HIDROSTRATIGRAFI AKUIFER SEBAGAI GEOINDIKATOR … · BENTUK LAHAN DI WILAYAH KEPESISIRAN KABUPATEN...

18
160 Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso) HIDROSTRATIGRAFI AKUIFER SEBAGAI GEOINDIKATOR GENESIS BENTUK LAHAN DI WILAYAH KEPESISIRAN KABUPATEN KULONPROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Aquifer Hydrostratigraphy as a Geoindicator of Landform Genesis at the Kulonprogo Coastal Area, Daerah Istimewa Yogyakarta Langgeng Wahyu Santosa Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta E-mail: [email protected] ABSTRACT Purpose of this research is to study on aquifer hydrostratigraphy that can be a geo-indicator of geomor- phological prosseses on the past, that describe of landform genetic in the research area. The research method is survey. The framework of analysis in this research is landform genetic. The results of the research indicate that: (1) “the forming of aquifer hydrostratigraphy in the research area is controled by some of main prosses in geomorphology, that show of landform genetic specifically”. The research area consists of 3 aquifer hydrostratigraphy systems, each of the aquifer system has the typical characteristic, showed by system and pattern of material stratigraphy in the aquifer and variation of groundwater characteristic in the unconfined aquifer. (2) “spatiotemporally, landform genetic in the research area influ- ences on the forming of aquifer hydrostratigraphy in the 3 phases,i.e. the first stage at the end of the Tertiary epoch (end of Pliocene era), second stage at the Quarternary epoch (as long as the Pleistocene period), and third stage at the Holocene era. The genesis and chronology of landform forming in the 3 phases above influence on the forming of system and pattern of aquifer hydrostratigraphy in the research area. Keywords: genesis, hydrostratigraphy, kulonprogo coastal area, landform, and unconfined groundwater ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengkaji hidrostratigrafi akuifer yang dapat dijadikan sebagai bukti kunci (geoindikator) proses-proses geomorfologi masa lampau, yang menunjukkan genesis bentuklahan di daerah penelitian. Metode penelitian ini adalah survei, dengan kerangka dasar analisis adalah genesis bentuklahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) “pembentukan hidrostratigrafi akuifer di daerah dikontrol oleh beberapa asal proses utama dalam geomorfologi, yang menunjukkan kekhasan genesis bentuklahan”. Di daerah penelitian tersusun atas 3 (tiga) hidrostratigrafi akuifer, masing-masing sistem akuifer mempunyai karakteristik yang khas, yang ditunjukkan oleh sistem dan pola perlapisan material penyusun akuifer dan variasi karakteristik airtanah bebas. (2)“secara spasiotemporal, genesis bentuklahan di daerah penelitian mempengaruhi pembentukan hidrostratigrafi akuifer yang secara kronologis terbentuk dalam 3 tahapan yaitu: periode akhir zaman Tersier (akhir kala Pliosen), periode kala Pleistosen, dan periode kala Holosen. Genesis dan kronologi pembentukan bentuklahan dalam 3 tahapan tersebut berpengaruh terhadap pembentukan sistem dan pola hidrostratigrafi akuifer di daerah penelitian. Kata kunci: airtanah bebas, bentuklahan, genesis, hidrostratigrafi, dan wilayah pesisir Kulonprogo

Transcript of HIDROSTRATIGRAFI AKUIFER SEBAGAI GEOINDIKATOR … · BENTUK LAHAN DI WILAYAH KEPESISIRAN KABUPATEN...

  • 160Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    HIDROSTRATIGRAFI AKUIFER SEBAGAI GEOINDIKATOR GENESISBENTUK LAHAN DI WILAYAH KEPESISIRAN KABUPATEN

    KULONPROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAAquifer Hydrostratigraphy as a Geoindicator of Landform Genesis at the

    Kulonprogo Coastal Area, Daerah Istimewa Yogyakarta

    Langgeng Wahyu Santosa Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

    E-mail: [email protected]

    ABSTRACTPurpose of this research is to study on aquifer hydrostratigraphy that can be a geo-indicator of geomor-phological prosseses on the past, that describe of landform genetic in the research area. The researchmethod is survey. The framework of analysis in this research is landform genetic. The results of theresearch indicate that: (1) “the forming of aquifer hydrostratigraphy in the research area is controled bysome of main prosses in geomorphology, that show of landform genetic specifically”. The research areaconsists of 3 aquifer hydrostratigraphy systems, each of the aquifer system has the typical characteristic,showed by system and pattern of material stratigraphy in the aquifer and variation of groundwatercharacteristic in the unconfined aquifer. (2) “spatiotemporally, landform genetic in the research area influ-ences on the forming of aquifer hydrostratigraphy in the 3 phases,i.e. the first stage at the end of theTertiary epoch (end of Pliocene era), second stage at the Quarternary epoch (as long as the Pleistoceneperiod), and third stage at the Holocene era. The genesis and chronology of landform forming in the 3 phasesabove influence on the forming of system and pattern of aquifer hydrostratigraphy in the research area.

    Keywords: genesis, hydrostratigraphy, kulonprogo coastal area, landform, and unconfinedgroundwater

    ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah mengkaji hidrostratigrafi akuifer yang dapat dijadikan sebagai bukti kunci(geoindikator) proses-proses geomorfologi masa lampau, yang menunjukkan genesis bentuklahan di daerahpenelitian. Metode penelitian ini adalah survei, dengan kerangka dasar analisis adalah genesis bentuklahan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) “pembentukan hidrostratigrafi akuifer di daerah dikontrol olehbeberapa asal proses utama dalam geomorfologi, yang menunjukkan kekhasan genesis bentuklahan”. Didaerah penelitian tersusun atas 3 (tiga) hidrostratigrafi akuifer, masing-masing sistem akuifer mempunyaikarakteristik yang khas, yang ditunjukkan oleh sistem dan pola perlapisan material penyusun akuifer danvariasi karakteristik airtanah bebas. (2)“secara spasiotemporal, genesis bentuklahan di daerah penelitianmempengaruhi pembentukan hidrostratigrafi akuifer yang secara kronologis terbentuk dalam 3 tahapanyaitu: periode akhir zaman Tersier (akhir kala Pliosen), periode kala Pleistosen, dan periode kala Holosen.Genesis dan kronologi pembentukan bentuklahan dalam 3 tahapan tersebut berpengaruh terhadappembentukan sistem dan pola hidrostratigrafi akuifer di daerah penelitian.

