hernioplasty

download hernioplasty

of 33

Transcript of hernioplasty

HERNIOTOMI HERNIORAFI

HERNIOTOMI HERNIORAFI2010

PENDAHULUANTindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang lebih sensitif. Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga outcome yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah sakit.Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.

Berdasarkan kasus yang didapatkan seorang buruh angkut di pasar berusia 25 tahun datang berobat ke poliklinik bedah, karena ada benjolan di lipat paha kanannya sejak 3 bulan yang lau. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan lengkap, pasien didiagnosa menderita hernia inguinalis dextra reponible dan direncanakan operasi 1 minggu kemudian. Adapun pemeriksaan tidak memiliki penyakit penyerta.1,2HERNIA2,3Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut,manakala Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut.Gangguan ini sering terjadi di daerah perut - jadi hernia adalah penonjolan isi rongga perut melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding perut. Dinding yang lemah tersebut membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Penonjolan ini sering terlihat sebagai suatu benjolan. Benjolan tersering terjadi di lipat paha bahkan bisa turun sampai skrotum (kantung kemaluan). Benjolan keluar kalau berdiri, dan menghilang jika berbaring/tidur. Kondisi menjadi lebih parah bila ada dorongan akibat peningkatan tekanan di dalam rongga perut. Misalnya, akibat mengejan ketika buang air besar (pada penderita ambein/wasir), mengejan ketika buang air kecil (pada penderita hipertrofi/pembesaran prostat) batuk-batuk, atau pekerjaan sering mengangkat beban berat. Selain itu dengan adanya benjolan akan memberikan rasa tidak nyaman dan ukuran benjolan jika tidak di terapi besarnya tidak terbatas, bahkan ada yang mencapai 1/3 bawah paha (seperti terlihat pada gambar), namanya hernia permagna. Hernia tidak hanya terjadi pada usia lanjut tapi dapat juga terjadi pada anak-anak. - semua kalangan, semua umur dan semua jenis kelamin. Lebih sering dialami laki-laki dibandingkan perempuan. Ini terjadi karena adanya perbedaan proses perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Pada janin laki-laki, testis (buah pelir) turun dari rongga perut menuju skrotum (kantung kemaluan) pada bulan ketujuh hingga kedelapan usia kehamilan. Lubang yang berupa saluran itu akan menutup menjelang kelahiran atau sebelum anak mencapai usia satu tahun. Ketika dewasa, daerah itu dapat menjadi titik lemah yang potensial mengalami hernia. Lokasi yang paling sering adalah daerah lipat paha (groin), skrotum dan femoral. Lebih sering terjadi pada sebelah kanan. Lokasi lain terjadinya hernia adalah hernia ventral, umbilical, epigastrik, insisional, spigelian, stoma hernia. Hernia insisional terjadi akibat luka pembedahan pada daerah perut (biasanya irisan tengah) yang tidak menyembuh komplit sehingga tempat irisan tersebut menjadi daerah terlemah / defek yang menyebabkan isi rongga perut menonjol. Keadaan yang membahayakan dari hernia adalah bila usus yang keluar tidak dapat kembali masuk ke rongga perut kemudian terjepit dan membusuk. Tindakan operasi harus segera dilakukan, selain menutup lubang dan memperkuat jaringan, pemotongan dan penyambungan usus yang mengalami jepitan tadi juga harus dilakukan jika usus sudah dalam keadaan membusuk / gangrene.Pada orang dewasa, hernia terjadi karena faktor kelemahan dinding perut. Otot dinding rongga perut yang melemah, bisa dikarenakan usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada wanita, kegemukan juga dapat memungkinkan timbulnya daerah yang lemah. Keadaan-tersebut dapat mengakibatkan usus terdorong ke dalam "daerah perbatasan" yang lemah tadi dan menonjol ke luar. Pendapat lain menyatakan, kebiasaan merokok, penyakit yang mengenai jaringan ikat, dan penyakit gula (diabetes melitus) juga dapat mempengaruhi timbulnya hernia. Hal tersebut berkaitan dengan gangguan metabolisme pada jaringan ikat. Selain faktor usia, dorongan pada rongga perut yang sering akibat penyakit / pekerjaan tertentu yang mengakibatkan timbulnya kelemahan dinding perut. Daerah terlemah pada dinding perut adalah kanal inguinal dan anal femoral juga daerah umbilical / pusar.

Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan. Karena penyebab hernia adalah kelainan anatomi akibat dinding perut yang melemah, pembedahan memang menjadi satu-satunya terapi. Terapi nonbedah berupa pemakaian penopang (truss) hanya bersifat menunjang, sama sekali tidak memperbaiki hernia itu, apalagi menyembuhkan. Cara ini diperuntukkan bagi penderita yang menolak operasi atau, karena keadaan yang tidak memungkinkan, tidak dapat dioperasi. Namun, untuk penderita yang menolak operasi, perlu dijelaskan bahwa keadaan penyakitnya dapat berlanjut dan akhirnya tetap diperlukan operasi Pada orang dewasa, pembedahan dilakukan untuk menutup lubang dan memperkuat bagian yang lemah. Otot perut dirapatkan menutupi lubang yang ada. Pada zaman dulu, operasi dilakukan dengan menempatkan penderita dalam "posisi Trendelenburg" (kepala di bawah) agar isi hernia masuk kembali ke rongga perut oleh gaya gravitasi Bumi. Pembedahan dapat dilakukan terencana, tidak harus segera. Khusus untuk hernia inkarserata dan strangulate (hernia dengan usus yang terjepit / usus-benjolan yang tidak dapat masuk kembali kedalam rongga perut), tindakan operasi harus segera dilakukan. Bila tidak, bagian isi hernia yang terjepit lalu membusuk dan bisa menjadi sumber infeksi ke seluruh dinding usus (peritonitis). Akibat yang lebih buruk adalah kematian bagi penderitanya. Tidak dapat dipastikan setelah melakukan operasi semuanya akan dapat teratasi. Penderita biasanya masih mengeluh soal lain. Setelah operasi ia merasakan bagian yang dioperasi seperti tertarik dan nyeri. Rasa nyeri ini lama-lama akan berangsur pulih. Pada anak-anak, sebelum anak mencapai usia satu tahun, biasanya belum dilakukan tindakan. Diharapkan, lubang akan menutup sendiri mengikuti pertumbuhannya. Namun, jika setelah berusia satu tahun, lubang masih terbuka, dokter akan menganjurkan operasi. Kalau dibiarkan, lubang dapat bertambah besar. Ketika anak mulai berjalan dan beraktivitas, lubang tadi dapat terus membesar akibat dorongan terus-menerus. Akibatnya, tidak hanya cairan yang keluar, usus pun dapat keluar, sehingga berlanjut menjadi hernia." Pada anak-anak, tindakan hanya ditujukan untuk menutup lubang. Untuk mencegah kekambuhan, penderita harus menghindari hal-hal yang dapat meninggikan tekanan di dalam rongga perut, misalnya batuk dan bersin yang kuat, konstipasi (sembelit), mengejan, serta mengangkat barang berat. Misalnya, untuk menghindari batuk-batuk yang persisten, kalau ia perokok sebaiknya berhenti merokok. Jangan sampai ia harus mengejan, kalau ada kesulitan buang air kecil atau besar, sebaiknya segera berobat dan diatasi dulu. Kalau pekerjaan penderita sering menuntut dirinya mengangkat beban berat, sebaiknya ia minta dipindahtugaskan. Pada wanita yang kegemukan, dianjurkan untuk mengurangi bobot badan. Terapi tunggal dengan melakukan operasi. Operasi dengan memotong kantong hernia (herniotomi) dilanjutkan dengan herniotomi/hernioplasty (memperkuat dinding posterior abdomen dan cincin hernia) agar tempat terlemah tadi bisa menjadi lebih 'kuat'. Pada anak-anak hanya dilakukan herniotomi saja tanpa herniorafi.ANESTESI1,4TRIAS ANESTESI :

Analgesia

Hipnosis

Arefleksia / relaksasi

STADIUM ANESTESI

Stadium 1 : Stadium analgesia atau disorientasi

- Induksi ( kesadaran hilang

- Nyeri (() o.k bedah kecil

- Berakhir : refleks bulu mata hilang

Stadium 2 : stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium

- Kesadaran (-)/ refleks bulu mata (-) ----- ventilasi teratur

- Terjadi depresi pada ganglia basalis ( rx berlebihan bila ada rangasang

(hidung, cahaya, nyeri, rasa, raba)

