HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN...
Transcript of HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN...
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN SELF-EFFICACY
DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA
MATERI SISTEM KOLOID
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Kimia
Oleh:
RIZQA FADHILA APRIANTI
NIM: 11150162000046
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Rizqa Fadhila Aprianti (NIM: 11150162000046). Hubungan Adversity Quotient
dan Self-Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi
Sistem Koloid. Skripsi. Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Di dalam kerangka kompetensi abad 21 menunjukkan bahwa individu harus
memiliki, keterampilan belajar dan berinovasi (kritis dan kreatif). Kemampuan
berpikir kreatif ternyata dipengaruhi oleh adversity quotient dan self-efficacy.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara adversity quotient dan
self-efficacy terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi sistem koloid.
Metode yang digunakan adalah metode korelasional. Sampel penelitian ini adalah
siswa kelas XII IPA 1 dan 3 SMA Daar El-Qolam yang berjumlah 72 siswa, dengan
menggunakan teknik random sampling. Instrumen yang digunakan berupa soal tes
uraian berpikir kreatif, angket adversity quotient dan angket self-efficacy. Teknik
korelasi yang digunakan adalah rank Spearman, Karl Pearson product moment, dan
korelasi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) adversity quotient
memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif.
2) self-efficacy memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap kemampuan
berpikir kreatif. 3) adversity quotient dan angket self-efficacy memiliki hubungan
positif yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif. Adversity Quotient,
Self-Efficacy, dan kemampuan berpikir kreatif siswa memiliki hubungan yang
signifikan dengan kategori rendah. Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru
dalam meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa agar memiliki adversity
quotient dan self-efficacy yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan saat
mengerjakan soal.
Kata Kunci: Adversity Quotient, Berpikir Kreatif, Self-Efficacy
v
ABSTRACT
Rizqa Fadhila Aprianti (NIM: 11150162000046). The Relationship between
Adversity Quotient and Self-Efficacy towards Students’ Creative Thinking Ability
on the Colloid System Subject. Essay. Chemistry Education. Faculty of
Education and Teacher Training. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
The 21th century framework of competence shows that individuals must possess, the
skills to learn and to innovate (critical and creative). The ability to think creatively
is influenced by adversity quotient and self-efficacy. This study aims to examine the
relationship between adversity quotient and self-efficacy towards students’ creative
thinking ability on colloidal system subject. The method used in this research is the
correlational method. The sample of this study is students of XII Science 1 and 3rd
grade of Daar El-Qolam Senior High School, in total there are 72 students,
applying a random sampling technique. The instrument used is in the form of
creative thinking description test questions, adversity quotient questionnaire and
self-efficacy questionnaire. Correlation techniques are adopted from Spearman
rank, Karl Pearson product moment and multiple correlation. The result of this
study indicates that: 1) adversity quotient has a significant positive relationship on
students’ creative thinking ability. 2) self-efficacy has a significant positive
relationship on students’ creative thinking ability. 3) adversity quotient and self-
efficacy questionnaires have a significant positive relationship on the students’
ability to think creatively. This research is expected to help teachers improve
students’ creative thinking skills, so they can increase students’ adversity quotient
and self-efficacy in solving problems when working on a test.
Keywords: Adversity Quotient, Creative Thinking, Self-Efficacy
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelasaikan skripsi dengan judul “Hubungan Adversity Quotient dan Self-
Efficacy dengan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Koloid”.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam
penyusunan skripsi ini. Dengan tulus, penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Jakarta beserta staff dan jajarannya.
2. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah.
3. Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, serta selaku Validator
instrumen yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
4. Dr. Ir. Hj Siti Suryaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan waktu, ilmu, bimbingan, motivasi, arahan, semangat, serta saran
dalam penyusunan skripsi ini hingga akhir.
5. Buchori Muslim, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
waktu, ilmu, bimbingan, perhatian, motivasi, arahan, semangat, serta saran
dalam penyusunan skripsi ini hingga akhir.
6. Nanda Sari Dewi, M.Si selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktunya
untuk menguji skripsi saya dan memberi bimbingan hingga akhir
7. Dila Fairusi, M.Si selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktunya
untuk menguji skripsi saya dan memberi bimbingan hingga akhir
vii
8. Salamah Agung, Ph.D., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan
bimbingan, waktu, serta motivasi kepada penulis selama perkuliahan
berlangsung.
9. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Kimia, yang telah mendidik, memberikan
ilmu, serta motivasi kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa di
Jurusan Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Dila Fairusi M.Si, Luki Yunita M.Pd, Rizqy Nur Sholihat, M.Pd., yang sudah
bersedia menjadi validator instrumen penelitian, dan memberikan arahan
kepada penulis.
11. Orang tua tercinta yaitu Bapak Prihanta Wijatmaka dan Ibu Rifiyanti yang
selalu memberikan doa, dukungan, semangat, motivasi, dan telah menjadi sosok
inspirasi dan kekuatan untuk selalu berjuang dan melakukan yang terbaik dalam
hal apapun.
12. Adek-adek tercinta Nadhifa Qatrunnada dan Shabrina Isytifa Rahmah yang
selalu memberikan doa, dukungan, semangat, motivasi agar dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik
13. Alusti Cundo Manik, S.Pd sebagai partner kosan setengah tahun, yang sudah
memberikan nasehat, motivasi, saran, bimbingan dan dukungan, yang tidak
berhenti berhentinya juga selalu mengingatkan, dan yang selalu mendampingi
disaat lagi posisi terburuk pun
14. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Kimia angkatan 2015, khususnya
Munirotus Sa’adah, Zaqiyatul Ningsih, Jihan Nisa Amini, Lathifa Utami,
Muthia Alvita, Rizkia Suci, Aulia Nurul, Via Fitriani, Dwi Ratna, Chairunnisa,
Dyah Fadjar, Husnul Khotimah, Dimas Ryandi, Bima Putra, Nurul Iman, yang
telah memberikan waktu, kesempatan, dan motivasi selama masa studi.
15. Teman yang setia mendampingi dan membantu saat penelitian yaitu Aprian
Handayani
16. Teman-teman bimbingan skripsi Bu Asih dan Pak Buchori, yang telah berbagi
waktu, kesabaran, dukungan, motivasi, dan semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
viii
17. Adik-adik kelas XII IPA 1, XII IPA 3 yang sudah bersedia menjadi subjek
penelitian dan membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.
18. Serta semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dan
masih memiliki kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi siswa dan guru sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan
untuk generasi mendatang. Aamiin.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, April 2020
Rizqa Fadhila Aprianti
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRACT .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGUJIAN HIPOTESIS ................................... 8
A. Deskripsi Teoritik......................................................................................... 8
1. Adversity Quotient ................................................................................... 8
2. Self-Efficacy ............................................................................................ 12
3. Berpikir Kreatif ...................................................................................... 15
4. Koloid ..................................................................................................... 19
B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................................... 27
C. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 29
D. Hipotesis Penelitian .................................................................................... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 33
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 33
1. Waktu Penelitian .................................................................................... 33
2. Tempat Penelitian ................................................................................... 33
B. Metode dan Desain Penelitian .................................................................... 33
1. Metode Penelitian ................................................................................... 33
x
2. Desain penelitian .................................................................................... 33
3. Alur Penelitian ........................................................................................ 34
C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 37
1. Populasi .................................................................................................. 37
2. Sampel .................................................................................................... 37
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 37
E. Instrumen Penelitian................................................................................... 38
1. Tes Essay Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Sistem Koloid .... 38
2. Angket Adversity Quotient ..................................................................... 39
3. Angket Self Efficacy ............................................................................... 40
F. Uji Coba Instrumen .................................................................................... 41
1. Uji Validitas............................................................................................ 41
2. Uji Realibilitas ........................................................................................ 42
G. Teknik Analisis Data .............................................................................. 42
1. Analisis Deskriptif .................................................................................. 42
2. Analisis Statistik Inferensial ................................................................... 43
H. Hipotesis Statistik ................................................................................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 48
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 48
1. Analisis Statistik Deskriptif .................................................................... 48
2. Analisis Inferensial ................................................................................. 53
B. Pembahasan ................................................................................................ 69
1. Adversity Quotient .................................................................................. 69
2. Self-Efficacy ............................................................................................ 70
3. Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................................. 70
4. Hubungan Adversity Quotient terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa .............................................................................................................. 72
5. Hubungan Self-Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. 76
6. Hubungan Adversity Quotient dan Self-Efficacy terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa ................................................................................... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 88
xi
A. Kesimpulan ................................................................................................ 88
B. Saran ........................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 89
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 98
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif ............................ 18
Tabel 2.2 Jenis Sistem Koloid ............................................................................... 22
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Tes Essay Kemampuan Berpikir Kreatif .............. 39
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Adversity Quotient .................................... 39
Tabel 3.3 Pemberian Skor Angket Adversity Quotient ......................................... 40
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Self Efficacy........................................................... 40
Tabel 3.5 Pemberian Skor Angket Self Efficacy ................................................... 40
Tabel 3.6 Hasil Uji Validasi Instrumen soal kemampuan bepikir kreatif pada
materi koloid ......................................................................................................... 41
Tabel 3.7 Kategori Kecendrungan Suatu Variabel ............................................... 43
Tabel 3.8 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi .................................................... 46
Tabel 4.1 Hasil Angket Adversity Quotient .......................................................... 48
Tabel 4.2 Klasifikasi Adversity Quotient .............................................................. 49
Tabel 4.3 Indikator Adversity Quotient ................................................................. 49
Tabel 4.4 Hasil Angket Self-Efficacy .................................................................... 50
Tabel 4.5 Klasifikasi Self-Efficacy ........................................................................ 50
Tabel 4.6 Indikator Self-Efficacy........................................................................... 51
Tabel 4.7 Hasil Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif ..................................... 51
Tabel 4.8 Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif ............................................. 52
Tabel 4.9 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................ 52
Tabel 4.10 Uji Normalitas Adversity Quotient ...................................................... 53
Tabel 4.11 Uji Normalitas masing-masing Indikator Adversity Quotient ............. 54
Tabel 4.12 Uji Normalitas Self-Efficacy ............................................................... 54
Tabel 4.13 Uji Normalitas masing-masing Indikator Self-Efficacy ...................... 55
Tabel 4.14 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kreatif ..................................... 55
Tabel 4.15 Uji Normalitas masing-masing Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif
............................................................................................................................... 56
Tabel 4.16 Uji Homogenitas pada Masing-masing Variabel ................................ 56
Tabel 4.17 Uji Homogenitas masing-masing Indikator pada masing-masing
Variabel ................................................................................................................. 57
Tabel 4.18 Uji Linearitas Adversity Quotient terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif ................................................................................................................... 58
Tabel 4.19 Uji Linearitas masing-masing Indikator Adversity Quotient terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................................................ 58
Tabel 4.20 Uji Linearitas Self-Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif .. 59
Tabel 4.21 Uji Linearitas masing-masing Indikator Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................................................ 59
xiii
Tabel 4.22 Uji Linearitas Adversity Quotient dan Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................................................ 60
Tabel 4.23 Uji Linearitas masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self-
Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Berpikir Lancar 60
Tabel 4.24 Uji Linearitas masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self-
Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Keluwesan ........ 61
Tabel 4.25 Uji Linearitas masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self-
Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Bepikir Orisinil 61
Tabel 4.26 Uji Korelasi Adversity Quotient terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif
pada Materi Sistem Koloid.................................................................................... 62
Tabel 4.27 Uji Hipotesis masing-masing Indikator Adversity Quotient terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................................................ 63
Tabel 4.28 Uji Korelasi Self-Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada
Materi Sistem Koloid ............................................................................................ 64
Tabel 4.29 Uji Hipotesis masing-masing Indikator Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................................................ 65
Tabel 4.30 Uji Korelasi Adversity Quotient dan Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Sistem Koloid ................................... 66
