hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

26
www.sastra33.blogspot.com 1 RESUME BUKU STILISTIKA KARYA SOEDIRO SATOTO

description

gaushfdlkfldshgdsjf;dks

Transcript of hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

Page 1: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 1

RESUME BUKU

STILISTIKA KARYA SOEDIRO SATOTO

Page 2: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 2

IDENTITAS BUKU

1. Judul Buku : Stilistika

2. Penulis : Soediro Satoto

3. Penerbit : STSI Press

4. Tahun Terbit : 1995

5. Kota Terbit : Surakarta

Page 3: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengantar

Bahasa merupakan media utama yang membedakan seni sastra dengan

cabang-cabang seni yang lainnya, bahasa merupakan alat komunikasi. Fungsi

bahasa adalah untuk memberikan acuan pada pengalaman-pengalaman pemakainya.

Pada prinsipnya, seni sastra dapat dipandang dari dua segi kemungkinan:

a. Seni sastra dipandang sebagai bagian dari seni pada umumnya. Pendekatan yang

dipakai femonologi atau ganzheit.

b. Pada umumnya seni sastra dipandang sebagai bagian dari ilmu bahasa.

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode struktural, atau struktural

dinamik, yang lebih dikenal dengan istilah semiotika. Stilistika merupakan bidang

linguistik yang mengemukakan teori dan metodologi pengkajian atau enganalisisan

formal sebuah teks sastra, termasuk dalam pengertian extended.

B. Filsafat Keindahan (Estetika)

Estetika berasal dari kata Yunani ‘aesthesis’, berarti perasaan atau

sensitivitas. Sekarang, estetika diartikan segala pemikiran filosofis tentang seni

sehingga estetika juga disebut filsafat seni atau filsafat pendidikan. Estetika, etika,

dan logika membentuk trilogi ilmu-ilmu normatif dalam filsafat.

Teks sastra dipandang sebagai alat estetika. Masalah-masalah di luar teks

sastra (ekstrinsik) banyak diperhitungkan sebagai tolok ukur apakah sastra itu baik

dan indah. Fungsi sastra di sini lebih ditekankan dari segi kegunaan dan

kemanfaatannya (fungsi ‘utile’).

Sebagai bahan baku, bahasa dalam sastra merupakan objek kajian, yang

memiliki nilai terminal. Masalah-masalah yang berada dalam teks (intrinsik) itulah

yang menjadi objek utama dalam pengkajiannya. Fungsi sastra di sini lebih

ditekankan dari segi kenikmatannya (fungsi ‘dulce’).

Page 4: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 4

1. Periodisasi Estetika

a. Periode Platonis atau Dogmatis

Periode platonis atau dogmatis merupakan tahap pembentukan

pertama. Periode ini berlangsung sejak Socrates (w 399 SM) hingga

Baumgarten (1714-1762). Baumgarten yang pertama-tama memberi istilah

Yunani ‘Aesthetika’; dalam bahasa inggris ‘Aesthetics’; diindonesiakan

menjadi ‘Estetika’.

b. Periode Kritika

Periode kritika ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu:

1) Sebelum Emanuel Kant,

2) Zaman Emanuel Kant,

3) Sesudah Emanuel Kant.

c. Periode Positif Dewasa ini

Sejarah estetika menurut pembabakan Croce terbagi ke dalam tiga

periode:

1) Periode sebelum Kant.

2) Periode Kant beserta para pengikutnya.

3) Periode pisitif dewasa ini. Periode positif memiliki ciri sangat membenci

metafisika.

Abad estetika dewasa ini secara sistematika dibedakan ke dalam:

1) Estetika bawah (von oben), tidak akan dapat tersistematikan secara rapi

tanpa mengabaikan beberapa keganjilan pikiran. Tokoh penting dalam

periode estetika atas adalah Nietzsche. Karya-karyanya: Die geburt der

Tragodie, Der Fall Wagner, Also Sprach Zarathustra, dan

Unzeitgemaesse Betrachtungen.

2) Estetika atas (von unten). Gustav Theodor Fechner (1807-1887) dari

Jerman orang yang mengusulkan nama estetika induktif ‘von unten’

sebagai alternatif lain dari estetika metafisika lama ‘von oben’ untuk

menentukan konsepsi yang tepat mengenai hakikat dari keindahan yang

objektif.

3) Estetika dari bawah ke atas (von unten nach oben). Aliran estetika dari

bawah ke atas berupaya memadukan antara tuntutan-tuntutan pemikiran

Page 5: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 5

yang filosofis dengan keharusan metode penyelidikan secara positif dan

terdapat dalam psikologis dan sosiologi muncullah nanti: ‘psiko-estetik’

dan ‘sosio-estetik’.

2. Objek Estetika

Yang menjadi objek utama secara langsung dari estetika adalah

keindahan, baik keindahan alam maupun keindahan seni.

3. Metode dan Pendekatan Estetika

Metode dan pendekatan estetika di sini lebih ditekankan pada objek

estetikanya yaitu karya sastra. Berdasarkan diagram model Abrams, metode dan

pendekatan karya sastra dapat dirumuskan ke dalam empat model sebagai

berikut:

a. Pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri secara

otonom atau mandiri. Pendekatan ini disebut pendekatan objektif.

b. Pendekatan yang menitikberatkan pada diri sastrawan. Pendekatan demikian

disebut pendekatan ekspresif.

c. Pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca atau publik. Pendekatan ini

disebut pendekatan pragmatik.

d. Pendekatan yang menitikberatkan pada alam semesta. Pendekatan ini disebut

pendekatan mimetik.

C. Stilistika, Retorika, Wacana, Logika dan Bahasa

Stilistika (Stylistics) adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya

bahasa di dalam karya sastra. Stilistika sebagai cabang ilmu sastra yang meneliti

stail atau gaya, dibedakan ke dalam: stilistika deskriptif dan stilistika genetik.

