Hiv dalam perspektif agama
-
Upload
akper-pemda-indramayu -
Category
Healthcare
-
view
170 -
download
2
Transcript of Hiv dalam perspektif agama
HIV DALAM PERSPEKTIF AGAMA
Kodim Abdullah
Agaknya, biar pun informasi yang komprehensif tentang HIV dan AIDS sudah melimpah-ruah
tetap saja ada yang tetap berpegang teguh pada mitos (anggapan yang salah). Ini dapat dilihat
dari leaflet atau brosur HIV dan AIDS dalam Perspektif Agama yang diterbitkan oleh KPA
Prov DKI Jakarta.
Sejak awal epidemi HIV di Indonesia selalu muncul pernyataan yang dibalut dengan moral,
seperti penanggulangan HIV/AIDS dengan agama, mencegah HIV dengan moral, dll. Padahal,
HIV/AIDS adalah fakta medis artinya dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran.
Maka, cara pencegahannya pun dapat pula dilakukan dengan teknologi medis yang konkret.
Tapi, karena sejak awal pemerintah, dalam hal ini beberapa menteri kesehatan, selalu mengait-
ngaitkan penularan HIV dengan norma, moral dan agama maka sampai sekarang anggapan itu
tidak berubah. Bahkan, banyak kalangan yang menilai balutan norma, moral dan agama
belakangan ini justru lebih kental daripada di awal-awal epidemi.
Kalau balutan norma, moral dan agama itu bisa menanggulangi epidemi HIV tentulah kasus
kumulatif HIV/AIDS dan insiden infeksi baru tidak akan bertambah. Faktanya, sampai
Desember 2010 Kemenkes sudah melaporkan 68.927 HIV dan 24.131 AIDS dengan 4.539
kematian. Sedangkan di Jakarta dilaporkan 3.995 AIDS dengan 576 kematian.
Begitu pola dengan anggapan yang mengaitkan sosialisasi kondom untuk mencegah penularan
HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah akan mendorong laki- laki berzina
ternyata dipupus oleh fakta kasus HIV/AIDS di kalangan ibu- ibu rumah tangga. Dilaporkan
1.970 ibu rumah tangga (istri) yang terdeteksi HIV/AIDS. Di Jakarta dilaporkan 12 persen dari
kasus HIV/AIDS terdeteksi di kalangan ibu rumah tangga. Ini menunjukkan suami mereka tidak
memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan pasangan lain.
Upaya penanggulangan dengan merangkul tokoh agama (Toga) diwujudkan KPA Prov DKI
Jakarta melalui leaflet atau brosur yang disebut HIV dan AIDS dalam Perspektif Agama.
Semua (enam) agama yang diakui pemerintah membuat leaflet sesuai dengan perspektif agama
masing-masing.
Berikut ini perspektif agama-agama terhadap HIV/AIDS (menurut abjad).
Penularan dan Pencegahan HIV Perspeksif Buddha
Pencegahan HIV dalam perspektif agama Buddha tidak konkret. Disebutkan penularan HIV
terjadi (a). Melalui hubungan seksual (homo, maupun heteroseksual) dengan seseorang yang
mengidap virus HIV. Tapi tidak ada pencegahan yang ditawarakan.
Disebutkan pula penularan HIV melalui (b). Transfusi darah yang mengandung virus HIV.
Pencegahan yang ditawarkan adalah: (b). Tidak menerima transfusi/spesimen darah dari sumber
yang tidak jelas dan (c). Bagi pengidap HIV jangan menjadi donor darah. Dari sumber yang
dikenal pun bisa saja terjadi sumber yang dikenal itu sudah mengidap HIV karena orang-orang
yang sudah tertular HIV tidak menunjukkan gejala khas AIDS sebelum masa AIDS (antara 5-15
tahun setelah tertular HIV). Pencegahan yang konkret adalah hanya menerima darah untuk
transfusi dari PMI karena PMI sudah melakukan skrining HIV terhadap darah donor. Orang-
orang yang sudah terdeteksi HIVmelalui tes yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes
HIV yang baku tidak akan mendonorkan darahnya. Yang jadi persoalan adalah donor dari orang-
orang yang sudah tertular HIV tapi tidak terdeteksi karena ada masa jendela (jika donor
menyumbangkan darah di bawah tiga bulan setelah tertular maka hasil skrining HIV di PMI bisa
negatif palsu artinya HIV sudah ada di darah tapi tidak terdeteksi karena belum ada antibody
HIV).
