HEM

33
Auditya Widyasari 1102013047 LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan definsi dan fungsi hemoglobin Hemoglobin adalah zat warna dalam eritrosit yang berfungsi mengangkut O2 dan CO2. Kadar normal pada laki- laki : 14-18 gr/dl. Untuk perempuan 12-16 gr/dl. Bayi baru lahir 13,5 ± 3 g/dl Bayi 3 bulan 11,5 ± 2 g/dl Anak usia 1 tahun 12 ± 1,5 g/dl Anak usia sekolah 13 ± 1,5 g/dl Wanita 12 – 16 g/dl Pria 14 – 18 g/dl Fungsi dari hemoglobin Hemoglobin pada eritrosit vertebrata berperan penting dalam: Pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer sedangkan CO2 dari jaringan k paru-paru. pengangkutan karbon dioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar menentukan kapasitas penyangga darah. Page 1

description

hem

Transcript of HEM

Auditya Widyasari1102013047

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan definsi dan fungsi hemoglobin

Hemoglobin adalah zat warna dalam eritrosit yang berfungsi mengangkut O2 dan CO2. Kadar normal pada laki-laki : 14-18 gr/dl. Untuk perempuan 12-16 gr/dl.

Bayi baru lahir13,5 3 g/dl

Bayi 3 bulan11,5 2 g/dl

Anak usia 1 tahun12 1,5 g/dl

Anak usia sekolah13 1,5 g/dl

Wanita12 16 g/dl

Pria14 18 g/dl

Fungsi dari hemoglobinHemoglobin pada eritrosit vertebrata berperan penting dalam: Pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer sedangkan CO2 dari jaringan k paru-paru. pengangkutan karbon dioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar menentukan kapasitas penyangga darah.

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan struktur hemoglobin

Hemoglobin dewasa (HbA) terdiri dari empat rantai polipeptida ( dua a dan dua b ) masing-masing mengandung satu molekul heme. Sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF.

Rantai a dan b dari HbA adalah mirip satu sama lain dalam konfigurasi 3 dimensi dan pada rantai tunggal dari mioglobin otot, walaupun urutan asam aminonya berbeda. Dalam setiap rantai terjadi 8 heliks-a. Heme, suatu kompleks dari satu cincin porfirin dan satu ion ferro (Fe2+), sesuai pada celah dari setiap rantai globin dan berinteraksi dengan 2 residu histidin.

LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan biosintesis hemoglobin

Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin. Globin disintesis oleh ribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).

LO 1.5 Memahami dan Menjelaskan reaksi Antara Fe dan hemoglobin

Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi bebas biasanya terikat ke protein. Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.

LO 1.6 Memahami dan Menjelaskan reaksi Antara O2 dan hemoglobin

Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.

Dengan reaksi : Hb + O2 HbO2

Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin).Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 ke empat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversible. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi bukan oksidasi.Reaksi ini berlangsung cepat, dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik. Deoksigenasi juga berlangsung sangat cepat. Struktur kuartener hemeoglobin menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi Tense(T,tegang) yang menurunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi relaxed(R,rileks). Yang memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar 500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O2. Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel pada Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap O2 dipengaruhi pH,suhu, dan konsentrasi 2,3 bifosfogliserat(2,3 BPG) dalam sel darah merah. 2,3 BPG dan H+ berkompetisi dengan O2 untuk berikatan dengan hemoglobin deoksigenasi sehiingga afinitas hemoglobin terhadap O2 berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida(struktur kuartener).

Bila darah terpajan oleh berbagai macam obat dan agen-agen pengoksidasi lainya secara in vitro atau in vivo, besi ferro(Fe2+) yang dalam keadan normal terdapat dalam molekul tersebut akan berubah menjadi besi ferri (Fe3+), yang membentuk methemoglobin. Methemoglobin berwarna tua,dan kalau jumlahnya besar dalam sirkulasi, methemoglobin ini akan menimbulkan perubahan warna kehitaman pada kulit yang menyerupai sianosis. Pada keadaan normal, terjadi sedikit oksidasi hemoglobin menjadi methemoglbi, tetapi suatu sistem enzim dalam sel darah merah, yakni NADH-ethemoglobin reduktase, mengubah kembali methemoglobin menjadi hemoglobin. Tidak adanya sistem ini secara kongenital merupakan salah satu penyebab methemoglbinemia herediter.

