ht5

30
Hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial meliputi kurang lebih 90 % dari seluruh penderita hipertensi dan sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Dari golongan hipertensi sekunder hanya 50 % yang dapat diketahui sebabnya, oleh karena itu upaya untuk penanganan hipertensi esensial lebih mendapatkan prioritas. Menurut WHO !9"#$ batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah ! 0&90 mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas !'0&95 mmHg dinyatakan sebagai Hipertensi, tekanan darah diantara normotensi dan hipertensi adalah borderline hipertensi. (atasan tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin. )he si*th +eport o the -oint omitee on /re ention, Dete1tion, 2 aluation and )reatment o High (lood /ressure !99"$ mende3nisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik ! 0 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastoli1 90 mmHg atau lebih. Dapat dilihat pada tabel !. )abel !. 4lasi3kasi tekanan darah untuk yang berumur !# tahun atau lebih Katagori Sistolik Diastolik Optimal < 120 dan < 80 Normal < 130 dan < 85 Normal tinggi 130-139 atau 85-90 Hipertensi Deraat 1 1!0-159 atau 90-99 Deraat 2 1"0-1#9 atau 100-109

description

x

Transcript of ht5

Hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial meliputi kurang lebih 90 % dari seluruh penderita hipertensi dan sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Dari golongan hipertensi sekunder hanya 50 % yang dapat diketahui sebabnya, oleh karena itu upaya untuk penanganan hipertensi esensial lebih mendapatkan prioritas.Menurut WHO (1978) batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai Hipertensi, tekanan darah diantara normotensi dan hipertensi adalah borderline hipertensi. Batasan tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin.The sixth Report of the Joint Comitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (1997) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. Dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk yang berumur 18 tahun atau lebihKatagoriSistolikDiastolik