Tabel 4.31 Uji Hipotesis masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self-
Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Berpikir Lancar 67
Tabel 4.32 Uji Hipotesis masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self
Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Keluwesan ........ 67
Tabel 4.33 Uji Hipotesis masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self-
Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Bepikir Orisinil 68
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Bepikir .............................................................................. 31
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian ....................................................................... 36
Gambar 4.1 Hubungan masing-masing Indikator Adversity Quotient dengan
Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................................................ 73
Gambar 4.2 Contoh Soal dan Jawaban dari Soal Kemampuan Berpikir Kreatif
pada Indikator Flexibility ...................................................................................... 75
Gambar 4.3 Hubungan masing-masing Indikator Self-Efficacy dengan
Kemampuan Berpikir Kreatif ................................................................................ 77
Gambar 4.4 Contoh Soal dan Jawaban dari Soal Kemampuan Berpikir Kreatif
pada Indikator Fluency .......................................................................................... 78
Gambar 4.5 Hubungan masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self-
Efficacy Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Fluency ........... 81
Gambar 4.6 Contoh Soal dan Jawaban Kemampuan Berpikir Kreatif pada
Indikator Fluency .................................................................................................. 82
Gambar 4.7 Hubungan masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self-
Efficacy Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Flexibelity ....... 83
Gambar 4.8 Contoh Soal dan Jawaban Kemampuan Berpikir Kreatif pada
Indikator Flexibelity .............................................................................................. 84
Gambar 4.9 Hubungan masing-masing Indikator Adversity Quotient dan Self-
Efficacy Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif pada Indikator Originality ...... 85
Gambar 4.10 Contoh Soal dan Jawaban Kemampuan Berpikir Kreatif pada
Indikator Originality ............................................................................................. 86
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Soal Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Sistem
Koloid .................................................................................................................... 99
Lampiran 2 Lembar Jawaban Siswa ................................................................... 107
Lampiran 3 Rubrik Penilaian Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif ............. 108
Lampiran 4 Tabulasi Data Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen Soal Berpikir
Kreatif pada Materi Koloid ................................................................................. 113
Lampiran 5 Tabulasi Data Instrumen Penelitian Soal Berpikir Kreatif pada Materi
Koloid .................................................................................................................. 116
Lampiran 6 Angket Self-Efficacy ........................................................................ 120
Lampiran 7 Angket Adversity Quotient .............................................................. 122
Lampiran 8 Lembar Angket Adversity Quotient Siswa ...................................... 123
Lampiran 9 Lembar Angket Self-Efficacy Siswa ................................................ 123
Lampiran 10 Hasil Tabulasi Angket Adversity Quotient .................................... 125
Lampiran 11 Tabulasi Hasil Angket Self-Efficacy .............................................. 129
Lampiran 12 Hasil Uji Realibilitas Instrumen Bepikir Kreatif ........................... 133
Lampiran 13 Deskripsi Data Instrumen Adversity Quotient Secara Umum ....... 135
Lampiran 14 Deskripsi Data Instrumen Self-Efficacy Secara Umum ................. 136
Lampiran 15 Deskripsi Data Instrumen Berpikir Kreatif Secara Umum ............ 137
Lampiran 16 Uji Normalitas Instrumen Adversity Quotient Secara Umum ....... 138
Lampiran 17 Uji Normalitas masing-masing Indikator Adversity Quotient ....... 139
Lampiran 18 Uji Normalitas Indtrumen Self-Efficacy Secara Umum ................ 140
Lampiran 19 Uji Normalitas Masing-Masing Indikator Self-Efficacy ................ 141
Lampiran 20 Uji Normalitas Instrumen Berpikir Kreatif Secara Umum ............ 142
Lampiran 21 Uji Normalitas masing-masing Indikator Berpikir Kreatif............ 143
Lampiran 22 Uji Homogenitas Instrumen masing-masing Variabel Secara Umum
............................................................................................................................. 144
Lampiran 23 Data Uji Homogenitas masing-masing Indikator pada Variabel ... 145
Lampiran 24 Data Uji Linearitas Adversity Quotient terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Secara Umum ........................................................................... 147
Lampiran 25 Data Uji Linearitas Self-Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif Secara Umum .......................................................................................... 148
Lampiran 26 Data Uji Linearitas Adversity Quotient dan Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Secara Umum ...................................................... 149
Lampiran 27 Data Uji Linearitas Adversity Quotient terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif masing-masing indikator .......................................................... 150
Lampiran 28 Data Uji Linearitas Self-Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif masing-masing indikator......................................................................... 152
xvi
Lampiran 29 Data Uji Linearitas Adversity Quotient dan Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif masing-masing indikator ..................................... 155
Lampiran 30 Data Uji Hipotesis Adversity Quotient terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Secara Umum ........................................................................... 162
Lampiran 31 Data Uji Hipotesis Adversity Quotient terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif pada Masing-masing Indikator ................................................. 164
Lampiran 32 Data Uji Hipotesis Self-Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif Secara Umum .......................................................................................... 167
Lampiran 33 Data Uji Hipotesis Self-Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif masing-masing Indikator ........................................................................ 168
Lampiran 34 Data Uji Hipotesis Adversity Quotient dan Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Secara Umum ...................................................... 171
Lampiran 35 Data Uji Hipotesis Adversity Quotient dan Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Secara Indikator .................................................. 172
Lampiran 36 Surat Bimbingan Skripsi ................................................................ 179
Lampiran 37 Surat Izin Validasi ......................................................................... 182
Lampiran 38 Surat Validasi Sekolah................................................................... 185
Lampiran 39 Surat Izin Penelitian....................................................................... 186
Lampiran 40 Surat Keterangan Sudah Validasi .................................................. 188
Lampiran 41 Surat Keterangan Sudah Penelitian ............................................... 190
Lampiran 42 Lembar Uji Referensi .................................................................... 191
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bekembangnya suatu negara dapat dilihat dari sumber daya manusia yang
berkualitas. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa untuk mengembangkan
kemampuan potensi peserta didik, maka ia memiliki akhlak yang mulia,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demoktratis
serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia tentunya harus didukung dengan
kualitas peserta didik dalam pendidikannya.
Ilmu kimia ialah salah satu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
yang ada di Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, masih banyak peserta
didik yang beranggapan bahwa kimia merupakan mata pelajaran yang sulit. Hal
ini sejalan dengan Shadreck (2017) yang menyatakan bahwa ilmu kimia
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga sulit untuk dipahami oleh
siswa. Menurut Huddle, White, & Rogers (2000), kesulitan siswa dalam
memahami pelajaran kimia karena ketidakmampuannya dalam memahami
konsep kimia dengan benar. Jika siswa sudah menguasai konsep yang dasar
sebelumnya dengan benar, maka ia tidak lagi mengalami kesulitan karena ilmu
kimia memiliki keterkaitan dengan konsep lainnya (Üce & Ceyhan, 2019).
Salah satu tujuan pendidikan sains ialah mempersiapkan peserta didik dalam
memahami konsep dan meningkatkan kemampuan tingkat berpikir tingkat
tingginya (Gurcay & Ferah, 2018).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi
yang wajib dimiliki siswa di zaman yang modern ini. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi meliputi kemampuan pemecahan masalah (problem solving),
berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis (critical thinking),
kemampuan bergargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan
2
(decision making) (Kemendikbud, 2014, hlm.14). Berdasarkan kelima
kemampuan tingkat tinggi tersebut, kemampuan berpikir kreatif salah satunya
yang wajib dimiliki oleh siswa, sesuai dengan Permendikbud RI nomor 69
tahun 2013 menyatakan bahwa “kurikulum 2013 bertujuan untuk
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai
pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia.” (Kemendikbud, 2013, hlm. 4).
Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi yang
sangat diperlukan dalam persaingan global, karena kreativitas dan inovasi
ternyata dibutuhkan untuk bekerja pada abad 21. Di dalam kerangka kompetensi
abad 21 menunjukkan bahwa individu harus memiliki, keterampilan belajar dan
berinovasi (kritis dan kreatif) (Partnership for 21st Century, 2009: 1). Adapun
menurut SCANS (The Secretary’s Commision on Achieving Necessary Skills)
untuk memenuhi tantangan di masa mendatang, individu harus memenuhi
keterampilan yang memadai di antaranya: (i) keterampilan berpikir yang
meliputi kreatif, membuat keputusan, menyelesaikan masalah, melihat
gambaran ide, mengetahui bagaimana belajar, dan menalar. (ii) kepribadian
yang mencakup aspek tanggung jawab, percaya diri, sikap sosial, managemen
diri, dan kejujuran (SCANSS, 1991, hlm.13). Oleh karena itu, kemampuan
berpikir siswa sangat diperlukan dalam persaingan global.
Kreativitas merupakan kemampuan untuk melihat atau memikirkan hal-
hal yang luar biasa, yang tidak lazim, memadukan informasi yang tampaknya
tidak berhubungan dan mencetuskan solusi atau gagasan baru yang dicerminkan
dari kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir
(Munandar,1999). Kreativitas erat kaitannya dengan berpikir kreatif, Yazar
Soyadı (2015) menjelaskan bahwa berpikir kreatif sebagai rangkaian kegiatan
kognitif yang digunakan setiap individu terhadap suatu objek, masalah dan
kondisi, atau usaha menuju hal tertentu dan masalah berdasarkan kemampuan
3
individu. Oleh karena itu, dengan berpikir secara kreatif siswa dapat
menemukan hal-hal baru dalam menyelesaikan suatu masalah.
Beradasarkan hasil penelitian Meika & Sujana (2017) menyatakan bahwa
tingkat keterampilan berpikir kreatif siswa masih tergolong rendah. Hal tersebut
sejalan dengan hasil studi internasional 1) Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS) pada tahun 2015 menyebutkan bahwa keterampilan
berpikir kreatif siswa di Indonesia masih cenderung kurang dan menempati
posisi empat terbawah dari 48 negara yang berpartisipasi dan skor IPA yang
dimiliki siswa berada pada nilai 397 dari standar yang ditentukan yaitu 500. 2)
Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2015
menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi ke-62 dari 70 negara yang
berpartisipasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa keduanya, baik TIMSS
maupun PISA kemampuan berpikir kreatif siswa masih tergolong rendah
melalui soal-soal, karena soal tergolong memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.
Siswa dalam memecahkan suatu masalah tentu mengalami kesulitan yang
dipengaruhi oleh Adversity Quotient. Stolz (2000) menyatakan bahwa adversity
quotient merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengamati
kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki
sehingga menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan.
Oleh sebab itu, Adversity Quotient (AQ) merupakan kemampuan
seseorang untuk bertahan dalam situasi yang sulit. Bila dikontekskan dengan
kimia, AQ adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan berusaha mencari
solusi dalam menghadapi kesulitan sampai menemukan jalan keluar,
memecahkan segala macam permasalahan, mereduksi hambatan dan rintangan
dengan mengubah cara berpikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut. Stolz
mengatakan bahwasannya AQ merupakan kecerdasan mengatasi kesulitan
(Sudarman, 2012). Namun cara mengatasi kesulitan setiap orang berbeda-beda,
demikian pula dengan tingkat kecerdasan seseorang relatif berbeda. Setiap
kecerdasan adversitas seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti
bakat, kemauan, karakteristik kepribadian dan keyakinan diri. Ketika seseorang
4
merasa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, keyakinan tersebut akan
memotivasi dirinya, keyakinan yang dimiliki akan mendorong seseorang untuk
berusaha mendapatkan apa yang diinginkan. Keyakinan diri inilah yang disebut
dengan efikasi diri.
Menurut Lane & Lane (2001), efikasi diri merupakan keyakinan atau
kepercayaan individu mengenai kemampuan yang ada pada dirinya untuk
mengorganisasi dan untuk melakukan suatu tugas tertentu agar dapat mencapai
tujuan yang diinginkan. Sedangkan menurut Cheung (2014) menyatakan bahwa
keyakinan diri dalam sains difenisikan sebagai sejauh mana mereka mampu
untuk menyelesaikan tugas-tugasnya atau sejauh mana mereka dalam
memecahkan masalah sains tertentu. Efikasi diri dapat diartikan juga sebagai
keberhasilan diri yang menunjuk pada kepercayaan pada kemampuan yang
dimiliki setiap individu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Ketika
seseorang mempunyai efikasi diri yang tinggi maka akan memiliki keyakinan
akan kemampuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan suatu tugas yang
diberikan dengan berbagai bentuk maupun berbagai tingkat kesulitan.
Dalam setiap individu ada keyakinan diri (Self Efficacy) yang menyertai
kecerdasan adversitas (AQ) merupakan suatu penilaian yang mengukur
bagaimana seseorang dalam menghadapi masalah untuk dapat diberdayakan
menjadi peluang (Stoltz, 2003). Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi
adalah ketika individu tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu menangani
segala peristiwa dan situasi yang mereka hadapi, percaya pada kemampuan diri
yang mereka miliki, memancang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman.
Sedangkan Individu yang memiliki efikasi diri yang rendah adalah individu
yang merasa tidak berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari
tugas-tugas yang sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan (Risalatuna,
2013). Sama halnya dengan siswa yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu
mengendalikan diri, mengidentifikasi penyebab kesulitan, menilai kesalahan
yang dilakukan, memperbaiki kesalahan yang dilakukan, membatasi kesulitan
5
yang dihadapi, tahan dalam menghadapi kesulitan sehingga akan
mempengaruhi inisiasi dan ketahanan diri dalam mengerjakan soal-soal.
Individu yang seperti ini dibutuhkan dalam pembelajaran kimia. Jika
siswa memiliki keyakinan yang tinggi maka mampu menyelesaikan
permasalahan yang didapat baik dalam analisis maupun soal-soal. Salah satu
materi kimia yang dipelajari siswa adalah sistem koloid. Bybee dalam Gazali
(2015) menyebutkan bahwa pada materi sistem koloid memiliki karakteristik
konstektual dan prosedural karena di dalam konsepnya terdapat pembuatan
koloid yang terdapat pada kehidupan sehari-hari. Materi ini menekankan
kemampuan berpikir kreatif agar dapat menyelesaikan permasalahan yang ada
di dalam materi tersebut. Oleh karena itu, untuk memahami konten koloid,
siswa perlu menekankan kemampuan berpikir tingkat tinggi salah satunya
berpikir kreatif (Pusparini, Feronika, & Bahriah, 2017). Selain itu, karena
kemampuan berpikir kreatif sangat penting dan sebagai bahan kajian lebih
lanjut, maka penting untuk melihat bagaimana kemampuan berpikir kreatif
pada siswa. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Adversity
Quotient dan Self Efficacy terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada
Materi Sistem Koloid”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat diidentifikasi
beberapa masalah yang muncul, di antaranya:
1. Siswa beranggapan bahwa kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang
sulit.
2. Siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya.
3. Berdasarkan hasil studi pendahuluan oleh Meika dan Sujana (2017)
keterampilan berpikir kreatif siswa masih tergolong rendah.
4. Kesulitan siswa dalam memecahkan masalah dipengaruhi oleh Adversity
Quotient.