Stilistika genetik atau individual (L. Spitzer) memandang stail, gaya (style)

sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi. Lewat analisis terinci (motif, pilihan

kata) terhadap sebuah karya dapat dilacak visi batin seseorang pengarang, yaitu cara

ia mengungkapkan sesuatu. Analisis ini agak mirip dengan psichoanalisis Sigmund

Freud.

Stilistika deskriptif (Ch. Bally), mendekati (approach) gaya (style) sebagai

keseluruhan daya ungkapan psikis yang terkandung dalam suatu bahasa, dan

Page 6: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 6

meneliti nilai-nilai ekspresif khusus yang terkandung dalam suatu bahasa, yaitu

secara morfologis, sintaksis, semantis.

Panuti Sudjiman, Edito (1984: 80) memberi batasan wacana (discourse)

adalah ungkapan pikiran yang beruntun, secara lisan atau tulisan, tentang suatu

pokok.

Logika dan Bahasa

Kedudukan dan fungsi bertutur adalah:

1) sebagai pembeda antara manusia dan binatang,

2) menyangkut kegiatan sosial budaya, dan

3) berfungsi informatif.

Ada tiga komponen dalam proses berkegiatan tutur yaitu:

1) penutur (komunikator),

2) tutur atau topik tutur,

3) penanggap atau penerima tutur (komunikan).

Page 7: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 7

BAB II

RETORIKA

A. Kegiatan Bertutur dan Retorika

1. Kegiatan Bertutur

Kegiatan bertutur itu pada dasarnya adalah kegiatan manusia

membahasakan seesuatu. Sesuatu tersebut lebih lanjut disebut topik tutur. Ada

dua jenis bentuk bahasa yang bisa dipakai orang untuk membahasakan topik

tutur yaitu, bahasa lisan dan bahasa tulis.

2. Pemanfaatan Retorika

Pada dasarnya ada tiga bentuk cara untuk orang untuk memanfaatkan

retorika, yaitu:

a. Secara Spontan atau Intuitif

Bentuk ini biasa dipakai dalam pembicaraan sehari-hari, atau salam

situasi tidak resmi, dan ragam bahasa, ulasan, dan gaya tuturnya lebih

bersifat spontan.

b. Secara Tradisional Konvensional

Bentuk ini dipakai karena meniru orang-orang terdahulu, dan ditiru

karena dianggap baik atau mungkin karena penuturnya merupakan tokoh

idola.

c. Secara Terencana

Bentuk retorika antara lain: ekposisi atau pemaparan, argumentasi,

deskripsi atau pelukisan, narasi atau penceritaan, dan yang terpenting adalah

persuasi atau peyakinan.

B. Pengertian Retorika

1. Istilah Retorik

Di tempat asalnya Yunani, istilah retorika ditulis ‘retoric’. Itulah

sebabnya mengapa I Gusti Ngurah Oka (Bandung, 1976: 24) menulisnya ke

dalam bahasa Indonesia ‘Retorik’.

Page 8: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 8

2. Keragaman Pengertian Retorika

Pengertian retorika berdasarkan sejarah perkembangannya dapat

dirumuskan sebagai berikut:

a. Retorika Attic

Retorika adalah kecakapan berpidato di muka umum. Disebut

retorika attic karena retorika ini populer di Semenanjung Attic, daerah

Yunani.

b. Retorika Sofis

Menurut kelompok sofis, retorika adalah alat untuk memenangkan

suatu kasus melalui kegiatan tutur. Prinsip-prinsip retorika yang diajarkan

oleh kaum sofis antara lain:

1) Seorang penutur harus pandai memanfaatkan argumentasi.

2) Penutur harus cakap, terampil, dan fasih berbahasa.

3) Penutur harus pandai memanfaatkan emosi penanggap tutur sebaik-

baiknya.

4) penutur harus pandai membakar semangat penanggap tutur.

5) Keseluruhan tindak, usaha, dan sarana dalam kegiatan bertutur harus

diarahkan ke satu tujuan yaitu kemenangan.

c. Retorika Aristoteles atau Retorika Tradisional

Menurut Aristoteles, retorika adalah ilmu yang mengajar orang,

keterampilan menemukan sarana persuasif yang objektif dari suatu kasus.

Ada empat buah fungsi dasar retorika Aristoteles:

1) Memadu orang mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai

kemungkinan pemecahan suatu kasus.

2) Membimbing orang memahami kondisi kejiwaan penanggap tutur.

3) Membimbing orang menganalisis suatu kasus secara sistematis objektif

untuk menemukan sarana persuasi yang efektif, untuk meyakinkan

penanggap tutur.

4) Mengajarkan orang cara-cara yang efektif untuk mempertahankan

gagasan hasil penganalisisan kasus tersebut.

Tujuan retorika Aristoteles, untuk meyakinkan penanggap tutur akan

kebenaran kasus yang terkandung di dalam topik tutur. Sejalan dengan

Page 9: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 9

fungsi dan tujuannya, metode yang digunakan adalah metode ilmiah, yaitu

metode yang mengajarkan pendekatan masalah dari dua segi yaitu segi

dalam (internal), dan segi luar (eksternal).

d. Retorika Modern

Jika retorika tradisional bertujuan mempersuasi pihak lain, maka

retorika modern tidak bisa menerima persuasi itu sebagai tujuan akhir

retorika. Tujuan retorika modern adalah membina kerja sama, saling

pengertian, dan kedamaian antarmanusia. Dalam bentuk ini retorika adalah

ilmu yang mengajarkan orang menggarap masalah tutur secara heuristik

untuk membina saling pengertian dan kerja sama.

3. Penyempitan dan Penyimpangan Pengertian Retorika

Adapun yang dimaksud dengan penyempitan dan penyimpangan

pengertian retorika antara lain:

a. penyamaan retorika dengan pengkajian sastra,

b. retorika sebagai gaya bahasa (stilistika) dan gaya bertutur,

c. retorika dipandang sebagai pedoman karang mengarang, dan

d. retorika sebagai kecakapan bersilat lidah.

