Hibah Dan Sedekah

28
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Islam merupakan agama yang terpuji. Beberapa contohnya adalah memberikan hibah, wasiat, dan shodaqoh. Yang mana dalam sebuah hadits disebutkan bahwa “ semua amal perbuatan manusia di dunia ini akan putus segala amal perbuatannya, kecuali 3 perkara yaitu anak yang sholeh yang selalu mendo’akan orang tuanya, ilmu yang bermanfaat dan shodaqoh jariah. Dalam penulisan makalah kali ini kami selaku pemakalah akan membahas tentang hibah, shodaqoh dan wasiat. Yang mana penjelasan yang lebih rinci akan dipaparkan di bab selanjutnya. B. BATASAN MASALAH Batasan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut: 1

description

Hibah dan Sedekah

Transcript of Hibah Dan Sedekah

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAHIslam merupakan agama yang terpuji. Beberapa contohnya adalah memberikan hibah, wasiat, dan shodaqoh. Yang mana dalam sebuah hadits disebutkan bahwa semua amal perbuatan manusia di dunia ini akan putus segala amal perbuatannya, kecuali 3 perkara yaitu anak yang sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya, ilmu yang bermanfaat dan shodaqoh jariah. Dalam penulisan makalah kali ini kami selaku pemakalah akan membahas tentang hibah, shodaqoh dan wasiat. Yang mana penjelasan yang lebih rinci akan dipaparkan di bab selanjutnya.

B. BATASAN MASALAHBatasan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:1. Apa yang dimaksud dengan hibah, wasiat, dan shodaqoh ?2. Apa saja yang termasuk syarat dan rukun hibah dan shodaqoh ?3. Bagaimana ketentuan-ketentuannya, dan apa saja hikmahnya ?

C. TUJUAN MASALAHTujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk : Untuk mengetahui pengertian-pengertian hibah, wasiat, dan shodaqoh. Untuk mengetahui syarat dan rukun hibah dan shodaqoh. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan hibah, wasiat, dan shodaqoh.

BAB IIPEMBAHASAN

A. HIBAH1. Pengertian HibahHibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih sayang.Firman Allah SWT. : Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta dan (memerdekakan) hamba sahaya (QS. Al Baqarah : 177).Memberikan Sesutu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah hukumnya mubah.[footnoteRef:2] [2: Dr.helmi karim,m.a. 2002. fiqh muamalah. Jakarta:PT Raja grafindo persada.hal.73]

Sabda Nabi SAW. :Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. telah bersabda: Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yangdiberikan Allah kepadanya (HR. Ahmad).Hibah adalah Pemberian harta dari seseorang kepada oraglain sengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.

2. Rukun dan Syarat Hibaha. Pemberi Hibah (Wahib)Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.b. Penerima Hibah (Mauhub Lahu)Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.c. Barang yang dihibahkan (Mauhub)Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya: jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.d. Akad (Ijab dan Qabul), misalnya si penerima menyatakan saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu, si penerima menjawab, ya saya terima pemberian saudara.[footnoteRef:3] [3: Sayyid sabiq, op., hlm.390]

3. Macam-macam HibahHibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :a. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.b. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.

4. Mencabut HibahJumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecualii hibah orang tua terhadap anaknya[footnoteRef:4], sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. : [4: ibit]

Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya (HR. Abu Dawud).Sabda Rasulullah SAW. :Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu (HR. Bukhari Muslim).Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai berikut :a. Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.b. Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah.c. Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.

5. Hukum hibahPada dasarnya memberikan sesuatu kepada oranglain hukumnya adalah mubah(jaiz).Dalam hukum asal mubah tersebut hukum hibah dapat menjadi wajib,haram dan makruh[footnoteRef:5]. [5: ibit]

a. Wajib.Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai dengan kemampuannya. Rosululloh saw bersabda:Bertaqwalah kalian kepada Allah dan adillah terhadap anak anak kalian.b. HaramHibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali.c. MakruhMenghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya adalah makhruh.

