HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

17
Manajemen Gizi dalam Bencana Kuliah 13, 27 Maret 2013 Fungsi Manajemen dalam Bencana (2) Mutiara Tirta, MIPH Ni’mah, Rani, Isti, Dani, Dira, Martha, Debby, Rindy, Teti, Rosa A. Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Jadi gini teman2 undang-undang yang mengatur mengenai bencana di Indonesia sebenarnya ada banyak sekali. Di undang-undang tersebut sudah mengatur dari perencanaan sampai evaluasi untuk menghadapi bencana. Namun sayangnya, alur yang dibuat merupakan alur lurus dan bukanlah sebuah siklus. Jadi setelah kita membuat rencana, melaksanakan rencana tersebut lalu kita evaluasi. Setelah dievaluasi ya sudah, selesai. Padahal seharusnya evaluasi yang telah kita buat tersebut harusnya dibuat rencana kembali. Lalu rencana dilaksanaan, dievaluasi dan berdasarkan evaluasi tersebut kita buat rencana kembali. Dan seterusnya sampai sesuai dengan hasil yang kita peroleh mencapai target yang kita inginkan. Salah satu undang-undang yang mengatur mengenai bencana yaitu UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diturunkan ke Peraturan Pemerintah Nomor 21 dan 23 Tahun 2008 yang diturunkan ke Peraturan Ka BNPB No. 22 Tahun 2010 tentang Pedoman Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah Pada Saat Tanggap Darurat. Poin-poin penting yang perlu dicatat dari ke tiga peraturan tersebut yaitu 1. Izin pelibatan departemen, lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam penanganan bencana. Ironisnya banyak NGO terutama yang berasal dari luar negri yang memiliki hidden agenda. Dan lebih ironisnya lagi kita, 1

description

gizi bencana

Transcript of HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

Page 1: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

Manajemen Gizi dalam Bencana Kuliah 13, 27 Maret 2013

Fungsi Manajemen dalam Bencana (2)

Mutiara Tirta, MIPH

Ni’mah, Rani, Isti, Dani, Dira, Martha, Debby, Rindy, Teti, Rosa

A. Fungsi Koordinasi dan Komunikasi

Jadi gini teman2 undang-undang yang mengatur mengenai bencana di Indonesia sebenarnya

ada banyak sekali. Di undang-undang tersebut sudah mengatur dari perencanaan sampai

evaluasi untuk menghadapi bencana. Namun sayangnya, alur yang dibuat merupakan alur lurus

dan bukanlah sebuah siklus. Jadi setelah kita membuat rencana, melaksanakan rencana tersebut

lalu kita evaluasi. Setelah dievaluasi ya sudah, selesai. Padahal seharusnya evaluasi yang telah

kita buat tersebut harusnya dibuat rencana kembali. Lalu rencana dilaksanaan, dievaluasi dan

berdasarkan evaluasi tersebut kita buat rencana kembali. Dan seterusnya sampai sesuai dengan

hasil yang kita peroleh mencapai target yang kita inginkan.

Salah satu undang-undang yang mengatur mengenai bencana yaitu UU No. 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana yang diturunkan ke Peraturan Pemerintah Nomor 21 dan 23

Tahun 2008 yang diturunkan ke Peraturan Ka BNPB No. 22 Tahun 2010 tentang Pedoman

Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah Pada Saat Tanggap

Darurat. Poin-poin penting yang perlu dicatat dari ke tiga peraturan tersebut yaitu

1. Izin pelibatan departemen, lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam

penanganan bencana.

Ironisnya banyak NGO terutama yang berasal dari luar negri yang memiliki hidden agenda.

Dan lebih ironisnya lagi kita, tidak hanya berprasangka buruk terhadap mereka namun,

kenyataannya banyak hal-hal negatif yang dilakukan oleh NGO terutama yang berasal dari luar

negri. Saat tsunami Aceh beberapa tahun kemarin, Aceh mendapatkan bantuan obat dan

makanan yang berasal dari luar negri. Namun sayangnya obat dan makanan tersebut sudah

hampir kadaluarsa.

2. Kontribusi diberikan jika pemerintah menyatakan membutuhkan dan/atau menerima tawaran

bantuan yang sesuai dengan peraturan dan kebutuhan.