4. Pengertian Dasar Retorika

Pokok-pokok pengertian dasar retorika adalah:

a. Retorika adalah salah satu cabang ilmu yang mandiri.

b. Rujuan retorika modern adalah membina berkembangnya saling pengertian,

kerja sama, dan kedamaian bagi manusia dalam hidup bermasyarakat.

c. fungsi retorika memberikan bimbingan kepada penutur untuk

mempersiapkan, menata, dan menampilkan tuturnya, sebagai tahap-tahap

yang harus dilalui dalam proses kegiatan bertutur.

“Retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang

efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina

saling pengertian dan kerja sama serta kedamaian dalam kehidupan

masyarakat”.

Page 10: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 10

C. Renungan

1. Strategi Retorika dan Gambaran tentang Manusia

Carl Rogers, seorang psikoterapis mengemukakan pandangannya tentang

manusia bahwa tiap-tiap manusia mempunyai tujuan yang berbeda satu dengan

yang lainnya. Ia memandang manusia atas dasar dugaan bahwa manusia harus

memegang teguh keyakinannya, dan tentang dunia macam apakah yang

disukainya.

2. Kebutuhan Retorika Modern

Menguasai retorika itu sangat penting, bukan hanya menguasai teori

tentang retorika dan bagaimana seorang itu berkomunikasi, tetapi menguasai

proses komunikasi itu sendiri. Sebagai suatu proses, retorika bermula dengan

dorongan niat manusia untuk berkomunikasi berbagai pengalaman dengan orang

lain.

Page 11: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 11

BAB III

LOGIKA DAN BAHASA

A. Hubungan Logika dan Bahasa

1. Tugas dan Objek Logika

Tugas logika adalah memberikan penerangan bagaimana seharusnya

orang berpikir (Poedjawiyatna, 1978:2). Sedang objek penyelidikan logika

adalah manusia itu sendiri. Dengan kata lain bahwa tujuan mempelajari logika

adalah memecahkan masalah atau mencari jawab permasalahannya yang dapat

dirumuskan: bagaimana seharusnya manusia dapat berpikir dengan baik dan

benar.

2. Logika dan Bahasa

Pengetahuan sebagai hasil proses tahu manusia baru tampak nyata

apabila dikatakan. Artinya diungkapkan dalam bentuk kata atau bahasa. Dalam

ilmu pengetahuan, bahasa harus mampu mengungkapkan maksud si penutur

dengan setepat-tepatnya. Bahasa ilmu pengetahuan harus logis. Ilmu berarti

pengetahuan-tahu, sebagai hasil proses berpikir harus mengikuti aturan-aturan,

yaitu logika.

B. Argumentasi

Argumentasi adalah suatu keahlian untuk mempengaruhi pendapat atau sikap

orang lain, agar mereka itu percaya atau bertindak sesuai dengan apa yang

dimaksudkan oleh pengarang atau pembicara. Gorys Keraf mengemukakan bahwa

sasaran-sasaran dasar ditetapkan oleh setiap pengarang argumentasi adalah:

a. Argumentasi itu harus mengandung kebenaran bagi perubahan sikap atau

keyakinan yang diargumentasikan.

b. Pengarang harus berusaha untuk menghindari setiap istilah yang dapat

menimbulkan prasangka-prasangka.

c. Pada saat pertama pengarang menggunakan sesuatu istilah, ia harus

membatasi pengertian-pengertian dari istilah yang dipergunakan itu.

d. Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang akan

diargumentasikan.

Page 12: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 12

1. Dua Macam Argumentasi

Ada dua macam argumentasi yaitu argumentasi deduktif (deductive

argument), dan argumentasi induktif (inductive argumentasi)

Logika artinya ‘bernalar’. Penalaran (reasoning) ialah proses mengambil

kesimpulan (conclition, inference) dari bahan bukti (argument) atau petunjuk,

evidensi (evidence), atau apa yang dianggap bahan bukti atau evidence. Ada dua

jalan untuk mengambil kesimpulan yaitu lewat proses induksi dan lewat proses

deduksi.

Penalaran lewat induksi ialah penalaran yang berawal pada hal-hal yang

khusus atau spesifik dan berakhir pada yang umum. Sedangkan penalaran

deduktif ialah penalaran dari hal-hal yang umum ke hal-hal khusus. Penalaran

deduksi adalah silogisme yang terjadi dari bagian:

a. Premis mayor: suatu generalisasi yang meliputi semua unsur kategori,

banyak diantaranya atau hanya beberapa unsurnya.

b. Premis minor: penyamaan suatu objek atau ide dengan unsure yang dicakup

oleh premis mayor.

Kesimpulan: gagasan yang dihasilkan oleh penerapan generalisasi dalam

premis mayor pada peristiwa yang khusus dalam premis minor.

2. Fakta, Evidensi, Pernyataan atau Penegasan, dan Opini

Fakta (fact) atau kenyataan adalah peristiwa yang sebenarnya sebagai

lawan dari sesuatu yang khayal atau dongengan.

Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk

membuktikan adanya sesuatu. Pengertian fakta dalam kedudukannya sebagai

sebuah evidensi tidak boleh dikacaukan dengan pernyataan atau penegasan.

Pernyataan tidak berpengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi. Ia hanya

menegaskan apakah fakta itu benar atau salah.

Sebuah evidensi baru dapat diandalkan kebenarannya setelah melalui

pengujian sebagai berikut:

a. Fakta adalah sesuatu yang terjadi atau sesuatu yang ada variasinya, fakta-

fakta yang digunakan mungkin sama, tetapi evidensinya bisa lain.

