Hepatobillier

47
1 GAMBARAN USG HEPATOBILLIARY A. Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi (USG) adalah sebuah teknik pencitraan diagnostik memanfaatkan gelombang suara ultrasonik yang digunakan untuk menggambarkan lesi atau kelainan struktur subkutan tubuh, meliputi tendon, otot, sendi, pembuluh darah, dan organ-organ dalam. Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan penemuan gelombang ultrasonik . Kemudian pada tahun 1920-an, prinsip kerja gelombang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran. Penggunaan gelombang ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan untuk kepentingan terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai memungkinkan untuk digunakan sebagai sarana diagnosis penyakit. Hal tersebut disimpulkan berkat hasil eksperimen Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli

description

angga

Transcript of Hepatobillier

33

GAMBARAN USG HEPATOBILLIARY

A. Ultrasonografi (USG)Ultrasonografi (USG) adalah sebuah teknik pencitraan diagnostik memanfaatkan gelombang suara ultrasonik yang digunakan untuk menggambarkan lesi atau kelainan struktur subkutan tubuh, meliputi tendon, otot, sendi, pembuluh darah, dan organ-organ dalam. Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan penemuan gelombang ultrasonik . Kemudian pada tahun 1920-an, prinsip kerja gelombang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran. Penggunaan gelombang ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan untuk kepentingan terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai memungkinkan untuk digunakan sebagai sarana diagnosis penyakit. Hal tersebut disimpulkan berkat hasil eksperimen Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli saraf dari Universitas Vienna, Austria. Bersama dengan saudaranya, Freiderich, seorang ahli fisika, berhasil menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak besar dengan mengukur transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang tengkorak. Dengan menggunakan transducer (kombinasi alat pengirim dan penerima data), hasil pemindaian masih berupa gambar dua dimensi terdiri dari barisan titik-titik berintensitas rendah. Kemudian pada tahun1945 George Ludwig, ahli fisika Amerika, menyempurnakan alat temuan Dussik tersebut. Teknologi transducer digital sekitar tahun 1990-an memungkinkan sinyal gelombang ultrasonik yang diterima menghasilkan tampilan gambar suatu jaringan tub uh dengan lebih jelas. Penemuan komputer pada pertengahan 1990 sangat membantu teknologi ini.Gelombang ultrasonik akan melalui proses sebagai berikut, pertama, gelombang akan diterima transducer. Kemudian gelombang tersebut diproses sedemikian rupa dalamkomputer sehingga bentuk tampilan gambar akan terlihat pada layar monitor. Transducer yang digunakan terdiri dari transducer penghasil gambar dua dimensi atau tiga dimensi. Seperti inilah hingga USG berkembang sedemikian rupa hingga saat ini Secara garis besar, mekanisme kerja USG mencakup komponen alat yang disebut transducer yang berperan mengubah sinyal elektrik menjadi gelombang suara frekuensi tinggi, yang dikirim kedalam jaringan tubuh. Struktur jaringan didalam tubuh akan menghamburkan, memantulkan, maupun menyerap gelombang suara tersebut dalam tingkat yang berbeda, yang kemudian dipantulkan kembali (echo) pada transducer, yang merubah gelombang suara menjadi sinyal elektrik. Komputer merubah pola sinyal elektrik menjadi gambar, yang ditampilkan di monitor dan dapat direkam berupa film, video tape, dan atau 6 dicetak. Adapun skema cara kerja dari USG yang memanfaatkan gelombang ultrasonik adalah sebagai berikut :1. TransducerTransducer adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transducer terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transducer. Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang akustik (gelombang pantulan) yang harus diubah menjadi gelombang elektrik sehingga dapat dibaca oleh komputer serta diterjemahkan dalam bentuk gambar.2. MonitorMonitor yang digunakan dalam USG3. Mesin USGMesin USG merupakan bagian dari USG yang berfungsi untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG merupakan Central Procesing Unit (CPU) USG sehingga di dalamnya terdapat komponen seperti CPU pada komputer sehingga memungkinkan USG merubah gelombang menjadi tampilan gambar.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPARHati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura tranversus. Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah. Selanjutnya hati dibagi menjadi dalam empat belahan (kanan, kiri, kaudata dan kuadrata). Setiap belahan atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polyhedral (segibanyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan, yaitu yang datang melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta.

