hematopneumothoraks

39
LAPORAN KASUS Pembimbing : dr. Reza Musmarliansyah, sp.B Penyusun : Putri Yuliani 030.05.174 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Otorita Batam 1

Transcript of hematopneumothoraks

Page 1: hematopneumothoraks

LAPORAN KASUS

Pembimbing :

dr. Reza Musmarliansyah, sp.B

Penyusun :

Putri Yuliani

030.05.174

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Otorita Batam

Periode 11 Januari 2010 – 20 Maret 2010

1

Page 2: hematopneumothoraks

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Nn. Ririn Damayanti

Usia : 23 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Alamat : Dormitory Blok P13/03

Status : Lajang

B. AnamnesisDilakukan autoanamnesis pada tanggal 24 Januari 2010

Keluhan UtamaKecelakaan lalu lintas 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

Riwayat Penyakit SekarangOS datang ke Rumah Sakit Otorita Batam karena kecelakaan lalu lintas 2 jam SMRS. OS jatuh dari motor, jatuh sendiri. OS mengenakan helm. Saat kejadian OS pingsan dan OS mengaku tidak dapat mengingat kejadian. OS mengaku merasa mual, tapi tidak muntah. OS juga mengeluh sesak napas dan nyeri pada punggung. OS mengeluh nyeri saat bernapas terutama saat menarik napas. Tangan-kaki OS tidak ada yang nyeri maupun sulit digerakkan.

Riwayat Penyakit DahuluBelum pernah dirawat di rumah sakit atau menjalani operasi sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit keturunan pada keluarga seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan alergi disangkalRiwayat alergi obat disangkal

2

Page 3: hematopneumothoraks

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : sakit sedangKesadaran : compos mentisTanda vital :

Tek. Darah : 80/60Nadi : 96 kali/menitLaju Napas : 34 kali/menitSuhu : 36,8°C

Status Generalis

Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata, ubun-ubun besar datar terbuka, asimetri wajah (-)

Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+, mata cekung (-), air mata (+)

Telinga : normotia, membran tympani intak +/+, serumen (+), sekret (-)

Hidung : deviasi septum (-), sekret (+), krusta (-), pernapasan cuping hidung (+)

Mulut : bibir kering (-), sianosis perioral (-)Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, tidak teraba pembesaran

kelenjar getah bening, retraksi suprasternal (-), kaku kuduk (-), krepitasi (+)Thoraks

ParuInspeksi : Kedua hemitoraks simetris dalam keadaan

statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)Palpasi : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri,

emfisema subkutis menyebar dari leher kiri, dada kiri depan-belakang

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler kiri melemah, Rhonchi

-/-, Wheezing -/-

Jantung

3

Page 4: hematopneumothoraks

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : supel, datar, bising usus (+), hepar/lien tak teraba, turgor baik

Ekstremitas : akral hangat, sianosis akral (-) di keempat ekstremitas, oedem (-) di keempat ekstremitas

Status LokalisJejas pada regio lumbalis sinistra, tidak ada luka terbukaJejas pada regio scapula sinistra, tidak ada luka terbuka, nyeri tekan (+), pergerakan bahu terbatas karena nyeri, emfisema subkutis (+) menyebar dari leher kiri hingga dada kiri depan-belakang.Jejas pada labialis superior, hematom (+)

