HUBUNGAN ANTARA INTENSITASe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5135/1/Skripsi.pdf · hubungan...

196

Transcript of HUBUNGAN ANTARA INTENSITASe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5135/1/Skripsi.pdf · hubungan...

  • HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS

    MELAKSANAKAN IBADAH DENGAN

    KEMATANGAN KEPRIBADIAN SISWA DI SMKN 3

    SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

    SKRIPSI

    Diajukan guna Memperoleh

    Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

    Oleh :

    MAZIIDATUN NI’MAH

    NIM 1110169

    JURUSAN TARBIYAH

    PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

    SALATIGA

    2014

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    Motto:

    ِ�ْ�ِ� ا���ِ� ا���ْ�َ�ِ ا���ِ��ِ��ِ�َ�ً� } 27{َ��َأ��ُ�َ�� ا���ْ�ُ� اْ�ُْ�َِ���ُ� ْ�َ+�ْدُ(ِ)$ } 28{اْرِ&ِ%$ ِإ�َ" َر! ِ� َراِ�َ�ً� َ

    }30{َواْدُ(ِ)$ َ&��ِ�$ } 29{+ِ$ ِ.َ-�ِدي

    Artinya: “Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang

    puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,

    masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30) (Depag, 2010:593).

    Persembahan:

    Skripsi ini kupersembahkan kepada:

    Ayah dan Ibu yang telah dengan rela hati mengorbankan masa lapang dan

    sempitya untuk menyayangiku,

    yang masih diusahakan masanya bagiku dengan izin dan kuasa-Nya

    untuk menjadi penyejuk hatimu (qurratu a’yun).

    Adik-adikku yang semakin beranjak besar dan dewasa, yang senantiasa inginku

    rengkuh untuk menjadi penguat dalam setiap tumbuh kembang kalian.

    Seluruh keluarga besar ayah dan ibu,

    dan seluruh teman-teman sepanjang sejarah hidupku.

    Pembaca yang budiman.

    Dan sekalian insan yang telah memberikan warna, nuansa, dan sentuhan nurani

    dalam sepenggal kisah perjalanan hidup seorang anak manusia, sepertiku.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan

    ke hadirat Ilahi Rabbi, Allah Swt, yang telah memberikan hidayah, rahmat,

    nikmat, dan taufiq-Nya sehingga penelitian berjudul “Hubungan Antara Intensitas

    Melaksanakan Ibadah dengan Kematangan Kepribadian Siswa di SMKN 3

    Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014” ini bisa terselesaikan. Skripsi ini penulis

    susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

    gelar Sarjana Pendidikan Islam.

    Shalawat serta salam penulis haturkan kepada beliau Nabi Muhammad Saw,

    para keluarga, sahabat, dan umat-umatnya.

    Dalam penelitian ini, tentunya tidak akan terselesaikan tanpa ada dukungan,

    bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, dengan

    segala kerendahan hati penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:

    1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Ketua STAIN Salatiga.

    2. Rasimin, S. PdI., M.Pd selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam

    (PAI)

    3. Muna Erawati, M.Si selaku dosen pembimbing dan sang motivator

    4. Segenap dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

    5. Segenap warga sekolah SMKN 3 Salatiga, Bapak Drs. Hadi Sutjipto, MT

    selaku kepala sekolah, Ibu Sri Supadmi, S. Pd. dan Bapak Dulhadi,S.Ag.

    selaku pembimbing dan pengarah di lokasi penelitian.

    6. Segenap sahabat tercinta, senasib, seperjuangan, para mahasiswa PAI

    angkatan 2010.

  • viii

  • ix

    ABSTRAK

    Ni’mah, Maziidatun. 2014. Hubungan Antara Intensitas Melaksanakan Ibadah

    dengan Kematangan Kepribadian Siswa di SMK Negeri 3 Salatiga Tahun

    Pelajaran 2013/2014. Skripsi, Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan

    Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muna

    Erawati, M.Si.

    Kata kunci: intensitas ibadah, kematangan kepribadian

    Intensitas ibadah adalah kesungguhan dalam melaksanakan aktivitas yang disukai

    oleh Allah Swt, yang dalam hal ini yaitu shalat fardlu, puasa senin-kamis,

    shadaqah, dan qira’atul qur’an, yang diungkap dengan menggunakan Angket

    Intensitas Melaksanakan Ibadah. Semakin banyak skor yang diperoleh subjek

    pada angket ini, maka menunjukkan semakin tinggi intensitas dalam

    melaksanakan ibadah. Kematangan kepribadian adalah keadaan individu yang

    memiliki wawasan diri yang luas, persepsi yang objektif, dan filsafat hidup yang

    menyatu, yang diungkap dengan menggunakan Angket Kematangan Kepribadian.

    Semakin banyak skor yang diperoleh subjek pada angket ini, maka menunjukkan

    semakin matang kepribadian subjek. Penelitian ini merupakan suatu upaya untuk

    mengetahui tingkat intensitas pelaksanaan ibadah dan kematangan kepribadian

    siswa. Ada tiga pertanyaan yang mendasari penelitian ini, yaitu: (1) Bagaimana

    intensitas siswa SMKN 3 Salatiga dalam melaksanakan ibadah di Tahun Pelajaran

    2013/2014? (2) Bagaimana tingkat kematangan kepribadian siswa SMKN 3

    Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014? (3) Adakah hubungan antara intensitas

    melaksanakan ibadah dengan kematangan kepribadian siswa SMKN 3 Salatiga

    Tahun Pelajaran 2013/2014?. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini

    menggunakan teknik angket dan dokumentasi. Subjek penelitian yang dilibatkan

    sebanyak 132 orang, populasi dalam studi ini adalah siswa kelas XI di SMKN 3

    Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014. Sampel ditetapkan dengan teknik Stratified

    Random Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan

    strata/tingkatannya, dalam hal ini ialah strata/tingkatan kelasnya. Data

    dikumpulkan dengan menggunakan instrumen angket intensitas melaksanakan

    ibadah dan kematangan kepribadian. Analisis data dilakukan dengan bantuan

    program SPSS (Statistical Packade for Social Sciences) 16 dengan teknik analisis

    korelasi Pearson Product Moment. Temuan riset ini adalah: Pertama, tingkat

    intensitas melaksanakan ibadah siswa SMKN 3 Salatiga termasuk dalam kategori

    rendah sebanyak 52 subjek dengan prosentase 39,39%. Kedua, tingkat

    kematangan kepribadian siswa SMKN 3 Salatiga termasuk dalam kategori tinggi

    yaitu sebanyak 48 subjek dengan prosentase 36,36%. Ketiga, setelah dianalisis

    menggunakan formula product moment. Penulis menemukan korelasi yang

    signifikan sebesar 0,595 pada taraf signifikansi 1%. Hal ini menunjukkan bahwa

    ada hubungan yang positif antara intensitas melaksanakan ibadah dengan

    kematangan kepribadian siswa di SMKN 3 Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014.

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL i

    HALAMAN LOGO ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

    HALAMAN PENGESAHAN iv

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN vi

    KATA PENGANTAR vii

    ABSTRAK ix

    DAFTAR ISI x

    DAFTAR TABEL DAN GRAFIK xii

    DAFTAR LAMPIRAN xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 6 C. Tujuan Penelitian 6 D. Kegunaan Penelitian 6

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Intensitas Melaksanakan Ibadah 8 B. Kematangan Kepribadian 32 C. Hubungan antara Melaksanakan Ibadah dengan Kematangan

    Kepribadian pada Remaja 49

    Bab III METODE PENELITIAN

    A. Tujuan Penelitian 52 B. Tempat dan Waktu Penelitian 52 C. Variabel Penelitian 52 D. Operasionalisasi Penelitian 53 E. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 55 F. Teknik Pengambilan Data 55 G. Instrumen Penelitian 56 H. Uji Validitas, Daya Beda, dan Reliabilitas 58 I. Teknik Analisis Data 61

    BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 63 B. Gambaran Subjek 70 C. Uji-uji Asumsi 70 D. Data Deskriptif 73 E. Pengujian Hipotesis 79

  • xi

    F. Pembahasan 81

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan 84 B. Saran-saran 85

    Daftar Pustaka 86

    Lampiran-lampiran

  • xii

    DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

    Tabel 3.1 Instrumen Angket Intensitas Melaksanakan Ibadah.................. 57

    Tabel 3.2 Instrumen Angket Kematangan Kepribadian ........................... 57

    Tabel 4.1 Interval Intensitas Melaksanakan Ibadah ................................. 76

    Tabel 4.2 Interval Tingkat Kematangan Kepribadian .............................. 78

    Tabel 4.3 Rangkuman Data Deskriptif .................................................... 79

    Tabel 4.4 Nilai Product Moment ............................................................. 80

    Grafik 4.1 Karakteristik Subjek ............................................................... 70

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti

    Lampiran 2 Surat Nota Pembimbing

    Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian

    Lampiran 4 Surat Keterangan Penelitian

    Lampiran 5 Proposal Penelitian

    Lampiran 6 Lembar Konsultasi

    Lampiran 7 Data Sarana dan Prasarana

    Lampiran 8 Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan

    Lampiran 9 Data Kesiswaan

    Lampiran 10 Data Subjek Penelitian

    Lampiran 11 Instrumen Angket

    Lampiran 12 Data Jawaban Angket Intensitas Melaksanakan Ibadah

    Lampiran 13 Data Penskoran Jawaban Angket Intensitas Melaksanakan Ibadah

    Lampiran 14 Data Jawaban Angket Kematangan Kepribadian

    Lampiran 15 Data Penskoran Angket Kematangan Kepribadian

    Lampiran 16 Output SPSS Versi 16 Untuk Uji Validitas

    Lampiran 17 Output SPSS Versi 16 Untuk Uji Daya Beda

    Lampiran 18 Output SPSS Versi 16 Untuk Uji Reliabilitas

    Lampiran 19 Nilai SKK

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    E. Latar Belakang Masalah

    Setiap orang dilahirkan sebagai individu yang unik dengan berbagai latar

    belakang yang kemudian memunculkan beragam karakter/pribadi. Allah Swt

    telah melekatkan pada setiap insan dengan kekuatan akal untuk berpikir, hati

    untuk merasa, dan tubuh untuk bertindak sebagai bekal penunjang

    keberlangsungan hidupnya. Setiap pribadi memiliki respon dan caranya

    masing-masing dalam menghadapi berbagai persoalan hidup yang datang dari

    dalam dirinya sendiri, pun dari luar dirinya untuk menjadi sarana

    mendewasakan diri, sehingga menjadi sosok pribadi yang lebih baik dan/

    matang terlebih bagi kaum remaja.

    Masa remaja adalah masa perkembangan yang berlangsung sejak

    berakhirnya masa kanak-kanak hingga awal masa dewasa. Masa remaja adalah

    masa pencarian identitas diri. Conger dalam Makmun (2009:132) berpendapat

    bahwa masa remaja itu sebagai suatu masa yang amat kritis yang mungkin

    dapat merupakan the best of time and the worst of time. Kalau individu mampu

    mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapinya secara integratif, ia akan

    menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya.

    Sebaliknya, kalau gagal, ia akan berada pada krisis identitas (identity crisis)

    yang berkepanjangan. Apabila krisis identitas ini terjadi, maka dimungkinkan

    akan berdampak pada terbentuknya sistem kepribadian yang buruk, yang dapat

    mengganggu perkembangan pada masa berikutnya. Kepribadian tidak begitu

  • 2

    saja terbentuk tapi melalui proses dari pengalaman-pengalaman yang didapat

    dari kehidupannya dan lingkungannya.