    Kata kunci: airtanah bebas, bentuklahan, genesis, hidrostratigrafi, dan wilayah pesisirKulonprogo

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177161

    PENDAHULUAN

    Pada berbagai konsep yang didasarkan atashasil-hasil penelitian terdahulu (de Rider,1972; Meijerink, 1982; Todd, 1980; Fetter,1988; Stuyfzand, 1991; Sutikno, 1992; Appelodan Postma, 1994; Acworth, 2001), dapatdirumuskan bahwa proses pembentukanakuifer dan karakteristik airtanah dipengaruhioleh paling tidak 5 (lima) faktor, yaitu: (i)genesis yang menunjukkan asal-usul atauproses geomorfologi masa lampau yangmempengaruhi pembentukan bentuklahan;(ii) kondisi lingkungan pengendapakan saatpembentukan batuan; (iii) komposisi mineralbatuan penyusun akuifer; (iv) proses danpola pergerakan airtanah di dalam akuifer;dan (v) lamanya airtanah tinggal dalamakuifer atau terjebak pada suatu lapisanbatuan (stratum akuifer).

    Genesis menunjukkan asal-usul atausejarah pembentukan bentuklahan padasuatu daerah, yang diindikasikan oleh hasilproses-proses geomorfologi (Lobeck, 1939;Thornbury, 1954; Strahler and Strahler,1983). Proses geomorfologi masa lampautidak dapat diamati secara langsung, tetapiakibat proses geomorfologi masa lampauakan meninggalkan bekas nyata yangmemberikan sifat khas pada bentuklahan.Oleh karena itu, dengan mempelajarifenomena masa kini, maka dapat ditelusuratau direkonstruksi tentang proses dankondisi masa lampau. Hutton (1785, dalamThornbury, 1954), menyatakan hal tersebutdalam prinsip dasar geomorfologi, berbunyi:

    “The same physical processes and laws thatoperate today operated throughout geologictime, although not necessarily always withthe same intensity as now”.

    Prinsip dasar ini oleh Sir Charles Lyell disebutsebagai “Principle of Uniformitarianism”. Ter-kait dengan prinsip dasar di atas, Hutton(1785 dalam Holmes, 1965) menambahkan

    bahwa fenomena yang ada pada masa kinidapat dijadikan bukti kunci kejadian masalampau, yang diungkapkan dalampernyataan “the present is the key to the past”.

    Kondisi lingkungan pengendapan akan me-nentukan struktur dan ukuran butir batuanhasil proses sedimentasi, yang pada akhir-nya membentuk stratigrafi akuifer tertentu.Proses pengendapan yang terjadi padalingkungan tertentu, seperti: perairan sungai,lembah, waduk, danau, atau bah-kan lautdangkal (lithoral zone), memberikan pengaruhterhadap karakteristik airtanah yangberbeda-beda (Meijerink, 1982; Verstappen,1983; Kloosterman, 1989; Sutikno, 1992;Gabriela-Garcia et al., 2001; dan Cartwrightet al., 2005), yang dapat ditunjukkandengan hidrostratigrafi akuifernya.

    Hidrostratigrafi akuifer dapat dijadikansebagai suatu geoindikator proses-prosesgeomorfologi masa lampau yang mem-pengaruhi pembentukan dan dinamikabentuklahan, sehingga asal-usul akuiferdan airtanah pada suatu wilayah dapatdipelajari (Appelo dan Postma, 1994).Proses geomorfologi masa lampau sangatmempengaruhi pembentukan akuifer yangterdapat pada suatu bentuk lahan. Sejalandengan waktu geologis, maka perjalananairtanah melalui stratum batuan penyusunakuifer , dalam jangka panjang akanmenyebabkan berbagai proses yangmempengaruhi dinamika karakteristikairtanah itu sendiri (Stuyfzand, 1991;Kodoatie, 1996; Cartwright et al., 2005).

    Mengacu pada berbagai konsep danpemikiran di atas, maka dapat dinyatakanbahwa terdapat pengaruh kuat antara gen-esis atau proses-proses geomorfologi masalampau terhadap pembentukan bentuklahan, yang secara tidak langsung akanberpengaruh pula terhadap proses pem-bentukan akuifer dan karakteristik airtanahpada suatu daerah, yang dapat diilustrasi-

  • 162Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    kan dalam bentuk penampang hidro-stratigrafi akuifer. Dengan demikian,hidrostratigrafi akuifer dapat dijadikansebagai geo-indikator genesis bentuklahanpada suatu wilayah tertentu, sepertidisajikan dalam Gambar 1.