Jadi gini teman2, bantuan dari luar negri hanya diperbolehkan masuk apabila pemerintah

mengijinkan. Misalnya saja pas tsunami Aceh, Australia membantu mendestilasi air laut karena

pemerintah menyatakan bahwa tsunami Aceh merupakan bencana internasional yang

melibatkan 14 negara sekitar Samudra Hindia. Namun berbeda dengan gempa Yogyakarta

tahun 2006, pemerintah menyatakan bahwa gempa merupakan bencana lokal. Jadi tidak boleh

ada bantuan dari luar.

1

Page 2: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

3. Prinsip bantuan: nonproselitisi (pemberian bantuan tidak untuk menyebarkan agama atau

keyakinan tertentu).

Jadi kalau misal kita mau ngadopsi anak orang kita harus mengetahui latar belakang agama

anak tersebut. Karena kita tidak boleh memaksakan keyakinan kita terhadap mereka.

Tahapan bantuan internasional

1. Iniasiai.

Pemerintah mengatakan bahwa kita butuh

bantuan dari luar negri. Contohnya saat tsunami

pemerintah meminta bantuan dari luar negeri

dengan menunjuk BNPB sebagai pintu masuk

bantuan. Selain itu pemerintah juga membuat pusat

penyimpanan bantuan di bandara dan pelabuhan.

2. Pengelolaan bantuan.

Saat mengelola bantuan, biasanya biaya

Ditanggung sendiri oleh NGO yang bersangkutan kecuali telah ada kerja sama dengan

pemerintah.

3. Terminasi.

Saat pemerintah bilang cukup, maka semua bantuan harus pergi dari arena bencana.

Terminasi bisa dilakukan sebelum maupun setelah tanggap bencana. Misalnya tanggap bencana

selama 3 bulan, namun terminasi bisa dilakukan 2 bulan setelah bencana. Setelah dilakukan

terminasi, pemerintah bisa juga meminta bantuan lagi saat masa rehabilitasi. Lamanya

terminasi tergantung oleh banyak hal misalnya besarnya bencana, besarnya dampak yang

diakibatkan oleh bencana serta kemampuan saat ini.

Bentuk bantuan internasional

1. Pengkajian cepat. Pengajian cepat dilakukan dengna initial asessment. Initial asessment harus

dilakukan melalui satu pintu yaitu BNPB. Jadi tidak boleh satu orang pengungsi setelah

diasessment oleh BNPB lalu diasessment oleh bulan sabit merah internasional.

2. Penyelamatan dan evakuasi

3. Pemenuhan bantuan dasar. Misalnya air, makanan, pakaian dan lain-lain

4. Perlindungan terhadap kelompok rentan. Misalnya balita, ibu hamil dan lansia.

5. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.

Jenis bantuan internasional

1. Bantuan dana dan hibah

2. Bantuan barang

3. Bantuan tenaga teknis/ahli

2

Terminasi bantuan

Pengelo-laan bantuan

Page 3: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

Cluster Approach

1. Model koordinasi dengan mengelompokkan pelaku kemanusiaan berdasarkan gugus kerja di

bawah ketetapan ‘pimpinan’ kelompok/cluster yang bekerjasama dengan sektor-sektor

pemerintah.. jadi alurnya koordinasi DEPKES BNPB pemerintah.

2. Tujuan: agar bantuan respon darurat dapat dilaksanakan secara lebih terkoordinasi antar pelaku

baik dari pemerintah maupun nonpemerintah.

3. Diterapkan dalam bencana berskala besar dengan respon multisektor

4. Hal ini diusulkan untuk mencapai prediktabilitas dan akuntabilitas dalam respon internasional

untuk keadaan darurat kemanusiaan, dengan memperjelas pembagian kerja di antara organisasi

dan lebih baik mendefinisikan peran dan tanggung jawab dari sektor yang berbeda..

5. Terdapat sebelas area dari aktivitas humanitarian yaitu pertanian, koordinasi/ manajemen camp,

pemulihan awal, edukasi, shelter darurat, telekomunikasi darurat, kesehatan, logistik, nutrisi,

proteksi, air, sanitasi dan higienitas.