    Secara umum, lingkungan menurut Sarwono (1997) terbagi kedalam 3

    kelompok, yaitu pertama, keluarga sebagai pondasi utama. Kedua, sekolah

    sebagai lingkungan pendidikan sekunder. Ketiga, masyarakat sebagai

    lingkungan tertier. Ketiga lingkungan tersebut memiliki peranan penting dalam

    membentuk pribadi seseorang secara langsung maupun tidak langsung dengan

    porsinya masing-masing. Keluarga merupakan tempat pertama dan primer bagi

    remaja untuk mendapat penanaman pondasi-pondasi luhur dalam dirinya,

    sehingga remaja memiliki imunitas terhadap hal-hal negatif yang mungkin

    muncul di luar lingkungan keluarganya. Namun sayangnya, tidak semua

    keluarga dalam hal ini kedua orang tua berkesempatan untuk menjadi role

    model (panutan atau teladan), menanamkan pondasi-pondasi luhur kepada

    anaknya. Hal ini bisa dilatarbelakangi oleh beragam alasan, seperti kesibukan

    kerja, latar belakang pendidikan/pengalaman orang tua, atau kualitas

    pertemuan keduanya.

    Selanjutnya, lingkungan masyarakat sendiri saat ini tengah dihadapkan

    pada masalahnya sendiri. Era globalisasi yang memunculkan terjadinya

    interaksi dan ekspansi kebudayaan yang ditandai dengan semakin

    berkembangnya pengaruh budaya pengagungan materi secara berlebihan

    (materialistik), pemisahan kehidupan duniawai dari supremasi agama

    (sekularistik), dan pemujaan kesenangan indera mengejar kenikmatan badani

    (hedonistik) (Noor, 2012:51). Tentu hal ini menjadi sinyal negatif bagi tumbuh

  • 3

    kembang keribadian remaja. Lingkungan masyarakat bukan zona aman bagi

    remaja dan jika pun ada maka hanya sedikit atau sulit jangkauannya. Namun,

    optimisme haruslah tetap ditegakkan. Seperti yang pernah disampaikan oleh

    mantan Presiden RI, (Alm.) Bapak Soeharto dalam petikan pidatonya yang

    berbunyi: “pro globalisasi, mau tidak mau, suka tidak suka, kita tidak bisa

    menghindar dari arus besar globalisasi. Masalahnya, bagaimana kita

    menyiapkan diri untuk menghadapinya, agar bisa memetik manfaat dari arus

    besar itu” (Soyomukti, 2010:43). Terlihat bahwa arus globalisasi memang tidak

    bisa dihentikan, ia membawa dampak tersendiri bagi masyarakat di Negara

    maju seperti halnya Indonesia. Semua pihak diharapkan bisa menghadapinya

    dengan apik sehingga mampu menyesuaikan diri dan memetik manfaatnya,

    bukan malah terbawa arus perubahan yang cenderung membawa ke sisi negatif

    seperti budaya hidup materialistik, sekularistik, dan hedonistik.

    Lingkungan sekolah dipandang memiliki peran dominan dibanding

    lingkungan keluarga dan masyarakat. Lingkungan sekolah diharapkan mampu

    membentengi para remaja dalam menghadapi kompleksitas masalah yang akan

    dihadapinya sebagai akibat era globalisasi. Sekaligus menjadi tempat untuk

    menanamkan pondasi-pondasi luhur yang belum sempat diberikan orang tua.

    Menyadari besarnya tanggungjawab tadi, maka sejak dini para remaja

    yang notabene masih melalui masa transisi ini perlu mendapat perhatian

    khusus, salah satunya dengan mengembangkan kepribadiannya melalui

    pendekatan spiritualitas/keagamaan yang tercermin dalam berbagai aktivitas

    ibadah yang diselenggarakan dan/ terjadi dalam lingkungan sekolah/lembaga

  • 4

    pendidikan. Ibadah sendiri dengan berbagai variannya sebetulnya bukan

    semata hanya rutinitas atau aktivitas fisik yang tanpa makna. Disadari atau

    tidak setiap ibadah mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang baik. Islam

    menegaskan bahwa kepribadian seorang muslim yang paling tinggi (muttaqien)

    ditandai paling tidak tiga hal, yaitu al-birru fil ‘aqidah, al-birru fil amal, dan

    al-birru fil khuluq (Islamiyah, 2012:88). Hal ini termuat dalam QS. Al-Baqarah

    ayat 177:

    ��َ? ِ!��)َِّ< َواْ�9ْ�َِم َ�ْ�َ� اْ�ِ-�َّ َأْن ُ;9َ�9ُّا ُوُ&9َه6ْ7ُ 5َِ-4َ اْ�َ3َِْ@ ?ْ�َ َّ��ِب َوَ�7ِٰ?َّ اْ�ِ-ِCَْ�ِْق َوا�َ!"ٰ َواْ�َ�َ��َ�"ٰ َواْ�َْEُ�َْذِوي ا >ِِّ-Gُ ٰ"(َ.َ َل�7َِ� َواْ�7َِ��ِب َوا��َِّ-�ِّ�َ? َو@َ;" اْ�َIِ�(ََ�َْوا �ِ)ِJ�ِْآ�َ? ا�Lَ

    َوَأ�5ََم ا�Pََّ)�َة َو@َ;" ا�Oََّآ�َة َواْ�ُ9ُ+9َن ِ!َ%Mِ�ِْه6ْ ِإَذا َ.�َهMُوا َواْ!َ? ا�Lَِّ-�4ِ َوا�Iِ�َّLِ)�َ? َوِ+$ ا���5َِِّب�َّاِء َو�Gَِ? اْ�َ-Vِْس ۗ ُأوَ�ِٰ�َ� ا�95ُMَRَ ?َ�Sَِّا ۖ َوُأوَ�ِٰ�َ� ُه6ُ اْ�ُ�ََّّX�ِء َوا�YَVْ-َ�ْا $+ِ ?َ��ِ!ِ�َّP�9َنۖ َواEُ

    Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu

    suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada

    Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan

    memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,

    orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang

    yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat,

    dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia

    berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan

    dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan

    mereka Itulah orang-orang yang bertakwa” (Depag, 2010:27)

    SMKN 3 Salatiga merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

    memasukkan pendekatan keagamaan dalam proses pendidikannya. Sekolah ini

    menghendaki sekolahnya menjadi sekolah unggul dengan berbagai harapan

    luhur untuk para peserta didiknya, diantaranya mewujudkan kualitas peserta

    didik yang memiliki keseimbangan antara soft competency dan hard

    competency (http://www.smkn3salatiga.sch.id/). Menggalakkan berbagai

    aktivitas ibadah/keagamaan merupakan salah satu strategi untuk

    mewujudkannya. Berdasarkan pengalaman PPL tahun 2013 peneliti,

  • 5

    pelaksanaan ibadah/keagamaan ini terlihat diantaranya dengan mengadakan

    shalat dzuhur berjamaah secara bergilir, dan shadaqah setiap seminggu sekali.

    Hal ini menarik karena melihat latar belakang SMK sendiri di mata

    masyarakat luas biasanya dikenal sebagai lembaga pendidikan yang lebih

    mengutamakan pendidikan umum dan bidang kejuruan sesuai bidang yang

    diselenggarakan sekolah tersebut, yang memisah dengan aktivitas

    ibadah/pendidikan keagamaan. Melihat kenyataan lain yang terjadi di SMKN

    3 Salatiga tadi tentu membawa pandangan baru sekaligus membahagiakan bagi

    masyarakat luas terlebih bagi orang tua peserta didik. Sebab, setiap orang tua

    berkeinginan mempunyai anak yang berkepribadian baik, dan setiap orang tua

    bercita-cita mempunyai anak saleh yang senantiasa membawa harum nama

    orang tuanya, karena anak yang baik merupakan kebanggaan orang tua. Anak

    yang saleh yang senantiasa mendoakan orang tuanya merupakan amal baik

    bagi orang tua yang akan mengalir terus-menerus pahalanya walaupun orang

    itu sudah meninggal dunia (Majid & Andayani, 2004:137).

    Berdasar uraian teori, pendapat, penjelasan di atas dan didasari pula oleh

    pengalaman langsung yang didapat oleh peneliti selama melaksanakan PPL di

    SMKN 3 Salatiga pada bulan Juli tahun 2013 serta dengan berbagai

    pertimbangan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam

    mengenai aktivitas/pelaksanaan ibadah dan kaitannya dengan kematangan

    kepribadian. Untuk itu dengan mengucap bismillah seraya memantapkan hati

    penulis mengangkat penelitian dengan judul:

  • 6

    “HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MELAKSANAKAN

    IBADAH DENGAN KEMATANGAN KEPRIBADIAN SISWA DI SMKN

    III SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2013/2014”.

    F. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana intensitas siswa SMKN III Salatiga dalam melaksanakan ibadah

    di Tahun 2013/2014?

    2. Bagaimana tingkat kematangan kepribadian siswa SMKN III Salatiga

    Tahun 2013/2014?

    3. Adakah hubungan antara intensitas melaksanakan ibadah dengan

    kematangan kepribadian siswa SMKN III Salatiga Tahun 2013/2014?

    G. Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui intensitas siswa SMKN III Salatiga dalam melaksanakan

    ibadah di Tahun 2013/2014.

    2. Untuk mengetahui tingkat kematangan kepribadian siswa SMKN III

    Salatiga Tahun 2013/2014.

    3. Untuk mengetahui hubungan antara intensitas melaksanakan ibadah dengan

    kematangan kepribadian siswa SMKN III Salatiga Tahun 2013/2014.

    H. Kegunaan Penelitian

    1. Manfaat teoretis

    Adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah

    keilmuan dalam dunia pendidikan lebih khusus pada bidang pendidikan

    keagamaan.

  • 7

    2. Manfaat praktis

    Adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi setiap

    lembaga pendidikan dalam menggunakan pendekatan keagamaan untuk

    meningkatkan mutu pendidikan di lembaga masing-masing.

