Hi Per Sensitivit As

7
1. HIPERSENSITIVITAS Hipesensitivitas adalah respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gel dan Coomb dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi. Reaksi ini dapat terjadi sendiri-sendiri, tetapi dalam klinik dua atau lebih reaksi dalam berlangsung bersamaan. Reaksi Tipe I, II, dan III terjadi karena interaksi antara antigen dengan antibody sehingga termasuk reaksi humoral, sedangkan reaksi tipe IV terjadi karena interaksi antara antigen dengan reseptor yang terdapat pada permukaan limfosit T dan mengaktifkan limfosit T sehingga termasuk reaksi seluler. Manifestasi Hipersensitif beberapa diantaranya adalah: o Kulit : urtikaria, dermatitis atopi o GIT : nyeri abdomen, mua,muntah, diare. o Pernafasan: Asma, Rinitis. o Cardiovascular: Syok anafilaktik. HIPERSENSITIVITAS TIPE 1 Salah satu mekanisme efektor yang kuat adalah reaksi yang terjadi akibat stimulasi mastosit jaringan dan basofil yang diperantarai IgE yang sebelumnya telah melekat pada permukaan mastosit atau basofil, maka hal itu akan menyebabkan dilepaskannya berbagai mediator oleh mastosit dan basofil yang secara kolektif mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos bronkus dan saluran cerna serta inflamasi

description

barter

Transcript of Hi Per Sensitivit As

Page 1: Hi Per Sensitivit As

1. HIPERSENSITIVITAS

Hipesensitivitas adalah respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena

menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gel dan Coomb dibagi dalam 4 tipe

reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi. Reaksi ini dapat terjadi sendiri-

sendiri, tetapi dalam klinik dua atau lebih reaksi dalam berlangsung bersamaan. Reaksi Tipe I, II,

dan III terjadi karena interaksi antara antigen dengan antibody sehingga termasuk reaksi

humoral, sedangkan reaksi tipe IV terjadi karena interaksi antara antigen dengan reseptor yang

terdapat pada permukaan limfosit T dan mengaktifkan limfosit T sehingga termasuk reaksi

seluler.

Manifestasi Hipersensitif beberapa diantaranya adalah:

o Kulit : urtikaria, dermatitis atopi

o GIT : nyeri abdomen, mua,muntah, diare.

o Pernafasan: Asma, Rinitis.

o Cardiovascular: Syok anafilaktik.

HIPERSENSITIVITAS TIPE 1

Salah satu mekanisme efektor yang kuat adalah reaksi yang terjadi akibat stimulasi mastosit

jaringan dan basofil yang diperantarai IgE yang sebelumnya telah melekat pada permukaan

mastosit atau basofil, maka hal itu akan menyebabkan dilepaskannya berbagai mediator oleh

mastosit dan basofil yang secara kolektif mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler,

vasodilatasi, kontraksi otot polos bronkus dan saluran cerna serta inflamasi local. Reaksi ini

disebut reaksi hipersensitivitas tipe segera (immediate) karena terjadi sangat cepat, yaitu hanya

beberapa menit setelah paparan. Dalam bentuk sistemik ekterm, yang dikenal sebagai reaksi

anafilaksis, mediator yang dihasilkan oleh mastosit dan basofil dapat menyebabkan penyempitan

saluran nafas hingga asfiksi atau menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan berakibat kematian.

Individu yang menunjukkan kecenderungan untuk reaksi hipersensitivitas tipe segera disebut

individu atopik dan biasanya menunjukkan reaksi alergi segera setelah terpapar pada antigen

lingkungan. Penyakit-penakit yang timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen adalah

asma bronkial, rinitis, urtikaria, dan dermatitis atopik. Di samping histamin, mediator lain seperti

prostalglandin dan leukotrin (SRS-A) yang dihasilkan metabolisme asam arakidonat, berperan

Page 2: Hi Per Sensitivit As

pada fase lambatdari reaksi tipe 1 yang sering timbul beberapa jam setelah kontak dengan

alergen.

Reaksi Hipersensitivitas tipe I disebut juga reaksi alergi. Alergi bisa karena bermacam macam

alergen misalnya makanan, debu, pollen, dan lain-lain.

Karakteristik makanan yang dapat menjadi allergen:

o Protein-protein penginduksi sel T

o Aktivitas enzyme protease

o Molekul dengan BM tinggi

o Peptide-peptida yang bisa mengikat MHC.

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II

Penggolongan reaksi hipersensitivitas semula didasarkan atas perbedaan mekanisme kerusakan

jaringan yang diakibatkannya. Reaksi hipersensitivitas tipe II melibatkan IgG dan IgM. Antibodi

yang ditujukan kepada antigen permukaan sel atau jaringan berinteraksi dengan komplemen dan

berbagai jenis sel efektor untuk merusak sel sasaran. Setelah antibody melekat pada permukaan

sel, antibody akan mengikat dan mengaktivasi komponen C1 komplemen. Konsekuensinya

adalah :

a) Fragmen komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan menarik

makrofag dan PMN ke tempat tersebut, sekaligus menstimulasi sel mastosit dan basofil untuk

memproduksi molekul yang menarik dan mengaktivasi sel efektor lain.

b) Aktivasi jalur klasik komplemen mengakibatkan deposisi C3b, C3bi, dan C3d pada membran

sel sasaran.

c) Aktivasi jalur klasik dan jalur litik menghasilkan C5b-9 yang merupakan membrane attack

complex (MAC) yang kemudian menancap pada membran sel.

d) Sel-sel efektor, yaitu makrofag, neutrofil, eosinofil, dan sel NK, berikatan pada kompleks

antibodi melalui reseptor Fc atau berikatan dengan komponen komplemen yang melekat pada

permukaan sel tersebut. Pengikatan antiboi pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk

memproduksi lebih banyak leukotrien dan prostaglandin, yang merupakan molekul-molekul

yang berperan pada respons inflamasi. Sel-sel efektor yang telah terikat kuat pada membran

sel sasaran menjadi teraktivasi dan akhirnya dapat menghancurkan sel sasaran.