D. Pemeriksaan LaboratoriumHb : 11,7 gr/dLHt : 34,2 %Leukosit : 15.300/mm3

Trombosit : 393.000/mm3

Gol. Darah : OLED : 14/25GDS : 154

E. Pemeriksaan Pencitraan a. Foto polos thoraks posisi AP

Terlihat bayangan kesuraman pada hemithoraks kiri

4

Page 5: hematopneumothoraks

Kesan : Hematopneumothoraks sinistra

b. Foto thoraks posisi PA

5

Page 6: hematopneumothoraks

Kesan : Hematopneumothoraks sinistra

Fraktur costae IX posterior sinistra

F. ResumeOS, perempuan, 23 tahun, datang dengan keluhan kecelakaan lalu lintas 2 jam SMRS. OS jatuh dari motor, jatuh sendiri. Mengaku mengenakan helm, pingsan, mual tapi tidak muntah, dan tidak ingat kejadian. OS mengeluh sesak napas dari nyeri pada pinggang belakang sebelah kiri. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan compos mentis dan tampak sakit sedang, ditemukan tanda vital pasien hipotensi (80/60), takikardi (96x/menit), dan takipneu (34x/menit). Pada pemeriksaan thoraks, ditemukan emfisema subkutis menyebar dari leher kiri, dada kiri depan belakang, dinding dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis, nyeri tekan dinding dada sebelah kiri, dan suara napas vesikuler kiri melemah. Pada pemeriksaan penunjang foto polos thoraks posisi AP ditemukan fraktur costae IX posterior dan kesan hematopneumothoraks sinistra dan paru kiri kollaps.

G. DiagnosisHematopneumothoraks sinistraFraktur costae IX sinistra posterior

H. Tata Laksana1. Oksigenasi dengan Nasal kanul 1-2 L/menit2. IVFD : Ringer Laktat per 6 jam3. Tindakan :

a. WSD (Water Seal Drainage)b. Post WSD :

i. Chest phisiotherapy untuk membantu pengembangan paru ii. Inhalasi per 8 jam , Barotech : Bisolvon : NaCl = 1 : 1 : 1iii. Rontgen thorax kontrol

4. Medikamentosa :a. Ceftazidime 2 x 1grb. Ketorolac 3 x 30 mg

I. Laporan pemasangan WSDa. A dan antiseptik pada daerah insisi b. Insisi pada ICS VII, menembus kutis, subkutis, fasia, dan pleura parietalc. Ketika pleura parietal ditembus, udara keluas, darah (-)d. WSD dipasang :

6

Page 7: hematopneumothoraks

i. Initial bubble (+)ii. Force expiration bubble (+)iii. Continuous bubble (-)iv. Darah (-)

J. Evaluasi Harian Pasien Tanggal 2 5 Januari 2010

Tanda Vital

TD : 90/60 mmHg

Nadi : 96 kali/menit

Suhu : 36,7ºC

RR : 24 kali/menit

Subjektif

Sesak napas berkurang, BAK warna seperti darah, nyeri pada punggung kiri

Objektif

Kes/KU : CM, SS

Thoraks : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler kiri lebih lemah, wheezing -/-, rhonchi -/-

WSD : undulasi (+), produksi 50 cc warna merah, force expiration bubble (+), continuous bubble (-)

Assessment

Hemopneumothoraks (KU perbaikan)

Post pemasangan WSD H+1

7

Page 8: hematopneumothoraks

Planning

Tirah baring

IVFD RL/ 6 jam

Obat : Ceftazidime 2 x 1gr (IV)

Ketorolac 3 x 30 mg (IV)

Ronde

Terapi lanjut

Tanggal 2 6 Januari 2010

Tanda Vital

TD : 100/60

Nadi : 96 kali/menit

Suhu : 36,9ºC

RR : 20 kali/menit

Subjektif

Sesak sudah tidak ada, nyeri dada tidak ada, nyeri punggung kiri

Objektif

Kes/KU : CM, SS

Thoraks : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-

WSD : undulasi (+), produksi 300 cc warna merah, force expiration bubble (+), continuous bubble (-)

8

Page 9: hematopneumothoraks

Assessment

Hemopneumothorax

Post pemasangan WSD H+2

Planning

Tirah baring

IVFD RL/ 6 jam

Obat : Ceftazidime 2 x 1gr (IV)

Ketorolac 3 x 30 mg (IV)

Ronde

Rontgen thoraks PA kontrol

Terapi lain lanjutkan

Tanggal 2 7 Januari 2010

Tanda Vital

TD : 110/70

Nadi : 84 kali/menit

Suhu : 36,6ºC

RR : 18 kali/menit

Subjektif

Sesak napas tidak ada, nyeri dada tidak ada, nyeri punggung kiri berkurang, OS merasa ada selang menusuk dada kiri

9

Page 10: hematopneumothoraks

Objektif

Kes/KU : CM, SS

Thoraks : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-

WSD : produksi (-), undulasi (-), force expiration bubble (-),

continuous bubble (-)