Page 13: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 13

b. Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi, perlu

diadakan peninjauan atau observasi singkat terhadap fakta-fakta tersebut.

c. Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi.

d. Kalau pun sukar dilaksanakan, dapat juga melalui kesaksian-kesaksian, baik

saksi biasa maupun saksi ahli (autoritas).

C. Sesat Nalar (Fallacy)

Penggunaan kata ‘sesat’ dalam ‘sesat nalar’ agak berbeda dengan kata

‘salah’, karena hasil yang diperoleh bukan akibat kesalahan penalarannya sebagai

suatu konsep, melainkan karena kesesatan akibat tidak lurusnya proses penarikan

kesimpulan berdasarkan aturan logika. Sesat nalar adalah gagasan perkiraan

kepercayaan atau kesimpulan yang sesat atau salah.

Ada beberapa jenis sesat nalar yang dapat kita saksikan dalam karangan,

yaitu :

1. Deduksi yang Salah

Sesat nalar yang sangat umum terjadi, ialah kesimpulan yang salah dalam

silogisme (silogisme semu) yang berpremis salah atau tidak mematuhi aturan

logika. Contoh :

- Tiko bukan dosen yang baik, karena mahasiswa yang tidak lulus mata kuliah

yang diampunya lebih dari 20%.

2. Generalisasi yang Salah

Sesat nalar jenis ini disebut juga induksi yang salah, karena secara jumlah

(kuantitatif), jumlah percontohnya (sample) tidak memadai (ingat: kadang-

kadang per contoh yang terbatas memungkinkan generalisasi yang tidak sahih).

Contoh :

- Bangsa Indonesia itu bangsa tempe.

- Orang China penjajah ekonomi.

Dalam kedua contoh diatas perlu diberikan perwatasan misalnya: beberapa,

banyak, sebagian kecil, sebagian besar, dan sebagainya.

Page 14: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 14

3. Pemikiran atau ini, atau itu

Sesat nalar jenis ini berpangkal pada keinginan untuk melihat masalah yang

rumit dari sudut pandangan (yang bertantangan) saja. Isi peryataan ini jika tidak

baik, tentu buruk; jika tidak benar tentu salahh; jika tidak ini tentu itu. Contoh:

- Jika senang, masuklah; tetapi jika tidak senang keluarlah dari Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

4. Salah Nilai atau Penyebab

Generalisasi induksi sering disusun berdasarkan pengantar terhadap hukum

kausal (sebab akibat). Salah nilai atas penyebaran yang sangat biasa terjadi ialah

sesat nalar yang disebut ‘post hoc, ergo propter hoc’, sesudah itu, maka karena

itu. Contoh:

- Tersangka meninggal dalam tahanan; maka ia mati karena ditahan.

Salah tafsir sering juga mendasari salah nilai atas penyebaban. Misalnya dalan

tahayul. Contoh:

- Pedagang muda itu selalu sakses usahanya sebab sebelum bekerja ia selalu

mencium telapak kaki ibunya.

5. Analogi yang Salah

Analogi ialah usaha pembanding dan merupakan upaya yang berguna untuk

mengembangkan perenggang. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apa dan

analogi yang salah dapat menyelesaikan, karena logikanya yang salah. Contoh:

- Rektor harus bertindak seperti seorang jendral, menguasai anak buahnya

agar disiplin dan dipatuhi.

6. Penyampaian Masalah

Sesat nalar jenis ini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok masalahnya;

atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok lain; atau jika kita

menyeleweng dari garis yang telah ditentukan dalam kerangka pokok

masalahnya. Contoh :

- KB tidak perlu, karena masih banyah daerah di Indonesia yang masih

sangat sedikit penduduknya.

7. Pembenaraan Masalah Lewat Pokok Sampingan

Sesat nalar di sini muncul jika argumentasi menggunakan okok yang tidak

langsung berkaitan atau yang remeh untuk membenarkan pendiriannya. Contoh :

Page 15: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 15

- Orang boleh melanggar lalu lintas, sesab polisi lalu lintas juga sering

melanggarnya.

8. Argumentasi ‘ad homonim’

Sesat nalar jenis ini terjadii jika dalam berargumentasi kita melawan orangnya,

bukan masalahnya. Khusus di bidangg politik argumentasi ini banyak dipakai.

Contoh :

- Pelarangan beredar terhadap buku tertentu (meskipun isinya baik)

karena pengarangnya bekas pencuri atau narapidana.

9. Himbauan pada Wibawa dan Keahlian yang Patut Disaksikan

Dalam pembahasan masalah, oarang sering berlindung pada wibawa orang lain,

pejabat, atau kalangan ahli saat menyampaikan dan menggungkapkan

argumentasinya. Contoh :

- Saya telah mendapat petunjuk dari seseorang insinyur, yang kini menjadi

Menteri Kebudayaan, bahwa ekonomi dunia kini berada di persimpangan

jalan.

10. Non-Requisite

Sesat nalar jenis ini, dalam argumenttasi mengambil kesimpulan bedasarkan

premis yang tidak ada relevansinya.

Contoh :

- Kampus merupakan tempat berkumpulnya para cendekiawan; karena itu, di

dalamnya tidak mungkin ada kebodohan.

D. Renungan

Bahasa sekaligus merupakan ‘bagian’ tak terpisahkan dengan budaya

manusia. Di sini bahasa mempunyai fungsi sosial, sekaligus fungsi kultural. Sebagai

alat penyampaian hasil kebudayaan dari generasi ke generasi, bahasa harus

komunikatis, lancar, tepatguna, berdayaguna, berhasilguna, dan logis.

Pikir berpengaruh pada bahasan, dan beegitu pula bahasa berpengaruh pada

pikir. Pendek kata, bahasa dan logika saling berpengaruh, saling melengkapi.

Selama manusia masih menggunakan otaknya untuk berfikir, maka selama itu pula

logika bahasa memegang peranan penting.

