Hit

download Hit

of 37

Transcript of Hit

BAB I PENDAHULUAN

Heparin merupakan ikatan berbagai bentuk sulfated glycosaminoglycans dengan panjang rantai yang berbeda. Berat molekul heparin bervariasi dari 1800 sampai 30.000 dalton (Hirsh J,2004). Unfractioned heparin dan low molecular weight heparin (LMWH) merupakan antikoagulan yang efektif dan telah dipergunakan secara luas untuk pencegahan dan pengobatan penyakit

tromboembolik vena dan arteri (Chong, 2007). Namun ternyata pemakaian heparin dapat menyebabkan efek samping yang serius. Salah satu efek samping yang serius dan berpotensi mengancam jiwa adalah heparin-induced

thrombocytopenia (HIT) (Hirsh J,2004;Ehsan A, Plumbey JA,2002). Heparin-induced thrombocytopenia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan jumlah trombosit setelah pemberian heparin, tanpa ada penyebab trombositopenia yang lain. Tidak seperti trombositopenia yang diinduksi oleh obat lainnya, HIT biasanya tidak menyebabkan perdarahan melainkan justru trombosis. Trombosis akibat HIT bisa menyebabkan gangren berat pada tungkai yang membutuhkan amputasi dan bahkan bisa menyebabkan kematian ) (Chong, 2007;Warkentin,2008). Heparin-induced thrombocytopenia disebabkan oleh adanya antibodi terhadap kompleks platelet factor 4 (PF4) dan heparin. Antibodi ini terdapat pada hampir semua pasien dengan penyakit ini, namun antibodi juga dapat ditemukan pada beberapa pasien yang mendapat terapi heparin, tetapi tidak berkembang

1

menjadi HIT. Hal ini tidak dapat dijelaskan, mengapa komplikasi terjadi pada beberapa pasien, namun pada pasien yang lain tidak terjadi. (Warketin,2006) Berbagai nama lain untuk HIT antara lain Heparin-associated

thrombocytopenia (HAT), dan Immune heparin-induced thrombocytopenia (atau tipe II). Tetapi nama yang paling tepat dan dipakai secara luas adalah heparininduced thrombocytopenia (HIT). (Chong,2007). Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai heparin induced thrombocytopenia (HIT), patofisiologi,gambaran klinis, diagnosis dan

pemeriksaan laboratoriumnya.

2

BAB II Heparin Induced Thrombocytopenia

2.1. Heparin 2.1.1. Sejarah Heparin pertama kali ditemukan oleh McLean hampir 90 tahun yang lalu memiliki sifat anti trombotik, kemudian Brinkhius dan kawan-kawan

mendemonstrasikan bahwa heparin adalah antikoagulan tidak langsung yang membutuhkan kofaktor plasma. Kofaktor ini disebut juga dengan antitrombin(AT) III yang ditemukan oleh Abildgaard pada tahun 1968, AT III sekarang disebut juga dengan AT (Hirsh J,2004; Sucker C,2005) Kemudian setelah adanya perkembangan antikoagulan baru yang lebih baik, pada tahun 1980an ditemukan low molecular weight heparin (LMWH) yang memperlihatkan kemampuan molekul heparin untuk menginaktifkan trombin dan faktor koagulasi lainnya bergantung dari panjang rantai molekul heparin. Untuk inaktivasi faktor Xa hanya membutuhkan pentasakarida yang memiliki afinitas yang tinggi (Sonia S,2001) 2.1.2. Struktur dan Mekanisme Kerja Heparin Heparin adalah heterogen dengan ukuran molekur, aktifitas koagulan, dan farmakokinetiknya (tabel 2.1.). Berat molekul heparin bervariasi dari 3000 30000 dalton, dengan rerata berat molekulnya 15.000 dalton (mencapai 45 rantai monosakarida) [gambar 2.1.]. Hanya sepertiga dosis heparin yang diberikan berikatan dengan AT, dan fraksi ini yang memiliki peran sangat besar untuk efek antikoagulan. Sisa 2/3 dosis memiliki efek antikoagulan minimal pada konsentrasi