Gambar 1. Biliary system

Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 2 mm. Hati manusia berisi 50.000 100.000 lobulus. Lobulus tersusun atas sel-sel hati yang merupakan sel-sel besar dengan satu atau dengan dua inti dan sitoplasma glanural yang halus. Sel-sel hati diatur dalam lapisan-lapisan, satu sel yang tebal, disebut lamina hepatica. Lamina ini tersusun tidak teratur untuk membentuk dinding dengan sel hati yang menghubungkan lamina sekitarnya. Diantara lamina terdapat ruang berisi vena-vena kecil dengan banyak anastomosis diantaranya dan duktus empedu kecil yang disebut kanakuli. Kanakuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan. Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatica dan kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari lempeng sel hepar yang memancar secara sentifugal dari vena sentralis seperti jeruji roda. Disekitar tepi lobulus terdapat kanal portal, masing-masing berisi satu cabang vena porta (vena interlobular), satu cabang arteri hepatica, dan satu duktus empedu kecil. Ketiga struktur ini bersatu dan disebut triad portal.

Peritoneum HatiHati seluruhnya diliputi kapsula fibrosa namun ada sebagian yang tidak diliputi oleh peritoneum viscerale, yaitu pada suatu daerah pada facies posterior yang melekat langsung pada diafragma, disebut nuda hepatic (NA), syn bare area. Peritoneum viscerale berasal dari mesohepaticum ventrale yang juga ikut membentuk omentum minus dan ligamentum falciforme hepattis. Omentum minus terbentang dari porta hepatic ke curvature minor ventriculi dan awal pars superior duodeni. Ujung kanan omentum minus membungkus bersama vena porta hepatic, arteria hepatica (propria) dan duktus choledochus. Ligamentum falciforme hepatic terdiri dari dua lapisan peritoneum dari umbilicus menghubungkan hepar dengan diafragma dan dinding depan abdomen. Ligamentum ini mempunyai pinggir bebas yang mengandung ligamentum teres hepatis (NA, syn. Round ligament of liver) yang merupakan sisa vena umbilicalis yang telah menutup, dan meliputi beberapa vena kecil, vena paraumbilicales yang mempunyai hubungan dengan system vena porta hepatis. Ligamentum falciforme hepatis dan facies anterior hepar meneruskan diri ke arah atas ke facies superior dan permukaan visceralis membentuk ligamentum coronarium hepatic (NA). ligamentum coronarium sisi kiri ke ujung kiri membentuk ligamentum triangulare sinistrum yang ujungnya berhubungan dengan diafragma sebagai fibrosa hepatic (NA, syn-fibrous appendix of the liver). Di sebelah kanan lapisan depan dan belakang ligamentum coronarium memisahkan diri meninggalkan daerah yang kosong peritoneum (area noda hepatic/bare area) untuk selanjutnya ke ujung kanan membentuk ligamentum triangulare dextrum. (Suddarth, brunner, dkk. 2002 & Putz,R dan R. Pabst.2006)Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu ;1. Facies diaphragmatika2. Facies visceralis (inferior)

Facies diphragmatica hepaticPermukaanya halus dan cembung sesuai dengan bentuk permukaan bawah dari kubah diafragma, namun terpisah dari diafragma oleh adanya celah recessus subphrenicus. Ke arah depan facies diafragmatica berhubungan dengan iga-iga, precessus xipinoideus, dan dinding depan abdomen. Di sebelah kanan melalui diafragma berhubungan dengan iga 7-11 (pada linea medioaxillaris). Pada facies superior tedapat lekukan akibat hubungan dengan jantung, disebut impression cardiac hepatic. Facies superior menghadap ke vertebra thoracalis 10-11, dan pada sebagian besar tidak mempunyai peritoneum (bare area).