    Sistematika penulisan dalam skripsi ini sedikit berbeda dengan sistematika

    yang biasa berlaku di STAIN Salatiga. Kelengkapan sistematika penulisan skripsi

    yang mengacu pada buku pedoman skripsi STAIN Salatiga, penulis sajikan dalam

    bab-bab selanjutnya dan bisa dilihat lebih jelas dalam lampiran proposal

    penelitian. Adapun uraiannya yaitu:

    a. Hipotesis penelitian termuat dalam bab II

    b. Definisi operasional dan metode penelitian termuat dalam bab III

    c. Sistematika laporan penelitian termuat dalam proposal penelitian yang

    terlampir

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    D. Intensitas Melaksanakan Ibadah

    1. Intensitas

    Intensitas merupakan serapan dari kata “intensity” dalam bahasa

    Inggris. Kata “intensity” diartikan sebagai kehebatan, sedang akar katanya

    yaitu “intense” berarti hebat, kuat, yang bersemangat (Echlos & Shadily,

    2005:326). Di Indonesia sendiri, menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata

    intensitas terbentuk dari Intens /inténs/ adv 1 hebat atau sangat kuat

    (tentang kekuatan, efek, dsb); 2 tinggi (tentang mutu); 3 bergelora,

    menyala-nyala, berapiapi, berkobar-kobar (tentang perasaan); 4 sangat

    emosional (tentang orang), intensitas /inténsitas/ n keadaan, tingkatan, dan

    ukuran intensnya (Depdiknas, 2008:594). Dari kedua pengertian tadi maka

    dapat diartikan bahwa intensitas adalah kekuatan/kesungguhan yang

    tercermin pada tingkat frekuensi, kuat-lemah, tinggi-rendah, semangat

    baik dari tindakan atau perasaan dalam melaksankan sebuah

    aktivitas/usaha untuk mendapat efek/hasil yang maksimal/mutu yang

    tinggi. Dalam hal ini kekuatan/kesungguhan dan semangat dalam

    menjalankan sebuah aktivitas erat kaitannya dengan motivasi. Motivasi

    diartikan juga sebagai suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau

    daya (energy) (Makmun, 2009:37). Dari pengertian ini diketahui bahwa

    intensitas dan motivasi menggambarkan tentang adanya kekuatan/daya

    dalam beraktivitas/melakukan sebuah hal. Kesamaan ini kemudian

  • 9

    diadopsi pula dalam penelitian ini untuk menentukan indikator intensitas

    dari indikator motivasi. Untuk mengidentifikasi motivasi ini Makmun

    (2009:40) memberikan beberapa indikatornya dalam term-term tertentu,

    antara lain:

    a) Durasinya kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya

    untuk melakukan kegiatan);

    b) Frekuensinya kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam

    periode waktu tertentu)

    c) Persistensinya (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan

    d) Ketabahan, keuletan, dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan

    dan kesulitan untuk mencapai tujuan;

    e) Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan

    jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan;

    f) Tingkat aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target,

    dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;

    g) Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai

    dari kegiatannya (berupa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau

    tidak);

    h) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike; positif atau

    negatif)

    Intensitas sendiri merupakan realitas dari motivasi yang digunakan

    untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu peningkatan prestasi, sebab

    ketika seseorang melakukan suatu usaha dengan penuh semangat biasanya

  • 10

    karena adanya motivasi, yang berfungsi sebagai pendorong pencapaian

    prestasi tadi. Dalam menetukan intensitas, menurut Guru (2011) dapat

    dilihat dari beberapa indikator yaitu:

    a) Motivasi

    Motivasi diartikan juga sebagai suatu kekuatan (power) atau tenaga

    (forces) atau daya (energy); atau suatu keadaan yang kompleks (a

    complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu

    (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive) ke arah tujuan

    tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmun, 2009:37).

    Motivasi berarti kekuatan yang melatar belakangi seseorang dalam

    beraktivitas/bergerak untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah alasan

    mendasar seseorang dalam bertindak. Alasan ini bisa datang dari

    kesadaran/dalam diri sendiri (intrinsik) atau karena adanya rangsangan

    yang datang dari luar dirinya (ekstrinsik).

    b) Durasi kegiatan

    Dalam buku Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (2008:141)

    durasi bermakna lama, periode, tempo, termin, waktu. Menurut Guru

    (2010) durasi kegiatan yaitu berapa lamanya kemampuan penggunaan

    untuk melakukan kegiatan. Durasi kegiatan menunjukkan pada

    tingkatan keadaan/waktu lamanya seseorang dalam melaksanakan

    sebuah aktivitas/kegiatan. Secara sederhana durasi mencerminkan pada

    penggunaan/pemanfaatan waktu untuk memperoleh hasil yang baik

    dalam beraktivitas.

  • 11

    c) Frekuensi kegiatan

    Frekuensi dapat diartikan dengan kekerapan atau kejarangan

    kerapnya (Poerwadarminta, 1984:283). Menurut Guru (2010) frekuensi

    yang dimaksud adalah seringnya kegiatan itu dilaksanakan dalam

    periode waktu tertentu. Frekuensi berarti menunjukkan pada sering

    atau tidaknya, tinggi-rendah, kuat-lemah aktivitas yang dijalani

    seseorang.

    d) Presentasi

    Menurut Guru (2010), Presentasi yang dimaksud adalah gairah,

    keinginan atau harapan yang keras yaitu maksud, rencana, cita-cita

    atau sasaran, target dan idolanya yang hendak dicapai dengan kegiatan

    yang dilakukan. Presentasi menunjukkan pada kuatnya keinginan

    seseorang yang dimunculkan dalam bentuk rencana, cita-cita, harapan,

    atau capaian target dalam suatu aktivitas.

    e) Sikap

    Menurut Kamus Bahasa Indonesia, sikap berarti (1) tokoh atau

    bentuk tubuh; (2) cara berdiri (tegak, teratur, atau dipersiapkan untuk

    bertindak); (3) perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada

    pendirian, keyakinan; (4) perilaku; gerak-gerik, tingkah laku, gaya

    (Depdiknas, 2008:1446). Sikap berarti juga sebagai sebuah respon

    terhadap suatu keadaan, respon ini bisa bersifat positif yaitu dengan

  • 12

    mengapresiasi, menerima atau negatif yaitu menolak, menghindar,

    acuh tak acuh.

    f) Minat

    Dalam Kamus Bahasa Indonesia minat berarti kecenderungan hati

    yang tinggi terhadap sesuatu; perhatian; kesukaan (Depdiknas,

    2008:1027). Minat adalah ketertarikan yang timbul dari seseorang pada

    sesuatu/aktivitas tertentu karena merasakan adanya kesukaan atau

    makna yang diperoleh dari sesuatu/aktivitas tadi.

    Dari pemaparan di atas diketahui bahwa antara intensitas dan

    motivasi sama-sama mengarah pada sebuah daya/kekuatan. Kesamaan ini

    kemudian mengarah pula pada indikator keduanya sekalipun ada hal-hal

    lain yang esensi yang membedakan. Intensitas lebih menekankan pada

    tahap real pelaksanaan suatu aktivitas yang biasanya diketahui dari tingkat

    frekuensi dan/ durasinya, namun dalam penelitian ini pengukuran

    intensitas juga ditambahkan/dilihat dari motivasi, presentasi, arah sikap,

    dan minat sebagaimana yang telah diuraikan di awal.

    2. Ibadah

    a) Pengertian

    Ibadah menurut bahasa adalah “taat, tunduk, merendahkan diri

    dan menghambakan diri” (Basyir dalam Tono dkk, 2002:2). Menurut

    Ash Shiddieqy (2000:7) ibadah dalam pengertian yang umum meliputi

    segala yang disukai Allah dan yang diridlai-Nya, baik berupa

    perkataan, maupun berupa perbuatan, baik terang, maupun

  • 13

    tersembunyi. Ibadah adalah wujud ketaatan, ketundukan seorang

    hamba dalam menjalankan segala sesuatu baik perkataan atau

    perbuatan dengan lidah atau hati untuk mendapatkan ridlo dari Allah

    Swt. Manusia sepenuhnya menyadari bahwa ia hanyalah makhluk

    (ciptaan) dari Sang Khaliq (Yang Maha Menciptakan), yang sudah

    tentu kewajiban utamanya adalah beribadah sebagai wujud

    ‘abd/penghambaannya.

    b) Dasar hukum ibadah

    Ibadah yang dilakukan oleh setiap hamba tentu tidak datang serta

    merta begitu saja tanpa ada dasarnya. Sekalipun setiap manusia itu

    sebenarnya adalah homo religious, makhluk yang memiliki kebutuhan

    untuk beragama, melakukan penyembahan atau pengagungan terhadap

    sesuatu/dzat. Dasar ibadah dalam islam tentu tidak lepas dari perintah

    Allah Swt. Hakikat dari perintah ibadah ini adalah peringatan agar

    manusia menunaikan kewajibannya kepada Allah Swt. Dasar hukum

    ibadah antara lain QS. Al-Baqarah ayat 21 yang berbunyi:

    �ْ? 9ْEُ��;َ 6ْ7ُ�(%َ�َ 6ْ7ُ(ِ-ْ5ََن �Z�Vََ�� ا����ُس ِ ?َ�ْSِ��6ْ7ُ َواE(َ)َ ْيSِ��ْوا َر!�6ُ7ُ اMُ-ُ.ْا

    Artinya: “Wahai para manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu,

    yang telah menjadikan kamu dan telah menjadikan orang-orang

    sebelum kamu, agar supaya bertaqwa” (Depag, 2010:4)

    Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw menjelaskan bahwa

    ibadah merupakan “hak Allah” yang harus dilaksanakan makhluknya

    (Tono, 2002:5). Dalam buku yang sama diceritakan bahwa Mu’adz r.a

  • 14

    dalam pembicaraannya dengan Nabi Muhammad Saw, ia ditanya oleh

    Rasull tentang hak Allah atas hamba dan hak hamba atas Allah.

    “Hai Muadz, tahukah engkau mengenai hak Allah atas hamba dan apa

    hak hamba atas Allah?”. Muadz menjawab: “Allah dan Rasullnya

    yang lebih mengetahui”. Nabi bersabda: “hak Allah atas hamba adalah

    mereka menyembah-Nya lagi mengesakan-Nya dan mereka tidak

    menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Sedangkan hak hamba atas Allah

    adalah Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-

    Nya dengan sesuatu” (HR. Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 30).

    c) Macam-macam ibadah

    Ibadah mencakup banyak sekali bagian/aspek-aspek yang ada

    pada diri manusia itu sendiri ataupun diluar dirinya. Keberagaman

    ibadah tadi setidaknya bisa dilihat diantaranya dari:

    (1) Dilihat dari bentuk dan sifatnya

    Menurut Ash Shiddieqy (2002:19-20) ibadah yang

    dilaksanakan berdasarkan bentuk dan sifat-sifatnya terbagi

    kedalam enam macam, yaitu:

    (a) Ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan lidah.

    Contohnya membaca Al-qur’an, tasbih, tahmid, dan takbir

    (b) Ibadah-ibadah yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan

    dengan sesuatu sifat. Contohnya berjihad di jalan Allah,

    membela diri dari gangguan.

    (c) Ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan

    sesuatu pekerjaan. Contohnya berpuasa.

    (d) Ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan diri

    dari sesuatu pekerjaan. Contohnya i’tikaf

  • 15

    (e) Ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak. Contohnya

    membebaskan orng yang berhutang, memaafkan kesalahan

    orang, memerdekakakn budak.

    (f) Ibadah-ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan.

    Contohnya khuduk, khusyuk.

    (2) Dilihat dari pembagian hak

    Menurut As Shiddieqy (2000:33) ada tiga yaitu hak Allah,

    hak Rasull, dan hak sesama manusia.

    (a) Hak Allah, berarti ibadah yang dilakukan merupakan hak

    Allah semata. Ibadah dalam hal ini juga terbagi tiga yaiatu:

    pertama, ibadah yang semata-mata terdapat hak Allah seperti

    iman, makrifat. Kedua, tersusun dari hak Allah dan hamba,

    seperti zakat, sedekah. Ketiga, meliputi empat hak yaitu hak

    Allah, hak Rasull, hak mukallaf sendiri, dan hak para hamba,

    seperti adzan, iqamah, jihad.

    (b) Hak Rasull, hak yang didapat Rasull dalam ibadah-ibadah tadi,

    misalnya hak rasull dalam adzan adalah kesaksian bahwa beliau

    adalah rasull Allah (syahadah risalah)

    (c) Hak makhluk, meliputi hak diri sendiri dan orang lain.

    Setiap individu yang telah memasuki usia baligh (dewasa) maka

    terkena hukum taklif (beban) untuk melaksanakan ibadah. Menurut

    Ibnul Qayyim (Sopiatin & Sahrani, 2011:104), ibadah terbagi dalam

    beberapa tingkatan yaitu:

  • 16

    (a) Ibadah hati

    Hati dalam beribadah harus hasan (ikhlas,tawakkal, mahabbah)

    dan berani meninggalkan hal-hal yang dilarang (riya, ujub,

    hasad).

