hidup

11
(No. 1) Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum 1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang ter dan tersusun baik yang mengikat masyarakat. 2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi karena kedudukan itulah undang-undang menga!asi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah. ". Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhlu yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya #$riedmann, 1%%"& 1'%(. '. )ell*oid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didas atas kekuasaan yang ada pada masyarakat. +. Mr. .M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinja kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya. . uguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu. /. 0mmanuel ant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang emerdekaan. . 3an ant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersi*at memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat. %. 3an Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan. 14. 5.M. Amir, 5.H.& hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari n norma dan sanksi-sanksi. 11. . Utre6ht, menyebutkan& hukum adalah himpunan petunjuk hidup 7perintah dan larangan7 yan mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu. 12. M.H. 8irtaamidjata, 5.H., bah!a hukum adalah semua aturan #norma( yang harus dituruti dal tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan an6aman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya. 1". 9.8.:. 5umorangkir, 5.H. dan ;oerjo 5astropranoto, 5.H. bah!a hukum itu ialah peraturan- peraturan yang bersi*at memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang ber!ajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.

description

kehidupan

Transcript of hidup

(No. 1) Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum

1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).

4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.

5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.

7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.

8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.

10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.

11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.

12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.

13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.

14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.

( No. 2) TATA HUKUM INDONESIATata hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia, yaitu Negara Indonesia. Oleh sebab itu tata hukum Indonesia baru ada setelah lahirnya Negara Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat berdirinya Negara Indonesia dibentuk tata hukum Indonesia, hal tersebut dinyatakan dalam:- Proklamasi Kemerdekaan : Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.- Pembukaan UUD 1945 : Kemudian daripada itu..disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia .Kedua pernyataan tersebut mengandung arti bahwa:- Menjadikan Indonesia suatu negara yang merdeka.- Penetapan tata hukum Indonesia secara tertulis yaitu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara.Undang-Undang Dasar hanya memuat ketentuan-ketentuan dasar yang merupakan kerangka dari tata hukum Indonesia. Masih banyak ketentuan-ketentuan yang perlu diselenggarakan lebih lanjut dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan. Sebagaimana disebutkan dalama Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yaitu Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini, mengandung arti bahwa Aturan Peralihan tersebut merupakan hukum transisi dari tata hukum yang ada sebelum Proklamasi (tata hukum Belanda) yang akan tetap berlaku sampai ada penggantinya. Sambil mengisi kemerdekaan maka satu persatu tata hukum Belanda tersebut diganti, dengan pertimbangan bahwa penggantian tersebut akan memakan waktu yang lama dan memerlukan ahli-ahli hukum yang berpengalaman untuk mengadakan penelitian yang mendalam sehubungan dengan banyaknya suku bangsa dan golongan, dimana suku bangsa dan golongan tersebut masing-masing mempunyai kebutuhan-kebutuhan hukum yang berlainan, serta mendiami beribu-ribu kepulauan yang tersebar di seluruh nusantara. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum, yang dapat berakibat orang dapat berbuat apa saja dan tidak dapat dihukum sehingga akan menimbulkan kekacauan.BENTUK HUKUM

Hukum pidana saling berhubungan dengan Hukum Acara Pidana dan saling menentukan satu sama lain, karena hukum pidana tidak akan dapat diterapkan tanpa adanya hukum acara pidana. Sebaliknya jika tidak ada hukum pidana, hukum acara pidana tidak berfungsi.Hukum keluarga berhubungan dan saling menentukan dengan hukum waris. Agar harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia dapat dibagikan kepada ahli warisnya, beberapa bagian, dan apa kewajibannya ditentukan oleh hukum waris.

