HASIL PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian...

download HASIL PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52347/BAB V Hasil... · lama yang masih dipegang kokoh oleh masyarakat itu adalah

If you can't read please download the document

Transcript of HASIL PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian...

  • HASIL PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Bogor, yaitu di Kampung Adat

    Urug, Cigudeg, Jasinga.Kampung Adat Urug merupakan Kampung yang terletak

    di Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya.Secara geografis, Desa Kiarapandak

    memiliki wilayah yang berbatasan dengan beberapa desa sekitarnya. Sebelah

    utara berbatasan Desa Harkatjaya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa

    Kiarasari dan Desa Cisarua, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan

    Nanggung, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Pasir Madang.

    Jumlah penduduk Desa Kiarakpandak yaitu sebanyak 10.307 jiwa, yang

    terdiri dari 5.419 jiwa laki-laki dan 4 888 jiwa perempuan dengan jumlah Kepala

    Keluarga 2.321 jiwa. Desa Kiarapandak terdiri dari lima dusun, 14 RW, dan 50

    RT dengan jumlah keluarga miskin sebanyak 558 jiwa. Ditinjau dari segi agama,

    mayoritas penduduk Desa Kiarapandak beragama Islam dan sisanya beragama

    Katolik dengan jumlah Masjid dan Mushola masing-masing 15 dan 14 buah.

    Dari segi pekerjaan, sebagian besar masyarakat Desa Kiarapandak

    bermata pencaharian sebagai Petani, hal ini sesuai dengan luas wilayah

    penggunaan tanah sebagian besar digunakan untuk sawah yaitu sebanyak

    259.570 Ha.Secara umum keadaan topografi Desa Kiarakpandak merupakan

    daerah dataran dan perbukitan dengan iklim kemarau dan penghujan.Hal ini

    berpengaruh terhadap pola tanam yang ada di Desa Kiarapandak.

    Tabel 2 Sebaran luas wilayah penggunaan tanah No Penggunaan Tanah Luas (Ha) 1 Sawah 259.570 2 Kebun 235 3 Pekarangan 15.130 4 Tegal 253.474 5 Hutan 2,0 6 Lainnya 3,5

    Total 528.414, 5

    Ditinjau dari segi pendidikan, baik berdasarkan penyediaan sarana dan

    prasarana maupun berdasarkan tingkat pendidikan masyarakatnya di Desa

    Kiarapandak masih cukup rendah.Sebaran pendidikan masyarakat Desa

    Kiarakpandak dapat dilihat pada gambar 3.

  • Gambar 3 Sebaran pendidikan masyarakat Desa Kiarakpandak

    Kampung Adat Urug yang merupakan bagian dari Desa Kiarapandak

    merupakan sisa peradaban masa silam yang sampai saat ini nilainilai

    ketradisiannya masih dipertahankan. Urug bukan terucap nama dengan begitu

    saja, dibalik kata itu tersembunyi kata GURU. Menurut pikukuh adat

    kepercayaan Kampung Urug, sudah berdiri sejak 450 tahun yang lalu, adanya

    sebuah mandala urug dengan masyarakatnya yang berpegang teguh kepada

    adat istiadat akan memegang suatu keteladanan kesundaan. Menurut cerita

    Kampung Urug sejaman dengan masa pemerintahan Prabu Nilakendra (1551

    1569 M) beliau seorang raja alim dan bijaksana dan banyak mengabdi pada hal

    hal kegaiban, konon sisasisa pengabdiannya diantaranya patilasan raja masih

    ada di Kampung Urug, umumnya patilasan disebut Kabuyutan atau mandala

    yaitu suatu tempat yang jauh dari keramaian yang dijadikan tempat berkhalwat

    atau memuja sang maha pencipta adalah mungkin hal ihwal mula adanya

    mandala urug dimulai dari Gedong Ageung. Menurut data yang ada Kampung

    Adat Urug mempunyai tingkat kunjungan wisata ratarata 80100 orang setiap

    bulan dan jika pada harihari besar bisa mencapai 600800 orang per hari.

    Nilai Budaya Kampung Adat Urug Kampung Adat Urug berlokasi di Kampung Urug Desa Kiara Pandak

    Kecamatan Sukajaya.Jarak tempuh dari Cibinong sekitar 42 km, arahnya menuju

    wilayah barat pada pertigaan Kecamatan Cigudeg.Arah barat daya menuju

    Kecamatan Sukajaya 15 km dan dari Kecamatan ini ditempuh lagi jarak 9 km

    untuk menuju lokasi tersebut.Kampung adat urug merupakan kampung adat

    yang masih memegang teguh adat istiadat memiliki nilai-nilai budaya dalam

    kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan sehari-hari.Tali tradisi budaya

    lama yang masih dipegang kokoh oleh masyarakat itu adalah :

    5.24%

    60.97%

    25.10%

    8.19%1.49%

    0.00%

    20.00%

    40.00%

    60.00%

    80.00%

    persen

    tase

    TidaktamatSD

    TamatSD

    TamatSMP

    TamatSMA

    PerguruanTinggi

  • 1. Pola Pemukiman

    a. Seni Bangunan

    Merupakan perumahan yang mencirikan rumah adat dengan persamaan

    bahan yang dipakai serta bentuk rumah yang mempunyai kolong serta

    lumbung padi yang bernama leuit.

    Gambar 4 Leuit atau tempat penyimpanan padi

    b. Arsitektur bangunan

    Bentuk rumah yang bercirikan pada tradisi kesundaan (julang ngapak

    dan jago anjing).

    2. Kekerabatan

    Yang menempati tempat tinggal di Kampung Urug, satu sama lain adalah

    masih saudara, di kampung ini dikenal dengan sebutan Tatali Kahuripan.

    Hubungan bermasyarakat di kampung adat sangat dekat, ketika terdapat salah

    satu warga yang melangsungkan hajatan,maka warga yang lain harus mengirimi

    makanan kepada orang yang hajatan tersebut. Hal ini dilakukan secara

    bergiliran.Makanan yang biasa diberikan adalah asoy, rengginang, dan

    renggining.Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari masyarakat setempat (Box

    1).

    3. Kepemimpinan

    Di Kampung Adat Urug dibangun sebuah rumah besar/Gedung Ageung yang

    merupakan sentral/pusat kewenangan kepemimpinan adat, disamping itu

    terdapat pula Gedong Alit dan Gedong Pangkaleran. Kepemimpinan adat

    dipegang oleh Ki Kolot Ukat, yang merupakan keturunan kesembilan dari

    turunan terdahulunya.

    Box 1 Bu E, kader Posyandu

    Tradisi disini adalah ketika warga kampung adat yang mengadakan hajatan, maka warga yang lainnya mengirimkan makanan ke warga yang sedang hajatan.Makanan

    yang kita kirim biasanya adalah rengginang, renggining, dan asoy. Banyaknya makanan yang kita kirim tergantung dari kita sendiri akan memberikan berapa banyak. Semakin banyak kita memberikan kepada orang yang sedang hajat,maka nanti ketika kita hajat

    kitapun akan mendapatkan kiriman kue yang banyak juga. Karena masyarakat kampung adat yang hajatan akan mencatat kue-kue kiriman dari para tetangganya.

  • Gambar 5 Gedung ageung

    Ada tiga kepemimpinan yang mengendalikan keberadaan kampung adat ini

    antara lain:

    a) Kikolot Ukat atau disebut juga Kokolot Leubak, mempunyai tugas

    mengendalikan dan mempertahankan adat istiadat yang sudah turun

    temurun antar lain :Acara seren taun, ruwatan, harihari besar kaum

    muslimin dan memimpin kegiatan yang dianggap sakral.

    b) Kikolot Amat atau disebut juga Kokolot Tengah, bertugas mengatur

    masyarakat, pengerahan masa dan memberikan petunjuk bagi

    kesepakatan adat yang sedang dijalankan.

    c) Kikolot Tengah bernama Rajaya disamping menjalankan petunjuk untuk

    penanaman padi secara turun temurun dalam kesempatan ini beliau

    juga mempertahankan adat istiadat urug, selalu berperan sebagai

    pencerita. Sejarah Kampung Urug, silsilah, riwayat yang berhubungan

    dengan nilainilai tradisional Kampung Urug serta cerita yang

    mengaitkan rajaraja Pajajaran dengan Kampung Urug.

    Nilai-nilai budaya yang juga masih dianut diantaranya adalah dalam

    bidang pertanian atau bercocok tanam, perumahan, persalinan dan kehamilan,

    pengasuhan anak, hubungan antara orang tua dan anak, kehidupan

    bermasyarakat, dan kehidupan sehari-hari.Dalam kehidupan sehari-hari terdapat

    larangan-larangan yang dipercaya oleh masyarakat dikampung adat seperti,

    tidak boleh ngebutkeun kain dimalam hari, tidak boleh jemur pakaian malam hari

    serta tidak boleh menggunting kuku di malam hari. Pengasuhan anak laki-laki

    dan perempuan pada usia Balita tidak terdapat perbedaan, tetapi akan mulai

    berbeda pada usia sekolah. Tidak ada harapan yang berbeda antara anak laki-

    laki dan perempuan, berbeda sesuai dengan pendapat subjektif orang tua.Hal ini

    sesuai dengan pernyataan dari abah Ukat yang merupakan kokolot di Kampung

    Adat Urug (Box 2).

  • Nilai budaya yang juga terkait dengan pengasuhan adalah penggunaan kalung yang terbuat dari jalinan benang berwarna hitam, yang dipakai anak sejak lahir hingga berusia lima tahun. Kalung ini dipercaya dapat menghindarkan anak dari gangguan setan.

    Gambar 6 kalung yang digunakan oleh balita di Kampung Adat Urug

    Di dalam pengasuhan ibu khusus untuk perilaku hidup sehat, ibu memiliki

    pantangan untuk tidak memotong kuku anaknya ketika mereka sakit. Beberapa

    budaya lain yang terdapat di Kampung Adat Urug dalam berbagai aspek tersaji

    dalam tabel 3.