6. Hikmah HibahAdapun hikmah hibah adalah :a. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesamab. Menumbuhkan sikap saling tolong menolongc. Dapat mempererat tali silaturahmid. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.

B. SHADAQAH1. Pengertian ShadaqahShadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dengan mengharap ridha Allah semata. Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah.Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji atau dianggap dermawan dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan apalagi menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala shadaqah. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 264 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia".[footnoteRef:6] [6: ibit]

2. Hukum ShodaqohHukum shadaqah ialah sunnat : hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT, sebagai berikut :Artinya:"Dan bersedekahlah kepada Kami, sesungguhnya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang bersedekah" (Yusuf : 88) Shadaqah merupakan salah satu amal shaleh yang tidak akan terputus pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW:Artinya : "Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya". (HR. Muslim)Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu, yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya.Shadaqah itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain termasuk shadaqah. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW.: ()Tersenyum dihadapan temanmu itu adalah bagian dari shadaqah (HR. Bukhari).

3. Syarat-syarat dan Rukun Shadaqaha. Orang yang memberikan shadaqah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.b. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang terlantar.c. Penerima shadaqah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.Barang yang dishadaqahkan harus bermanfaat bagi penerimanyaRukun ShadaqahRukun shadaqah dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut :a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk mentasharrufkan ( memperedarkannya ).b. Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah memberi kepada.anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang, karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu.c. Ijab dan qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian.d. Barang yang diberikan, syaratnya barang yang dapat dijualPerbedaan shadaqah dan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pad a waktu menerima rizki atau karunia Allah. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah semata.Karena istilah shadaqah dan infak sedikit sekali perbedaannya, maka umat Islam lebih cenderung menganggapnya sama, sehingga biasanya ditulis infaq I shadaqah. Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji (riya) atau dianggap dermawan, dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala shadaqah. Allah berfirman dalam surat AI Baqarah ayat 264 : Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan ( paha/a) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan di penerima ), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia ..." (QS. AI Baqarah : 264)

4. Hikmah Shadaqah Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah Dapat menghindarkan dari berbagai bencana Akan dicintai Allah SWT.

C. WASIAT1. Pengertian WasiatWasiat dari segi bahasa berarti pesanan. Berwasiat berarti berpesan untuk melakukan suatu hal, atau bermakna pula suatu janji kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu ketika ia masih hidup atau setelah ia wafat. Dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum, wasiat itu pada dasarnya juga bermakna transaksi pemberian sesuatu pada pihak lain. Pemberian itu bisa berbentuk penghibahan harta atau pembebanan/pengurangan hutang ataupun pemberian manfaat dari milik pemberi wasiat kepada pihak yang menerima wasiat.Para ulama memberikan rumusan tentang wasiat dengan redaksi yang bervariasi.[footnoteRef:7] Pada dasarnya, inti dari definisi yang amat beragam itu ialah bahwa wasiat itu merupakan pesan dari seseorang yang isinya memberikan sejumlah harta atau pembebasan/pengurangan hutang atau pemberi manfaat harta kepada orang lain setelah ia wafat. Dengan istilah lain dapat dikatakan bahwa wasiat adalah pesan yang intinya memberikan harta kepada pihak lain yang pemberian itu mulai berlaku apabila pihak yang berpesan meninggal dunia. Hanya saja, yang perlu dicatat adalah bahwa kadar pemberian itu terbatas jumlahnya berdasarkan ketentuan agama. Arti wasiat dalam rumusan ini sudah tentu berlainan dengan arti wasiat dalam bentuk nasihat ataupun pesan-pesan yang bersifat non-harta. [7: Abdurrahman al-jaziri, ki-tab al-fiqh ala al-madzahib al-arbaah, juz III, hlm. 315-316]

