HIPOTERMI

33
Artikel KedokteranBlog Blog mengenai artikel kedokteran Kamis, 06 Maret 2008 PENANGANAN DAN TERAPI CAIRAN PASCA PEMBEDAHAN Pendahuluan Penanganan dan terapi cairan pada pasien pasca bedah sangatlah penting diketahui, untuk menurunkan angka morbilitas dan mortalitas pasien. Pada umumnya banyak pasien akibat proses bedah mengalami gangguan yang menyebabkan mobilisasi pasien dan balance cairan. kematian bila tidak segera ditangani. Hal yang harus diketahui adalah Pulih dari anestesia umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola di kamar pulih atau, unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesia

Transcript of HIPOTERMI

Page 1: HIPOTERMI

Artikel KedokteranBlog Blog mengenai artikel kedokteran

Kamis, 06 Maret 2008

PENANGANAN DAN TERAPI CAIRAN PASCA PEMBEDAHAN

Pendahuluan

Penanganan dan terapi cairan pada pasien pasca bedah sangatlah penting

diketahui, untuk menurunkan angka morbilitas dan mortalitas pasien. Pada

umumnya banyak pasien akibat proses bedah mengalami gangguan yang

menyebabkan mobilisasi pasien dan balance cairan.

kematian bila tidak segera ditangani. Hal yang harus diketahui adalah

Pulih dari anestesia umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola

di kamar pulih atau, unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery Room atau

PACU, Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesia secara

bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal

yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesia

yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan,

mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang pendarahan.

Unit Perawatan Pasca Anestesi (UPPA) harus berada dalam satu lantai dan

dekat dengan kamar bedah, sehingga apabila terjadi kegawatan pasca

tindakan pembedahan dan perlu segera diadakan pembedahan ulang, tidak

akan banyak mengalami banyak hambatan. Selain itu karena segera setelah

Page 2: HIPOTERMI

pasca pembedahan dan setelah anestesia dihentikan, pasien sebenarnya

masih dalam keadaan teranestesi dan perlu diawasi dengan ketat.

Pengawasan ketat di UPPA harus dilakukan sampai pasien bebas dari

bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan.

Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oximetry), EKG, peralatan resusitasi

jantung-paru dan obat - obatan harus tersedia.

Petugas dalam UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien

gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten dan tanggap terhadap

perubahan dini apabila tanda vital yang membahayakan pasien.

Pemulihan Pasca Anestesi

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room)

atau ke ruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi

terbaik dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di

ruang pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran,

tekanan darah, nadi, pernapasan suhu, sensibilitas nyeri, pendarahan dari

drain, dll.

Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan

dilakukan paling tidak setiap dalam 15 menit pertama atau hingga stabil,

setelah itu dilakukan setiap 15 menit, selama 2 jam pertama. Dan setiap 30

menit selama 4 jam berikutnya Pulse oximetry dimonitor hingga pasien

sadar kembali. Pemeriksaan suhu juga dilakukan.

Page 3: HIPOTERMI

Seluruh pasien yang sedang dalam masa pemulihan dari anestesi umum

harus mendapat oksigen 30 – 40 % untuk mencegah hipoksemia yang

mungkin terjadi. Pasien yang memiliki resiko hipoksia adalah pasien yang

mempunyai kelainan paru sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi

didaerah abdomen atas atau daerah dada. Pemeriksaan analisa gas darah

dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi penilaian oksimetri yang abnormal.

Terapi oksigen benar-benar diperhatikan pada pasien dengan riwayat

penyakit paru obstruksi kronis atau dengan riwayat retensi CO2 sebelumnya.

Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien

dapat dipindahkan ke ruang rawat dengan pemberian instruksi pasca

operasi.

Gangguan Pernapasan

Obstruksi napas parsial (napas berbunyi) atau total, tak ada ekspirasi (tidak

ada suara napas). Pasien pasca anastesia umum yang belum sadar sering

mengalami : lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring. Selain itu

dapat terjadi spasme laring karena laring terangsang oleh benda asing,

darah, ludah sekret atau sebelumnya ada kesulitan pada saat intubasi

intubasi trakea.

Apabila terjadi obstruksi saat pasien masih dalam anestesi dan lidah

menutup faring, maka harus dilakukan manufer tripel dengan cara pasang

Page 4: HIPOTERMI

jalan napas mulut-faring, hidung faring dan tentunya berikan O2 100%. Jika

tidak berhasil menolong, pasang sungkup laring.