Assessment

Hemopneumothorax

Post Pemasangan WSD H+3

Planning

IVFD RL per 8 jam

Obat : Ceftazidime 2 x 1 gr

Ketorolac 3 x 30 mg

Ronde

Aff WSD

Chest Phisiotherapy

Tanggal 2 8 Januari 2010

Tanda Vital

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 92 kali/menit

Suhu : 36,3ºC

10

Page 11: hematopneumothoraks

RR : 20 kali/menit

Subjektif

Tidak ada keluhan berarti

Objektif

Kes/KU : CM, SS

Thoraks : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-

Assessment

Hemopneumothorax (KU perbaikan)

Planning

OS boleh rawat jalan

Ronde

Terapi pulang :

Cefixime 2 x1 tab

As. Mefenamat 2 x 1 tab

K. Catatan FisioterapiTanggal 27 Januari 2010KU sedang, WSD aff, luka bekas WSD (+), duduk (-), dahak (+), sesak (+), punggung sakit bila bergerakTerapi : Management paravertebra thorakal

M. Trapezius sinistra

11

Page 12: hematopneumothoraks

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI THORAX

Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan

abdomen. Cavitas thoracis yang dibatasi oleh dinding thorax, berisi thymus, jantung,

paru-paru, bagian distal trachea dan bagian besar oesophagus.

Dinding Thorax

Dinding thorax terdiri dari kulit, fascia, otot, saraf, dan tulang.

Kerangka Dinding Tulang

Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginosa yang

melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar).

kerangka thoraks terdiri dari

- Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis

- Costa (12 pasang) dan cartilago costalis

- Sternum

Sifat khusus vertebra thoracica mencakup :

Fovea costalis pada corpus vertebra untuk bersendi dengan caput costae

Fovea costalis pada processus transversus untk bersendi dengan tuberculum

costae, kecuali pada dua atau tiga costae terkaudal

Processus spinosus yang panjang

12

Page 13: hematopneumothoraks

Gambar 1. Lapisan thoraks

Costa

Costa adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung membatasi bagian terbesar

sangkar dada.

Ketujuh (kadang-kadang delapan) costae pertama disebut costa sejati

(vertebrosternal) karena menghubungakn vertebra dengan sternum melalui

cartilago costalisnya.

Costa VIII sampai costa X adalah costa tak sejati (vertebrokondral) karena

cartilafo masing-masing costa melekat kepada cartilago costalis tepat di atasnya.

Costa XI dan XII adalah costa bebas atau costa melayang karena ujung cartilago

costalis masing-masing costa berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal.

13

Page 14: hematopneumothoraks

Cartilago costalis memperpanjang costa ke arah ventral dan turut menambah

kelenturan dinding thorax. Cartilago costalis VII sampai cartilago costalis X terarah ke

kranial dan bersatu untuk membentuk angulus infrasternalis dan arcus costarum pada

kedua sisi. Costa berikut carilago costalisnya terpisah satu sama lain oleh spatium

intercostalis yang berisi musculus intercostalis, arteria intercostalis, vena intercostalis,

dan nervus intercostalis.

Gambar 2. Fraktur costae

Anatomi Permukaan Dinding Thoraks

Kedua clavicula terletak subkutan pada pertemuan thorax dan leher. Kedua

tulang itu teraba dengan mudah, terutama pada tempat persendian dengan manubrium

sterni.

Sternum juga terletak subkutan dan teraba seluruh panjangnya. Incisura jugularis

pada manubrium mudah teraba antara ujung medial kedua clavicula yang menonjol.

Angulus sterni Ludovici pada symphisis, manubriosternalis dapat diraba dan seringkali

dapat diamati karena symphisis manubriosternalis antara manubrium sterni dan corpus

14

Page 15: hematopneumothoraks

sterni bergerak pada pernapasan. Angulus sterni yang merupakan patokan penting,

terletak setinggi pasangan cartilago costalis II. Untuk menghitung costae dan spatia

intercostalis, ikutilah angulus sterni dengan jari tangan ke arah lateral sampai pada

cartilago costalis II, lalu hitunglah costae dan spatia intercostalis sambil menggeserkan

jari ke arah laterokaudal. Spatium intercostale I terletak kaudal dari costa I, demikian

pula spatia intercostalis yang lain terletak kaudal terhadap costa dengan nomor urut

yang sama. Processus xyphoideus terdapat dalam lekuk yang dangkal, tempat bertau

arcus costalis dexter dengan arcus costalis sinister untuk membentuk angulus

infrasternalis. Angulus infrasternalis dimanfaatkan pada resusitasi kardiopulmoner untuk

menempatkan tangan secara tepat pada corpus sterni. Kedua struktur ini terentang dari

synchondrosis xiphosternalis ke arah sternokaudal. Bagian kranial arcus costae

dibentuk oleh cartilago costalis VII, dan bagian kaudal oleh cartilago costalis VII sampai

cartilago costalis X.