Facies visceralis hepaticPermukaan ini menghadap ke bawah sedikit ke posterior dan kiri. Pada facies visceralis terdapat bentuk huruf-H, dengan dua kaki kanan dan kiri. Lekukan di sisi kiri terdiri dari fissura ligamenti teretis (NA) di depan dan fissure ligamenti venosi (NA) di belakang, yang masing-masing berisi ligamentum teres hepatis (sisa vena umbilicalis) dan ligamentum venosum Arantii (sisa duktus venosus). Lekukan di sisi kanan diisi oleh vesica fellea di depan dan vena cava inferior di belakang. Porta hepatis di tengah melintang merupakan lekukan dalam di antara lobi caudatus dan quadratus, arahnya transveralis, dengan panjang kurang lebih 5 cm, dan merupakan tempat masuk-keluar alat : vena porta hepatis, arteria hepatica propria/dextra et sinistra, plexus nervosus hepatis, ductus hepaticus, dan saluran limfe. (Suddarth, brunner, dkk. 2002 & Putz,R dan R. Pabst.2006)Lobus kaudatus hepar dibatasi oleh porta hepatis di depan, fissure ligamenti venosi di kiri dan vena cava inferior di kanan. Pada lobus kaudatus hepar terdapat tonjolan yang memisahkan porta hepatis dengan vena cava inferior, disebut processus caudatus. Lobus quadaratus di belakang atas dibatasi oleh porta hepatic, di kanan oleh vesicafellea dan di kiri oleh fissure ligamenti teretis hepatis.

C. SIROSIS HEPATISSirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Penyakit ini biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Secara fungsional sirosis diklasifikasi menjadi atas:1. Sirosis hepar kompensata (Laten sirosis hepar)Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat screening.

2. Sirosis hepar dekompensata (active sirosis hepar)Stadium ini biasanya gejala gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterusSirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang memiliki dua klasifikasi etiologi, yakni etiologi yang diketahui penyebabnya dan etiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Telah diketahui juga bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.Etiologi sirosis hepatis yang diketahui penyebabnya meliputi:a. Hepatitis VirusHepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

b. AlkoholSirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Alkohol dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa sirosis hepatis. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati.

c. MalnutrisiFaktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis. Menurut Campara (1973) untuk terjadinya sirosis hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.

d. Penyakit WilsonSuatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.

e. HemakromatosisBentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu : penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak dilahirkan kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai padapenderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dariFe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.Sedangkan, untuk etiologi sirosis hepatis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik. Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tandatanda hepatitis atau alkoholisme, Sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein. Berdasarkan etiologi-etiologi tersebut, sirosis hepatis digolongkan menjadi tiga tipe, yakni:1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholisme kronis.2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebarsebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

a. PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATISHati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati.Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehinga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga edema.Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.

D. GAMBARAN USG SIROSIS HEPARHal-hal yang pentingyang harusdiperhatikan waktu melakukan USG hati adalah:1. Permukaan hati : Parameter ini menurut penelitian paling besar artinya. Permukaan hati dapat bersifat :a. Rata (smooth)b. Tidak rata lagi (fine irrigular)c. Nodular2. Tepi dari hati (liver edge) :a. Tajam rata (sharp smooth)b. Tajam tidak rata ( sharp irrigular)c. Tumpul rata ( blunt smooth)d. Tumpul tidak rata ( blunt irrigular)3. Ukuran hati : Normal, membesar atau mengkerut.4. Echolevel :a. Hypoechoic ( echo rendah ) atau sering disebut dark liverb. Isoecho (echo normal)c. Slight hyperechoic(echo agak meningkat)d. Hyperechoic (echo tinggi) sering juga disebut bright liver5. Echopatrn :a. Normalb. Kasarc. Diffuse atau homogind. Heterogin6. Dinding pembuluh darah :a. Tidak tampakb. Tampak jelasc. Reflektif (putih mengkilat)7. Vena porta :a. Ukuran maksimal 12 mmb. Pembuluhnya patent atau ada trombusc. Berkelok-kelok ?8. V. Hepatika : Melebar (kongestif) atau normal9. Ukuran limpa : Normal atau membesar.Gambaran ultrasonografi hepar normal:Terlihat permukaan licin, dengan tepi yang tajam. Gema dari parenkim hati berdensitas halus tersebar rata (homogen). Terlihat jelas gambaran system portal dan vena hepatica. Slauran empedu intraheptal terletak sejajar dengan vena porta, karena diameternya yang kecil maka tidak tampak.