Global Nutrition Cluster

1. Dipimpin oleh UNICEF

2. Tugas utama untuk meningkatkan prediktabilitas, pengurangan masa rawat inap, efektivitas

respon nutrisi yang komprehensif untuk krisis kemanusiaan.

3. Fokus utama:

a. koordinasi,

b. capacity building/ pemberdayaan,

c. persiapan bencana, assesment, monitoring dan surveilance,

d. supply.

Fungsi Kepemimpinan

1. Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana adalah suatu sistem penanganan darurat bencana

yang digunakan oleh semua instansi/lembaga dengan mengintegrasikan pemanfaatan sumber

daya manusia, peralatan dan anggaran.

2. Dipimpin oleh seorang Komandan Tanggap Darurat Bencana dan dibantu oleh Staf Komando

dan Staf Umum

3. Menganut satu komando dengan mata rantai dan garis komando yang jelas untuk

mengkoordinasikan seluruh instansi terkait dalam hal pengerahan sumber daya

4. Tujuanya agar pemanfaatan sumber daya alam lebih efektif

Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana

Di sini ada hanya garis komando yang lurus. Jadi satu di bawah yang lain, memakai sistem

perintah. Karena memakai sistem perintah, maka pelaku dari koordinasi ini biasanya adalah militer.

Saat terjadi bencana, kepala BNPB/BNPD (tergantung skala bencana) menunjuk komandan

penanganan darurat. Komandan tersebut berwenang mengendalikan lembaga/ sektor. Selain itu

3

Page 4: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

komandan

juga harus

membuat

staf umum

dan staf

komando.

Struktur Organisasi

Komando Tanggap

Darurat Bencana Tk.

Kabupaten/Kota

- lokal = bupati/walikota.

- provinsi = gubernur.

- nasional = presiden.

4

Page 5: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

alur komandonya: presiden BPBN komandan. Jadi g perlu presiden gubernur bupati

BPBD.

Urgensi fungsi komunikasi:

1. Sebagai dasar penyediaan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat

2. Menyediakan kerangka monitorng dan evaluasi

3. Meningkatkan efisiensi, efektivitas serta keberlangsungan program kesehatan

4. Meningkatkan dukungan dari seluruh stakeholder; terkait dengan penyediaan kebutuhan

pangan, dapat meningkatkan akses pangan pada masyarakat sasaran

B. Fungsi Monitoring dan Evaluasi

1. Monitoring adalah mengoleksi dan meriview informasi secara terus-menerus pada proses

implementasi, cakupan dan penggunaan.

2. Evauasi adalah langkah untuk mengukur efek dari proyek ataupun kegiatan menilai seberapa

efektif proyek yang telah dilaksanakan.

a. Data yang telah dikoleksi dan dievaluasi harus menjadi bagian integral dari semua program

nutrisi.

b. Monitoring dan evaluasi harus direncanakan pada fase awal dan didesain secara umum

seperti sistem aksi.

c. Evaluasi adalah proses belajar termasuk mengoleksi informasi secara terus menerus untuk

memonitor progres dalam rangka mencapai tujuan yang telah direncanakan dan untuk

menganjurkan program adaptasi atau penutupan.

→ Jadi intinya evaluasi digunakan untuk mengevaluasi program yang telah kita laksanakan,

kalau udah sesuai kita teruskan, kalau g sesuai kita buat program baru dan kalau misal kita

udah mencapai target, maka program bisa kita hentikan.

d. Monitoring dan evaluasi termasuk menganalisa:

- Indikator proses yaitu melihat sebaik apakah fungsi program dan seberapa besar

adaptasi program serta apakah desain program dapat digunakan sepanjang waktu atau

tidak.

5

Page 6: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

- Indikator dampak yaitu mengevaluasi efek dari program pada populasi dan meringkas

keefesienan program.

→ Sebenarnya monitoring dan evaluasi digunakan untuk menganalisa 5 indikator, tapi di

semester ini kita cukup mengetahui 2 indikator saja.