Optimal< 120dan< 80

Normal< 130dan< 85

Normal tinggi130-139atau85-90

Hipertensi

Derajat 1140-159atau90-99

Derajat 2160-179atau100-109

Derajat 3>180atau>110

Hipertensi renovaskuler adalah salah satu bentuk hipertensi sekunder. Prevalensinya yang pasti belum diketahui, diperkirakan sekitar 5 % dari seluruh populasi hipertensi dan merupakan penyebab terbanyak dari hipertensi sekunder. Diagnosis untuk hipertensi ini sering dilewatkan, padahal diagnosis pasti diperlukan. Hipertensi jenis ini merupakan hipertensi yang dapat diobati/disembuhkan pada setiap umur. Hipertensi ini juga merupakan salah satu penyebab gagal ginjal kronis yang potensial untuk reversibel.BatasanHipertensi renovaskuler didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sekunder yang disebabkan oleh berbagai kondisi yang berhubungan dengan arteri ke jaringan ginjal, atau hipertensi yang disebabkan oleh lesi arteri renalis yang dapat sembuh setelah koreksi terhadap lesi tersebut atau dengan mengangkat ginjal yang bersangkutan. Diagnosis pasti hipertensi renovaskuler ditegakkan secara retrospektif , yaitu setelah dilakukan tindakan koreksi.Walaupun secara morfologis didapatkan suatu lesi ataupun kelainan pada arteri renalis, namun hubungan hipertensi dengan lesi pada arteri renalis yang diduga sebagai penyebab hipertensi tersebut dipastikan setelah melakukan koreksi terhadap lesi tersebut.. sebelum dilakukan tindakan nefrektomi, tidak dapat disimpulkan apakah hipertensi disebabkan oleh hipoplasia ginjal atau oklsi dari pembuluh darah ginjal tersebut atau oleh kedua-duanya.Bila hipertensi renovaskuler ini berlangsung lama dan menjadi bagian dari suatu sindrom hipertensi maka sifat reversibilitasnya akan hilang, karena mungkin akibat hipertensi ini telah terjadi kerusakan pada ginjal dan pembuluh darah non renal.Etiologi dan Patofisiologi1. EtiologiPenyebab yang tersering dari hipertensi renovaskuler adalah aterosklerosis arteri renalis dan displasi muskuler. Kedua kelainan ini merupakan 95 % dari penyebab hipertensi renovaskuler. Gambaran yang menyeluruh penyebab hipertensi renovaskuler dapat dilihat pada tabel 2.Tabel 2. Types of lession associated with renovaskuler hypertensionIntrinsic Lession-Atherosklerosis-Fibromuskular displasia-intimal-medial-Aneurysm-Emboli-Arteritis-polyarteritis nodusa-Arteriovenous malformation atau fistula-Renal artery or aortic dessection-Angioma-Neufibromatosis-Tumor thrombus-Trombosis with antiphospolipid syndrome-Rejection of renal transplatasion-Injury of the renal artery-trombosis after umbilical artery catheteryzation-surgical ligation-trauma-Radiation-Lithotripsy-Congenital unilateral renal hipoplasia-Unilateral renal infectionExtrensic Lessions-Pheochromacythoma or paraganglioma-Congenital fibrous band-Pressure from diaphragmatic crus-Tumor-Subcapsular or perirenal tumor-Retroperitoneal fibrosis-Ptosis-Ureteral obtruction-Perirenal pseudocyst-Stenosis of celiac axis wih steal of renal blood flow.Dikutip dari : Kapplan Clinical Hypertension, eight edition3.1.1. AterosklerosisLesi aterosklerotik pada arteri renalis terutama terjadi pada segmen proksimalnya, yang merupakan komplikasi aterosklerosis secara menyeluruh. WHO pada tahun 1958 mendefinisikan sebagai berikut : Perubahan variabel intima arteri yang merupakan akumulasi fokal lemak (lipid), komplek karbohidrat, darah dan hasil produk darah, jaringan fibrous dan deposit kalsium yang kemudian diikuti dengan perubahan lapisan media.Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan merangsang terbentuknya aterosklerosis. Faktor-faktor ini disebut faktor resiko. Faktor resiko ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah: merokok, hiperlipoproteinemia dan hiperkolesterolnemia, hipertensi, diabetes mellitus dan obesitas. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin (pria), riwayat keluarga dengan penyakit aterosklerosis.Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dingding arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dingding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan hipersensitif dingding arteri.3.1.2. . Fibromuskular displasiaPenyakit fibromuskular umumnya mengenai kelompok usia muda, wanita lebih sering terkena daripada pria penyakit fibrodisplasi umumnya mengenai bagian distal arteri renalis atau cabang intra renalnya biasanya terjadi bilateral, fibromuskular displasia dapat menyebabkan hipertensi tapi kadang-kadang dapat menyebabkan kerusakan yang hebat pada fungsi ginjal, fibromuskular displasia merupakan kelainan congenital yang autosomal dominan.1. Fibroplasia intimaBentuk yang paling jarang ( 1%), jenis primer, idiopathic, penebalan intima melingkar, terdapat jaringan fibrous, materi seperti musin, dengan sebukan sedikit atau sedang. Sering ada reduplikasi membran elastika interna, sedangkan tunika media dan adventisia masih baik. Kelainan intima juga dijumpai pada kasus hipertensi maligna dimana tekanan darah dapat dikontrol dengan obat jangka panjang dan hemodialisa jangka panjang.1. Fibrodisplasia media dengan aneurisma muralAngka kejadian 64 % dari seluruh kasus displasia, terutama pada wanita muda dan sering pada 2/3 bagian distal arteri renalis yang sering meluas ke cabang pertama arteri dan kebanyakan bilateral. Pada arteriografi sering terlihat sebagai pita sosis atau pita manik-manik. Pada lesi tersebut terdapat penimbunan jaringan ikat dan sel otot polos yang atropik sehingga lumen menyempit (berupa pita) diselingi dengan mikroaneurisma (berupa manik) yang dasarnya membran elastika yang kebanyakan menebal sedangkan tunika media hilang. Tunika intima normal tetapi membran elastika interna hilang atau menebal.1. Fibrodisplasia perimedialAngka kejadian 20 % dari seluruh displasi, secara mikroskopis terlihat 1/2-2/3 bagian luar tunika media diganti dengan jaringan kolagen. Aneurisma tidak ada, intima normal atau terlihat beberapa focus penebalan jaringan fibrous. Tunika elastika ekterna biasanya sedikit menebal.1. Lesi AdventisiaFibroplasi periarterial ditemukan paling jarang (1%). Adventisia diganti jaringan kolagen yang meluas ke jaringan fibrous yang berlemak. Jaringan adventisia diinfiltrasi secara fokal oleh limfosit dan sel plasma. Lapisan lain normal.2. Patofisiologi2.1. Peranan Sistem Renin AngiotensinPada saat awal terjadinya penyempitan lumen arteri renalis (stenosis), baik pada cabang utama ataupun cabang segmental, aparatus juxtaglomerular akan melepaskan renin yang menyebabkan pembentukan angiotensin I, yang kemudian diubah diginjal menjadi angiotensin II yang menyebabkan vasokonstriksi pada arteriol eferen ginjal. Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan pada pembuluh darah ginjal proksimal.Peningkatan tekanan arteriol ginjal dapat mensupresi sekresi renin. Walaupun proses ini kemudian akan menyebabkan hipertensi, tekanan darah sistematik dan aktivitas renin perifer pada tahap ini tetap normal Dengan bertambahnya stenosis pada arteri renalis, terjadi tekanan pada arteriol aferen dan meningkatkan kembali sekresi renin.Pada sirkulasi sistemik, aktifitas renin menyebabkan produksi angiotensin I yang diubah olehangiotensin converting enzymemenjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor yang poten hingga terjadilah hipertensi sistemik. Angiotensin II juga memfasilitasi sekresi norepinefrin dan meningkatkan efeknya. Karena menstimulasi sekresi aldosteron, angiostensin II juga menstimulasi reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal. Dengan peningkatan tekanan darah terjadi natriurisasi, pada ginjal yang sehat, untuk mengurangi retensi Na. Tetapi, pada stenosis bilateral hal ini tidak mencukupi hingga volum tetap meningkat dan terjadi hipertensi .Tingginya kadar renin pada pemeriksaan aktifitas renin plasma menunjukkan bahwa terdapat iskemi pada ginjal tersebut sebagai akibat dari penurunan aliran darah ke ginjal oleh suatu oklusi dan suplai darah melalui aliran kolateral tidak mencukupi untuk ginjal tersebut2.2. Pengaruh hemodinamikJika stenosis arteri renalis timbul pada ginjal soliter,maka tidak terdapat ginjal kontralateral yang dapat mengeluarkan fraksi natrium yang diretensi sebagai hasil dari sistem renin-angiotensin-aldosteron. Akibatnya, volum meningkat, tekanan darah meningkat, diikuti kembalinya perfusi pada ginjal soliter. Ketika perfusi arteriol ginjal kembali normal, sekresi renin menurun, aktivitas renin perifer mungkin normal. Hipertensi pada keadaan ini disebabkan terutama oleh ekspansi volume. Sistem renin dan angiotensin pada kasus ini seakan-akan tertutupi( masking effect ).Kondisi ini dapat terjadi pada stenosis arteri renalis bilateral. Jika volume dikurangi dengan pemberian terapi diuretik, perfusi ke ginjal menurun dan sekresi renin dapat kembali meningkat . Pada pasien ini, peningkatan tekanan darah bukan melalui mekanisme ekspansi volume namun melalui mekanisme yang pertama, yaitu vasokonstriksi.2.3. Pengaruh Posisi Ginjal (Nefroptosis)Nefroptosis atau mobilitas ginjal yang abnormal diduga menyebabkan tertekuknya arteri renalis yang akan menyulut terjadinya fibrosis dan obstruksi, Penderita dengan nefroptosis didapatkan penurunan laju filtrasi glomerulus lebih menurun pada posisi tegak.2.4. Pengaruh Faktor Hormonal yang lainHipertensi renovaskuler dapat mengakibatkan