Gambar 3. Topografi Paru-Paru

15

Page 16: hematopneumothoraks

Pleura dan Paru-Paru

Pleura

Paru-paru masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari

dua selaput serosa yang disebut pleura, yakni : pleura parietalis melapisi dinding

thoraks, dan pleura visceralis meliputi paru-paru, termasuk permukaannya dalam fisura.

Cavitas pleuralis adalah ruang potensial antara kedua lembar pleura dan berisi

selapis kapiler cairan pleura serosa yang melumas permukaan pleura menggeser

secara lancar satu terhadap yang lain pada pernapasan.

Pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum dan diaphragma.

Pleura parietalis mencakup bagian-bagian berikut :

Pleura kostal menutupi permukaan dalam dinding thoraks (sternum, cartilago

costalis, costa, musculus intercostalis, dan sisi vertebra thoracica)

Pleura mediastinal menutupi mediastinum

Pleura diafragmatik menutupi permukaan torakal diafragma

Pleura servikal (cupula pleurae) menjulang sekitar 3 cm ke dalam leher, dan

puncaknya membentuk kubah seperti mangkuk di atas apex pulmonis.

Pleura parietalis beralih menjadi pleura visceralis dengan membentuk sudut

tajam menurut garis yang disebut garis refleksi pleural. Ini terjadi pada peralihan pleura

kostal menjadi pleura mediastinal di sebelah ventral dan dorsal, dan pada peralihan

pleura kostal menjadi pleura difragmatik di sebelah kaudal. Pada radix pulmonis terjadi

peralihan pula antara lembar pleura visceralis dan pleura parietalis; sebuah duplikatur

pleura parietalis yang dikenal sebagai ligamentum pulmonale tergantung ke arah kaudal

di daerah ini.

16

Page 17: hematopneumothoraks

Gambar 4. Pleura dan Paru-paru

Paru-Paru

Paru-paru normal bersifat ringan, lunak, dan menyerupai spons. Paru-paru juga

kenyal dan dapat mengisut sampai sekitar sepertiga besarnya, jika cavitas thoracis

dibuka. Paru-paru kanan dan kiri terpisah oleh jantung dan pembuluh darah besar

dalam mediastinum medius. Paru-paru berhubungan dengan jantung dan trachea

melalui struktur dalam radix pulmonis. Radix pulmonis adalah daerah peralihan pelura

visceralis ke pleura parietalis yang menguhubungkan fascies mediastinalis paru-paru

dengan jantung dan trachea. Hilum pulmonis berisi brinchus principalis, pembuluh

pulmonal, pembuluh bronkial, pembuluh limfe dan saraf yang menuju ke paru-paru atau

sebaliknya.

Fissura horizontalis dan fissura obliqua pada pleura visceralis membagi paru-

paru menjadi lobus-lobus. Masing-masing paru-paru memiliki puncak (apex), tiga

permukaan (fascies costalis, fascies mediastinalis, dan fascies diaphragmatica), dan

17

Page 18: hematopneumothoraks

tiga tepi (margo superior, margo inferior, dan margo anterior). Apex pulmonis ialah

ujung kranial yang tumpul dan tertutup oleh pleura servikal. Apex pulmonis dan pleura

servikal menonjol ke kranial (2-3 cm) melalui apertura thoracis superior ke dalam

pangkal leher. Karenanya, bagian-bagian ini dapat mengalami cedera karena luka pada

leher, sehingga terjadi pneumothorax.

Pneumothoraks

Definisi

Pneumothoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat adanya koleksi

gas/udara pada kavum pleura sehingga menyebabkan paru-paru terdesak dan kolaps.