(No. 3) Perkembangan Politik HukumDilihat dari perubahan masyarakat karena pengaruh hukum, maka kajian ini sudah menyentuh sudut pandang Politik Hukum Nasional. MenurutBellefroidpolitik hukum adalah suatu disiplin ilmu hukum yang mengatur tentang cara bagaimana merubahius constitutummenjadiius constituendum, atau menciptakan hukum baru untuk mencapai tujuan mereka. Selanjutnya kegiatan politik hukum meliputi mengganti hukum dan menciptakan hukum baru karena adanya kepentingan yang mendasar untuk dilakukan perubahan sosial dengan membuat suatu regeling (peraturan) bukan beschiking (penetapan).Dalam kajian politik hukum dengan sendirinya akan memperhatikan fungsi hukum, seperti yang disebutkan olehRoscou Pond:1.Law as a tool of social control, yaitu hukum sebagai alat pengendali masyarakat. Artinya hukum berfungsi sebagai penjaga tata tertib masyarakat. Apabila ada yang melanggar akan dikenai sanksi sebagai wujud dari fungsi kontrol sosialnya. Dalam hal ini hukum berposisi di belakang masyarakat.2.Law as a tool of social engineering, yaitu hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. Dalam hal ini hukum berposisi berada didepan masyarakat, hukum membawa dan menggerakkan masyarakat untuk berubah dan bergerak kearah yang telah ditentukan.

Selain kedua fungsi hukum tersebut di atas, olehMuchsanditambah dengan satu fungsi lagi, yaitu sebagailaw as a tool of social empowering, yaitu hukum berfungsi sebagai yang memberdayakan masyarakat, agar masyarakat ikut berperan/ berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam hal ini hukum berposisi di dalam masyarakat.Dalam politik hukum ada salah satu fungsi hukum yang menonjol, yaitu sebagailaw as a tool of social engineering. Artinya hukum sebagai produk politik hukum akan menjadi sangat berpengaruh dalam perubahan masyarakat, sebab melalui hukum tersebut masyarakat berubah secara menyeluruh pola perilakunya untuk menyesuaikan dengan ketentuan hukum yang diberlakukan.Hukum waris di Indonesia sejak dahulu sampai saat ini masih beraneka-ragam bentuknya, masing-masing golongan penduduk tunduk kepada aturan-aturan hukum yang berlaku kepadanya sesuai dengan ketentuan Pasal 163 IS Jo. Pasal 131 IS. Golongan penduduk tersebut terdiri dari : Golongan Eropa Golongan Timur Asing Golongan Bumi Putera.Dan untuk hukum waris positif atau hukum waris yang sedang berlaku di Indonesia terbagi menjadi 3 macam hukum waris. Hukum waris tersebut adalah :Hukum waris adat. Hukum waris Islam. Hukum waris BW/ perdata.

Dalam pemakaian hukum waris di setiap golongan-golongan tersebut diberlakukan berbeda-beda, hal ini dapat dilihat sebagai berikut :1.Golongan Eropa : menggunakan hukum waris BW/ perdata.2.Golongan Timur Asing :- Cina : menggunakan hukum waris BW/ perdata.- Bukan : Cina menggunakan hukum waris adat.3.Golongan bumi putera : menggunakan hukum waris adat/ hukum waris Islam.Dasar hukumnya dan juga dapat diambil beberapa teaching point yaitu :1.Secara normatif bahwa hukum waris adalah bagian dari tata hukum Hindia Belanda yang berlaku di Indonesia.2.Adanya ketentuan pasal 163 IS yo pasal 131 IS, yang dimana pasal-pasal tersebut mengatur mengenai pergolongan rakyat dan pluralisme hukum. Dan juga dalam pasal-pasal ini politik hukum ikut diberlakukan.

Atas pertimbangan secara historis sejak pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan sekarang ternyata terdapat pergeseran dan perbedaan arah politik hukumnya. Pada jaman pemerintahan Hindia Belanda Politik Hukumnya terlihat pada adanya Politik Pergolongan Rakyat, yang dibagi dalam 3 golongan yaitu: Golongan Eropa, Golongan Timur Asing, dan Golongan Bumi Putera. Selanjutnya keadaan tersebut diteruskan oleh pemerintah Republik Indonesia dengan sedikit-sedikit dan secara bertahap dilakukan perubahan ke arah hanya ada 1 golongan masyarakat yaitu Masyarakat Nasional.Arah politik hukum dari pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi masih adanya golongan rakyat tersebut dan adanya perkembangan kewenangan Pengadilan Negeri maupun kewenangan Pengadilan Agama, khususnya di bidang Hukum Kewarisan yang dihadapkan pada adanya Pemilihan Hukum, ternyata menggambarkan adanya cara berfikir yang tidak lagi didasarkan pergolongan rakyat, akan tetapi berorientasi pada hak yang dimiliki Pengadilan Negeri maupun oleh Pengadilan Agama. Dan di sisi lain apabila menyinggung pembicaraan tentang Hukum Adat pandangan kita akan tertuju pada gambaran adanya masyarakat setempat yang di Indonesia terdapat banyak sekali corak dan bentuk dari masyarakat setempat dan terdapat pula adanya aneka ragam agama yang dianut oleh masyarakat.