Bila terjadi obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain

perlu O2 100%, harus dibersihkan jalan napas, berikan preparat,

kortokosteroid (oradekson) dan kalau tak berhasil perlu dipertimbangkan

memberikan pelumpuh otot.

Obstruksi napas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis

(hiperkarbi, hiper-kapni, PaCO2>45 mmHg) atau saturasi O2 menurun

(hipoksemi, SaO2<90 style=""> dangkal sering akibat pelumpuh otot masih bekerja.

Kalau penyebab jelas karena opioid dapat diberikan nalokson dan kalau oleh pelumpuh otot

dapat diberikan prostikmin-atropin. Hipoventilasi yang berlanjut akan menyebabkan asidosis,

hipertensi, takikardi yang dapat berakhir dengan depresi sirkulasi dan henti jantung.

Gangguan Kardiovaskular

Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa

trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis

karena hipoksia, hiperkapni dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang

berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard,

disritmia, edema paru atau pendarahan otak. Terapi hipertensi ditujukan

pada faktor penyebab dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres)

atau nitroprusid (niprus) 0,5 – 1,0 µg/kg/ menit.

Page 5: HIPOTERMI

Hipotensi yang terjadi isian balik vena (venous return) menurun disebabkan

pendarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksi miokardium

kurang kuat atau tahanan veskuler perifer menurun. Hipotensi harus segera

diatasi untuk mencegah terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut

dengan hipoksemia dan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan

dengan faktor penyebabnya. Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau

Asering 300-500 ml.

Distritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-alkalosis,

hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung.

Gelisah

Gelisah pasca anestesia dapat disebabkan oleh hipoksia, asidosis, hipotensi,

kesakitan, efek samping obat misalnya ketamin atau buli-buli penuh. Setelah

disingkirkan sebab-sebab tersebut diatas, pasien dapat diberikan penenang

midazolam (dormikum) 0.05 – 0.1 mg/kgBB.

Nyeri

Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan.

Untuk meredam nyeri pasca bedah pada anestesi regional untuk pasien

dewasa, sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat memasukkan

anestesi lokal ke ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural.

Tindakan ini sangat berbiasanya manfaat karena dapat membebaskan nyeri

pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelah itu nyeri yang timbul bersifat sedang

Page 6: HIPOTERMI

atau ringan dan jarang diperlukan tambahan opioid dan kalaupun perlu

cukup diberikan analgetik golongan NSAID (anti inflamasi non steroid)

misalnya ketorolak 10-30 mg IV atau IM.

Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau

epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid

intratekal atau epidural ialah gatal di daerah muka. Pada manula dapat

terjadi depresi napas setelah 10-24 jam. Gatal di muka dan depresi napas

dapat dihilangkan dengan nalokson. Opioid intratekal atau epidural tidak

dianjurkan pada manula kecuali dengan pengawasan ketat.

Kalau terjadi nyeri pasca bedah di UPPA diberikan obat golongan opioid

secara bolus dan selanjutnya dengan titrasi perinfus.

Mual-Muntah

Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umum terutama

pada penggunaan opioid, bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada

analgesia regional. Obat mual-muntah yang sering digunakan pada

perianestesia ialah :

1. Dehydrobenzoperidol (droperidol) 0,05-0,1 mg/kgBB (amp 5 mg/ml) i.m

atau i.v.

2. Metoklopramid (primperan) 0,1 mg/kgBB i.v.,supp 20 mg

3. Ondansetron (zofran, narfoz) 0,05-0,1 mg/kgBB i.v

Page 7: HIPOTERMI

4. Cyclizine 25-50 mg.

Menggigil

Menggigil (shivering) terjadi akibat hipotermia atau efek obat anestesi,

Hipotermi terjadi akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan

infus dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen luas dan lama. Terapi

petidin 10-20 mg i.v. pada pasien dewasa, selimut hangat, infus hangat

dengan infusion warmer, lampu t untuk menghangatkan suhu tubuh.