    (b) Ibadah lisan

    Ibadah wajib lisan yaitu: mengucap dua kalimat syahadat,

    membaca al-fatihah dalam shalat, membaca dzikir-dzikir dalam

    shalat, menjawab salam, amar ma’ruf nahi munkar. Ibadah

    sunnah lisan yaitu: membaca Alqur’an, berdzikir, menghafal

    ilmu yang bermanfaat.

    (c) Ibadah anggota badan dan indera

    Tangan dan kaki serta lima anggota indera (pendengaran,

    penglihatan, perasa, penciuman, peraba) digunakan untuk hal-

    hal yang mendektkan diri pada Allah dan menjauhi segala hal

    yang dilarang oleh Allah sesuai kadar fungsinya masing-

    masing.

    Ibadah dalam hubungannya dengan Allah Swt juga terbagi dua

    yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghoiru mahdah

    (a) Ibadah Mahdhah

    Ibadah mahdhah adalah ibadah yang berhubungan secara

    langsung antara Al-Ma’bud (Allah Swt) dengan Al-‘Abd

    (hamba) yaitu manusia. Dikenal sebagai ibadah yang vertikal/

    lurus langsung kepada Allah Swt. Misalnya sholat, puasa.

  • 17

    (b) Ibadah Ghoiri Mahdhah

    Ibadah Ghoiri Mahdhah adalah ibadah yang tidak secara

    langsung, yaitu suatu perkataan dan perbuatan secara lahir

    maupun batin yang mencakup ritual, sosial serta sumbangan

    pribadi untuk kesejahteraan sesama manusia. Dikenal dengan

    ibadah horizontal. Misalnya zakat, shodaqoh, infaq.

    Dari masing-masing sudut pandang diketahui bahwa ibadah

    memiliki banyak sekali varian. Ibadah bisa diperoleh dari setiap

    gerakan tubuh/badan, lisan, dan hati, yang berhubungan dengan diri

    sendiri, orang lain, maupun dengan Allah Swt. Dalam skripsi ini,

    penulis hanya mengungkapkan beberapa bentuk ibadah yang

    sesuai/telah dipilih sebagaimana diuraikan pada bab awal, yaitu: shalat

    fardlu, puasa senin-kamis, shadaqah, dan qira’atul qur’an. Adapun

    penjelasannya, yaitu:

    (1) Shalat fardlu

    Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah

    syahadatain. Dari kedudukannya menggambarkan bahwa seolah

    shlat menjadi pembuktian pertama setelah seseorang

    bersyahadat/menyatakan diri memeluk/beragama islam. Menurut

    Ash-Shiddieqy (2000:130) shalat menurut bahasa adalah doa. Ada

    pula yang berkata shalat iu bermakna doa, ta’zim, rahmat, dan

  • 18

    berkat. Menurut syara’, shalat adalah hubungan antara hamba

    dengan Tuhannya.

    Perintah shalat ini banyak sekali dijumpai dalam Alqur’an.

    Diantaranya yaitu dalam QS. Ibrahim ayat 31:

    ?ْ��\ا َوَ.َ)�ِ]َ�ً� ِYِ 6َْرَز5َْ��ُه ����9�ُا �Eِ�ُُ9ا ا��Pَ)�َة َو9Eُ�ِ�ْ�ُا َِ@ ?َ�Sِ��4ْ5ُ ِ�ِ%َ-�ِدَي ا 5َْ-4ِ َأْن Vْ�َِ;َ$ 9ْ�ٌَم َ�� َ!ْ�ٌ_ ِ+�ِ< َوَ�� ِ(َ)�ٌل

    Artinya: “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah

    beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan

    sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara

    sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat)

    yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan” (Depag,

    2010:259).

    Shalat adalah ibadah yang diperintahkan Allah Swt untuk

    tidak sekedar mengerjakannya tetapi mendirikannya. Mendirikan

    sesuatu adalah mengerjakan (menghadirkannya) dengan

    sempurna yang timbul (dilakukan) karena alasannya serta

    menimbulkan berbagai pengaruh/efek (Bahnasi, 2007:202).

    Pengaruh/efek dari shalat ini telah Allah Swt tegaskan sendiri

    dalam QS Al-‘Ankabut ayat 45:

    �3َِْ̀ء اْ;4ُ �� ُأوGَِ$ ِإَ�ْ�َ� ِ�َ? اْ�7َِ��ِب َوَأ6ِ5ِ ا��Pَ)�َة ۖ ِإن� ا��Pَ)�َة َ;ْ�َ�"ٰ َ.ِ? اْ�َ�� ۗ َوا�)�ُ< َ�ْ%َ)6ُ َ�� َ;Pَْ�ُ%9َن َواْ�ُ7َ�ِْ� ۗ َوَ�Sِْآُ� ا�)�ِ< َأْآَ-ُ

    Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al

    Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu

    mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan

    sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar

    (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah

    mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Depag, 2010:401).

    Hakikat shalat adalah berhubungan dengan Allah Swt

    paling tidak sebanyak lima kali sehari jika termasuk di dalamnya

  • 19

    shalat dzuhur. Shalat dzuhur ini dilaksanakan siang hari ketika

    matahari tergelincir hingga bayangan suatau benda menjadi sama

    panjang (Ash-Shiddieqy, 2000:133). Shalat dzuhur ini juga sama

    pentingnya dengan shalat fardlu yang lain. Sebab shalat sendiri

    merupakan ibadah pokok yang menjadi pembeda antara yang

    muslim dengan yang kafir. Dengan mendirikan shalat selain

    menjaga agama, seseorang juga mendapatkan banyak manfaat

    baik secara fisik maupun psikis.

    Secara fisik shalat menjadikan seseorang terjaga

    kesehatannya. Mengenai masalah ini, seorang profesor di fakultas

    Kedokteran universitas Ali Syams, Prof. Dr. Muhammad Zaki

    Suwaidan, telah menulis sebuah karya ilmiah (dalam Bahnasi,

    2007:121). Dia meneliti shalat dari sisi kedokteran dan

    mengambil kesimpulan bahwa, “Shalat dipercaya sebagai cara

    perlindungan paling efektif dari berbagai penyakit pencernaan

    dan penyakit kronis lainnya, sebagaimana ia juga merupakan

    metode paling baik untuk menjaga kesehatan”.

    Secara psikis tentu manfaatnya lebih banyak lagi. Menurut

    Bahnasi pula (2007:49) shalat membuat manusia tidak lupa diri

    yang dapat menghancurkan dirinya sendiri. Shalat juga

    menumbuhkan kepercayaan diri, menghalau kekhawatiran dan

    rasa takut, menjaga keseimbangan jiwa, memberikan harapan

  • 20

    yang terus ada, dan memunculkan ketenangan pada diri setiap

    orang yang mendirikan shalat.

    Shalat menjadi kebutuhan pokok setiap kaum muslimin

    sebagai sarana menjaga tiang/kekokohan agama pada diri insan

    sekaligus memberikan banyak manfaat bagi fisik maupun psikis.

    Shalat bukan hanya untuk menunaikan kewajiban syari’at, tapi

    sekaligus untuk memenuhi kekosongan jiwa manusia itu sendiri

    pada nilai-nilai ketuhanan, kesehatan fisik, dan sifat-sifat psikis

    seperti halnya ketenangan, harapan dan optimistik.

    (2) Puasa Senin-Kamis

    Puasa merupakan terjemahan dari kata Arab 9مR atau م��R .

    Dari segi etimologi atau kebahasaan, puasa berarti “menahan diri

    dari sesuatu atau meninggalkan sesuatu, seperti meninggalkan

    makan, minum, berbicara atau aktivitas lainnya.” Sedang secara

    terminologi, puasa berarti menahan diri dari makan, minum, dan

    berhubungan seks sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari,

    dengan mengharap ridlo Allah, mempersiapkan diri untuk

    bertakwa dengan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik

    kehendak (Rasyid Ridha dalam Tono dkk, 2002:67-68).

    Puasa pada dasarnya adalah ibadah yang dilakukan seorang

    muslim yang secara sukarela dan sadar menahan dirinya dari

    segala bentuk pelampiasan hawa nafsu serta menahan diri dari rasa

    lapar dan haus (Musbikin, 2005:5). Puasa adalah aktifitas yang

  • 21

    melibatkan jasmani dan rohani, berkaitan dengan waktu yaitu dari

    terbit fajar hingga tenggelamnya matahari dengan satu tujuan yaitu

    menggapai ridlo Allah Swt.

    Dari tinjauan psikologis, menurut Roland Crahay

    (Musbikin, 2002:5-6) puasa meliputi tiga aktivitas pokok yaitu:

    (a) Menghindarkan diri dari segala sesuatu yang membahayakan

    Makanan atau minuman bisa jadi merupakan salah satu sumber

    bahaya bagi kesehatan

    (b) Pengayaan spiritual

    Orang yang melakukan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh

    ada yang mengalami kesadaran spiritual yang tinggi, menjadi

    lebih tunduk kepada kontrol yang lebih tinggi.

    (c) Puasa adalah perilaku mengabaikan keinginan-keinginan tubuh

    kita fisik maupun psikis

    Puasa merupakan sarana latihan untuk menghadapi cobaan-

    cobaan berat yang mungkin akan dihadapi pada masa-masa

    mendatang.

    Aktivitas puasa memiliki andil yang cukup baik dalam

    perkembangan psikis seseorang untuk menjadi lebih dewasa,

    lebih peduli pada orang lain pun menyayangi dirinya sendiri.

    Puasa juga mengajarkan diri untuk disiplin terutama terlihat dari

    jam makan (waktu buka/sahur), lebih tawadlu’ (mengikuti

    perintah/pedoman), dan lebih peka terhadap penderitaan sesama

  • 22

    manusia dan mengajarkan untuk lebih mensyukuri setiap nikmat

    yang telah Allah berikan.

    (3) Shadaqah

    Kata shadaqah seringkali disebut atau diartikan dengan

    dengan zakat. Menurut Mawardi (Qardawi, 1991:37) “sedekah itu

    adalah zakat dan zakat itu adalah sedekah; berbeda nama tapi arti

    sama”. Dalam Al-qur’an sendiri dinyatakan bahwa kata �5MR

    berarti zakat, yaitu QS At-Taubah ayat 103:

    ?ٌ7َYَ �َ;َ9(Rَ 4 َ.َ)6ْ�ِ�ْ ِإن�Rَآ 6ْ�ِ�ْ ِ!�َ� َوOَ;ُُه6ْ َو�ُ ��َ;ُ �ً�َ�َ�َ 6ْ�ِ�ِ9��ْ? َاِْ Sْ)ُ6ٌ�ْ(ِ.َ _ٌ�ِْYَ a6ْ�ُ َوا�ّ

    Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan

    zakat itu kamu membersihkan

    dan mensucikan

    mereka dan

    mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)

    ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi

    Maha Mengetahui” (Depag, 2010:203).

    Kata shadaqah sesungguhnya berasal dari kata shidq yang

    berarti benar. Menurut Qadhi Abu Bakr bin Arabi (dalam

    Qardawi, 1991:38) zakat dinamakan shadaqah karena asal katanya

    shidq, yaitu benar, dalam arti “benar dalam hubungan dengan

    sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan.” Shadaqah

    merupakan tindakan yang menjadi wujud nyata bukti atas

    “kebenaran” iman yang dimiliki seseorang dan wujud nyata

    tentang pembenarannya akan adanya hari kiamat. Kata Shadaqah

    kemudian berkembang maknanya menjadi shadaqah wajib yang

    kemudian disebut dengan zakat, dan shadaqah sunnat (tathawwu’)

    yang dikenal dengan shadaqah itu sendiri.