(No. 6) Pengaruh Globalisasi Hukum Bagi Hukum Positif Indonesia.Hampir tidak ada ahli hukum yang tidak menyepakati bahwa hukum (selalu) memerlukan pembaruan. Hal ini terjadi karena masyarakat selalu berubah, tidak statis. Menurut Satjipto Rahardjo perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat digolongkan kedalam dua kategori :[1]1.Perubahan yang lambat, yang inkremental, bertambah sedikit demi sedikit ;2.Perubahan dalam skala besar, perubahan revolusioner.Terhadap perubahan yang lambat adaptasi antara hukum dan masyarakat cukup dilakukan dengan melakukan perubahan kecil-kecilan pada tatanan peraturan yang ada, baik dengan cara mengubah maupun menambahnya. Metoda penafsiran hukum dan konstruksi hukum juga termasuk pada perlengkapan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang tidak berskala besar. Lain lagi persoalannya bila perubahan itu bersifat atau berskala besar. Pembaruan dengan cara kecil-kecilan seperti di atas tidak mungkin lagi cukup untuk mengatasinya. Penyesuaian harus dilakukan secara revolusioner sebagaimana ditempuh oleh negara-negara Eropa ketika mereka memilih peradabancivil society(masyarakat sipil). Soetandyo Wignjosoebroto dalam artikel berjudul Pembaruan Hukum Masyarakat Indonesia Baru membedakan pembaruan hukum dalam artilegal reformdengan pembaruan hukum dalam artilaw reform.[2]Pembaruan hukum dalam artilegal reformdiperuntukkan bagi masyarakat dimana hukum hanya sebagai subsistem dan berfungsi sebagaitool of social engineringsemata-mata. Hukum hanya menjadi bagian dari proses politik yang mungkin juga progresif dan reformatif. Pembaruan hukum di sini kemudian hanya berarti sebagai pembaruan undang-undang. Sebagai proses politik Soetandyo gamblang menyatakan pembaruan hukum hanya melibatkan pemikiran-pemikiran kaum politisi atau juga sedikit kaum elit profesional yang memiliki akses lobi. Indonesia menurut Soeytandyo termasuk dalam kategori ini. Hal ini beda dengan pembaruan hukum dalam artilaw reform. Dalam bentuk ini hukum bukanlah urusan para hakim dan penegak hukum lainnya, tetapi juga urusan publik secara umum. Mungkin saja telah dibuat dalam bentuk undang-undang, tetapi undang-undang itu tidak bersifat sakral di atas segala-galanya. Dalam konsep ini hukum adalah produk aktivitas politik rakyat yang berdaulat, yang digerakkan oleh kepentingan rakyat yang berdaulat yang mungkin saja diilhami oleh kebutuhan ekonomi, norma sosial, atau nilai-nilai ideal kultur rakyat itu sendiri.Pengertian Soetandyo Wignjosoebroto tentanglaw reformini tidaklah aneh bila dikaitkan dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal ini memberi amanat kepada hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Frasamenggali, mengikuti, dan memahamimemberi arti bahwa nilai-nilai hukum dimaksud belum tampak di permukaan, tegasnya tidak dimuat dalam peraturan perundang-undangan. Abdul Manan (2005 : 7) menerangkan ada dua pandangan dominan berkaitan dengan perubahan (tentu dalam arti pembaruan) hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dalam suatu negara, yaitu pandangan tradisional dan pandangan modern. Dalam pandangan tradisional, masyarakat harus berubah dahulu baru hukum datang mengaturnya. Sebaliknya dalam