Nilai Pulih dari Anestesi

Tabel 1. Skor Pemulihan Pasca Anestesi

Penilaian NilaiWarna Merah muda

Pucat

Sianosis

2

1

0Pernapasan Dapat bernapas dalam dan batuk

Dangkal namun pertukaran udara adekuat

Apnoea atau obstruksi

2

1

0Sirkulasi Tekanan darah menyimpang <20%>

Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal

Tekanan darah menyimpang >50% dari normal

2

1

0Kesadaran Sadar, siaga dan orientasi

Bangun namun cepat kembali tertidur

Tidak berespons

2

1

0Aktivitas Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2

Page 8: HIPOTERMI

Dua ekstremitas dapat digerakkan

Tidak bergerak

1

0

Sumber : Aldrete JA, Kronik D; A postanesthetic recovery score. Anesth analg

1970;49;924

Komposisi Cairan Tubuh

Air dalam tubuh terdapat pada ruangan intraseluler 40 %, ekstraseluler 20%.

Ekstraseluler dibagi menjadi antarsel (intestinal) 15% dan plasma 5%

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti dalam batas-

batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma

ekspander) secara intravena. Pembedahan dengan anestesi memerlukan

puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral

diperlukan untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah

pembedahan , mengganti kebutuhan rutin saat pempedahan, mengganti

perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan pindah ke rongga peritoneum

atau keluar tubuh.

Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) ialah:

4 ml/kg BB/ jam untuk berat badan 10 kg pertama.

2 ml/kgBB/ jam tambahan untuk berat badan 10 kg kedua.

1 ml/kgBB/ jam tambahan untuk sisa berat badan.

Contoh pasien berat 23 kg, kebutuhan basal;

(4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 3) = 63 ml/jam

Page 9: HIPOTERMI

Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah keruang ketiga . Untuk

menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan.

6-8 ml/kg untuk bedah besar.

4-6 ml/kg untuk bedah sedang.

2-6 ml/kg untuk bedah kecil.

Tabel 2. Normal Elektrolit Cairan

Kalium Natrium

Urine 40 – 60 60 – 75

Keringat 0 10 – 20

Uap air nafas 0 0

Gastrointestinal 10 75 – 100

ECK 4 135 – 150

LCF 150 – 170 10

Ringer laktat 4 135

NaC 0,9% 5 155

Nilai Normal

Na = 130 – 145 meq/L

K = 3,8 – 4,4 meq/L

Cl = 100 – 110 meq/L

Gangguan komposisi cairan tubuh

Gangguan komposisi cairan tubuh dapat berupa gangguan pada :

Page 10: HIPOTERMI

1. Natrium

2. Air

3. Kalium

4. Asam Basa

A. Natrium

Eksresi air hampir selalu disertai oleh ekskresi natrium baik lewat urine, tinja,

atau keringat, karena itu terapi kekurangan air (dehidrasi) selalu diberi

cairan infus yang mengandung natrium. Natrium berperan memelihara

tekanan osmotik dan volume cairan ekstraselular dan natrium sebagian

besar (84%) berada di cairan ekstraselular. Kebutuhan natrium perhari

sekitar 50-100 mEq atau 3-6 gram sebagai NaCl.

1. Hiponatremia

Kadar Na < style=""> Terapi diberikan ringer laktat, NaCl 0,9%, kebutuhan normal

Natrium : 2-4 mEq/kgBB/hari.

2. Hypernatremia

Kadar Na > 145 mEq/L. Disebabkan pemberian infus elektrolit berlebihan,

retensi pada payah jantung dan retensi pada acute renal failure. Manifestasi

klinik antara lain circulatory overload, edema, sesak nafas, tachycardia, rasa

haus, demam, dan koma. Therapy dengan pemberian diuretik atau

hemodialisa.

B. Air

Kebutuhan harian air 50 ml/kgBB/hari, Natrium 2 mEq/kgBB, Kalium 1

mEq/kgBB. Dehidrasi ialah kekurangan air dalam tubuh yang dapat

dikategorikan menjadi ringan (<> 10%), IWL = 0,4 s/d 0,5 ml/jam/kgBB (650-

Page 11: HIPOTERMI

850 cc/hari → 70 kg). 50-75 ml tambahan untuk setiap derajat kenaikan

temperatur.

1. Kekurangan cairan / volume depletion

Merupakan kehilangan air tanpa Na yang dijumpai pada kasus demam tinggi

yang lama, suhu ruangan tinggi dan keringat banyak, high out put renal

failure, dehidrasi, manifestasi klinis yaitu : haus, penurunan kesadaran,

gelisah dan konvulsi.

Penanganan rehidrasi lambat adalah 8 jam I = ½ defisit maintenance

dan 16 jam II = ½ defisit + maintenance.