3

terapeutik, tetapi bila konsentrasi lebih besar yang dibutuhkan baik pada heparin yang afinitas kuat maupun lemah mengkatalisir efek AT dari suatu protein plasma sekunder yang disebut juga heparin cofaktor II (HC II) (Hirsh J,2004) Tabel 2.1. Heterogenisitas Heparin Atribut Ukuran Molekul Efek Antikoagulan Karakterikstik Berat molekul rerata : 15.000, kisaran 3000 30.000 dalton Hanya sepertiga dari molekul heparin yang mengandung pentasakarida dengan afinitas tinggi serta diperlukan untuk aktifitas antikoagulan Bersihan Heparin dengan berat molekul yang tinggi lebih cepat dibersihkan daripada heparin dengan berat molekul lebih rendah (Hirsh J,2004)

Gambar 2.1. Struktur Heparin (Wikipedia,2011) Komplek heparin/AT akan menginaktivasi trombin (faktor IIa), faktor Xa, IXa, XIa dan XIIa (Gambar 2.3.). Trombin dan faktor Xa paling sensitif terhadap

4

penghambatan oleh Heparin/AT, dan trombin 10 kali lebih sensitif dibanding faktor Xa. Heparin menginhibisi trombin dengan mengikat keduanya dengan enzim koagulasi (gambar 2.2.),(tabel 2.2) (Hirsh J,2001;Sonia S,2001).

Gambar 2.2. Inaktivasi Enzym Pembekuan oleh Heparin (Hirsh J,2001)

Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Heparin (Hirsh J,2001;Sonia S,2001)

5

Untuk menginaktivasi trombin, selain berikatan dengan AT, heparin juga harus berikatan dengan trombin. Tetapi ikatan antara faktor koagulasi dengan heparin ini kurang penting dalam inaktivasi faktor X. Oleh karena itu, heparin yang mengandung kurang dari 18 sakarida (LMWH) (gambar 2.4), bisa menginaktivasi faktor Xa, tetapi tidak bisa menginaktivasi trombin (Sucker ,2005)

Gambar 2.4. Mekanisme Kerja UFH dengan LMWH (Sucker,2005)

6

Tabel 2.2. Efek Antihemostasis Heparin Efek Keterangan

Berikatan dengan ATIII dan Mekanisme utama efek antikoagulan, mengkatalisasi inaktifasi faktor yang hanya memerlukan 1/3 dari molekul IIa, Xa, dan XIIa Berikatan dengan heparin (terdiri dari ikatan ATIII dengn pentasakarida) heparin Efek antikoagulan memerlukan heparin tinggi dan terjadi pada keadaan yang sama pada heparin dengan afinitas yang kuat maupun yang lemah dengan ATIII Berikatan dengan faktor IXa Memerlukan konsentrasi heparin yang dan menginhibisi aktivasi faktor sangat tinggi dan merupakan AT dan Xa HCII independen (Hirsh J,2004) 2.1.3. Komplikasi Pemberian Heparin (Setiabudi, 2007) Beberapa keadaan bisa terjadi akibat pemberian heparin antara lain: a. Resistensi Heparin Resistensi heparin adalah keadaan dimana pasien membutuhkan dosis heparin yang lebih tinggi (>35.000 U/24 jam) untuk mencapai pemanjangan APTT sampai rentang terapi Resistensi heparin bisa terjadi akibat defisiensi AT, peningkatan clearance heparin, peningkatan protein pengikat heparin, peningkatan faktor VIII, fibrinogen dan PF4 b. Reaksi Sistemik Akut Gejala seperti demam, takikardi, flusing, sakit kepala, nyeri dada dan sesak nafas bisa terjadi. c. Heparin induced skin lession kofaktor II dan mengkatalisis konsentrasi inaktivasi faktor IIa

7

Lesi kulit akibat heparin bisa terjadi pada tempat-tempat bekas penyuntikan. Hanya 25% pasien yang mengalami lesi kulit terjadi

trombositopenia, dan kelompok ini mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya trombosis, terutama trombosis arteri. d. Heparin Induced thrombocitopenia Trombositopenia yang diakibatkan pemberian heparin yang terjadin terutama antara hari ke 5 dan ke 10. e. Osteoperosis Pemakaian heparin jangka panjang ternyata terbukti menurunkan densitas tulang secara bermakna.

