HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Geologi Regional...
Transcript of HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Geologi Regional...
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Geologi Regional Daerah Penelitian
Penelitian gaya berat ini dilakukan di daerah Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Secara geografis daerah penelitian terbatas pada koordinat
77°22’32”LS - 7°39’32”LS dan 112°34’10”BT - 112°46’41”BT. Berdasarkan peta
geologi lembar Malang, Jawa Timur (gambar 4.1) yang diterbitkan oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 2007, kondisi geologi daerah penelitian
dan sekitarnya adalah sebagai berikut:
Aluvium
Endapan aluvium terdiri dari kerakal-kerikil, pasir, lempung dan lumpur yang
merupakan endapan sungai dan endapan pantai. Endapan sungai di sepanjang daerah
aliran sungai Porong, Alo dan Rejasa. Endapan pantai di sepanjang pantai Serlat
Madura, sebagian besar berupa pasir kasar – halus dan lepas, setempat banyak
tercampur pecahan cangkang moluska atau kerang-kerangan dan coral.
Batuan Gunungapi Kuarter Atas
Batuan gunungapi Kuarter Atas terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf, breksi
tufan, aglomerat dan lahar. Batuan gunungapi ini diperkirakan berumur Plistosen
Akhir-Holosen. Sebarannya terdapat di sekitar Gunungapi Pananggungan dan
gunungapi Panderman.
58
Tuf Rabano
Tuf rabano terdiri atas tuf pasiran, tuf batuapung, breksi tuf dan tuf halus. Tuf
rabano ini merupakan endapan epiklastika yang bahannya berasal dari batuan
gunungapi Tengger, batuan gunungapi Arjuna Welirang dan batuan gunungapi
Ringgit. Tuf ini diperkirakan berumur Plistosen Akhir-Holosen, dan menindih batuan
gunungapi berumur lebih tua, Formasi Kabuh atau Formasi Jombang dan ditutupi
aluvium.
Batuan Gunungapi Arjuna-Welirang
Batuan jenis ini terdiri atas breksi gunungapi, lava, breksi tufan dan tuf. Breksi
gunungapi, coklat-kuning keruh; bersifat menengah-basa, berbutir pasir kasar-bom,
menyudut-membundar tanggung: berkomponen sebagian besar andesit, basal, batu
apung, obsidian, mineral terang. Selain itu lava, kelabu, hitam, coklat kemerahan dan
kehijauan; bersusun andesit-basal; umumnya berkomposisi feldspar, piroksen,
mineral terang, bervesikuler pada permukaannya membentuk corak seperti kerak roti,
terkekarkan, berstruktur aliran.
Breksi tufan, kuning keruh, coklat kelabu dan kemerahan; bersifat menengah,
kurang mampat, mudah terlepas, berbutir pasir kasar-bom, menyudut tanggung,
komponen yang berukuran bom tersebar tak merata; berkomponen andesit, basal
obsidian, batuapung, porfiri, kaca gunungapi dan mineral hitam, berstruktur
perlapisan bersusun, aliran dan setempat silang-siur; tebal lapisan antara puluhan
centimeter an puluhan meter. Sedangkan tuf, putih keruh-coklat-kelabu muda;
berbutir pasir kasar hingga halus, sedikit mampat, setempat terdapat pecahan batuan
59
berukuran lapil yang tersebar tak merata ; berkomponen banya mineral terang, sedikit
batuapung, dan kaca atau abu gunungapi; tebal lapisan puluhan centimeter.
Batuan Gunungapi Kuater Bawah
Batuan jenis ini terdiri dari breksi gunungapi, tuf breksi, lava, tuf, dan
aglomerat. Batuan gunungapi ini terdiri dari batuan gunungapi Gendis dan batuan
gunungapi Jembangan/Jombang, dan batuan gunungapi Anjasmara muda. Batuan
gunungapi ini diperkirakan berumur Plistosen tengah, berdasarkan kedudukan
stratigrafinya yang tertindih oleh batuan gunungapi kuarter tengah. Batuan ini
tertindih batuan gunungapi kuarter yang lebih muda antara lain batuan gunungapi
Pananggungan, batuan gunungapi Arjuna-Welirang, batuan gunungapi Tengger dan
tuf Malang.