    Salah satu daerah yang menarik untukdikaji adalah wilayah kepesisiranKabupaten Kulonprogo, yang prosespembentukannya dimulai sejak kala PliosenAkhir hingga Holosen, dan menghasilkanbentuklahan dataran aluvial kepesisiran(coastal al luvial plain) atau dataranfluviomarin (fluvio-marine plain), beting gisik(beach ridges), gumuk pasir (sand dunes) danswale, hingga gisik pantai (beach). Fenomenageomorfologis yang variatif di daerahpenelitian tentunya akan berpengaruhterhadap karakteristik akuifer danairtanahnya. Hal ini terbukti dengandijumpainya variasi keterdapatan airtanah

    payau hingga asin, yang ditunjuk-kan olehvariasi nilai daya hantar listrik airtanahbebas, yang berkisar antara 1.200 hingga4.500 µmhos/cm. Airtanah bebas berasapayau hingga asin ini banyak dijumpai padabentuklahan dataran fluviomarin, yangketerdapatannya bersifat lokal-lokal. Selainitu, pesisir juga merupakan area yangmenarik berlangsungnya aktifitas manusia(Triyono, 2009).

    Berdasarkan berbagai konsep teoretis dankenyataan yang ada di daerah penelitian,maka peneliti melakukan kajian secaramendalam untuk menganalisis hubunganantara genesis bentuklahan dengan pem-bentukan akuifer dan karakteristik airtanahbebas, yang dianalisis melalui modelhidrostratigrafi sebagai geoindikator.Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuanpenelitian ini adalah: (1) mengkaji sistemdan pola hidro-stratigrafi akuifer, yang

    Sumber: hasil analisis

    Gambar 1. Uniformitarianism yang Menunjukkan Hubungan antaraGenesis Bentuklahan dengan Pembentukan Akuifer dan

    Karakteristik Airtanah

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177163

    dapat dijadikan dasar sebagai geoindikatoruntuk menelusur genesis bentuklahan didaerah penelitian; dan (2) merekonstruksipola spasiotemporal hidrostratigrafi akuiferdalam kaitannya dengan kronologi pem-bentukan bentuklahan di daerah penelitian.

    METODE PENELITIAN

    Metode yang digunakan dalam penelitianini adalah metode survey yang menekankanpada survei utama data primer terhadapberbagai obyek kajian geomorfologi,akuifer, dan airtanah. Data pada masing-masing obyek kajian diukur dan dipilihsecara ar ea pur posive sampling, untukpengamatan, pengukuran, dan analisis datageomorfologi dan airtanah bebas, sertauntuk pendugaan geolistrik, sedemikianrupa sehingga merepresentasikan daerahpenelitian yang bersesuaian dengan variasibentuklahannya.

    Data dianalisis secara kuantitatif untukmendapatkan gambaran secara nyata tentangnilai dan sebaran keruangan (spatial) darimasing-masing obyek kajian di daerahpenelitian. (1) Untuk mencapai tujuanpenelitian pertama, dilakukan rekonstruksihidrostratigrafi akuifer berdasarkan analisisdata pendugaan geolistrik yang dikorelasi-kan hasil analisis data bor dan kondisiairtanah bebas di daerah penelitian. (2)Untuk mencapai tujuan penelitian kedua,dengan cara mengintegrasikan antarahidrostratigrafi akuifer dengan kondisigeomorfologi, yang menunjukkan genesisdan kronologi pembentukan bentuklahandi daerah penelitian.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hidrostratigrafi Akuifer sebagai Geo-indikator Genesis Bentuklahan

    Secara genetik, daerah penelitian merupa-

    kan bentanglahan Kuarter yang padaawalnya terbentuk oleh proses utama marin,kemudian dilanjutkan dengan proses fluvial.Fenomena alam sebagai bukti kunci prosesmasa lampau adalah: (a) batugampingFormasi Sentolo sebagai hasil aktivitasterumbu karang yang berasal dari zona lautdangkal dalam kondisi perairan tenang; (b)terbentuknya pola morfologi lerengkakidan tekuk lereng perbukitan Sentolo yangmenyerupai pola teluk dan tanjung (bekasTeluk Wates dan Teluk Panjatan); (c)terdapatnya endapan lempung marin yangmengandung fosil moluska laut dangkaldan lapisan gambut hasil pembusukantumbuhan rawa-rawa yang terbentuk padalapisan tertentu di bawah permukaantanah, yang terdapat secara setempat-setempat pada satuan dataran fluviomarin(berdasarkan hasil analisis data bor); dan(d) terdapatnya jebakan-jebakan airtanahpayau hingga asin secara setempat-setempat pada satuan dataran fluviomarin,yang kedudukannya berasosiasi pada suatumorfologi cekungan bekas zona lautdangkal (lithoral) dengan keterdapatanairtanah payau hingga asin (nilai daya hantarlistrik airtanah >1.200 µmhos/cm). Fenomenatersebut dapat dijadikan geoindikator, yangdapat dipakai sebagai dasar untuk menelusurgenesis atau proses geomorfologi masalampau yang mempengaruhi pembentukanbentuklahan pada masa kini.

    Proses-proses geomorfologi masa lampaumeninggalkan bekas yang nyata terhadapbentuklahan saat ini. Akibat aktivitas marinyang berupa perairan laut dangkal atau zonalithoral pada masa lampau, yaitu pada akhirzaman Tersier (kala Pliosen) hingga zamanKuarter (kala Pleistosen), telah meninggal-kan bekas berupa endapan lempung marin,fosil-fosil moluska laut dangkal, dansemakin nyata lagi karena ditemukannyajebakan-jebakan airtanah payau hinggaasin. Hal ini dicerminkan dari keterdapatan

  • 164Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    dengan sisipan lanau dan pasir halus dibagian bawah dengan struktur menjari.Komposisi ketiga material ini mempunyaipermeabilitas yang rendah hingga sangatrendah, namun demikian tetap adakemungkinan untuk meloloskan airtanah,meskipun gerakannya sangat lambat (Todd,1980; Fetter, 1988). Hampir pada semuadata bor menunjukkan keterdapatan lensa-lensa pasir marin yang menyisip di antaralampisan lempung marin yang luas. Hal inimengindikasikan kuat bahwa bentuklahandataran fluviomarin merupakan bekasmintakat atau zona transisi marin dengandarat, yang dapat dikatakan sebagai zonalaut dangkal (lithoral). Pada beberapa lokasimenurut McDonald dan Partners (1984),indikator bekas zona laut dangkal ditunjuk-kan adanya laguna dengan keterdapatanlapisan gambut yang terjebak pada endapanlempung marin pada kedalaman tertentu,seperti disajikan dalam Gambar 5.