    Tabel 3 Nilai budaya pada kampung adat urug No Aspek Nilai budaya 1 Pantangan

    atau larangan di Kampung Adat Urug

    Terdapat banyak pantangan atau larangan umum larangan yang sampaikan secara turun temurun yaitu:

    - Tidak boleh makan saat magrib dan makan sambil berdiri

    - Tidak boleh makan sambil minum - Tidak boleh menyisakan makanan nanti suaminya

    brewokan - Saat ingin tambah makanan, tidak boleh

    membersihkan piring dari makanan. - Apabila ayah meninggal atau bercerai dari ibu, anak

    dibawa ke atas para atau atap rumah agar tidak ingat lagi dengan ayahnya.

    - Tidak boleh ngebutkeun kain dan menjemur pakaian di malam hari

    2 Kehidupan bermasyarakat

    Hubungan bermasyarakat di kampung adat sangat dekat, ketika terdapat salah satu warga yang melangsungkan hajatan,maka warga yang lain harus mengirimi makanan kepada orang yang hajatan tersebut. Hal ini dilakukan secara bergiliran. Makanan yang biasa diberikan adalah asoy, rengginang, dan renggining.

    Box 2 Abah U, Kokolot Kampung Adat Urug

    Anak laki-laki diharapkan untuk bisa bekerja, sedangkan anak perempuan diharapkan mampu mengasuh orangtua ketika sudah tua. Anak perempuan usia 7 tahun sudah diajari pekerjaan

    domestik seperti memasak, menyapu, mencuci baju, mencuci piring, menumbuk padi dan sebagainya. Semua ini terdapat ilmu yang diturunkan dari nenek moyang seperti bagaimana ilmu

    untuk mencuci perabotan dapur. Anak laki-laki usia 12 tahun, sudah diajari pekerjaan publik dibidang pertanian seperti mencangkul, ngarit dan lain-lain.

  • Lanjutan Tabel 3 3 Perumahan Tidak boleh membuat rumah tingkat karena rumah tidak boleh

    melebihi tinggi rumah adat kediaman kokolot. Pembuatan kamar mandi harus sesuai dengan izin dari kokolot, karena kamar mandi tidak boleh berada lebih atas dari rumah kokolot.

    4 Kehamilan dan pemberian ASI

    - Ibu hamil dilarang untuk mengantri ketika ke kamar mandi umum. Menurut kepercayaan warga Kampung Adat Urug, jika ibu hamil ikut mengantri, maka nanti ketika melahirkan prosesnya akan lama.

    - Tidak boleh makan di piring besar, nanti bayinya besar. Ibu hamil biasanya makan dengan menggunakan piring kecil.

    - Ketika kehamilan terdapat larangan untuk mempersiapkan perlengkapan bayi sebelum melahirkan, apabila ibu ingin mempersiapkan kebutuhan bayi maka harus disimpan dirumah tetangga.

    - Ketika memasak, ibu harus mengetahui mana ujung kayu atas dan bawah, apabila ujungnya bawah dimasukan ke kompor maka terdapat kepercayaan bahwa akan mengalami kehamilan sungsang.

    - Anak yang baru lahir harus dipuasakan terlebih dahulu sebelum diberi air susu, paling tidak satu malam sampai 3 hari.

    - Masyarakat adat memiliki kepercayaan bahwa anak yang baru lahir harus diberikan madu terlebih dahulu sebagai prelaktal. Hal ini dipercaya akan mengurangi sakit pada mulut bayi sebelum ia mendapatkan ASI.

    5 Kelahiran bayi - Setelah bayi lahir, maka paraji akan memberikan kalung yang dibuat dari jalinan benang berwarna hitam. Kalung ini dipakai sampai anak berusia 5 tahun untuk menjaga anak dari gangguan setan.

    - Pada setiap maulud saat pembacaan asrakal kalung ini diganti. Hampir semua orang tua di kampung adat urug melakukan tradisi ini dan percaya dengan keampuhan kalung ini dalam menghindarkan anak dari gangguan setan.

    - Bayi yang baru lahir harus dimandikan dengan menggunakan air dingin agar bayi kuat dan tidak gampang sakit. Akan tetapi anjuran ini tidak sepenuhnya diikuti oleh orang tua, karena kebanyakan dari orang tua merasa tidak tega memandikan anaknya dengan air dingin.

    - Ketika bayi, biasanya nama anak belum tetap, masih berganti-ganti. Ketika anak sering menangis saat bayi, maka orang tua akan segera mengganti nama bayinya.

    - Begitupun ketika anak sakit-sakitan maka nama anak harus diganti karena berdasarkan hitungan kokolot, nama tersebut terlalu berat dan menimbulkan anak mudah sakit.

    6 Pengasuhan Anak Perempuan

    - Anak perempuan usia 7 tahun sudah diajari pekerjaan domestik seperti memasak, menyapu, mencuci baju, memcuci piring, menumbuk padi dan sebagainya. Semua ini terdapat ilmu yang diturunkan dari nenek moyang seperti bagaimana ilmu untuk mencuci perabotan dapur.

    - Anak perempuan tidak boleh membuat dan melangkahi kolecer, karena hal ini dapat membuat kolecer tidak dapat berputar

    7 Pengasuhan Anak Laki-laki

    - Anak laki-laki usia 12 tahun, sudah diajari pekerjaan publik dibidang pertanian seperti mencangkul, ngarit dan lain-lain.

    Sumber: tokoh masyarakat Kampung Adat Urug

  • Karakteristik Anak Usia Anak

    Anak pada penelitian ini sebanyak 60 orang yang berusia tiga sampai

    lima tahun. Menurut Hurlock (1980) usia tiga sampai lima tahun termasuk dalam

    kategori kanak-kanak. Proporsi jumlah laki-laki dan perempuan dalam penelitian

    ini sama banyak, yaitu masing-masing 30 anak. Tabel 4 menunjukkan bahwa

    separuh dari anak (50,0%) yang berjenis kelamin laki-laki berusia tiga tahun,

    begitupun anak yang berjenis kelamin perempuan hampir separuhnya (43,3%)

    berusia tiga tahun.

    Tabel 4 Sebaran anak menurut usia Sebaran usia

    (Tahun) Jenis Kelamin

    Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

    3 15 50,00 13 43,3 28 46,6 4 14 46,60 11 36,6 25 41,6 5 1 3,30 6 20,0 7 11,6 Total 30 100 30 100 60 100

    Urutan Lahir

    Urutan kelahiran dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat

    kelompok, yaitu tunggal, sulung, tengah, dan bungsu. Tabel 5 menunjukkan anak

    yang berjenis kelamin laki-laki separuhnya (50,0%) merupakan anak bungsu.

    Sedangkan untuk anak yang berjenis kelamin perempuan lebih dari separuhnya

    (56,6%) juga merupakan anak bungsu.

    Tabel 5 Sebaran anak berdasarkan urutan kelahiran Urutan

    Kelahiran Jenis Kelamin

    Laki-laki Perempuan Total n % n % N %

    Tunggal 8 26,6 8 26,6 16 26,6 Sulung 3 10,0 4 13,3 7 11,6 Tengah 4 13,3 1 3,3 5 8,3 Bungsu 15 50,0 17 56,6 32 53,3 Total 30 100 30 100 60 100

    Karakteristik Orang tua

    Usia Orang Tua Pengelompokkan usia orang tua dalam penelitian ini mengacu pada

    Hurlock (1980). Menurut Hurlock (1980) usia dewasa dikelompokkan menjadi tiga

    kategori, yaitu usia dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun),

    dan dewasa akhir (> 60 tahun). Tabel 6 menunjukkan bahwa dua per tiga ayah

    contoh masuk pada kategori usia dewasa awal (83,0 % ). Sementara itu, hampir

  • seluruh ibu contoh berada dalam kategori usia dewasa awal (95,0%). Dalam

    penelitian ini, tidak ada contoh yang memiliki ibu maupun ayah yang berada

    pada kategori usia lanjut.

    Tabel 6 Sebaran anak berdasarkan usia orang tua Sebaran Usia

    (Tahun) Ayah Ibu

    n % n % Dewasa Awal (18-40) 50 83,0 57 95,0 Dewasa Madya (41-60) 10 16,6 3 5,0 Dewasa Tua (> 60) 0 0,0 0 0,0 Total 60 100 60 100 Min-Max 22-60 20-47 Mean std 33,38,2 27,96,0

    Besar Keluarga Besar keluarga menurut BKKN (1995) adalah keseluruhan jumlah

    anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga

    lainnya. Besar keluarga terbagi tiga yaitu keluarga kecil (4orang), keluarga

    sedang (5-7 orang), dan keluarga besar ( 8 orang). Tabel 7 menunujukkan

    bahwa lebih dari separuh contoh (53,3%) masuk dalam kategori keluarga kecil

    (4 orang).

    Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Kategori (Orang)

    Anak n %

    Kecil ( 4) 32 53,3 Sedang (5-7) 20 33,3 Besar ( 8) 8 13,3 Total 60 100 Min-Max 3-12 Mean std 4,831,976 Pendidikan Orang Tua

    Menurut Guhardja et al (1992) dalam Setiawati (2007), tingkat pendidikan

    orang tua merupakan aspek yang mempengaruhi keefektifan komunikasi dalam

    keluarga. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dan membentuk

    cara dan pola pikir seseorang. Pendidikan orang tua contoh berkisar antara tidak

    tamat SD sampai dengan tamat SMA dengan lama pendidikan berkisar antara 0-

    12 tahun.Lebih dari separuh ayah contoh atau sebesar 70,0 persen memiliki

    lama pendidikan antara empat sampai delapan tahun. Tidak berbeda dengan

    ayah, pendidikan ibu contoh persentase terbesarnya termasuk ke dalam

  • kelompok dengan lama pendidikan empat sampai delapan tahun (61,6%). Ini

    artinya bahwa, sebagian besar orang tua contoh memiliki pendidikan antara tidak

    tamat SD sampai tidak tamat SMP.

    Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan lama pendidikan orang tua Lama Sekolah

    (Tahun) Ayah Ibu

    n % n % 0-3 (rendah) 14 23,.3 21 35,0 4-8 (sedang) 42 70,0 37 61,6 9-12 (tinggi) 4 6,6 2 3,3 Total 60 100 60 100 Min-Max 0-12 0-10 Mean std 5 2,7 4,32,3 Status Pekerjaan Orang Tua Tabel 10 menunjukkan sebaran pekerjaan orang tua contoh. Berdasarkan

    tabel 9 persentase terbesar pekerjaan ayah contoh terletak pada kelompok

    wiraswasta (40,0%) dan persentase terbesar kedua terletak pada kelompok

    petani yaitu 18,3 persen. Pada penelitian ini, sebagian besar ibu contoh

    termasuk dalam kategori tidak bekerja (73,3%).

    Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Jenis pekerjaan Ayah Ibu

    n % n % Tidak bekerja 0 0,0 44 73,3 Petani 11 18,3 13 21,7 Buruh tani 3 5,0 1 1,7 Buruh tambang 8 13,3 0 0,0 Buruh bangunan 9 15,0 0 0,0 Wiraswasta 24 40,0 2 3,3 PNS/ABRI 1 1,7 0 0,0 Becak/Ojek/Sopir 4 6,7 0 0,0 Total 60 100 60 100 Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

    terhadap kehidupan keluarga.Kondisi ekonomi suatu keluarga berpengaruh

    terhadap kondisi mental dan fisik individu yang hidup dalam keluarga dan

    mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga. Berdasarkan garis

    kemisikinan Kabupaten Bogor menurut BPS (2010), lebih dari separuh keluarga

    anak terkategori pada keluarga miskin (68,4%). Rata-rata pendapatan per kapita

    keluarga adalah sebesar Rp220.767,2 dengan nilai minimum Rp25.000 (Tabel

    10).

  • Tabel 10 Sebaran pendapatan orang tua Pendapatan

    (Rupiah) Total

    n % Miskin (< Rp185.335) 41 68,4 Tidak miskin (> Rp 185.335) 19 31,6 Total 60 100 Min-Max 25.000-1.000.000 Mean std 220.767,2 + 211.558

    Aktivitas Ibu

    Aktivitas ibu dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga kategori,

    yaitu keikutsertaan ibu dalam kegiatan keagamaan (pengajian), keikutsertaan ibu

    dalam kegiatan kemasyarakatan (Posyandu), serta keikutsertaan ibu dalam

    kegiatan pertetanggaan (arisan). Sebanyak 33,3 persen ibu contoh sering

    mengikuti pengajian yang dilakukan di lingkungan rumahnya (Tabel 11).

    Pengajian ini biasanya dilaksanakan setiap satu minggu sekali dan biasanya

    dilaksanakan pada hari minggu.Pengajian ini biasanya dilakukan per wilayah

    kampung, yaitu urug lebak, tengah, dan tonggoh.Setiap satu bulan sekali

    diadakan pengajian gabungan di masjid desa yang diadakan oleh pihak desa.

    Tabel 11 Sebaran anak berdasarkan aktivitas ibu

    Posyandu merupakan salah satu aktivitas sosial ibu. Kegiatan posyandu

    ini dijadikan sebagai salah satu indikator aktivitas sosial ibu karena dalam

    Aktivitas Ibu Ibu contoh n %

    Keikutsertaan dalam pengajian Tidak pernah 6 10,0 Jarang 13 21,6 Kadang-kadang 21 35,0 Sering 20 33,3 Total 60 100 keikutsertaan ibu dalam kegiatan kemasyarakatan (Posyandu)

    Tidak pernah 5 8,3 Jarang 6 10,0 Kadang-kadang 7 11,6 Sering (selalu datang setiap bulan) 42 70,0 Total 60 100 Keikutsertaan ibu dalam kegiatan arisan pertetanggaan

    Tidak pernah 36 60,0 Jarang 5 8,3 Kadang-kadang 12 20,0 Sering 7 11,6 Total 60 100

  • kegiatan posyandu ibu akan bertemu dengan ibu-ibu lainya dan dapat dijadikan

    senagai ajang untuk bertukar informasi. Selain itu, kegiatan posyandu dapat pula

    dijadikan wadah bagi ibu untuk memperkenalkan anaknya kepada dunia

    sosial.Posyandu dilakukan setiap satu bulan sekali dan seperti halnya pengajian,

    posyandu pun diadakan per wilayah kampung adat lebak, tengah, dan tonggoh.

    Lebih dari separuh ibu contoh (70,0%) sering mengikuti kegiatan posyandu

    (Tabel 6).

    Lebih dari separuh ibu contoh (60,0%) tidak pernah mengikuti arisan yang

    diadakan di lingkungan pertetanggaan (tabel 6). Hal ini dikarenakan, di kampung

    adat urug jarang diadakan arisan pertetanggaan. Secara keseluruhan dari ketiga

    aktivitas sosial ibu, sebanyak 50,0 persen ibu contoh terkategori sedang dalam

    kegiatan sosial (tabel 12).

    Tabel 12 Total sebaran anak berdasarkan aktivitas ibu

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan

    Rohner (1987) menyatakan bahwa gaya pengasuhan dimensi

    kehangatan dibagi menjadi dua kategori, yaitu gaya pengasuhan penerimaan

    (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Gaya pengasuhan

    penerimaan dicirikan dengan curahan kasih sayang orang tua kepada anak baik

    secara fisik maupun secara verbal.Secara verbal orang tua senantiasa

    mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya melalui pujian, penghargaan,

    dan dukungan untuk maju. Sedangkan pengasuhan penolakan dikategorikan

    menjadi tiga, yaitu (1) gaya pengasuhan pengabaian, ciri dari gaya pengasuhan

    ini adalah ketiadaan perhatian orang tua terhadap kebutuhan anak. orang tua

    bisa saja secara fisik berada didekat anak, tetapi tidak secara psikologis,

    sehingga anak tidak merasakan kehadiran orang tua; (2) gaya pengasuhan

    penolakan, dicirikan dengan perkataan dan perilaku orang tua yang

    menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai,

    bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua; dan (3) gaya

    Aktivitas Ibu Ibu contoh n %

    Rendah (0-3) 14 23,3 Sedang (4-6) 30 50,0 Tinggi (7-9) 16 26,6 Total 60 100

  • pengasuhan permusuhan, yang dicirikan dengan penggunaan perkataan dan

    perbuatan yang kasar dan agresif.

    Tabel 13 memperlihatkan bahwa secara umum orang tua melakukan

    pengasuhan penerimaan (perilaku afektif) kepada anaknya sebesar 57,8 persen.

    Sementara itu, perilaku agresif yang diberikan orang tua kepada anak sebesar

    42,5 persen, pengabaian sebesar 28,7 persen, dan perasaan tidak sayang

    sebesar 34,6 persen (Tabel 13).

    Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata skor pengasuhan penerimaan (afeksi) dan penolakan secara keseluruhan

    Pola Asuh Penerimaan-Penolakan Total Rata-Rata skor Persen Skor Afektif 34,70 57,8 Agresi 25,50 42,5 Pengabaian 17,70 28,7 Perasaan Tidak Sayang 20,70 34,6

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari segi penerimaan (afeksi)

    proporsi terbesar untuk contoh adalah ibu berbincang dengan anak dan secara

    bergantian mendengarkan ketika anak berbicara (80,0%), ibu berusaha

    membantu anak bila anak sakit (70,0%), dan ibu berusaha membuat anak

    bahagia (65,0%). Sedangkan proporsi terendahnya yaitu ibu mengatakan hal

    baik tentang anak (33,3%), ibu membuat anak merasa bangga (36,7%), dan ibu

    tertarik dengan yang dikerjakan anak sebesar 30,0 persen (lampiran 2).

    Pengasuhan penolakan (rejection) dikategorikan menjadi tiga, yaitu gaya

    pengasuhan permusuhan atau agresi, pengasuhan pengabaian, dan

    pengasuhan penolakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari segi

    perilaku permusuhan atau agresi proporsi terbesar untuk contoh adalah ibu

    mengomeli anak jika anak bertingkah tidak baik (61,7%), ibu mengatakan kepada

    anak mengenai kecemasan yang dirasakan ibu (51,7%), dan Ibu

    mengancam/menakut-nakuti bila anak salah (63,3%). Sedangkan proporsi

    terendahnya yaitu ibu mengejek/menertawakan anak (8,3 persen), ibu merasa

    tidak sabar mengahadapi anak (13,3%)dan ibu melukain perasaan anak dengan

    masing-masing persentase 10,0 persen (lampiran 2).

    Gaya pengasuhan pengabaian dicirikan dengan ketiadaan perhatian

    orang tua terhadap kebutuhan anak.Orang tua bisa saja secara fisik berada

    didekat anak, tetapi tidak secara psikologis, sehingga anak tidak merasakan

    kehadiran orang tua. Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbesar pada

  • dimensi pengabaian pada contoh adalahibu tidak mau tahu tentang anak selama

    anak tidak mengganggu ibu (35,0%), ibu mengacuhkan anak ketika anak

    meminta tolong (23,3%), dan ibu menyuruh orang lain untuk menjaga anak

    (26,7%). Proporsi terendahnya adalah ibu melupakan hal penting mengenai

    anak, ibu terlalu sibuk untuk menjawab pertanyaan anak, dan ibu menghindari

    teman bermain anaknya dengan masing-masing persentasenya 8,3 persen

    (lampiran 2).

    Gaya pengasuhan penolakan dicirikan dengan perkataan dan perilaku

    orang tua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi,

    tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua.