2.2. Heparin Induced Thrombocytopenia Heparin induced thrombocytopenia (HIT) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan jumlah trombosit setelah pemberian heparin, tanpa ada penyebab trombositopenia yang lain (Chong,2007;Cooney 2006;Arrepally,2006). Definisi lain HIT adalah suatu keadaan penyakit yang berhubungan dengan imunitas akibat pengunaan unfractionated heparin (UFH) yang ditandai dengan penurunan jumlah trombosit selama atau segera setelah penggunaan obat antikagulan (Hursting,2005). Tidak seperti trombositopenia yang diinduksi oleh obat lainnya, HIT biasanya tidak menyebabkan perdarahan melainkan justru trombosis. Trombosis akibat HIT bisa menyebabkan gangren berat pada tungkai yang bisa mengakibatkan amputasi dan bahkan bisa menyebabkan kematian (Hursting,2005) 2.3. Epidemiologi

8

Frekuensi HIT pada pasien yang mendapat heparin sangat bervariasi. Beberapa kepustakaan yang dikutip oleh Ziporen dan kawan-kawan melaporkan bahwa HIT terjadi pada 1%-3% pasien yang mendapat terapi UFH, dan 10%-20% diantaranya mengalami trombosis berat yang mengancam jiwa atau menyebabkan gangren tungkai berat sehingga memerlukan amputasi jika pemaparan heparin berlanjut (Fabris,2000;Riley 2009) Frekuensi terjadinya HIT juga bervariasi tergantung jenis heparin yang dipakai, keadaan pasien dan riwayat pemakaian heparin sebelumnya. Kejadian HIT pada pasien yang memperoleh bovine heparin lebih tinggi daripada pasien yang memperoleh porcine heparin. Pemakaian LMWH lebih jarang menyebabkan HIT dibandingkan UFH. Pada pasien pasca HIT disebabkan UFH kasus bedah frekuensinya 1%-5%, pasien bedah jantung sampai 50%, sedangkan pada pasien non bedah frekuensinya sekitar 3,5% (Chong,2007). Perempuan cenderung lebih mudah mengalami HIT dibandingkan laki-laki dan pasien setelah operasi memiliki insidensi HIT lebih tinggi dibandingkan pasien yang dirawat di ICU. Dosis heparin juga memegang peranan penting. Dosis profilaksis heparin meningkatkan risiko terbentuknya antibodi (Sakr,2011). 2.4. Etiologi dan Patogenesis Heparin induced thrombocytopenia (HIT) secara klinis terdiri atas dua tipe yaitu HIT tipe 1 dan HIT tipe 2.

2.4.1. HIT tipe 1

9

Pada HIT tipe 1 disebut juga pseudo HIT, mekanisme terjadinya berbeda dengan HIT tipe 2. HIT tipe 1 dihubungkan dengan efek heparin yang menyebabkan proaggregating trombosit. Heparin mengikat trombosit dan menyebabkan aktivasi ringan dengan terbentuknya formasi agregasi trombosit yang ringan (Chong,2007; Ehsan,2002). Kejadian HIT tipe 1 mencapai 10% pasien, biasanya terjadi pada pemberian heparin hari-hari pertama. Jumlah trombosit biasanya menurun dibawah 100.000/L, dan kemudian akan kembali normal beberapa hari walaupun pemberian heparin tetap dilanjutkan (Chong 2003;Chong 2007, Greinacher 2002). Heparin menginduksi agregasi trombosit yang dimediasi oleh fibrinogen dan reseptor trombosit integrin IIb3 (komplek glikoprotein IIb-IIIa). Ikatan heparin terhadap trombosit dapat dihambat oleh protein pengikat heparin seperti antitrombin dan fibronektin (Digiovanni 2008). Ada kemungkinan bahwa ketika heparin diberikan kepada pasien yang memiliki trombosit hiperaktif, dapat menyebabkan agregasi trombosit ringan secara in vivo. Agregat trombosit kemudian dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial. Hal ini mungkin dapat menjelaskan menurunnya jumlah trombosit yang terjadi pada 4 hari pertama pemberian heparin

(Raschke,2004;Poole,2010). Pada pasien dengan trombosit yang hiperaktif atau pasien yang terinfeksi bakteri dengan pembentukan komplek imun, heparin dapat menyebabkan agregasi trombosit yang lebih hebat dan trombositopenia berat (Chong 2007).