    Fenomena alam yang menjadi kunci ataugeoindikator proses geomorfologi masalampau di daerah penelitian adalah: (a)terdapatnya endapan lempung marin zonalithoral yang mengandung fosil moluska lautdangkal dan lapisan gambut hasilpembusukan vegetasi pada laguna purba,dan (b) jebakan-jebakan airtanah payauhingga asin secara lokal-lokal pada lapisanlempung marin, yang kedudukannyaberasosiasi dengan laguna dan teluk purba(Santosa, 2010). Temuan ini lebih mem-pertajam konsep umum yang dikemukanoleh McDonald dan Partners (1984), yangmenyatakan bahwa pada beberapa lokasi,indikator bekas zona laut dangkal dan la-guna yang telah berkembang menjadi rawabelakang (back swamp) yang berada dibelakang beting gisik tua di daerahpenelitian, ditunjukkan oleh keterdapatangambut yang terjebak pada lapisan endapanlempung marin pada kedalaman tertentu.

    Mengingat daerah penelitian secara genetikdikontrol oleh kerjasama proses marin-flu-

    variasi nilai daya hantar listrik airtanahbebas di daerah penelitian, seperti disajikanpada Tabel 1 dan Gambar 2.

    Berdasarkan data tersebut memberikangambaran yang jelas tentang hubunganantara genesis bentuklahan di daerahpenelitian dengan karakteristik airtanahbebas. Artinya bahwa sebaran dan polakarakteristik airtanah bebas yang ditunjuk-kan oleh nilai DHL yang tinggi merupakanbukti kunci sejarah masa lampau, yaituketerdapatan zona laut dangkal (lithoral)dengan pola laguna dan teluk purba padaakhir zaman Tersier, yang ditunjukkan olehpola keterdapatan airtanah bebas berasaasin yang mengelompok dan berlokasi disekitar Kota Wates dan Panjatan, atautepat di depan pola-pola kontur yangmelengkung ke dalam dan diapit olehujung-ujung bukit di kanan-kirinya.

    Dataran fluviomarin di daerah penelitianmerupakan dataran aluvial bekas zona lautdangkal, sehingga sangat dimungkinkandijumpainya jebakan-jebakan lempungmarin dengan sistem perlapisan yangselang-seling antara lempung marin danendapan fluvial, seperti ditujukkan dalamdata hasil bor (Gambar 3). Menurut McDonaldan Partners (1984), dataran fluviomarindengan kompleks gumuk pasir dan betingmerupakan suatu sistem akuifer yang ter-pisah, seperti ditunjukkan dalam Gambar4. Fenomena ini diperkirakan sebagaipenyebab sistem aliran airtanah bebas dariarah satuan perbukitan terhenti pada satuandataran fluviomarin, akibat terhalang olehkomplek gumuk pasir dan beting gisik.

    Hasil interpretasi litologi detail setiap databor yang ada, menunjukkan bahwa padasatuan bentuklahan dataran fluviomarin,akuifer didominasi oleh material yangrelatif seragam berupa endapan lempungdengan sisipan lanau dan sedikit pasir halusdi bagian atas, dan endapan lempung marin

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177165

    Tabel 1. Faktor dalam Perhitungan SES (Soil Erosion Status)

    Zona Airtanah Bebas

    Nilai DHL (µmhos/cm)

    Sebaran pada Satuan Bentuklahan

    Airtanah Tawar < 1200 Terdapat di semua bentuklahan, khususnya pada beting gisik dan kompleks gumuk pasir, serta dataran banjir dan tanggul alam Sungai Progo.

    Airtanah Payau 1200 - 2500 Terdapat secara lokal-lokal dan tersebar merata di seluruh satuan dataran fluviomarin.

    Airtanah Asin 2500 - 4500 Terdapat secara lokal dan mengelompok pada satuan dataran fluviomarin di sekitar Desa Kanoman, Kecamatan Panjatan; sekitar Desa Giripeni, Kecamatan Wates; dan di sekitar muara Sungai Serang, Desa Plumbon, Kec. Temon. Polanya mengikuti pola morfologi teluk lama di depan Perbukitan Sentolo, yang dapat disebut sebagai Teluk Wates dan Teluk Panjatan.

    Airtanah Sangat Asin

    > 4500 Tidak dijumpai di daerah penelitian.

    Sumber: hasil survei lapangan dan analisis data (2008, dalam Santosa, 2010)

    Sumber: hasil analisis

    Gambar 2. Zonasi Airtanah Bebas berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik di WilayahKepesisisan Kabupaten Kulonprogo

  • 166Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    Sumber: P2AT Yogyakarta, 1980

    Gambar 3. Beberapa Data Bor yang Menunjukkan Stratigrafi Material Penyusun padaSatuan Dataran Fluviomarin di Daerah Penelitian

    Sumber: McDonald dan Partners, 1984

    Gambar 4. Sistem Aliran Airtanah Bebas di Daerah Penelitian

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177167

    vial dan marin-eolian, dengan materialdidominasi oleh bahan-bahan endapanlempung marin zona lithoral, pasir marin,dan aluvium sungai (pasir, kerikil dankerakal), maka diperlukan standar kriteriakisaran nilai tahanan jenis yang dirumus-kan dan diinterpretasi berdasarkan hasilpendugaan geolistrik yang dikorelasi-kandengan data bor, dan hasil-hasil pengamat-anlapangan terhadap kondisi hidrogeo-morfologi secara langsung, yang secaraumum seperti disajikan dalam Tabel 2.Penampang melintang (croos section) lokasipendugaan geolistrik dan uji bor di daerahpenelitian, disajikan dalam Gambar 6.