Pada pneumothoraks, udara memasuki kavitas pleuralis pada inspirasi dengan adanya

tekanan intrapleura yang negatif, sedangkan selama ekspirasi kebocoran akan tersegel,

yang menciptakan suatu mekanisme katup bola. Tension pneumothoraks timbul bila

satu kavitas pleuralis telah terisi lengkap dengan udara dan udara terus memasuki

kavitas ini, yang menyebabkan pergeseran mediastinum disertai perubahan vena kava,

obstruksi sebagian aliran balik vena sistemik dan pengurangan curah jantung. Pasien

pneumothoraks bisa asimtomatik atau bisa mengeluh akan adanya nyeri tajam seperti

pisau atau bisa menderita gawat napas, hipoksemia, dan hiperresonansi pada sisi sakit.

Deviasi trakea yang jelas, emfisema subkutis dan sianosis dapat ditemukan. Diagnosis

biasanya dibuat dengan pemeriksaan fisik dan dikonfirmasi dengan foto toraks. Dengan

pneumotoraks kecil yang jelas, foto ekspirasi dan inspirasi bisa bermanfaat dalam

menggambarkan pneumotoraks akibat bula atau kista paru yang besar.

Etiologi

Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya pneumothoraks antara

lain:

a. Trauma

18

Page 19: hematopneumothoraks

- Tension pneumothorax akibat trauma tumpul dengan atau tanpa fraktur

iga

- Luka penetrasi yang menyebabkan masuknya udara dari lingkungan luar

kedalam kavum pleura sehingga menyebabkan udara terperangkap di

dalam kavum pleura

b. Iatrogenik pneumothorax, misalnya prosedur pemasangan chest tube yang

kurang tepat, terapi ventilasi mekanik, kanulasi vena sentral, resusitasi

kardiopulmoner, terapi oksigen hiperbarik, operasi daerah leher, dan sebagainya.

c. Tension pneumothorax sekunder dari kondisi medis yang sudad ada seperti :

- Asthma, PPOK, pneumonia, pertussis, tuberculosis, abses paru, cystic

fibrosis

- Marfan sindrom

Manifestasi Klinis

Berdasarkan anamnesis, dapat ditemukan keluhan pasien adalah nyeri dada

(90%), sesak napas (80%), gelisah, nyeri epigastrik akut (jarang) dan fatigue.

Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut :

- distress pernapasan atau respiratory arrest

- suara napas melemah pada sisi yang sakit

- adanya suara napas tambahan seperi ronchi atau wheezing yang ipsilateral

- tachypneu lalu kemudian menjadi bradipneu pada kondisi terminal

- hiperresonansi dinding dada pada perkusi (bisa tidak ada pada stadium lanjut)

- hiperekspansi dinding dada

- sianosis

- takikardia

- hipotensi

- pulsus paradoxus

- distensi vena jugularis

- deviasi trakea (tanda-tanda lanjut)

- distensi abdominal (akibat peningkatan tekanan intratoraks sehingga

menyebabkan deviasi ke kaudal dari diafragma)

19

Page 20: hematopneumothoraks

Pemeriksaan Pencitraan

Foto polos thoraks

- terlihat bayangan linear dari pleura visceralis tanpa adanya bayangan paru-paru

di perifer bayangan tersebut, menandakan paru-paru kolaps

- pada posisi berbaring, terlihat sulcus sign yang radiolusen sepanjang sulcus

costophrenicus dapat membantu mengidentifikasi pneumothoraks.

- Pergeseran mediastinum ke kontralateral

- Efusi pleura minimal sering ditemukan

- dapat ditemukan adanya diskontinuitas tulang iga sebagai tanda fraktur iga

Penatalaksanaan

- observasi tanpa oksigenasi : merupakan observasi sederhana, sesuai untuk

pasien dengan pneumothoraks yang asimtomatik dengan pneumotoraks minimal

dengan evaluasi ketat untuk memastikan bahwa pneumothoraks tidak

bertambah. Udara biasanya direabsorbsi spontan sebanyak 1,25% dari ukuran

pneumothorax per hari.

- Oksigenasi : pemberian oksigen sebanyak 3L/menit dengan nasal kanul untuk

mengatasi kemungkinan hipoksemia dan membantu absorpsi udara pada rongga

pleural menjadi lebih cepat.