Formasi Jombang
Terdiri atas breksi batu pasir tufan, batu lempung tufan, lempung, batu
gampinng dan tuf. Berdasarkan kedudukan stratigrafinya yang menindih formasi
Kabuh dan tertindih batuan gunungapi kuarter, maka formasi ini diperkirakan
berumur Plistosen Tengah. Formasi ini terendapkan pada lingkungan darat sampai
litoral, dan tebalnya diperkirakan antara 100 m dan 250 m. Formasi Jombang
termasuk ke dalam Lajur Kendeng bagian barat. Sebarannya terdapat di sekitar Raci,
di sebelah selatan Bangil, dan di sekitar Gondangwetan. Lokasi tipenya terletak pada
bukit rendah di sebelah barat Jombang, sekitar Desa Pojok, atau dekat Desa segunung
di sebelah timur Mojokerto, Jawa timur (Lembar Mojokerto, Noya, 1985).
60
Formasi Kabuh
Terdiri atas batupasir tufan, batu lempung tufan, batu pasir gampingan,
konglomerat, lempung dan tuf. Formasi Kabuh termasuk runtutan batuan pada lajur
Kendeng bagian timur, dan berfasies laut yang berangsur ke arah fasies darat. Fasies
daratnya terdiri dari batuan sedimen gunungapi epiklastika. Fasies lautnya terdiri dari
lempung berfosil dan batu pasir gampingan, yang terletak pada bagian bawah formasi.
Tebal formasi ini diperkirakan antara 150 m dan 300 m. formasi Kabuh setempat
diduga tertindih selaras oleh foramsi Jombang dan tak selaras oleh batuan gunungapi
kuarter. Sebarannya tidak luas terdapat di sekitar Desa Raci dan di sebelah baratdaya
Kota Bangil. Lokasi tipenya terletak di sebelah utara Desa Ploso, Jombang.
Gambar 4.1 Peta geologi daerah penelitian (S.Santosa dan T.Suwarti, 1992)
BJP-1
61
Tabel 4.1 Keterangan gambar 4.1
Tataan Stratigrafi
Qa Alluvium: kerakal-kerikil, pasir, lempung dan lumpur.
Qv Batuan Gunungapi Kuarter Atas: breksi gunung api,
lava, tuf, breksi tufan, aglomerat dan lahar
Qvtr Tuf Rabano: tuf pasiran, tuf batu apung, breksi tuf dan
tuf halus.
Qvaw
Batuan Gunung Api Arjuna Welirang: breksi
gunungapi, lava, breksi tufan dan tuf.
Qpva Batuan Gunungapi Kuarter Bawah: breksi gunung api,
tuf breksi, lava, tuf dan aglomerat.
Qpj Formasi Jombang: breksi, batu pasir tufan, batu lempung
tufan, lempung, batu gamping dan tuf
Qpk Formasi Kabuh: batu pasir tufan, batu lempung tufan,
batu pasir gampingan, konglomerat,lempung, dan tuf .
Kabupaten Sidoarjo mempunyai morfologi berupa dataran rendah dengan
topografi yang seragam dan tanahnya merupakan endapan aluvium dan batuan
sedimen yang merupakan batuan induk. Sedangkan geologi struktur yang
terdapat pada kabupaten Sidoarjo adalah pemunculan batuan Kuarter bawah yang
cenderung berumur tersier. Dengan adanya pemunculan batuan tersier di
permukaan menunjukkan bahwa daerah kabupaten Sidoarjo pernah terganggu
oleh tektonik yang berupa pengangkatan di bagian utara Mojokerto, lebih jelas
dapat dilihat pelipatan yang bergelombang dari lapisan batuan sedimen tersier
yang penyebarannya menerus hingga daerah Surabaya, lipatan-lipatan tersebut
membentuk struktur antiklin dan sinklin. Sedangkan di bagian selatan ke arah
62
wilayah Kabupaten Pasuruan secara tiba-tiba berubah menjadi daerah perbukitan
yang terdiri dari batuan vulkanik muda dan batuan sedimen bersifat lempungan
berumur kuarter.
Dalam tatanan geologi Jawa Timur, lumpur Porong terdapat di "Cekungan
pengendapan Porong" (Porong Sub-Basin) yang terletak diantara sesar-sesar
(patahan) yang sebagian masih aktif, merupakan bagian dari Cekungan Sentral
(Central Deep) yang mempunyai tatanan geologi dan struktur yang kompleks.