2. Hukum Melakukan WasiatHukum melakukan wasiat itu bermacam-macam, sesuai dengan kondisi dan illat hukumnya.1. Wasiat yang dihukumkan wajib, yakni seseorang diwajibkan melakukan wasiat sebelum ia meninggal dunia. Wasiat jenis ini bertujuan untuk membayar hutang dan menunaikan kewajiban. Contohnya ialah wajib berwasiat untuk mengembalikan pinjaman, atau untuk membayar hutang. Wasiat juga wajib dilakukan oleh orang yang masih terkait oleh suatu tanggungan, seperti wasiat supaya mengelurkan zakat harta yang ditinggalkannya, atau supaya hajinya ditunaikan, atau supaya diyat atau kifarat yang belum dibayarkan agar dilunasi. Hal yang seperti ini disepakati oleh para ulam.2. Wasiat yang hukumnya dianjurkan (mustahabbah) supaya dilakukan oleh seseorang sebelum ia meninggal dunia. Contohnya ialah berwasiat untuk karib kerabat yang bukan termasuk ahli waris yang berhak menerima harta pusaka, sehingga kaum kerabat tersebut ikut terbantu oleh wasiat tersebut.3. Wasiat yang sifatnya dan hukumnya boleh dilakukan oleh seorang sebelum ia wafat, seperti berwasiat untuk orang-orang kaya, baik ia termasuk kaum keluarganya yang tidak menerima harta warisan ataupun orang asing.4. Wasiat yang karahah tahrim, sebagaimana yang dikemukakan oleh ulama mazhab hanafi. Contohnya adalah berwasiat untuk ahlal-fusuq dan ahli maksiat.5. Wasiat yang hukumnya haram, yakni wasiat yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim, seperti berwasiat untuk maksiat. Contohnya adalah berwasiat supaya uangnya dipergunakan untuk membangun gereja, mencetak dan mengedar buku-buku yang menyesatkan, dan sejenisnya.[footnoteRef:8] Berwasiat juga dihukumkan haram apabila wasiat itu akan menyebabkan mudorat terhadap pihak lain, seperti merugikan ahli waris. Wasiat yang menimbulkan kemudoratan termasuk ke dalam kategori dosa besar. [8: Wahbah zuhaili, op. Cit., hlm.12-13]

Wasiat tidak boleh di lakukan dengan menghibahkan atau menyerahkan seluruh harta oleh pihak yang berwasiat, sebagaimana ketentuan dalam hibah. Dengan demikian, kadar harta yang boleh diberikan dalam wasiat terbatas jumlahnya, yakni maksimal sepertiga dari harta peninggalan pihak yang berwasiat.

3. Unsur (rukun) WasiatWasiat baru dianggap sahdan bisa terlaksana bila terpenuhi semua unsurnya dan cukup pula syarat-syarat setiap unsurnya itu.a. Orang yang berwasiat (al-mushiy), yaitu pihak yang mewasiatkan sesuatu kepada pihak lain. Orang yang berwasiat itu disyaratkan sebagai pemilik penuh yang sah atas sesuatu yang diwasiatkan. Tidak sah seseorang mewasiatkan untuk memindahkan hak milik yang bukan miliknya kepada orang lain.Selain itu, seorang yang berwasiat disyaratkan supaya telah cakap bertindak secara sempurna, yaitu telah baligh dan berakal. Disamping itu, pihak yang berwasiat dituntut pula supaya perbuatannya itu dilakukan dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun. Namun, dalam hal-hal tertentu wasiat dari seseorang yang belum tabarru bisa diterima, yaitu pada bidang: Wasiatnya tentang penyelenggaraan jenazahnya sendiri kalau ia wafat, seperti di mana ia harus dimakamkan. Wasiat seseorang yang belum cakap bertindak secara dipandang sah bila ia berwasiat untuk sabilillah, seperti untuk membangun masjid, sekolah, dan sebagainya.Yang perlu dicatat di sini ialah bahwa wasiat dari orang yang belum tabarru dalam dua bidang ini haruslah mendapat persetujuan walinya atau ahli warisnya.b. Orang atau pihak yang menerima wasiat (al-musha lah) adalah rukun wasiat yang kedua, baik ia berupa person ataupun lembaga.c. Materi wasiat (al-musha bih), yaitu obyek yang dijadikan wasiat. Wasiat itu bisa berupa ain harta, yaitu harta yang terang ada dan wujud, bisa pula berupa pembebasan/pengurangan hutang, dan bisa pula memberikan manfaat dari harta yang dipunyai pihak yang berwasiat.d. Shighat ijab kabul, yaitu pernyataan dan ungkapan yang dipakai oleh pihak yang berwasiat dan yang menerima wasiat.