    Berdasarkan penelitian, proporsi terbesar pada dimensi penolakan contoh yaitu,

    ibu berteriak kepada anak pada saat marah (55,0%), ibu tidak simpatik dengan

    masalah anak dan menganggap bahwa itu adalah kesalahan anak (58,3%), dan

    ibu mengatakan kepada anak jika dia malu ketika anak berbuat salah sebesar

    28,3 persen. (lampiran 2).

    Berdasarkan kecenderungan pengasuhan yang diberikan oleh ibu kepada

    anak, hampir seluruh contoh diasuh dengan perilaku afeksi (90,0%). Sebanyak

    6,7 persen diasuh dengan perilaku agresi dan 3,3 persen diasuh dengan

    perasaan tidak sayang (Tabel 14).

    Tabel 14 Sebaran anak berdasarkan kecenderungan pengasuhan penerimaan-penolakan

    Pola Asuh Penerimaan-Penolakan n % Afeksi 48 90,0 Agresi 8 6,7 Perasaan Tidak Sayang 4 3,3

    Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan

    Jenis Kelamin Tabel 15 memperlihatkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat

    pada anak yang berjenis kelamin perempuan (56,2 %) dibandingkan anak yang

    berjenis kelamin laki-laki (43,8%). Sementara itu, anak yang berjenis kelamin

    laki-laki memiliki persentase agresi dan perasaan tidak sayang yang lebih tinggi

    (75,00 %) dibandingkan anak yang berjenis kelamin perempuan (25,00 %). Hal

    ini menunjukkan bahwa anak yang berjenis kelamin laki-laki mendapatkan

    pengasuhan yang tidak hangat lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.

  • Berdasarkan uji hubungan Spearmanmenunjukkan bahwa terdapat

    hubunganantara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan jenis kelamin

    (p=0,055).

    Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan jenis kelamin

    Jenis Kelamin

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Total Afeksi Agresi Perasaan

    tidak sayangn % n % n % n %

    Laki-laki 21 43,8 6 75,0 3 75,00 30 50,0 Perempuan 27 56,2 2 25,0 1 25,00 30 50,0 r-koefisien (p-value)

    0,249*(p=0,055)

    *Siginifikan pada p< 0,1 Usia Anak

    Tabel 16 menjelaskan bahwa persentase afeksi terbesar terdapat pada

    anak yang berusia empat tahunyaitu sebesar 45,8 persen, sedangkan

    persentase terendah terdapat pada kelompok anak dengan usia lima tahun (14,6

    %). Persentase agresi dan perasaan tidak sayang terbesar terdapat pada

    kelompok anak dengan usia tiga tahun (50,0% dan 75,0 %).

    Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmanmenjelaskan bahwa tidak

    terdapat hubungan (p=0,448) antara usia anak dengan pengasuhan penerimaan-

    penolakan.

    Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan usia contoh

    Usia Contoh (Tahun)

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Total Afeksi Agresi Perasaan

    tidak sayangn % n % n % n %

    3 19 39,6 4 50,0 3 75,0 26 43,3 4 25 45,8 2 25,0 1 25,0 25 41,7 5 9 14,6 2 25,0 0 0,00 9 15,0 r-koefisien (p-value)

    0,100 (p=0,448)

    Usia Ibu

    Tabel 17 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada

    kelompok anak dengan usia ibu tergolong pada usia dewasa awal, yaitu sebesar

    95,83 persen. Begitupun dengan agresi dan perasaan tidak sayang, persentase

    terbesarnya terdapat pada kelompok anak dengan usia ibu tergolong dewasa

    awal (18,3 % dan 100,00%).

  • Berdasarkan hasil uji hubungan spearmanmenjelaskan bahwa tidak

    terdapat hubungan (p=0,338) antara usia ibu dengan pengasuhan penerimaan-

    penolakan.

    Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan usia ibu

    Usia Ibu (Tahun)

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Total Afeksi Agresi Perasaan

    tidak sayangn % n % n % n %

    Dewasa Awal (18-40)

    46 95,8 7 87,5 4 100,0 57 95,0

    Dewasa Madya (41-60)

    2 4,12 1 12,5 0 0,0 3 5,0

    r-koefisien (p-value)

    0,126 (P=0,338)

    Lama Pendidikan Ibu Tabel 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada

    kelompok anak dengan lama pendidikan ibu berkisar antara 4-8 tahun, yaitu

    masing-masing sebesar 64,6 persen. Begitupun dengan agresi dan perasaan

    tidak sayang persentase terbesarnya terdapat pada kelompok anak dengan lama

    pendidikan ibu berkisar antara 4-8 tahun (50,0% dan 75,0%).

    Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmanmenjelaskan bahwa tidak

    terdapat hubungan antara lama pendidikan ibu dengan pengasuhan penerimaan-

    penolakan (p=0,563).

    Tabel 18Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan lama pendidikan orang tua

    Lama Pendidikan Ibu (Tahun)

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Total Afeksi Agresi Perasaan

    tidak sayangn % n % n % n %

    0-3 (rendah) 15 31,3 4 50,0 1 25,0 20 33,3 4-8 (sedang) 31 64,6 4 50,0 3 75,0 38 63,4 9-12 (tinggi) 2 4,1 0 0,0 0 0,0 2 3,3 r-koefisien (p-value) 0,076 (P=0,563)

    Status Pekerjaan Ibu Tabel 19 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada

    kelompok anak dengan ibu yang tidak bekerja, yaitu sebesar 77,1 persen,

    sedangkan pada ibu yang bekerja persentasenya sebesar 22,9 persen. Pada

  • agresi dan perasaan tidak sayang, ibu yang tidak bekerja memiliki persentase

    masing-masing 50,0 persen dan 75,0 persen.

    Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmantidak terdapat hubungan

    (p=0,233) antara pekerjaan ibu dengan pengasuhan penerimaan-penolakan.

    Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan status pekerjaan ibu

    Status Pekerjaan Ibu

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Total Afeksi Agresi Perasaan

    tidak sayang

    n % n % n % n % Bekerja 11 22,9 4 50,0 1 25,0 16 26,7 Tidak Bekerja 37 77,1 4 50,0 3 75,0 44 73,3 r-koefisien (p-value)

    -0,156 (p=0,233)

    Pendapatan Keluarga

    Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi, agresi, dan

    perasaan tidak sayang terdapat pada kelompok anak dengan pendapatan per

    kapita keluarga terkategori miskin (< Rp185.335).

    Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmantidak terdapat hubungan

    (p=0,161) antara pendapatan orang tua dengan pengasuhan penerimaan-

    penolakan.

    Tabel 20 Sebaran anak berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan pendapatan orang tua

    Pendapatan Orang Tua

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan

    Total

    Afeksi Agresi Perasaan tidak

    sayang n % n % n % n %

    < Rp 185.335 30 62,5 7 87,5 4 100,0 41 68,3 >Rp 185.335 18 37,5 1 12,5 0 0,0 19 31,7 r-koefisien (p-value) 0,183(p=0,161)

    Aktivitas Sosial Ibu

    Tabel 21 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada

    kelompok anak dengan ibu yang memiliki aktivitas sosial tergolong sedang, yaitu

    sebesar 50,0 persen, sedangkan pada ibu yang aktivitas sosialnya rendah

    persentasenya sebesar 18,8 persen.

    Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmanterdapat hubungan (p=0,041)

    antara aktivitas sosial ibu dengan pengasuhan penerimaan-penolakan.

  • Tabel 21Sebaran anak berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan aktivitas sosial ibu

    Aktivitas Sosial Ibu

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Total Afeksi Agresi Perasaan

    tidak sayang n % n % n % n %

    Rendah 9 18,8 4 50,0 1 25,0 14 23,3 Sedang 24 50,0 4 50,0 2 50,0 30 50,0 Tinggi 15 31,2 0 0,0 1 25,0 16 26,7

    r-koefisien (p-value)

    0,265(p=0,041)

    *Siginifikan pada p< 0,1 Besar Keluarga

    Tabel 22 menunjukkan bahwa sebanyak 47,9 persen keluarga yang

    tergolong kecil persentase afeksi lebih tinggi, sedangkan pada keluarga yang

    tergolong besar persentasenya sebesar 12,5 persen.

    Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmantidak terdapat hubungan

    (p=0,277) antara besar keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan.

    Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan besar keluarga

    Besar Keluarga

    Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Total Afeksi Agresi Perasaan

    tidak sayang n % n % n % n %

    Kecil ( 4) 23 47,9 5 62,5 4 100,0 32 53,3 Sedang (6-7)

    19 39,6 1 12,5 0 0,0 20 33,3

    Besar ( 8) 6 12,5 2 25,0 0 0,0 8 13,3 Chi-square 0,143 (p=0,277)

    PERKEMBANGAN SOSIAL

    Salah satu perkembangan yang harus dicapai anak adalah

    perkembangan sosial.Perkembangan sosial berkaitan dengan keterampilan

    sosial yang dimiliki oleh anak.Perkembangan sosial adalah kemampuan anak

    dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosial (Goleman 2007). Salah satu

    cara untuk mengukur dan mengetahui perkembangan sosial anak adalah dengan

    mengukur kemandiriannya. Doll (1965) mengukur perkembangan sosial-emosi

    anak dengan menggunakan instrumen Vineland Social Maturity Scale yang terdiri

    dari delapan aspek perkembangan, yaitu Self Help General (SHG) atau

    kemandirian umum, Self Help Eating (SHE) atau kemandirian makan, Self Help

    Dressing (SHD) atau kemandirian berpakaian, Self Direction (SD) atau

    kemandirian mengatur diri, Occupation (O) atau kemandirian beraktivitas,

  • Communication (C) atau berkomunikasi, Locomotion (L) atau bergerak, dan

    Socialization (S) atau sosialisasi.