Menurut van Bemmelen (1949) data geologi menunjukkan bahwa baik stratigrafi
maupun tektonika Zona Kendeng bagian timur yang berada diutara sub-cekungan
Porong, masih berada dalam keadaan berevolusi (proses tektonik masih
berlangsung) dibandingkan dengan di bagian tengah dan barat. Menurut Duyfjes
(1938), juga memperlihatkan bahwa antiklin Gujangan dekat Surabaya dan
Pulungan di sebelah selatannya, dipotong oleh sesar transversi, dengan bagian
timurnya yang turun. Sesar tersebut merupakan tanda peralihan antara bagian
ujung dari zona Kendeng (yang telah terlipat lemah) yang menunjam di Delta
Porong dengan Selat Madura yang masih menurun dan diisi oleh sedimen yang
belum terlipat. Keadaan tersebut menunjang bahwa proses gerak-gerak tektonik di
wilayah cekungan Porong masih berlangsung (S.Santosa dan T.Suwarti, 1992).
B. Interpretasi Kualitatif
1. Anomali Bouger lengkap
Penelitian di lapangan dilakukan sebanyak 161 titik pengukuran yang
tersebar di daerah sekitar semburan lumpur Porong, Kabupaten Sidoarjo Jawa
63
Timur. Data hasil penelitian tersebut kemudian diolah hingga diperoleh data
anomali Bouger lengkap Porong-Sidoarjo. Data anomali Bouger menunjukan
anomali di daerah penelitian, dari data tersebut dapat dibuat model peta kontur
anomali Bouger lengkap dengan menggunakan program surfer versi 8. Peta
kontur anomali Bouger tersebut dibuat dengan asumsi nilai rapatmassa bawah
permukaan sebesar 2.67 g/cm3, menghasilkan variasi nilai anomali berkisar antara
-36 sampai 16 mGal. Anomali-anomali yang tersebar pada peta anomali (gambar
4.2) berdasarkan hasil interpretasi dibagi ke dalam dua kelompok anomali, yaitu
anomali tinggi dan anomali rendah. Anomali tinggi dengan nilai sekitar 15 mGal
sampai (-10) mGal dijumpai di bagian barat daya pada peta anomali. Sedangkan
anomali rendah dengan nilai mulai sekitar -11 mGal sampai sekitar -34 mGal di
jumpai di bagian baratlaut-tenggara dan timurlaut pada peta anomali. Anomali
gayaberat yang tersebar pada peta kontur anomali Bouger lengkap Porong-
Sidoarjo, terlihat didominasi oleh anomali rendah di bagian baratlaut-tenggara dan
timurlaut pada peta anomali. Tinggi rendahnya anomali-anomali tersebut
menunjukan besar kecilnya rapatmassa batuan penyusun bawah permukaan di
daerah tersebut.
64
Gambar 4.2 Peta kontur anomali Bouger lengkap dengan titik ukur gayaberat di Porong dan sekitarnya
Anomali tinggi menunjukkan rapatmassa bawah permukaan daerah tersebut
lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya, sedangkan anomali rendah
menunjukan bahwa rapatmassa bawah permukaan daerah tersebut lebih kecil
dibandingkan daerah sekitarnya. Adanya perubahan anomali yang mencolok
kemungkinan karena adanya patahan sehingga rapatmassa batuan disekitarnya
meningkat, seperti perubahan anomali dari -5 mGal sampai -15 mGal, -15 mGal
sampai -20 mGal, dan sebagainya.
Dari peta kontur anomali Bouger lengkap diatas terlihat adanya struktur
keselurusan pola dan arah anomali yang dapat mengidentifikasi adanya formasi
patahan/sesar di bawah permukaan daerah penelitian. Salah satunya struktur
keselurusan pola dan arah anomali sepanjang arah baratdaya-timurlaut, tepatnya
arah baratdaya-timur laut sumur eksplorasi BJP-1 Porong-Sidoarjo. Diduga
disitulah terdapat adanya patahan, diperkirakan patahan tersebut berkaitan dengan
65
patahan yang dikenal dengan nama patahan Watukosek. Reaktifasi dari patahan
ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas tektonik, seperti gempa bumi dahsyat
di Yogyakarta tahun 2006 yang lalu.