Stadium 3 :

Disebut Stadium Pembedahan; ventilasi teratur ---- apneu, terbagi 4 plana :

Plana 1:- Ventilasi teratur : torako abdominal

- Pupil terfiksasi, miosis

- Refleks cahaya (+)

- Lakrimasi (

- Refleks faring dan muntah (-)

- Tonus otot mulai ( Plana 2 :- Ventilasi teratur : abdominaltorakal

- Volume tidal (

- Frekuensi nafas (

- Pupil : terfiksasi ditengah, midriasis

- Refleks cahaya (

- Refleks kornea (-)

Plana 3 :- Ventilasi teratur : abdominal dgn kelumpuhan saraf interkostal

- Lakrimasi (-)

- Pupil melebar dan sentral

- Refleks laring dan peritoneum (-)

- Tonus otot ( Plana 4 : - Ventilasi tidak teratur dan tidak adequat ok otot diafragma

lumpuh (( tonus otot tidak sesuai volume tidal)

- Tonus otot ((- Pupil midriasis

- Refleks sfingter ani dan kelenjar lakrimalis (-)

Stadium 4 : Stadium paralisis

- Disebut juga stadium kelebihan obat.

- Terjadi henti nafas sampai henti jantung

ANESTESI LOKAL/ REGIONAL1,3,4( blokade reversibel konduksi saraf

mencegah DEPOLARISASI dengan blokade ion Na+ ke channel Na ( blokade konduksi) ( mencegah permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+Penggolongan anestesi lokal:

PRA OPERASI

Fase pra operasi dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.

PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI4,5Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :1) Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi2) Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi3) Reparatif : Memperbaiki luka multiple

4) Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah plastik

5) Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh : pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan.

Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :1)Kedaruratan/EmergensiPasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.2)UrgenPasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.

3)DiperlukanPasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tiroid, katarak.

4)ElektifPasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.

5)PilihanKeputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :1)MinorMenimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : insisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi.

2)MayorMenimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.PERSIAPAN PRE ANESTESI4Tindakan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan atau perawat anestesi di kamar operasi pada pasien yang akan menjalani pembedahan

1) Memberikan kenyamanan dan keamanan pada pasien yang sedang menjalani pembedahan

2) Memberikan kenyamanan kepada dokter bedah dalam melakukan tindakan pembedahan

3) Mengembalikan fungsi fisiologis pasien setelah menjalani pembedahan seperti saat sebelum menjalani pembedahan.

Anestesi umum adalah merupakan tindakan medis dengan memberikan obat-obatan yang mengakibatkan penderita tidak sadar yang bersifat sementara. Menghilangkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh suatu tindakan pembedahan:1) Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi di ruang instalasi bedah sentral baik elektif / terencana maupun emergensi.

2) Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien belum sadar secara penuh.

3) Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca pembedahan sesuai perintah dokter anestesi.Latar Belakang

Persiapan pra anestesi umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya, untuk bedah darurat waktu yang tersedia lebih singkat. Perencanaan pra operasi yang adekuat sangat penting untuk menghindari komplikasi operasi dan anestesi.

Tujuan

Persiapan pra anestesi dilakukan bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dan merencanakan serta memilih teknik dan obat-obat anestesi yang sesuai. Selain itu, ia bertujuan untuk menentukan klasifikasi yang sesuai dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology).I. OPERASI ELEKTIFEvaluasi PasienA.Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam anamnesa :1. Identifikasi pasien , misal: nama,umur, alamat, pekerjaan dan lain-lain

2. Pernyataan persetujuan untuk anestesi yang ditandatangani oleh pasien atau wali

3. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi, antara lain : penyakit alergi, penyakit paru-paru kronik ( asma bronkial, bronkitis ), penyakit jantung, hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.4. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan yang mungkin menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.5. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami pada waktu yang lalu, berapa kali dan selang waktu. Apakah saat itu mengalami komplikasi, seperti: lama pulih sadar, memerlukan perawatan intensif pasca bedah, dan lain-lain.

6. Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi, seperti : merokok, minum minuman beralkohol, pemakai narkoba.7. riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. jelaskan perlunya puasa sebelum operasi).8. Riwayat penyakit keluarga.B. PEMERIKSAAN FISIK

1) Pemeriksaan fisik rutin meliputi: keadaan umum, kesadaran, anemis / tidak, BB, TB, suhu, tekanan darah, denyut nadi, pola dan frekuensi pernafasan.2) Dilakukan penilaian kondisi jalan nafas yang dapat menimbulkan kesulitan intubasi

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1) Darah : Hb, Ht, hitung jenis lekosit, golongan darah, waktu pembekuan dan perdarahan2)Urine : protein, reduksi, sedimen3)Foto thorak : terutama untuk bedah mayor4)EKG : rutin untuk umur > 40 tahun5)Elekrolit ( Natrium, Kalium, Chlorida )6)Dilakukan pemeriksaan khusus bila ada indikasi ,misal: EKG : pada anak dan dewasa < 40tahun dengan tanda-tanda penyakit kardiovaskuler.

Fungsi hati ( bilirubin, urobilin dsb ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi hati.

Fungsi ginjal (ureum, kreatinin ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi ginjal.

Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian dapat meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat anestesi yang akan digunakan. Prognosis dibuat berdasarkan kriteria yang dikeluarkan ASA (American Society of Anesthesiologist).4-6- ASA 1

Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang akan dioperasi.

- ASA 2

Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi ringan

- ASA 3

Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrol

- ASA 4

Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum

- ASA 5

Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat

- ASA 6

Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.

Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D (darurat), mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1.E. Pasien usia > 60 tahun, pasien obesitas tergolong kategori ASA 2. Pilihan Cara Anestesi1,3,4Anestesi terbagi kepada 2 yaitu anestesi umum dan lokal.

Anestesi umum :

Inhalasi

Intravena

Anestesi lokal :

Topikal : oles, spray atau tetes

Infiltrasi

Blok

Regional : spinal dan epidural

Bier blok

Teknik dan obat yang akan digunakan, disesuaikan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi ekonomi. Apakah nanti pasien diberi anestesi umum ataukah anestesi regional ? Jika memakai anestesi umum, teknik apa yang digunakan ? Intravena, Inhalasi atau campuran ? Apakah nanti pasien dipasang sungkup (facemask), Laryngeal Mask Airway, Intubasi endotrakeal ? Apakah nanti napasnya dikendalikan ataukan di-spontan-kan?

Informed Consent

Sebelum melakukan prosedur anestesia, penting sekali memberikan informasi tentang risiko anestesi, kepada pasien atau penanggungjawab pasien. Risiko tindakan harus disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab atas diri pasien, yakni pihak yang memberikan persetujuan dan menandatangani surat izin operasi / surat izin anestesi.

Persiapan Pada Hari Operasi1,3-51) Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi / muntah. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi , sedang anak / bayi 4-5 jam.2) Tentang pemberian cairan infus sebagai pengganti defisit cairan selama puasa, paling lambat 1 jam sebelum operasi (dewasa) atau 3 jam sebelum operasi , untuk bayi / anak dengan rincian : 1 jam I : 50% 1 jam II : 25% 1 jam II : 25 %3) Gigi palsu / protese lain harus ditanggalkan sebab dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu.4) Perhiasan dan kosmetik harus dilepas /dihapus sebab akan mengganggu pemantauan selama operasi.5) Pasien masuk kamar bedah memakai pakaian khusus, bersih dan longgar dan mudah dilepas.

6) Periksa formulir informed consent.7) Sudah terpasang jalur / akses intravena menggunakan iv catheter ukuran minimal 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling maksimal bisa dipasang.8) Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2.

9) Dilakukan pemeriksaan fisik ulang, jika ditemukan perubahan dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan elektif maka pembedahan dapat ditunda untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut.PremedikasiTujuan

pasien tenang, rasa takutnya berkurang

Mengurangi nyeri/sakit saat anestesi dan pembedahan

Mengurangi dosis dan efek samping anestetika

Menambah khasiat anestetika

Cara

intramuskuler (1 jam sebelum anestesi dilakukan)

intravena (5-10 menit sebelum anestesi dilakukan, dosisnya 1/3 1/2 dari dosis intramuscular)

oral misalnya, malam hari sebelum anestesi dan operasi dilakukan, pasien diberi obat penenang (diazepam) peroral terlebih dahulu, terutama pasien dengan hipertensi.