hiperaldosteronism sekunder sedang sampai berat, hal ini dapat diakibatkan oleh adanya dissosiasi aktivitas kadar plasma renin dengan kadar angiotensin II, dapat juga disebabkan karena adanya keseimbangan natrium yang berubah dalam hal sensitivitas terhadap angiotensin II. Adanya kekurangan natrium akan memperbesar respon aldosteron terhadap Angiotensin II pada sel glomerulus.Plasma katekolamin mungkin normal pada penderita hipertensi renovaskuler tanpa adanya azotemia, beberapa penelitian menunjukkan bahwa sistem syaraf simpatis berperan bagi timbulnya fluktuasi tekanan darah, karena adanya korelasi antara tekanan darah dengan kadar norepineprin dan renin.Prostaglandin juga dapat meningkat dalam darah vena ginjal dan urin pada penderita hipertensi renovaskuler, prostaglandin dapat meningkatkan pelepasan renin pada penderita hipertensi renovaskuler, diduga akibat ginjal yang mengalami iskhemik.Gambaran KlinisTanpa anamnesis yang jelas tentang mana yang terjadi terlebih dahulu antara hipertensi dan penyakit ginjal,sangat sukar untuk memastikan apakah hipertensi yang terdapat pada seseorang penderita dengan penyakit ginjal adalah primer ataukah sekunder. Pada dasarnya pada tiap penderita hipertensi haluslah dilakukan evaluasi yang baik untuk menetapkan diagnosis, sehingga pengobatannya bersifat kausal. Perlu dilakukan :1. anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dan teliti.2. pemeriksaan laboratarium awal meliputi pemeriksaan urinalisis, darah lengkap, LED, BUN dan kreatinin serum, gula darah dan lemak darah.3. elektrokardiogram, echokar diogram dan foto toraks.Pemeriksaan klinis sederhana tersebut biasanya sudah cukup untuk membedakan sebagian besar penderita hipertensi sekunder dari hipertensi esensiil.Untuk hipertensi renovaskuler ada beberapa kekususan anemnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat membantu.Anamnesis:- Nyeri perut atau pinggang disertai timbulnya hipertensi.- Hipertensi mendadak pada penderita dibawah umur 30 tahun atau diatas umur 50 tahun.- Timbulnya accelerated hypertension pada penderita diatas 60 tahun.- Hipertensi membangkang terhadap obat.- Pernah mengalami CVA atau tromboemboli sebelumnya.- Tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga- Menjeleknya fungsi ginjal setelah diterapi dengan ACEI- MerokokFisik:- terdengarnya bising vaskuler ( bruit ) di daerah perut atau kostovetebral.Laboratory:- Hiperaldosteronism- Peningkatan plasma renin- Proteinuria- Peningkatan serum kreatinin- Perbedaan ukuran ginjal >1.5 cm pada sonography5. DiagnosisDi bawah ini ditunjukkan indek dari gambaran klinik yang dicurigai akan kemungkinan Hipertensi renovaskuler dan pemeriksan penunjang yang perlu.Index yang bernilai rendah(tidak perlu dilakukan test screening) Borderline hipertensi, hipertensi ringan sampai sedang tanpadisertai gejala yang klinik.Index yang bernilai sedang(dianjurkan pemeriksaan yang non invasive) Hipertensi berat (tekanan diastolik .120 mmHg) Hipertensi dengan dugaan adanya bruit pada abdomen. Hipertensi yang tidak mempan dengan terapi standar Hipertensi sedang atau berat yang muncul tiba-tiba pada umur 50 tahun Hipertensi sedang (tekanan diastolic >105 mmHg) pada perokok, atau pada penderita yang mengalami penyumbatan pembuluh darah arteri (cerebrovaskuler, coronary, pembuluh darah perifer), atau pada pasien dengan peningkatan serum kreatinin yang tidak dapat dijelaskan. Hipertensi sedang atau berat yang mempunyai respon yang baik (menjadi normal) dengan pengobatan ACEI atau ARB (khususnya pada perokok atau penderita hipertensi yang onset cepat)Index yang bernilai tinggi(boleh langsung dilaksanakan arteriography) Hipertensi berat (tekanan diastolik, >120 mmHg) denganInsufisiensi renal yang progresif atau yang refrakter terhadap pengobatan yang adekuat. Hipertensi maligna ( retinopathy grade iii atau iv) Hipertensi dengan peningkatan serum kreatinin yang tidak dapat dijelaskan, yang dipicu oleh ACEI atau ARB Hipertensi sedang atau berat dengan perbedaan ukuran dari kedua ginjal.Pemerikasaan PenunjangDiagnosis hipertensi renovaskuler didasarkan atas dua tahap pemeriksaan yaitu tes seleksi (screening test) dan tes penentu (confirmative test)1. Tes seleksia.Pyelografi intravena,Dugaan hipertensi renovaskuler timbul bila ditemukan :- Perbedaan panjang ukuran kedua ginjal lebih dari 1,5 cmischemia yang terjadi karena stenosis arteri renalis menyebabkan ukuran ginjal berkurang- Terlihatnya kontras pada sisi sakit terlambat.Bahan kontras yodium sebagian besar disekresi melalui filtrasi glomelurus, pada stenosis kecepatan filtrasi glomelurus menurun , sehingga eksresi yodium terlambat . Untuk menangkap hal tersebut lebih jelas foto harus dibuat setiap 5 menit pertama.- Kadar bahan kontras dalam system kalises di sisi yang sakit bertambah.Sebabnya adalah karena stenosis arteri renalis menyebabkan reabsorpsi air di sisi sakit bertambah. Jadi meskipun kecepatan filtrasi glomelurus berkurang, karena hal tersebut di atas itu pada fase ekskresi kadar bahan kontras di saluran kalises bertambah.- Stenosis atau takik ureterpenyempitan ureter yang biasanya letaknya di bagian atas karena ada pembuluh darah kolateral yang melewati tempat tersebutb. AktivitasRenin PlasmaAktivitas renin plasma perifer basal meningkat pada sekitar 70 % hipertensi renovaskuler dan 30 % diantaranya normal. Di samping pemeriksan ARP basal, juga bisa dikerjakantes kaptoprilatas efek kaptopril dalam menghambat pembentukan angiotensin II. Pada pemberian kaptopril pasien hipertensi renovaskuler akan mengalami peningkatan aktivitas renin plasma.c.Renogram hippuranPada renogram akan tampak perbedaan waktu untukmencapai puncak lebih dari 40 detik, pelambatan dalam eleminasi Hippuran dari kortek, dan perbedaan dalam ukuran dan aliran darah kedua ginjal.2. Tes Penentua. Arteriografi ginjal.Dengan tindakan ini di samping diagnosis pasti ditegakkan, juga dapat diketahui sifat dan lokasi stenosis yang terjadi. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, terutama pada kasus renovaskuler bilateral karena sering tidak ditemukan pada pemeriksaan yang non invasive. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat sifat dan lokasi stenosis serta perubahan pembuluh darah parenkim sebagai penyebab stenosis arteri renalis seperti aneurisma, tumor, hematoma perirenal.Penyempitan lumen sampai lebih kecil dari 1,5 cm menyebabkan perubahan hemodinamik yang jelas, begitu pula bila diameter melintang ginjal sisi yang sakit mengurang yang menimbulkan kolateral ke kapsula, glandula adrenalis atau ureter. Pada penderita dengan lekukan berat atau penyempitan berat aorta abdominalis atau arteri dalam rongga pelvis dilakukan aortografi translumbal dengan anastesi umum. Lesi di luar atau di dalam parenkim biasanya disebabkan karena hiperplasi fibromuskuler, dapat dilihat dengan arteriografi ginjal terpisah.Pada pembacaan hasil foto harus diperhatikan :- Adanya desakan- Adanya dilatasi pasca kortek- Tebal kortek ginjal sisi sakit- Tebal kortek ginjal kontralateral dan kondisi arteri arkuata dan arteri intralobularis- Besar ginjalGambaran stenosis arteri renalis pada angiografi :Stenosis karena perubahan dingding pembuluh darah arteri renalis terlihat sirkuler. Kebanyakan konsentrik dan kadang-kadang eksentrik, terletak beberapa mm dari orifisium aorta. Beberapa ateroma sering terlihat pada dingding aorta. Bila lumen mengecil sampai 30 % sering terlihat dilatasi pasca stenosis. Pada stenosis yang sangat berat atau penyumbatan total, terlihat kolateral.Gambaran displasi arterial pada angiografi :Terletak sepertiga tengah arteri renalis yang kadang-kadang meluas sampai bagian distal dan cabang sekunder, bentuk lesi ada dua macam yaitu:-Difus berupa manik-manik-terlokalisasi dalam bentuk anuler, tubuler dan hourglass.Untuk tindakan yang tidak invasif (non invasive) dilakukanMagnetic Renosance Angiography (MRA).PenatalaksanaanDalam penatalaksanaan disini perlu diperhatikan beberapa faktor yaijadianateroma ini juga dapat dijumpai pada tempat lain, misalnya di jantung arau di otak, tidak jelas apakah stenosis arteri renalis menyebabkan hipertensi atau kejadiaanya konsidental atau merupakan konsekuensi dari hipertensi. Revaskularisasi dengan pembedahan dan angioplasti yang dilakukan memberikan hasil yang baik dan mampu mengontrol tekanan darah, khususnya untuk usia muda tetapi tidak untuk usia lanjut.b.Sifat dan Lokasi LesiPada beberapa penderita lesi penyumbatan karena atherosklerosis dapat cepat bertambah atau menetap untuk beberapa tahun, hanya sebagian kecil kasus penyumbatan mengurang setelah pengobatan terhada[ lipidemia dan diet rendah lemak. Lesi cabang arteri renalis yang terletak di pelvis umumnya tidak dioperasi, bila infark kortek ginjal terlokalisasi dan sekresi renin bertambah, dilakukan nefrektomi pada bagian tersebut. Pada infark multiple, pengobatan bersifat medikamentosad.Derajat aterosklerosisHipertensi renovaskuler pada orang tua dengan insufisiensi derajat sedang atau berat pembuluh darah otak atau koroner, pengobatannya lebih baik konservatif. Bila kondisi pasien memburuk dan penyumbatan lebih dari 90 % sebaiknya dilakukan nefrektomi.e.Fungsi ginjalPada kasus dengan klirens kreatinin 110Tabel: Stage dari Peningkatan tekanan darah dan hipertensi