Page 16: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 16

BAB IV

HUBUNGAN KAJIAN BAHASA DAN SASTRA

APLIKASINYA TERHADAP PROSA, PUISI DAN DRAMA

A. Hubungan Pengkajian Sastra dan Bahasa: Sebuah Kajian Linguistik terhadap

Alur

1. Latar Belakang dan Masalah

Ahli gramatika jarang sekali melihat ke luar batasan kalimat, dan ahli

sastra jarang sekali melihat ke dalam kalimat untuk mengatakan bahwa di sana

ada struktur-struktur dan sistem-sistem yang mencerminkan arsitektur

keseluruhan karya sastra (Backer, 1978: 3).

2. Kerangka Teori

‘Stilistika’ adalah pemerian (deskripsi) pilihan khusus linguistik seorang

pengarang, mulai dari pilihan linguistik yang paling luas tentang alur (plot),

yaitu kesatuan keseluruhan (overall coherence) sampai pada pilihan yang paling

sempit, yang meliputi pembentukan kalimat dan alinea, termasuk pilihan tentang

hubungan linear (hubungan sintagmatis) maupun hubungan non-linear, yaitu

rangka metaforis (hubungan paradigmatis). Jadi, stilistika memperhatikan gaya

integrasi seluruh tingkat-tingkat dalam, hirarki linguistik suatu teks atau wacana

(discourse) (Becker, 1978: 3).

Di luar strukturalisme terdapat jenis-jenis hubungan yang lebih luas,

yaitu hubungan antara pengarang dengan peminat, antara pengarang dengan

penerbit. Makna sebuah teks adalah hubungannya dengan konteksnya. Konneth

Burke dalam AB Becker (1978: 295) mengatakan bahwa pengarang sastra baik

puisi maupun prosa adalah pembentuk bahasa yang sangat pandai memakai

sumber-sumber bahasa sehari-hari untuk menciptakan suatu karya sastra dan

yang menjadi ‘peralatan hidup’.

Yang ada di belakang alur dan seript adalah konsep ‘waktu’. Dalam

narasi Barat harus ada sesuatu yang penting yaitu ‘waktu’ (tenses) yang

menghubungkan adanya ‘hukun kausal’ (hubungan sebab akibat), itulah alur

(plot). Faktor terpenting adalah ‘kalimat’. Sebuah narasi minimal terdiri dari satu

kalimat. Karena kalimatlah sebenarnya pendukung makna paling kecil.

Page 17: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 17

3. Kajian Linguistik terhadap Alur

Apa sebenarnya faktor di belakang variasi itu. Ternyata terdapat faktor

psikologis yang masuk ke dalam struktur bahasa di dalam ilmu Tata Bahasa ke-6

tahapan tersebut dapat dikenali lewat indikator-indikator tertentu. Misalnya:

a. Abstraksi, biasanya dimulai barang-barang yang abstraksi. Fungsinya

sebagai ringkasan intisari, iktisar.

b. Orientasi, biasanya menunjuk tahap sebelumnya. Dalam keadaan apa

ceritera ini bisa terjadi, waktunya, tempatnya (biasanya pengarang memberi

gambaran tertentu).

c. Komplikasi, ciri-ciri dalam narasi banyak menggunakan prefik me-. .,

menunjuk ke keaktifan. Jadi bentuknya, me-. . . , me-. . . , me-. . . ,me-. . ..

dalam bahasa Inggris termasuk bentuk simple past tense. Tahap ini

menunjuk ke suatu hal yang tidak biasa, kejadian-kejadian yang luar biasa,

ke luar dari script timbullah konflik.

d. Evaluasi. Evaluasi adalah penting kedua di dalam narasi. Tense adalah

penting pertama. Evaluasi penting karena memberi petunjuk mengapa

kriteria ini diceritakan apa tujuannya, dan apa maksdnya. Hal-hal yang

bertele-tele, remeh-remeh sangat tidak perlu didalam narasi, tetapi apa yang

terjadi itu adalah evaluasi.

e. Resolusi. Masih di dalam ceritanya. Masih didalam kejadian menurut

sesuatu. Dalam tahap ini keadaan mulai menurun. Ciri-ciri dalam ttata

bahasa ditandai denagn prefik di. . .dan ter. . .Dalam tahap ini kalimat-

kkalimat yang ada dii dalamnya menunjukkan gerak dari ‘ keaktifan’ ke

‘kepasifan’.

f. Coda (ekor). Dari berakhirnya ceritera, ia kembali ke dalam suasana atau

keadaan sekarang ini.

4. Hubungan ‘Sintagmatik’ dan ‘Paradigmatik’

Ada dua konsep waktu yang paling penting yaitu, konsep waktu

‘sintagmatik’ (linear); dan konsep waktu ‘paradigmatik’ (non linear). Dalam

suatu wacana (discourse), kata-kata muncul secara berurutan. Linearitas bahasa

meniadakan kemungkinan adanya dua unsur bahasa diucapkan sekaligus.

Kombinasi unsur-unsur berdasarkan urutan ini dinamakan ‘syntagme’. Jadi

Page 18: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 18

hubungan ‘sintagmatik’ adalah hubungan unsur-unsur kebahasan yang muncul

dalam satu urutan, sesuai denagn linearitas bahasa (Saussure, 1963: 170-173).

Contoh : Saya masuk warung, makan dan minum, kopi.

Di luar wacana, kata-kata yang mempunyai salah satu segi persamaan

dapat berasosiasi dalam pikiran, dan terbentuklah kelompok kata-kata yang

mempunyai hubungan yang berbeda-beda. Hubungan ini disebut ‘paradigmatik’

berada dalam pikiran, merupakan kemampuan pribadi seseorang, dalam bahasa

(Saussure, 1969: 170-175).

Dapat dikatakan bahwa tahap ‘komplikasi’ dan ‘resolusi’ ada hubungan

‘sintagmatik’; sedang tahaptahap ‘abstraksi’; orientasi, evaluasi, dan ‘coda’ ada

hubungan ‘ paradigmatik’.