- Pemasangan Water-Seal Drainage (WSD)

- Dapat diberikan medikamentosa untuk membantu mengatasi keluhan pasien

seperti nyeri dan anxietas.

Hemothoraks

Penimbunan darah di dalam kavitas pleural disebut hemotoraks; bila disertai

dengan pneumotorasks disebut hemothoraks. Penyebab hemotoraks mencakup

trauma, efusi keganasan, pneumotoraks spontan, dimana terjadi perlekatan dan

jaringan paru robek serta tindakan bedah toraks atau jantung.

20

Page 21: hematopneumothoraks

Pada pasien hemothoraks steril, darah bisa diabsorpsi dengan terapi konservatif.

Tetapi pada hemotoraks terinfeksi atau disertai dengan udara, maka kesempatan

reabsorpsi berkurang dan diperlukan tindakan bedah. Setelah tindakan bedah pada

toraks, maka udara dan darah biasanya masuk ke kavum pleura sehingga chest tube

dipasang semasa operasi. Komplikasi yang kadang-kadang mengikuti hemotoraks

adalah fibrotoraks, yang merupakan hasil defibrinasi darah intrapleura dan distribusi

fibrin di atas permukaan pleura, menyebabkan penyakit paru restriktif yang kemudian

memerlukan intervensi bedah.

Fraktur Costae

Dinding dada melindungi struktur-struktur sensistif di bawahnya dengan

mengelilingi organ-organ dalam dengan struktur-struktur tulang seperti costae,

clavicula, sternum, dan scapula. Dinding dada yang intak penting dalam respirasi

normal.

Fraktur costae dapat mengganggu ventilasi melalui berbagai mekanisme. Nyeri

dari fraktur costae dalam menyebabkan respiratory splinting, sehingga terjadi

atelektasis dan pneumonia. Fraktur cistae multipel yang berurutan (flail chest) dapat

mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Fragmen dari fraktur dapat menembus pleura

sehingga menimbulkan hemothorax dan pneumothoraks. Costae biasanya patah pada

sudut posterior karena strukturnya paling lemah pada titik ini. Yang paling sering

terkena adalah costae IV sampai IX.

Presentasi Klinis

Dari anamnesis bisa didapatkan adanya riwayat trauma pada thoraks, meskipun

riwayat batuk yang lama dan parah bisa juga mencetuskan fraktur pada costae. Pasien

juga sering mengeluhkan adanya sesak napas (dyspnea) dan nyeri pada saat inspirasi.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada palpasi, krepitus, dan

deformitas dinding dada. Juga didapatkan gerakan dada paradoksikal khususnya pada

kasus flail chest. Tanda-tanda spesifik dari insufisiensi ventilasi seperti tachypnea,

sianosis, retraksi, dan penggunaan otot pernapasan tambahan.

21

Page 22: hematopneumothoraks

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal difokuskan pada pembebasan jalan napas dan

suplementasi oksigen. Di unit gawat darurat, tujuan utamanya adalah stabilisasi

keadaan umum pasien dan evaluasi trauma multisistem. Fokus utama pada pada

tatalaksananya adalah mengatasi nyeri dan membersihkan jalan napas dari sekresi

pulmonal. Fraktur costae yang terisolasi tanpa disertai cedera lain dapat berobat jalan

dengan pemberian analgesia oral. Pilihan analgesia lainnya dapat diberikan golongan

opioid secara parenteral dengan cara titrasi untuk mencegah depresi napas. Dapat pula

dilakukan blok saraf intercostal ataupun kateter epidural,

Pemakaian rib belt tidak lagi direkomdasikan karena meskipun dapat

mengurangi nyeri tetapi dapat menyebabkan hipoventilasi, atelektasis, dan pneumonia

pada penggunannya.

Water Seal Drainage (WSD)

Definisi

WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,

cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan

menggunakan pipa penghubung.