Menurut JNC 7 untuk pencegahan, deteksi, evaluasi, dan pengobatan tekanan darah tinggi, stage normal dan high normal sekarang (2003) dikelompokkan bersama sebagai stage prehipertensi. Stage I sama dan stage III dan IV dikelompokkan kedalam stage II. Walaupun penyakit jantung hipertensi jenisnya tidak digambarkan dalam berbagai stage, perkembangan penyakit biasanya dalam urutan sebagai berikut: peningkatan tekanan dinding yang mengarah ke LVH, yang mengarah ke disfungsi diastolik LV, yang mengarah ke disfungsi sistolik LV Risiko ektopi ventricular, aritmia ventricular, serangan jantung, dan mortalitas kardiovaskular meningkat pada pasien dengan LVH dan pada pasien dengan gagal jantung3

2.6 PenatalaksanaanPengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua kategoripengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan pengobatan penyakit jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang dari 140/90 pada pasien tanpa penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit diatas.Berbagai macam strategi pengobatan penyakit jantung hipertensi: Pengaturan diet Olahraga teratur Penurunan berat badan Obat-obatan untuk hipertensi, gagal jantung sekunder karena disfungsi diastolik dan sistolik, coronary artery disease, dan aritmia

Pengaturan dietBerbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan tekanan darah dapat menurunkan gejala gagal jantung dan bisa memperbaiki keadaan LVH.Beberapa diet yang dianjurkan: Rendah garam, beberapa studi mennjukkan bahwa diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pad pasien dengan hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari. Diet tinggi potassium, dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya belum jelas. Pemberian potassium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya di mediasi oleh nitric oxide pada dinding vaskular. Diet kaya buah dan sayur mayur. Diet rendah kolesterol, sebagai pencegah terjadinya penyakit jantung koroner. Tidak mengkonsumsi alkohol.

Olahraga teraturOlahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan jantung. Olaharaga isotonik dapat juga bisa meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi katekolamin plasma.Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah.Penurunan berat badanPada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penrunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian khusus arena umumnya obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung simpatomimetik,sehingga dapat memningkatan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia.Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik, dan MAO yang dapat meningkatkan tekanan darah atau menggunakannya dengan obat antihipertesni.

FarmakoterapiPengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi dapat menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi: thiazide, beta-blocker dan kombinasi alpha dan beta blocker, calcium channel blockers, ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker dan vasodilator seperti hydralazine. Hampir pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.Penanganan LVHLVH, tanda dari peningkatan resiko morbiditi dan mortalitas kardiovaskuler dan harus ditatalaksana secara agresif. Walaupun regeresi LVH belum secara jelas dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas tapi beberapa data dapat mendukung hipotesis ini. Obat-obatan yang digunakan untuk menatalaksana LVH adalah sama seperti penanganan hipertensi.

Penanganan disfungsi diastolik LVBeberapa golongan antihipertensiACE inhibitor, beta-blocker, dan nondihydropyridine calcium channel blockerstelah membuktikan dapat memperbaiki parameter ekokardiographi pada simptomatik dan asimptomatik disfungsi diastolik dan gejala gagal jantung.Penanganan disfungsi sistolik LV Diuretik digunakan untuk penatalaksanaan disfungsi sistolik LV ACE inhibitor digunakan untuk penurunan preload dan afterload dan mencegah kongesti pada paru dan sistemik Beta-blockers seperti cervedilol, metoprolol XL, dan bisoprolol dapat memperbaiki fungsi LV dan menurunkan mortalitas dan morbiditas dari gagal jantung. Terapi dimulai dengan dosis rendah , peningkatan dosis beta-blocker secara perlahan dan monitor secara ketat untuk menilai tanda dari gagal jantung3.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Rilantono, L dkk. Buku Ajar Kardiologi: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2002.2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV. Jakarta 2006.3. Riaz, Kamran. 2003. Hypertensive Hearth Disease, dari www.emedicine.com di akses tanggal 17 Desember 2008