Gambaran ultrasonografi pada penyakit sirosis hati berdasarkan fase:Fase awal:1. Hati membesar 2. Permukaan ireguler dan tepi hati tumpul3. Dan terdapat peninggian densitas gema kasar heterogenFase Lanjut:1. Penebalan permukaan hati yang ireguler2. Parenkim hati terdapat densitas gema kasar heterogen terutama disuperfisial, sedang profunda terdapat penurunan densitas gema 3. Sebagian hati membesar sebagian hati lagi dalam batas normal, tepi hati tumpul, gambaran vena hepatica berkelok berkelok4. Vena portal melebar dan berkelok kelok5. Dapat timbul atenuasi karena adanya fibrosisFase sirosis lanjut:1. Pengecilan hati dan permukaan tebal ireguler2. Tepi hati tumpul dengan gambaran gema diparenkim berdensitas tinggi heterogen3. Vena hepatica terputus putus dengan gambaran makin berkelok kelok4. Vena portal melebar5. Terlihat daerah bebas gema antara hati dengan dinding perut yang menunjukan adanya asites6. Terlihat splenomegali dan tanda tanda hipertensi portal, pelebaran vena porta, vena lienalis, umbilicus, coronaria

Gambaran ultrasonografi pada penyakit sirosis hati : Permukaan nodular Echopattern meningkat, heterogin V.porta berkelok,ukuran membesar Pada awal sirosis hepar membesar Pada sirosis berat ukuran hati mengecil. Splenomegali mendukung sirosis Tanda-tanda hipertensi portal misalnya v. porta melebar, dinding kandung empedu menebal (edema karena tekanan portal)

Sirosis dengan Ascites Gambar 1a dan 1b (USG): Gambar dari pasien yang sama menunjukkan ascites sekitarnya hati dan permukaan hati nodular yang konsisten dengan sirosis.

Gambar dari pasien yang sama menunjukkan nodularity dari permukaan hati, echotexture hati kasar dan ascites volume kecil (Gambar 2a)

(Gambar 2b) .Splenomegali karena hipertensi portal dan pembalikan aliran di vena portal pada doppler.

(Gambar 2c) juga sama

Gambar courtesy of Dr Ravi Kadasne, MD, radiolog: Pasien ini menunjukkan echotexture kasar hati di scan ultrasound. Gambar USG juga menunjukkan bukti ascites yang membantu menonjolkan permukaan nodular hati. Vena portal juga tampaknya melebar.

Gambar 7: Sirosis: hati permukaan nodular dan nodul hati. Itu nodularity permukaan ditampilkan jelas, difasilitasi oleh kehadiran ascites. Gambar ini diperoleh dengan perut melengkung linear transduser beroperasi pada 6 MHz. The resolusi tinggi membujur citra permukaan hati menunjukkan bukti yang tidak teratur permukaan. Ini adalah umum ditemukan pada sirosis hati. Juga perhatikan normal kasar tekstur, nodular hati.

Gambar 8: Tiga-dimensi sonogram dari permukaan hati. Itu perubahan nodular yang disebabkan oleh sirosis jelas ditampilkan dalam 3D ini sonografi gambar. Permukaan hati ditunjukkan dengan baik karena perbedaan tinggi antara akustik ascites dan permukaan hati. Bila ascites tidak hadir visualisasi, 3D dari permukaan hati sulit.