    Berdasarkan hasil interpretasi datageolistrik yang dikorelasikan dengan databor dan hasil kajian kondisi airtanahnya,menggambarkan secara jelas bahwa gen-esis daerah penelitian telah mempengaruhipembentukan dan karakteristik akuifer,yang tercer min pada kondisi hidro-stratigrafi pada setiap satuan bentuklahanhasil proses marin, eolian, dan fluvial yang

    ada. Oleh karena itu dapat dikatakanbahwa “genesis bentuklahan berpengaruhterhadap pembentukan hidrostratigrafiakuifer di daerah penelitian”. Pernyataanini dibuktikan oleh hasil rekonstruksihidrostratigrafi, yang disajikan dalamGambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9.

    Berdasarkan penampang hidrostartigrafipada gambar-gambar tersebut, menunjuk-kan bahwa genesis bentuklahan dan proses-proses geomorfologi masa lampau, telah ber-pengaruh terhadap pembentukan 2 (dua) sistemakuifer utama yang benar-benar terpisah,yaitu: sistem akuifer komplek beting gisikdan gumuk pasir, dengan sistem akuiferdataran fluviomarin yang masing-masingmempunyai pola khas (Santosa, 2010).

    (a) Sistem akuifer kompleks beting gisikdan gumuk pasir merupakan sistem akuiferyang berbentuk mangkok, tersusun atasmaterial pasir marin-eolian yang mengandungairtanah tawar, yang ditunjukkan oleh nilaitahanan jenis batuan sekitar 25 hingga 750

    Sumber: McDonald dan Partners, 1984

    Gambar 5. Sketsa Stratigrafi Akuifer di Daerah Penelitian dengan Arah Utara-Selatan

  • 168Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    Tahanan Jenis (Ohm-meter)

    Kondisi Material Penyusuan (Hidrostratigrafi)

    Satuan Bentuklahan Gisik Pantai, Kompleks Beting Gisik, Swale, dan Gumuk Pasir

    > 750 Pasir marin-eolian kering (indikasi zona aerasi). 25 - 750 Pasir marin jenuh airtanah tawar (indikasi akuifer).

    10 - 25 Lempung marin bercampur lanau dan pasir marin halus mengandung airtanah payau (indikasi akuitard).

    1 - 10 Lempung marin mengandung airtanah payau (indikasi akuiklud). < 1 Lempung marin mengandung airtanah asin (indikasi zona interface).

    Satuan Bentuklahan Dataran Banjir dan Tanggul Alam

    > 250 Material permukaan yang masih terpengaruh naik-turunnya debit aliran sungai (indikasi zona aerasi).

    25 - 250 Aluvium sungai mengandung airtanah tawar (indikasi akuifer)

    10 - 25 Lempung marin terkadang mengandung fosil moluska lithoral bercampur aluvium sungai mengandung airtanah payau (indikasi akuitrad).

    1 - 10 Lempung marin mengandung airtanah payau (indikasi akuiklud).

    Satuan Bentuklahan Dataran Fluviomarin

    > 250 Material permukaan yang masih dipengaruhi fluktuasi permukaan airtanah bebas (indikasi zona aerasi)

    25 - 250 Aluvium sungai mengandung airtanah tawar (indikasi akuifer).

    10 - 25 Lempung marin terkadang mengandung fosil moluska lithoral berselang-seling dengan aluvium sungai dan mengandung airtanah payau (indikasi akuitard).

    1 - 10 Lempung marin berselang-seling dengan lanau dan pasir marin halus, mengandung fosil-fosil moluska lithoral dan airtanah payau hingga asin (indikasi selang-seling akuiklud-akuitard).

    Tabel 2. Hubungan antara Kondisi Material Penyusun dengan Nilai Tahanan Jenis padasetiap Satuan Bentuklahan di Daerah Penelitian

    Sumber: Hasil Interpretasi Data Geolistrik yang dikorelasikan dengan Data Bor (dalamSantosa, 2010)

    ohm meter. Sistem akuifer ini mempunyaikisaran kedalaman yang relatif seragam antara30 hingga 40 meter. Pada bagian bawahsistem akuifer ini dibatasi oleh materiallempung marin bercampur lanau dan pasirmarin halus, dengan kedalaman rerata mulai40 hingga 100 meter, yang ditunjuk-kan olehnilai tahanan jenis batuan sekitar 10 hingga25 ohm meter dan bersifat sebagai akuitard.

    Selanjutnya pada bagian dasar dari sistemakuifer komplek beting gisik dan gumukpasir didasari oleh lapisan lempung marinpurba mengandung airtanah payau hinggaasin, yang ditunjukkan oleh nilai tahananjenis sekitar 1 hingga 10 ohm meter, yangdiperkirakan bersifat akuklud. Lapisan inimempunyai batas lapisan atas padakedalaman berkisar antara 60 hingga 100

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177169

    Sumber: hasil analisis

    Gambar 6. Penampang Melintang Lokasi Pendugaan Geolistrik di Daerah Penelitian

    meter, dan diperkirakan sebagai zona inter-face, dengan kedudukan permukaan intefacepada kedalaman rerata >100 meter dibawah permukaan tanah.

    (b) Pada sistem akuifer dataran fluviomarinsecara umum tersusun atas 2 lapisanutama, yaitu: (i) pada bagian bawah berupalapisan lempung marin berselang-selingdengan endapan lanau dan pasir marinhalus, mengandung fosil-fosil moluskazona laut dangkal dan terdapat jebakanairtanah payau hingga asin, sebagai hasilproses sedimentasi marin purba, yangdiindikasikan oleh nilai tahanan jenisberkisar 1 hingga 10 ohm meter; dan (ii)pada bagian atas berupa lapisan lempungmarin yang berselang-seling denganendapan aluvium hasil proses sedimentasifluvial, dengan kondisi airtanah yangbervariasi dari tawar hingga payau.