Page 3: Hi Per Sensitivit As

e) Isotip antibodi yang berbeda-beda mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam

menginduksi reaksi ini, bergantung pada kemampuan masing-masing untuk mengikat C1q

atau kemampuan berinteraksi dengan reseptor Fc pada oermukaan sel sasaran. Fragmen-

fragmen komplemen atau IgG dapat bertindak sebagai opsonin yang melapisi permukaan sel

pejamu atau mikroorganisme, dan fagosit akan menelan partikel-partikel yang di opsonisasi.

Mekanisme sel sasaran oleh sel-sel efektor pada reaksi hipersensitivitas tipe II, merefleksikan

cara sel-sel itu menyingkirkan pathogen dalam keadaan normal.

Mekanisme sitolisis oleh sel efektor sebenarnya menggambarkan fungsi sel efektor dalam

keadaan normal bila menghadapi kuman pathogen. Mekanisme sitolisis dengan bantuan antibodi

yang dikenal sebagai ADCC bermanfaat untuk membantu sel sitotoksik menghancurkan sel

sasaran yang berukuran terlalu besar untuk difagositosis. Selain itu mekanisme sitolisis dengan

bantuan antibodi bermanfaat untuk menghancurkan sel patologis. Contoh reaksi tipe II adalah

destruksi sel darah merah akibat reaskis transfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi dan

dewasa. Sebagian kerusakan jaringan pada penyakit autoimun seperti miastenia gravis dan

tirotoksikosis juga ditimbukan melalui mekanisme ini. Anemia hemolitik dapat ditimbulkan oleh

obat pinicilin, kinin dan sulfonamid

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE III

Terjadi akibat endapan komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi

di sini biasanya jenia IgG atau IgM. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang

kemudian melepaskan berbagai mediator terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag

yang dikerahkan ke jaringan tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tersebut. Antigen

dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora

jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrensik alergi) atau dari jaringan sendiri (penyakit

autoimun). Infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tidak

disertai dengan respon antibodi efektif.

Antigen dan antibodi bersatu membentuk kompleks imun. Selanjutnya kompleks imun

mengaktifkan C yang melepas C3a dan C5a dan merangsang basofil dan trombosit melepas

berbagai mediator seperi histamin yang meningkatkan permeabilitas vaskular.

Dalam keadaan normal, kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama

dalam hati, limpa, dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut, ukuran kompleks

Page 4: Hi Per Sensitivit As

imun merupakan faktor penting . Pada umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat

dimusnahkan dalam hati. Komples yang alrut terjadi bila antigen ditemukan jauh lebih banyak

daripada antibodi yang sulit untuk dimusnahkan dan oleh karena itu dapat lebih lama ada dalam

sirkulasi. Kompleks imun yang ada dalam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu yang lama,

biasanya tidak aberbahaya. Permasalahannya akan timbul bila kompleks imun menembus

dinding pembuluh darah dan mengendap di jaringan. Gangguan fungsi fagosit diduga dapat

merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan.

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE IV

Disebut juga Delayed Type Hypersensitivity (DTH), juga dikenal sebagai Cell Mediated

Immunity atau reaksi imun seluler. Ada golongan reaksi Cell Mediated Immunity yang lain yang

dikenal sebagai Cell Mediated Cytotoxicity (CMC). Mekanisme kedua reaksi tersenbut adalah

seluler. Pada kedua reaksi tersebut tidak ada peran antibodi. Sel APC yang memproses dan

mempresentasikan peptide mikroba melalui jalur eksogen yang MCH-II dependen, sedangkan

yang melalui jalur endogen adalah MCH-I dependen.

Timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen. Penyakit yang ditimbulkan dari

reaksi ini adalah Diabetes insulin dependen (tipe1), artritis reumatoid, skerosis multiple, neuritis

perifer, miokarditis eksperimental autoimun,dan infeksi (Rengganis, 2014).

10. Bagaimana prosedur diagnostikpada reaksi hipersensitivitas?

PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK HIPERSENSITIVITAS

a. Blood Test

b. Skin Test

Skin Prick Test : dibuat tusukan dangkal menggunakan lanset di bagian volair

tangan

Skin Patch Test : ditempelikan suatu bahan allergen (untuk hipersensitivitas tipe IV)

c. Test Provokasi memberikan allergen secara langsung

d. Test Bronkial test inhalasi histamin

e. Test Nasal test hidung

f. Elevated IgE (ELISA)

Page 5: Hi Per Sensitivit As

g. RIST Test (radioimmunosorbant test)

h. RAST Test (radioallergosorbent test)

Rengganis, Iris. 2014. Imunologi Dasar. Jilid I Edisi XI. Jakarta: FK UI