6
5. Self-Efficacy yang rendah dapat mempengaruhi siswa dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang sulit.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya,
maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam
penelitian ini yaitu:
1. Siswa yang diteliti yaitu siswa kelas XII yang telah mempelajari materi
koloid.
2. Aspek Adversity Quotient yang digunakan berdasarkan teori Poul Stolz.
3. Aspek Self Efficacy yang digunakan bersarkan teori Albert Bandura.
4. Kemampuan berpikir kreatif mahasiswa pada aspek fluency (kelancaran),
flexibility (keluwesan) dan originality (kebaruan).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hubungan Adversity Quotient dengan kemampuan berpikir
kreatif siswa dalam materi sistem koloid?
2. Bagaimana hubungan Self Efficacy dengan kemampuan berpikir kreatif
siswa dalam materi sistem koloid?
3. Apakah terdapat hubungan Adversity Quotient dan Self Efficacy dengan
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam materi sistem koloid?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui adanya hubungan Adversity Quotient dengan
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam materi sistem koloid.
2. Untuk mengetahui adanya hubungan Self Efficacy dengan kemampuan
berpikir kreatif siswa dalam materi sistem koloid.
7
3. Untuk mengetahui adanya hubungan Adversity Quotient dan Self Efficacy
dengan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam materi sistem koloid.
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Peneliti: Dapat digunakan sebagai pengalaman menulis karya ilmiah.
2. Siswa: Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan untuk siswa agar
mampu menyelesaikan masalah dengan keyakinan dirinya sendiri dan
mampu bertahan dalam kondisi yang sulit sehingga kemampuan berpikir
kreatif dapat dikembangkan.
3. Peneliti lain: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan
juga sebagai referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang
lebih mendalam.
8
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGUJIAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
Deskripsi teoritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Adversity
Quotient, Self-Efficacy, Bepikir Kreatif dan Sistem Koloid.
1. Adversity Quotient
a. Pengertian Adversity Quotient
Setiap orang pasti memimpikan kesuksesan. Akan tetapi untuk
mencapai kesuksesan itu sendiri dibutuhkan perjuangan yang tidak
mudah, karena akan selalu ada kesulitan yang datang. Istilah adversity
quotient konsep yang dikembangkan oleh Paul G. Stoltz, karena
menurutnya kecerdasan (IQ dan EQ) yang sudah ada saat ini masih
dianggap belum cukup untuk menjadi modal seseorang untuk menuju
kesuksesan, oleh karena itu ia mengembangkan konsep mengenai
kecerdasan adversity (Stoltz, 2000).
Kata adversity menurut bahasa berasal dari bahasa inggris yang
berarti kegagalan atau kemalangan (Echols dan Shadily, 1993).
Adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam kecerdasan
yang dimilikinya untuk mengarahkan, mengubah cara berpikir serta
bertindak ketika menghadapi hambatan dan kesulitan (Napitupulu,
Nashori, & Kurniawan, 2007). Sedangkan Leman (2007) berpendapat
bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang ketika
dihadapkan dengan masalah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Stoltz (2000) bahwasannya adversity quotient sebagai kecerdasan
seseorang dalam menghadapi suatu rintangan ataupun kesulitan secara
teratur.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas adversity
quotient (AQ) adalah kemampuan atau kecerdasan yang dimiliki
seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan yang
didapatkan serta mampu mengatasi tantangan hidup. Ketika seseorang
9
memliki kecerdasan adversitas maka ia akan mampu mengahdapi
rintangan atau halangan yang menghadang dalam mencapai tujuan yang
diinginkan.
b. Dimensi Adversity Quotient
Menurut Stoltz (2000) terdapat empat dimensi dalam
menghasilkan kemampuan adversity quotient yang tinggi, yaitu:
1) Control (C)
Control atau kendali erat kaitannya dengan seberapa besar
seseorang bahwa dirinya mampu untuk mengendalikan kesulitan-
kesulitan yang dihadapinya serta sejauh mana seseorang dapat
merasakan bahwa kendali tersebut ikut peran dalam peristiwa yang
menimbulkan kesulitan. Semakin besar kesulitann yang dimiliki
seseorang maka akan semakin besar pula kemungkinan untuk
bertahan dalam menghadapi kesulitan dan tetap berdiri teguh untuk
menyelesaikannya. Demikian pula sebaliknya, jika semakin rendah
kendali seseorang maka ia akan menjadi tidak berdaya dalam
menghadapi kesulitan dan akan mudah menyerah.
2) Endurance (E)
Endurance atau daya tahan erat kaitannya dengan persepsi
seseorang akan lama atau tidaknya kesulitan akan berlangsung.
Daya tahan dapat menimbulkan penilaian tentang situasi yang baik
maupun buruk. Jika seseorang memiliki daya tahan yang tinggi
maka ia juga akan memiliki harapan dan sikap optimis dalam
mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Semakin tinggi daya tahan
yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin besar pula
kemungkinannya untuk memandang kesuksesan sebagai suatu hal
yang bersifat sementara. Namun jika ia memiliki daya tahan yang
rendah ia akan menganggao kesulitan yang sedang didahapinya
sebagai sutu yang sifatnya abadi dan sulit untuk diperbaiki.
10
3) Reach (R)
Reach atau jangkauan merupakan sejauh mana kesulitan akan
dijangkau oleh individu. Reach juga berarti sejauh mana kesulitan
yang ada akan menjangkau bagian lain dari kehidupan seseorang.
Pada dimensi ini menunjukkan kemampuan dalam melakukan
penilaian mengenai beban kerja yang menimbulkan stress. Semakin
tinggi jangkauan seseorang maka semakin besar pula
kemungkinannya dalam merespon kesulitann sebagai suatu yang
spesifik dan terbatas. Semakin efektif seseorang dalam membatasi
jangkauan kesulitan, maka akan lebih berdaya dan akan putus asa
serta kurang mampu dalam membedakan hal-hal yang relevam
dengan kesulitan yang ada, sehingga ketika dihadapkan dengan
suatu masalah ia tidak harus merasa mengalami kesulitan untuk
seluruh aspek kehidupan tersebut.
4) Origin and ownership (O2)
Dalam dimesi ini origin and ownership dapat disebut juga
kepemilikan, yang berarti asal-usul dan pengakuan akan
mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan kesulitan serta
sejauh mana seseorang dapat menganggap dirinya mempengaruhu
sendiri dari penyebab asal-usul kesulitan tersebut. Seseorang dengan
asal-usulnya rendah cenderung akan berpikir bahwasannya semua
kesulitan atau permasalah yang datang itu karena kesalahan,
kecerobohan, ataupun kebodohan dirinya.
c. Karakter Manusia berdasarkan Tinggi Rendahnya Adversity
Quotient
Menurut Stotlz (2000) terdapat tiga kelompok tipe manusia dalam
merespon yang ditinjau dari tingkat kemampuannya, yaitu:
1) Quitters
11
Quitters ialah seseorang dengan tipe ini, mereka cukup puas
dengan semua kebutuhan yang ia penuhi namun dasar atau
fisiologisnya cenderung pasif karena mereka memilih untuk keluar
menghindari perjalanan yang selanjutnya mundur lalu berhenti. Para
quitters menolak untuk menerima tawaran keberhasilan yang
disertai dengan tantangan dan rintangan. Individu yang seperti ini
akan banyak kehilangan kesempatan yang berharga dalam hidupnya.
Dalam hirarki Maslow, seseorang dalam tipe ini berada pada
pemenuhan kebutuhan fisiologis yang letaknya paling dasar dalam
bentuk piramida.
2) Campers
Campers atau sering disebut juga satisficer yang berasal dari
kata satisfied = puas dan suffice = mencukupi. Seseorang dalam tipe
ini memiliki golongan yang sedikit lebih banyak, yaitu
mengusahakan terpenuhnya kebutuhan keamanan dan rasa aman
yang ada pada skala hirarki Maslow. Pada kelompok ini juga tidak
tinggi kapasitasnya untuk perubahan karena terdorong oleh
ketakutan dan mereka hanya akan mencari keamanan dan
kenyamanan. Campers setidaknya telah sudah sedikit melangkah
dan mau menanggapi suatu tantangan, namun setelah mencapai
suatu tahap, campers berhenti meskipun masih ada kesempatan
untuk lebih berkembang lagi.
3) Climbers
Dalam skala hirarki Maslow, kelompok ini selalu berupaya
untuk mencapai puncak kebutuhan aktualisasi diri. Climbers
merupakan tipe sesorang yang berjuang seumur hidup, mereka tidak
peduli dengan apapun bentuk kesulitan yang datang. Tipe ini tidak
dikendalikan oleh lingkungan melainkan dengan dengan berbagai
kreatifitasnya yang berusaha untuk mengendalikan lingkungannya.
Pada tipe ini juga, mereka akan selalu memikirikan berbagai
alternatif suatu masalah, menganggap kesulitan dan rintangan justru
12
menjadi sebuah peluang untuk lebih maju dan berkembang, serta
mereka akan lebih banyak memperlajari tentang kesulitan dalam
kehidupan.
2. Self-Efficacy
a. Pengertian Self-Efficacy
Self-efficacy merupakan kesatuan kalimat terjemahan dari Bahasa
Indonesia yaitu efikasi diri. Self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh
Albert Bandura. Self-Efficacy menurut Bandura (1994) pada dasarnya
merupakan hasil proses kognitif berupa keyakinan, keputusan atau
penghargaan mengenai sejauh mana kemampuan seseorang dalam
melaksanakan tugas atau tindakan tertentu. Ia juga berpendapat bahwa
efikasi diri didefinisikan tidak pada kemampuan yang dimiliki individu
melainkan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dimana akan
mempengaruhinya di masa yang akan datang. Seseorang yang dengan
self-efficacy yang tinggi akan memiliki keyakinan akan kemampuan
dalam dirinya dalam menyelesaikan tugas dari berbagai bentuk dan
tingkat kesulitan yang diberikan.
Menurut Gist (1987) yang merujuk pendapat dari Bandura,
Addam, Hardy dan Howells, menyatakan bahwa self-efficacy timbul
dari perubahan bertahap pada kognitif yang sifatnya kompleks, social,
linguistik ataupun keahlian fisik melalui pengalaman yang akan
mempertimbangkan, menggabungkan, dan menilai informasi berkaitan
dengan kemampuan yang dimiliki individu kemudian memutuskan
berbagai pilihan dan usaha yang sesuai. Adapun definisi self-efficacy
menurut Gibson et, al, (1997) sebagai keberhasilan diri yang
meyakinkan bahwa seseorang dapat berprestasi dengan baik dalam satu
situasi tertentu, keberhasilan diri ini dibagi atas tiga dimensi yaitu:
tingginya tingkat kesulitan tugas seseorang, keyakinan akann kekuatan
yang dimiliki, serta generalisasi yang berarti harapan dari apa yang telah
dilakukan. Oleh karena itu Ghufron (2010, hlm 75) mengatakan bahwa
13
siswa yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung untuk megerahkan
upaya dan bertahan lebih lama dalam menyelesaikan tugas yang sulit
sekalipun, juga cenderung mampu mengubah suatu yang terjadi
disekitarnya dibanding dengan siswa yang memiliki self-efficacy yang
rendah. Siswa yang cenderung memiliki self-efficacy rendah, rendah
pula upayanya dalam belajar ataupun menyelesaikan ujian, karena
dirinya tidak percaya bahwa dengan belajar akan membatu
meyelesaikan ujian (Santrock, 2010, hlm 286).
Pengertian-pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa
self-efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang
dimilikinya dalam melaksanakan tugas-tugas dari yang mudah hingga
yang sulit, dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya,
serta melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
b. Fungsi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1994), Self-Efficacy memiliki fungsi dan
pengaruh pada individu dalam berbagai hal seperti berikut:
1) Proses Kognitif
Pada self-efficacy dalam proses kognitif ini mempunyai fungsi
yang beragam, seperti menentukan tingkah laku seseorang dan
menetapkan tujuan. Semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka
tujuan yang ditetapkan dan komitmen yang dibuat sesorang akan
semakin tinggi
2) Proses Motivasi
Pada fungsi ini, self-efficacy dengan motivasi memiliki
hubungan yang kasual, seseorang yang menganggap dirinya gagal
akibat usaha yang tidak mencukupi, akan menganggap
kemampuannya memang rendah
3) Proses Seleksi
Self-Efficacy memiliki peran yang penting dalam mengontrol
tingkat kecemasan seseorang saat berada dalam situasi yang sulit,
14
karena keyakinan seseorang juga berperan penting terhadap stress
dan tingkat kecemasan dalam menghadapi situasi yang sulit
4) Proses Seleksi
Dalam proses seleksi ini self-efficacy dapat memungkinkan
seseorang untuk mengontrol tindakan yang diambil. Seseorang yang
menentukan pilihan karir dalam kehidupannya dapat diberikan
kekuatannya melalui self-efficacy. Semakin tinggi self-efficacy
seseorang, semakin luas rentang pilihan karir yang dipertimbangkan
dengan serius, akibatnya minat untuk mencapainya lebih besar.
c. Dimensi Self-Efficacy
Self-Efficacy dalam setiap individu berbeda-beda, pada setiap
aspek atau dimensiya pun berbeda. Bandura (1977) menyebutkan
dimensi self-efficacy sebagai berikut:
1) Dimensi tingkat (magnitude)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas ketika
sesorang merasa dirinya mampu melakukannya. Apabila seseorang
dihadapkan pada tugas yang disusun berdasarkan tingkat
kesulitannya, maka efikasi diri individu pun akan terbatas pada
tugas-tugas sesuai dengan batas kemampuannya masing-masing,
mulai dari tugas yang mudah, sedang bahkan tugas yang paling sulit
sekalipun
2) Dimensi kekuatan (strength)
Pada dimensi ini, tingkat kekuatan dari keyakinan atau harapan
individu akan berkaitan dengan kemampuannya. Jika pengharapan
lemah makan akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-
pengalaman yang tidak mendukung. Semakin tinggi taraf kesulitan
tugas, maka semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk
menyelesaikannya, karena dimensi ini juga berkaitan langsung
dengan dimensi level.