Stres dan hipertensi telahlama dianggap saling berhubungan, meskipun bukti-bukti yang mendukung hubungan ini masih tetap diperdebatkan. Penelitian yang sekarang ini merupakan tinjauan respon jantung, ginjal, endokrin, dan neurology terhadap stres akut pada hewan dan manusia serta mekanisme yang mendasari stress akut yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Tinjauan ini meliputi penelitian-penelitian pertanyaan apakah stres jangka panjang dapat menyebabkan hipertensi yang ireversibel dan dengan perubahan patologik yang mungkin menyebabkan hipertensi ireversibel. Pada hewan dan populasi tertentu, secara genetik hiperaktivitas sistem simpatis menentukan suatu faktor resiko untuk berkembangnya stres yang menyebabkan hipertensi (stress induced hypertension). Ditambah lagi, masalah-masalah yang berhubungan dengan penilaian tekanan darah selama kunjungan rutin ke dokter yang menimbulkan stres penyebab hipertensi atau hippertensi mantel putih. Hal ini mendukung bahwa pemeriksaan tekanan darah di rawat jalan diperlukan pasien untuk menghindari pengobatan yang tidak perlu untuk hipertensi. Akhirnya penelitian-penelitian dengan menggunakan latihan relaksasi dalam pengobatan hipertensi yang tingan perlu ditinjau kembali.Hemodinamik Kardiovaskuler Pada Stres AkutDalam tinjauan ini stres didefinisikan sebagai akibat yangditimbulkan oleh faktor psiko-emosional yang mengganggu keseimbangan kardiovaskuler pada hewan. Pengaruh dari stres akut pada sistem kardiovaskuler digambarkan secara baik dalam penelitian dari Brod dkk (1959). Brod dkk(1)mengevaluasi subjek-subjeknya sebelum dan selama stres emosional akut yang disebabkan kebutuhan subjek untuk melakukan pengurangan dua detik (2 s) selama empat menit. Selama stres ini rata-rata tekan an arterial meningkat dari 100 mgHg sampai 120 mgHg, tekanan darah meningkat karena peningkatan curah jantung (cardiac output), tanpa perubahan tahanan perifer total. Meskipun tahanan perifer total tidak dipengaruhi oleh stres, aliran darah regional dipengaruhi dengan cara yang berbeda. Aliran darah meningkat ke otot-otot, jantung, dan otak se rta berkurang dalam pembuluh darah splanchnic dan ginjal. Respon terhadap stres mental ini sangat mirip dengan perubahan hemodinamik yang disebabkan oleh olah raga ringan. Falkner dkk(2)menemukan bahwa peningkatan tekanan darah pada manusia adalah reversible dan berhubungan dengan peningkatan denyut jantung.Interaksi Hormonal Pada Stres AkutPenelitian dari Knardahl dkk(3)pada tikus yang diberi stress dengan kejutan listrik pada kaki dan bunyi yang berhubungan dengan kejutan pada kaki tersebut menemukan suatu peningkatan tekanan darah dengan stres yang berhubungan dengan peningkatan denyut jantung.perubahan ini berhubungan dengan peningkatan bermakna dari adrenalin dan noradrenalin, yang mendukung bahwa katekolamin mempengaruhi stress menginduksi hipertensi. Tentu saja, penelitian pada beberapa laboratorium mempunyai kesamaan yang dijumpai pada yang menginduksi peningkatan dalam system rennin-angiotensin-aldosteron pada hormon adrenokortikotropik dan kortisol, dan vasopressin. Semua variable ini mungkin memberi kontribusi pada stress yang mengiduksi hipertensi(4).Pengaruh Sistem Saraf Pusat Dan Perifer Terhadap Stress AkutMeskipun sumbangan penting dari sistem hormonal, suatu pengaruh sistem saraf utama dalam perkembangan stres yang menginduksi hipertensi telah didukung oleh beberapa bukti. LeDoux dkk(5), menemukan bahwa tekanan arteri rata-rata berhubungan secara bermakna lebih tinggi dari tekanan darah istirahat, tetapi secara bermakna lebih rendah dari tekanan darah ketika makan dan minum. Variasi dalam tekanan darah berhubungan dengan ekspresi dari perilaku spontan yang hilang karena simpatikotomi kimia yang diinduksi oleh 6hidroksi-dopamin. Ini mendukung bahwa sistem saraf simpatis merupakan akhir dari regulasi tingkah laku yang menginduksi perubahan tekanan darah.Penelitian-penelitian belakangan ini mulai menjelaskan kontrol-kontrol yang lebih tinggi terhadap tekanan darah. Reis dan LeDoux(6)telah meninjau bidang ini dan mereka telah mencapai beberapa kesimpulan berdasarkan penelitian didalam laboratorium mereka dan secara singkat diuraikan disini.Medulla oblongata telah lama diketahui berfungsi memperkuat tekana darah ketahanan tonus pembuluh darah. Penelitian-penelitian yang belakangan ini dilakukan menunjukkan bahwa neuron-neuron C1yang terletak pada rostral ventrolateral medulla, mengsintesis adrenalin pada keadaan kritis dalam mempertahankan tonus vasomotor dan dalam menengahi refleks-refleks baroreseptor C1. Serabut-serabut C1diproyeksikan pada neuron dalam kollumna intermediolateral yang kemudian menyampaikan impuls-impuls ini ke medulla adrenal atau ke ganglia basalis. Data-data yang mendukung aksi dari serabut-serabut C1dalam mengontrol tekanan darah termasuk bukti bahwa perangsangan listrik pada neuron-neuron C1meningkatkan tekanan darah, sedangkan ablasi dari neuron-neuron C1dan clonidin lebih merendahkan tekanan darah(6). Bukti yang mendukung bahwa aksi neuron-neuron C1pada refleks-refleks baroreseptor termasuk data-data yang ditunjukkan persarafan dari neuron-neuron C1oleh serabut-serabut dari nukleus traktus solitarius, tempat dmana baroreseptor berakhir, dan penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa ablasi dari neuron-neuron C1menghambat respons-respons baroreseptor(6). Kemungkinan bahwa suatu ketidak-seimbangan neuron-neuron sentral pada level ini mungkin merupakan suatu faktor hiperaktivitas pada populasi tertentu.Kemudian didalam otak terjadi respon-respon kondisional untuk melawan rangsangan yang berhubungan dengan respon yang mengubah signal-signal sensoris netral menjadi rangsangan yang mampu mencetuskan suatu gejala kardiovaskuler. Dalam mempelajari keadaan respon emosional terhadap bunyi sebelumnya yang berkaitan dengan kejutan pada kaki tikus. Ries dan LeDoux menemukan signal-signal akustik berjalan naik ke kolikulus inferior melalui korpus genuculatum medial dan diteruskan ke nukleus-nukleus lateral dari amigdala dorsal. Jalan ini memberi kesempatan suatu signal sensoris untuk mengontrol respons-respons emosional tanpa partisipasi langsung dari kortikal. Riset selanjutnya perlu untuk mengidentifikasi lesi-lesi spesifik yang terlibat dalam stres yang menyebabkan hipertensi pada populasi hipertensif secara genetik. Penelitian-penelitian pendahuluan pada beberapa laboratorium mendukung bahwa opiate endogen mungkin berperan pada stress yang menyebabkan hipertensi(7).Pengaruh Ginjal terhadap Stres AkutDisamping pengaruh hormonal dan neurogenik terhadap jantung dan pembuluh darah, stres juga mempengaruhi ginjal dengan cara menaikkan tekanan darah. Penelitian tikus, Lundin dan Thoron(8)menemukan bahwa stress akut yang dihasilkan oleh jet yang mengangkasa selama 20 menit tidak