Pada peta anomali Bouguer lengkap, anomali yang tampak belum terlalu
jelas teramati, sehingga baiknya dibantu dengan peta anomali residual. Peta
anomali residual merupakan tampilan data hasil pengurangan data anomali
Bouguer lengkap dengan data anomali regional.
Gambar 4.3 Peta anomali residual beserta titik ukur dengan lebar jendela 39x39
Peta kontur anomali residual dapat langsung diperoleh dengan
menggunakan program gradien dengan lebar jendela mulai dari 3x3 sampai
43x43. Peta anomali residual yang dipilih adalah peta anomali residual
dengan lebar jendela 39x39 (gambar 4.3). Lebar jendela yang dipilih
66
tersebut karena memberikan gambaran anomali gayaberat daerah penelitian
yang lebih jelas dibandingkan dengan lebar jendela lainnya dan
memperlihatkan kenampakan anomali yang menjadi target. Anomali
residual dibutuhkan dalam interpretasi kualitatif kenampakan struktur yang
menggambarkan kondisi geologi di dekat permukaan.daerah Porong-
Sidoarjo.
Anomali-anomali yang tersebar pada peta anomali residual ini,
berdasarkan hasil interpretasi dibagi kedalam dua kelompok anomali yaitu
kelompok anomali tinggi dan rendah. Nilai anomali tinggi berkisar antara 2
mGal sampai 26 mGal, dijumpai di bagian utara pada peta anomali residual
(gambar 4.3). Anomali tinggi tersebut menunjukan bahwa di daerah tersebut
memiliki nilai rapatmassa bawah permukaan yang lebih tinggi dibandingkan
daerah sekitarnya dan bisa jadi menunjukkan adanya sesar naik (tonjolan) di
daerah tersebut, sedangkan nilai anomali rendah berkisar antara 0 sampai -
22 mGal, dijumpai di bagian baratdaya pada peta anomali residual (gambar
4.3). Anomali rendah menunjukan bahwa rapatmassa bawah permukaan
daerah tersebut lebih kecil dibandingkan daerah sekitarnya. Bisa jadi
anomali rendah menunjukkan suatu kondisi geologi bawah permukaan yang
lemah (zona lemah) di daerah tersebut, jika kondisi geologi bawah
permukaan yang lemah ini terganggu maka material yang ada di daerah
tersebut seperti lumpur, fluida dan gas akan berpotensi keluar ke atas
permukaan melalui suatu patahan. Anomali rendah juga bisa jadi
menunjukkan adanya sesar turun (graben) yang berada di daerah tersebut. .
67
Anomali gayaberat yang tersebar pada peta kontur anomali residual (gambar
4.3), terlihat didominasi oleh anomali rendah di bagian baratlaut-tenggara
dan timurlaut pada peta anomali.
Serupa dengan peta kontur anomali Bouger lengkap (gambar 4.2),
dari peta kontur anomali residual ini pun jika dilihat secara keseluruhan
terlihat pula adanya struktur keselurusan pola dan arah anomali, salah
satunya struktur keselurusan pola dan arah anomali sepanjang arah
baratdaya-timurlaut dari sumur eksplorasi BJP-1 Porong-Sidoarjo.
Keselurusan pola dan arah anomali tersebut dapat mengidentifikasi adanya
formasi patahan/sesar di bawah permukaan daerah penelitian. Diperkirakan
disitulah letak patahan, yang dalam hal ini adalah patahan Watukosek.
Hasil interpretasi kualitatif ini didukung oleh hasil interpretasi
kuantitatif dengan membuat penampang model 2D bawah permukaan
Porong-Sidoarjo dengan menggunakan bantuan program Gmsys Oasis-
Montaj.