3) Dimensi generalisasi (generality)
15
Pada dimensi ini, luas bidang tingkah laku individu berkaitan
dengan rasa keyakinan akan kemampuannya, dan juga berkaitan
dengan pengalaman mengenai sesuatu apakah terbatas pada suatu
aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan
situasi yang bervariasi.
3. Berpikir Kreatif
a. Pengertian Bepikir Kreatif
Berpikir merupakan manipulasi atau pengelolaan dan tranformasi
berupa informasi dalam memori untuk membentuk konsep, nalar, dan
berpikir kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif serta memecahkan
masalah (Santrock, 2004, hlm 357). Sedangkan Goodson & Rohani
(1998) berpendapat bahwa ”Higher order thinking skills include
critical, logical, revlective, metacognitive, and creative thinking” yang
artinya bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi mencakup berpikir
kritis, logis, reflektif, metakognitif dan berpikir kreatif. Adapun
Sriraman (2009) menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan
untuk menghasilkan suatu karya yang baru dan asli.
Berpikir kreatif merupakan rangkaian kegiatan kognitif yang
dilakukan seseorang terhadap suatu objek yang spesifik, masalah dan
kondisi, atau usaha menuju hal tertentu dan masalah berdasarkan
kemampuannya masing-masing (Yazar Soyadı, 2015). Adapun berpikir
kreatif menurut Potur & Barkul (2009) sebagai sebuah kemampuan
kognitif orisinil dan proses pemecahan masalah yang dapat
memungkinkan seseorang menggunakan in telegensinya dengan cara
yang unik agar dapat membuahkan hasil. Menurut Norris dan Ennis
dalam (Baten, 1918) berpikir kreatif merupakan pengumpulan dari ide-
ide baru serta sesuatu yang beralasan, produktif dan nonevaluative.
Sedangkan Tep, Maneewan, Chuathong, & Easter (2018) berpendapat
bahwa kemampuan untuk menghasilkan ide serta konsep baru secara
berbeda dan produktif dalam domain akademik.
16
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas dapat
disimpulkan bahwasannya berpikir kreatif merupakan kemampuan
seseorang dalam membuat ide serta dapat memperluas wawasannya
agar dapat dapat meningkatkan kualitas kemampuannya dalam hal
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
b. Ciri Kreativitas
Kreativitas merupakan perkembangan kecerdasan seseorang untuk
memecahkan masalah dalam bentuk sikap, kebiasaan serta bertindak
untuk melahirkan sesuatu yang baru dan orisinal (Sudarma, 2013, hlm
21). Adapun (Azhari & Somakim, 2014) mengatakan bahwa ciri-ciri
kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai berikut:
1) Keterampilan berpikir lancar
a. Dapat menghasilkan banyak gagasan ataupun jawaban yang
relevan
b. Dapat menghasilkan motivasi belajar
c. Arus pemikiran lancar
2) Keterampilan berpikir lentur
a. Dapat menghasilkan gagasan yang seragam
b. Mampu mengubah cara atau suatu pendekatan
c. Arah pemikiran yang berbeda
3) Keterampilan berpikir orisinil
a. Dapat memberikan jawaban yang tidak lazim
b. Dapat memberikan jawaban yang berbeda dari yang lain
c. Dapat memberikan jawaban yang jarang dijawab oleh
kebanyakan orang
4) Keterampilan berpikir terperinci
a. Dapat mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan
b. Dapat mendetailkan sesuatu secara terperinci
c. Dapat memperluas suatu gagasan
17
c. Aspek Berpikir Kreatif
Salah satu tes kreativitas yang terbaik, paling mapan dan paling
populer adalah tes berpikir kreatif Torrance (Torrance Test Creative
Thinking) untuk mengukur kreativitas. Adapun terdapat tes Torrance
untuk mengukur aspek berpikir kreatif yaitu fluency (kelancaran),
flexibility (keluwesan) serta originality (kebaruan) (Kaplan & Saccuzzo,
2009). Namun Silver (1997, hlm 76) mengungkapkan bahwasannya
terdapat tiga komponen penilaian kreativitas berdasarkan TTCT yaitu
fluency, flexibility dan novelitiy. Adapun Munandar (2012, hlm 68)
menjelaskan bahwasannya cerminan kreativitas atau berpikir kreatif
dapat dirumuskan dari kelancaran, kelenturan dan orisinalitas
1) Fluency
Silver (1997, hlm 76) mengungkapkan “fluency refers to the
number of ideas generated in response to a prompt”. Fluency
mengacu pada banyaknya ide yang dihasilkan dalam menanggapi
dengan tepat. Berpikir lancar artinya mampu menghasilkan banyak
gagasan atau jawaban yang relevan dan memiliki arus pemikiran
yang lancar (Munandar, 2012, hlm 192).
Dalam aspek ini perilaku siswa dapat dilihat dari kemampuan
siswa dalam menjawab jawaban jika terdapat pertanyaan, lancar
mengungkapkan gagasan-gagasannya, serta dapat dengan cepat
melihat kesalahan atau kekruangan pada situasi tertentu (Munandar,
1992, hlm 88).
2) Flexibelity
Silver (1997, hlm 76) mengungkapkan bawa “Flexibelity to
apparent shifts in approaches taken when generating reponses to a
prompt”. Flexibelity adalah perubahan cara atau pendekatan yang
diambil saat memberikan tanggapan dengan tepat. Menurut
Munandar (2012, hlm 192) Berpikir luwes merupakan individu yang
mampu menghasilkan gagasan-gagasan yang beragam, mampu
18
mengubah cara atau pendekatan serta memiliki arah pemikiran yang
berbeda-beda.
Dalam aspek ini saat siswa diberikan suatu masalah, siswa
akan memikirkan berbagai macam cara yang berbeda untuk
menyelesaikannyaserta untuk membahas atau mendiskusikan suatu
situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda-beda untuk
menyelesaikannya.
3) Originality
Silver (1997, hlm 76) mengungkapkan bahwa “Novelity to the
originality of the ideas generated in response to a prompt”.
Kebaruan merupakan keaslian ide-ide yang dihasilkan dalam
menaggapi ide dengan tepat. Menurut Munandar (2012, hlm 192)
berpikir orisinal yang berarti memberikan jawaban yang tidak lazim,
lain dari yang lain, serta jawaban jarang diberikan oleh orang lain.
Dalam aspek ini perilaku siswa dapat terlihat pada saat siswa
mampu memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak
pernah terpikirkan oleh orang lain dan dapat mempertanyakan cara-
cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru.
(Munandar, 1992, hlm 89)
d. Karakteristik Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif
Berikut merupakan karakteristik dari tingkat kemampuan berpikir
kreatif ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif
Karakteristik Tingkatan
Kemampuan
Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan
lebih dari satu solusi dan dapat mengembangkan
cara lain untuk menyelesaikannya. Berikut
Tingkat 4 (Sangat
Kreatif)
19
beberapa masalah memenuhi aspek originality,
flexibility, dan fluency
Siswa dapat menyelesaikan masalah lebih dari
satu solusi, namun tidak bisa mengembangkan
untuk menyelesaikannya. Satu solusi memenuhi
aspek originality. Pada tingkat ini siswa juga
dapat mengembangkan cara lain untuk
memecahkan masalah (flexibility), namun tidak
memiliki cara yang berbeda dari yang lain
(originality)
Tingkat 3 (Kreatif)
Siswa dapat memecahkan masalah dengan satu
solusi yang sifatnya berbeda dari yang lain
(originality) namun tidak dapat memenuhi aspek
fluency dan flexibility. Siswa dapat
menyelesaikan permasalahan dengan
mengembangkan solusinya namun bukan hal
baru dan juga jawaban yang lancar
Tingkat 2 (Cukup
Kreatif)
Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan
lebih dari satu solusi (fluency), namun tidak
dapat mengembangkan solusinya dan tidak
memenuhi aspek kebaruab
Tingkat 1 (Kurang
Kreatif)
Siswa tidak dapat menyelesaikan masalah
denngan lebih dari satu solusi dan juga tidak
dapat mengembangkan cara lain untuk
menyelesaikannya, dan pula tidak bisa
menimbulkan solusi baru.
Tingkat 0 (Tidak
Kreatif)
(Siswono, 2011)
4. Koloid
a. Pengertian Koloid
20
Koloid dalam bahasa Yunani yaitu cola yang berarti perekat.
Berawal dari Thomas Graham yang dapat merumuskan hukum tentang
difusi karena banyak mempelajaru tentang kecepatan difusi (gerak)
partikel materi. Dari hasil pengamatannya, gerakan partikel zat partikel
zat dalam larutan ternyata ada yang lambat dan cepat. Umumnya yang
berdifusi cepat adalah zat berupa kristal yang disebut kristaloid,
contohnya NaCl dalam air. Akan tetapi istilah ini tidak popular karena
ada zat yang bukan kristal berdifusi cepat, contohnya HCl dan H2SO4.
Yang lambat berdifusi disebabkan oleh partikelnya mempunyai daya
tarik (perekat) satu sama lain, contohnya putih telur dalam ait. Zat yang
seperti ini disebut koloid. (Syukri, 1999, hlm 453). Koloid juga disebut
juga dispersi koloidal atau suspensi koloidal adalah campuran yang
berada antara larutan sejati dan suspensi (Brady, 1999, hlm 575).
Sedangkan menurut Sastrohamidjojo (2005, hlm 244) koloid merupakan
sistem yang tidak dapat dikategorikan homogen maupun heterogen.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa koloid
merupakan campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan
suspensi (larutan kasar).
b. Sifat Koloid
Ukuran partikel yang spesifik, ternyata berpengaruh pada sifat
fisik dari koloid seperti kelarutannya, titik leleh dan beberapa sifat lain.
1. Luas Pemukaan
Fase dispersi dalam sistem koloid terdiri dari partikel-partikel
tang sangat halus dan tersebar ke seluruh bagian mediumnya. Luas
permukaan kontak fasa dispersi ternyata besar sekali dibandingkan
dengan volumenya.
Luas permukaan yang menjadi sangat besar menimbulkan sifat
baru yaitu sifat yang menentukan timbulnya konsep sistem koloid,
diantaranya berkurangnya efek gaya grafitasi bumi terhadap
partikel-partikel tersebut. Ini yang menyebabkan partikel sukar
21
mengendap walaupun masa jenis partikel lebih besar dari masa jenis
mediumnya. Sifat fisik lain yang berubah misalnya kelarutan, titik
leleh dan warna. (Marheni, et. al 2007, hlm 54-55)
2. Gerak Brown
Gerak brown yaitu, jika partikel yang bebas dalam
mediumnya, partikel koloid selalu bergerak ke segala arah namun
gerakannya selalu lurus dan akan patah bila bertabrakan dengan
partikel lain. Gerakan ini dapat diteliti dengan mikroskop optic,
untuk mengamati cahaya yang lewat dalam koloid dengan latar
belakang gelap. Gerak Brown menunjukkan bahwa partikel koloid
berdifusi lambat. (Syukri, 1999, hlm 456)
3. Efek Tyndall
Efek Tyndall yaitu, jika berkas sinar dilewatkan melalui
larutan atau cairan murni, maka batas berkas sinar tidak terlihat bila
dipandang dari sisi samping. Namun, bila berkasi sinar tersebut
dilewatkan pada koloid, maka dapat terlihat batas atau jalan sinar
karena partikelnya sangat kecil. (Sastrohamidjojo, 2005 hlm. 248)
Ukuran partikel koloid agak besar, maka cahaya yang
melewatinya akan dipantulkan. Arah pantulan itu tidak teratur
karena partikel tersebar secara acak sehingga pantulan cahaya itu
berhamburan ke segala arah. Walaupun partikel koloid berukuran
agak besar, namun tidak dapat dilihat oleh mata. Akan tetapi bila ke
dalam koloid dilewatkan seberkas cahaya di ruang gelap akan
tampak hamburan cahaya, sedangkan dalam cairan murni atau
larutan tidak terjadi hamburan itu. (Syukri, 1999, hlm 456)
4. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu molekul atau ion
pada permukaan suatu zat. Sistem koloid mempunyai kemampuan
mengadsorpsi karena partikel-partikel koloid mempunyai
permukaan yang sangat luas. Zat yang dipakai untuk mengadsorpsi
disebut adsorban. (Marheni, et. al 2007, hlm 57)
22
5. Elektroforesis
Dalam pembetukannya beberapa partikel koloid menyerap
banyak ion dari larutan dan menjadi bermuatan listrik. Partikel silika
dalam bentuk koloidnya lebih suka menyerap ion-ion OH- akibatnya
partikel silika bermuatan negatif. Karena mempunyai muatan
diantara muatan yang sejenis, partikel-partikel tersebut saling tolak
menolak. Gaya tolak menolak diantara muatan yang sama ini akan
mencegah pemisahan atau penggumpalan sehingga sistem koloid
menjadi stabil. Tetapi kecendrungan untuk mengendap selalu ada.