    Pada bagian tengah, lapisan lempung marinbercampur lanau dan pasir halus yang

    mengandung fosil-fosil moluska lautdangkal sebagai hasil proses marin purba,dijumpai mulai dari permukaan airtanahbebas hingga kedalaman pendugaangeolistrik (300 meter). Fenomena inimenunjukkan bahwa pada bagian tengahdaerah penelitian, benar-benar merupakankonsentrasi aktivitas marin purba, yangberasosiasi dengan kedudukan Teluk Watesdan Teluk Panjatan purba, sebagai pusatcekungan laut dangkal pada masa itu.Menurut McDonald dan Partners (1984),Widiyanto (1986), Santosa (2004), danSantosa (2010), lokasi teluk-teluk tersebutmerupakan bekas laguna yang terkuburoleh sedimentasi fluvial, yang selanjutnyaberkembang menjadi dataran fluviomarin.

    Di samping kedua sistem akuifer di atas,di daerah penelitian terdapat satu sistemakuifer lagi yang bersifat lokal, yangterbentuk sebagai hasil proses geomorfologifluvial, yaitu sistem akuifer dataran banjirdan tanggul alam. Sistem akuifer ini secara

  • 170Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    Sum

    ber:

    Has

    il In

    terp

    reta

    si D

    ata

    Pend

    ugaa

    n G

    eolis

    trik

    (200

    7) y

    ang

    diko

    relas

    ikan

    deng

    an D

    ata

    Bor P

    2AT

    Yogy

    akart

    a (1

    980)

    , dala

    m S

    anto

    sa (2

    010)

    Gam

    bar 7

    . Pen

    ampa

    ng H

    idro

    strati

    graf

    i Aku

    ifer M

    emot

    ong

    Selur

    uh S

    atuan

    Ben

    tukla

    han

    (Sela

    tan -

    Utar

    a) di

    Bag

    ian B

    arat

    Dae

    rah

    Pene

    litian

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177171

    Sum

    ber:

    Has

    il In

    terp

    reta

    si D

    ata

    Pend

    ugaa

    n G

    eolis

    trik

    (200

    7) y

    ang

    diko

    relas

    ikan

    den

    gan

    Dat

    a Bo

    r P2

    AT Y

    ogya

    karta

    (198

    0), d

    alam

    San

    tosa

    (201

    0)

    Gam

    bar 8

    . Pen

    ampa

    ng H

    idro

    strat

    igra

    fi A

    kuife

    r Mem

    oton

    g Se

    luru

    h Sa

    tuan

    Ben

    tukl

    ahan

    (Sela

    tan

    - Uta

    ra) d

    i Bag

    ian T

    enga

    h D

    aera

    h Pe

    nelit

    ian

  • 172Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    Sum

    ber:

    Has

    il In

    terp

    reta

    si D

    ata

    Pend

    ugaa

    n G

    eolis

    trik

    (200

    7) y

    ang

    diko

    relas

    ikan

    deng

    an D

    ata

    Bor P

    2AT

    Yogy

    akart

    a (1

    980)

    , dala

    m S

    anto

    sa (2

    010)

    Gam

    bar 9

    . Pen

    ampa

    ng H

    idro

    strat

    igra

    fi A

    kuife

    r Mem

    oton

    g Se

    luru

    h Sa

    tuan

    Ben

    tukl

    ahan

    (Sela

    tan

    - Uta

    ra) d

    i Bag

    ian T

    imur

    Dae

    rah

    Pene

    litian

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177173

    lokal terdapat pada satuan bentuklahandataran banjir dan tanggul alam SungaiProgo, tersusun atas material aluvium yangberasal dari hasil pengendapan material-material vulkanik Merapi Muda berukuranpasir dan kerikil dengan sedikit lempung,yang dikenal dengan Formasi Yogyakarta.

    Berdasarkan hasil analisis tersebut, makadapat dinyatakan bahwa “genesis bentuk-lahan berpengaruh kuat terhadap pem-bentukan hidrostratigrafi akuifer di daerahpenelitian”. Di daerah penelitian tersusunatas 3 (tiga) sistem akuifer, yaitu: SistemAkuifer Dataran Fluviomarin; SistemAkuifer Komplek Beting Gisik, Swale, danGumuk Pasir; serta Sistem Akuifer DataranBanjir dan Tanggul Alam. Masing-masingsistem akuifer mempunyai karakteristikyang khas, yang ditunjukkan oleh sistemdan pola perlapisan material penyusunakuifer dan variasi karakteristik airtanahbebas. Dengan demikian, dapat dinyatakandengan pernyataan terbalik bahwa“hidrostratigrafi akuifer dapat dipakaisebagai geoindikator untuk menelusur gen-esis bentuklahan pada suatu wilayah”.

    Rekonstruksi Spasiotemporal Hidro-stratigrafi Akuifer Kaitannya denganKronologi Pembentukan Bentuklahan

    Berdasarkan hasil analisis hidrostratigrafi,menunjukkan pula bahwa selama kurunwaktu zaman Tersier Akhir hingga Kuarter,yaitu mulai kala Pliosen hingga Holosen,akibat bekerjanya proses-proses geo-morfologi masa lampau, telah berakibatpada dinamika bentuklahan secarabertahap (kronologis) di daerah penelitian(Santosa, 2010), seperti direkonstruksikanpada Gambar 10a, 10b, dan 10c.