1.6 Memahami dan Menjelaskan proses distribusi O2 dari paru-paru

Proses fisiologis pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 di keluarkan ke udara dapat dibagi menjadi 3 stadium:1. Ventilasi Proses ekspirasi dan inspirasi2. Transportasi Mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus-kapiler yang tips (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial O2 dalam darah vena campuran (PVO2) dikapiler paru kira-kira sebesar 40 mmhg. PO2 kapiler lebih rendah daripada tekanan daram alveolus(PAO2=103mmhg) sehingga 02 mudah berdifusi ke dalam aliran darah.perbedaan tekanan antara darah 46mmhg dan PaCO2 yang lebih rendah 40mmhg menyebabkan CO2 berdifusi ke alveolus yang kemudian dikeluarkan ke atmosfer. Sedangkan O2 dalam darah akan ditransport dengan cara berikatan dengan Hb.3. Respirasi sel atau respirasi internaPada tingkat jaringan, O2 akan melepaskan diri dari Hb ke dalam plasma dan berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan.

L2 Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.

LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan mekanisme eritropoiesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

1. RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.1. ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.1. RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.1. MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%1. RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 2,5% retikulosit.1. EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut sebagai Hemolisis.

LO.2.2. FaktorAda 3 faktor yang mempengaruhi eritropoiesis:a) eritropoietin Penurunan penyaluran 02 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan hormon eritropoietin ke dalam darah, dan hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjaadi sel darah merah, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan mereka.b) kemampuan respon sumsum tulang (anemia , perdarahan)c) intergritas proses pematangan eritrositProses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah masa hidup eritrosit habis (sekitar 120 hari). Proses ini terjadi melalui mekanisme yang terdiri dari:

1. FragmentasiMekanisme fragmentasi terjadi apabila kehilangan beberapa bagian membrane eritrosit sehingga menyebabkan isi sel keluar termasuk hemoglobin.2. Lisis OsmotikTekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya kecenderungan mendorong air dan Na dari daerah konsentrasi tinggi di interstisium ke daerah dengan konsentrasi air rendah di plasma (atau konsentrasi protein plasma lebih tinggi). Sehingga protein plasma dapat dianggap menarik air ke dalam plasma. Hal ini dapat mengakibat lisis eritrosit yang disebabkan efek osmotik.3. EritrofagositosisMekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang dilakukan oleh monosit, neutrofil, makrofag. Fagositosis eritrosit ini terutama terjadi pada eritrosit yang dilapisi antibody. Mekanisme ini meruapakan salah satu indikator adanya AutoImun Hemolitic Anemia (AIHA).4. SitolisisSitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8, C9). Sitolisis ini meruapakan indikator Peroxysimal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH).5. Denaturasi HemoglobinHemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap menbentuk Heinz bodies. Eritrosit dengan Heinz bodies akan cepat didestruksi oleh limpa. Heinz bodies melekat pada membran permeabilitas membesar sehingga mengakibatkan lisis osmotik juga.Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan:1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin B12, asam folat, protein, dll.3. Mekanisme regulasi: faktor pertumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein

Besi : untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari besi tubuh ada di dalam hemoglobin. Vitamin B12 (sianokobalamin) : untuk sintesis molekul asam deoksiribonukleat (DNA) dalam pembentukan sel darah merah. Asam folat : untuk sintesis DNA dan meningkatkan pematangan sel darah merah. Vitamin C Tembaga : katalis dalam pembentukan hemoglobin dan dlam cara ini membantu untuk membuat sel darah merah. Kobalt : mineral dan molekul vitamin B12

LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan morfologi eritrosit

1. Rubriblast : Sel besar ( 15-30 m) Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus Nukleoli : 2-3 buah Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti2. Prorubrisit : Lebih kecil dari rubriblast Inti: bulat, kromatin mulai kasar Nukleoli (-) Sitoplasma: biru, lebih pucat3. Rubrisit : Lebih kecil dari prorubrisit Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal Sitoplasma: pembentukan Hb (+)4. Metarubrisit : Lebih kecil dari rubrisit Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap Sitoplasma: merah kebiruan5. Eritrosit polikromatik : Masih ada sisa-sisa kromatin inti Sitoplasmawarna violet / kemerahan / sedikit biru Fase ini disetarakan dengan retikulosit6. Eritrosit : Ukuran 6-8 m Sitoplasma kemerahan Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf Bentuk bulat, tepi rata

Morfologi eritrositEritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter 7,8 m, dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 m dan .Normalnya bagian tengah eritrosit tidak melebihi 1/3 diameternya, dan disebut eritrosit normokhromatik.

Jika bagian tengah (pucat) melebar dan bagian pinggir eritrosit itu kurang terwarna, sel ini disebut eritrosit hipokhromatik Jika bagian tengah (pucat) menyempit, sel ini disebut eritrosit hiperkhromatik.

Bersifat elastis, sehingga mampu merubah bentuk untuk dapat masuk ke dalam kapiler-kapiler yang memiliki diameter kecil. Setiap eritrosit diliputi oleh membran plasma (lipoprotein) Dibawahnya terdapat cystokel yang terdiri dari 2 lapisan : Jala granular vertikal Filamentosa horisontal Jala-jala terutama tersusun oleh protein kontraktil spektrin Memelihara bikonkaf Efisiensi pengaliran O2 dan CO2 Umur sel eritrosit 120 hari Volume eritrosit adalah 90 - 95 m3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2 juta/L dan pada wanita 4,2 -5,4 juta/L.

Variasi Kelainan dari Besar Eritrosit

1. Makrositosis Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit > 8,5 mikron dengan tebal rata-rata 2,3 mikron. Ditemukan pada anemia megaloblastik, anemi pada kehamilan, anemi karena malnutrition. 2. Mikrositosis Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit < 7 mikron dengan tebal rata-rata 1,5-1,6 mikron. Ditemukan pada anemi defisiensi besi. 3. Anisositosis Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi, jadi terdapat makro, normo, mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditemukan pada anemi kronik yang berat.

Variasi Warna Eritrosit

1. Normokromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin normal. 2. Hipokromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari normal. 3. Hiperkromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin lebih dari normal. 4. Polikromasia Keadaan beberapa warna pada eritrosit, misalnya: basofilik, asidofilik, ataupun polikromatofilik.

Variasi Bentuk Eritrosit

1. Echnosit : Crenated Eritrosit , misalnya eritrosit pada media hipertonik. Sferosit : Eritrosit dengan diameter < 6,5 mikron tetapi hiperkrom misalnya pada sferositosis. 2. Leptosit : Misalnya pada hemoglobinopati Ca atau E. 3. Sel target : Bulls eyo cell ; misalnya pada thalassemia. 4. Ovalosit : Elliptosit, misalnya pada elliptositosis hereditaria. 5. Drepanosit : Sickle Cell, misalnya pada sickle cell anemi. 6. Sehistocyte : Helmet Cell merupakan pecahan eritrosit, misalnya pada anemi hemolitika. 7. Stomatosit : misalnya pada thalassemia dan anemi pada penyakit hati yang menahun. 8. Tear drop cell : misalnya pada anemi megaloblastik. 9. Poikilositosis : keadaan dimana terdapat bermacam-macam bentuk eritrosit dalam satu sediaan hapus, misalnya pada hemopoisis extramedularis. ( Dep Kes RI, 1989 )

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Anemia

LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan definsi anemia

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan klasifikasi anemia

Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Derajat anemia perlu disepakati sebagai dasar penatalaksanaan kasus anemia.Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah :

Ringan SekaliHb 10 g/dl cut off point

RinganHb 8 g/dl Hb 9,9 g/dl

SedangHb 6 g/dl 7,9 g/dl

BeratHb < 6 g/dl

Klasifikasi anemia yang paling sering dipakai adalah :

1. Klasifikasi MorfologikBerdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit. Dengan melihat morfologi anemia maka dapat diduga penyebab anemia tersebut