1. hilangkan kegelisahan ( Tanya jawab

2. ketenangan ( sedative

3. ananlgesi ( narko analgetik

4. amnesia ( hiosin diazepam

5. turunkan sekresi saluran nafas ( atropine, hiosisn

6. meningkatkan pH kurangi cairan lambung ( antacid

7. cegah reaksi alergi ( anihistamin, kortikosteroid

8. cegah refleks vagal ( atropine

9. mudahkan induksi ( petidin, morfin

10. kurangi kebutuhan dosis anestesi ( narkotik hypnosis

11. cegah mual muntah ( droperidol, metoklorpamid

Penggolongan Obat-Obat Premedikasi

1. Golongan Narkotika 2. Golongan Sedativa & Transquilizer

3. Golongan Obat Pengering II. OPERASI DARURAT ( EMERGENCY )1) Dilakukan perbaikan keadaan umum seoptimal mungkin sepanjang tersedia waktu.2) Dilakukan pemeriksaan laboratorium standard atau pemeriksaan penunjang yang masih mungkin dapat dilakukan.3) Pada operasi darurat, dimana tidak dimungkinkan untuk menunggu sekian lama, maka pengosongan lambung dilakukan lebih aktif dengan cara merangsang muntah dengan apomorfin atau memasang pipa nasogastrik.4) Dilakukan induksi dengan metode rapid squence induction menggunakan suksinil kolin dengan dosis 1 2 mg /kgBB.5) Pemeliharaan anestesi dan monitoring anestesi yang lainnya sesuai dengan operasi elektif.INTRA OPERASI2,6Fase intra operasi dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Untuk mengatasi masalah hernia inguinalis ini, bisa didapatkan 2 opsi pembedahan yaitu herniorraphy dan herniotomy. Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek..Terdapat terknik operasi Herniotomi Herniorafi Lichtenstein yang bisa dilakukan dengan langkah-langkah tersebut: Penderita dalam posisi supine dan dilakukan anestesi umum, spinal anestesi atau anestesi lokal Dilakukan insisi oblique 2 cm medial sias sampai tuberkulum pubikum Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE (Muskulus Obligus Abdominis Eksternus) Aponeurosis MOE dibuka secara tajam Funikulus spermatikus dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan dikait pita dan kantong hernia diidentifikasi Isi hernia dimasukan ke dalam cavum abdomen, kantong hernia secara tajam dan tumpul sampai anulus internus Kantong hernia diligasi setinggi lemak preperitonium , dilanjutkan dengan herniotomi Perdarahan dirawat, dilanjutkan dengan hernioplasty dengan mesh Luka operasi ditutup lapis demi lapis. Herniotomi merupakan suatu tindakan pembedahan dengan cara memotong kantong hernia, menutup defek. Benjolan di daerah inguinal dan dinding depan abdomen yang masih bisa dimasukan kedalam cavum abdomen. Langkah-langkah untuk melakukan operasi ini adalah: Penderita dalam posisi supine dan dilakukan anestesi umum. Dapat ditambah dengan kaudal blok. Dilakukan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi Lapangan operasi ditutup dengan doek steril Dilakukan insisi transversal 1/3 tengah pada skin crease abdomino inguinal sejajar ligamentum inguinale Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE Aponeurosis MOE dibuka secara tajam Funikulus spermatikus diidentifikasi kemudian mencari kantong hernia di antromedial Sisi hernia dimasukan ke dalam cavum abdomen Kantong hernia dipotong pada jembatan kantong proximal dan distal. Kemudian kantong proximal diikat setinggi lemak preperitonium Perdarahan dirawat, dilanjutkan menutup luka operasi lapis demi lapis.

Gambaran Herniotomi

Sebelum pembedahan dijalankan,dokter anestesi haruslah melakukan anestesi spinal pada pasien. Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L4-5.Tusukan pada L1-2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan , misalnya dengan lidokain 1-2 % 2-3 ml.

5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 900 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.