5. Renungan

Ada hubungan fundamental pengkajian sastra dan bahasa. Sebaiknya ahli

sastra dan ahli gramatika mempelajari hubungan keduannya untuk memperoleh

hasil pengkajian yang utuh. Stilistika bisa dipakai sebagai sarana pengkajian

tersebut. Stilistika adalah biidang sastra yang paling dekat denagn ‘retorika’.

Retorika bicara tentang komposisi, argumentasi, dan pidato.

Makna sebuah teks adalah hubungannya denagn konteksnya.

Strukturalisme memberi kedisiplinan untuk mengkaji mulai denagn konteks

dalam teks. Berdasarkan tingkatannya, ada hubungan ‘parataktik’ (koordinasi)

dan ‘hipotaktik.

B. Bahasa Puisi

Ciri-ciri bahasa sehari-hari dan bahasa sastra atau bahasa puisi tidak

selamanya ajeg (consisitent). Artinya, ada bahasa sehari-hari yang bercirikan bahasa

puisi, dan sebaliknya ada bahasa puisi yang bercirikan bahasa sehari-hari. Bahkan

ciri-ciri bahsa puisi, prosa, dan drama saling tumpang tindih.

Bahasa puisi tidak selalu berupa ‘ekspresi hiasan’; bukan juga keindahan

yang menjadikannya ciri khasnya; tidak pula identik dengan bahsa emosional; dan

tidak sepenuhnya bercirikan secra khusus oleh kekongkritannya atau keplaktisan, ini

berarti kemenduaan.

Page 19: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 19

Dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa ciri bahasa puisi mengggunakan

bahasa yang fungsi estetiknya dominan. Sedang bahasa sehari-hari lebih mengacu

pada fungsi kegunaannya (pragmatik). Jan Mukarovsky (1976: 6) mengemukakan

bahwa bahasa puisi itu menempatkan fungsi sebagai ciri khusus yang tetap.

Fungsinya merupakan modus pemanfaatan ssifat-sitfat dari gejala-gejala yang

dikemukakan secara fungsional bahsa puisi adalah suati adaptasi; linguistik ke arah

suatu tujuan ekspresi lingustik.

Berdasarkan uraian di atas, puisi berbeda dengan retorika. Puisi berfungsi

untuk membangkitkan keeharuan dan emosional sedang retorika berfungsi untuk

menyampaikan ide atau gagasan. Pembedaan antara puisi dan retorika tidak bersifat

linguistik, walaupun metafora yang bersifat linguistik bukan sebagai sarana puitik.

Jadi jelas bahwa puisi atau bukan puisi adalah konvensi atau kebiasaan masyarakat.

Demikian juga bahasa puisi yang menentukan adalah konvensi masyarakat.

C. Bahasa Drama Kedudukan, Fungsi, Peranan dan Gaya

1. Hubungan pengkajian Bahasa, Sastra, Budaya, dan Seni Tradisional

Yang dimaksuud ‘Teater Tradisional” adalah jenis teatter daerah atau

etnis yang telah mentradisi sifatnya. Seni teater tradisional bersifat kedaerahan

di dalam masyarakat sudah ada, dan berjalan berabad-abad lamanya. Ia telah

merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.

Teater Tradisional tersebut karena sifat kedaerahannya, umumnya

menggunakan bahasa daerah sebagaiu medianya. Bahasa daerah berfungsi

sebagai:

a. lambang kebanggaan daerah,

b. lambang identitas daerah, dan

c. alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.

Pembinaan bahasa daerah dilakukan dalam rangka pengembangan

bahasa Indonesia dan untuk memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dan

khasanah kebudayaan nasional sebaggai salah satu sarana identitas nasional.

Page 20: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 20

2. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Seni

Pembinaan kesenian daerah (dalam konteks ini, baca: Seni Teater

Tradisional) ditingkatkan dalam rangka mengembangkan kesenian nasional agar

dapat lebih memperkaya kesenian Indonesia yang beraneka ragam.

Tradisi dan peninggalan sejarah (termasuk dari Seni Teater Tradisional)

yang mempunyai nilai perjuangan bangsa, kebanggan serta kemanfaatan

nasional tetap terepelihara dan dibina untuk memupuk, memperkaya dan

memberi corak pada kebudayaan nasional.

Seni Teater Tradisional dalam program Sosiodrama yang dimaksud ialah

suatu bentuk kesenian yang menyatu denagn kehidupan masyarakatnya, dan

mempunyai sifat spontan, sederhana, improvisasi, akrab, serta dapat langsung

menyampaikan pesan yang mudah diresapi oleh masyarakat lingkungannya.

3. Teater Tradisional sebagai Media Komunikasi

Komunikasi merupakan dasar dari pada hubungan antar manusia yang

ada di dalam masyarakat. Komuniukasi merupakan mekanisme atau sarana

dalam pengoperan rangsangan yang berupa pesan pembangunan di dalam

masyarakat yang sedang giat-giatnya membangun.

Teater tradisional pada umumnya disajikan dengan menggunakan bahasa

lisan (maksudnya tanpa naskah lakon) dalam cakapannya. Bahasa tulis baku

sudah banyak kriteria yang bisa dipedomani:

a. Jika menyangkut masalah kosa kata, berpedoman pada KUBI;

b. Jika menyangkut masalah peristilahan, berpedomanlah pada PUPI;

c. Jika menyangkut masalah ejaan, berpedomanlah pada PU EYD;

d. Jika menyangkut masalah gramatika atau ketatabahasaan, berpedomanlah

pada buku-buku tatabahasa yang sekarang kita gunakan.

Teater tradisional pada umunya tumbuh, hidup, dan berkembang di

daerah-daerah. Bahasa yang digunakan pada umumnya adalah bahasa lisan

daerah. Disajikan dalam situasi tak resmi. Itu bukan berarti bahwa penggunaan

bahasanya bisa dilaksanakan denagn semena-mena.