pandangan modern, agar hukum dapat menampung segala perkembangan baru, hukum harus selalu berada bersamaan dengan peristiwa yang terjadi. Abdul Manan juga menjelaskan bahwa dalam bidang hukum yang netral perubahan harus ditujukan untuk melahirkan suatu kepastian hukum, sebaliknya dalam bidang kehidupan pribadi hukum harus berfungsi sebagai sarana sosial kontrol dalam kehidupan masyarakat. Membagi bidang hukum menjadi bidang hukum netral dan non-netral ini juga ditempuh oleh Mochtar Kusumaatmadja. Bidang hukum netral seperti hukum dalam bidang perekonomian untuk kepastian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja dapat dilakukan pembaruan dalam bentuk unifikasi, tetapi dalam bidang hukum non-netral seperti bidang hukum keluarga pembaruan dalam bentuk unifikasi tidaklah mudah karena menyangkut kultur dan keyakinan masyarakat, apalagi dalam masyarakat yang pluralistis seperti di Indonesia ini.[3]Konsep globalisasi ini sesungguhnya baru masuk dalam kajian ilmu pengetahuan pada tahun 1980-an, kali pertama dalam sosiologi yang dicetuskan oleh Ronald Robertson dari University of Piitsburgh (Tilaar, 1997). Konsep ini kemudian terus menggelinding bagaikan bola salju dan masuk ke segenap ruang-ruang kehidupan manusia dan mempengaruhi perilakunya, sikap hidup dan nilai-nilai kehidupannya. Proses globalisasi akan terus berlangsung, tanpa ada kendali siapapun tidak ada yang mampu menghentikannya karena globalisasi adalah sebuah perubahan sosial yang sudah direncanakan oleh negara-negara industri maju agar semua negara di dunia terinkoporasi ke dalam masyarakat dunia yang tunggal, masyarakat yang penuh dengan ketergantungan, homoginisasi, keterbukaan dan integrasi. Menurut Rosabeth Moss Kantler (1995), menggambarkan globalisasi sebagai dunia yang tela menjadi pusat perbelanjaan global, yang dalam gagasan dan produksinya tersedia di setiap tempat pada saat yang sama. Sedangkan Emanuel Ritcher menyatakan bahwa globalisasi adalah jaringan kerja global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi dalam planet bumi ke dalam ketergantungan yang saling menguntungkan dan persatuan dunia. Pendapat yag berbeda disampaikan oleh Martin Albrow, globalisasi menyangkut seluruh proses dimana penduduk dunia terinkorporasi kedalam masyarakat dunia yang tunggal, masyarakat global.Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa globalisasi adalah suatu keadaan yang bersifat mendunia atau mondial karena kehidupan manusia dimotivasi oleh kesadaran hidup dalam satu bumi atau dunia. Maka setiap manusia yang hidup dalam era globalisasi sesunguhnya harius memiliki wawasan atau perspektif global yaitu suatu wawasan yang bertolak dari anggapan bahwa pada saat sekarang telah terjadi keadaan saling ketergantungan (interdependensi) di antara bangsa-bangsa dan penduduk dunia terdapatnya kesamaan dalam kebutuhan dan perhatian di antara penduduk dunia, terjadinya perkembangan bidang transportasi, komunikasi, perekonomian yang bersifat global dan kebutuhan untuk melihat berbagai isu dan kejadian dalam konteks global. Sehingga dalam konsep globalisasi merupakan proses penerimaan suatu konsep-konse baru yang mendunia.Contohnya. 1.Undang-undang di bidang Hak Kekayaan Intelektual