Indikasi

a. Pneumothoraks :

- Spontan > 20% oleh karena ruptur

- Luka tusuk tembus

- Klem dada yang terlalu lama

- Kerusakan selang dada pada sistem drainase

b. Hemothoraks :

- Robekan pleura

- Kelebihan antikoagulan

- Pasca bedah thoraks

c. Thorakotomy :

22

Page 23: hematopneumothoraks

- Lobektomy

- Pneumoktomy

d. Efusi pleura

e. Empiema :

- Penyakit paru serius

- Kondisi inflamasi

Tujuan

• Mengeluarkan cairan atau darah, dan udara dari rongga pleura dan rongga thorak

• Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura

• Mengembangkan kembali paru yang kolaps

• Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada

Tempat Pemasangan WSD

a. Bagian apex paru (apical)

- anterolateral interkosta ke 1-2

- fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

b. Bagian basal

- postero lateral interkosta ke 8-9

- fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura

23

Page 24: hematopneumothoraks

Gambar 5. Lokasi penusukan WSD

Jenis-jenis WSD

a. WSD dengan sistem satu botol

- Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple

pneumothoraks

- Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang

yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol

- Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm

untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan

kolaps paru

- Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi

udara dari rongga pleura keluar

- Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi

- Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :

• Inspirasi akan meningkat

• Ekpirasi menurun

b. WSD dengan sistem 2 botol

24

Page 25: hematopneumothoraks

- Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2

botol water seal

- Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan

hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di

botol 2 yang berisi water seal

- Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari

rongga pleura masuk ke water seal botol 2

- Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir

dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui

selang masuk ke WSD

- Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,

hemopneumothoraks, efusi pleural

c. WSD dengan sistem 3 botol

- Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah

hisapan yang digunakan

- Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan

- Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.

Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam

dalam air botol WSD

- Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan

- Botol ke-3 mempunyai 3 selang :

• Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol

ke dua

• Tube pendek lain dihubungkan dengan suction

• Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan

terbuka ke atmosfer

25

Page 26: hematopneumothoraks

Gambar 6. Macam-macam WSD

Komplikasi Pemasangan WSD

a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia

b. Komplikasi sekunder : infeksi, empiema

Prosedur pemasangan WSD

a. Persiapan pasien

- Siapkan pasien

- Memberi penjelasan kepada pasien mencakup :

• Tujuan tindakan

• Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi

klien dapat duduk atau berbaring

26

Page 27: hematopneumothoraks

• Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas

dalam, distraksi

• Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena

c. Persiapan alat

- Sistem drainage tertutup

- Motor suction

- Slang penghubung steril

- Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau

jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk

bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor,

set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), masker

d. Pelaksanaan

- Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea

aksillaris anterior dan media.

- Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.

- Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai

muskulus interkostalis.

- Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.

Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai

rongga pleura / menyentuh paru.

- Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan

menggunakan Kelly forceps

- Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke

dinding dada

- Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.

- Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

27

Page 28: hematopneumothoraks

Gambar 7. Pemasangan WSD

e. Tindakan setelah prosedur

- Perhatikan undulasi pada slang WSD

- Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :

o Motor suction tidak berjalan

o Slang tersumbat

o Slang terlipat

o Paru-paru telah mengembang

- Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi

sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas

- Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar

28

Page 29: hematopneumothoraks

- Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah

ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air

- Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah

cairan yg keluar

- Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama

- Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan

- Anjurkan pasien memilih posisi yang nyaman dengan memperhatikan jangan

sampai slang terlipat

- Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi

- Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu

- Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang

dibuang

- Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran

- Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema

subkutan

• Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara

batuk efektif

• Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

• Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD

• Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari

melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah

pemasangan WSD

Pencabutan selang WSD

Indikasi pengangkatan WSD adalah bila :

a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :

i. Tidak ada undulasi

ii. Cairan yang keluar tidak ada

iii. Tidak ada gelembung udara yang keluar

iv. Kesulitan bernafas tidak ada

29

Page 30: hematopneumothoraks

v. Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara

vi. Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara

b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan

pada slang

30

Page 31: hematopneumothoraks

DAFTAR PUSTAKA

Bowman JG. Pneumothorax, Tension and Traumatic. February 5,2009. Cited on

Febuary 20, 2010. Available at http://emedicine.medscape.com/article/827551-overview

http://www.netterimages.com/image/10375.htm

Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia ; 1992

Moore KL. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 2002

Sabiston, DC.Essentials of Surgery. Edisi ke -1.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC ; 1994

31