C. Interpretasi Kuantitatif
1. Pemodelan 2D bawah permukaan
Untuk melakukan penafsiran struktur geologi bawah permukaan,
secara kuantitatif telah dibuat model 2D struktur bawah permukaan berupa
penampang dilakukan dengan membuat garis lintasan AB (arah baratlaut-
tenggara) dan garis lintasan CD pada peta kontur anomali Bouger lengkap
yang memotong zona lemah (arah baratdaya-timurlaut). Garis lintasan
tersebut dipilih berdasarkan penelitian terdahulu yakni penelitian yang
68
dilakukan dengan metode geolistrik, penelitian dengan metode gayaberat
dan VLF, serta metode GPR di daerah Porong-Sidoarjo, keseluruhannya
menunjukkan bahwa terdapat patahan di daerah penelitian, diduga patahan
tersebut berkaitan dengan patahan Watukosek, terletak di sepanjang arah
baratdaya-timurlaut (N 50°E dan N 45°E) di sumur eksplorasi BJP-1
Porong-Sidoarjo.
Gambar 4.4 Anomali Bouger lengkap Porong-Sidoarjo beserta titik ukur gayaberat dan pengambilan lintasan arah baratlaut-tenggara
Dari lintasan yang dibuat menghasilkan penampang yang diharapkan
memberikan gambaran struktur bawah permukaan daerah Porong-Sidoarjo.
Pemodelan 2D dilakukan menggunakan program Gmsys dengan asumsi
rapatmassa bawah permukaan sebesar 2,67 g/cm3. Dibawah ini tampilan dari
69
hasil pemodelan 2D dengan lintasan AB arah baratlaut-tenggara
menggunakan program Gmsys:
Keterangan :
Lapisan 1, ρ = 1,98 g/cm3 Lapisan 2, ρ = 2,00 g/cm3
Lapisan 3, ρ = 2,10 g/cm3
Lapisan 4, ρ = 2,5 g/cm3
Lapisan 5, ρ = 2,60 g/cm3
Lapisan 6, ρ = 2,64 g/cm3
Gambar 4.5 Penampang model 2D bawah permukaan pada lintasan AB
Hasil pemodelan dari penampang 2D struktur bawah permukaan pada
gambar 4.5 dibuat dengan 6 lapisan yang setiap lapisannya memiliki nilai
rapatmassa yang berbeda-beda, semakin dalam semakin besar nilai
rapatmasaa batuannya karena batuan penyusun bawah permukaan semakin
dalam semakin kompak. Struktur bawah permukaan tersebut besar
70
kedalaman 8 km dan panjang lintasan 78 km. Hasil penampang 2D bawah
permukaan pada lintasan AB ini hampir menyerupai bentukan struktur
geologi lapisan bawah permukaan daerah penelitian pada peta geologi
lembar Malang, Jawa (gambar E.2 pada lampiran E) yakni berbentuk
seperti cekungan. Selain itu gambar 4.5 di atas menunjukkan struktur
bawah permukaan yang mengalami penurunan dan memperlihatkan
bentukan berupa patahan atau lipatan. Hal itu dikarenakan adanya
penurunan anomali yang tajam, mulai dari -3 mGal sampai -30 mGal
sehingga disitulah diduga terdapat adanya patahan dengan arah baratdaya-
timurlaut mengikuti arah landai struktur bawah permukaan tersebut.
Patahan tersebut berkaitan dengan patahan Watukosek.
Tabel 4.2 Jenis lapisan batuan penyusun dan rapatmassa bawah permukaan untuk penampang model 2D pada lintasan AB
Jenis lapisan berdasarkan satuan batuan (lampiran F) dan struktur lapisan (gambar E.2 pada lampiran E) peta lembar Malang
Berdasarkan litologi peta lembar Malang (Lampiran F)
Rapatmassa bawah permukaan
Aluvium Kerakal, kerikil, pasir, lempung dan lumpur.
1,98 g/cm3
Jenis batuan gunung api kuarter atas
Breksi gunungapi, lava, tuf, breksi tufan, aglomerat dan lahar.
2,00 g/cm3
Tuf Rabano Tuf pasiran, tuf batu apung, breksi tuf dan tuf halus.
2,10 g/cm3
Jenis batuan gunungapi Arjuna-Welirang
Breksi gunungapi, lava, breksi tuf, tuf, aglomerat dan lahar.
2,50 g/cm3
71
Jenis lapisan berdasarkan satuan batuan (lampiran F) dan struktur lapisan (gambar E.2 pada lampiran E) peta lembar Malang
Berdasarkan litologi peta lembar Malang (Lampiran F)
Rapatmassa bawah permukaan
Jenis batuan gunungapi kuarter bawah
Breksi gunung api, tuf breksi, lava, tuf dan aglomerat.