    Tahap pertama pada akhir zaman Tersier(akhir kala Pliosen)

    Pada kala itu, daerah penelitian merupakansuatu zona laut dangkal dengan banyak la-

    guna pada bagian teluk-teluknya. Hal inidibuktikan dengan ditemukannya polajalur atau igir perbukitan di sebelah utaradaerah penelitian yang mengindikasikangaris pantai lama seperti teluk dan tanjung.Di samping itu, berdasarkan hasil analisisdata bor dan pendugaan geolistrik ditemu-kan lapisan-lapisan endapan lempungmarin mengandung fosil kerang, lanau, danpasir halus yang berselang-seling, tersortasidengan baik hingga kedalaman mencapai>100 meter, yang tersebar merata diseluruh satuan dataran fluviomarin hinggabatas tekuk lereng perbukitan di bagian utara.

    Tahap kedua pada zaman Kuarter (kalaPleistosen)

    Pada kala itu terjadi perubahan iklim duniasecara drastis (Pannekoek, 1949;Bemmelen, 1970), yang ditandai denganperiode kering yang sangat panjang.Kondisi ini berakibat besar terhadapwilayah perairan laut di Indonesia, yaitumuka air laut turun antara 50 - 100 meter(eustatic sea level lowering). Zona laut dangkaldi daerah penelitian pada saat itudimungkinkan mengering karena penguap-an yang sangat tinggi, sehingga menjadisuatu daratan yang luas. Sedimen marinberupa lempung lithoral mengandung pasirmarin halus dan fosil-fosil moluska lautdangkal terakumulasi pada dasar laguna. Disamping itu, air laut yang menguapmeninggalkan kristal-kristal garam, yangikut terjebak bersama sedimen lempungmarin pada dasar laguna. Hal ini ditunjuk-kan oleh terdapatnya airtanah bebas beradapayau hingga asin dengan nilai DHL 1.200hingga 4.500 µmhos/cm, pola mengelompok,dan mendominasi pada satuan dataranfluviomarin yang bersesuaian dengan polateluk purba di daerah penelitian.

    Tahap ketiga pada akhir kala Pleistosenmemasuki kala Holosen

    Pada saat itu iklim mulai normal kembali

  • 174Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    Sumber:Gambar 10a. Rekonstruksi Hubungan antara Hidrostratigrafi Akuifer dengan Genesis

    Bentuklahan di Daerah Penelitian pada Akhir Kala Pliosen (Tersier Akhir)

    Sumber:

    Gambar 10b. Rekonstruksi Hubungan antara Hidrostratigrafi Akuifer dengan GenesisBentuklahan di Daerah Penelitian pada Kala Pleitosen (Kuarter Awal)

    Sumber:

    Gambar 10c. Rekonstruksi Hubungan antara Hidrostratigrafi Akuifer dengan GenesisBentuklahan di Daerah Penelitian pada Kala Holosen (Kuarter Akhir)

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177175

    dan proses geomorfologi mulai didominasioleh aktivitas fluvial. Di daerah penelitian,endapan lempung marin mengandunglanau dan fosil kerang yang terdapat didasar zona laut dangkal, tertutup olehendapan fluvial berupa lempung dan pasirhalus berumur Holosen, yang membentukFormasi Wates (Widiyanto, 1986; Barianto,2006). Selanjutnya air hujan yang meresapke dalam akuifer pada satuan ini mulaimelarutkan kristal-kristal garam laut purbayang terjebak saat sedimentasi lempungmarin, membentuk airtanah berasa payauhingga asin, dengan nilai daya hantar listriktinggi di daerah penelitian.

    Merujuk pada hasil penelitian ini, makadapat dinyatakan bahwa “genesis bentuk-lahan telah berpengaruh terhadap pem-bentukan hidrostratigrafi akuifer dankarakteristik airtanah bebas di daerahpenelitian”. Hasil penelitian ini menjelas-kan dan memperkuat prinsip “Uniformitari-anism” dalam geomorfologi denganpernyataan “the present is the key to the past”.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    (1) Genesis dan proses-proses geo-morfologi masa lampau di daerah penelitiantelah berpengaruh terhadap pembentukan3 (tiga) hidrostratigrafi yang menunjukkansistem akuifer utama yang benar-benarterpisah. (a) Sistem akuifer (hidro-stratigrafi) kompleks beting gisik dangumuk pasir merupakan sistem akuiferyang ber-bentuk mangkok, tersusun atasmaterial pasir marin-eolian yang meng-andung airtanah tawar, dengan kedalamanmencapai 30 hingga 40 meter, yangditunjukkan oleh nilai tahanan jenis batuanantar 25 hingga 750 ohm meter. (b) Sistemakuifer (hidrostratigrafi) dataran banjir dantanggul alam merupakan sistem akuiferlokal yang terdapat di sekitar muara Sungai

    Progo, tersusun atas material aluvium yangberasal dari hasil pengendapan material-material vulkanik Merapi Muda berukuranpasir dan kerikil dengan sedikit lempung.(c) Sistem akuifer (hidrostratigrafi) dataranfluviomarin secara umum tersusun atas 2lapisan utama, yaitu: (i) pada bagian bawahberupa lapisan lempung marin berselang-seling dengan endapan lanau dan pasirmarin halus, mengandung fosil-fosilmoluska laut dangkal dan terdapat jebakanairtanah payau hingga asin, dengan nilaitahanan jenis berkisar 1 hingga 10 ohm meter;dan (ii) pada bagian atas berupa lapisanlempung marin yang berselang-seling denganendapan aluvium hasil proses sedimentasifluvial, dengan kondisi airtanah yangbervariasi dari tawar hingga payau.

    Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa hidrostratigrafi akuifer dapatdipakai sebagai geoindikator untukmenelusur kronologi pembentukanbentuklahan di daerah penelitian, yangmemperkuat prinsip dasar “Uniformitarian-ism” dalam geomorfologi dengan pernyata-an “the present is the key to the past”.