    Perkembangan Sosial Anak Usia 3-4 Tahun Perkembangan sosial yang harus dicapai anak usia tiga sampai empat

    tahun meliputi tiga dimensi yaitu, Locomotion (L), Socialization (S) dan Self Help

    Dressing (SHD). Persentase terbesar dari ketiga dimensi pada perkembangan

    sosial anak usia tiga sampai empat tahun adalah pada dimensi locomotion

    (79,3%). Dimensi locomotion Aspek ini mengukur kemandirian dalam bergerak,

    meliputi kemampuan anak dalam berjalan menuruni tangga.Hampir seluruh

    contoh mampu menuruni tangga tanpa bantuan dari orang dewasa. Untuk

    dimensi socialization persentase rata-rata ketercapaiannya adalah sebesar 52,0

    persen. Dimensi socialization yaitu aspek perkembangan yang mengukur

    kemampuan anak untuk bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungannya,

    meliputi kemampuan anak untuk bermain kooperatif dan memberikan

    penampilan dihadapan orang lain. Kemampuan anak untuk bermain kooperatif

    memiliki persentase yang lebih besar (20,6%) dibanding dengan kemampuan

    anak untuk memberikan penampilan dihadapan orang lain (10,6%).

    Dimensi terakhir pada aspek perkembangan sosial anak usia tiga sampai

    empat tahun adalah Self Help Dressing.Self Help Dressing merupakan aspek

    yang mengukur kemampuan anak dalam hal berpakaian, meliputi

    mengancingkan baju sendiri dan mencuci tangan tanpa bantuan. Persentase

    rata-rata terbesar ada pada kemampuan anak dalam mencuci tangan (22,4%),

    sedangkan kemampuan anak untuk mengancingkan baju atau mantel

    persentase rata-ratanya hanya 7,8 persen (Tabel 23).

    Tabel 23 Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia 3-4 tahun

    Skala Perkembangan Total Rata-rata Persen Rata-rata Locomotion 23,8 79,3 Socialization 15,6 52,0 Self Help Dressing 15,1 50,3

    Hampir seluruh anak (96,6%) terkategorikan tinggi pada dimensi

    locomotion, sedangkan pada dimensi socialization lebih dari separuh contoh

    (63,3%) terkategori rendah. Pada dimensi Self Help Dressing, sebanyak 43,3

  • persen contoh terkategori rendah. Secara keseluruhan, perkembangan sosial

    anak usia tiga sampai empat tahun tergolong rendah (Gambar 7).

    Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan sosial

    usia 3-4 tahun

    Perkembangan Sosial Anak Usia 4-5 Tahun Perkembangan sosial yang harus dicapai anak usia empat sampai lima

    tahun meliputi lima dimensi yaitu, Self Help General (SHG), Self Help Dressing

    (SHD, Locomotion (L), Occupation (O), dan Socialization (S). Persentase rata-

    rata terbesar dari kelima dimensi pada perkembangan sosial anak usia empat

    sampai lima tahun adalah dimensi locomotion (75,0%). Dimensi locomotion

    meliputi kemampuan anak untuk berjalan-jalan ke lingkungan sekitar. Lebih dari

    dua per tiga contoh (79,17%) mampu untuk berjalan-jalan ke lingkungan sekitar

    tanpa didampingi oleh ibu atau orang dewasa lainnya. Dimensi socialization rata-

    rata persentase ketercapaiannya yaitu sebesar 60,8 persen. Dimensi ini meliputi

    kemampuan anak bermain kompetitif melalui permainan dan lebih dari separuh

    contoh (62,50%) mampu melakukannya tanpa arahan dari ibu atau orang

    dewasa lainnya.

    Pada dimensi occupation yang meliputi kemampuan anak menggunakan

    pensil atau crayon untuk menggambar, rata-rata persentasenya adalah sebesar

    54,1 persen. Sebanyak 50,0 persen contoh mampu menggunakan pensil atau

    crayon tanpa bantuan dari ibu atau orang dewasa lainnya. Dimensi yang

    selanjutnya adalah dimensi self help dressing dengan persentase rata-rata

    sebesar 52,1 persen. Terdapat dua kemandirian yang dilihat dari dimensi ini,

    yaitu kemampuan mencuci muka dan memakai baju sendiri. Lebih dari separuh

    contoh (62,5%) mampu mencuci muka tanpa bantuan dari ibu atau orang

    dewasa lainnya, sedangkan separuh contoh (50,0%) tidak mampu menggunakan

    baju sendiri. Dimensi terakhir pada aspek perkembangan sosial anak usia empat

    sampai lima tahun adalah dimensi self help general. Rata-rata persentase pada

    0

    66.6 63.3 43.3

    3.3

    33.336.6 24.4

    96.6

    0 0

    32.2

    0

    50

    100

    150

    locomotion socialization SHD total rata-rata

    persen

    tase

    Dimensi Perkembangan Sosialrendah sedang tinggi

  • dimensi ini adalah sebesar 45,8 persen. Dimensi terakhir ini meliputi kemandirian

    anak dalam memberikan perhatian terhadap aktivitas yang berhubungan dengan

    toilet. Lebih dari separuh contoh (54,2%) tidak memberikan perhatian terhadap

    aktivitas toileting karena tidak ada kesempatan.

    Tabel 24 Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia 4-5 tahun

    Skala Perkembangan Total Rata-rata Persen Rata-rata Self Help General 11,0 45,8 Self Help Dressing 12,5 52,1 Locomotion 18,0 75,0 Occupation 13,0 54,1 Socialization 14,6 60,8

    Berdasarkan sebarannya. Jumlah terbesar (79,2%) anak usia empat

    sampai lima tahun dengan kategori perkembangan sosial tinggi terdapat pada

    skala perkembangan dalam aktivitas bergerak. Selanjutnya, jumlah terbesar

    contoh dengan kategori perkembangan sosial rendah terdapat pada skala

    kemadirian umum atau self help general (SHG) dengan jumlah proporsi

    sebanyak 66,7 persen. Proporsi terbesar (50,8%) sebaran contoh berdasarkan

    nilai rata-rata perkembangan sosial yang dicapai anak usia empat sampai lima

    tahun berada pada kategori tinggi (Gambar 9).

    Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan sosial

    usia 4-5 tahun

    Perkembangan Sosial Anak Usia 5 Tahun Pada usia lima sampai enam tahun terdapat lima skala yang diukur, yaitu

    occupation (O), communication (C), socialization (S), self direction (SD), dan

    locomotion (L). Dalam penelitian ini, mayoritas perkembangan anak dalam

    kemandirian mengatur diri sendiri atau self direction (SD) cukup tinggi dengan

    66.754.2

    4.2

    33.3 29.2 37.5

    12.5 4.216.7 16.7 8.3 11.7

    20.841.7

    79.2

    50.062.5

    50.8

    0.020.040.060.080.0100.0

    persen

    tase

    Dimensi Perkembangan Sosial

    rendah

    sedang

    tinggi

  • skor 76,6 persen. Kemandirian anak dalam mengatur diri sendiri atau self

    direction (SD) ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk dapat menggunakan

    uang dengan baik tanpa arahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Lebih

    dari dua per tiga contoh (83,3%) mampu menggunakan uang tanpa bantuan atau

    arahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Akan tetapi kemandirian anak

    dalam socialization (S) menunjukkan proporsi terendah (36,6%). Dimensi ini

    ditunjukkan dengan kemampuan anak bermain permain sederhana, seperti

    congklak atau monopoli. Hal ini dikarenakan lebih separuh dari contoh (66,7%)

    tidak mampu memainkan ular tangga karena tidak ada kesempatan, sehingga

    ketika peneliti meminta anak untuk bermain, anak tidak mampu (Tabel 25).

    Tabel 25 Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia 5 tahun

    Skala Perkembangan

    Total Rata-rata Persen Rata-rata

    Occupation 4,4 73,3 Communication 3,6 60,0 Socialization 2,2 36,6 Self Direction 4,6 76,6 Locomotion 4,8 80,0

    Gambar 10 menunjukkan sebaran anak usia lima tahun berdasarkan

    kategori perkembangan sosial yang dicapai. Sebaran anak usia lima tahun

    terbesar (66,7 %) dalam kategori rendah berada pada aspek perkembangan

    socialization (S). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh belum

    mampu memainkan permainan sederhana seperti congklak atau monopoli

    karena tidak ada kesempatan.Pada skala perkembangan locomotion (L) seluruh

    anak mampu melakukannya tugas kemandiriannya, sehingga terkategori tinggi.

    Secara keseluruhan, lebih dari separuh contoh (60.00%) yang berusia lima tahun

    berada pada kategori tinggi (Gambar 9).

  • Gambar

    Se

    tahun dike

    Proporsi

    kategori p

    kategori ti

    Sebaran a

    sosial disa

    G

    H

    Jenis KelTa

    terkategor

    contoh pe

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    persen

    tase

    r 9 Sebaran

    ecara kesel

    elompokkan

    terbesar a

    perkembang

    nggi hanya

    anak usia t

    ajikan pada

    ambar 10 S

    Hubungan

    amin abel 26 men

    ri rendah d

    erempuan

    0.0

    33.3

    66.