Jika sepasang elektroda dimasukkan dalam koloid, dan di dalamnya
dialiri arus searah, maka koloid akan bergerak menuju elektroda.
Dispersi koloid yang bermuatan negatif akan menuju elektoroda
positif dan sebaliknya gejala ini disebut elektroforesis, pada
peristiwa elektroforesis partikel-partikel koloid akan dinetralkan
muatannya dan digumpalkan pada elektroda (Marheni, et. al 2007,
hlm 58).
c. Penggolongan Koloid
Dalam campuran homogen dan stabil yang disebut larutan,
molekul, atom ataupun ion disebarkan dalam suatu zat kedua. Dengan
cara yang agak mirip, materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan
dalam suatu medium sinambung, sehingga dihasilkan suatu dispersi
(sebaran) koloid atau sistem koloid. Dalam sistem-sistem semacam itu,
partikelkoloid dirujuk sebagai zat terdispersi (tersebarkan) dan materi
kontinu dalam mana partikel itu tersebar disebut zat pendispersi atau
medium pendispersi. Berdasarkan fasa terdispersi dan fasa
pendispersinya, dapat dibagi atas delapan jenis:
Tabel 2.2 Jenis Sistem Koloid
Zat
Terdispersi
Fasa
Pendispersi Nama Tipe Contoh
23
Gas Cair Busa busa sabun, krim
kocok
Gas Padat busa padat batu apung, karet
busa
Cair Gas aerosol cair kabut, awan
Cair Cair Emulsi mayoneis, susu
Cair Padat emulsi padat keju, mentega
Padat Gas aerosol padat asap, debu
Padat Cair Sol cat, pati, selai
Padat Padat sol padat intan hitam, kaca
rubi, banyak aliase
(Keenan, 1984, hlm 457)
Dipandang dari kelarutannya, koloid dapat dibagi atas:
1. Koloid dispersi, yaitu koloid yang partikelnya tidak dapat larut
secara individu dalam medium. Yang terjadi hanyalah penyebaran
(dispersi) partikel tersebut.
2. Koloid asosiasi, yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan
(asosiasi) partikel kecil yang larut dalam medium.
Ditinjau dari interaksi fasa terdispersi dengan fasa pendispersinya
(medium), koloid dapat pula dibagi atas:
1. Koloid liofil, yaitu koloid yang suka berikatan dengan mediumnya
sehingga sulit dipisahkan atau sangat stabil.
2. Koloid liofob, yaitu koloid yang tidak menyukai mediumnya
sehingga cenderung memisah, dan akibatnta tidak stabil
Koloid dapat berubah menjadi tidak koloid atau sebaliknya,
berdasarkan perubahannya yaitu:
1. Koloid reversibel, yaitu suatu koloid yang dapat berubah jadi tak
koloid, dan kemudian menjadi koloid kembali.
2. Koloid irreversibel, yaitu koloid yang setelah berubah menjadi
bukan koloid tidak dapat menjadi koloid lagi
(Syukri, 1999, hlm 454-455).
24
d. Pembuatan Koloid
Suatu sistem koloid dapat dibuat dengan cara seperti:
1. Dispersi
Disperi merupakan gumpalan atau suspensi kasar dapat diubah
menjadi lebih kecil sehingga tersebar dan berukuran koloid (Syukri,
1999, hlm 458), yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Cara mekanik, yaitu menggiling suatu zat yang ukuran
partikelnya kasar sampai berukuran koloid
2. Cara peptisasi, yaitu zat tertentu yang dapat menjadi koloid jika
didispersikan dalam medium yang tepat sehingga terjadi
pemecahan langsung oleh mediumnya atau menambah zat ketiga
sedikit demi sedikit atau sekaligus
3. Cara bredig, cara ini banyak dipakai untuk membuat sol logam
dengan cara dispersi.
(Marheni, et. al 2007, hlm 520-521).
2. Cara Kondensasi
Kondensasi adalah kebalikan dari dispersi, yaitu
penggabungan partikel kecil menjadi lebih besar sampai berukuran
koloid. Penggabungan itu terjadi dengan berbagai cara, diantaranya
sebagai berikut:
a. Cara reaksi kimia, yaitu menambahkan pereaksi tertentu ke
dalam larutan sehingga hasilnya berupa koloid
1. Cara reduksi, yaitu menambahkan pereaksi tertentu ke
dalam larutan sehingga hasilnya berupa koloid. Contohnya
membuat koloid emas dengan mereduksi emas klorida
dengan stannic klorida
AuCl3 + 3 SnCl2 2 Au + 3 SnCl4
2. Cara oksidasi, yaitu mengoksidasi unsur dalam senyawa
sehingga terbentuk unsur bebas. Contohnya dalam membuat
25
koloid belerang dengan mengoksidasi hidrogen sulfida
dengan SO2
2 H2S + SO2 2 S + H2O
3. Cara hidrolisis, yaitu menghidrolisis senyawa ion sehingga
terbentuk senyawa yang sukar larut. Contohnya dalam
membuat koloid Fe(OH)3 dengan memasukkan larutan FeCl3
ke dalamm air panas
FeCl3 + H2O Fe(OH)3 + 3 HCl
4. Reaksi metasis, yaitu penukaran ion sehingga terbentuk
senyawa yang sukar larut. Contohnya dalam membuat AgBr
dengan merekasikan larutan AgNo3 dengan KBr
AgNo3 + KBr AgBr + KNO3
b. Cara pertukaran pelarut, koloid dapat dibuat dengan menukar
pelarut atau menambahkan pelarut lain, jika senyawa lebih sukar
larut dalam pelarut kedua. Contohnya dalam membuat koloid
belerang, dengan menambahkan air ke dalam larutan belerang
dalam alkohol.
c. Pendinginan berlebih, koloid dapat terjadi bila campuran
didinginkan sehingga salah satu senyawa membeku. Contohnya
membuat koloid es dengan mendinginkan campuran eter atau
kloroform dengan air.
(Syukri, 1999, hlm 459-460)
e. Kegunaan Koloid
Terdapat banyak sistem koloid di lingkungan, baik yang alami
maupun buatan manusia. Sistem itu ada yang menguntungkan dan ada
yang merugikan manusia. Beberapa keuntungan koloid yang dapat
digunakan sebagai berikut:
1. Mengurangi polusi udara
26
Gas buangan pabrik yang mengandung asap dan partikel
berbahaya dapat diatasi dengan menggunakan alat yang disebut
pengendap Cottrell. Asap buangan itu dimasukkan ke dalam
ruangan bertegangan listrik tinggi sehingga elektron molekul udara.
Partikel asap akan menyerap ion positif dan tertarik ke elektroda
negatif sehingga menggumpal. Akhirnya gas yang keluar bebas asap
dan padatan
2. Penggumpalan lateks
Lateks adalah koloid karet dalam air, berupa sol bermuatan
negatif. Bila ditambah ion postif, lateks menggumpal dan dapat
dibentuk sesuai cetakan
3. Membantu pasien gagal ginjal
Seseorang yang ginjalnya tidak mampu mengeluarkan
senyawa beracun dari darah; seperti urea dan keratin disebut juga
gagal ginjal. Orang ini dapat dibantu dengan cara dialysis, yaitu
meghisap darahnya dan dialirkan ke dalam alat sehingga urea dan
keratin serta ion-ion lain ditarik keluar
4. Penjernihan air
Air yang jernih harus bebas koloid, oleh karena itu air diberi
aluminium sulfat atau tawas. Tawas akan teruari menjadi Al3+ dan
SO42- yang mengkoagulasi partikel koloid sehingga mengendap di
dasar wadah dan air menjadi jernih
5. Sebagai deodoran
Keringat biasanya mengandung protein yang dapat
menimbulkan bau bila diuraikan oleh bakteri yang banyak terdapat
di tempat basah, seperti ketiak. Namun, bila diberi deodoran bau itu
dapat berkurang dan hilang, karena di dalan deodoran mengandung
aluminium klorida untuk mrengendapkan protein dalam keringat
6. Sebagai bahan makanan dan obat
27
Ada bahan makanan atau obat berwujud padat sehingga tidak
enak dan dulit ditelan. Untuk megatasinya, zat itu dikemas dalam
bentuk koloid sehingga mudah diminum contohnya susu encer.
7. Bahan pencuci
Sabun sebagai pembersih karena dapat mengemulsi minyak
dalam air. Sabun dalam air terion menjadi Na+ dan ion asam lemak.
Kepala asam lemak yang bermuatan negatif larut dalam air,
sedangkan ekornya larut dalam minyak. Hal ini menyebabkan
tetesan minak larut dalam air.
(Syukri, 1999, hlm 463-465)
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap
penelitian-penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian terdahulu, diperoleh
beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Nadeem Anwar, et, al. (2012)
“Relationship of Creative Thinking with the Academic Achevements of
Secondary School Students”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara berpikir kreatif dan prestasi akademik
siswa pada setiap aspek berpikir kreatif. Peneliti juga menyatakan bahwa
aspek berpikir kreatif seperti kecerdasan misalnya pada matematis,
linguistik dan interpersonal merupakan contoh masalah yang bisa
diselesaikan melalui berpikir kreatif.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tatag Yuli Eko Siswono (2011) “Level of
Students’s Creative Thinking in Classroom Mathematics”. Penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik sesuai dengan
tingkat berpikir kreatif yang didasarkan pada kelancaran, keluwesan dan
kebaruan dalam pemecahan dan pengajuan masalah dalam matematika.
Terdapat 4 tingkatan, pada level 4 siswa memenuhi ketiga komponen
indikator berpikir kreatif (kelancaran, keluwesan, kebaruan). Siswa pada
level 3 memenuhi 2 komponen indikator (keluwesan dan kefasihan serta
28
kebaruan dan kefasihan). Siswa pada level 2 memenuhi 1 komponen
(keluwesan atau kebaruan). Sedangkan siswa pada level 1 tidak memenuhi
semua komponen indikator berpikir kreatif
3. Penelitian yang dilakukan oleh Fatwa Patimah Nursaa’dah (2016) “Analisis
Kemampuan Berpikir Kreatif Ditinjau dari Adversity Quotient, Sikap
Ilmiah dan Minat Belajar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang siginifikan antara adversity quotient dan kemampuan
berpikir kreatif yaitu sebesar 2,595.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Guntur Suhandoyo dan Pradnyo Widayanti
(2016) “Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikan
Soal High Order Thinking Ditinjau dari Adversity Quotient”. Penelitian ini
untuk mengetahui perbedaan profil kemampuan berpikir kreatif
berdasarkan subjeknya (climber, camper dan quitter). Hasil menunjukan
bahwa subjek climber menunjukkan komponen fleksibilitas dan kefasihan.
Subjek camper menunjukkan flesibilitas dan subjek quitter mampu
menunjukkan komponen kefasihan. Namun dari ketiga subjek tersebut
belum menunjukkan pada komponen kebaruan
5. Penelitian yang dilakukan oleh Napis (2018) “Analysis of Physic Problem
Solving in the Perspectif of Self Efficacy and Adversity Quotient”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa analisis pemecahan masalah fisika dengan
self efficacy dan adversity quotient adalah signifikan yaitu 0,05, dimana
kontribusi pemecahan masalah fisika dengan self efficacy sebesar 4,92%,
kontribusi pemecahan masalah dengan adversity quotient sebesar 8,41%
dan kontribusi antara self-efficacy dengan adversity quotient sebesar 7,18%.
Hal ini menunjukkan bahwa adversity quotient memiliki kontribusi yang
lebih besar dalam penyelesaian masalah pada fisika.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Esen Uzuntiryaki-Kondakci dan Ayse Senay
(2015) “Predicting Chemistry Achievment Trough Task Value, Goal
Orientations, and Self Efficacy: A Structural Model”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa self efficacy dengan prestasi kimia memiliki
signifikansi yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki
29
keyakinan diri yang tinggi dalam keterampilan kognitifnya akan fokus
belajar dalam hal untuk kompetensi maupun bersaing dengan yang lain.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad M Alzoubi, et al. (2016) “The Effect
of Creative Thinking Education in Enhancing Creative Self Efficacy and
Cognitive Motivation”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara pembelajaran berpikir kreatif dengan self
efficacy, hal itu karena pembelajaran berpikir kreatif dapat mengembangkan
keyakinan yang positif terhadap keterampilan kreatif siswa.
8. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nuraeni (2019) “Hubungan Self
Efficacy dengan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi
Kesetimbangan Kimia”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif dengan kategori sedang yaitu sebesar 0,582 antara
self efficacy dengan keterampilan berpikir kritis siswa.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan literatur yang dipelajari sebelumnya, bahwa ilmu kimia ialah
salah satu mata pelajaran sains yang dianggap sulit oleh siswa. Kesulitan siswa
dalam memahami konsep dengan benar merupakan salah satu alasannya.
Namun, berdasarkan kemendikbud nomor 69 tahun 2013 siswa dituntut untuk
mengembangkan kreativitasnya melalui kemampuan berpikir kreatifnya.
Selain itu, kemampuan berpikir kreatif siswa diperlukan dalam
memahami ilmu kimia yang ditunjukkan dengan adanya korelasi antara
adversity quotient dan self efficacy. Dalam menyelesaikan tugas-tugas siswa
membutuhkan kecerdasan adversitas dalam menyelesaikan masalahnya, siswa
akan terus berusaha bertahan dengan kesulitan dalam mengerjakan tugas-
tugasnya hingga menemukan jalan keluar, serta mereduksi hambatan dan
rintangan dengan mengubah cara berpikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut.