2.4.2. HIT tipe 2

10

Berbeda dengan HIT tipe 1 atau disebut juga dengan pseudo HIT, terjadinya HIT tipe 2 melalui mekanisme imun yaitu melalui pembentukan antibodi kompleks platelet faktor 4 (PF4)-heparin. Jika ditulis HIT saja tanpa disertai tipe, hal ini dimaksudkan HIT tipe 2 (Kelton,2008). HIT atau HIT tipe 2 dimediasi oleh antibodi yang menginduksi akitivasi trombosit yang muncul hanya bila ada heparin dalam darah. Hal ini disebut juga heparind-dependent antibody. Antigen target terhadap antibodi ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1992 oleh Amiral dan kawan-kawan menjadi kompleks PF4-heparin. PF4 adalah protein tetrameric kutub positif (berat molekul 35 kDa) yang spesifik ditemukan dalam granul trombosit dan megakariosit. PF4 terdiri dari 70 asam amino termasuk kedalam CXC chemokine family, dimana residu cysteine dipisahkan oleh satu residu asam amino. PF4 merupakan tetramer dengan C-terminal yang banyak mengandung lysine menghadap keluar (gambar 2.5), yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap heparin. Analisis terhadap strukur kritasografis juga menunjukkan residu lain yang membentuk cincin melingkar bermuatan positif yang membentuk interfase dengan heparin (Chong,2003;Chong 2007). Konsentrasi PF4 plasma sangat rendah pada kondisi normal, tapi akan meningkat dengan cepat ketika PF4 disekresikan kedalam plasma selama trombosit aktif atau pemberian heparin (Chong 2007). Kekuatan ikatan heparin dengan PF4 bergantung dari panjang rantai heparin atau berat molekul (optimalnya 14 sampai 16 sakarida, berat molekul 4500 Da), dan tingkat sulfation. Ketika heparin dan PF4 berikatan, PF4

11

mengalami perubahan, mengekspose neoepitopes yang beraksi sebagai imunogen dan memulai generasi antibodi PF4-heparin. (Hursting, 2005;Winteroll 2003)

Gambar 2.5. Struktur PF4 (Wikipedia,2011) HIT terjadi disebabkan oleh antibodi, yang tersering adalah IgG, yang mengikat kompleks PF4-heparin (gambar 2.6, gambar 2.7.). antibodi PF4-heparin (kadang disebut juga antibodi HIT) yang menghasilkan kompleks imun multimolecular menyebabkan mengaktivasi pelepasan trombosit melalui reseptor FcIIa yang

prothrombotic

platelet-derived

microparticles,

pemakaian trombosit, dan terjadi trombositopenia. Mikropartikel berperan mempromosikan pembentukan thrombin berlebihan, akhirnya trombosis.

Kompleks antigen-antibodi juga ikut berinteraksi dengan monosit yang berperan produksi faktor jaringan, dan terjadinya kerusakan endotelial akibat antibodi. Kedua proses tersebut memiliki kontribusi lebih lanjut terjadinya trombosis (Husrting 2005;Winteroll,2003).