hanya meningkatkan tekanan arterial dan denyut jantung saja seperti yang diharapkan, tetapi juga mengurangi ekskresi natrium urin selama stress, petunjuk bahwa stress yang menyebabkan perangsangan saraf simpatis ginjal mungkin merupakan suatu factor utama dalam pengurangan ekskresi natrium selama stressRingkasnya, selama stress akut, berbagai tingkatan dalam otak dipengaruhi, akibat penekanan sentral pada aktivitas vagus dan peningkatan rangsangan simpatis sentral dan perifer pada jantung, vena-vena, ginjal, area splanchnic dan kulit. Perangsangan reseptor B2adrenergik menyebabkan vasodilatasi otot dan mengaktifkan beberapa sistem hormonal. Pengaruh dari kerja sama ini menyebabkan takikardi, peningkatan curah jantung, dan redistribusi aliran darah ke jantung, otak, dan otot.Pengaruh Stres Kronik Terhadap Perkembangan HipertensiJelas sudah bahwa stres akut dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah. Meskipun, suatu pertanyaan klinis yang lebih penting yaitu, apakah stres yang berkepanjangan dan berulang-ulang lebih dari satu periode waktu menyebabkan hipertensi ? Pertanyaan ini lebih banyak kontroversial dari pada pengaruh stres akut pada hipertensi dan lebih sulit dinilai. Data yang mendukung stres dalam etiologi hipertensi terutama berasal dari beberapa penelitian epidemiologik. Masterton dkk(9)memepelajari tekanan sistolik dari 116 pasien pskiatrik wanita yang dirawat dirumah sakit secara terus menerus selama 19 tahun.Saat masuk perawatan tekanan darah sistolik adalah 125 mmHg.suatu nilai yang tidak berbeda Glasgow. Setelah 20 tahun kurungan tekanan darah dari wanita kontrol Glasgow hampir 20 mmHg lebih besar daripada wanita yang dirawat. Meskipun asupan garam dari kedua kelompok ini tidak dinilai dan obat-obatan kedua kelompok ini dapat memberikan sumbangan untuk perbedaan tekanan darah.Dalam penelitian yang serupa, Timio(10)mencatat tekanan darah setiap empat tahun dari 126 wanita awam Italia dan membandingkannya dengan tekanan darah yang didapatkan dari sekelompok biarawati yang menyendiri selama 20 tahun. Semua biarawati tinggal didalam biara menghabiskan seluruh waktunya terpencil dalam doa dengan interaksi sosial yang sangat sedikit, sebagaimana aturan agama mereka. Tidak seorangpun dari kedua kelompok ini yang merokok, menggunakan kontrasepsi oral atau berpindah tempat tinggal selama periode ini. Diet pada kedua kelompok juga tidak dibatasi. Setelah 20 tahun, tekanan darah pada kelompok kontrol (wanita awam Italia) meningkat dari 127 mmHg menjadi 167 mmHg, tetapi pada kelompok biarawati yang menyendiri tetap 127 mmHg, ini mendukung bahwa stres memegang peranan penting dalam perkembangan hipertensi.Karena penelitian-penelitian retrospektif selama 20 tahun tidak dapat dikontrol dan tidak dibolehkan karena faktor-faktor seperti makan garam dan penggunaan obat. Henry dkk(11)membuat suatu model hipertensi pada tikus-tikus strain CBA Agouti. Tikus-tikus ini dipisahkan secara social sejak lahir dari kelompoknya dan kemudian ditempatkan dalam lingkungan yang ramai dengan tikus-tikus yang tidak seperindukan dimana interaksi sosial dibutuhkan untuk mendapatkan makanan dan air, sehingga pendek selama 2 hari sampai 16 hari mengakibatkan peningkatkan tekanan darah 40 mmHg. Tekanan darah tetap meningkat selama beberapa hari, tetapi selanjutnya kembali ke garis dasar. Ketika tikus-tikus ini ditempatkan dalam lingkungan ini selama 6 bulan, meskipun isolasi sosial berikutnya selama 2 bulan tidak menormalkan tekanan darah mereka.Satu mekanisme yang memungkinkan untuk stres menyebabkan hipertensi sepanjang waktu adalah meningkatnya asupan garam yang disebabkan oleh stres. Denton dkk(12)menilai hal ini pa da kelinci-kelinci yang diberi stres dengan meletakkan jaket pada punggung mereka selama 10 hari. Penulis menemukan bahwa asupan garam meningkat sampai 15 mmol/hari selama 10 hari dan menurun kadarnya sampai kegaris dasar setelah jaket diangkat.Untuk menentukan a pakah diet asupan garam atau stres yang menjadi penentu utama dari stres kronik yang menyebabkan hipertensi (chronic stress-induced hipertensi). Henry dan Stephen(13)mengevaluasi perubahan tekanan darah pada tiga kelompok tikus yang diberi stress secara psikososial dengan diet makanan yang mengandung 20, 30, dan 800 mmol Na+perhari selama 4 bulan. Tikus-tikus ini diberi stres dengan isolasi sosial dan kemudian dicampur dengan kelompok tikus yang tidak seperindukan dalam suatu lingkungan yang ramai yang membutuhkan interaksi sosial untuk mendapatkan makanan dan minuman. Meskipun pembatasan yang berat pada dua kelompok ini menunda berkembangnya hipertensi berat pada tikus-tikus ini, semua dari ketiga kelompok ini pada akhirnya mengembangkan suatu kenaikan tekanan darah 40 mmHg selama 4 bulan, mendukung bahwa stres dapat menyebabkan perubahan tekanan darah tanpa bergantung pada asupan garam.Tidak jelas apakah stres sendiri saja dapat menyebabkan hipertensi yang berlarut-larut pada semua model-model hewan, meskipun Anderson dkk(14)menemukan bahwa masukan garam yang tinggi dan masukan kalium yang rendah adalah penting untuk kenaikan tekanan darah secara progresif selama 2 minggu pada anjing betina mongrel selama terpapar untuk suatu kejutan penghidaran tugas yang menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berlarut-larut. Tidak jelas dari penelitian ini apakah lingkungan yang penuh stres yang cukup lama saja yang menyebabkan hipertensi.Predisposisi Genetik Pada Stres Kronik Yang Menyebabkan Hipertensi : Hipotesis HiperreaktivitasUmumnya penelitian-penelitian diatas, dilakukan bersama-sama, sangat mendukung bahwa stress mempengaruhi berkembangnya hipertensi. Kemungkinan bahwa ada beberapa faktor seperti asupan garam yang tinggi atau predisposisi hipertensi yang diturunkan adalah diperlukan berhubungan dengan stress yang menybabkan hipertensi pada beberapa hewan. Tentu saja kemungkinan bahwa sementara stress merupakan suatu factor penting dalam perkembangan hipertensi, predisposisi genetik menentukan level stress yang dibutuhkan untuk menyebabkan hipertensi dan derajat hipertensi yang dihasilkan oleh suatu stress spesifik. Hipotesis hyperreaktivitas yang didukung oleh penelitian dari Light(15)dan yang lain-lainnya, adalah bahwa kelompok orang-orang dan hewan-hewan tertentu adalah hiperresposif terhadap rangsangan yang penuh stress dan oleh karena itu cenderung untuk mengembangkan hipertensi.Beberap bukti mendukung bahwa paparan stres akan meningkatkan tekanan darah pada populasi yang beresiko. Hallbeck(16)menunjukkan bahwa pada tikus-tikus yang secara spontan hipertensi meningkat dengan pemisahan social sebagian, hipertensi dan yang berhubungan adaptasi kardiovaskuler adalah melemah. leDoux dkk (5) menemukan bahwa setelah seekor tikus dikondisikan pada pasangan bunyi dan kejutan listrik, bunyi sendiri kemudian meningkatkan