Contohnya :

1. Memonitoring dan mengevaluasi fungsi dari feeding center

a. Laporan bulanan

b. Proporsi dari jumlah anak yang meninggalkan program selama program berlangsung dengan

alasan apapun.

c. Proporsi dari anak yang dirawat dari program untuk penyembuhan malnutrisi.

d. Mencakup treatment untuk malnutrisi anak. Contohnya target >50% pada rural population

(pedesaan) dan >75% pada urban/camp population (perkotaan atau daerah pengungsian).

e. Rata-rata waktu inap (biasanya dimonev tiap bulan atau 3 bulan) contohnya target <30 hari

untuk TFP dan <60 hari untuk SFP

f. Makanan dan kualitas ransum, harus diobservasi

2. Memonitor seberapa efektif dampak dari feeding program (berjalan setiap 3-6 bulan).

a. Mortality rate diantara komunitas anak dibawah 5 tahun

b. Prevalensi severe malnutrisi diantara anak di bawah 5 tahun pada populasi.

.

Penutupan dari therapeutic feeding program

Closing down a therapeutic feeding program

1. Kriteria umum: terdapat struktur kesehatan lokal yang dapat mengatasi dan memulihkan

keadaan yang telah ada maupun kasus baru dari severe acute malnutrition.

2. Kriteria lain:

6

Page 7: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

a. Supply makanan dapat diandalkan dan memadai

b. Angka kematian kasar rendah

c. Tidak ada wabah penyakit

d. Populasi stabil dan tidak ada populasi yang masuk yang tidak diharapkan.

Indikator lain:

a. 75% anak yang keluar dair SFP haruslah sudah sembuh

b. Cakupan dari target SFP harus >50% pada rural area dan >70% pada situasi pengungsi

Penutupan dari supplementary feeding program

1. Targeted SFP dapat ditutup jika:

a. Pendistribusian makanan telah memadai (diperlukan diskusi perencanaan nutrisi)

b. Prevalensi dari acute malnutrisi dibawah 10% tanpa faktor pemberat (masih ingatkan

faktor pemberatnya apa aja, kalau lupa, liat HO yang sebelum2nya).

c. Penilaian control dari penyakit infeksi berjalan efektif.

d. Penurunan situasi nutrisi yang tidak diantisipasi contohnya penurunan karena musim.

Contohnya persediaan beras habis saat kemarau.

2. Blanket SFD

a. Maksimal 3 bulan

b. Situasi yang diperkirakan telah meningkat (contohnya memutuskan bahwa ransum telah

memadai, epidemic dapat dikontrol, dan telah terjaminnya keamanan dan ketahanan air.

c. Kriteria untuk menutup program adalah:

- GFD telah memadai dan dibutuhkan diskusi mengenai kebutuhan minimum nutrisi

- Prevalensi acute malnutrition dibawah 15% tanpa faktor pemberat atau acute

malnutrition telah mencapai 10% dengan faktor pemberat.

- Penilaian kontrol terhadap penyakit telah efektif.

Instrumen dari M&E di feeding program

a. Individual record card

b. Ration card

c. Referral slip

d. Tally sheet

e. Monthly statistical report

7

Page 8: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

Instrumen dari M&E untuk distribusi komoditas

a. Jumlah nyata manfaat berdasarkan jenis kelamin dan umur

b. Kemacetan dari perpindahan stock termasuk:

- Jenis komoditas

- Opening stock

- Penerimaan

- Jumlah distribusi

- Makanan yang dikembalikan

- Makanan yang hilang

- Closing balances

- Alasan hilang

Pelaporan dan Rencana Tindak Lanjut

Exit Strategy from Feeding Program

8

Page 9: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

C. Self Reliance and Exit Strategy

1. Post Disaster Need Assessment (PDNA)

Rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat analisis dampak dan perkiraan kebutuhan

yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi.

2. Rencana Aksi Hyogo

Konsesus bersama antara negara-negara penandatangan deklarasi untuk aksi pengurangan

risiko bencana dalam pembangunan. Merupakan dasar ratifikasi sistem dan mekanisme

penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia.

3. Rehabilitasi

Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang

memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya

secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat.