Sedangkan rehidrasi cepat pemberian 20-40 cc/kgBB/ ½ -1 jam. Kemudian

evaluasi hemodinamik. Bila buruk diulangi sampai baik kemudian dilanjutkan

rehindrasi lambat, bila baik ( Tb ≥ 100 mmHg, dan Nadi <>

Tabel 3. Pedoman Who untuk Menilai Dehidrasi

KlinisDehindrasi Ringan

(5%)Dehidrasi Sedang

(5-10%)Dehindrasi Berat

(>10%)

Kaadaan Umum

Mata cekung, kering

Air mata

Mulut atau lidah kering

Haus

Turgor

Nadi

Tekanan darah

Air kemih

Baik, kompos mentis

Normal

Ada

Lembab

Minum normal

Baik

Normal

Normal

Normal

Gelisah, rewel, lesu

Cekung

Kering

Kering

Haus

Jelek

Cepat

Turun

Kurang. Oliguri

Letargik, tak sadar

Sangat cekung

Kering sekali

Sangat kering, pecah-pecah

Tak bisa minum

Sangat jelek

Cepat sekali

Turun sekali

Kurang sekali

Page 12: HIPOTERMI

2. Kelebihan cairan / overload

Ditandai dengan berat badan meningkat dan edema perifer, edema otak dan

ascites. Penyebabnya antara lain asupan natrium meningkat. Terapy adalah

restriksi air / D5 dan NaCl hipertonis.

C. Kalium

Sebagai besar K terdapat dalam sel (150 mEq/L). Kebutuhan akan Kalium

cukup diatas dengan kebutuhan rutin saja sekitar 0,5 mEq/kgBB/hari

1. Hipokalemia

Kadar K < k =" 1">

2. Hiperkalemia

Kadar K > 5,0 mEq/L, penyebabnya pada gagal ginjal, asidosis, manifestasi

klinis yaitu lemah, paralisis, fibrilasi, ventrikel, therapi Ca.Glukonat 10% 10-

30 mL IV.

Tabel 4. Nilai Normal Astrup (AGDA)

Darah Arteri Darah Campuran (Arteri + Vena)

pH

pO2

O2 saturasi

pCO2

HCO3

Base Excess

7,40 (7,35-7,45)

80-100 mmHg

95% greater

35-45 mmHg

22-25 mEq/L

- 2 - +2

7,38 (7,33-7,43)

35-49 mmHg

70-75%

41-45 mmHg

24-28 mEq/L

0-4

Page 13: HIPOTERMI

Tabel 5. Barometer Gangguan Keseimbangan Asam Basa

pH pCO2 HCO3

ASIDOSIS RESPIRATORI

- Murni

- Terkompensasi sebagian

- Terkompensasi penuh

turun

turun

normal

naik

naik

naik

normal

naik

sedikit

Naik

ASIDOSIS METABOLIK

- Murni

- Terkompensasi sebagian

- Terkompensasi penuh

turun

turun

normal

normal

turun

sedikit

turun

turun

turun

turun

ASIDOSIS RESPIRATORI +

METABOLIK

turun naik turun

ALKALOSIS RESPIRATORI

- Murni

- Terkompensasi sebagian

- Terkompensasi penuh

naik

naik

normal

turun

turun

turun

normal

normal

turun

1. Therapi = memperbaiki ventilasi

2. Therapi = Na Bikarbonat 50 – 100 mEq/L IV

3. Therapi = Pem HCl 0,1 mol/L diinfuskan pada vena centralis

4. Therapi = menyunkup kepala dengan kantongan kertas → PCO2

Transfusi Darah pada Pembedahan

Page 14: HIPOTERMI

1. Pengertian Transfusi

Transfusi darah = hemoterapi

Yang dimaksud hemoterapi adalah pemberian komponen darah serta

derivat-derivatnya untuk terapi dengan cara transfusi.

Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan

patokan berat badan (tabel 1). Makin aktif secara fisik seseorang, makin

besar pula volume darahnya untuk setiap kilogram berat badannya.

Tabel 6. Volume darah

Usia ml/kgBB

Prematur 95

Cukup bulan 85

Anak kecil 80

Anak besar 75-80

Dewasa

Pria 75

Wanita 65

2. Pengertian Darah

Untuk orang dewasa kadar Hb normal angka patokannya ialah 20%. Cairan

kristaloid (ringer-laktat, asering) untuk mengisi ruang intravaskular diberikan

3 kali lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan

jumlah sama.

3. Indikasi Transfusi Darah

Page 15: HIPOTERMI

Transfusi darah umumnya > 50% diberikan pada saat perioperatif dengan

tujuan untuk menaikkan pengangkutan oksigen dan volume intravaskular.

Kalau hanya menaikkan volum intravaskular saja cukup dengan koloid atau

kritaloid.

Indikasi tranfusi darah adalah :

1. Perdarahan akut sampai Hb <>

Pada orangtua, kelainan paru, kelainan jantung Hb <>

2. Bedah mayor kehilangan darah > 20% volum darah.

4. Jenis Komponen Darah

1. Whole Blood (WB)

Merupakan darah lengkap = 450 ml darah + 63 ml pengawe, Ht : 3t :

36-40%

Segar (<>

Indikasi : - Sebagai O2 carryng capasity dan blood volume ekpansion

- Kehilangan darah akut dan banyak (> 1500 ml)

- Menaikkan massa RBC

- Menaikkan volume plasma

Page 16: HIPOTERMI

- WBC dan PLT tidak berfungsi

Kontra indikasi : tidak diberikan pada anemia kronik

Dosis :

- 5 x (Hb yang diharapkan – Hb pasien) x BB

Contoh = Hb yang diharapkan 10 gr%, Hb pasien 7 gr% - BB 50 kg.

= 5 x (10 – 7) x 50

= 750 cc

- Pada dewasa 1 bag → 1 gr %, Ht 3 – 4 %

- Pada anak 8 ml/kg BB → 1 gr%

- Pemberian harus selesai dalam 4 jam

2. RBC/PRC/SDM

Satu unit packed cell berisi 240 – 340 ml dengan Ht 75 – 80 % dan HB

24 gr/dl

40 – 5% plasma dikeluarkan

Stored RBC 1 – 60C tahan 35 hari

Indikasi : - Anemia defisiensi berat

Page 17: HIPOTERMI

- Anemia chronik disease

- Anemia GGK

- Anemia gagal sumsum tulang

- Pasien dengan reguler transfusi

- Pada perdarahan lambat

- Pada kelainan jantung

Dosis :

- 4 x (Hb yang diharapkan – Hb pasien) x BB

Atau

- Pada dewasa untuk menaikkan Hb 1gr/dl

Diperlukan packed cell 4 ml/kg atau 1 unit dapat menaikkan kadar Ht

3-5%.

3. Platelet Concentrates

Tiap bag = 5,5 x 1010 / 50 – 70 ml plasma

Page 18: HIPOTERMI

Dapat disimpan 5 hari pada 20 – 240C dan 48 jam oada 1 – 60C

Indikasi : - Anemia aplastik

- Kelainan fungsi trombosit

- Sekunder trombopati : uremia

- Dilution trombositopenia OK transfusi masif (PLT<>3/mm3)

- Penggunaan alat kardio-pulmonair (heart lung machine)

- Penderita ITP = trombositopenia berat.

Kontraindikasi :

- Pasien dengan rapid platelets destruction

- Idiopatik autoimmun trombositopenia purpura (ITP)

- DIC

- Septikemia

- Hypersplenisme

4. Granulocytes

1 bag = > 1,0 x 1010 granul0cytes

Jumlah limfosit, trombosit, RBC bervariasi

Page 19: HIPOTERMI

Suspensi 200 – 300 plasma

Harus segera ditransfusikan paling lama 24 jam

Indikasi : - Bone marrow hypoplasia

- Netropenia <>3

- Fever 24 – 48 jam, tidak respons terhadap antibiotik terapi

5. Freshfrozen Plasma (FFD)

Volume 200 – 250 ml

Semua faktor pembekuan ada kecuali faktor V dan faktor VIII

Indikasi : - Liver disease

- DIC

- Dilution coagulopathy oleh karena massive blood replacement

- Mid hemafilia B

6. Liquid Plasma

Dibuat pemisahan plasma dari whole blood

Volume 200 – 250 ml (bag 450) atau 100 – 125 ml (bag 250 ml)

Mengandung stabil faktor yang cukup, labil faktor kurang (FV dan FVIII)

Page 20: HIPOTERMI

Penyimpan < (-180C) tahan 5 tahun

Indikasi : - Defisiensi stabil faktor

- Liquid plasma dapat disubstitusi FFP

- Tidak untuk F-V, F-VIII deff., DIC

7. Cryoprecipitated AHF

Supernatant dikeluarkan, tinggal cold preciptate protein + 10-15 ml

plasma

Pada (-180C) tahan 1 tahun

Mengandung = E VII C (prokoagulant activity), F-VIII, fibrinogen, F-XIII

fibronectin.

1 bag = 80 – 120 unit F-VIII; C, 250 mg fibrinogen, 20 – 30% F-XIII

Indikasi : - Hemofilia A

- Deff fibrinogen congenital / aquired

- DIC

Komplikasi Transfusi Darah

1. Reaksi hemolitik

Page 21: HIPOTERMI

Kekerapan 1:6000 akibat destruksi eritrosit-donor oleh antibodi resipien

dan sebaliknya. Jika jumlah transfusi <5%>

Pada pasien sadar ditandai oleh demam, menggigil, nyeri dada-panggul

dan mual.

Pada pasien dalam anestesi ditandai oleh demam, takikardi tak jelas

asalnya, hipotesi, perdarahan merembes di daerah operasi syok, spasme

bronkus dan selanjutnya Hb-uria, ikterus dan “renal shut down”

2. Infeksi

Virus (hepatitis, HIV-AIDS, CMV)

Bakteri (stafilokok, yesteria, citrobakter)

Parasit (malaria)

3. Lain – lain

Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non-kardial, pupura, intoksikasi

sitrat, hiperkalemia, asidosis.

Penanggulangan Reaksi Transfusi

1. Stop transfusi.

2. Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambah

vasokonstriktor, inotropik.

Page 22: HIPOTERMI

3. Berikan oksigen 100%

4. Diuretika manitol 50 mg atau furosemid (lasix) 10-20 mg

5. Antihistamin

6. Steroid dosis tinggi

7. Jika perlu ‘exchange transfusion’

8. Periksa analisa gas dan pH darah.

DAFTAR PUSTAKA

Fleeley TW, Macario A. The Postanestesia Care Unit, In Miler RD-Anesthesia 5 th ed, Churchill Livingstone Philadelphia, 2000.

Jhon J. Marini, MD, Arthur P. Wheeler, MD, Critical Care Medicine The Essentials 3 rd ed, Fluid and Electrolyte Disorders.

Jhon J. Marini, MD, Arthur P. Wheeler, MD, Critical Care Medicine The Essentials 3 rd ed, Transfusion and Blood Component; 247-257.

Kesuma Adi, Sp.PK, Bagian Patologi Fakultas Kodokteran USU Medan, Transfusi Darah.

Loebis, Amin, Sp.A, Bagian Anestesi, Reanimasi, Fakultas Kedokteran USU Medan, Terapi Cairan.

Said A. Latief, dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, 2 nd ed., Tatalaksana Pasca Anestesia ; hal: 125 – 128.

Diposkan oleh HSI MD di 3/06/2008 09:56:00 AM

1 komentar:

doctor monte mengatakan...

Page 23: HIPOTERMI

good blogs doc.

sincerely, dr. Monte SLK

www.pkugombong.tkwww.doktermonte.co.cc

1 Maret 2009 22.42

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

►   2011 (6)

▼   2008 (28) o ▼   Maret (26)

Kriteria Diagnosis Praktis ATHETOSIS PAPIL EDEMA MUSCULAR DYSTROPHY DEMENSIA FACIAL PALSY LIMFOMA PENANGANAN DAN TERAPI CAIRAN PASCA PEMBEDAHAN ABORTUS PENYAKIT PAGET PADA MAMAE PENDAHULUAN Tn. Jam... PENYAKIT PAGET PADA TULANG PENDAHULUAN Pen... SINDROMA NEFROTIK Sekitar Etika Kedoktera HIRSCHSPRUNG'S DISEASE AUTISME KERUGIAN PENGGUNAAN SUSU FORMULA PADA BAYI ENSEFALITIS BULIMIA NERVOSA BATUK ANOREKSIA NERVOSA NUTRISI IBU HAMIL KANKER PARU BRONKOPNEUMONIA Korioretionopati Serosa Sentral MARASMUS

Page 24: HIPOTERMI

STURGE-WEBER SYNDROME o ►   Februari (2)

Mengenai Saya

HSI MD HSI singkatan dari Hendy Stio Iwantono. MD = Medical doctor? bener sih tapi lokal bukan impor alias dokter umum. Disini saya tuangkan hasil tulisan saya selam 2 tahun menjalani koasistensi sekaligus pembuat paper, dimana paper-paper tersebut dibuat untuk memenuhi pesanan teman-teman saya dan sekaligus sebagai usaha untuk tetap bikin perut terisi. karena sebagai ko ass yang jatah kiriman ortu tiap bulan minimalis, saya harus berusaha memenuhi kebutuhan hidup saya sendiri sebagai pembuat paper.

Lihat profil lengkapku Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.

hipotermia akibat anasthesi

PENGARUH ANESTESI TERHADAP TERMOREGULASI

Anestesi dan operasi merupakan hal-hal yang dapat mengganggu termoregulasi. Hipotermia merupakan suatu keadaan yang sering terjadi selama penderita mengalami pembedahan. Hipotermia ini merupakan kombinasi dari gangguan termoregulasi karena anestesi, ruangan operasi yang dingin dan faktor-faktor pembedahan yang menyebabkan hilangnya panas tubuh

1.Anasthesi umumHampir semua penderita yang mendapatkan anestesi umum menjadi hipotermia. Hal ini disebabkan anestesi umum mengakibatkan gangguan pada termoregulasi tubuh. Anestesi umum menyebabkan peningkatan nilai ambang respon terhadap panas dan penurunan nilai ambang respon terhadap dingin. Dengan kata lain, interthreshold range menjadi melebar dari 0,4ºC menjadi sekitar 2-4ºC.

Klasifikasi mengenai hipotermia masih belum mendapatkan suatu kesepakatan diantara ahli-ahli anestesiologi. Ada yang membagi hipotermia menjadi hipotermia ringan antara 32-35ºC, hipotermia sedang 28-32º C dan hipotermia berat kurang dari 28ºC. Tetapi ada yang menggunakan batasan untuk hipotermia ringan antara 33-36,4ºC dan tidak menetapkan batasan antara hipotermia sedang dan berat. Penggunaan batasan ini karena pada suhu ini kemungkinan disfungsi organ akan mulai timbul.

Beberapa hal yang menyebabkan penderita menjadi hipotermia pada saat menjalani operasi adalah:

Page 25: HIPOTERMI

 Anestesia menurunkan produksi panas. Panas tubuh yang hilang tinggi karena ruang operasi yang dingin, pemberian cairan yang

dingin, irigasi cairan pada luka operasi dan evaporasi serta radiasi dari luka operasi. Kompensasi tubuh tidak terjadi karena penderita tidak sadar dan kadang-kadang lumpuh

karena obat pelumpuh otot serta respon otonom termoregulasi terganggu.

Hipotermia selama anestesi umum mengikuti suatu pola tertentu, yaitu terbagi menjadi 3 fase. Fase tersebut adalah fase redistribusi, fase linear dan fase plateau

Fase RedistribusiInduksi anestesi umum akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Hal ini terjadi melalui dua mekanisme, yaitu obat anestesi secara langsung menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan anestesi umum menurunkan nilai ambang vasokonstriksi dengan menghambat fungsi termoregulasi sentral.

Vasodilatasi ini akan mengakibatkaan panas tubuh dari bagian sentral suhu inti mengalir ke bagian perifer. Redistribusi panas tubuh ini akan menyebabkan peningkatan suhu perifer tetapi menyebabkan penurunan suhu inti. Penurunan suhu inti pada fase ini terjadi dengan cepat. Suhu inti turun 1-1,5ºC selama jam pertama.

Fase LinearSetelah fase redistribusi, suhu inti akan turun dengan lambat selama 2-4 jam berikutnya. Penurunan ini sekitar 0,5ºC setiap jamnya. Hal ini terjadi karena panas tubuh yang hilang lebih basar daripada panas yang diproduksi. Metabolisme tubuh menurun sebesar 15-40% selama anestesi umum.

Pada fase ini, panas yang hilang tergantung dari jenis operasi. Hipotermia lebih banyak terjadi pada operasi besar dibanding operasi kecil. Juga pada suhu ruangan operasi yang lebih rendah. Pada fase ini, penggunaan insulator atau pemanasan intra operatif paling efektif dilakukan.

Fase PlateauSetelah penderita teranestesi dan melewati fase linear, suhu tubuh akan mencapai keseimbangan. Pada fase ini, produksi panas seimbang dengan panas yang hilang. Fase ini terbagi menjadi dua, yaitu fase pasif dan aktif.

Page 26: HIPOTERMI

Fase plateau pasif terjadi jika produksi panas seimbang dengan panas yang hilang tanpa disertai aktivitas dari termoregulasi, yaitu tanpa disertai terjadinya vasokonstriksi. Tapi kombinasi dari penurunan produksi panas karena anestesi dan faktor-faktor operasi yang lain menyebabkan fase ini jarang terjadi. Fase ini lebih sering terjadi pada operasi-operasi kecil pada penderita yang terselimuti atau terbungkus oleh insulator yang baik.

Fase palteau aktif terjadi saat suhu tubuh telah mencapai keseimbangan dengan terjadinya mekanisme vasokonstriksi. Pada saat suhu inti mencapai 33-35ºC akan memicu sistem termoregulasi untuk vasokonstriksi untuk mengurangi panas tubuh yang hilang dengan membatasi aliran panas dari jaringan inti ke jaringan perifer.

Pada fase ini, panas tubuh yang dihasilkan akan dipergunakan untuk mempertahankan suhu inti tetap stabil atau tidak turun lagi. Oleh karena itu suhu perifer akan menurun karena tidak mendapatkan suplai panas dari suhu inti walaupun suhu inti tetap dipertahankan konstan.

2. Anasthesi RegionalAnestesi regional baik spinal maupun epidural menurunkan nilai ambang vasokonstriksi dan shivering di atas level blok simpatis sekitar 0,6ºC . Penurunan ini tidak disebabkan karena resirkulasi dari obat anestesi lokal, karena gangguan yang ditimbulkan hampir sama antara spinal dan epidural, meskipun jumlah dan lokasi obat anestesi lokal antara keduanya berbeda.

Perubahan nilai ambang ini terjadi karena anestesi regional menghalangi semua informasi suhu dari bagian yang terblok, tetapi yang terbanyak adalah informasi suhu dingin. Otak kemudian menginterpretasikan sebagai kaki yang relatif hangat. Hal ini akan memberikan informasi terhadap sistem termoregulasi untuk menurunkan nilai ambang vasokonstriksi dan shivering. Penurunan nilai ambang ini sebanding dengan jumlah segmen yang terblok.

Seperti pada penderita dengan anestesi umum, pada penderita dengan anestesi regional baik spinal maupun regional juga mengalami redistribusi panas tubuh dari jaringan inti ke perifer. Anestesi regional menghambat kontrol termoregulasi secara sentral tapi yang lebih penting adalah pengaruh anestesi regional dalam menghambat aktivitas saraf simpatis yang menyebabkan tak terjadinya vasokonstriksi dan shivering pada bagian tubuh yang terblok. Oleh karena itu, redistribusi anestesi regional terbatas pada kaki . Seperti halnya anestesi umum, redistribusi panas dari sentral ke perifer ini akan menyebabkan terjadinya hipotermia, walaupun tak seberat pada anestesi umum.

Hipotermia pada anestesi regional juga diikuti oleh fase linear, fase penurunan suhu tubuh yang lambat karena pembentukan panas lebih kecil dibandingkan dengan produksi panas. Tapi pada anestesi regional, fase linear tidak diikuti oleh fase plateau. Hal ini terjadi karena, hipotermia pada anestesi regional akan memicu vasokonstriksi dan shivering pada bagian tubuh yang tidak terblok. Tapi hal ini tak cukup untuk mencegah hipotermia yang terjadi. Sedangkan kehilangan panas tubuh terus berlanjut karena bagian tubuh yang terblok tidak terjadi vasokonstriksi dan vasodilatasi yang terjadi akan menyebabkan tubuh terus kehilangan panas.

Hipotermia pada anestesia regional tidak memicu sensasi dingin dari penderita. Hal ini disebabkan karena persepsi terhadap dingin tergantung dari informasi suhu kulit, sedangkan vasodilatasi dari pembuluh darah kulit yang disebabkan oleh anestesi regional akan memberikan

Page 27: HIPOTERMI

sensasi panas / hangat di kaki.

Redistribusi panas tubuh merupakan penyebab utama hipotermia selama jam pertama baik pada anestesi umum maupun regional Selama tindakan pembedahan yang relatif singkat, hipotermia lebih berat pada penderita yang menjalani anestesi umum. Tetapi pada operasi yang lama dan besar, pada saat penderita dengan anestesi umum mengalami fase plateau sehingga suhunya cenderung stabil, penderita dengan anestesi regional sering makin menjadi hipotermia