A. Anemia Hipokromik Mikrositer ( MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)1. Anemia Defisiensi Besi2. Thalassemia3. Anemia Akibat Penyakit kronik4. Anemia SideroblastikB. Anemia Normokromik Normositer ( MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)1. Anemia Pasca perdarahan Akut2. Anemia Aplastik- Hipoplastik3. Anemia hemolitik - terutama bentuk yang didapat4. Anemia Akibat penyakit kronik5. Anemia Mieoplastik6. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik7. Anemia pada mielofibrosis8. Anemia pada Sindrom mielodisplastik9. Anemia pada leukimia akutC. Anemia Makrositer ( MCV > 95 fl)1. Megaloblastik1. Anemia Defisiensi Folat2. Anemia Defisiensi Vitamin 2. Nonmegaloblastik1. Anemia pada penyakit hati kronik2. Anemia pada hipotiroid3. Anemia pada sindroma mielodisplastik.

LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan etiologi anemia

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

Terdapat berbagai macam penyebab anemia, antara lain:1. Pendarahan hebat yang mendadak (akut) karena kecelakaan, pembedahan, persalinan, atau pecah pembuluh darah2. Pendarahan kronik (menahun) karena pendarahan hidung, wasir (hemoroid), maag (ulkus peptikum), kanker atau polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung kemih3. Pendarahan menstruasi yang sangat banyak4. Berkurangnya pembentukan sel darah merah karena kekurangan zat besi, kekurangan vitamin B12, kekurangan asam folat, kekurangan vitamin C5. Penyakit kronik yang mengakibatkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, pembesaran limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah6. KekuranganG6PD(suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit). Kelainan enzimG6PDmenyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik).7. Penyakit darah, seperti penyakit sel sabit (sel darah merah berbentuk bulan sabut seperti huruf C) dan thalassemia.

LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan manifestasi klinis anemia

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:5. Gejala umum anemiaDisebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut: System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantung System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel. Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus

5. Gejala khas masing-masing anemia Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali Amemia aplastik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi5. Gejala akibat penyakit dasarDisebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan laboratorium

Complete blood count (CBC)CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel. Pemeriksaan morfologi apusan darah tepiApusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter. Sel darah merah berinti (normoblas)Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita dengan bone marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat menunjukkan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat. Hipersegmentasi neutrofi lHipersegmentasi neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5% neutrofi l berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofi l berlobus >6. Adanya hipersegmentasi neutrofi l dengan gambaran makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defi siensi vitamin B12 dan asam folat).

Hitung retikulositRetikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah:Hitung retikulosit terkoreksi = % retikulosit penderita x hematocrit 45 Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte production index (RPI).1Hematokrit penderita (%)Faktor koreksi

40 4535 3925 3415 24 100/dl)e) Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.f) Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.g) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)h) Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan tata laksana anemia defisiensi besi

1. Terapi Kausal : tergantung penyebabnyaTerapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuha. Terapi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif,murah dan aman. Preparat yang tersedia yaitu : i. Ferrous sulphat (sulfas ferosus) : preparat pilihan pertama ( murah dan efektif). Dosis 3 x 200 mgii. Ferrous gluconate,ferrous fumarat,ferrous lactate dan ferrous succinate, harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek samping dapat berupa mual,muntah serta konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak,anemia sering kambuh kembali.b. Terapi parenteral : Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.

Indikasi parenteral:Tidak dapat mentoleransi Fe oralKehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa).

Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisaPreparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan :Kebutuhan Besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 33. Terapi TransfusiTransfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb.

LO Memahami dan Menjelaskan komplikasi anemia defisiensi besi

1. Kelainan jantung, seperti gagal jantung dan angina pektoris (angin duduk)2. Edema akibat hipoproteinemia3. Stroke

LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan pencegahan anemia defisiensi besi

1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.2. Pendidikan kesehatan, yaitu: Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropic.3. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.4. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.Freund, Mathias. 2002. Atlas Hematologi. Edisi 11. Jakarta:EGC.Hoffbrand, A.V and Moss, P.A.H 2011. Kapita Selekta Hematologi . Edisi 6. Jakarta:EGC.Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.http://elhooda.awardspace.infohttp://elib.fk.uwks.ac.id

Page 1