Gambar 9: Kotrek arteri hepar: sirosis. Pembesaran dan berbelit-belit arteri hati dapat ditampilkan pada warna Doppler pencitraan pada sirosis. Hal ini terjadi karena hasil Portal aliran menurun peningkatan aliran arteri. Susut jaringan hati yang foreshortens arteri, sehingga penampilan pembuka tutup botol.

Gambar 10: Menyempit vena hepatik pada sirosis. The morfologi distorsi yang disebabkan oleh sirosis sering menyebabkan kompresi hepar pembuluh darah, yang mengakibatkan hilangnya gelombang multifase normal. Bentuk gelombang yang menghasilkan rata mirip dalam penampilan dengan yang terlihat dalam vena portal.

Gambar 11: Recanalized vena paraumbilical. Ini warna Doppler Gambar menunjukkan vena paraumbilical membesar (panah). Ini jaminan atas portal diagnostik untuk hipertensi portal yang parah. Di kasus ini, vena paraumbilical berkomunikasi dengan internal mammae vena (panah), yang akan mengalir ke vena subklavia.

Gambaran USG Kelainan Kandung Empedu1. Kandung EmpeduSaat ini secara umum telah diterima bahwa ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan terpilih untuk batu kandung empedu. Hanya beberapa hal saja yang menyebabkan kandung empedu tidak terlihat pada pemeriksaan ultrasonografi, misalnya pada kontraksi fisiologik atau pada kolesistisis kronik yang sudah mengisut (contracted gall-bladder).2. Teknik Pemeriksaan Diperlukan puasa 6-8 jam sebelum pemeriksaan, agar supaya kandung empedu mengalami distensi maksimal. Hal ini tidak diperlukan pada kasus-kasus akut (gawat darurat) lebih-lebih bila penderita muntah-muntah, praktis sudah dalam keadaan puasa.Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan transduser linier maupun sector, dengan pasien posisi berbaring. Transuder yang digunakan sekitar 3,5-5 MHz dengan irisan transversal maupun longitudinal, perhatikanlah lokasi dan aksis panjangnya. Bila perlu gunakanlah pembesaran dan carilah duktus sistikus.3. Anatomi Kandung KemihKandung empedu terletak pada fossa vesika felea di posteromedial hati, kira-kira dekat perbatasan hati lobus kanan dan kiri. Kandung empedu berbentuk ovoid dengan diameter korpus terlebar sekitar 2-3 cm dan tidak melebihi 4 cm. Besar kandung empedu pada umumnya 7- 10 cm (aksis panjang) dan 3-4 cm (aksis pendek).Aksis panjang kandung empedu tidak melebihi 12 cm. Tebal dinding normal maksimal 3 mm, isi kandung empedu normal tidak melebihi 200 ml. Pada keadaan tidak normal, kandung empedu tidak selalu besar, kadang ukurannya normal dan kadang lebih kecil. Peredaran darah pada kandung empedu berasal dari arteri sistikus, salah satu cabang dari arteri hepatica. Variasi anatomic missal double foulded atau double twisted sangat sering ditemukan, juga kandung empedu besar, non obstruktif, sering dijumpai pada penderita-penderita alkoholisme atau diabetes mellitus. Gambar 12. Anatomi kandung empedu (gallbladder) Gambar 13. USG Kandung Empedu NormalTerlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara parenkimhati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen

Gambar 14. variasi normal kandung empedu bentu double folded

4. Patologi Kandung Empedu1. KolelitiasisBatu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut Cholelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut Chledokolitiasis. Batu empedu berbentuk seperti kristal, dengan variasi ukuran dari butiran pasir sampai lebih besar dari bola golf. Jika dianalisa lebih lanjut batu kandung empedu terdiri dari batu kolesterol dan batu pigmen. Batu kandung empedu ada tiga tipe, yaitu batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Batu terlihat sebagai struktur hiperekoik yang bebas dalam kandung empedu. Batasannya tegas kadang rata, kadang tidak beraturan dan dapat berpindah jika posisi pasien berubah posisi. Batu memiliki bayangan akuistik di bawahnya. Batu kecil terkadang tidak memberikan gambaran bayangan akuistik bila tidak diperiksa dengan transduser yang berfrekuensi tinggi. Batu yang terapung dalam kandung empedu di karenakan ada cairan pekat pada kandung empedu sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu.