Kerja sama antar orang Indonesia, ini berarti bahwa proses

komunikasinya harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk

Page 21: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 21

masyarakat pedesaan yang sebagian besar (80 %) mereka menggunakan bahasa

daerah sebagai media komunikasi mereka.

4. Filsafat komunikasi Negara Sedang Berkembang

Proses komunikasi tidak bisa terlepas dari proses politik dan

slosiokultural pada suatu masyarakat. Peranan komunikasi di dalam negara

sedang berkembang menjadi:

a. penyebab dan pembawa perubahan

b. pengubah tradisi (dalam arti positif maupun negatif),

c. penimbul tuntutan dan harapan baru yang belum dikenal,

d. penyebab urbanisasi di mana urbanisasi merupakan penyebab dari

pengakhiran buta huruf, dan

e. pengakhir buta huruf serta pengaruh dari media elektronika mempertinggi

pengaruh media, serta kecenderungan mempercepat proses pembangunan ke

modernisasi.

Fungsi komunikasi di dalam negara sedang berkembang adalah

pendidikan dan penerangan dalam usaha mengatasi segala macam problema

yang bisa timbul akibat logis dari proses pembauran (penekanannya pada

integritas) dan pembaruan dengan jalan membangun di segala bidang.

Pekerjan pengoperan atau estafet atas pesan dari keyakinan yang

dimaksud dalam suatu issue tidaklah mudah. Diperlukan retorika dan seni

berkomunikasi. Di sini diperlukan adanya keserasian antara komunikator si

pembawa pesan denagn sarana komunikasi (dalam hal ini seni Teater

Tradisional)

5. Seniman sebagai Humas dan Komunikator

Sebagai pemain dalam seni teater tradisional, di samping fungsinya

sebagai poemeran watak tokoh, seniman juga berperan sebagai komunikator.

Dalam fungsinya sebagai komunikator pada masyarkat Indonesia yang sedang

melaksanakan tugas pembangunan termasuk di dalamnya usaha membangun

bahasanya, seniman bisa saja menyisipkan pesan yang sedang menjadi issue

pembinaan dan pengembangan bahasa. Yaitu gunakanlah bahasa dengan baik

dan benar menuju bahsa Indonesia modern yang mampu mengungkapkan

konsepsi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bahsa Indonesia yang tidak

Page 22: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 22

memberi kesan rancu dan kacau sampai batas-batas perkembangan dan

kewajaran.

6. Pengindonesiaan Teater Tradisional

Perlu dikemukakan terlebih dahulu beberapa istilah seni sastra dan teater

yang menggunakan kata Indonesia sebagai atributnya dan sering menimbulkan

kekacauan. Yang dimaksud di sisni antara lain:

a. Apa yang dimaksud dengan sastra Indonesia

1) Sastra yang menggunakan bahasa Indonesia

2) Sastra yang ditulis orang Indonesia

3) Sastra tentang Indonesia

4) Sastra yang beredar di Indonesia

5) Sastra yang terbit di Indonesia dan sebagainya.

Dilihat dari segi kedudukan dan fungsinya, bahasa Indonesia adalah

sebagai identitas suatu bangsa, yaitu bahasa Indonesia. Maka dalam konteks ini,

sastra Indonesia adalah sastra yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai

medianya.

b. Analog dengan rumus no. 1 di atas, sastra daerah adalah sastra (termasuk

seni teater) yang menggunakan bahasa daerah sebagai medianya. Karena

bahasa daerah mempunyai fungsi sebagai identitas kedaerahan.

Pengindonesiaan teater tradisional, bentuk wayang misalnya, tidak

sekedar pengalihbatasan dari bahsa Daerah ke dalam bahasa Indonesia, tetapi

juga proses alih kode dan alih budayanya itu tidak mudah. Pendekatan semiotika

dan stilistika dalam karya sastra, dengan melibatkan telaah estetika terhadap

kode sastra, kode bahasa, dan kode budaya dalam satu hihirarki tersistem,

dimungkinkann bisa memberi kemudahan dalam pemahaman, sekaligus

memberi makna yang bulat utuh.

7. Gaya Bahasa Drama

Bahasa dalam drama, lazimnya menggunakan bahasa dalam bentuk

cakapan (dialog atau monolog: monolog, aside atau sampingan, solilokul).

Bahasa cakapan mengacu pada citraan dengaran (auditory imagery). Hal ini

menyiratkan kepada kita bahwa bahasa drama hendaknya memperhitungkan

Page 23: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 23

kemungkinan pementasannya untuk didengar penonton artinya tidak sekedar

untuk dibaca seperti halnya dalam drama baca atau drama literer.

Salah satu perbedaan antara jenis drama dengan jenis puisi terletak pada

cara dan teknik penggunaan aspek bahasanya. Genre drama kata lebih

bergantung pada cara dan teknik pemanfaatan cakapan. Cakapan dalanm drama

harus dapat melukiskan tikaian (konflik). Pada dasarnya, cakapan (di samping

penokohan atau perwatakan, dan gerak ) adalah perwujudan dari tikaian atau

konflik yang menjadi hakikat sebuah drama.

Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam bahasa

drama:

1) Bahasa drma hendaknya mampu melahirkan mpermasalahan yang harus

dipikirkan, dirasakan, dipecahkan oleh tokoh-tokoh watak,

2) Bahasa drama hendaknya bisa menggambarkan kekhasan masing-masing

tokoh wataknya

3) Bahasa drama hendaknya mampu membina alur dramatis (dramatic

plot).