Sedangkan pencegahan untuk (d) Penularan virus dari ibu hamil yang mengidap virus HIV
kepada bayinya disebutkan (a). Bagi wanita pengidap HIV dianjurkan untuk tidak hamil. Ini
ngawur. Perempuan yang mengidap HIV sudah hamil tentulah pencegahan pada masa kehamilan
bukan melarang perempuan hamil yang mengidap HIV itu hamil lagi. Pencegahan HIV pada
penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya adalah dengan pemberian obat
antiretroviral (ARV) dan persalinan dengan operasi Caesar.
Penularan dan Pencegahan HIV Perspektif Hindu
Pencegahan HIV dalam perspektif agama Hindu sama sekali tidak menyebutkan cara-cara yang
konkret untuk mencegah penularan HIV yang disebutkan.
Penularan dan Pencegahan HIV Perspektif Islam
Pencegahan HIV dalam perspektif agama Islam juga tidak menyebutkan cara pencegahan
melalui hubungan seksual. Sedangkan mencegah (d) Penularan virus dari ibu hamil yang
mengidap virus HIV kepada bayinya disebutkan (a). Bagi wanita pengidap HIV dianjurkan untuk
tidak hamil. Perempuan yang mengidap HIV sudah hamil tentulah pencegahan pada masa
kehamilan bukan melarang perempuan hamil yang mengidap HIV itu hamil lagi. Pencegahan
HIV pada penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya adalah dengan pemberian obat
antiretroviral (ARV) dan persalinan dengan operasi Caesar.
Penularan dan Pencegahan HIV Perspektif Katolik
Pencegahan HIV dalam perspektif agama Katolik mengandung mitos. Disebutkan penularan
HIV (2). Melalui cairan kelamin (air mani, cairan vagina dalam hubungan seksual) dengan cara
pencegahanya adalah: (1). Hindari hubungan seks di luar nikah dan berganti-ganti pasangan, dan
(2). Gunakan kondom bagi mereka yang mempunyai pasangan HIV positif. Tidak ada kaitan
langsung antara penularan HIV dan hubungan seks di luar nikah. Penularan HIV melalui
hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) jika salah satu
dari pasangan tsb. mengidap HIV dan laki- laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama
(kondisi hubungan seksual). Buktinya, 12 persen kasus HIV/AIDS di Jakarta terdeteksi pada ibu
rumah tangga. Mereka tertular dari suaminya melalui hubungan seksual di dalam ikatan
pernikahan yang sah.
Penuaran dan Pencegahan HIV Perspektif Khonghucu
Pencegahan HIV dalam perspektif agama Konghucu juga tidak komprehensif. Tidak ada cara
pencegahan untuk penularan Dari ibu hamil positif HIV kepada bayinya serta Melalui transfusi
darah yang mengandung HIV.
Sedangkan cara pencegahan untuk penularan HIV Melalui hubungan seksual yang berisiko
dengan pasangan yang terinfeksi HIV disebutkan: Hindari hubungan seksual sebelum menikah,
Bersikap saling setia pada pasangan yang sah, Gunakan kondom jika salah satu pasangan
terinfeksi HIV atau infeksi menular seksual. Ini juga mitos karena penularan HIV tidak terkait
dengan sifat hubungan seksual. Sesudah menikah pun tetap ada risiko tertular HIV jika dilakukan
tanpa kndom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang
sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial atau pelaku kawin-carai.
Penularan dan Pencegahan HIV Perspektif Kristen
Pencegahan HIV dalam perspektif agama Kristen juga tidak konkret. Disebutkan penularan HIV
(2). Melalui cairan kelamin (air mani, cairan vagina dalam hubungan seksual) dengan cara
pencegahanya adalah: (1). Hindari hubungan seks di luar nikah dan berganti-ganti pasangan, dan
(2). Gunakan kondom bagi mereka yang mempunyai pasangan HIV positif. Tidak ada kaitan
langsung antara penularan HIV dan hubungan seks di luar nikah.
Pada perspektif agama Katolik dan Kristen disebutkan melalui kontak darah seperti pada facial
wajah. Belum ada kasus penularan HIV melalui facial wajah. Padahal, faktor risiko (mode of
transmission) HIV secara nasional dan global didominasi oleh hubungan seksual di dalam dan di
luar nikah. Pertanyaannya adalah: Mengapa (anjuran) pencegahan tidak menukik ke faktor risiko
hubungan seksual?
Bertolak dari fakta tentang pencegahan HIV berdarakan persektif agama seperti yang ada pada
leaflet maka bisa dipastikan masyarakat luas tidak akan (pernah) mengetahui cara-cara penularan
dan pencegahan yang konkret. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian insiden penuaran
HIV baru, terutama di kalangan laki- laki dewasa akan terus terjadi, Ini dapat dipantau dari kasus
HV/AIDS pada ibu rumah tangga yang terdeteksi.