    (2) Secara spasiotemporal, genesis bentuk-lahan di daerah penelitian berpengaruhterhadap pembentukan hidrostratigrafiakuifer dan karakteristik airtanah bebasdalam 3 tahapan atau kronologi, yaitu:pada akhir zaman Tersier (akhir kalaPliosen), kala Pleistosen, dan kalaHolosen . Genesis atau kronologipembentukan bentuklahan tersebutdibuktikan dengan pola hidro-stratigrafiyang unik, berupa selang-seling lapisanmaterial lempung marin mengandung fosil-fosil moluska laut dangkal (lithoral) denganendapan lempung aluvial (sungai), danketerdapatan lensa-lensa akuitardmengandung airtanah payau hingga asin(DHL antara 1.200 hingga 4.500 µmhos/cm) di daerah penelitian.

  • 176Hidrostratigrafi Akuifer ... (Santoso)

    DAFTAR PUSTAKA

    Acworth, R.I., 2001. Physical and Chemical Properties of a DNAPL Contaminated Zonein a Sand Aquifer. Quarterly Journal of Engineering Geology. Australia

    Appelo, C.A.J. and Postma, D., 1994. Geochemistry, Groundwater and Pollution. A.A. Balkema,Rotterdam, 536p

    Barianto, D.H., 2006. Penggunaan Citra Landsat TM dalam Penentuan Letak Pusat Erupsidan Sebaran Batuan Volkanik serta Rekonstruksi Paleogeografi Tersier PegununganKulonprogo. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta

    Bemmelen, R.W. van, 1970. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia andAdjacent Archipelagoes. Government Printing Office. The Haque

    Cartwright, I. And Tamie R. Weaver, 2005. Hydrogeochemistry of the Goulburn ValleyRegion of the Murray Basin Australia Implikations for Flow paths and ResourceVulnerability. Hydrogeology Journal. Official Journal of the International Association ofHydrogeologists. Volume 13 Number 5-6 October 2005. Pages 752 – 770. SpringerVerlag, Berlin, Heidelberg

    De Rider, 1972. Hydrogeology of Different Types of Plain. ILRI. Wegeningen

    Fetter, C.W., 1988. Applied Hydrogeology. 3th edition. Mac Millan Publishing. New York

    Gabriela-Garcia, M., Margarita-Hidalgo, del V., and Miguel-Blesa, A., 2001. Geochemistryof Groundwater in the Alluvial Plain of Tucuman Province, Argentina, HydrogeologyJournal. Official Journal of the International Association of Hydrogeologists. Volume9 December 2001. Pages 597 – 610. Springer Verlag, Berlin, Heidelberg

    Holmes Arthur, 1965. Principles of Physical Geology. 2nd Edition Completely Revised Published.Thomas Nelson and Sons Ltd. Britain

    Kloosterman, F.H., 1989. Groundwater Flow System in the Northern Coastal Lowlands of West-and Central Java, Indonesia. An Earth-Scientific Approach. Kanisius Publishing Company,Yogyakarta

    Kodoatie, R.J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit: Andi Offset. Yogyakarta

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnyasaya disampaikan kepada Bapak Prof. Dr.Sutikno, Guru Besar pada Fakultas Geo-grafi UGM, yang selama ini telah membina

    dan membimbing penulis untuk meraihderajat pendidikan tinggi, sejak S1, S2,hingga S3, terkhusus dalam meng-ajarkandan mengembangkan keilmuan Hidro-geomorfologi.

  • Forum Geografi, Vol. 26, No. 2, Desember 2012: 160 - 177177

    Lobeck, A.K., 1939. Fundamental of Geomorphology. John Wiley and Sons. New York

    McDonald and Partners, 1984. Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study. OverseasDevelopment Administration. London

    Meijerink, 1982. Hydrogeomorphology. Department Geomorphology. ITC the Netherlands

    Pannekoek, A.J., 1949. Outline of the Geomorphology of Java. E.J. Bn’ll. Leiden

    Santosa, L.W., 2004. Studi Akuifer pada Bentanglahan Kepesisiran Kabupaten KulonprogoD.I. Yogyakarta, Jurnal Majalah Geografi Indonesia, Vol. 18 No. 2, Sept. 2004, Hal 117- 133

    Santosa, L.W., 2010. Pengaruh Genesis Bentuklahan terhadap Hidrostratigrafi Akuifer danHidrogeokimia dalam Evolusi Airtanah Bebas - Kasus pada Bentanglahan KepesisiranKabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Disertasi, Program Doktor padaFakultas Geografi UGM, Yogyakarta

    Strahler, N.A. dan Strahler, H.A., 1983. Modern Physical Geography. John Wiley and Sons.New York

    Stuyfzand, P.J., 1991. A Ne w Hydro-chemical Classification of Water Types: Principlesand Application to the Coastal Dunes Aquifer System of the Netherlands. Salt WaterIntrusion Meeting. The Dlef

    Sutikno, 1992. Pendekatan Geomorfologikal Untuk Kajian Airtanah Dangkal DaerahPerbukitan Sangiran, Sragen, Jawa Tengah. Laporan Penelitian. Fakultas Geografi, UGM.Yogyakarta

    Todd, D.K., 1980. Groundwater Hydrology. John Wiley and Sons. New York

    Thornbury, 1954. Principles of Geomorphology. John Wiley and Sons. London - New York

    Verstappen, H. Th., 1983. Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for EnvironmentalDevelopment. Elsevier. Amsterdam - Oxford - New York

    Widiyanto, 1986. Geomorfologi Daerah Glagah – Bogowonto, Daerah Istimewa Yogyakarta.Laporan Penelitian. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta