Hati Biasa

2
Hati Biasa – Bebas Dualis POSTED ON APRIL 10, 2013 · POSTED IN BIMBINGAN KASIH, KASIH LESTARI Sadarkah kita bahwa kita hidup di antara dua tembok raksasa, berada dalam himpitan tembok raksasa yang dibangun oleh diri sendiri. Dua tembok ini adalah tembok dualis antara kaya-miskin, jaya-hina, pintar-bodoh, indah-jelek, dipuji-dicela, sukses-gagal, berkah-musibah, dan lain-lain. Setiap manusia tiada henti memikirkan seribu satu cara untuk mendapatkan yang baik dan menolak yang buruk, menyukai yang positif dan membenci yang negatif. Kesibukan manusia setiap hari tak lepas dari usaha membuang yang buruk dan yang tak disukai, untuk kemudian mencari yang baik dan disukai. Demi mencapai tujuan ini, manusia mengorbankan segalanya bahkan menghabiskan seluruh hidupnya. Kenyataannya, adakah seorang manusia yang berhasil mendapatkan semua yang baik dan menolak semua yang buruk? Sepanjang sejarah manusia, tak ada seorang pun yang berhasil. Mengapa demikian? Karena dunia wujud merupakan dunia dualis. Suka-duka, sukses-gagal, kaya-miskin, pintar-bodoh, dan lain-lain, sudah merupakan kenyataan kehidupan yang harus diterima dan dihadapi. Sementara manusia hanya suka yang baik dan tak mau yang buruk, sehingga terus berjuang mencapai tujuan ini. Hal ini sama seperti, kerja mengubah dunia yang mustahil. Inilah cikal bakal penderitaan yang dihadapi manusia. Ini juga yang membuat seorang manusia menjadi budak hidup dan tak mampu menjadi tuan hidup, apalagi sungguh-sungguh memiliki hidup. Mengubah diri jauh lebih mudah daripada mengubah orang lain apalagi dunia. Lebih mudah kita sendiri yang mengenakan sepatu daripada membentangkan karpet panjang menutupi dunia untuk melindungi kaki sendiri agar tidak sakit dan terluka. Hal ini membuat kita menyadari betapa pentingnya pemahaman kebenaran dan keinsafan nurani bagi seorang manusia dalam meniti hidup ini. Dengan pemahaman akan kebenaran, membuat kita mampu memperbaiki pandangan keliru yang sudah berurat akar menghiasi sejarah manusia. Salah satu pandangan yang harus kita benahi adalah pandangan dan sikap kita dalam menghadapi dunia yang penuh dualis. Seharusnya kitalah yang memperbaiki pandangan kita saat menghadapi dualitas kehidupan. Jangan tergila-gila dan tak perlu amat membenci. Tak perlu sombong juga tak perlu minder sebagai seorang manusia. Saat fenomena kaya-miskin, sukses-gagal, dipuji- dicela, silih berganti dalam hidup kita, hadapilah dengan hati biasa. Dalam kesuksesan kita bersikap biasa, dalam kegagalan juga tetap hidup biasa. Seorang manusia awam tak menyadari kebenaran seperti ini, sehingga terpontang-panting di antara tembok kaya- miskin, sukses-gagal. Seorang manusia yang bijaksana mampu berpaling ke dalam dirinya untuk menjadi tuan atas hidupnya. Saat fenomena dualis terus terjadi, ia tetap menjadi pengendali untuk tidak terbawa arus. Hanya dengan demikian, kedamaian dan kebahagiaan hidup dapat tercapai.

description

eVeryone need to read these for 0ur hearth as a human being..

Transcript of Hati Biasa

Hati Biasa Bebas DualisPOSTED ONAPRIL 10, 2013 POSTED INBIMBINGAN KASIH,KASIH LESTARISadarkah kita bahwa kita hidup di antara dua tembok raksasa, berada dalam himpitan tembok raksasa yang dibangun oleh diri sendiri. Dua tembok ini adalah tembok dualis antara kaya-miskin, jaya-hina, pintar-bodoh, indah-jelek, dipuji-dicela, sukses-gagal, berkah-musibah, dan lain-lain. Setiap manusia tiada henti memikirkan seribu satu cara untuk mendapatkan yang baik dan menolak yang buruk, menyukai yang positif dan membenci yang negatif. Kesibukan manusia setiap hari tak lepas dari usaha membuang yang buruk dan yang tak disukai, untuk kemudian mencari yang baik dan disukai. Demi mencapai tujuan ini, manusia mengorbankan segalanya bahkan menghabiskan seluruh hidupnya. Kenyataannya, adakah seorang manusia yang berhasil mendapatkan semua yang baik dan menolak semua yang buruk? Sepanjang sejarah manusia, tak ada seorang pun yang berhasil. Mengapa demikian? Karena dunia wujud merupakan dunia dualis. Suka-duka, sukses-gagal, kaya-miskin, pintar-bodoh, dan lain-lain, sudah merupakan kenyataan kehidupan yang harus diterima dan dihadapi. Sementara manusia hanya suka yang baik dan tak mau yang buruk, sehingga terus berjuang mencapai tujuan ini. Hal ini sama seperti, kerja mengubah dunia yang mustahil. Inilah cikal bakal penderitaan yang dihadapi manusia. Ini juga yang membuat seorang manusia menjadi budak hidup dan tak mampu menjadi tuan hidup, apalagi sungguh-sungguh memiliki hidup.Mengubah diri jauh lebih mudah daripada mengubah orang lain apalagi dunia. Lebih mudah kita sendiri yang mengenakan sepatu daripada membentangkan karpet panjang menutupi dunia untuk melindungi kaki sendiri agar tidak sakit dan terluka. Hal ini membuat kita menyadari betapa pentingnya pemahaman kebenaran dan keinsafan nurani bagi seorang manusia dalam meniti hidup ini. Dengan pemahaman akan kebenaran, membuat kita mampu memperbaiki pandangan keliru yang sudah berurat akar menghiasi sejarah manusia. Salah satu pandangan yang harus kita benahi adalah pandangan dan sikap kita dalam menghadapi dunia yang penuh dualis.Seharusnya kitalah yang memperbaiki pandangan kita saat menghadapi dualitas kehidupan. Jangan tergila-gila dan tak perlu amat membenci. Tak perlu sombong juga tak perlu minder sebagai seorang manusia. Saat fenomena kaya-miskin, sukses-gagal, dipuji-dicela, silih berganti dalam hidup kita, hadapilah dengan hati biasa. Dalam kesuksesan kita bersikap biasa, dalam kegagalan juga tetap hidup biasa. Seorang manusia awam tak menyadari kebenaran seperti ini, sehingga terpontang-panting di antara tembok kaya-miskin, sukses-gagal. Seorang manusia yang bijaksana mampu berpaling ke dalam dirinya untuk menjadi tuan atas hidupnya. Saat fenomena dualis terus terjadi, ia tetap menjadi pengendali untuk tidak terbawa arus. Hanya dengan demikian, kedamaian dan kebahagiaan hidup dapat tercapai.Kaya-miskin, sukses-gagal, sudah merupakan pasangan yang tak terpisahkan. Kita tidak bisa hanya ambil satu dan membuang yang lainnya. Oleh sebab itu, saat kaya datang terlebih dahulu, kita tak perlu lupa daratan karena kaya tidak sendiri melainkan ia berpasangan dengan si miskin. Begitu juga sukses tak bisa dipisahkan dengan gagal. Saat sukses, tak perlu sombong dan kegirangan karena tak lama kemudian pasangannya yaitu si gagal segera akan menghampiri kita. Sebaliknya, kalau si miskin atau si gagal yang datang terlebih dahulu, juga janganlah terlalu kecewa, sedih, dan putus asa apalagi bunuh diri, karena pasangannya pun akan datang menghampiri kita. Singkat kata, kaya tak selamanya kaya, sukses tak selamanya sukses, miskin tak selamanya miskin, dan gagal tak selamanya gagal. Semua ini bagaikan awan yang terus berarak dan berubah namun arakan awan tak pernah mampu mempengaruhi apalagi memindahkan gunung. Biarlah awan terus berubah namun gunung tak pernah bergeming.Hati kita harus bagaikan gunung yang stabil dan tidak bergeming. Janganlah menautkan hati pada awan yang selalu berubah tak menentu, bahkan di luar kendali kita ia akan turun menjadi hujan, saat itulah hati kita akan dihempaskan dengan tidak bertanggung jawab. Dalam keadaan seperti ini, awan sama sekali tak bisa disalahkan karena ia tak pernah merenggut hati kita, namun kitalah yang menggantungkannya sendiri. Inilah kebodohan manusia yang tak pernah disadari. Kini Maha Dharma Maitreya menyingkapkan semua kebenaran ini. Sang Maitreya membimbing kita untuk berpindah posisi. Dari sebuah hati yang labil dan tak menentu menjadi hati yang mapan dan jelas akan tujuan hidup. Hati yang mapan dalam menghadapi semua perubahan di luar diri, itulah Hati Biasa. Dengan Hati Biasa menghadapi sejuta perubahan maka perubahan itu tak mampu mempengaruhi apalagi mengendalikan diri kita. Kitalah yang menjadi pengendali atas diri dan hidup kita. Biarlah semua perubahan terus terjadi untuk menyemarakkan dunia dan mewujudkan Hukum Tuhan yang Mahaadil, kita sendiri harus memandang semua ini sebagai hal yang Biasa, untuk kemudian menghadapinya dengan Biasa. Demikianlah, Hati Biasa melampaui semua diskriminasi dan dualitas di dunia.