Begitu pula dengan seseorang mempunyai efikasi diri yang tinggi maka akan
memiliki keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan
suatu tugas yang diberikan dengan berbagai bentuk maupun berbagai tingkat
kesulitan.
30
Indikator yang dapat menunjukkan adversity quotient, yaitu: (1) Control
(Kendali) (2) Origin (Kepemilikan atau original) dan (3) Endurance (Daya
tahan) (Stoltz, 2000). Sedangkan untuk indikator self efficacy, meliputi: (1)
Magnitude (level) (2) Strengh (Kekuatan) (3) Generality (Generalitas)
(Bandura, 1977). Dalam penelitian ini untuk indikator tes kemampuan berpikir
kreatif yaitu: (1) Fluency (Kelancaran) (2) Flexibelity (Keluwesan) (3)
Originality (Originalitas) (Silver, 1997). Berikut merupakan kerangka berpikir
yang digambarkan secara umum pada (Gambar 2.1)
31
Gambar 2. 1 Kerangka Bepikir
Identifikasi kecerdasan Adversity Quotient dan Self-Efficacy
melalui soal-soal keterampilan berpikir kreatif pada materi koloid
Adversity Quotient dan Self Efficacy mempunyai
hubungan dengan kemampuan berpikir kreatif
Indikator
Adversity
Quotient:
1. Control
2. Origin
3. Endurance
Indikator Self
Efficacy:
1. Magnitude
2. Strengh
3. Generality
Indikator
Kemampuan
Berpikir Kreatif:
1. Fluency
2. Flexibility
3. Originality
Siswa dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya dalam berpikir
kreatif berdasarkan Kemendikbud No.69 Tahun 2013
Banyak siswa beranggapan bahwa mata pelajaran kimia sulit
dipahami karena beum mampu memahami konsep dengan benar
yang saling berkaitan dengan konsep lain
32
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori yang melandasi objek kajian penelitian serta
mengacu pada hasil penelitian yang relevan, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan
kemampuan berpikir kreatif
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara Self-Efficacy dengan
kemampuan berpikir kreatif
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dan Self-
Efficacy dengan kemampuan berpikir kreatif
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada November 2019.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAS Daar El-Qolam.
B. Metode dan Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan pendekatan
kuantitatif, karena dalam penelitian ini menggunakan penelitian survey.
Menurut Siregar (2013, hlm. 30) yang termasuk pendekatan kuantitatif
merupakan pengujian teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan
antarvariabel, memberikan deskripstif statistik, menafsir dan meramalkan
hasilnay. Adapun pemilihan metode korelasional ini dilakukan karena dalan
penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan antar variabel terhadap
apa yang diteliti. Menurut Arikunto (2014, hlm. 313) “Penelitian
korelasional bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan
apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu”,
yaitu hubungan antar variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Dalam penelitian korelasi ini, peneliti menyelidiki dan
menghubungkan suatu variabel dengan variabel yang lainnya, yaitu antara
adversity quotient dan self efficacy dengan kemampuan berpikir kreatif
siswa pada materi sistem koloid.
2. Desain penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan adversity
quotient dan self efficacy dengan kemampuan berpikir kritis mahasiswa
34
pada materi koloid. Pada penelitian ini peneliti tidak memberikan perlakuan
melainkan ingin menghubungkan antara variabel X1 dan X2 (sebagai
variabel bebas) dan Y (sebagai variabel terikat) yang diharapkan dapat
memberikan informasi terkatit dengan masalah yang diteliti. Berikut
merupakan desain penelitian yang akan dilakukan:
Keterangan:
X1 = Variabel Adversity Quotient (variabel bebas)
X2 = Variabel Self Efficacy (variabel bebas)
Y = Variabel kemampuan berpikir kreatif (variabel terikat)
3. Alur Penelitian
Untuk memberikan gambaran pada penelitian ini, peneliti merancang
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Mengumpulkan literatur (buku, jurnal dan internet).
b. Menentukan permasalahan berdasarkan studi literatur.
c. Mengadopsi dan menerjemahkan instrumen penelitian yaitu
instrument berupa angket skala adversity quotient dan self efficacy.
d. Membuat instrumen berupa soal-soal kemampuan berpikir kreatif
terkait materi sistem koloid.
e. Menguji validitas instrumen yang telah dibuat kepada mahasisiwa
untuk mengetahui validitas dan realibilitas. Apabila sudah layak
maka instrumen tersebut diperbanyak dan siap untuk digunakan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Menyebarkan instrumen soal-soal berpikir kreatif kepada siswa.
X1
X2
Y
35
b. Menyebarkan instrumen angket skala adversity quotient dan self
efficacy.
3. Tahap Penyelesaian
a. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian.
b. Menuliskan hasil dan pembahasan.
c. Menarik kesimpulan.
Adapun skema alur penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 3.1.
36
Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Penyelesaian
Gambar 3. 1 Bagan Alur Penelitian
Studi Literatur
Adversity Quotient Self Efficacy Kemampuan berpikir kreatif
Masalah
Menyusun instrumen angket skala
Adversity Quotient dan Self Efficacy
Menyusun instrumen soal kemampuan berpikir kreatif
Angket Adversity Quotient, Self Efficacy
dan soal berpikir kreatif
Uji Coba Revisi
Validitas dan
realibilitas Tidak Valid
Valid Memperbanyak instrumen
Penelitian: Pengambilan
data dan pemberian
soal-berpikir kreatif
Mengolah dan menganalisis data
Pembahasan dan
kesimpulan
37
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Riduwan (2003, hlm 8), populasi diartikan subjek yang
berada pasa suatu wilayah tertentu dan memenuhi syarat-syarat yang
berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas XII SMAS Daar El-Qolam.
2. Sampel
Menurut Riduwan (2003, hlm 10), sampel merupakan bagian dari
populasi dimana populasi tersebut memiliki ciri-ciri atau keadaan tertentu
sehingga dapat digunakan oleh peneliti. Sampel yang diambil yaitu siswa
kelas XII IPA A dan XII IPA C yang berjumlah 72 siswa. Sampel diambil
dari populasi terjangkau secara random sampling. Teknik random sampling
merupakan teknik pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan
srata yang ada di dalam populasi tersebut (Sugiyono, 2008, hlm 64).
D. Teknik Pengumpulan Data
Keberhasilan penelitian banyak ditentukan oleh teknik pengumpulan data
yang digunakan. Hal ini dikarenakan data yang diperlukan dan dikumpulkan
oleh peneliti yang berfungsi untuk menjawab masalah penelitian yang diperoleh
melalui teknik pengumpulan data. Untuk memperoleh data-data dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa instrumen. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Soal Tes Berpikir Kreatif
Tes merupakan sejumlah pertanyaan atau latihan yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2014, hlm.193).
Pada penelitian ini, tes yang digunakan bertujuan untuk mengukur
kemampuan berpikir kreatif siswa yang berupa pemberian soal. Soal yang
diberikan kepada siswa meruapakan soal yang jawabannya bersifat terbuka.
Soal dibuat dengan mengacu dalam ketiga aspek dalam berpikir kreatif,
38
yaitu aspek kefasihan (fluency), keluwesan (flexibility), dan kebaruan
(originality).
2. Angket Adversity Quotient tentang soal sistem koloid
Menurut Arifin (2011, hlm 228), angket adalah instrumen penelitian
yang berisi serangkaian pertanyaan untuk menjaring data atau informasi
yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan pendapatnya.
Dalam penelitian ini angket yang digunakan untuk menanyakan respon
mahasiswa terhadap adversity quotient yang dimiliki terkait soal berpikir
kreatif pada materi sistem koloid.
3. Angket Self Efficacy
Dalam penelitian ini angket yang digunakan untuk menanyakan
respon mahasiswa terhadap self efficacy yang dimiliki terkait soal berpikir
kreatif pada materi sistem koloid. Adapun angket menurut Riduwan (2003,
hlm 53) adalah untuk mencari informasi yang lengkap mengenai suatu
masalah.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Tes Essay Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Sistem Koloid
Peneliti menggunakan instrumen berupa tes atau soal-soal tes. Soal tes
terdiri dari banyak butir tes (item) yang masing-masing mengukur satu jenis
variabel (Arikunto, 2014, hlm 194). Instrumen tes yang digunakan dalam
penelitian ini berupa tes essay, karena dapat menuntut siswa dengan
jawaban yang kreatif dan dilengkapi dengan rubrik penilaian komponen
berpikir kreatif (Marwiyah et, al, (2015). Soal terdiri dari 15 soal
menggunakan indikator kemampuan berpikir kreatif. Soal tesebut disusun
berasarkan kisi-kisi instrumen yang telah dibuat.
39
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Tes Essay Kemampuan Berpikir Kreatif
Keterangan *: Soal yang tidak valid
2. Angket Adversity Quotient
Instrumen yang digunakan yaitu instrumen non tes berupa angket.
Menurut Subana (2001, hlm 127), “Instrumen yang tergolong non-tes di
antaranya dapat berupa angket, wawancara, observasi atau studi
dokumentasi”. Instrumen angket dalam penelitian ini menggunakan angket
tertutup. Menurut Arifin (2011: 228), bentuk angket tertutup yaitu angket
yang setiap pertanyaannya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari Juwita (2017).
Adapun kisi-kisi instrumen penelitian yang digunakan terdapat pada table
3.2.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Adversity Quotient
No Dimensi Adversity
Quotient
Nomor
Pernyataan
Jumlah
Item
1. Control 5, 10, 11, 12, 15 5
2. Origin 3, 4, 6, 7, 9 5
3. Endurance 1, 2, 8, 13, 14 5
Jumlah 15
Indikator Deskripsi Indikator Item Soal
Bepikir Lancar
(fluency)
Mencetuskan banyak
gagasan, jawaban,
penyelesaian masalah,
atau pertanyaan
1*, 2*, 3, 4, 5
Keluwesan
(flexibility)
Memberikan penafisran
(interpretasi) terhadap
suatu masalah
6*, 7, 8, 9, 10*
Berpikir Orisinil
(originality)
Mampu melahirkan
ungkapan yang baru dan
unik
11, 12, 13*,
14, 15
40
Instrumen pada penelitian ini dibuat dengan menggunakan skala likert
yang mempunyai empat kemungkinan jawaban yaitu sangat setuju (SS),
setuju (S), Ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) yang
setiap jawabannya memiliki skor tersendiri sesuai dengan pernyataan.
Kategori skor dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Pemberian Skor Angket Adversity Quotient
(Siregar ,
2013, hlm
50)
3. Angket Self Efficacy
Adapun angket yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari
Gafoor & Ashraf (2006) Berikut adalah kisi-kisi instrumen Self Efficacy:
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Self Efficacy
No Dimensi Self
Efficacy Nomor Pernyataan Jumlah Item
1. Level 1, 14, 15, 16, 17 5
2. Strengh 10, 11, 12, 13, 14,20 5
3. Generality 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 18, 19 10
Jumlah 20
Instrumen pada penelitian ini dibuat dengan menggunakan skala likert
yang mempunyai empat kemungkinan jawaban yaitu sangat setuju (SS),
setuju (S), Ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) yang
setiap jawabannya memiliki skor tersendiri sesuai dengan pernyataan.
Kategori skor dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Pemberian Skor Angket Self Efficacy
(Siregar, 2013, hlm. 50)
Alternatif Jawaban Skor Item
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Ragu-Ragu (R) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Alternatif Jawaban Skor Item
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Ragu-Ragu (R) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
41
F. Uji Coba Instrumen
Sebelum dilakukan penelitian, instrumen terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dan realibilitas.
1. Uji Validitas
“Validitas berhubungan dengan kemampuan untuk mengukur secara
tepat sesuatu yang ingin diukur” (Siregar, 2013, hlm 75). Uji validitas
instrumen digunakan untuk mengetahui kesahihan butir pertanyaan
sehingga data yang digunakan dalam analisis selanjutnya adalah data yang
diambil berdasarkan butir pertanyaan yang valid. Item yang tidak valid
berarti tidak dapat mengukur apa yang ingin diukur sehingga hasil yang
tidak valid harus dibuang atau diperbaiki. Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan SPSS versi 20.0.
Uji coba soal berpikir kreatif dilakukan siswa berjumlah 52 siswa.
Data uji coba instrumen soal tersebut kemudian ditabulasi dengan tujuan
untuk menghitung hasil uji coba. Butir soal dikatakan valid jika nilai rhitung
> rtabel. Jika diketahui n = 52, maka nilai rtabel dengan taraf kesalahan 5%
sebesar 0,2681. Jika koefisien korelasi setiap butir soal lebih besar dari
0,2681 maka butir soal instrumen tersebut dinyatakan valid.
Berdasarkan data hasil uji coba validitas instrumen butir soal
kemampuan berpikir kreatif pada materi koloid terdapat 2 butir soal yang
tidak valid dan 10 butir soal yang valid. Hal tersebut dikarenakan butir yang
tidak valid mempunyai rhitung < rtabel yaitu kurang dari 0,2681. Butir soal
yang tidak valid dinyatakan gugur dan tidak dapat digunakan dalam
penelitian karena item yang valid masih cukup mewakili masing-masing
indikator yang digunakan seperti pada table 3.3 berikut.