    .0

    .0

    .0

    .0

    .0

    .0

    .0

    n contoh be

    luruhan pe

    n menjadi

    nak usia t

    gan sosial

    a 20,0 perse

    iga sampai

    gambar 11

    Sebaran conpe

    Antara KarPe

    nunjukkan b

    dalam perke

    (56,8%) te

    16.7

    33.3

    750.0

    Dim

    20.0

    erdasarkan

    rkembanga

    tiga katego

    tiga sampa

    yang sed

    en dari seba

    lima tahun

    .

    ntoh usia 3erkembanga

    rakteristik rkembanga

    bahwa lebih

    embangan

    erkategori s

    66.7

    33.3

    0.0

    mensi Perkem

    20

    60.0

    kategori petahun

    an sosial an

    ori, yaitu re

    ai lima tahu

    ang, sedan

    aran anak u

    n berdasark

    3-5 tahun bean sosial

    Anak dan an Sosial

    h dari separ

    sosial, sed

    sedang dal

    0.0 0.16.7

    83.3

    bangan Sosia

    0.0

    rkembanga

    nak usia ti

    endah, sed

    un (60,0%)

    ngkan yang

    usia tiga sam

    kan kategor

    erdasarkan

    Keluarga d

    ruh contoh

    dangkan leb

    am perkem

    .016.7

    0.0

    23

    100.0

    al

    r

    s

    t

    an sosial us

    ga sampai

    ang, dan t

    ) berada d

    g masuk d

    mpai lima ta

    ri perkemba

    kategori

    dengan

    laki-laki (66

    bih dari sep

    mbangan s

    73.3

    60.0

    renda

    sedan

    tinggi

    rendah

    sedang

    tinggi

    ia 5

    lima

    tinggi.

    dalam

    dalam

    ahun.

    angan

    6,7%)

    paruh

    sosial.

    ah

    ng

    i

  • Rata-rata persentase skor perkembangan sosial anak perempuan cenderung

    lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki Hal ini menunjukkan bahwa

    perkembangan sosial contoh perempuan lebih baik dibandingkan dengan contoh

    laki-laki.

    Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat

    hubungan antara jenis kelamin anak dengan perkembangan sosial (p=0,153).

    Tabel 26 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut jenis kelamin

    Jenis Kelamin

    Perkembangan Sosial Total

    Rata-Rata Persentase

    Skor Rendah Sedang Tinggi

    n % n % n % n % Laki-laki 8 66,7 16 43,2 6 54,5 30 50,0 68,7 Perempuan 4 33,3 21 56,8 5 45,5 30 50,0 72,8

    Total 12 100,

    0 37 100,0 11 100,

    0 60 100,

    0 70,8 r-koefisien (p-value) 0,187 (p=0,153)

    Usia Anak Tabel 27 menunjukkan bahwa anak usia tiga tahun terkategori tinggi

    dalam pencapaian perkembangan sosial, sedangkan anak usia lima tahun

    terkategori rendah. Hasil penelitian pada tabel 29 menunjukkan bahwa tidak

    terdapat kecenderungan yang menunjukkan semakin tinggi usia anak maka

    perkembangannya semakin baik. Lebih dari separuh contoh (54,5%) pada anak

    usia tiga tahun terkategori tinggi dalam perkembangan sosialnya. Uji korelasi

    Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia anak

    dengan perkembangan sosial (p=0,870).

    Tabel 27 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut usia anak

    Usia Anak (Tahun)

    Perkembangan Sosial Total

    Rata-Rata Persentase

    Skor Rendah Sedang Tinggi

    n % n % n % n % 3

    5 41,7 15 40,5 6 54,5 26 43,3 70,3 4 6 50,0 15 40,5 4 36,4 25 41,7 70,1 5 1 8,3 7 18,9 1 9,1 9 15,0 73,9 Total 12 100,0 37 100,0 11 100,0 60 100,0 70,8 r-koefisien (p-value) 0,022 (p=0,870)

  • Usia ibu Tekanan yang berupa ketidakstabilan emosi dan ekonomi dapat

    menentukan kualitas pengasuhan yang diberikan kepada anak. Pengasuhan

    yang tidak berkualitas akan membentuk anak menjadi anak yang anti sosial

    (Hastuti 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat

    kecenderungan bahwa semakin tinggi usia ibu maka akan semakin tinggi pula

    perkembangan sosial yang dicapai anak. Berdasarkan sebarannya, propoporsi

    terbesar contoh (100,0%) berada pada kategori perkembangan sosial sedang

    dengan ibu berada pada kelompok usia 18-40 tahun (Tabel 28).

    Hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

    antara usia ibu dengan perkembangan sosial anak (p=0,036) (Tabel 28).

    Tabel 28 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut usia ibu

    Usia Ibu (Tahun)

    Perkembangan Sosial Total

    Rata-Rata Persentase

    Skor Rendah Sedang Tinggi

    n % n % n % n % Dewasa awal (18-40) 12 92,3 35 100,0 11 91,7 58 96,7 70,8 Dewasa madya (41-60) 1 7,7 0 0,0 1 8,3 2 3,3 71,9 Dewasa tua (>60) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0,0 Total 13 100,0 35 100,0 12 100,0 60 100,0 70,8 r-koefisien (p-value) -0,129 (p=0,326)

    Lama pendidikan ibu Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh

    kembang anak.Melalui pendidikan yang baik orang tua dapat menerima segala

    informasi dari luar mengenai aspek-aspek perkembangan anak, sehingga orang

    tua dapat memberikan stimulus bagi perkembangan anak yang optimal.

    Hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan bahwa terdapat hubungan

    antara lama pendidikan ibu dengan perkembangan sosial anak (p=0,026) (Tabel

    30). Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 29 dapat diketahui jika lama

    pendidikan ibu rendah (0-3 tahun) maka perkembangan sosial anak juga rendah.

    Jika lama pendidikan ibu tinggi (4-8 tahun) maka perkembangan sosial anak juga

    tinggi .Hal ini senada dengan hasil penelitian Fiernanti (2010) yang menyatakan

    bahwa semakin lama pendidikan ibu, maka semakin terkategori baik

    perkembangan sosial yang dicapai anak.Hal ini diperkuat oleh Hartoyo dan

  • Hastuti (2004) yang menyatakan bahwa orang tua yang berpendidikan lebih

    tinggi memiliki kecenderungan untuk dapat memberikan stimulasi lingkungan

    (fisik, sosial, emosional dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan

    orang tua yang pendidikannya rendah.

    Tabel 29 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata

    pencapaian skor perkembangan sosial menurut lama pendidikan orang tua Lama Pendidikan Ibu

    (Tahun)

    Perkembangan Sosial Total

    Rata-Rata Persentase

    Skor

    Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n %

    0-3 (rendah) 8 66,7 10 27,0 3 27,3 21 35,0 67,3 4-8 (sedang) 3 25,0 27 73,0 7 63,6 37 61,7 73,0 9-12 (tinggi) 1 8,3 0 0,0 1 9,1 2 3,3 67,5 Total 12 100,0 37 100,0 11 100,0 60 100.0 70,8 r-koefisien (p-value) 0,287* (p=0,026)

    *signifikan pada p

  • Pendapatan Orang Tua Hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan tidak terdapat hubungan antara

    pendapatan orang tua dengan perkembangan sosial anak (p=0,981).

    Berdasarkan sebarannya, proporsi terbesar contoh (83,3%) berada pada

    kategori perkembangan sosial yang rendah dan terletak pada kelompok keluarga

    dengan pendapatan < Rp185.335 (tabel 31).

    Tabel 31 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut pendapatan orang tua

    Pendapatan Orang Tua (Rupiah)

    Perkembangan Sosial Total

    Rata-Rata Persentase

    Skor Rendah Sedang Tinggi

    n % n % n % n %

    Rp185.335 2 16,7 35,2 4 36,4 19 31,7 71,9

    Total 12 100.0 37 100.0 11 100.0 60 100.0 70,8 r-koefisien (p-value) 0.003 (p=0.981)

    Aktivitas Sosial Ibu Hasil penelitian pada tabel 32 menunjukkan bahwa terdapat

    kecenderungan yang memperlihatkan bahwa semakin tinggi aktivitas sosial ibu,

    maka semakin tinggi pula perkembangan sosial anak. Hasil tabulasi silang

    menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan sosial tertinggi berdasarkan

    aktivitas sosial ibu berada pada kelompok ibu dengan aktivitas sosial tinggi.

    Berdasarkan sebarannya, proporsi terendah anak (50,0%) berada pada kategori

    perkembangan sosial rendah pada kategori ibu dengan aktivitas sosial rendah.

    Hasil uji korelasi Spearmanmemperlihatkan bahwa terdapat hubungan

    yang signifikan antara aktivitas sosial ibu dengan perkembangan sosial anak

    (0,017) (Tabel 32).

  • Tabel 32 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut aktivitas sosial ibu

    Aktivitas Sosial Ibu

    Perkembangan Sosial Total

    Rata-Rata Persentase

    Skor Rendah Sedang Tinggi

    n % n % n % n %

    Rendah 6 50,0 5 13,5 3 27,3 14 23,3 64,8 Sedang 5 41,7 21 56,8 4 36,4 30 50.0 71,1 Tinggi 1 8,3 11 29,7 4 36,4 16 26,7 75,5 Total 12 100,0 37 100,0 11 100,0 60 100,0 70,8 r-koefisien (p-value) 0,307 (p=0,017*)

    *Siginifikan pada p< 0,1

    Besar Keluarga Hasil penelitian pada tabel 33 menunjukkan bahwa rata-rata persentase

    perkembangan sosial anak tertinggi berdasarkan besar keluarga terdapat pada

    keluarga kecil ( 4 orang) dengan nilai rata-rata 71,5 persen. Akan tetapi nilai

    rata-rata perkembangan sosial tersebut tidak berbeda jauh pada kelompok

    keluarga sedang (5-7 orang). Setelah dilakukan uji korelasi Spearman,

    menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara besar keluarga dan

    perkembangan sosial anak (p=0,950) (Tabel 33).

    Tabel 33 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut besar keluarga

    Besar Keluarga

    Perkembangan Sosial Total

    Rata-Rata Persentase

    Skor Rendah Sedang Tinggi

    n % n % n % n %

    Kecil ( 4) 5 41,7 20 54,1 7 63,6 32 53,3 71,5 Sedang ( 5-7) 5 41,7 11 29,7 4 36,4 20 33,3 71,3 Besar ( 8) 2 16.7 6 16,2 0 0,0 8 13,3 67,1

    Total 12 100,0 37 100,0 11 100,0 60 100,0 70,8

    r-koefisien (p-value) 0,008 (p=0,950)

    Hubungan Antara Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Perkembangan Sosial

    Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang

    diterapkan oleh orang tua. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua akan

    mempengaruhi bagaimana stimulus yang akan diberikan kepada anak. Menurut

    Rohner (1975), anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan akan

  • lebih tergantung dan sangat posesif dibandingkan anak yang diasuh dengan

    gaya pengasuhan penerimaan. Sunarti (2004) menyatakan bahwa, anak yang

    diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan berdampak serius terhadap

    perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak yang ditolak

    akan bermasalah dalam berhubungan antar personal, yang menyebabkan anak

    sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati.

    Tabel 34 menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan afeksi dari orang

    tua, lebih dari separuhnya terkategori tinggi dalam perkembangan

    sosial.beberapa anak yang menerima pengasuhan penerimaan dan terkategori

    rendah dalam perkembangan sosial memperoleh skor yang rendah untuk

    dimensi kemampuan mengancingkan baju, memberikan penampilan di hadapan

    orang lain, memakai baju sendiri, memberikan perhatian dalam aktivitas yang

    berhubungan dengan toilet, dan pergi sekolah tanpa diantar.

    Anak yang menerima agresi dari orang tua, sebanyak 16,7 persen

    terkategori rendah dalam perkembangan sosial. Anak yang menerima agresi dan

    terkategori sedang dalam perkembangan sosial memperoleh skor yang tinggi

    untuk dimensi kemampuan bermain kooperatif dalam kelompok dan memakai

    baju.

    Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat

    hubungan antara pengasuhan penerimaan dan penolakan dengan

    perkembangan sosial anak usia 3-5 di Kampung Adat Urug (p=0,916).

    Tabel 34 Hasil uji hubungan pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial anak

    Pengasuhan Penerimaan dan

    Penolakan

    Perkembangan Sosial Total

    Rendah Sedang Tinggi

    n % n % n % n %

    Afeksi 9 75,0 30 78,9 9 81,8 48 80,0 Agresi 2 16,7 5 13,1 1 9,1 8 13,3 Perasaan tidak

    sayang

    1 8,3 2 5,0 1 9,1 4 6,7

    r-koefisien (p-value) 0, 014 (p=0,916)

  • PEMBAHASAN Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama

    oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

    terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,

    adat-istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni (Priyono

    2009).Brooks (2001) menyatakan bahwa budaya menyediakan satu set keyakinan diantaranya (1) pentingnya orang tua, (2) peran anggota keluarga dan

    komunitas (3), tujuan pengasuhan, (4) metode disiplin dan (5) peran anak dalam

    masyarakat. Sebagai daerah yang masih memegang adat istiadat, masyarakat

    Kampung Adat Urug pun tidak lepas dari budaya yang sudah ada sejak zaman

    dahulu.Budaya yang ada tidak hanya berupa anjuran, tetapi juga larangan atau

    pantangan-pantangan.Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan

    bermasyarakat di kampung adat sangat dekat, ketika terdapat salah satu warga

    yang melangsungkan hajatan, maka warga yang lain harus mengirim makanan

    kepada orang yang hajatan tersebut. Kegiatan dilakukan secara bergantian. Budaya yang juga masih diterapkan pada masyarakat Kampung Adat

    Urug adalah dalam bidang pengasuhan anak.Ketika bayi lahir, maka paraji akan

    memberikan kalung yang dibuat dari jalinan benang berwarna hitam. Kalung ini

    dipakai sampai anak berusia 5 tahun untuk menjaga anak dari gangguan

    setan.Pada setiap maulud saat pembacaan asrakal kalung ini diganti.Hampir

    semua orang tua di kampung adat urug melakukan tradisi ini dan percaya

    dengan keampuhan kalung ini dalam menghindarkan anak dari gangguan

    setan.Bayi yang baru lahir dimandikan dengan menggunakan air dingin agar

    bayi kuat dan tidak mudah sakit. Akan tetapi anjuran ini tidak sepenuhnya diikuti

    oleh orang tua, karena kebanyakan dari orang tua merasa tidak tega

    memandikan anaknya dengan air dingin. Bayi yang berusia 3 hari dipotong tali

    pusarnya dan dilakukan syukuran, begitupun setelah 40 hari kelahirandilakukan

    syukuran. Ketika bayi, biasanya nama anak belum tetap, masih berganti-ganti.

    Ketika anak sering menangis saat bayi, maka orang tua akan segera mengganti

    nama bayinya. Begitupun ketika anak sakit-sakitan maka nama anak harus

    diganti karena berdasarkan hitungan kokolot, nama tersebut terlalu berat dan

    membuat anak mudah sakit.

    Budaya lain yang berkaitan dengan pengasuhan adalah hubungan antara

    orang tua dan anak, anak laki-laki maupun anak perempuan lebih dekat dengan

    ibu karena ibu yang menjadi pengasuh utama. Ayah yang bekerja di sawah

  • setiap hari sangat sedikit intensitas bertemu dengan anak, sehingga anak akan

    cenderung lebih dekat dengan ibu. Apabila ayah meninggal atau bercerai dari

    ibu, anak dibawa ke atas para atau atap rumah agar tidak ingat lagi dengan

    ayahnya. Anak yang menjadi korban cerai biasanya akan lebih sering sakit.

    Menurut kepercayaan masyarakat kampung adat urug, anak tersebut mudah

    sakit karena ingat dengan ayahnya, sehingga harus dibawa ke atas para agar

    tidak ingat lagi dengan ayahnya.

    Dalam praktek pengasuhan, orang tua tidak hanya mengasuh, tetapi juga

    mendidik anak untuk memelihara budaya yang ada di Kampung Adat Urug.

    Orang tua mentransfer segala nilai-nilai dari kokolot serta menjaga anak untuk

    tidak melanggar semua aturan leluhur. Mengasuh anak laki-laki dan perempuan

    akan berbeda setelah anak mencapai usia 15 tahun, anak perempuan harus

    selalu dijaga harga diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik. Namun

    pada saat anak balita tidak ada perbedaan yang signifikan dalam mengasuh

    anak.terdapat pantangan bagi anak perempuan di Kampung Adat Urug, yaitu

    anak perempuan dilarang membuat atau melangkahi kolecer karena nanti

    kolecernya tidak bisa berputar. Hal ini membuat orang tua di Kampung Adat urug

    tidak membolehkan anak perempuannya untuk mendekati anak laki-laki yang

    sedang membuat kolecer.

    Perbedaan budaya menunjukkan perbedaan orang tua dalam

    mengekspresikan cinta kepada anaknya. Di Amerika, penggunaan komunikasi

    verbal seperti penyampaian pujian, sanjungan, atau ungkapan cinta kasih melalui

    bahasa merupakan hal yang biasa, tetapi tidak biasa bagi sebagian masyarakat

    di negara timur. Masyarakat di jepang atau india lebih menekankan penggunaan

    pesan-pesan simbolik seperti bahasa tubuh, mimik muka, raut wajah, bahkan

    manik mata memberi pesan yang lebih mendalam dibandingkan dengan

    penggunaan bahasa verbal (Sunarti 2004). Pada keluarga Kampung Adat Urug,

    lebih dari separuh keluarga menerapkan pengasuhan yang lebih memberikan

    kehangatan atau penerimaan, yang dicirikan dengan curahan kasih sayang

    orang tua kepada anak baik secara fisik maupun secara verbal.Secara verbal

    orang tua senantiasa mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya melalui

    pujian, penghargaan, dan dukungan untuk maju.Persentase pengasuhan

    kehangatan ini tidak jauh berbeda dengan perilaku agresi, yang merupakan salah

    satu dimensi pengasuhan penolakan yang diberikan.Perilaku agresi dicirikan

    dengan penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif. Menurut

  • Abah Ukat dan beberapa responden, pada masyarakat Kampung Adat Urug

    orang tua boleh memukul anak tetapi hanya di bagian kaki.Anak perempuan

    diasuh dengan pengasuhan kehangatan yang lebih tinggi dibandingkan anak

    laki-laki.Hal ini diduga karena ada beberapa keluarga di Kampung Adat Urug

    yang berpandangan subjektif bahwa anak perempuan lebih berharga

    dibandingkan dengan anak laki-laki.Hasil penelitian menunjukkan terdapat

    hubungan antara jenis kelamin dengan pengasuhan penerimaan-penolakan

    orang tua.Nurrohmaningtyas (2008) menyatakan bahwa, jenis kelamin akan

    mempengaruhi cara pengasuhan orang tua terhadap anak. Dalam menghadapi

    anak laki-laki dan perempuan orang tua akan memiliki praktek pengasuhan yang

    berbeda karena perbedaan pertumbuhan fisik serta perkembangan mental dan

    sosial anak. Riset Witkin-Lanoil di acu dalam Puspitawati (2009) menunjukkan

    bahwa, dalam pengasuhan orang tua mempunyai ekspektasi untuk anak laki-

    lakinya agar kuat dan agresif dalam mencapai cita-cita, sedangkan anak

    perempuan lebih sensitif dan sopan serta hormat. Anak perempuan diperlakukan

    dengan lembut, sering dipeluk dan dijaga, sedangkan anak laki-laki diperlakukan

    lebih agresif.

    Keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan

    menerapkan pengasuhan penerimaan kepada anaknya dibandingkan keluarga

    dengan pendapatan yang lebih rendah. Kondisi keluarga yang memiliki tingkat

    pendapatan yang cukup menyebabkan orang tua lebih mempunyai waktu untuk

    membimbing anak karena orang tua tidak lagi memikirkan mengenai keadaan

    ekonomi yang kurang. Sebaliknya, adanya kondisi keluarga yang memiliki tingkat

    pendapatan yang rendah menyebabkan orang tua memperlakukan anaknya

    dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik yang

    mengikuti peraturan, dan penanaman nilai moral (Gunarsa dan Gunarsa 2004).

    Baik pengasuhan penerimaan maupun penolakan dilakukan oleh

    keluarga dengan lama pendidikan rata-rata untuk ayah adalah lima tahun dan ibu

    4.3 tahun. Pengasuhan penerimaan cenderung terlihat pada keluarga yang

    tergolong kecil (4). Besar keluarga yang dicerminkan dari kuantitas anggota

    keluarga akan mempengaruhi pola dan corak komunikasi antar anggota keluarga

    (Gunarsa & Gunarsa 2004 diacu dalam Afriani 2010). Semakin besar jumlah

    anggota keluarga, maka jumlah interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin

    banyak dan kompleks. Selain itu, aktivitas sosial ibu juga berhubungan dengan

    pengasuhan penerimaan-penolakan.Ibu yang memiliki aktivitas sosial yang

  • terkategori sedang cenderung lebih banyak memberikan pengasuhan

    kehangatan atau penerimaan.

    Perkembangan sosial adalah adalah kemampuan anak dalam menjalin

    hubungan dengan lingkungan sosial. Proses sosial meliputi perubahan dalam

    hubungan individu dengan orang lain, perubahan pada emosi, dan perubahan

    dalam kepribadian (King, 2010). Salah satu aspek perkembangan sosial anak

    usia 3-4 tahun adalah dimensi locomotion. Aspek ini mengukur kemandirian

    dalam bergerak, meliputi kemampuan anak dalam berjalan menuruni

    tangga.Hampir seluruh contoh mampu menuruni tangga tanpa bantuan dari

    orang dewasa.Hal ini diduga disebabkan karena keadaan demografis kampung

    adat yang berbukit-bukit, sehingga membuat anak terbiasa berjalan menuruni

    tangga. Hal ini, didukung dengan pernyataan Hurlock (1980) ketika anak sudah

    mampu berjalan, maka anak akan mengalihkan perhatian untuk mempelajari

    gerakan-gerakan yang menggunakan kaki, seperti naik dan turun tangga,

    melompat, berlari, bermain sepatu roda, dan menari. Aspek perkembangan

    sosial anak usia empat sampai lima tahun salah satunya adalah dimensiself help

    general. Dimensi ini meliputi kemandirian anak dalam memberikan perhatian

    terhadap aktivitas yang berhubungan dengan toilet.Lebih dari separuh contoh

    tidak memberikan perhatian terhadap aktivitas toileting karena tidak ada

    kesempatan.Hal ini disebabkan karena, hampir separuh contoh di rumahnya

    tidak memiliki kamar mandi dan akses menuju kamar mandi umum, baik

    pancuran maupun kali cukup jauh.Untuk menuju kamar mandi umum (pancuran)

    atau kali harus berjalan sekitar hampir 5 sampai 30 meter dari rumah contoh.Hal

    ini membuat anak tidak memberikan perhatian terhadap aktivitas toileting dan

    mereka lebih sering buang air kecil di samping rumah.Orang tua juga tidak terlalu

    melatih anak untuk memperhatikan aktivitas toileting dengan alasan jarak yang

    jauh.

    Aspek perkembangan sosial pada anak usia lima tahun salah satunya

    adalah kemandirian anak dalam mengatur diri sendiri atau self direction (SD)

    ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk dapat menggunakan uang dengan

    baik tanpa arahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Hampir seluruh

    contoh mampu menggunakan uang tanpa bantuan atau arahan dari orang tua

    atau orang dewasa lainnya.Hal ini diduga karena anak-anak di kampung adat

    urug cukup tinggi intensitas dalam kegiatan yang menggunakan uang, seperti

    jajan.Anak-anak di kampung adat biasanya menghabiskan hampir Rp10.000

  • setiap harinya untuk jajan dan bisanya mereka jajan sendiri tabpa didampingi

    oleh orang tua atau orang dewasa lainnya.Akan tetapi kemandirian anak dalam

    socializatin (S) menunjukkan proporsi terendah.Dimensi ini ditunjukkan dengan

    kemampuan anak bermain permain sederhana, seperti ular tangga.Hal ini

    dikarenakan lebih separuh dari contoh tidak mampu memainkan ular tangga

    karena tidak ada kesempatan, sehingga ketika peneliti meminta anak untuk

    bermain, anak tidak mampu.

    Secara keseluruhan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun di

    Kampung Adat Urug terkategori cukup baik. Perkembangan sosial anak

    perempuan lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.Tanen dalam Santrock (2003)

    menyatakan bahwa, anak laki-laki dan perempuan tumbuh dalam dunia berbicara

    yang berbeda.Sehingga Tanen menyimpulkan bahwa anak perempuan lebih

    memiliki orientasi hubungan interpersonal dibandingkan anak laki-laki.Hal ini

    senada dengan hasil penelitian Fiernanti (2010) yang menyatakan bahwa tidak

    terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perkembangan

    sosial anak.Anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan lebih tinggi,

    memiliki perkembangan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan contoh yang

    berasal dari keluarga dengan pendapatan yang rendah.Pendapatan orang tua

    berkaitan dengan status sosial orang tua. Orang tua dengan status sosial

    ekonomi yang rendah cenderung menginginkan anaknya menyesuaikan diri

    dengan keinginan masyarakat, menciptakan suasana rumah yang lebih

    menekankan otoritas orang tua, lebih sering menggunakan hukuman fisik kepada

    anak, serta lebih suka mengatur anak dan kurang suka mengadakan percakapan

    dengan anak. Sulistyani (2006) dalam Fiernanti (2010) menyatakan bahwa

    kondisi ekonomi keluarga yang memadai akan dapat menunjang tumbuh

    kembang anak, karena orang tua akan dapat menyediakan kebutuhan anak, baik

    yang primer maupun sekunder. Semakin tingginya tuntutan kehidupan masa kini

    membuat tidak hanya ayah yang bekerja, tetapi juga ibu.Ibu yang biasanya

    hanya bekerja pada sektor domestik juga diharuskan bekerja pada sektor publik

    membuat waktu ibu semakin sedikit untuk memberikan stimulus kepada

    anak.Anak dari ibu yang bekerja memiliki perkembangan sosial yang lebih

    rendah dibandingkan contoh yang ibunya tidak bekerja.

    Perkembangan sosial cenderung lebih tinggi pada contoh yang besar

    keluarganya tergolong kecil (4). Hal ini diduga, keluarga yang tergolong kecil

    akan lebih fokus dalam memberikan stimulasi kepada anaknya dan lebih sering

  • berinteraksi dengan anak. Semakin besar jumlah anggota keluarga, maka jumlah

    interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin banyak dan kompleks. Hasil

    peneiltian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lama pendidikan ibu

    dengan perkembangan sosial anak.semakin lama penididkan ibu, maka semakin

    baik perkembangan sosial anak. Hal ini senada dengan hasil penelitian Fiernanti

    (2010) yang menyatakan bahwa semakin lama pendidikan ibu, maka semakin

    terkategori baik perkembangan sosial yang dicapai anak.Hal ini diperkuat oleh

    Hartoyo dan Hastuti (2004) yang menyatakan bahwa orang tua yang

    berpendidikan lebih tinggi memiliki kecenderungan untuk dapat memberikan

    stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional dan psikologis) bagi anak-anaknya

    dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya rendah.Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa tedapat hubungan yang siginifikan antara perkembangan

    sosial anak dengan aktivitas sosial ibu.Semakin tinggi aktivitas sosial ibu maka

    perkembangan sosial anak semakin baik, begitupun sebaliknya.

    Menurut Hurlock (1980) keterampilan yang dipelajari anak usia dini

    bergantung pada kesiapan kematangan terutama kesempatan yang diberikan

    untuk mempelajari dan bimbingan yang diperoleh dalam menguasai keterampilan

    secara cepat dan efisien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga

    kelompok umur, aspek perkembangan sosial yang persentasenya paling tinggi

    adalah locomotion.Aspek locomotion adalah kemampuan anak dalam

    bergerak.Anak yang berasal dari lingkungan yang buruk umumnya lebih cepat

    dan lebih banyak menguasai keterampilan dibandingkan dengan anak-anak yang

    berasal dari lingkungan yang lebih baik.Hal ini tidak disebabkan karena anak

    lebih cepat matang melainkan karena orang tuanya terlampau sibuk sehingga

    tidak sempa menjaganya terus menerus (Hurlock 1980).Hal inilah yang diduga

    menyebabkan persentase aspek locomotion pada ketiga kelompok umur

    terkategori baik.

    Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengasuhan

    penerimaan-penolakan tidak berhubungan signifikan dengan perkembangan

    sosial.Berdasarkan hasil penelitian, terdapat dua orang anak yang

    pengasuhannya cenderung kepada pengasuhan penolakan, tetapi memiliki

    perkembangan sosial yang baik.Karakteristik keluarga dari kedua anak ini adalah

    berasal dari keluarga dengan lama pendidikan ibu enam tahun.Status pekerjaan

    ibu, besar keluarga dan, pendapatan per kapita tidak terlalu berhubungan karena

    pada kasus ini, anak ada yang berasal dari keluarga besar dan kecil.Penelitian ini

  • juga menunjukkan bahwa, terdapat sembilan anak yang mendapatkan

    pengasuhan kehangatan atau penerimaan memiliki perkembangan sosial yang

    rendah.Karakteristik keluarga untuk anak tersebut adalah berasal dari keluarga

    dengan besar keluarga antara sedang dan besar.

    Hasil uji korelasi Spearman menunjukkkan bahwa tidak terdapat

    hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan

    sosial anak. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

    perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang diterapkan

    oleh orang tua. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua akan

    mempengaruhi bagaimana stimulus yang akan diberikan kepada anak. Menurut

    Rohner (1975), anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan

    akanlebihtergantung dan sangatposesif dibandingkan anakyang diasuh dengan

    gaya pengasuhan penerimaan. Sunarti (2004) menyatakan bahwa, anak yang

    diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan berdampak serius terhadap

    perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak yang ditolak

    akan bermasalah dalam berhubungan antarpersonal, yang menyebabkan anak

    sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati. Ketidaksesuaian hasil

    penelitian dengan literatur diduga karena adanya keseragaman gaya

    pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua di Kampung Adat Urug kepada

    anak.