2,60 g/cm3
Jenis batuan gunungapi Formasi Jombang.
Breksi, batu pasir tuf, batu lempung tufan, lempung, batu gamping dan tuf .
2,64 g/cm3
• Range rapatmassa untuk aluvium berdasarkan lampiran C (gambar C.2)
adalah sekitar 1,65 g/cm3 sampai 2,2 g/cm3. Sedangkan lapisan batuan
penyusun dari lapisan 2 sampai lapisan 6 pada penampang model 2D bawah
permukaan pada lintasan AB, sebagian besar tersusun atas jenis
batuan/endapan sedimen, merujuk pada lampiran Telford (lampiran C pada
tabel C.1) range rapatmassa batuan sedimen adalah sekitar 1,2 g/cm3 sampai
2,9 g/cm3.
72
Keterangan:
Lapisan 1, ρ = 1,90 g/cm3
Lapisan 2, ρ = 2,10 g/cm3
Lapisan 3, ρ = 2,30 g/cm3
Lapisan 4, ρ = 2,45 g/cm3
Lapisan 5, ρ = 2,60 g/cm3
Lapisan 6, ρ = 2,64 g/cm3
Gambar 4.6 Penampang model 2D bawah permukaan pada lintasan CD
Hasil pemodelan dari penampang 2D struktur bawah permukaan pada
gambar 4.6 dibagi manjadi 6 lapisan yang setiap lapisannya memiliki nilai
rapatmassa yang berbeda-beda, semakin dalam semakin besar nilai
rapatmasaa batuannya karena batuan penyusun bawah permukaan semakin
dalam semakin kompak. Struktur bawah permukaan tersebut besar
kedalaman 8 km dan panjang lintasan 50 km. Serupa dengan hasil
penampang model 2D bawah permukaan pada lintasan AB, lintasan CD
ini pun memperlihatkan bentukan hampir serupa dengan struktur geologi
bawah permukaan di daerah penelitian pada peta geologi lembar Malang,
Jawa Timur (gambar E.2 pada lampiran E) berbentuk seperti cekungan.
Dari gambar 4.6 di atas terlihat adanya struktur bawah permukaan yang
mengalami penurunan dan memperlihatkan bentukan berupa patahan atau
lipatan. Hal itu dikarenakan adanya penurunan anomali yang tajam dari
sekitar -5 mGal sampai sekitar -27 mGal, sehingga disitulah diduga
terdapat adanya patahan, sedangkan arah patahan mengikuti arah landai
dari struktur bawah permukaan tersebut. Diduga patahan tersebut masih
berkaitan dengan patahan Watukosek.
73
Tabel 4.3 Jenis lapisan batuan penyusun dan rapatmassa bawah permukaan untuk
penampang model 2D pada lintasan CD
Jenis lapisan berdasarkan satuan batuan (lampiran F) dan struktur lapisan (gambar E.2 pada lampiran E) peta lembar Malang
Berdasarkan litologi peta lembar Malang (lampiran F)
Rapatmassa bawah permukaan
Aluvium Kerakal, kerikil, pasir, lempung dan lumpur.
1,90 g/cm3
Jenis batuan gunung api kuarter atas
Breksi gunungapi, lava, tuf, breksi tufan, aglomerat dan lahar.
2,10 g/cm3
Tuf Rabano Tuf pasiran, tuf batu apung, breksi tuf dan tuf halus
2,30 g/cm3
Jenis batuan gunungapi Arjuna-Welirang
Breksi gunungapi, lava, breksi tuf, tuf, aglomerat dan lahar.
2,45 g/cm3
Jenis batuan gunungapi kuarter bawah
Breksi gunung api, tuf breksi, lava, tuf dan aglomerat.
2,60 g/cm3
Jenis batuan gunungapi Formasi Kabuh
Batu pasir tufan, batu lempung tufan, batu pasir gampingan, konglomerat, lempung, dan tuf .