4. Syarat Wasiata. Harta yang diwasiatkan itu mestilah telah wujud pada waktu yang berwasiat meninggal dunia dan dapat pula dialih milikkan kepada penerima wasiat.b. Harta yang diwasiatkan itu mestilah hak milik penuh dari pihak yang berwasiat, bukan harta yang di dalamnya belum dipisahkan hak orang lain.c. Harta yang boleh diwasiatkan mestilah harta yang tidak dilarang oleh agama untuk dimiliki. Dalam hal ini, dilarang mewasiatkan benda-benda haram, seperti khamar.d. Kadar harta yang diwasiatkan tidak boleh lebih dari sepertiga peninggalan pihak yang berwasiat.

5. Yang Membatalkan Wasiata. Wasiat itu dicabut kembali atau dibatalkan sendiri oleh yang memberi wasiat tanpa memerlukan persetujuan pihak yang akan menerima wasiat.b. Wasiat tersebut bisa pula batal bila pihak yang berwasiat terkena penyakit gila sampai meninggal dunia.c. Wasiat bisa pula batal apabila pihak yang akan menerima wasiat lebih dahulu wafat dari orang yang berwasiat.d. Wasiat juga bisa batal apabila harta yang diwasiatkan itu musnah atau hilang atau habis sebelum pihak yang berwasiat meninggal.e. Wasiat bisa batal apabila pihak yang akan menerima wasiat membunuh pihak yang berwasiat kepadanya secara tidak hak, atau berencana untuk membunuh pihak yang berwasiat namun rencana itu tidak terlaksana akibat sesuatu hal diluar kemampuan pihak yang menerima wasiat.

6. Perbedaan wasiat dan hibah Dalam hibah transaksi terjadi pada waktu penghibah masih hidup, sedangkana pada wasiat transaksi terlaksana setelah yang berwasiat meninggal dunia. Pada hibah pemberian hanya berupa penyerahan harta milik, sedangkan pada wasiat pemberian bisa pula berbentuk pengurangan hutang dan pemberian manfaat dari harta. Hibah tidak bisa dibatalkan, sedangkan wasiat bisa dibatalkan bila pihak penerima wasiat lebih dahulu wafat dari pihak pemberi wasiat. Hibah tidak terbatas jumlahnya sedangkan wasiat ada pembatasan jumlahnya.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanDari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hibah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, sedangkan yang dimaksud dengan shodaqoh adalah memberikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud untuk mengharapkan ridho Alloh SWT semata.Baik hibah, maupun shodaqoh memiliki syarat, rukun dan ketentuannya masing-masing. Meski demikian ke - tiganya memiliki persamaan yang jelas sekali yaitu sama-sama memberikan sesuatu sebagai wujud kedermawanannya kepada seseorang, dan juga ke tiganya memiliki perbedaan yaitu dari segi maksudnya saja.

B. SaranKita selaku umat muslim disunatkan untuk saling memberi. Yang mana sudah dijelaskan di atas bahwa amal manusia akan terputus amalnya kecuali 3 perkara, diantara adalah shodaqoh jariah. Kami menyarankan agar kita senantiasa untuk saling memberi, baik berupa uang, barang, ataupun jasa. Yang mana nantinya akal menjadi bekal di akhirat nanti.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman al-jaziri. Kitab al-fiqh ala al-madzahib al-arbaah. Juz III. Hal: 315-316Dr. Helmi Karim,M.A. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal:73

12