hipokondriasis

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipokondriasis adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita mengalami penyakit serius danpreokupasi terhadap tubuhnya yang tidak sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir setiap saat (Puri et al., 2011). Hipokondriasis menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia dan Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) diklasifikasikan sebagai gangguan somatoform. Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang- ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala- gejala anxietas dan depresi (Maslim, 2001). Oleh karena itu penulis mencoba mengangkat tentang kelainan yang termasuk dalam gangguan somatoformini, diagnosis, dan penatalaksanaannya. 1

description

jiwa

Transcript of hipokondriasis

Page 1: hipokondriasis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipokondriasis adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita

mengalami penyakit serius danpreokupasi terhadap tubuhnya yang tidak

sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir

setiap saat (Puri et al., 2011). Hipokondriasis menurut Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia dan

Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text

Revision (DSM-IV-TR) diklasifikasikan sebagai gangguan somatoform. Ciri

utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang

berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun

sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh

dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.

Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan

kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan

yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan

depresi (Maslim, 2001). Oleh karena itu penulis mencoba mengangkat

tentang kelainan yang termasuk dalam gangguan somatoformini, diagnosis,

dan penatalaksanaannya.

1

Page 2: hipokondriasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hipokondriasis

Hipokondriasis adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita

mengalami penyakit serius danpreokupasi terhadap tubuhnya yang tidak

sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir

setiap saat (Puri et al., 2011).

B. Epidemiologi

Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi

hipokondriasis dalam enam bulan mencapai 4-6% dari keseluruhan populasi

medis umum, namun demikian angka presentase ini dapat mencapai 15%.

Prevalensi dari hipokondriasis di lini pelayanan umum adalah 0,8-4,5%.

Beberapa derajat preokupasi dengan penyakit ini mulai terlihat umum, karena

10-20% dari pasien yang sehat dan 45% dari pasien dengan tanpa gangguan

psikiatri umum memiliki kekhawatiran terkena suatu penyakit tertentu

(Kaplan et al., 1997).

Laki-laki dan wanita mempunyai perbandingan yang sama untuk

menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat terjadi pada

keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur

20 sampai 30 tahun. Hipokondriasis juga didapatkan pada 3% mahasiswa

kedokteran terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini

hanyalah hipokondriasis yang bersifat sementara (Kaplan et al., 1997;

Memon, 2009).

Beberapa bukti menyatakan bahwa diagnosis hipokondriasis lebih

sering pada kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih, tetapi status

sosial, tingkat pendidikan, dan status perkawinan tampaknya tidak

mempengaruhi diagnosis (Memon, 2009).

2

Page 3: hipokondriasis

C. Etiologi

1. Misinterpretasi gejala-gejala tubuh

Orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi

somatiknya. Mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah dari

umumnya terhadap gangguan fisik, dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut

karena skema kognitif yang keliru (Kaplan et al., 1997).

2. Model belajar sosial

Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan

peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang tampaknya

berat dan tidak dapat dipecahkan (Kaplan et al.,1997).

3. Varian dari gangguan mental lain

Gangguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan

hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan

(Kaplan et al., 1997).

4. Psikodinamika

Menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan terhadap oranglain

dipindahkan (melalui represi dan pengalihan) kepada keluhan fisik.

Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan dan rasa bersalah, rasa

keburukan yang melekat, suatu ekspresi harga diri yang rendah, dan tanda

perhatian terhadap diri sendiri (self-concern) yang berlebihan (Kaplan et

al., 1997).

D. Patofisiologi

Defisit neurokimia berhubungan dengan hipokondriasis dan gangguan

somatoform lain seperti gangguan somatisasi, konversi dan kelainan bentuk

tubuh terlihat sama dengan gangguan mood dan cemas (Kayet al., 2006).

Pada studi terakhir dari marker biologis, peneliti menemukan bahwa

terdapat penurunan level neurotropin 3 (NT-3) dan serotonin trombosit (5-

HT) dalam plasma dibandingkan dengan subjek kontrol. NT-3 adalah marker

dari fungsi neuronal sementara trombosit 5-HT adalah marker penting untuk

aktivitas serotonergik (Xionget al., 2011).

E. Gambaran Klinis

3

Page 4: hipokondriasis

Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan

ketakutan dan perhatian terhadap penyakitnyadengan gejala yang dirasakan.

Pasien dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang menderita suatu

penyakit yang serius yang belum pernah dideteksi dan tidak dapat menerima

penjelasan akan gangguan yang dideritanya. Mereka terus menyimpan

keyakinan bahwa mereka memiliki penyakit yang serius. Orang dengan

hipokondriasis menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam

sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit rasa

sakit serta nyeri. Orang dengan hipokondriasis dapat menjadi marah saat

dokter mengatakan betapa ketakutan mereka sendirilah yang menyebabkan

gejala fisik tersebut. Mereka sering ‘belanja dokter’ dengan harapan bahwa

seorang dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka

sebelum terlambat. Hipokondriasis biasanya disertai dengan gejala depresi

dan anxietas dan biasanya bersamaan dengan gangguan depresi dan

anxietas(Ebert et al., 2008).

Walaupun DSM-IV-TR membatasi bahwa gejala yang timbul telah

berlangsung paling sedikit 6 bulan, keadaan hipokondriasis yang sementara

dapat muncul setelah stress yang berat.Paling sering adalah akibat kematian

atau penyakit yang sangat serius dari seseorang yang sangat penting bagi

pasien ataupun penyakit serius yang pernah diderita oleh pasien namun telah

sembuh. Apabila keadaan diatas berlangsung kurang dari enam bulan, maka

didiagnosis sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan(Ebert et

al., 2008).

F. Pemeriksaan Psikiatri

Tidak adanya kelainan pada pemeriksaan fisik dan penunjang, mendukung

diagnosis hipokondriasis. Namun demikian, pasien tetap harus menerima

pemeriksaan fisik untuk meyakinkan tidak ada kelainan organik. Pada

pemeriksaan psikiatripasien hipokondriasis,didapatkan: (Kaplan et al., 1997;

Botella et al., 2000; Pilowsky et al., 1997).

1. Penampakan umum, kelakuan dan pembicaraan

4

Page 5: hipokondriasis

a. Penampilan biasa, rapi

b. Kooperatif dengan pemeriksa, namun gelisah dan tidak mudah untuk

ditenangkan

c. Dapat menunjukkan gejala anxietas berupatangan dan dahi berkeringat,

suara yang tegang atau gemetar, dan tatapan mata yang tajam.

2. Status psikomotor

a. Tidak dapat beristrahat dengan tenang

b. Selalu bergerak mengubah posisi

c. Agitasi

d. Pergerakan lambat, apabila pasien kurang tidur

3. Mood dan afek

a. Bersemangat,atau cemas, depresi

b. Afek terbatas, dangkal, ketakutan, atau afek yang bersemangat.

4. Proses berpikir

a. Berbicara spontan dengan kadang-kadang secara tiba-tiba mengubah

topik yang sedang dibicarakan

b. Berespon terhadap pertanyaan tetapi dapat mengalihkan kecemasannya

pada hal lain

c. Tidak ada blocking

5. Isi pikiran

a. Preokupasi bahwa ia sedang sakit

b. Berbicara tentang apa yang dipikirkan bahwa dalam tubuhnya telah

terjadi kesalahan, kenapa bisa terjadi seperti demikian, dan bagaimana

ia merasakannya

c. Dapat merasa putus asa dan tidak ada lagi harapan tentang penyakitnya,

walaupun keadaan ini biasa juga tidak terjadi

d. tidak terdapat keinginan untuk bunuh diri, walaupun secara bersamaan

terdapat depresi

6. Fungsi kognitif

a. Penuh perhatian

b. Orientasi waktu, tempat dan orang : baik

c. Jarang mengalami kesulitan dalam konsentrasi, memori.

5

Page 6: hipokondriasis

7. Insight

Dapat mengenali sensasi yang muncul pada tubuhnya

8. Daya nilai

a. Sering tidak terganggu

b. Dapat terganggu bila bersamaan dengan depresi

G. Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi hipokondriasis.

Pemeriksaan laboratoriun hanya digunakan untuk menyingkirkan adanya

penyebab organik pada pasien (Botella et al., 2000; Pilowsky et al., 1997).

H. Tes Psikologi

Tes psikologi (contohnya MMPI) pada umumnya menunjukkan adanya

preokupasi akan gejala somatik dan dapat disertai dengan depresi dan

anxietas (Botella et al., 2000).

I. Kriteria Diagnosis

Diagnosis hipokondriasis(F45.2) berdasarkan PPDGJ-III, kedua hal ini

harus ada: (Maslim, 2001)

1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik

yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun

pemeriksaanyang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik

yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan

deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai

waham);

2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa

dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang

melandasi keluhan-keluhannya.

Sementara itu, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder, Fourth Edition (DSM-IV-TR) hipokondriasis (F45.2) memiliki

kriteria sebagai berikut: (Sadocket al., 2007)

6

Page 7: hipokondriasis

1. Preokupasi berupa ketakutan atau pikiran menderita penyakit serius

berdasarkan interprestasi yang keliru mengenai gejala yang dirasakan.

2. Preokupasi untuk memastikan kondisinya dengan pemeriksaann medis

tertentu.

3. Kepercayaan pada kriteria 1 bukanlah intensitas delusi (seperti gangguan

delusi, tipe somatik) dan tidak terpusat pada satu kelainan yang tampak

(seperti pada gangguan dismorfik).

4. Preokupasi yang menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau

gangguan dalam hubungan sosial, pekerjaan dan area penting lainnya.

5. Durasi gangguan tersebut paling tidak terjadi dalam 6 bulan.

6. Preokupasi tidak dapat diklasifikasikan dalam gangguan ansietas

menyeluruh, gangguan Obsessif kompulsif, gangguanpanik, episode

depresif mayor, anxietas perpisahan atau gangguan somatoform yang

lain.

J. Diagnosis Banding

Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan, yaitu kelainan

dalam bidang neurogik, endokrinologi dan penyakit sistemik lainnya.

Diferensial diagnosis pada psikiatri untuk hipokondriasis adalah gangguan

somatoform lainnya, gangguan mood, kecemasan, dan gangguan psikotik

(Kaplan et al., 1997; Memon, 2009; DSM IV TR, 2000).

a. Gangguan somatisasi

Kelainan ini ditandai dengan onset yang dini (<30 hari), dapat

kambuh, mencakup keluhan fisik yang multiple. Pada kelainan somatisasi,

yang terjadi adalah preokupasi tentang bebepara gejala yang timbul, bukan

tentang penyakit yang mendasarinya.

Gejala yang timbul haruslah memenuhi pola yang spesifik untuk dapat

diklasifikasikan sebagia gangguan somatisasi yaitu perasaan nyeri yang

terjadi pada 4 tempat yang berbeda, yakni 2 gejala gastrointestinal yang

berbeda, 1 gejala seksual, dan 1 gejala neurologi. Gangguan somatisasi

dibedakan dengan penyakit sistemik dari banyaknya keluhan pada

7

Page 8: hipokondriasis

beberapa organ tanpa adanya keterkaitan dan hubungan dengan kelainan

somatik yang ada.

Onset gangguan somatisasi lebih dini dari hipokondriasis (<15 hari

pada 50% kasus). Wanita lebih sering terkena, rasio wanita : laki-laki;

10:1. Perbedaan yang lain juga adalah pada gangguan somatisasi, pasien

lebih terfokus pada gejala dibandingkan dengan penyakit yang

mendasarinya.

b. Gangguan nyeri

Pasien dengan gangguan nyeri lebih terfokus pada nyeri yang muncul

dibandingkan penyakit yang mendasarinya.

c. Kondisi medis non psikiatri

Khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah

didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati,

miastenia gravis, skerosis multiple, penyakit degeneratif pada system

saraf, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak

jelas.

d. Gangguan somatoform lainnya

Penderita hipokondrial biasanya mencari perhatian untuk anggapan

penyakitnya.

e. Gangguan depresi dan gangguan kecemasan

f. Gangguan buatan dengan gejala fisik berpura-pura

K. Penatalaksanaan

Pasien hipokondriasis biasanya menolak terapi psikiatrik. Beberapa

bersedia menerima terapi psikiatrik apabila dilakukan pada setting medis dan

dengan fokus menurunkan stress serta edukasi untuk menghadapi penyakit

kronik. Terapi perilaku-kognitif adalah terapi spesifik terpilih (Abramowitz,

2012).

Obat antidepresan, terutama tipe SSRI, dianjurkan oleh beberapa orang

ahli untuk semua pasien seperti ini, terutama jika sebagian besar gejala

hipokondrial dalam populasi umum disebabkan oleh depresi. Terapi

antidepresan tentu saja merupakan pilihan terapi lini kedua jika terapi

8

Page 9: hipokondriasis

perilaku-kognitif gagal atau jika terdapat penyakit penyerta yang bermakna

atau gejala-gejala yang berat. Psikoterapi kelompok adalah pendekatan

psikoterapi terpilih meskipun tujuan utama terapi ini biasanya suportif bukan

kuratif(Abramowitz, 2012).

Secara keseluruhan, gejala pasien yang disebabkan alasan psikologis dan

sosial dan tidak adanya intervensi bedah atau medis spesifik yang dapat

menyembuhkan keinginan untuk sakit haruslah diingat. Tujuannya adalah

agar dapat fokus terhadap pasien secara menyeluruh. Pasien harus dipantau

secara teratur dan perhatian harus diberikan pada keadaan sosial dan personal

apapun yang dianggap menyebabkan timbulnya keluhan pasien(Abramowitz,

2012).

Intervensi medik spesifik sebaiknya dikurangi, misalnya pemeriksaan fisik

sederhana. Terapi utama adalah perhatian personal seorang dokter. Prosedur

teraputik diagnostik invasif dan rumit sebaiknya hanya dilakukan bila

terdapat manfaat nyata penggunaanya, dan kelainan insidental serta temuan

bermakna sebaiknya tidak diterapi(Abramowitz, 2012).

Manajemen stress bisa difokuskan pada keadaan dimana stress

berkontribusi pada kekhawatiran berlebihan terhadap kesehatan. Pasien

diminta untuk mengidentifikasikan stressor yang ada dan diajarkan teknik

manajemen stress untuk membantu pasien mampu menghadapi stressor yang

ada. Teknik yang diajarkan kepada pasien adalah teknik relaksasi dan

kemampuan untuk memecahkan masalah. Walaupun teknik ini tidak secara

langsung difokuskan terhadap terapi hipokondriasis, teknik ini mampu

mengurangi gejala yang muncul(Abramowitz, 2012).

L. Prognosis

Hipokondriasis biasanya berlangsung episodik dimana setiap episode

berlangsung selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan dipisahkan

oleh episode tenang yang sama panjangnya. Prognosis baik berhubungan

dengan status sosioekonomi yang tinggi, awal yang tiba-tiba, tidak adanya

gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang

menyertai (Sadock et al., 2007).

9

Page 10: hipokondriasis

Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik yang biasanya

hanya pengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau

stress mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan

yang sempurna. Sedangkan bila gejala disebabkan oleh gangguna anxietas

menyeluruh atau depresif, prognosis adalah lebih baik (Puriet al., 2011).

10

Page 11: hipokondriasis

BAB III

KESIMPULAN

Hipokondriasis adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita

mengalami penyakit serius danpreokupasi terhadap tubuhnya yang tidak

sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir setiap

saat.Pasien dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang menderita suatu

penyakit yang serius yang belum pernah dideteksi dan tidak dapat menerima

penjelasan akan gangguan yang dideritanya. Mereka terus menyimpan keyakinan

bahwa mereka memiliki penyakit yang serius.Untuk menegakkan diagnosis pasti,

orang dengan hipokondriasis memiliki keyakinan yang menetap sekurang-

kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya

dan tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter

bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-

keluhannya. Terapi untuk hipokondriasis meliputi terapi farmakologi yaitu

pemberian anti depresan dan psikoterapi. Prognosis pasien baik apabila status

sosioekonomi yang tinggi, awal yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan

kepribadian dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang menyertai.

11

Page 12: hipokondriasis

DAFTAR PUSTAKA

Abramowitz, J. S. 2012. Hypochondriasis: What is it and How do you treat it? Dalam: http://beyondocd.org/expert-perspectives/articles/hypochondriasis-what-is-it-and-how-do-you-treat-it. Diakses tanggal: 2 November 2012

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR). 4th Edition. Washington DC:. American Psychiatric Press.

Botella, C., dan P. M. Narvaez. 2000. "Cognitive behavioural treatment for hypochondriasis". Dalam: International Handbook of Cognitive and Behavioural Treatments for Psychological Disorders, UK: Pergamon.

Ebert, M. H., P. T. Loosen, B. Nurcombe, dan J. F. Leckman. 2008. Hypochondriasis. Dalam: Current Diagnosis & Treatment: Psychiatry. Mc Graw Hill.

Kaplan, H.I., Benjamin J. S., dan Jack A. G. 1997. Dalam: Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara. Hal: 771-5.

Kay, J., A. Tasman. 2006. Chapter 54: Somatoform Disorders, Hypochondriasis. Dalam: Essential of Psychiatry. John Wiley & Sons.

Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Cetakan Pertama. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Halaman 84.

Memon, M.A. 2009.Hypochondriasis. Diambil dari: http://emedicine.medscape.com/article/290955. Diakses tanggal 1 November 2012.

Puri, B. K., P. J. Laking, dan I. H. Treasaden. 2011. Bab: Gangguan Disosiasi (Konversi) dan Somatoform, Gangguan Hipokondrial. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 224-7.

Pilowsky, Issy. 1997. Abnormal Illness Behavior. Chichester, UK: John Wiley and Sons.

Sadock, B. J., dan V. A. Sadock. 2007. Chapter 17: Somatoform Disorder, Hypochondriasis. Dalam: Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publisher. Hal 642-3.

12

Page 13: hipokondriasis

Xiong, G. L., dan Bienenfeld. 2011. Hypochondriasis. Diambil dari: http://www.emedicine.medscape.com/article/290955-overview#showall. Diakses tanggal : 31 Oktober 2012.

13