  • 23

    Islam menganjurkan umatnya agar gemar bershadaqah

    melalui berbagai ayat Al-qur’an dan hadits. Sedekah tidak terbatas

    pada harta semata saja. Pada prinsipnya setiap kebajikan adalah

    shadaqah. Namun secara umum kata shadaqah sering diidentikkan

    dengan pemberian amal berupa harta/kekayaan.

    Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin (Mubin, 2008:76-87)

    disebutkan berbagai fungsi dan hikmah shadaqah di dunia yang

    memiliki akibat/manfaat di akhirat kelak, yaitu:

    (a) Menyucikan harta

    Setiap insan yang terlahir di dunia ini telah dijamin

    oleh Allah rezekinya. Sebagai manusia rezeki yang diperoleh

    tidak semata muncul secara tiba-tiba, melainkan melalui

    usaha/upaya kerja yang kemudian membuahkan hasil. Hasil

    uang/harta yang diperoleh tidak selamanya selalu dari hal-hal

    yang suci atau diberkahi oleh Allah. Adakalanya harta yang

    didapat bercampur dengan syubhat meskipun telah

    diupayakan dengan cara yang paling baik untuk

    memperolehnya. Untuk itu salah satu manfaat dari shadaqah

    adalah untuk menyucikan harta yang diterima dari barang-

    barang yang syubhat/yang tidak diridloi oleh Allah, sehingga

    harta tadi dapat membawa keberkahan dalam hidup.

    (b) Membersihkan dosa-dosa

  • 24

    Setiap harta yang dikeluarkan di jalan Allah Swt akan

    membersihkan dosa-dosa/kesalahan-kesalahan manusia. Hal

    ini telah ditegaskan dalam QS. At-Taubah ayat 103, yaitu:

    �َ;َ9(Rَ 4 َ.َ)6ْ�ِ�ْ ِإن�Rَآ 6ْ�ِ�ْ ِ!�َ� َوOَ;ُُه6ْ َو�ُ ��َ;ُ �ً5َMَRَ 6ْ�ِ�ِ9��ْ? َاِْ Sْ)ُ6ٌ�ْ(ِ.َ _ٌ�ِْYَ a7ٌَ? ّ�6ْ�ُ َواYَ

    Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan

    zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan

    mereka dan

    mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu

    (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha

    Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Depag, 2010:203).

    (c) Menghancurkan mentalitas kikir

    Harta yang melimpah seringkali membawa seseorang

    pada sifat kikir yang justru merugikan dirinya sendiri. Terlalu

    cinta pada harta hingga lupa pada hak orang lain adalah

    perbuatan tercela. Melalui shadaqah seseorang belajar untuk

    berbagi/menyampaikan hak orang lain yang ada dalam

    hartanya.

    (d) Mengasah kelembutan kalbu

    Melalui shadaqah seseorang belajar untuk meluluhkan

    hati yang telah kaku/membeku. Kelembutan hati seseorang

    akan berakibat pada sikapnya yang rendah hatiterhadap orang-

    orang yang kurang beruntung, alias orang-orang miskin

    (Mubin, 2008:80-81). Kelembutan hati ini akan berefek pada

    sikap dan perangai atau kepribadiannya. Hatinya menjadi

    lebih peka dan peduli terhadap kesusahan/penderitaan orang

    lain.

  • 25

    (e) Terciptanya tertib sosial

    Shadaqah merupakan salah satu jembatan dalam islam

    yang fungsinya adalah untuk mengentaskan kemiskinan atau

    mengatur dan menyeimbangkan ekonomi sehingga tercipta

    kesetabilan sosial. Shadaqah merupakan wujud kepedulian

    dan kesetiakawanan pada orang-orang miskin.

    (f) Amaliah syukur atas nikmat Allah Swt

    Mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan bisa

    dilakukan dengan apapun sesuai dengan kemampuan.

    Termasuk di dalamnya adalah shadaqah. Shadaqah

    merupakan wujud ungkapan syukur atas ni’mat yang telah

    dianugerahkan oleh Allah. Dengan bersyukur maka Allah Swt

    akan mmenambahkan/melipatkan nikmat dan karunia-Nya.

    Menyedekahkan sebagian dari harta yang dimiliki ternyata

    memberikan banyak manfaat. Shadaqah bukan hanya semata soal

    memberikan atau membagikan uang. Shadaqah mengajarkan

    seseorang untuk lebih mensyukuri nikmat Allah, memupuk

    ketajaman jiwa sehingga lebih peduli dengan orang lain.

    (4) Qira’atul qur’an

    Alqur’an merupakan kitab suci yang menjadi pedoman

    hidup ummat Nabi Muhammad Saw. Secara bahasa Al-qur’an

  • 26

    berakar dari kata qara’a yang artinya membaca. Secara

    terminologi Al-qur’an adalah firman Allah ‘azza wa jalla yang

    berfungsi sebagai mukjizat yang diturunkan kepada Nabi

    Muhammad Saw yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang

    diriwayatkan secara mutawattir, dan membacanya merupakan

    ibadah (Subhi Shaleh dalam Mustamir, 2007:5).

    Membaca Al-qur’an merupakan bentuk dzikir seorang

    hamba kepada Allah Swt, bacaan yang paling baik dan berpahala

    ketika membacanya. Rasulullah Saw bersabda:

    Lََ̀ �ْ? ِآَ��ِب ا�)َِّ< َ+َ)ُ< ِ!ِ< LَGََ�ٌ�، َواْ�ِ �+ً�ْGَ َأ�َ5َ ?ْ�� َأْ�cَ ��َ�ِ�dَ َأ95ُُل ا�6 َِ3ْ%َ!ِ �ُ�َ�فْGَ 6ٌ���ٌف، َوِْGَ ٌمcٌف، َو�ْGَ fٌ�ٌِف، َوَ�7ِْ? َأ�ْGَ

    Artinya: “Barang siapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an

    maka baginya satu kebaikan, dan kebaikan itu akan

    dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan bahwa 6�أ (alif laam mim) itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu

    huruf, dan mim satu huruf (HR. Tirmidzi No. 2835)”.

    Melalui hadits tadi diketahui bahwa pahala membaca Al-

    qur’an bernilai dari setiap hurufnya dan akan dilipatgandakan

    pahalanya sebanyak sepuluh kali. Ini menunjukkan bahwa setiap

    huruf Al-qur’an itu begitu berharga, ia memiliki makna dan

    keutamaannya sendiri.

    Al-qur’an mengandung kualitas nada huruf yang berbeda-

    beda sehingga menimbulkan harmonisasi/keindahan ketika

    membacanya/melafalkannya. Jika dibaca dengan baik dan benar

    akan memberikan efek terapi seperti lagu/musik. Alqur’an juga

    berkaitan erat dengan balaghah (bahasa), sedang balaghah dan

  • 27

    jiwa itu berhubungan (Amin al-Khulli & Nashr Hamid Abu Zayd

    dalam Mustamir, 2007:191). Hal inilah yang memungkinkan

    bahwa bacaan Al-qur’an berpengaruh pada keadaan fisik pembaca

    maupun pendengarnya mengingat adanya hubungan antara

    psikologi dan fisik.

    Menurut Quraish Shihab (1996:12-13) Al-Qur’an

    diturunkan dengan tujuan:

    (a) Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala

    bentuk syirik serta memantapkan keyakinan tentang keesaan

    yang sempurna bagi Tuhan seru sekalian alam, keyakinan

    yang tidak semata-mata sebagai suatu konsep teologis, tetapi

    falsafah hidup dan kehidupan umat manusia.

    (b) Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab yakni

    bahwa umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya

    dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah dan

    pelaksanaan tugas kekhalifahan.

    (c) Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar

    suku atau bangsa, tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan

    kehidupan dunia dan akhirat, natural dan supranatural,

    kesatuan ilmu, iman, dan rasio, kesatuan kebenaran, kesatuan

    kepribadian manusia, kesatuan kemerdekaan dan

    determinisme, kesatuan sosial, politik dan ekonomi, dan

  • 28

    kesemuanya berada di bawah satu keesaan, yaitu Keesaan

    Allah Swt.

    (d) Untuk mengajak manusia berpikir dan bekerja sama dalam

    bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui

    musyawarah dan mufakat yang dipimpin oleh hikmah

    kebijaksanaan.

    (e) Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual,

    kebodohan, penyakit, dan penderitaan hidup, serta pemerasan

    manusia atas manusia, dalam bidang sosial, ekonomi, politik,

    dan juga agama.

    (f) Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat

    dan kasih sayang, dengan menjadikan keadilan sosial sebagai

    landasan pokok kehidupan masyarakat manusia

    (g) Untuk memberi jalan tengah antara falsafah monopoli

    kapitalisme dengan falsafah kolektif komunisme, menciptakan

    ummatan wasathan yang menyeru kepada kebaikan dan

    mencegah kemunkaran.

    (h) Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna

    menciptakan satu peradaban yang sejalan dengan jati diri

    manusia, dengan panduan dan paduan Nur Ilahi.

    Keutamaan Alqur’an meliputi banyak hal, yang mengatur dan

    menuntun manusia dalam menjalankan setiap lini kehidupannya,

    baik yang bersifat hablum minallah, hablum minannas, hablum

  • 29

    minal ‘alam. Kitab Al-qur’an dengan segala keutamaannya tadi

    merupakan salah satu warisan dari Rasulullah Saw sebagai

    pedoman/petunjuk hidup bagi umatnya agar senantiasa bahagia

    baik di dunia maupun di akhirat, baik secara fisik maupun psikis

    dan terhindar dari kesesatan/kesengsaraan.

    Ibadah yang sejatinya telah diperintahkan oleh Allah untuk

    dilakukan oleh manusia baik itu memiliki tingkatan hukum wajib atau

    sunnah, melibatkan diri sendiri dan harus atau tanpa orang lain,

    menyangkut dunia dan/ akhirat, dalam waktu yang terikat atau secara

    bebas dalam setiap detail pelaksanaanya telah tersusun berbagai manfaat

    bagi kehidupan sang hamba atau individu pelaku. Manfaat yang timbul

    ada yang bisa bersifat langsung ada pula yang tidak atau bisa keduanya.

    Namun yang paling penting adalah bahwa setiap ibadah yang dilakukan

    secara otomatis akan memiliki implikasi pada aspek kejiwaan seseorang,

    baik itu dalam waktu yang singkat atau masih butuh proses, dalam arti

    masih harus ada tahapan-tahapan lagi untuk menyentuh

    kejiwannya/membentuk pribadi yang matang/luhur.

    3. Agama pada remaja

    a) Remaja

    Remaja atau adolescence berasal dari kata Latin adolescere (kata

    bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh”

    atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 1996:206). Menurut Hurlock

    (1996) pula, istilah adolescence, seperti saat ini mempunyai arti yang

  • 30

    lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.

    Remaja adalah mereka yang sedang tumbuh, tumbuh menjadi dewasa

    baik secara mental, emosional, sosial, maupun fisik yang diperoleh dan

    terus diasah tingkat kedewasaannya melalui berbagai relitas kehidupan

    yang mesti dihadapi baik berupa suka maupun duka. Pada masa ini

    remaja juga mulai mengembangkan minat-minatnya, diantaranya yaitu

    minat pada rekreasi, sosial, pribadi, dan agama. Remaja kini menaruh

    minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting

    dalam kehidupan.

    b) Perkembangan agama pada remaja

    Pada masa remaja banyak yang mulai meragukan konsep dan

    keyakinan akan religiusnya pada masa kanak-kanak. Menurut Wagner

    (dalam Hurlock, 1996:222) banyak remaja menyelidiki agama sebagai

    suatu sumber dari rangsangan emosional dan intelektual. Para pemuda

    ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak

    ingin menerimanya secara begitu saja. Mereka meragukan agama

    bukan karena ingin menjadi agnostik atau atheis, melainkan karena

    mereka ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna-

    berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan

    keputusan-keputusan mereka sendiri.