tekanan darah arterial. Khususnya pada tikus-tikus yang secara spontan hipertensi (SHR) memperlihatkan suatu respons hipertensi yang sangat bermakna terhadap rangsangan yang terkondisi dibandingkan dengan tikus-tikus Wystar Kyoto (WKY), menunjukkan suatu predisposisi genetic terhadap stress akut menginduksi hipertensi pada tikus-tikus hipertensi secara spontan (SHR).Lawler dkk(17), tikus-tikus keturunan campuran SHR dengan WKY dan dan mendapatkan suatu turunan tikus-tikus hipertensi ambang (BHR). Pada percobaan ini hewan-hewan dilatih setiap hari selama tiga minggu, berjalan memutar selama pemberian satu nada bunyi 1 KHz. Setiap respon menunda permulaan bunyi selama 10 detik. Kegagalan untuk berespon dalam 10 detik mengakibatkan lima bunyi kejutan singkat. Setelah latihan, hewan-hewan percobaan menjadi sasaran sesi konflik setiap hari selama 2 jam. Mereka diberikan lima kali kejutan selama membuat respons yang tidak sesuai, tetapi kemudian diberikan satu kali kejutan selama membuat respons yang sesuai. Tipe stress ini dinamakan shockshock conflict. Tekanan darah tikus-tikus BHR yang menjadi sasaran shockshock conflict selama 12 minggu meningkat secara bermakna dibandingkan kelompok control dan tekanan darah tetap meningkat selama 10 minggu mengikuti konflik. Penelitian ini menunjukkan bahwa predisposisi genetik yang berpasangan dengan stres jelas dapat menyebabkan hipertensi yang berlanjut pada seekor tikus model.Penelitian-penelitian serupa sulit dilakukan pada manusia, dan lamanya penelitian menjadi penghalang. Meskipun demikian, penelitian-penelitian yang menilai predisposisi genetik terhadap kenaikan tekanan darah yang mendadak pada manusia telah dilakukan oleh Falkner dan lain-lainnya. Falkner(2)mengevaluasi tiga kelompok populasi. Kelompok pertama, terdiri dari remaja-remaja normal tanpa riwayat hipertensi dalam keluarga; Kelompok kedua, terdiri dari remaja-remaja normal dengan sekurang-kurangnya satu orang tua yang hipertensi essensial; kelompok tiga, terdiri dari remaja-remaja dengan tekanan darah labil yang memiliki riwayat keluarga hipertensi termasuk periode-periode ketika terekam tekanan diastolik diatas 95 persentil yang diselingi dengan periode normotensi. Subjek diberi stres dengan rangkaian masalah pengurangan yang sulit yang diberikan secara cepat dan dengan waktu yang terbatas. Seperti yang diharapkan, tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat pada semua kelompok, tetapi peningkatan yang lebih besar pada mereka dengan riwayat hipertensi dalam keluarga dan paling besar pada subjek dengan hipertensi labil. Denyut jantung meningkat pada semua kelompok, tetapi seperti pada tekanan darah, besar dan lamanya peningkatan denyut jantung dipengaruhi oleh latar belakang genetik.Satu kelompok populasi dengan stres akut menginduksi hipertensi yang menonjol adalah dari orang Amerika hitam dengan kenaikan tekanan darah sistolik yang kecil. Pada penelitian-penelitian oleh Light dkk(18)yang mengevaluasi subjek berkulit hitam dan putih berumur antara 18 22 tahun. Pertama, secara sepintas dengan menggunakan stetoskop ditentukan, tekanan darah sistolik dari 135154 mmHg digunakan untuk mengenal laki-laki dengan kenaikan tekanan minimal. Subjek diberi stres secara bertahap dengan tes tekanan dingin, pengujian waktu bereaksi dengan atau tanpa kompetisi dan, akhirnya, pemenang akan mendapatkan hadiah $10.00. Waktu reaksi ditetapkan dengan menekan tombol ketika layar mempelihatkan kata go, tetapi tidak ditekan ketika yang ditunjukkan katano. Tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat pada semua kelompok selama diberikan berbagai stres ini. Orang kulit hitam dan kulit putih dengan tekanan darah sistolik waktu istirahat normal mempunyai peningkatan tekanan darah sistolik yang sama. Orang kulit hitam dan kulit putih dengan kenaikan tekanan darah istirahat yang ringan mempunyai suatu respons kenaikan terhadap stres. Mereka yang berkulit hitam dengan kenaikan tekanan darah sistolik minimun menunjukkan suatu stres yang menginduksi kenaikan tekanan darah sistolik lebih besar secara bermakna daripada mereka yang berkulit putih dengan kenaikan tekanan darah sistolik minimun. Suatu segi yang menarik bahwa denyut jantung meningkat lebih tinggi pada orang berkulit putih daripada orang kulit hitam pada subjek dengan kenaikan tekanan darah minimun. Karena denyut jantung lebih tinggi pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam, penulis menduga bahwa respons tekanan darah sistolik lebih besar pada orang kulit hitam dengan hipertensi minimun adalah akibat dari tahanan vaskuler yang lebih tinggi selama aktivitas simpatetik meninggi. Penelitian ini mendukung bahwa untuk suatu kelompok subjek yang peka, suatu stres yang relatif rendah tingkatannya mungkin dibutuhkan untuk mendapatkan hipertensi, oleh karena respons simpatetik hiperresponsif untuk rangsangan penuh stres.Mekanisme Potensial Dari Stres Kronik Penginduksi HipertensiPerubahan fungsional tekanan darah pada beberapa tempat dapat disebabkan oleh stres akut, bila berulang secara intermiten beberapa kali, dapat menyebabkan suatu adaptasi struktural hipertropi kardiovaskuler. Bila ini terjadi pada tingkat vaskuler akan ada peningkatan tahanan (resistensi), yang disebabkan peningkatan rasio dinding pembuluh dengan lumennya(19). Hal ini kemudian mempertinggi pengaruh homodinamik tekanan. Kemungkinan besar bahwa faktorfaktogai r tropik neurohormonal adalah penting dalam perkembangan hipertensi jangka panjang yang mengikuti perpanjangan stres penginduksi hipertensi. Misalnya, suatu penelitian yang baru-baru ini(20)menunjukkan bahwa angiotensin II, suatu hormon yang sering meningkat dalam situasi-situasi yang penuh stres, menyebabkan peningkatan sintesis protein dalam sedian sel otot polos vaskuler (pembuluh darah). Efek ini dapat menyebabkan hipertropi endothelial dan agaknya menurunkan ukuran lumen, sehingga menyebabkan peningkata tekanan. Disamping itu peningkatan atheroslerosis sering kali tampak pada hewan-hewan setelah stres kronik penginduksi hipertensi, yang juga mengurangi lumen dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang irreversibel. Dengan munculnya teknik-teknik baru dalam bidang biologi seluler dan molekuler, mungkin akan ditemukan beberapa faktor-faktor penginduksi tekanan darah yang merangsang hipertropi dinding pembuluh darah.Hipertensi Mantel PutihKarena stres akut dapat menyebabkan suatu kenaikan tekanan darah dan pengukuran tekanan darah dan tindakan pengukuran tekanan darah oleh seorang dokter seringkali merupakan suatu peristiwa yang penuh stres bagi pasien, mungkin didapatkan suatu kenaikan tekanan darah yang palsu selama pemeriksaan tekanan darah pada suatu kunjungan rutin di kantor. Masalah ini diistilahkan sebagai hipertensi mantel putih. Masalah ini dapat dihindari dengan