Pada tindakan anestesi diberikan premedikasi berupa ondansetron 4 mg i.v dan antrain 1000 mgr i.v, pada induksi anastesi disuntikan secara SAB pada vertebra lumbal 3-4 obat yang digunakan adalah bupivacain 20mg, kemudian untuk menjaga oksigenasi diberikan O2 3L/m. Ondancentron adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan muntah pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Induksi anastesi pada kasus ini adalah dengan menggunakan anastesi lokal yaitu bupivacain 20 mg , bupivacain merupakan obat anastesi lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia, sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang terblock. Pemberian O2 3 liter/menit adalah untuk menjaga oksigenasi pasien. Pada anestesi regional seharusnya pasien tidak perlu lagi diberikan obat-obatan induksi intra Vena seperti ketamin, propovol, dan tiopental, tetapi pada pasien ini tetap diberikan ketamin inta vena dikarenakan pasien masi tampak gelisah dan kesakitan. Hal ini kemungkinan dikarenakan kegagalan dalam tindakan anestesi Sub Araknoid Blok ( SAB).

Selama masa pembedahan,dokter bedah haruslah memastikan tiadanya perdarahan yang berlaku.Kerjasama dengan dokter anestesi amat diperlukan bagi memonitor keadaan pasien.Sepanjang proses pembedahan,dokter anestesi haruslah memonitor kondisi pasien.Tujuan monitoring pasien adalah untuk perkiraan kemungkinan terjadi kegawatan serta untuk mengevaluasi hasil suatu tindakan.Antara perkara yang harus dimonitor oleh dokter anestesi adalah:

Oksigenasi : Dilakukan dengan menggunakan alat analisa oksigen,pulse oximetry dan analisa gas darah.Pada pemeriksaan fisik dilihat jenis pernapasan,retraksi,suara pernapasan tambahan,serta warna kulit.

Ventilasi : Menggunakan alat kapnografi atau kapnometri,spektoskopi,dan respirometer.Pada pemeriksaan fisik dilihat pergerakan dinding dada,pergerakan reservoir bag dan auskultasi suara napas.

Sirkulasi: menggunakan alat NIBP,IABP,EKG,USG,dan pulse oxymetry.Pada pemeriksaan fisik dilihat palpasi denyut nadi,dan auskultasi jantung.

Denyut nadi: dilakukan melalui palpasi arteri temporalis,radialis,femoralis,dan carotis.Seterusnya auskultasi dengan stetoskop.

Suhu tubuh:dengan meraba suhu kulit dan menggunakan alat thermometer,

Central Venous pressure(CVP) : dilakukan bagi penanganan hipovolemia dan syok,jalur pemberian obat dengan osmolalitas tinggi,pasien dengan nutrisi parenteral,aspirasi emboli udara,memasukkan pacing transkutaneous,serta akses intravena bagi [asien dengan akses perifer yang kurang baik.

Produksi urin: dengan pemasangan kateter urin.Produksi urin normal adalah 0.5-1cc/KgBB/jam.

Perdarahan: melakukan penilaian terhadap warna darah.Jumlah perdarahan diukur dengan cara

Jumlah perdarahan = calorimeter terbaca X vol.pelarut (ml)

200 X kadar Hb (gr%)

PASCA OPERASI2-5,6Fase pasca operasi dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. ObservasiDokter bedah haruslah memonitor dan meperbaiki sekiranya terdapat hematoma tau apa-apa kelainan selepas operasi.Monitoring pasien amat penting untuk dilakukan bagi mengelak sebarang komplikasi akibat pembedahan.Tindakan yang harus dilakukan oleh dokter bedah bagi pembedahan hernia inguinalis ini adalah seperti berikut:

Pemberian Infus RL Bed rest total pada pasien Pemberian obat Kalnex 3 x 1 amp, Kaltrofen 3 x 1 amp,dan Cefotaxim 2 x 1 amp Memberitahu pada pasien kapan jahitan bisa dibuka semula Menasihati pasien agar tidak melakukan aktivitas berat. Setelah menjalani suatu bentuk operasi, seorang ahli anestesi masih mempunyai

tanggung jawab terhadap perawatan pasien pada saat pemulihan yaitu dapat dilakukan

dengan cara monitoring pasien atau dengan kata lain dilakukan observasi. Tujuan dari

observasi ini adalah deteksi sedini mungkin dari penyimpangan-penyimpangan fisiologis

sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan sedini mungkin sehingga morbiditas dan

mortalitas dapat ditekan serendah mungkin.