2.Undang-undang Kepailitan

3.Undang-undang Money Laundring

(No. 5 )Pasal 163 Indische Staatsregeling(IS) adalah sebuah pasal yang mengatur pembagian golongan dihadapan hukum pada zamankolonial Belandadi Indonesia. Pasal ini baru berlaku sejakIndische Staatsregelingmulai berlaku pada tahun 1926. Golongan masyarakat Indonesia pada waktu itu, melalui pasal ini, dibagi menjadi 3 golongan yaitu Golongan Eropa, Golongan Timur Asing, dan Golongan Indonesia (Bumiputera).[1]Golongan Eropa[Pendefinisian golongan Eropa di depan hukum positifHindia Belandadisusun pada ayat 2. Berdasarkan ayat ini, orang-orangEropa, dihadapanhukum, adalah semua orangBelanda, semua orang non-Belanda yang berasal dari Eropa, semua orangJepang, dan anak sah dari golongan Eropa yang diakui undang-undang. Didalam ayat ini, terlihat bahwa ada unsur asas kebangsaan, yaitu orang Belanda dan orang Jepang. Hal ini diperlukan karena orang Jepang berasal dari Asia. Orang Jepang dimasukkan ke dalam golongan Eropa karena pemerintah Belanda mengadakan perjanjian dagang dengan pemerintah Jepang pada tahun 1896, dimana salah satu perjanjiannya memuat bahwa seluruh orang Jepang dipersamakan kedudukannya dengan orang Eropa. Selain asas kebangsaan, asas keturunan juga menentukan masuk atau tidaknya seseorang dalam golongan ini.Golongan IndonesiaPendefinisan golonganIndonesiaditemukan pada ayat 3. Definisi golongan Indonesia dari ayat ini adalah orang-orang Indonesia asli (pribumi) atau golongan lain yang meleburkan diri. Golongan lain yang meleburkan diri adalah orang-orang bukan Indonesia asli, namun menjalani kehidupan meniru kehidupan orang pribumi dengan meninggalkan hukum asalnya. Wanita golongan lain yang menikah dengan orang Indonesia asli juga termasuk dalam golongan Indonesia asli.Golongan Timur AsingPerumusan golongan Timur Asing dilakukan secara negatif. Diatur dalam ayat 4, orang-orang yang termasuk dalam golongan Timur Asing adalah golongan yang bukan termasuk dalam golongan Eropa maupun golongan Indonesia. Ayat ini dibuat secara negatif untuk memastikan tidak ada masyarakat yang terlewat dari penggolongan.

(No. 4) Berlakunya IS dengan sendirinya telah menghapus berlakunya RR. Politik Hukum Pemerintahan hindia belanda pasa saat berlakunya IS dapat dilihat dalam Pasal 163 IS dan 131 IS. pada Pasal 163 IS mengatur pembagian golongan, yang pada intinya seluruh isinya dikutip dari Pasal 109 RR (baru). Sedangakan Pasal 131 IS mengatur hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan tersebut. Adapun yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal tersebut): Pasal 163 IS Penduduk Hindia Belanda dibedakan atas tiga golongan, yakni : 1. Golongan Eropa 2. Golongan Bumi Putera 3. Golongan Timur Asing. Pasal 131 IS meyatakan beberapa hal yakni : 1. Menghendaki supaya hukum itu ditulis tetap di dalam ordonansi. 2. Memberlakukan hukum belanda bagi warga negara belanda yang tinggal di hindia belanda berdasarkan asas konkordansi. 3. Membuka kemungkinan untuk unifikasi hukum yakni menghendaki penundukan bagi golongan bumiputra dan timur asing untuk tunduk kepada hukum Eropa. 4. Memberlakukan dan menghormati hukum adat bagi golongan bumi putera apabila masyarakat menghendaki demikian. Pembagian golongan penghuni berdasarkan Pasal 163 IS sebenarnya untuk menentukan sistem-sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan sebagaimana tercantum dalam Pasal 131 IS.Pasal 163 IS Penduduk Hindia Belanda dibedakan atas tiga golongan, yakni : 1. Golongan Eropa 2. Golongan Bumi Putera 3. Golongan Timur Asing. Diatas telah dijelaskan politik hukum pada masa penjajahan belanda, dibawah ini akan dijelasakan politik hukum Indonesia setelah merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, setelah Indonesia merdeka bagaimanakah politik Hukum Indonesia. Untuk mengetahui keberadaan politik hukum di Indonesia dapat dianalisa berdasarkan berlakunya UUD di Indonesia. Setelah Indonesia merdekan sebagai bangsa yang lepas dari penjajahan, maka sebagai dasar negara dibentuklah UUD 1945 yang mengatur kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar yang diberlakukan sampai sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar 1945 menurut Dekrit Presiden. Pada umumnya suatu negara mencantumkan politik hukum negaranya di dalam Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga negara yang mencantumkan politik hukumnya di luar Undang-Undang Dasar. Bagi negara yang tidak mencantumkan politik hukumnya di Undang-Undang Dasar biasanya mencantumkan di dalam suatu bentuk ketentuan lain. UUD 1945 yang berbatang tubuh 37 pasal tidak mencantumkan tentang politik hukum NegaraMasa Indische Staatsregeling 1926-1942Pada masa ini dibentuk Volksraad (Wakil Rakyat) yang mempunyai hak sebagai penasihat raja dan ikut membuat undang-undang.Regerings Reglement diganti menjadi Indische Staatsregerling . Is mulai berlaku pada tanggal 1 Januarin1926.IS mencantumkan politik hukumnya dalam Pasal 131 yang seluruh isinya merupakan salinan dari Pasal 75 RR Baru.Dalam Pasal 131 IS dinyatakan ada tiga golongan penduduk yaitu:-Golongan Eropa-Golongan Bumiputera-Golongan Timur AsingPenghuni Hindia Belanda yang termasuk golongan-golongan itu ditetapkan dalam Pasal 163 IS yang dikutip dari pasal 109 RR Baru.Tata Urutan Perundang-Undangan Menurut Sistem Hukum Belanda-Gondwet (Konstitusi) kerajaan Belanda.-Wet (UU) dikeluarkan oleh Raja dan Parlemen.-Koniklijke Besluit dibuat oleh raja.-Ordonantie dibuat oleh Gubernur Jendral bersama Dewan Hindia (Raad van Indie) dan DPR Hindia Belanda (Volksraad)-Regering Verordening (Peraturan Pemerintah) dibuat oleh Gubernur Jendral bersama Dewan Hindia.