monitoring tekanan darah yang dapat bejalan (ambulatory blood pressure monitoring) selama 24 jam. Rata-rata tekanan darah berdasarkan monitoring tekanan darah yang dapat berjalan selama 24 jam adalah berkorelasi baik dengan massa ventrikel kiri. Pertanyaan apakah variavibiltas (perubahan) tekanan darah dapat dikorelasikan dengan tahap akhir kerusakan tetap organ masih diperdebatkan. Tekanan darah kantor berkorelasi dengan rata-rata tekanan darah pada suatu nilai r hanya 0,6 mendukung bahwa monitoring tekanan darah yang dapat berjalan penting sebelum memulai terapi antihipertensi jangka panjang pada seorang pasien hipertensi borderline(21). Karena kebanyakan penelitian menunjukkan morbiditas sekunder kardiovaskuler jangka panjang terhadap hipertensi adalah berdasarkan penentuan tekanan darah di klinik, penelitian-penelitian selanjutnya mungkin diperlu kan sebelum rata-rata tekanan darah daripada tekanan darah klinik dapat di terima sebagai faktor penentu pengobatan.Pengaruh Relaksasi Pada Hipertensi EssensialJika stress merupakan suatu factor etiologi dalam perkembangan hipertensi, mungkin untuk mengontrol tekanan darah pada beberapa pasien dengan mengurangi tingkat stress mereka. Meskipun data dalam literatur ada sedikit pertentangan, bukti bahwa pengurangan stres dapat dimanfaatkan pada hipertensi ringan bila dikaitkan dengan suatu metode pengurangan stres. Kesimpulan ini didukung oleh penelitian Patel dkk(22), yang mengikut sertakan pasien dalam rencana pengobatan selama 8 minggu dengan menggunakan biofeedback, tehnik pernafasan, kemampuan membuat perumpamaan dan mekanisme penguasaan yang diajarkan. Pada pasien dengan tekanan darah yang melebih 140/90 mmHg, tekanan darah sistolik yang diobati dengan cara ini turun 20 mmHg setelah 8 minggu dan tetap 16 mmHg lebih rendah setelah 4 tahun. Sedangkan pada pasien control yang tidak melalui latihan relaksasi menurun 9 mmHg setelah 8 minggu pengamatan dan hanya 3 mmHg setelah 4 tahun. perubahan serupa juga didapatkan pada tekanan darah diastolic yang menurun 11 mmHg dibandingkan dengan sedikit peningkatan 1 mmHg pada control pada akhit tahun ke 4. Pada akhir tahun ke 4 penelitian, 18 % dari kelompok yang diobati dengan cara ini dan 20 % dari kelompok dengan pengobatan antihipertensi. Jelaslah, jika latihan stres digunakan, hanya pasien dengan hipertensi ringan sebaiknya dipertimbangkan, dan follow-up yang ketat untuk menilai efektifitas pengobatan pasien secara individual adalah penting.KesimpulanRingkasnya, stress dapat secara akut meningkatkan tekanan darah dengan peningkatan hasil sekresi simpatis, penurunan aktivitas vagal, dan peningkatan kadar katekolamin, system rennin-angiotensin-aldosteron, hormon antidiuretik, hormon adrenokortikotropik dan pelepasan kortisol. Kelompok populasi tertentu menunjukkan paningkatan sekresi simpatis bila stres. Stres yang berkepanjangan dan berulang-ulang pada populasi hipertensif dapat menyebabkan peningkatantekanan darah yang ireversibel. Stres yang menyebabkan hipertensi dapat menimbulkan ketidak sesuaian diagnostic klinik dari hipertensi, dan monitoring yang dapat berjalan selama 24 jam mungkin berguna untuk menghindari pengobatan yang tidak perlu bagi pasien lain yang normotensi. Pada beberapa pasien tehnik relaksasi dapat digunakan sebagai pengganti obat-obatan dalam pengobatan hipertensi ambang (borderline).Daftar Pustaka1. Brod J, Fence V, Hegi K, Jikka J. Cirdulatory change underlying blood pressure elevation during acut emosional stress (mental arithmetic) in normotensive and hypertensive subjects.Clin Sic. 1959. 18. 269-279.2. Falkner B, Onesti G, Angelakos E, Fernandes M, Langman C. Cardiovaskuler response to mental stress in normal adolescent with hypertensive parent.Hypertension. 1978. 1. 23-30.3. Knardahl S, Sander BJ, Johnson AK. Effect adrenal demedullation on stress induced hypertension and cardiovascular response to acut stress.Acta PhysiolScand. 1988. 133. 477-483.4. Folkow B. physiological aspects of primary hypertension.Physiol Rev. 1982. 62.347-504.5. LeDoux JE, Sakaguchi A, Reis DJ. Behaviorally selective cardiovascular hyperreactivity in spontaneously hypertensive rats evidence for hypoemosional and enhanced appetite motivation.Hypertension1982. 4. 853-863.6. Reis DJ, LeDoux JE. Some central neural mechanisms governing resting and behaviorally couple control of blood pressure.Circulation1987. 76 (suppl 1). 12 19.7. Szhagyi JE, Lerdahl O. The role of endogenous opiates in stress induced hypertension in the rat.Faseb J1989. 3 : A1313.8. Lundin S, Thoren P. Renal function and sympathetic activity during mental stress in normotensive and spontaneously hypertension rats.Acta Physiol Scand. 1982. 155 : 155 124.9. Masterton G, Main CJ, Lever AF, Lever RS. Low blood pressure in psychiatric patient.Br Heart J. 1981. 45: 442 446.10. Timio M, Verdecchia P, Ronconi M, Gentili S, Francucci B. Bichisao E. Blood pressure changes over 20 years in nuns in secluded order.J Hypertension1985.3 (suppl 3) 5387-5388.11. Henry JP, Stephen PM, Santisteban GA. A model of psychosocial hypertension showing reversibility and progression of cardiovascular complication.Circ Res. 1975. 36 : 156-164.12. Denton DA, Coghian JP, Fei DT, et al. Stress, ACTH, salt intake and high blood pressure.Clin Exp Hypertens. 1984. A6 : 406 415.13. Henry JP, Stephen PM. Psychososcial stress induces high blood pressure in a population of mammals on a low salt diet.J Hypertens1988. 6 : 139-144.14. Anderson DE, Kearnn WD, Better WE. Progressive hypertension in dogs by avoidance conditioning and salin infusion.Hypertension1983. 5 : 286 291).15. Light KC. Psychosocial precursors of hypertension experimental evidence.Circulation.1987. 76 (suppl 1) 167-176.16. Hallback M. Consequence of social isolation on blood pressure, cardiovascular reactivity and design in spontaneously hypertensive rats.Acta Physiol Scand. 1975. 93 : 455 465.17. Lawler JE, Gregory FB, Hubbard JW, Schaub RG. Effect of stress on blood pressure and cardiac pathology in rats with borderline hypertension.Hypertension. 1981, 3 : 496 505.18. Light KC, Obrist PA, Sherwood A, James SA, Strogata DS. Effect of race and marginally elevated blood pressure on responses to stress.Hypertension,1987. 10: 555-563.19. Folkow B. Psychosocial and central nervous influence in primary hypertension.Circulation. 1987. 76 (suppl 1) 110 119.20. Berk BC, Vokshtein V, Gordon HM, Tsuda T. Angiotensin II-stimulated protein synthesis in cultured vascular smooth muscle cells.Hypertension, 1989. 13: 305-314.21. Lavie CJ, Schmieder RE, Messerli FH. Ambulatory blood pressure monitoring practical consideration.Am Heart J. 1988. 116 : 1146-1151.22. Patel C, Marmot MG, TerryDJ, Carruther M, Hunt B, Patel M. Trialof relaxation in reducing coronary risk four years follow-up. Br Med J. 1985. 290 : 1103-1106.