12

Gambar 2.6. Model Patogenesis HIT (Hursting, 2005)

13

Gambar 2.7. Mekanisme patofisiologi HIT (Winteroll,2003) Ikatan heparin/fragmen heparin dengan PF4 tergantung dari komposisi heparin itu sendiri, panjang rantai (>12 sampai 14 oligosakarida), dan derajat sulfation heparin. Low molecular weight heparin (LMWH) yang memiliki panjang rantai yang lebih pendek dibandingkan heparin memiliki afinitas yang lebih rendah dengan PF4. Sehingga memiliki antigenik yang rendah dan kecil kemungkinan menyebabkan HIT. (Chong,2007) Pembentukan kompleks PF4-heparin terjadi optimal jika konsentrasi PF4 dan heparin berada pada rasio ekuimolar. Heparin dan PF4 dibersihkan secara cepat dari sirkulasi.Oleh karena itu untuk terjadi HIT, pada saat pemberian heparin harus cukup PF4 yang dilepaskan dari trombosit , sehingga dapat terbentuk kompleks, dan kompleks ini harus bertahan cukup lama untuk

14

merangsang pembentukan antibodi terhadap kompleks tersebut. Tidak adanya aktivasi trombosit yang persisten dapat menjelaskan mengapa tidak terjadi HIT pada setiap pemberian heparin (Chong,2007) Aktivasi trombosit melepaskan PF4 dari granul trombosit, dan kompleks PF4-heparin terbentuk lebih banyak dan menjadi pembatas terhadap permukaan trombosit, dengan demikian memungkinkan lebih banyak antibodi heparindependent untuk berikatan (gambar 2.8). Reaksi ikatan ini menghasilkan aktivasi trombosit yang lebih hebat dan terjadi agregasi trombosit. Pelepasan mikropartikel trombosit dan proagulan lainnya mengaktifkan jalur koagulasi darah,

pembentukan trombin dan trombus. Proses ini tergantung derajat hiperkoagulabel dan frekuensi kejadian komplikasi trombotik terhadap HIT. Trombositopenia mungkin dihubungkan dengan pembersihan trombosit teraktivasi atau kompleks PF4-heparin-IgG yang melapisi trombosit oleh sistem retikulondotelial. Trombosit juga terpakai selama pembentukan trombus (Chong,2007)

Gambar 2.8. Interaksi Antibodi PF4-Heparin-Trombosit (Chong,2007)

15

2.5. Gambaran Klinis 2.5.1. HIT tipe 1 Pada HIT tipe 1, trombositopenia yang terjadi ringan dan biasanya terjadi pada 4 hari pertama setelah pemberian heparin. Jumlah trombosit langsung turun 100-150 x 109/L dan jarang dibawah 80 x 109/L. Jumlah trombosit biasanya kembali normal walaupun pemberian heparin diteruskan. Ketika heparin diberikan kembali setelah perbaikan dari trombositopenia, jumlah trombosit biasanya tidak turun. Pada pasien setelah operasi, HIT tipe 1 biasanya tidak dapat dibedakan berdasarkan jumlah trombosit yang turun dengan hemodilusi. Pasien HIT tipe 1 biasanya asimtomatik dan tidak berhubungan dengan trombosis atau perdarahan (Warkentin,2008) 2.5.2. HIT tipe 2 Pada HIT tipe 2, terdapat beberapa gambaran klinis yaitu sebagai berikut: a. Trombositopenia Pada HIT tipe 2 terjadi trombositopenia dengan derajat sedang sampai berat dan onsetnya lambat yaitu hari ke 5-10 pemberian heparin. Penurunan hitung trombosit bertahap dengan jumlah trombosit terendah rata-rata 50.000/L. Pada beberapa kasus onset trombositopenia terjadi tiba-tiba sebelum 5 hari setelah pemberian terapi, pada kasus ini disebut sebagai rapid-onset HIT. Hal ini bisa terjadi disebabkan pasien telah memiliki antibodi HIT karena pasien ini pernah diberikan terapi heparin sehingga trombositopenia cepat terjadi (Powell,2007). Beratnya trombositopenia pada HIT tipe 2 biasanya sedang sampai berat dengan rerata 60.000/L, ada kalanya dapat turun sampai di bawah 10.000/L. Pada beberapa pasien jumlah trombosit bisa turun lebih 50%, tetapi jumlah

16

trombosit terendah masih diatas 150.000/L, jika jumlah trombosit mulanya juga tinggi. Gambaran klinis HIT tipe 2 ini tidak seperti quinine/quinidine induced thrombocytopenia yang hampir selalu berat (jumlah trombosit 50% selama pemberian heparin 1 Jumlah trombosit turun 30-50% atau terendah