Gambar 15. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di bawahnya

2. Lumpur Empedu (sludge)Selalu menempati bagian terendah dari kandung empedu dan sering bergerak perlahan-lahan sesuai dengan posisi pasien, jadi selalu membentuk lapisan permukaan dan tidak memberikan bayangan akustik. Pada dasarnya lumpur empedu tersebut terdiri atas granulae kalsium bilirubinat dan Kristal-kristal kolesterol sehingga mempunyai viskosistas yang lebih tinggi daripada cairan empedu sendiri. Sludge sering dijumpai pada penderita kekurangan gizi dan pasien yang sakit berat dan lama serta akan menghilang bila keadaan pasien membaik. Juga pada penderita alkoholisme sering ditemukan adanya lumpur tersebut yang disebabkan adanya hipokinesis dan atonia kandung empedu. Keadaan yang sama dijumpai pula pada obstruksi duktus koledokus dan pada penderita-pederita yang mempunyai kelainan intrinsic kandung empedu.

Gambar 16. Lumpur empedu (sludge) Di dalam andung empedu terlihat material hiperkoik yang membentuk lapisan, Tidak terlihat bayangan akustikdi bawahnya. 3. Kolesistisis AkutTanda utama pada kolesistisis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kdang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesisitisis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal sebagai Morgan sign positif atau positive transducer sign.

Gambar 17. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dindingDan adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi perikolesistisis

4. Kolesistisis kronikKandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistisis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut (contracted gallbladder). Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang terlihat pada fossa vesika felea.

Gambar 18. Lumpur empeduMembentuk gambaran hiperekoik tanpa adanya bayangan akustik di bawahnya. Kandung Empedu terlihat kecil akibat dari kolesistitis kronik

5. PolipTerlihat sebagai gambaran hiperekoik, bentuknya bulat atau oval, terletak dekat dinding, berbatas tegas dan tidak memberikan bayangan akuistik serta tidak berubah letaknya pada perubahan posisi penderita.

Gambar 19. Polip Kandung Empedu, Ekopadat, bulat dan tanpa bayangan akusti,Letaknya dekat dinding dan tidak berubah pada perubahan posisi penderita

6. KeganasanKeganasan pada kandung empedu sangat jarang. Terlihat sebagai massa dengan batas tidak rata dan melebar sampai ke parenkim hati. Gambar 20. KeganasanTerlihat massa padatdi dalam kandung empedu dengan batas ireguler, tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak tegas. Terlihat areaAnekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. (1996). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 8th ed. Philadephia.Lippincott-Raven Publishers2. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2002). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Process. 6th Ed. Mosby3. Sujono, Hadi, Prof. (2002). Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. sumber Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 FKUI. Ed ke-7. Bandung diakses tanggal 20 oktober 2013 http://www.budilukmanto.org/index.php/sirosis-hepatis/41-sirosis-hepatis/89-sirosis-hepatis 4. Tarigan, P., Zain LH., Saragih DJ., Marpaung B. (1981). Tinjauan Penyakit Hati di Rumah Sakit Pringadi Medan. Semarang: FK UNDIP.5. Suddarth, brunner, dkk. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.6. Doenges, Merilynn E, Dkk. Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.7. http://asuhankeperawatan.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-sirosis-hepatis.html (diakses 20 Oktober 2013)8. Putz,R dan R. Pabst.2006. Atlas Anatomi Manusia Sabotta Jilid 1 dan 2 edisi ke 22 jakarta : EGC9. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi ke 2. Jakarta: balai penerbit FKUI10. Hisham Tchelepi, MD, Philip W. Ralls, MD,Randall Radin, MD, Edward Grant, MD. 2002. Review Article. Sonografy Of difuse Liver Disease. Di akses tanggal 20 Oktober 2013 ,http://www.jultrasoundmed.org/content/21/9/1023.Review Article. Sonografy Of difuse Liver Disease