Observasi utama dilakukan dengan mengukur nadi, tekanan darah dan frekuensi

pernafasan secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal dan perdarahan yang

berlanjut. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya bagi pasien.

Refleks perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah bangun, dan

efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi pernafasan. Ini dapat menyebabkan kematian

karena hipoksia. Selain itu juga perlu dibuat pencatatan teknik yang digunakan dan setiap

komplikasi yang terjadi. Hal tersebut dapat berguna bagi pasien di masa mendatang.

Untuk mempermudah dalam melakukan observasi maka sistem tubuh dibagi atas 6B

yang berurutan menurut prioritasnya, mulai dari yang paling berbahaya sampai yang kurang

membahayakan bila terjadi kelainan-kelainan. Pembagian tersebut adalah :

1. B1 : Breath (Sistem Pernafasan)

2. B2 : Bleed (Sistem Kardiovaskuler)

3. B3 : Brain (Sistem Syaraf)

4. B4 : Bladder (Sistem Urogenital)

5. B5 : Bowel (Sistem Gastrointestinalis)

6. B6 : Bone (Sistem Skelet)

Observasi pada keenam sistem tersebut meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik diagnostik,

pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan dengan bantuan alat.

Beberapa komplikasi dapat terjadi pasca bedah. Komplikasi yang paling umum terjadi

adalah:

1. Failure to awaken

2. Nausea-vomiting, kadang-kadang dipersulit oleh dehidrasi.

3. Chest atau komplikasi pada paru

4. Trombosis vena tungkai, kadang-kadang dipersulit oleh emboli

5. Retensi karbon dioksida

6. Nyeri Pasca Bedah

7. Trauma mekanis

8. Efek toksik lambat dari obat anasthesi

9. Hipertermi atau hipotermi

10. Agitation

11. Bleeding hypovolemia

12. Hypertension

13. Hypervolemia

Oleh sebab beberapa komplikasi tersebut maka pasien pasca operasi harus

memperhatikan hal-hal berikut :

1. Pernafasan

Gangguan sistem pernafasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia,

sehingga harus diketahui sedini mungkin dan harus segera diatasi. Penyebab

yang paling sering dijumpai sebagai penyulit pernafasan adalah sisa obat

anestetik (penderita tidak sadar kembali) dan sisa obat pelemas otot yang

belum dimetabolisme dengan sempurna. Disamping itu lidah yang jatuh

kebelakang dapat menyebabkan obstruksi hipofaring.

2. Sirkulasi

Diagnosis penyulit sirkulasi juga harus dilakukan secara dini. Penyulit yang

sering dijumpai adalah hipotensi, syok dan aritmia.

3. Regurgitasi

Muntah dan regurgitasi disebabkan oleh hipoksia selama anestesi, anestesi

yang terlalu dalam, rangsang anestetik, misalnya pada eter, langsung pada

pusat muntah di otak, dan tekanan lambung yang tinggi karena lambung penuh

atau karena tekanan dalam rongga perut yang tinggi misalnya karena ileus.

4. Gangguan faal lain

Pemanjangan masa pemulihan kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan

metabolisme yang berpengaruh pada metabolisme otak seperti pada hipotermi,

syok, gangguan faal hati, gangguan faal ginjal, dan hiponatremia.

5. Penanggulangan nyeri

Nyeri pasca bedah harus segera diatasi. Nyeri ini bersifat sangat individual.

6. Terapi cairan

Pengaruh hormonal yang masih menetap beberapa hari pasca bedah dan dapat

mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit harus diperhatikan dalam

menentukan terapi cairan tersebut. Bila penderita sudah dapat minum

secepatnya diberikan peroral. Apabila penderita tidak boleh peroral, maka

pemberian secara parenteral diteruskan.