    Sejatinya remaja memiliki kecenderungan yang positif terhadap

    agama, dan memang perkembangan agama ini turut pula dipengaruhi

    dengan adanya perkembangan rohani dan jasmaninya, maka tidaklah

  • 31

    salah bahwa seiring dengan perkembangan rohani dan jasmaninya,

    seseorang juga dibekali dengan berbagai aktivitas keagamaan yang

    mewujud dalam berbagia bentuk ibadah. Agama sendiri memiliki

    peran penting dalam membina moral dan/ kepribadian setiap

    pemeluknya, dengan agama nilai-nilai moral yang muncul darinya

    akan menjadi lebih terjaga,bersifat tetap dan tidak berubah.

    Masa remaja merupakan salah satu tahapan yang memang harus dialami

    untuk mencapai masa dewasa, dalam masa remaja pun juga berlangsung

    berbagai kondisi yang memungkinkan para remaja itu sendiri mengalami masa

    transisi, masa the best of time and the worst of time. Remaja adalah mereka

    yang sedang tumbuh baik secara fisik maupun non fisik dalam hal ke drinya

    sendiri pun kepada orang lain, lingkungan, serta didapati bahwa

    kecenderungan pada agamanya yang semakin tumbuh/ada. Dari sini juga

    mulai dipahami bahwa agama dengan berbagai varian ibadahnya memiliki

    peran yang penting bagi remaja untuk mengawal para remaja menuju

    kedewasannya. Diharapkan dengan semakin intens seseorang melakukan suatu

    ibadah semakin besar pula manfaat yang diperoleh, terlebih pada aspek

    kejiwaannya sehingga semakin nyata terlihat dalam kehidupan sehari-harinya.

    Dari hal ini, yang dimaksud dengan intensitas melaksanakan ibadah

    adalah tingkat keseringan/frekuensi yang juga mencakup kualitas dan

    dorongan seseorang untuk melaksankan ibadah, lebih khusus ibadah yang

    dimaksud adalah shalat fardlu, puasa senin-kamis, shadaqah, dan qira’atul

    qur’an.

  • 32

    E. Kematangan kepribadian

    1. Pengertian kepribadian

    Kepribadian merupakan salah satu kajian di bidang psikologis yang

    mengupas tentang human behavior (perilaku manusia). Kepribadian

    sendiri dalam bahasa Inggris disebut personality. Dalam bahasa Latin

    dikenal kata pesona yang berarti topeng, dan personare (to sound through)

    yang berarti suara tembus (Hartati, dkk, 2005:117). Pada zaman Yunani

    kuno istilah-istilah tadi erat kaitannya dengan sebuah drama dengan tujuan

    awal untuk menyembunyikan identitas pribadinya agar lebih leluasa dalam

    memerankan sosok lain. Keadaan ini terus berlangsung hingga datang

    akhir masa keemasan Roma, yang menetapkan istilah personality menjadi

    “sesuatu yang dianggap sebagai konstitusi manusia yang dijadikan”.

    Dalam perkembangannya, istilah kepribadian memiliki beragam sebutan.

    Sebagian psikolog ada yang menyebutnya a) personality (kepribadian)

    sendiri, b) character (watak atau perangai), c) type (tipe). Istilah-istilah

    lain yang dikenal dalam kepribadian adalah a) mentality (mental), b)

    individuality (sifat khas seseorang), c) identy (sifat kedirian).

    Definisi kepribadian menurut Gordon W. Allport (dalam Yusuf &

    Juntika, 2008:4) adalah the dynamic organization within the individual of

    those psychophysical system that deternime his unique adjustment to his

    enveronment (kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari

  • 33

    sistem psikofisis dalam individu yang menentukan caranya yang

    khas/keunikan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan).

    Kalau definisi tersebut dianalisis, maka kepribadian menurut

    Ahmadi dan Sholeh (2005: 156-157). adalah:

    a) Merupakan suatu organisasi dinamis yaitu suatu kebulatan kebutuhan,

    organisasi atau sistem yang mengikat dan mengaitkan berbagai macam

    aspek atau komponen kepribadian.

    b) Organisasi itu terdiri atas sistem-sistem psychophysical atau jiwa raga.

    Term ini menunjukkan bahwa kepribadian itu tidak hanya terdiri atas

    mental, rohani, jiwa atau hanya jasmani saja tetapi organisasi itu

    mencakup semua kegiatan badan dan mental yang menyatu kedalam

    kesatuan pribadi yang berbeda dalam individu.

    c) Organisasi itu menentukan penyesuaian dirinya, artinya menunjukkan

    bahwa kepribadian dibentuk oleh kecenderungan yang berperan secara

    aktif dalam menentukan tingkah laku individu yang berhubungan

    dengan dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat. Kepribadian adalah

    suatu yang terletak dibelakang perbuatan khas yang berbeda dalam

    individu.

    d) Penyesuaian diri dalam hubungan dengan lingkungan itu bersifat unik,

    khas atau khusus yakni mempunyai ciri-ciri tersendiri dan tidak ada

    yang menyamainya. Tiap penyesuaian kepribadian tidak ada dua yang

    sama dan karena itu berbeda dengan penyesuaian kepribadian yang

    lain walaupun seandainya dua kepribadian anak kembar berasal dari

  • 34

    satu telur. Tiap-tiap kepribadian terarah pada diri sendiri, lingkungan

    masyarakat ataupun keduanya.

    Menurut Witherington (dalam Jalaluddin, 2000:151)

    menyimpulkan bahwa kepribadian mempunyai ciri sebagai berikut:

    a) Manusia karena keturunannya mula sekali hanya merupakan individu

    dan kemudian barulah merupakan suatu pribadi karena pengaruh

    belajar dan lingkungan sosialnya.

    b) Kepribadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang

    secara terintegrasikan dan bukan hanya beberapa aspek saja dari

    keseluruhan itu.

    c) Kata kepribadian menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada

    pikiran orang lain dan isi pikiran itu ditentukan oleh nilai perangsang

    sosial seseorang.

    d) Kepribadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat statis, seperti

    bentuk badan atau ras tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan

    dari tingkah laku seseorang.

    e) Kepribadian tidak berkembang secara pasif saja, setiap orang

    mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri

    kepada lingkungan sosial.

    Dari uraian diatas dapat diperoleh pengertian kepribadian sebagai

    berikut:

  • 35

    a) Bahwa kepribadian adalah organisasi yang dinamis, artinya suatu

    organisasi yang terdiri dari sejumlah aspek/unsur yang terus tumbuh

    dan berkembang sepanjang hidup manusia.

    b) Aspek-aspek tersebut adalah mengenai psikofisik (jasmani dan rohani)

    antara lain sifat-sifat, kebiasaan, sikap, tingkah laku, bentuk-bentuk

    tubuh, ukuran, warna kulit, dan sebagainya.

    c) Semua aspek kepribadian, baik sifat-sifat maupun kebiasaan, sikap,

    tingkah laku, bentuk tubuh, dan sebagainya merupakan suatu sistem

    (totalitas) dalam menentukan cara yang khas dalam mengadakan

    penyesuaian diri terhadap lingkungan (Ahmadi dan Sholeh, 2005: 157-

    158).

    Kepribadian adalah ciri khas individu yang membedakan dirinya

    dengan yang lain, meliputi aspek jasmani dan rohani (psikofisik), terus

    tumbuh dan berkembang seiring dengan berbagai hal yang terjadi dalam

    kehidupannya menyangkut diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan Tuhan.

    2. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian

    Kepribadian tidak begitu saja terbentuk, tapi juga melalui proses

    tahapan yang yang akhirnya membentuk suatu tingkah laku. Faktor-faktor

    yang membentuk kepribadian dibahas didalam tiga aliran, yaitu

    empirisme, nativisme dan konvergensi. Setiap aliran memiliki pendapat

    yang berbeda tentang hakikat manusia.

    a) Aliran Empirisme

  • 36

    Aliran empirisme disebut juga aliran environmetalisme yaitu suatu

    aliran yang menitik beratkan pandangannya pada peranan lingkungn

    sebagai penyebab timbulnya suatu tingkah laku (J.P. Chaplin dalam

    Hartati dkk, 2005:171-172). Setiap manusia lahir dalam keadaan

    bersih/netral dari pengaruh/bawaan apaun, seperti kertas putih (tabula

    rasa) yang dapat ditulisi apa saja yang dikehendaki.

    Menurut Mahmud (dalam Hartati dkk, 2005:172) lingkungan yang

    mempengaruhi kepribadian terdiri atas lima aspek yaitu geografis,

    historis, sosiologis, kultural, dan psikologis. masing-masing

    lingkungan memiliki porsi yang berbeda-beda dalam pengaruhnya

    pada kepribadian. Bisa jadi seseorang ditentukan oleh faktor

    lingkungan tertentu dan mengabaikan/memperkecil faktor lingkungan

    yang lain. Jika faktor lingkungan tadi bisa berfungsi dengan baik, maka

    kepribadiannya akan menjadi lebih baik dan lebih dewasa.

    b) Aliran Nativisme

    Menurut J.P. Chaplin (dalam Hartati dkk, 2005:174) aliran

    nativisme adalah aliran yang menitik beratkan pandangannya pada

    peranan sifat bawaan, keturunan dan kebakaan sebagai penentu tingkah

    laku seseorang. Persepsi tentang ruang dan waktu tergantung pada

    faktor-faktor alamiah atau pembawaan dari lahir. Kapasitas intelektual

    itu diwarisi sejak lahir.

    Menurut aliran ini, hereditas menjadi penentu kepribadian, setiap

    individu baru yang lahir amat dipengaruhi oleh keadaan orang tuanya,

  • 37

    karena baik fisik maupun psikis pada diri anak terdapat kesamaan

    denga orang tuanya. Manshur Ali Rajab menyebutkan bahwa ada 5 hal

    yang dapat diwariskan orang tua kepada anaknya yaitu pewarisan yang

    bersifat jasmaniah (seperti bentuk tubuh,warna kulit), pewarisan yang

    berbentuk intelektual (kecerdasan/kebodohan), pewarisan yang

    berbentuk tingkah laku (seperti terpuji/tercela), pewarisan yang

    berbentuk alamiah (bersifat internal), pewarisan yang berbentuk

    sosiologis (bersifat eksternal).

    c) Aliran Konvergensi

    Aliran konvergensi adalah aliran yang menggabungkan kedua

    aliran diatas yaitu aliran empirisme dan nativisme. Konvergensi adalah

    interaksi antara faktor hereditas dan faktor lingkungan dalam proses

    pemunculan tingkah laku. Menurut aliran ini hereditas tidak akan

    berkembang dengan wajar apabila tidak diberi rangsangan dari faktor

    lingkungan. Sebaliknya rangsangan lingkungan tidak akan membina

    kepribadian yang ideal tanpa didasari oleh faktor hereditas (Hartati

    dkk, 2004:178). Jadi kepribadian seseorang itu akan dikatakan baik

    apabila kedua faktor tersebut saling berkesinambungan.

    Dilihat dari ketiga aliran tadi maka kepribadian dibentuk oleh banyak

    faktor yang saling berpengaruh yang kemudian tumbuh salah satu

    diantaranya menjadi faktor yang paling dominan/memiliki porsi yang

    paling banyak diantara yang lainnya. Maka mengusahakan adanya

    pendidikan/pembentukan kepribadian menjadi baik menjadi tanggung

  • 38

    jawab bersama dari berbagai pihak yang bersentuhan dengan kehidupan

    remaja itu sendiri. Mulai dari orang tua sebagai pengendali utama, tempat

    diwariskannya gen/faktor hereditas, lingkungan luar baik teman, sekolah

    dan masyarakat. Semua memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

    remaja menjadi pribadi yang baik dan matang.

