut saya Penilaian Kinerja mencerminkan performa kerja saya.
4. Penilaian Kinerja merupakan tolok ukur bagi peningkatan kinerja selanjutnya.
5. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat melihat apakah kinerja saya selama kurun waktu tertentu meningkat atau menurun.
6. Perusahaan memberikan imbalan atas hasil Penilaian Kinerja yang baik.
7. Besarnya kenaikan gaji ditentukan berdasarkan hasil Penilaian Kinerja.
8. Hasil Penilaian Kinerja menjadi dasar bagi pemberian bonus.
9. Hasil Penilaian Kinerja digunakan sebagai sarana guna memperoleh promosi ke jenjang yang lebih tinggi.
10. Hasil Penilaian Kinerja merupakan sarana guna memperoleh kesempatan untuk mengikuti program pelatihan.
11. Saya merasa puas dengan imbalan yang diberikan oleh perusahaan berdasarkan Penilaian Kinerja yang baik.
12. Imbalan yang saya peroleh berdasarkan hasil Penilaian Kinerja yang baik sesuai dengan apa yang saya harapkan.
13. Saya merasa puas dengan Penilaian Kinerja yang berlaku selama ini.
14. Saya merasa Penilaian Kinerja ini bermanfaat. 15. Penilaian Kinerja merupakan salah satu kegiatan
yang perlu untuk dilakukan.
16. Penilaian Kinerja tidak membuat saya termotivasi untuk berkinerja lebih giat lagi.
17. Hasil Penilaian Kinerja saya yang memuaskan tidak berdampak pada dipromosikannya saya ke jenjang yang lebih tinggi
18. Saya merasa bahwa Penilaian Kinerja yang berlaku selama ini kurang efektif untuk meningkatkan prestasi kerja.
19. Saya merasa kecewa dengan Penilaian Kinerja ini yang kurang rasional dan objektif.
20. Saya merasa tidak puas dengan hasil evaluasi Penilaian Kinerja ini.
21. Saya tidak memperoleh imbalan yang sesuai berdasarkan hasil Penilaian Kinerja meskipun telah bekerja sesuai prosedur perusahaan.
22. Saya merasa bahwa Penilaian Kinerja ini hanya merupakan formalitas yang dilalui perusahaan tanpa manfaat yang berarti.
23. Tidak ada dampak positif yang saya terima dengan adanya Penilaian Kinerja ini.
24. PHK terhadap saya tidak ditentukan berdasarkan hasil Penilaian Kinerja.
25. Mutasi terhadap saya tidak ditentukan berdasarkan hasil Penilaian Kinerja.
26. Penilaian Kinerja memberikan informasi yang terkesan subjektif atas kinerja karyawan.
27. Hasil Penilaian Kinerja memperkecil kemungkinan untuk memperoleh promosi jabatan.
28. Hasil Penilaian Kinerja tidak memberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan dan pengembangan karyawan.
29. Hasil Penilaian Kinerja yang baik tidak berdampak pada kenaikan upah.
30. Menurut saya hasil Penilaian Kinerja tidak mencerminkan performa kerja saya selama ini.
a. Skala Semangat Kerja
Pernyataan SS S TS STS 1. Saya datang bekerja tepat waktu. 2. Saya tidak bergairah untuk masuk kerja. 3. Saya berusaha datang ke tempat kerja lebih awal daripada waktu yang
telah ditentukan.
4. Saya bekerja dengan rasa gembira. 5. Dalam bekerja, saya bersedia membantu rekan kerja yang mengalami
kesulitan.
6. Saya menggunakan dan memelihara peralatan kantor dengan hati-hati. 7. Saya menggunakan jam kerja untuk bermain game. 8. Rekan kerja saya membantu setiap kesulitan yang saya alami dalam
bekerja.
9. Saya pulang kerja lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. 10. Saya mentaati tata tertib yang berlaku di perusahaan. 11. Dalam bekerja, saya tidak bersedia bekerjasama dengan teman
sekerja.
12. Saya bersedia membantu teman sekerja sehubungan dengan tugasnya. 13. Saya meninggalkan pekerjaan pada waktu jam kerja. 14. Saya bekerja dengan cara sendiri dan tidak sesuai dengan ketentuan
perusahaan.
15. Saya tidak mau membantu rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam bekerja.
16. Atasan tidak memperhatikan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
17. Saya merasa malas dalam bekerja. 18. Saya mengisi waktu kosong dengan bekerja. 19. Saya merasa bahwa teman-teman disini tidak dapat diajak bekerja
sama.
20. Dengan bonus yang saya peroleh sekarang ini saya merasa tidak perlu untuk bekerja dengan lebih baik.
b. Skala Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja
Pernyataan SS S TS STS
1. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat mengetahui apakah usaha yang saya keluarkan selama ini dalam mencapai suatu target sudah maksimal.
2. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat mengetahui kelebihan ataupun kekurangan saya dalam melakukan pekerjaan.
3. Menurut saya Penilaian Kinerja mencerminkan performa kerja saya. 4. Penilaian Kinerja merupakan tolok ukur bagi peningkatan kinerja
selanjutnya.
5. Perusahaan memberikan imbalan atas hasil Penilaian Kinerja yang baik.
6. Hasil Penilaian Kinerja digunakan sebagai sarana guna memperoleh promosi ke jenjang yang lebih tinggi.
7. Hasil Penilaian Kinerja merupakan sarana guna memperoleh kesempatan untuk mengikuti program pelatihan.
8. Saya merasa puas dengan imbalan yang diberikan oleh perusahaan berdasarkan Penilaian Kinerja yang baik.
9. Imbalan yang saya peroleh berdasarkan hasil Penilaian Kinerja yang baik sesuai dengan apa yang saya harapkan.
10. Saya merasa puas dengan Penilaian Kinerja yang berlaku selama ini. 11. Saya merasa Penilaian Kinerja ini bermanfaat. 12. Penilaian Kinerja merupakan salah satu kegiatan yang perlu untuk
dilakukan.
13. Hasil Penilaian Kinerja saya yang memuaskan tidak berdampak pada dipromosikannya saya ke jenjang yang lebih tinggi
14. Saya merasa bahwa Penilaian Kinerja yang berlaku selama ini kurang efektif untuk meningkatkan prestasi kerja.
15. Saya merasa kecewa dengan Penilaian Kinerja ini yang kurang rasional dan objektif.
16. Saya tidak memperoleh imbalan yang sesuai berdasarkan hasil Penilaian Kinerja meskipun telah bekerja sesuai prosedur perusahaan.
17. Tidak ada dampak positif yang saya terima dengan adanya Penilaian Kinerja ini.
18. PHK terhadap saya tidak ditentukan berdasarkan hasil Penilaian Kinerja.
19. Mutasi terhadap saya tidak ditentukan berdasarkan hasil Penilaian Kinerja.
20. Hasil Penilaian Kinerja memperkecil kemungkinan untuk memperoleh promosi jabatan.
21. Hasil Penilaian Kinerja yang baik tidak berdampak pada kenaikan upah.
22. Menurut saya hasil Penilaian Kinerja tidak mencerminkan performa kerja saya selama ini.