KRITERIA PEMULIHAN PASCA OPERASI5(Aldrette Score)AREA PENGKAJIANPOIN NILAISAAT PENERIMAANSETELAH

1 jam2 jam3 jam

Pernafasan :v Kemampuan untuk bernafas dengan dalam dan batuk

v Upaya bernafas terbatas (dyspnea atau membebat)

v Apnea atau obstruksi2

1

0

Sirkulasi :

vTD menyimpang 20 mmHg dari normal

v TD menyimpang 20-50 mmHg dari normal

v TD menyimpang >50 mmHg dari normal2

1

0

Tingkat kesadaran :v Respon secara verbal terhadap pertanyaan/terorientasi terhadap tempat

v Terbangun ketika dipanggil namanya

v Tidak memberikan respon terhadap perintah2

1

0

Warna :v Warna dan penampilan kulit normal

v Warna kulit berubah : pucat, agak kehitaman, keputihan, ikterik

v Sianosis jelas2

1

0

Aktivitas otot :Bergerak secara spontan atau atas perintah :v Kemampuan untuk menggerakkan semua ekstremitas

v Kemampuan untuk menggerakkan 2 ekstremitas

v Tidak mampu untuk mengontrol setiap ekstremitas2

1

0

Waktu keluar :

Tanda tangan perawat :Jumlah point :

*Jika jumlah > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

KomplikasiKomplikasi akibat tindakan bedah pada hernia inguinalis adalah seperti berikut:

Hernia inarkarserata : Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus. Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis, hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulata. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis. Komplikasi herniotomi pula dapat lesi funiculus spermaticus,lesi usus, vesica urinaria,dan sebagainya, serta putusnya arteri femoralis. Komplikasi pasca operasi pula dapat hematoma,infeksi,atrofi testes,hydrocele serta hernia rekuren.Komplikasi yang dapat terjadi pasca anestesi adalah : I.Kardiovaskular

1. hipotensi

2. hipertensi

3. aritmia

4. cardiac arrest

5. emboli udara

6. gagal jantung

II. Respirasi

1. obstruksi respirasi (spasme otot laring, otot rahang, otot bronkus, karena lidah jatuh)

2. hipoventilasi

3. apneu

4. batuk

5. takipneu

6. retensi CO27. pneumothoraks

III. Gastrointestinal

1. nausea

2. vomiting

3. hiccups

4. distensi lambung

IV. Liver

1. hepatitis post anestesi

V. Urologi

1. sulit kencing

2. Produksi urin menurun

VI. Neurologi

1. koma

2. konvulsi

3. trauma saraf perifer

VII. Oftalmologi

1. abrasi kornea

2. kebutaan

VIII. lain-lain

1. menggigil

2. sadar dalam anestesi

3. malignant hiperpireksia

4. komplikasi intubasi

5. komplikasi obat-obatan anestesi

6. komplikasi transfusi darah

7. komplikasi teknik regional/ spinal

DAFTAR PUSTAKA1) Mansjoer, Arif M. Anestesi umum dan anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2005. Hal 253-264.

2) Eugene C. Terrence H. Andre R. Approach to hernias. In: Case Files : Surgery. 3rd Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. 2009. 3) Myshne DA. Surgical disease of the abdominal wall and the abdominal organs. In : Textbook of Surgery. Moscow : Mir Publishers. 2000. Page 342-349.4) Polk HC. Principles of preoperative preparation of the surgical patient. In: Textbook of Surgery Pocket Companion. USA: W.B.Saunders Company. 2002. Page 39-47.5) Camporesi EM. Pawlinga M. Anesthesia. In: Textbook of Surgery Pocket Companion. USA: W.B.Saunders Company. 2002. Page 69-79.

6) Kuwajerwala NK. Perioperative Medication Management. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com tanggal 24 November 2010 jam 19.30.Anestesi Lokal

Struktur Kimia obat

Cara Pemberian

Potensi Obat

Ester

Amide

Blok Saraf Sentral

Blok Saraf Tepi

Short Acting

Medium Acting

Kokain, Klorprokain, Benzokain, Prokain, Tetrakain

Lidokain, Prilokain, Etidokain, Bupivakain, Mepivakain, Ropivakain

Long acting

Topikal

infiltrasi

Blok nerve

Regional iv

ganglion

pleksus

spinal

epidural

servikal

torakal

lumbal

Sacral/

kaudal

32