    3. Perkembangan kepribadian

    Perkembangan kepribadian pada setiap individu memiliki banyak

    ragam yang dipengaruhu/dibentuk oleh pengalaman masa lalu, seperti

    masa kanak-kanak dan/ masa-masa penting lainnya yang kenudian

    berpengaruh pada masa dewasanya. Menurut para tokoh, perkembangan

    kepribadian memiliki banyak versi, diantaranya:

    a) Menurut Erikson,

    Menurut Erikson (Makmun, 2009:118-119) perkembangan kepribadian

    seseorang meliputi:

    (1) masa bayi (infancy), pada masa ini penjaminan kualitas kehidupan

    seperti cinta kasih, sentuhan, makanan, bahkan penanaman dasar

    dan rasa kepercayaan (trust) menjadi hal fundamental untuk taraf

    perkembangan selanjutnya.

    (2) masa kanak-kanak awal (early childhood), pemberian kesempatan

    untuk mengembangkan self-control, self esteem, kemandirian

    yang masih diwarnai oleh sikap malu-malu dan ragu-ragu oleh

    anak.

  • 39

    (3) masa kanak-kanak (childhood), masa untuk memberikan

    kesempatan bagi si anak berprakarsa, menumbuhkan inisiatif

    menghindarkannya dari perasaan serba salah dan berdosa (guilty).

    (4) masa anak sekolah (school age), penanaman rasa percaya diri dan

    kecakapan dalam menyelesaikan sesuatu dengan baik dan

    sempurna. Jika tidak maka akan tumbuh perasaan rendah diri

    (inferiority).

    (5) masa remaja (adolescence), masa strum and drang (angin dan

    topan) untuk menemukan kesejatian/identitas diri. Melindunginya

    dari kebingungan dan kekacauan (confusion).

    (6) masa dewasa muda (young adulthood), telah terbentuknya identias

    diri membawanya untuk turut ambil bagian dalam membina

    kehidupan bersama sehingga ia tidak merasa terasing (isolaton).

    (7) masa dewasa (adulthood), kesempatan hidup secara kreatif,

    produktif, bersemangat, aktif merasakan kegairahan hidup

    (generativity), tidak lantas merasa cukup puas saja dengan

    keadaan.

    (8) masa hari tua (old age), masa mendapat tempat dan penghargaan

    yang layak di tengah masyarakat sebagai bagian dari masyarakat

    (integrity) itu sendiri, bukan dianggap sepi dan kurang berharga

    dalam masyarakat

    b) Menurut Jung

  • 40

    Jung berpendapat bahwa kepribadian itu mempunyai

    kecenderungan untuk berkembang ke arah suatu kebulatan yang stabil.

    Perkembangan kepribadian ini adalah pembeberan kebulatan asli

    (realisasi atau penemuan diri) yang seula tidak punya diferensiasi dan

    tujuan (Yusuf LN & Nurihsan, 2008:92).

    Agar perkembangan kepribadian ini dapat tercapai denga baik

    maka dibutuhkan keterlibatan berbagai aspek kepribadian itu sendiri,

    dalam arti sistem atau aspek kepribadian itu telah mengalami

    diferensiasi dan perkembangan sepenuhnya (proses

    pembentukan/penemuan diri).

    Jung membagi perkembangan kepribadian ini dalam beberapa

    tahapan (Yusuf LN & Nurihsan, 2008:92) yaitu:

    (1) Tahap pertama

    Pada tahap ini terjadi penyadaran fungsi pokok dan sikap jiwa yang

    berada dalam ketidak sadaran untuk mengurangi ketegangan batin

    dan peningkatan penyesuaian diri.

    (2) Tahap kedua

    Membuat sadar imago untuk melihat kelemahan-kelemahan diri

    sendiri kemudian diproyeksikan/dicarikan solusi.

    (3) Tahap ketiga

    Menyadari bahwa dalam hidup ada tegangan/perlawanan baik

    secara rohani maupun jasmani yang mendidik ketabahan dan

    kebijaksanaan untuk mengatasinya.

  • 41

    (4) Tahap keempat

    Gambaran manusia yang mampu mengkoordinasikan seluruh aspek

    kepribadian menjadi manusia yang integral atau manusia

    “sempurna”.

    c) Menurut Allport

    Allport menegaskan bahwa “apabila bayi menerima keamanan dan

    kasih sayang yang cukup, pertumbuhan psikologis yang positif akan

    terjadi sepanjang tingkat munculnya diri” (Schultz, 1991:29). Berkat

    kasih sayang orang tua anak akan lebih mudah dalam membentuk

    identitas diri dan hampir dipastikan darinya akan muncul seorang

    dewasa yang sehat dan matang.

    Allport menyadari bahwa setiap individu yang lahir mengalami

    perubahan-perubahan yang penting (Suryabrata, 1990:257-258), yaitu

    (1) Kanak-kanak

    Pada waktu lahir anak belum memiliki/terbentuk kepribadiannya,

    namun telah dikaruniai potensi-potensi baik fisik maupun

    temperament, yang aktualisasinya tergantung perkembangan dan

    kematangan. Dalam pertumbuhannya anak akan menunjukkan

    diferensiasi melalui perbedaan-perbedaan kualitas seperti ekspresi

    yang mengarah pada penunjukkan sifat-sifat yang khas.

  • 42

    (2) Transformasi kanak-kanak

    Manusia adalah organisme yang egonya selalu berkembang,

    struktur sifat-sifatnya meluas menuju masa depan sehingga

    otonomi fungsionalnya sangat berperan dalam mendorong dan

    memberi arah tingkah laku.

    (3) Orang dewasa

    Faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifat-sifat (traits)

    yang terorganisasi dan selaras sampai batas-batas tertentu

    berfungsiya sifat-sifat itu disadari dan rasional. Orang dewasa biasa

    melakukan sesuatu yang ia mengerti tujuan-tujuannya yang

    mengarah ke masa depan.

    4. Kematangan kepribadian

    a) Pengertian

    (1) Gordon W. Allport

    Gordon W. Allport sebagaimana dikutip Ahmadi dan

    Sholeh (2005:156) mengemukakan bahwa kepribadian adalah the

    dynamic organization within the individual of those psychophysical

    system that deternime his unique adjustment to his enveronment

    (kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem

    psikofisis dalam individu yang menentukan keunikan penyesuaian

    diri terhadap lingkungan).

    Kematangan kepribadian adalah keadaan individu dalam

    perkembangan sepenuhnya yang ditandai oleh kemampuan aktual

  • 43

    dalam membuat pertimbangan secara dewasa yang dinamis dari

    sistem psikofisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan

    pemikiran indvidu secara khas melalui proses pembelajaran atau

    melalui pengalaman-pengalaman, penghargaan (reward),hukuman

    ( punishment), pendidikan dan sebagainya.

    (2) Dalam Pandangan Islam

    Dalam studi islam kepribadian lebih dikenal dengan nama

    syakhshiyah. Kata ini berakar dari syakhsun yang berarti pribadi

    (Yusuf LN & Nurihsan, 2008:212). Muhammad Iqbal (1873-1938)

    berpendapat bahwa setiap manusia merupakan suatu pribadi atau

    suatu ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah dia menjadi pribadi

    yang utama. Dia yang dekat kepada Tuhanlah yang utama (Hartati

    dkk, 2005:108). Tujuan dari seluruh kehidupan adalah untuk

    membentuk manusia yang mulia (insan kamil), karena itu setiap

    pribadi hendaknya berusaha untuk mencapainya.

    Menurut Al Ghazali (Sopiatin & Sahrani, 2011:132),

    kepribadian terbagi kedalam empat struktur, yaitu: kalbu, ruh, nafs,

    dan akal. Ada juga yang menambahkan basyiroh, jasad, hawa nafs.

    Secara umum menurut Sopiatin & Sahrani (2011:132), kepribadian

    terbagi kedalam tiga struktur, yaitu pertama, qalb (struktur

    terdalam pada diri manusia yang dikendalikan oleh ruh, wahyu,

    dan ilham). Kedua, jism (struktur terluar pada manusia yang

    dikendalikan oleh fisik/badan, hawa nafsu dan nafsu syahwat).

  • 44

    Ketiga, nafs (unsur yang menjadi perpaduan qalb dan jism yang

    dikendalikan oleh rasio qalbani dan rasio nafsani, qalb, panca

    indera dan seluruh anggota tubuh).

    Kepribadian dalam islam mencakup materi jasmani dan

    ruhani dalam proses menuju dewasanya. Setiap insane diarahkan

    untuk menjadi manusia yang mulia/berkepribadian baik dengan

    mendayagunakan/memfungsikan badan, hati, dan jiwa secara

    maksimal yaitu dengan jalan mentaati perintah Allah dan ajaran

    Rasulullah Saw. Mengingat dalam islam manusia dipandang

    sebagai abdun, makhluk yang dikenai kewajiban untuk

    beribadah/malakukan penghambaan. Dengan melakukan

    penghambaan itulah manusia sebenarnya semakin menuju

    kesejatian akan hakikat diri dan tujuan hidupnya.

    b) Ciri Kematangan Kepribadian

    (1) Menurut Allport

    Menurut Allport kematangan kepribadian mempunyai ciri

    (Sundari HS, 2005:25):

    (a) Memiliki perluasan wawasan diri (extention of self)) yang

    meliputi proyeksi kedepan yang berupa perencanaan serta cita-

    cita (harapan) untuk kehidupan yang lebih baik masa depan serta

    mengambil bagian dalam setiap aktivitas/pekerjaan yang

    ditekuninya

  • 45

    (b) Memiliki persepsi yang ojektif (self objectification) iyang

    meliputi dua komponen yakni insight dan humor. Insight adalah

    kecakapan individu untuk memahami dirinya sendiri. Humor

    ialah kecakapan untuk memperoleh kenyamanan diri dalam

    mempertahankan hubungan dengan orang lain.

    (c) Menyatunya filsafat hidup dalam kehidupan sehari-hari

    (unifiying philosophy of life). Individu yang matang mendasarkan

    setiap aktivitasnya pada filsafat hidup yang memberikan arti dan

    tujuan pada kehidupannya.

    Mengenai karakteristik kepribadian yang sehat (matang),

    Hurlock (dalam Yusuf dan Nurihsan, 2007:12-14) mengemukakan

    beberapa kriteria yaitu:

    (a) Mampu menilai diri secara realistis, apa adanya, baik

    menyangkut kelebihan maupun kelemahan dirinya.

    (b) Mampu menilai situasi secara realistik. Mau menerima

    kondisi/situasi kehidupan secara wajar dan tidak memandang

    kenyataan yang ada harus sempurna.

    (c) Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik. Prestasi

    yang diperoleh tidak membuatnya mengalami “superiority

    complex” atau keangkuhan tapi diekspresikan secara rasional.

    Dan ketika mendapat kegagalan tidak lantas frustasi tetapi tetap

    bersikap optimis.

  • 46

    (d) Menerima tanggung jawab. Memiliki keyakinan bahwa ia

    mampu mengatasi masalah-masalah yang dialaminya.

    (e) Kemandirian (autonomy). Memiliki sifat mandiri dalam berpikir

    dan bertindak, berani mengambil keputusan, mengarahkan dan

    mengembangkan diri sesuai norma yang berlaku.

    (f) Dapat mengontrrol emosi. Menghadapi segala situasi dengan

    positif/konstruktif bukan negatif/destruktif.