Pengkajian aspek bahasa, gaya, stail (style) bertujuan untuk melukiskan

sejauh mana keberhasilan seorang teaterawan menggarap cakapan, sesuai

dengan aplikasi bahasa kreatif yang imaginatif, figuratif, simbolik, metaforik,

dan memiliki unsur-unsur estetika bahasa.

a. Gaya Bahasa Drama Sejarah

Sifat umum dalam Drama Sejarah adalah banyak menggunakan gaya

bahasa arkaik (archaic: kuno sudah tidak lagi dipakai) dengan menggunakan

unsur-unsur gramatika yang membina kata-kata yang indah, penuh kiasan

perbandingan, dan kadang-kadang terasa bombastis, yaitu penggunaaan kata-

kata yang muluk-muluk. Hal ini dipengaruhu oleh gaya bahasa drama-drama

Shakespcare. Gaya bahasa drama sejarah ini sering menggunakan bahasa

berirama (sajak), yaitu gaya bahasa drama liris atau drama puitis.

b. Gaya Bahasa Drama Realisme

Jenis drama merupakan jenis bahasa yang paling efektif daripada

jenis prosa dan puisi. Sebenarnya, dialog atau cakapan dalam drama memang

cenderung mengabaikan berbagai corak keindahan bahasa disamping

Page 24: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 24

sifatnya yang idiomatik dan untuk menyesuaikan gaya dramawan pada

zamannya. Gaya yang digunakan diciptakan untuk menghidupkan suasana

realitas.

Gaya bahasa dengan memperhilangkan fonem: baik di muka

(eferesis), di tengah (syncope), maupun di belakang (apocope), merupakan

gaya bahasa realis yang menimbulkan suasana realis atau seharian.

Kelebihan gaya bahasa drama realis ini, dengan menggunakan bahasa sehari-

hari dalam dialognya, diharapkan lakon akan lebih akrab dan intim dengan

publiknya.

c. Gaya Bahasa Drama Absurdisme

Di Indonesia, gaya absurdisme dalam drama dimulai dengan

munculnya drama-drama Iwan Simatupang. Salah satu ciri drama yang

absurdisme ialah, bahasanya agak sukar dipahami jika dibanding dengan

gaya drama realisme. Hal ini disebabkan absurdisme diniatkan untuk

menyampaikan gejolak-gejolak batin manusia, dan masalah-masalah yang

ada di dalam jiwanya. Dalam gaya absurdisme sering kita jumpai pula

perulangan-perulangan yang salah satu fungsinya untuk membina struktur

alur dramatik, yang bisa pula menimbulkan tegangan-tegangan. Gejala gaya

bahasa absurdisme dalam drama ini terjadi di Barat, yaitu munculnya aliran

baru yaitu anti realisme.

Page 25: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 25

BAB V

GAYA BAHASA

A. Hakikat dan Syarat Gaya Bahasa

1. Hakikat dan Pengertian Gaya Bahasa

Hakikat gaya (style) adalah cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui

bahasa, tingkah laku, dan sebagainya. Dengan mempelajari gaya dari seseorang, kita

akan mengetahui dan menilai pribadi, watak dan kemampuan sseorang yang

bersangkutan. Gaya bahasa merupakan bagian dari pilihan kata atau diksi yang

mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas,

tidak hannya meliputi unsur-unsur kalimat yang memperhatikan corak-corak

tertentu, seperti yang umum terdapat dalam retorika-retorika klasik.

2. Syarat-syarat Gaya Bahasa

Gorys Keraf (1981: 99) menyatakan bahwa gaya bahasa yang baik harus

mengandung tiga unsur dasar yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik.

B. Jenis-jenis dan Ragam Gaya Bahasa

1. Berdasarkan Titik Tolak yang Dipergunakan

Gorys Keraf (1981: 127) mengklasifikasikan gaya bahasa berdasarkan

titik tolak yang dipergunakan ke dalam empat jenis, antara lain:

a. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam

menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar dapat dibedakan,

yaitu:

1) Gaya bahasa resmi

2) Gaya bahasa tak resmi

3) Gaya bahasa percakapan

b. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat

Ada beberapa gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, antara lain:

1) Struktur kalimat

Dilihat dari segi kegayabahasaannya, kalimat-kalimat dapat

bersifat periodik, kendur dan berimbang (Gorys Keraf, 1981: 106-108).

Page 26: hfdsihfkdjldsk;g,dfgdfgdsgfh Satoto

www.sastra33.blogspot.com 26

2) Gaya bahasa

Berdasarkan corak struktur kalimat, gaya bahasa dibagi menjadi

lima yaitu klimaks, antiklimaks, repetisi, pararelisme, dan antitesis.

(Gorys Keraf, 1981: 108-111).

c. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Berdasarkan nada yang terkandung dalam sebuah wacana, gaya

bahasa dibedakan ke dalam: gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan

gaya menengah. (Gorys Keraf, 1981: 111-114).

d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa dibedakan,

antara lain:

1) Gaya bahasa retoris

Gaya bahasa retoris dibedakan menjadi beberapa yaitu: aliterasi,

inverse, apofasis, apostrof, asidenton, kiasmus, ellipsis, eufemismus,

hysteron porteron, ironi, litotes, muendo, perfrasis, pleonasme, prolepsis,

pernyataan retoris, silepsis dan zeugma (Gorys Keraf, 1981: 114-121).

2) Gaya bahasa kiasan

Gaya bahasa kiasan adalah gaya yang dilihat darii segi makna

tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna-kata-kata yan

membentuknya. Gaya bahasa ini, pertama dibentuk berdasarkan

perbandingan dan persamaan. Perbandingan berbentuk bahasa kiasan

pada mulanya dari analogi.

2. Berdasarkan Maksud dan Tujuan yang Hendak Dicapai

Gaya bahasa merupakan sarana penunjang bagi pengembangan kosakata,

keterampilan berbahasa, pemahamn serta penghayatan karya sastra. Gaya bahasa

adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Berdasarkan masud dan tujuan

yang hendak dicapai, maka gaya bahasa dapat dibedakan atas:

a. Gaya bahasa perbandingan

b. Gaya bahasa pertentangan

c. Gaya bahasa pertautan