Proses Pelaksanaan Politik Hukumu Pemerintah Penjajah Belandaa.Hukum yang berlaku bagi golongan EropaAturan hukum yng berlaku berdasarkan 131 IS :-Hukum perdata materil berbentuk tertulis pada BW dan Wvk.-Hukum pidana materil ada pada WvS-Hukumacara perdata diatur dalam Reglement of de Burgerlijke Recht Verordering (Jawa dan Madura).-Hukum acara pidana diatur dalam reglement of de strafordering (Mulai berlaku: 1 Januari 1918)Susunan Peradilan Jawa dan Madura:1.Resedentie Gerecht2.Raad van Justie3.Hooge Rechtshop4.Peradian luar Jawa dan Madura (Recht Reglement Buitengewesten).

b.Hukum yang berlaku bagi golongan IndonesiaAturan yang diatur dalam 131 IS/S/PS 75 RR (baru) 1 Januari 1920 terdiri dari:- Hukum perdata materil : Hukum perdata ada dalam bentuk tidak tertulis.- Hukum pidana materil : WvS sejak tahun 1918 berdasarkan S 1915 : 732- Hukum acara perdata (Jawa dan Madura) : diatur dalam Inlands Reglement (IR).- Hukum acar pidana (dijadikan satu buku dengan hukum acara perdata dimuat dalam HIR, berlaku berdasarkan S: 1941 tanggal 21-2-1941Susunan peradlan:1.Distrik gerecht (kewedanaan)2.Regentschaps gerecht3.Lanraad (kabupaten dan kota-kota lainyang diperlukanadanya peradilan ini.c.Hukum yang berlaku bagi golongan Timur AsingBerdasarka pasal 11 AB, mulai berlaku hukum perdata dan pidana adapt karena disamakan dengan orang Indonesia.Melalui 1855: 79 (Jawa dan Madura) berlaku hukum perdata Eropa kecuali hukum keluarga dan waris tanpa wasiat.Tahun 1917 untuk golongan Timur Asing Cina berlau seluruh hukum perdata Eropa setelah S 1855: 79 dicabut, juga berlaku untuk bukan Cina.Hukum Pidan materil WvS sejak 1918Hukum acara tidak diatur khusus kadang-kadang diguakan peradilan Eropa terkadang Bumiputera.Susunan peradilan:1.Pengadila Swaprja2.Pengadila Agama3.Peradilan Militer.