Tabel 3.6 Hasil Uji Validasi Instrumen soal kemampuan bepikir
kreatif pada materi koloid
No Butir Soal rhitung rtabel 5% (52) Keterangan
1 -0,024 0,2681 Tidak Valid
42
2 0,160 0,2681 Tidak Valid
3 0,413 0,2681 Valid
4 0,638 0,2681 Valid
5 0,489 0,2681 Valid
6 0,598 0,2681 Valid
7 0,5542 0,2681 Valid
8 0,513 0,2681 Valid
9 0,470 0,2681 Valid
10 0,473 0,2681 Valid
11 0,665 0,2681 Valid
12 0,709 0,2681 Valid
2. Uji Realibilitas
“Keandalan (realibility) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
hasil pengukuran tetap konsisten” (Siregar, 2013, hlm 87). Uji realibilitas
ini dilakukan untuk mengukur ketepatan instrument soal tes. Instrumen
yang tidak reliabel maka tidak dapat konsistensi untuk pengukuran sehingga
hasil pengukuran tidak dapat dipercaya. Uji realibiltas menggunakan rumus
Cronbach Alpha.
Perhitungan uji realibilitas menggunakan SPSS 20.0. Instrumen
penelitian dikatakan reliabel jika mempunyai tingkat keandalan koefisien ≥
0,600. Hasil perhitungan instrumen butir soal pada penelitian ini sebesar
0,727. Oleh karena itu, dapat disimpulkan instrumen dalam penelitian ini
reliabel dengan kriterian reliabilitas tinggi. Nilai interpretasi kriteria
realibilitas pada interval 0,71 – 0,90 termasuk dalam kategori tinggi
(Sya’ban, 2005).
G. Teknik Analisis Data
Teknik statistik dalam penelitian ini digunakan untuk mengolah dan
menganalisis data yang telah terkumpul dalam penelitian. Pengolahan data yang
dilakukan terdiri dari dua tahap yaitu tahap analisis statistik deskriptif dan
analisis statistik inferensial. Adapun tahapan dari kedua statistik tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif
43
Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum
data yang diperoleh. Analisis statistik deskriptif yang digunakan meliputi
nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median), modus, standar deviasi, nilai
tertinggi dan terendah serta range pada siswa.
Kecendrungan suatu variabel hubungan adversity quotient dan self
efficacy terhadap kemampuan berpikir kreatif digunakan skor rata-rata
(mean) dan simpangan baku ideal (standar deviasi) tiap variabel. Cara
menghitung skor rata-rata (Mi) = 1
2 x (skor tertinggi + skor terendah),
sedangkan standar deviasi ideal (SDi) = 1
2 x (skor tertinggi - skor terendah)
(Sya’ban, 2005). Kecendrungan skor tiap variabel dibagi menjadi empat
kelompok, dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut:
Tabel 3.7 Kategori Kecendrungan Suatu Variabel
No Kategorisasi Data Kategori Skor
1 Mi + 1,5 SDi ≤ x Sangat Baik
2 Mi ≤ x Mi + 1,5 SDi Baik
3 Mi – 1,5 SDi ≤ x ≤ Mi Cukup Baik
4 X < Mi – 1,5 SDi Kurang Baik
(Sya’ban, 2005)
2. Analisis Statistik Inferensial
Sebelum pengujian hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat analisis
a. Uji prasyarat analisis
Untuk memenuhi persyaratan sebelum dilakukan pengujian
hipotesis, maka perlu adanya uji prasyarat yakni uji normalitas dan
homogenitas.
1) Uji Normalitas
Kadir (2015, hlm. 144) menjelaskan bahwa uji normalitas
dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan dan uji prasyarat
sebelum uji hipotesis dilakukan. Uji normalitas bertujuan untuk
mengetahui apakah data yang dianalisis terdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini
44
menggunakan SPSS versi 20.0 adalah uji normalitas Kolmogorov
Smirnov.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari output uji normalitas
Kolmogorov Smirnov adalah syarat penerimaan atau penolakan H0
sebagai berikut (Kadir, 2015, hlm. 157):
H0: Data hasil penelitian berdistribusi normal.
H1: Data hasil penelitian berdistribusi tidak normal.
Jika Sig. > α (0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Jika Sig. < α (0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan teknik statistic
yang akan digunakan pada uji korelasi. Data yang berdistribusi
normal menggunakan teknik parametris, sedangkan data yang tidak
berdistribusi normal menggunakan teknik non parametris. Menurut
Sugiyono (2008, hlm. 95) statistik parametris memerlukan terpenuhi
banyak asumsi, yang terpenting yaitu data harus berdistribusi
normal, sedangkan statistik non parametris tidak harus berdistribusi
normal karena statistik ini tidak menuntut terpenuhi banyak asumsi.
2) Uji Homogenitas
Menurut kadir (2015, hlm. 143) homogenitas dalam suatu
penelitian survey korelasi lebih mengacu pada homogenitas secara
konseptual daripada homogenenitas secara empiris melalui
pengujian dengan data sampel. Pengujian homogenitas dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah data Adversity
Quotient dan Self Efficacy dengan Kemampuan Berpikir Kreatif
siswa pada materi system koloid dapat dikatakan homogen. Uji
homogenitas menggunakan teknik uji Levene Statistic (Test
Homogenity of Varians) menggunakan SPSS 20.0.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari output uji homogenitas
Levene Statistic yaitu dengan syarat ketentuan penerimaan atau
penolakan H0 sebagai berikut:
45
H0 : Distribusi data hasil penelitian homogen, jika Sig. (2-tailed) atau
nilai probabilitas (p-value) > 0,05. H0 diterima
H1 : Distribusi data hasil penelitian homogen, jika Sig. (2-tailed) atau
nilai probabilitas (p-value) < 0,05. H0 ditolak
3) Uji Linearitas
Pengujian linearitas data kemampuan berpikir kreatif atas
adversity quotient dan self efficacy bertujuan untuk mengetahui
apakah data yang diteliti mempunyai hubungan yang linear atau
tidak. Apabila nilai data yang diperoleh menunjukkan sig > α (0,05)
maka ditribusi data linear, sedangkan nilai sig < α (0,05) maka
distribusi data tidak linear (Siregar, 2013, hlm 178).
4) Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat terpenuhi, maka dapat dilakukan
pengujian hipotesis. Cara pembuktian dari hipotesis yang telah
dikemukakan adalah dengan mengolah data yang dperoleh dari hasil
penelitian dengan menggunakan teknik analisis korelasi. Teknik
analisis tersebut digunakan dalam mengetahui hubungan antara
adversity quotient (variabel X1) dan self efficacy (variabel X2)
terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi system
koloid (variabel Y).
Pada penelitian ini menggunakan uji hipotesis berganda, karl pearson
product moment dan spearman’s. Data yang berdistribusi normal dianalisis
dengan menggunakan statistik parametris. Statistik parametris dalam uji
korelasi dapat berupa korelasi karl pearson product moment. Sedangkan
data yang tidak berdistribusi normal dianalisis dengan statistik non
parametris dalam uji korelasi dapat berupa korelasi spearman’s. Kriteria
pengujian pada korelasi Spearman’s Rank sebagai berikut.
Jika sig > α (0,01) maka H0 diterima
Jika sig < α (0,01) maka H0 ditolak
Kriteria pengujian korelasi karl pearson product moment sebagai berikut.
Jika sig > α (0,05) maka H0 diterima
46
Jika sig < α (0,05) maka H0 ditolak
Sedangkan kriteria pengujian korelasi berganda sebagai berikut.
Jika sig > α (0,05) maka H0 diterima
Jika sig < α (0,05) maka H0 ditolak
Menentukan interpretasi dari nilai korelasi dapat digunakan tabel 3.8
berikut:
Tabel 3.8 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
(Riduwan, 2003, hlm. 228)
H. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik yang akan diuji dalam rangka pengambilan keputusan
penerimaan atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis statistik hubungan antara adversity quotient terhadap kemampuan
berpikir kreatif yang telah ditetapkan, yaitu:
H0 : r = 0
H1 : r ≠ 0
Keterangan:
r : Nilai koefisien korelasi
H0 : Tidak terdapat hubungan antara adversity quotient terhadap
kemampuan berpikir kreatif
H1 : Terdapat hubungan antara adversity quotient terhadap
kemampuan berpikir kreatif
b. Hipotsis statistik hubungan antara self efficacy terhadap kemampuan
berpikir kreatif yang telah ditetapkan yaitu:
H0 : r = 0
H1 : r ≠ 0
Keterangan:
47
r : Nilai koefisien korelasi
H0 : Tidak terdapat hubungan antara self efficacy terhadap
kemampuan berpikir kreatif
H1 : Terdapat hubungan antara self efficacy terhadap kemampuan
berpikir kreatif
c. Hipotsis statistik hubungan antara adversity quotient dan self efficacy
terhadap kemampuan berpikir kreatif yang telah ditetapkan yaitu:
Ho : rx1.x2.y = 0
Ha : rx1.x2.y ≠ 0
Keterangan:
r : Nilai koefisien korelasi
H0 : Tidak terdapat hubungan antara adversity quotient dan self
efficacy terhadap kemampuan berpikir kreatif
H1 : Terdapat hubungan antara adversity quotient dan self efficacy
terhadap kemampuan berpikir kreatif
88
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Adversity Quotient memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap
kemampuan berpikir kreatif berdasarkan nilai koefisien korelasi sebesar
0,349 berada pada kategori rendah.
2. Self-Efficacy memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap
kemampuan berpikir kreatif berdasarkan nilai koefisien korelasi sebesar
0,270 berada pada kategori rendah.
3. Adversity Quotient dan Self-Efficacy memiliki hubungan positif yang
signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif berdasarkan nilai koefisien
korelasi sebesar 0,355 berada pada kategori rendah.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, peneliti
memberi saran diantaranya:
1. Siswa hendaknya memiliki ketahanan serta keyakinan diri dalam
menghadapi masalah, karena jika ketahanan dan keyakinan diri yang
dimiliki tinggi akan memahami segala suatu masalah dengan mudah.
2. Siswa hendaknya meningkatkan kemampuan berpikir kreatifnya dengan
mengeksplorasi kemampuannya sendiri pada saat memahami sebuah
konsep pembelajaran.
3. Pada penelitian selanjutnya hendaknya penulis mampu menganalisis
tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan mengembangkan
adversity quotient, self-efficacy dan kemampuan berpikir kreatif pada
mahasiswa.
89
DAFTAR PUSTAKA
Adi, I. N., Herawati, N. T., & Atmadja, A. T. (2019). Pengaruh Self-Efficacy,
Metode Mengajar, dan Minat Terhadap Keberhasilan Studi Mahasiswa (Studi
Kasus Pada Alumni Mahasiswa Jurusan Akuntansi Program S1 Fakultas
Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha). E-Journal S1 Ak Universitas
Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1, 10(1).
Ait, K., Rannikmäe, M., Soobard, R., Reiska, P., & Holbrook, J. (2015). Students’
Self-Efficacy and Values Based on A 21st Century Vision of Scientific
Literacy – A Pilot Study. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 177(July
2014), 491–495. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.02.403
Alzoubi, M.A., Al-Qudah, M.F., Albursan, S.I., Bakhiet, F.S., & Abduljabar, S.A.,
(2016). The Effect of Creative Thinking Education in Enchancing Creative
Self-Efficacy and Cognitive Motivation. Journal of Education and
Development Psychology. (6)1, 1-14. doi: 10.5539/jedp.v6n1p117
Antara, H., Dan, A., Dengan, I., Setyabudi, I., Psikologi, F., Esa, U., & Jakarta, U.
(2011). Hubungan Antara Adversiti Dan Inteligensi Dengan Kreativitas.
Jurnal Psikologi, 9(1), 1–8.
Anwar, A. I. D. (2009). Hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan berbicara
di depan umum pada mahasiswa fakultas psikologi universitas sumatera utara.
Psikovidya Volume 18 Nomor 1 April 2014, 18(April), 1–81.
Arifin, Khoirol. (2018). Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Korosi
Melalui Model Pembelajaran Berbasis Otak (Brain-Based Learning). Skripsi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Arikunto, Suharsimi. (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azhari, A., & Somakim, S. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematik Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme Di Kelas Vii Sekolah
Menengah Pertama (Smp) Negeri 2 Banyuasin Iii. Jurnal Pendidikan
Matematika, 8(1). https://doi.org/10.22342/jpm.8.1.992.1-12
Bandura, Albert. (1977). Self-efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavorial
90
Change. Phycological Review, 2(84): 191-215.
Bandura, ALbert. (1994). Self-efficacy. Stanford University.
Baten, C. E. (1918). Your Classroom. In Journal of Education (Vol. 88).
https://doi.org/10.1177/002205741808801819
Beghetto, R. A. (2006). Creative self-efficacy: Correlates in middle and secondary
students. Creativity Research Journal, 18(4), 447–457.
https://doi.org/10.1207/s15326934crj1804_4
Brady, James E. (1999). Kimia Universitas dan Asas Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara
Bouchard, B. T., Parent, S., & Larivee, S., (19910. Influence of Self-Efficacy on
Self-Regulation and Perfomance among Junior and Senior High-School Age
Students. International Journal of Behavorial Development, 14(2), 153-164.
Carson, J. (2007). A Problem With Problem Solving: Teaching Thinking Without
Teaching Knowledge. Mathematics Educator, 17(2), 7–14.
Cheung, D. (2014). The Combined Effects of Classroom Teaching and Learning
Strategy Use on Students’ Chemistry Self-Efficacy. Research in Science
Education, 45(1), 101–116. https://doi.org/10.1007/s11165-014-9415-0
Chuang, C. F., Shiu, S. C., & Cheng, C. J. (2010). The relation of college students’
process of study and creativity: The mediating effect of creative self-efficacy.