    (g) Berorientasi tujuan. Merumuskan tujuan secara rasional (matang)

    bukan paksaan dari luar. Dan mencapainya dengan cara

    mengembangkan wawasan/pengetahuan dan ketrampilan.

    (h) Berorientasi keluar. Memiliki respek, empati kepada orang lain

    dan fleksibel dalam berpikir. Menjadi pribadi yang ekstrovet

    bukan introvert.

    (i) Penerimaan sosial. Memiliki nilai positif dimata orang lain, aktif

    dalam kegiatan social dan bersahabat dengan siapapun.

    (j) Memiliki filsafat hidup. Mengarahkan hidup berdasarkan

    keyakinan agama yang dianut.

    (k) Berbahagia. Kebahagiaan ini didukung oleh factor-faktor

    achievement (pencapaian prestasi), acceptance (penerimaan dari

    orang lain), affection (perasaan dicintai atau disayangi orang

    lain).

    Adapun kepribadian yang tidak sehat (matang) ditandai

    dengan beberapa hal berikut:

  • 47

    (a) Mudah marah (tersinggung).

    (b) Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan.

    (c) Sering merasa tertekan (stress atau depresi).

    (d) Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang

    usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan).

    (e) Ketidakmampuan untuk menghidar dari perilaku menyimpang

    meskipun sudah diperingati atau dihukum.

    (f) Mempunyai kebiasaan berbohong.

    (g) Hiperaktif.

    (h) Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas.

    (i) Senang mengkritik/mencemooh orang lain.

    (j) Sulit tidur.

    (k) Kurang memiliki rasa tanggung jawab.

    (l) Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan

    bersifat organis).

    (m) Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama.

    (n) Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan.

    (o) Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalankan

    kehidupan.

    (2) Dalam Islam

    Dalam islam kepribadan merupakan kumpulan interaksi

    antara hati, akal, dan nafsu. Ketiganya berdiri sendiri-sendiri.

    Prinsip kerja ketiganya adalah kecenderungan pada fitrah asal

  • 48

    manusia, yaitu kerinduan akan kehadiran Tuhan (hanifiyah) dan

    kesucian jiwa. Islam mengenal tiga jenis kepribadian, yaitu:

    kepribadin ammarah (nafs al-ammarah), kepribadian lawwamah

    (nafs al-lawwamah), kepribadian muthmainnah (nafs al-

    muthmainnah). Adapun kepribadian yang dikategorikan sebagai

    kepribadian dewasa adalah kepribadian muthmainnah.

    Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang telah

    diberi kesempurnaan nur qalbu, sehingga dapat meninggalkan

    sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Menurut Abd

    Al-razzaq Al-kalasyaniy, kepribadian ini selalu berorientasi ke

    komponen qalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan

    segala kekotoran, sehingga dirinya menjadi tenang (Hartati,

    2005:169). Apa yang dapat memperkuat pribadi maka hal itu

    adalah baik sifatnya, sedang apa yang dapat melemahkan pribadi

    adalah buruk sifatnya. Menurut Iqbal (Hartati, 2005:109-110) hal-

    hal yang dapat memperkuat pribadi adalah

    (g) Cinta kasih, cinta dalam arti ini mengaitkan manusia sebagai

    makhluk kepada penciptanya, dan manusia dengan segala

    dayanya mewujudkan maksud penciptaan manusia di bumi ini.

    Ia menjadi bersemangat, berani, kreatif, orisinil, dan mandiri.

    (h) Toleransi, rasa tenggang-menenggang

  • 49

    Faqr, yang artinya sikap tidak mngharapkan imbalan dan

    ganjaran-ganjaran yang akan diberikan dunia, sebab bercita-

    citakan yang lebih agung.

    F. Hubungan antara melaksanakan ibadah dengan kematangan

    kepribadian pada remaja

    Dalam kepribadian manusia sebenarnya telah diatur semacam sistem kerja

    untuk menyelaraskan tingkah laku manusia agar tercapai ketentraman dalam

    hatinya (Jalaluddin, 2000:166). Sistem kerja tersebut dalam Islam meliputi

    tiga subtansi yaitu jasmani, ruhani, dan nafsani. Nafs sendiri memiliki potensi

    yang meliputi potensi hati, akal, dan nafsu. Keseluruhannya mengajak

    manusia itu sendiri untuk selalu kembali kepada Allah, Tuhan yang

    menciptakan atau kembali pada fitrahnya.

    Di usia remaja, masa kegoncangan adalah masa yang tak dapat dielakkan

    untuk dihadapi. Dari masa goncang inilah sebenarnya remaja belajar untuk

    menjadi pribadi yang dewasa (matang). Sedang imbas dari kematangan itu

    yang paling mudah adalah munculnya keluasan individu dalam berpikir

    tentang dirinya, lingkungannya, kehidupannya, dan orang lain yang ada di

    sekitarnya. Kebijaksanaan akan semakin terlihat, toleransi, penerimaan

    pribadi, kepedulian sosial, dan pandangan yang jauh kedepan.

    Untuk mendapati seluruh ketenangan dan kematangan pribadi tadi

    sebenarnya tidaklah jauh dari nilai-nilai agama itu sendiri, melaui ibadah-

    ibadah yang dilaksanakan akan diperoleh berbagai manfaat yang berguna

    untuk mendidik kejiwaanyya, mengasah ketajaman berpikir dan perasaannya.

  • 50

    Manusia dapat dikatakan matang kepribadiannya apabila sudah bisa

    menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, bisa mendekatkan diri kepada

    sesama dan kepada sang penciptanya. Jadi setiap orang yang sudah bisa

    melakukan keduanya tadi, bisa dikatakan matang dalam kepribadiannya.

    Mereka yang hidup dalam lingkungan yang biasa dan/dibiasakan dengan

    ketaatan beragama/beribadah dan selalu berhubungan dengan benda-benda

    keagamaan serta berhubungan dengan orang-orang yang taat dalam beragama,

    maka bagaimanapun akan memberikan pengaruh dalam membentuk

    kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang asing dengan lingkungan yang

    kurang dalam hal ketaatan beragama/beribadah akan cenderung mengalami

    kesulitan dalam menemukan kepribadinnya.

    Ibadah memang turut mengambil yang tidak sedikit dalam tumbuh

    kembang pribadi seseorang. Mengenai manfaat/efek dari pelaksanaan ibadah

    dan kaitannya terhadap kondisi jiwa atau kepribadian seseorang dapat pula

    disimak dalam beberapa penelitian yang penulis sajikan, yaitu pertama,

    penelitian Setyono (2013:124) yang menemukan bahwa Ada pengaruh yang

    signifikan antara keaktifan berorganisasi dan kerajinan beribadah terhadap

    kematangan kepribadian mahasiswa PAI semester VI Sekolah Tinggi Agama

    Islam Negeri (STAIN) Salatiga Tahun 2012. Hasil hitung yang ditunjukkan

    yaitu r hitung lebih besar dari r tabel atau 0,857 > 0,408.

    Kedua, penelitian Aufi T (2012:117) yang menemukan bahwa ada

    hubungan positif antara intensitas melaksanakan ibadah dengan tingkat

    perilaku menyimpang berjudul siswa SMK PGRI 2 Salatiga Tahun Pelajaran

  • 51

    2011/2012. Hasil hitung menunjukkan r hitung lebih besar dari r tabel atau

    0,462 > 0,194. Hal ini menegaskan semakin intens seseorang melaksanakan

    shalat fardlu, maka semakin ia terhindar dari perilaku menyimpang.

    Hipotesis secara etimologis berasal dari kata hypo yang berarti kurang dari

    dan thesa yang berarti pendapat atau teori. Dengan demikian hipotesis dapat

    diartikan sebagai teori yang kurang sempurna, kesimpulan yang belum final

    karena belum diuji atau belum dibuktikan kebenarannya, dugaan sementara

    pemecahan masalah, yang setelah diuji mungkin benar atau mungkin salah.

    Penentu dari teori sementara ke teori sebenarnya berdasar hasil penelitian

    (Sukandarrumidi, 2004:122).

    Adapun hipotesis dari penelitian ini ialah ada hubungan positif antara

    intensitas melaksanakan ibadah dengan kematangan kepribadian pada siswa

    SMKN 3 Salatiga tahun pelajaran 2013/2014.

  • 52

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Tujuan Penelitian

    Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

    yang positif dan konstruktif dalam dunia pendidikan terlebih dalam hal

    peningkatan kegiatan ibadah/keagamannya. Adapun tujuan penelitian adalah:

    1. Untuk mengetahui intensitas siswa SMKN 3 Salatiga dalam melaksanakan

    ibadah di Tahun 2013/2014.

    2. Untuk mengetahui tingkat kematangan kepribadian siswa SMKN 3 Salatiga

    Tahun 2013/2014.

    3. Untuk mengetahui hubungan antara intensitas melaksanakan ibadah dengan

    kematangan kepribadian siswa SMKN 3 Salatiga Tahun 2013/2014.

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    Tempat penelitian berada di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3

    Salatiga di kelurahan Kalibening, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Alasan

    pemilihan tempat penelitian ini adalah untuk menindak lanjuti pengalaman

    yang pernah didapat peneliti ketika PPL dan lokasinya yang mudah dijangkau.

    Waktu penelitian adalah mulai tanggal 17 Mei 2014 hingga selesai.

    C. Variabel Penelitian

    Variabel merupakan pusat perhatian dalam penelitian kuantitatif, variabel

    merupakan konsep yang memiliki variasi atau memiliki lebih dari satu nilai.

    Adapun variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi:

  • 53

    1. Variabel bebas (independent variable), yaitu variabel yang mempengaruhi

    variabel lain atau menhasilkan akibat pada variabel lain. Variabel ini

    disimbolkan dengan “x”. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas

    yaitu intensitas melaksanakan ibadah.

    2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu variabel yang diakibatkan atau

    dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel ini disimbolkan dengan “y”.

    Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat yaitu kematangan

    kepribadian.

    D. Operasionalisasi Variabel

    1. Intensitas melaksanakan ibadah yang dimaksud disini adalah ibadah

    sendiri merupakan segala sesuatu baik itu ucapan atau tindakan yang

    diorientasikan pada Allah Swt. Sedang intensitas adalah keadaan,

    tingkatan, dan ukuran intensnya. Maka, Intensitas melaksankan ibadah

    yang dimaksud adalah tingkatan frekuensi dan segala sesuatunya

    sebagaimana disebutkan (kuat-lemah/tinggi-rendah) siswa SMKN 3

    Salatiga dalam melaksanakan ibadah shalat fardlu, puasa sunnah senin-

    kamis, shadaqah, dan qira’atul qur’an. Adapun indikator intensitas

    melaksanakan ibadah yaitu:

    a) Motivasi dalam melaksanakan ibadah

    b) Kemampuan penggunaan waktu untuk melaksanakan ibadah

    c) Frekuensi dalam melaksanakan ibadah

    d) Kuatnya keinginan/cita-cita/target yang ingin dicapai dengan

    aktivitas ibadah yang dilakukan

  • 54

    e) Terbentuknya tindakan positif atas kegiatan ibadah yang

    dilaksanakan

    f) Merasakan ketertarikan dengan kegiatan ibadah yang dilaksanakan

    2. Kematangan kepribadian yang dimaksud disini adalah individu yang

    memiliki sistem psikofisik yang apik, dinamis dalam mengembangkan

    wawasan mengenai dirinya sendiri, orang lain, lingkungan dan

    hubungannya dengan Tuhan. Adapun indikator kepribadian yang

    sehat/matang menurut E.B. Hurlock (dalam