4. Rekonstruksi

Upaya pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah

pascabencana, baik pada tingkat pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan

berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan

bangkitnya peran serta masyarakat

Ruang lingkup rehabilitasi

1. Perbaikan lingkungan daerah bencana 2. Perbaikan prasarana dan sarana umum 9

Page 10: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

3. Pemberian bantuan perbaikan rumah

masyarakat

4. Pemulihan sosial psikologis

5. Pelayanan kesehatan

6. Rekonsiliasi dan resolusi konflik

7. Pemulihan sosial ekonomi budaya

8. Pemulihan keamanan dan ketertiban

9. Pemulihan fungsi pemerintahan

10. Pemulihan fungsi pelayanan publik.

Pemulihan sosial psikologis

1. Bantuan konseling dan konsultasi

2. Pendampingan

3. Pelatihan

4. Kegiatan psikososial

Pelayanan Kesehatan

1. Perawatan lanjut korban bencana yang sakit dan mengalami luka

2. Penyediaan obat-obatan

3. Penyediaan peralatan kesehatan

4. Alokasi tenaga medis dan paramedis

5. Memfungsikan kembali sistem pelayanan kesehatan termasuk sistem rujukan.

Strategi kegiatan rehabilitasi:

1. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat

2. Memperhatikan karakter bencana, daerah dan budaya

3. Mendasarkan pada kondisi aktual di lapangan (tingkat kerugian/ kerusakan serta kendala

medan).

4. Menjadikan kegiatan rehabilitasi sebagai gerakan dalam masyarakat dalam kelompok swadaya.

5. Menyalurkan bantuan pada saat, bentuk, dan besaran yang tepat sehingga dapat memicu

gerakan rehabilitasi

Alur Proses PDNA

10

Page 11: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

Contoh Upaya dalam Pemulihan dan Exit Strategy

Substansi Pembanguna

n

Penggantian Penyediaan

Bantuan

Pemulihan

Fungsi

Pengurangan

Risiko

Perumahan/

Pemu-

kiman

Pemba-

ngunan

rumah tinggal

seder-hana

Penye-diaan

lokasi

relokasi

Pelatihan

keterampilan

pembangunan

rumah

Fasilitasi

pengelolaan air

bersih dan

sanitasi

Asistensi

teknik

pembangu-nan

rumah

Sosial

(Pendidi-

kan)

Pembanguna

n kembali

sekolah/ruang

kelas

Penyediaan

sekolah

semen- tara/

darurat

Penyediaan

bantuan

peralatan

sekolah dan

biaya sekolah

untuk siswa

terdampak

Pemulihan

fungsi melalui

penyediaan guru

pengganti

Penyusunan

sosialisasi

rencana

kontingensi

bidang

pendidikan

11

Exit situation

Improved

Hand over project

Termination

Develop follow up project with new

phase

Project scaling up

DeteriorateQuick termination

and safety procedure

Page 12: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

Ensuring exit strategy for health sectors

a. Dokumentasi rencana strategic dan aktivitas yang sudah direncanakan mengikuti logical

framework

b. Melakukan pelatihan dan menjelaskan job descriptions

c. Monitoring dan evaluasi dari input, output, dan impact

d. Pengembangan dan perbaikan secara berkelanjutan pada sistem informasi kesehatan

e. Melakukan pelatihan pada pekerja lokal untuk melanjutkan fungsi yang telah dilakukan

oleh NGO internasional setelah mereka pergi

D. Resilience to Disaster

Definisi

Kemampuan unit sosial untuk mengurangi bahaya, termasuk efek bencana dan melakukan

rehabilitasi untuk mengurangi kekacauan sosial serta mengurangi efek akibat pasca bencana.

Strategic goals:

a. Pengenalan menghadapi risiko bencana dari perencanaan untuk perkembangan

berkelanjutan pada level lokal dan nasional

b. Pengembangan dan penguatan institusi, mekanisme, dan kapasitas membangun pertahanan

terhadap bahaya

c. Gabungan sistem pengurangan risiko untuk persiapan terjadinya bencana, respon, dan

pemulihan program

Activities:

a. Organizing a local response

b. Identifies resources

c. Conducts situational analyses

d. Hazard analysis

e. Maps vulnerabilities

f. Sets out a training plan

g. Develop prevention and mitigation plan

h. Develop SOPs for crisis response

i. Conduct post disaster analysis

j. Engage community

12

Page 13: HO 13 Manajemen Gizi Dalam Bencana

13