World Academy of Science, Engineering and Technology, 43(7), 960–963.
Cristina, M., & Santos, J. (2012). Researchers esearchers esearchers esearchersW
W W World orld orld orld. Science & Commerce International Refereed
Research Journal ■ Www.Researchersworld.Com ■, 4(2), 13–23. Retrieved
from www.researchersworld.com
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dewi, Mulyana & Suhendri, H. (2017). Pengaruh Kemandirian dan Ketahan
malangan (Adversity Quotient) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika. (3), 724–735.
Gafoor, A., Ashraf, M. (2006). Academic Self-Efficacy Scale. Journal
Departement of Education, University of Calicut
91
Gazali, Zulkarnain. (2015). Pengembangan Bahan Ajar Kimia Materi Koloid untuk
SMA Kelas XI IPA Semester II Berdasarkan Pendekatan Inkuiri Terbimbing.
Jurnal Kependidikan. 14(4): 417-425.
Ghanizadeh, A., & Ghonsooly, B. (2014). A tripartite model of EFL teacher
attributions, burnout, and self-regulation: Toward the prospects of effective
teaching. Educational Research for Policy and Practice, 13(2), 145–166.
https://doi.org/10.1007/s10671-013-9155-3
Gibson, L. J., Ivancevich, M. J., Donnelly, H. J. Konopaske, R., (2009).
Organizations: Behavior, Structure, Processes. America New York: Texas
States University.
Gist, M. E. (1987). Self-Efficacy: Implications for Organizational Behavior and
Human Resource Management. Academy of Management Review, 12(3), 472–
485. https://doi.org/10.5465/amr.1987.4306562
Goodson, L., & Rohani, F. (1998). Higher Order Thinking Skills • Definition •
Teaching Strategies • Assessment. Thinking, 18, 458. Retrieved from
http://www.cala.fsu.edu/files/higher_order_thinking_skills.pdf
Gurcay, D., & Ferah, H. O. (2018). High School Students’ Critical Thinking
Related to Their Metacognitive Self-Regulation and Physics Self-Efficacy
Beliefs. Journal of Education and Training Studies, 6(4), 125.
https://doi.org/10.11114/jets.v6i4.2980
Hanifah, N. (2012). Peningkatan Self Efficacy Dan Berpikir Kritis Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Materi Pokok Asam Basa Kelas Xi
Sman 9 Surabaya (Increase in Self Efficacy and Critical Thinking Through
Implementation Model Study of Inkuiry on Subject Matter O. UNESA Journal
of Chemical Education, 1(2), 27–33.
Helsinki, E. P. (1997). The state-of-art in mathematical creativity. ZDM -
International Journal on Mathematics Education, 29(3), 63–67.
https://doi.org/10.1007/s11858-997-0001-z
Heong, Y. M., Yunos, J. M., Othman, W., Hassan, R., Kiong, T. T., & Mohamad,
M. M. (2012). The Needs Analysis of Learning Higher Order Thinking Skills
for Generating Ideas. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 59, 197–203.
92
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.09.265
Hoffman, B., & Schraw, G. (2009). The influence of self-efficacy and working
memory capacity on problem-solving efficiency. Learning and Individual
Differences, 19(1), 91–100. https://doi.org/10.1016/j.lindif.2008.08.001
Huddle, P. A., White, M. D., & Rogers, F. (2000). Using a Teaching Model to
Correct Known Misconceptions in Electrochemistry. Journal of Chemical
Education, 77(1), 104–110. https://doi.org/10.1021/ed077p104
Juwita, Intan. (2017). Hubungan Adversity Quotient dan Self-Efficacy dengan
Stress pada Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) IAIN
Langsa. Tesis. Univesritas Medan Area
John M. Echols dan Hasan Shandily. (2000). Kamus Inggris Indonesia An English
-Indonesia Dictionary. Jakarta: PT. Gramedia.
Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2009). Psychologiucal testing.
Kadir. (2015). Statistika Terapan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Permendikbud Republik
Indonesia Nomor 59 Tahun 2013 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Atas/ Madrasah Aliyah.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Modul Penyusunan High Order
Thinking (HOTS). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menegah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keenan, Charles W. (1984). Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga
Kondakci, Esen Uzuntiryaki, & Ayse Senay. (2015). Preticting Chemistry
Achievment Trough Task Value, Goal orientations, and Self-Efficacy: A
Structural Model, Croatian Journal of Education, 17(03): 725-753.
Lane, J., & Lane, A. (2001). Self-efficacy and academic performance. Social
Behavior and Personality, 29(7), 787–798.
https://doi.org/10.2224/sbp.2001.29.7.687
Lasmono, Hari, K,. (2001). Tinjauan Singkat Adversity Quotient. Indonesian
Psychological Journal, 17(01), 63-68.
Liberna, H. (2018). Hubungan Efikasi Diri Terhadap Pemahaman Berpikir Kreatif
Matematika. 132–139.
93
Lisliana, Hartoyo, A., & Bistari. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Pada Materi Segitiga Di SMP. Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Untan Pontianak, 5(11), 1–11. Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/192481/analisis-kemampuan-berpikir-
kreatif-siswa-dalam-menyelesaikan-masalah-pada-materi-segitiga
Marheni. (2007). Materi Pokok Kimia Dasar 2. Jakarta: Universitas Terbuka.
Marwiyah, S., Kamid, & Risnita., 2015. Pengembangan Instrumen Penilaian
Keterampilan Berpikir Kreatif pada Mata Pelajaran IPA Terpadu Materi Atom,
Ion, dan Molekul SMP Islam Al Falah. Mahasiswa Program Magister
Pendidikan IPA Universitas Jambi, 4(1), 26-31.
Masfingatin, T. (2013). Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam
Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Adversity Quotient
(Penelitian dilakukan di MTs Negeri Dolopo Tahun Ajaran 2011/2012). Jipm,
2(1), 1–8. https://doi.org/http://doi.org/10.25273/jipm.v2i1.491
Meika, I., & Sujana, A. (2017). Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Sma. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran
Matematika, 10(2), 8–13. https://doi.org/10.30870/jppm.v10i2.2025
Merianah, M. (2019). Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Adversity Quotient
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SDIT IQRA’1
Kota Bengkulu. Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia, 4(1), 29–35.
https://doi.org/10.33449/jpmr.v4i1.7526
Muhidin, Sambas Ali. (2011). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam
Penelitian. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Munandar, Utami. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: PT. Grasindo
Murtafiah, W. (2017). Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa dalam
Mengajukan Masalah Persamaan Diferensial. JIPM (Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika), 5(2), 73. https://doi.org/10.25273/jipm.v5i2.1170
Muslim, Buchori. (2014). Pengaruh Model Pemecahan Masalah Terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis dan Efikasi Diri Siswa pada Konsep Hidrolisis
Garam. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
94
Napis, N. (2018). Analysis Of Physics Problem Solving In The Perspective Of Self
Efficacy and Adversity Quotient. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA,
8(1), 31–42. https://doi.org/10.30998/formatif.v8i1.2298
Napitupulu, L., Nashori, F., & Kurniawan, I. N. (2007). Pelatihan Adversity
Intelligence Untuk Meningkatkan Kebermaknaan Hidup Remaja Panti
Asuhan. Psikologika: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 12(23).
https://doi.org/10.20885/psikologika.vol12.iss23.art4
Novanda, B. F. (2018). Hubungan Antara Self-Efficacy Dan Motivasi Berprestasi
Siswa Kelas Xi Ipa Dalam Mata Pelajaran Kimia Di Sma Negeri 3 Pontianak.
AR-RAZI Jurnal Ilmiah, 6(2), 8–17. https://doi.org/10.29406/arz.v6i2.1098
Nuraeni, Siti. (2019). Hubungan Self-Efficacy dengan Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa pada Materi Kesetimbangan Kimia. Skripsi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Nursa’adah, F. P., & Rosa, N. M. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif
Kimia Ditinjau dari Adversity Quotient, Sikap Ilmiah dan Minat Belajar.
Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 6(3), 197–206.
https://doi.org/10.30998/formatif.v6i3.992
Partnership for 21st Century Learning. P21 Framework Definision. [Online]
Potur, A. A., & Barkul, mr. (2009). Gender and creative thinking in education: A
theoretical and experimental overview. A|Z ITU Journal of Faculty of
Architecture, 6(2), 44–57.
Pusparini, S. tri, Feronika, T., & Bahriah, E. S. (2017). Jurnal Riset Pendidikan
Kimia ARTICLE. Jurnal Riset Pendidikan Kimia, 7(1), 38–51.
https://doi.org/https://doi.org/10.21009/JRPK.072.10
Rahmi, D. (2015). Identifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas XI
Menggunakan Soal Tes Open-Ended Problem Pada Materi Koloid Di
SMA/MA Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia
(JIMPK), 1(4), 60–69.
Ren, J., & Wang, N. (2018). Production-Oriented Approach and Its Implications
for the Cultivation of Critical Thinking Skills in College English Instruction
in Mainland China. English Language Teaching, 11(5), 33.
95
https://doi.org/10.5539/elt.v11n5p33
Riduwan. (2003). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta
Saidah, S., Aulia, A. L., (2014). Hubungan Self-Efficacy dengan Adversity
Quotient. Jurnal Psikologi, 2(2), 54-61
Saputro, N. E., & Sudjono, I. (n.d.). Hubungan Adversity Quotient ( Aq ) , Motivasi
Berprestasi Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas X Mata Pelajaran Alat Ukur
Di Smkn 1 Nanang Eko Saputro Purnomo Imam Sudjono. (1), 315–325.
Sastrohamidjojo, Hardjono. (2005). Kimia Dasar Edisi Ke-2. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
SCANS. (1991). What Work Requires of Schools. America: U.S. Departement of
Labor.
Schunk, D. H., (1991). Self-Efficacy and Academic Motivation. Educational
Pscycologys, 26, 207-231.
Shadreck, Mandina., Enunuwe. O.C (2017). Problem Solving Intruction for
Overcoming Student's Difficulties in Stoichiometric Problems : S Trategies
and S Elf - Regulated LEarning. Acta Didactica Napocensia, 4(1), 21-30.
Siaahan, P., Sumiati, E., Sari, M. I,. (2013). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar. Jurnak Pengajaran
MIPA, 18(01), 60-68.
Siswono, T. Y. E. (2011). Level of student’s creative thinking in classroom
mathematics. Educational Research and Reviews, 6(7), 548–553.
Silver, E. A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich In Mathematical
Problem Solving and Problem Posing. International Reviews on Mathematical
Education, 29 (3), 75-80.
Siregar, Syofian. (2013). Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
PT. Bumi Aksara
Sriraman, B. (2009). The characteristics of mathematical creativity. ZDM -
International Journal on Mathematics Education, 41(1–2), 13–27.
https://doi.org/10.1007/s11858-008-0114-z
Sudarman, Momon. (2013). Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
96
Sudarman. (2012). Adversity Quotient: Kajian Kemungkinan Pengintegrasiannya
dalam Pembelajaran Matematika. Aksioma, 1(1), 55–62. Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=111506&val=5154
Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2010). Metode Penenelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Suhandoyo, G., & Wijayanti, P. (2016). Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
dalam Menyelesaikan Soal Higher Order Thinking Ditinjau dari Adversity
Quotient (AQ). Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(5), 156–
165.Retrievedfromhttps://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/mathedune
sa/article/download/18523/16898
Suharsimi, Arikunto. (2014). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Supardi U.S., S. U. S. (2015). Pengaruh Adversity Qoutient terhadap Prestasi
Belajar Matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 3(1), 61–71.
https://doi.org/10.30998/formatif.v3i1.112
Sya’ban, A. (2005). Teknik analisis data penelitian Aplikasi program SPSS dan
Teknik Menghitungnya. Pelatihan Metode Penelitian.
Syukri, S. (1999). Kimia Dasar Jilid 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Stoltz, Paul G. (2007) Adversity Quotient, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang.
Jakarta: PT. Gramedia. Cetakan ketujuh
Tep, P., Maneewan, S., Chuathong, S., & Easter, M. A. (2018). A Review of
Influential Factors Affecting Undergraduate Students’ Creative Thinking.
SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.3303354
Üce, M., & Ceyhan, İ. (2019). Misconception in Chemistry Education and Practices
to Eliminate Them: Literature Analysis. Journal of Education and Training
Studies, 7(3), 202. https://doi.org/10.11114/jets.v7i3.3990
Warsito, Hadi. (2009). Hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian
Akademik dan Prestasi Akademik. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 9(01), 1-
19.
Wilson, K., & Narayan, A. (2016). Relationships among individual task self-
efficacy, self-regulated learning strategy use and academic performance in a
computer-supported collaborative learning environment. Educational
97
Psychology, 36(2), 236–253. https://doi.org/10.1080/01443410.2014.926312
Winarsih, P., Masfufah, H. S., & Kadarisma, G,. (2018). Hubungan Self Confidence
terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa MTS. Jurnal
Pembelajaran Matematika Inovatif, 1(05), 1-8
Wulansari, Suganda, I.S., & Fitriana, Y.A., Hubungan Self-Efficacy terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMP pada Materi Bangun
Datar Segitiga dan Segiempat. Journal of Education. 1(03), 1-7.
Yazar Soyadı, B. B. (2015). Creative and Critical Thinking Skills in Problem-based
Learning Environments. Journal of Gifted Education and Creativity, 2(2), 71–
71. https://doi.org/10.18200/jgedc.2015214253