2,64 g/cm3
• Range rapatmassa untuk aluvium berdasarkan lampiran C (gambar C.2)
adalah sekitar 1,65 g/cm3 sampai 2,2 g/cm3. Sedangkan lapisan batuan
penyusun dari lapisan 2 sampai lapisan 6 pada penampang model 2D
bawah permukaan pada lintasan CD, sebagian besar tersusun atas jenis
batuan/endapan sedimen, merujuk pada lampiran Telford (lampiran C
pada tabel C.1) range rapatmassa batuan sedimen adalah sekitar 1,2 g/cm3
sampai 2,9 g/cm3.
Hasil pemodelan dari penampang 2D struktur bawah permukaan dari dua
lintasan yang berbeda (garis lintasan AB dan CD) menunjukkan adanya struktur
74
bawah permukaan yang hampir serupa, diduga merupakan representasi dari suatu
patahan. Struktur patahan dengan kelurusan arah baratdaya-timurlaut dari sumur
eksplorasi BJP-1 Porong diduga berkaitan dengan patahan yang dikenal dengan
nama patahan Watukosek, patahan tersebut memanjang dari sekitar daerah
Kalitengah, Jabon, Siring, Renokenongo, Porong, Tanggulangin, Desa Watukosek
dan sekitarnya. Patahan inilah yang diduga sebagai jalur lewatnya lumpur Porong
dari sumur eksplorasi BJP-1 ke atas permukaan disebabkan oleh adanya
penambahan porositas batuan yang keluar menuju permukaan. Hipotesa yang
berkembang saat ini bahwa patahan Watukosek diduga sebagai salah satu pemicu
meluasnya semburan lumpur Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang
awalnya hanya tiga titik semburan lumpur kini meluas mengikuti pola dan arah
patahan tersebut. Titik-titik semburan lumpur apabila diproyeksikan akan berada
pada sebuah kelurusan dengan arah baratdaya-timurlaut (gambar 4.7).
Gambar 4.7 Titik-titik semburan yang jika diproyeksikan berada pada sebuah kelurusan dengan arah baratdaya-timurlaut.
75
Berdasarkan hasil interpretasi kualitatif dari peta kontur anomali Bouger
lengkap dan anomali residual serta interpretasi kuantitatif dari hasil model 2D
struktur bawah permukaan Porong-Sidoarjo dapat kita komparasikan dengan
penelitian-penelitian geofisika yang telah dilakukan sebelumnya. Dari penelitian-
penelitian sebelumnya menggunakan metode geolisrik diperoleh informasi bahwa
“Patahan Watukosek berada pada arah baratdaya-timurlaut (N 50°E) dari sumur
eksplorasi BJP-I” (Wahyono, S.C.,dkk, 2008:7). Penelitian sebelumnya
menggunakan metode VLF diketahui bahwa “Semburan lumpur di sekitar sumur
eksplorasi BJP-1 Porong terdapat pada patahan Watukosek” (Seno Puji S.,dkk,
2007:3). Sedangkan penelitian menggunakan metode yang sama yakni metode
gayaberat diketahui bahwa “Terdapat adanya patahan dangkal berbentuk
konsentris terhadap titik semburan lumpur yang dipotong oleh sesar Watukosek
dengan arah baratdaya-timurlaut (N 45°E ) dari sumur eksplorasi BJP-I Porong-
Sidoarjo” (Seno Puji S.,dkk, 2007:3).
Pencitraan bawah permukaan menggunakan metode Georadar (GPR)
diketahui bahwa struktur bawah permukaan daerah Porong-Sidoarjo terdiri dari
empat sekuen atau unit stratigrafi pada kedalaman 0 m sampai sekitar 20 m,
diinterpretasikan sebagai sedimen berbutir halus (lempung), sedimen berbutir
halus; sedang;kasar (lempung-pasir, pasir-kerikil), sedimen berbutir sedang-kasar
(lempung-pasir; pasir-kerikil dan dipengaruhi oleh struktur geologi), sedimen
berbutir halus-sedang-kasar yang diindikasikan adanya lumpur dan gas alam.
Potensi munculnya semburan lumpur dan gas alam dipengaruhi oleh struktur
patahan atau rekahan yang dicirikan oleh beberapa reflector yang bergeser (offset)
76
ke arah atas dan bawah. Terletak disebelah selatan Kampung Reno Kenongo yang
merupakan wilayah pemukiman penduduk. Potensi munculnya semburan lumpur
dan gas alam ini berdasarkan pola konfigurasi reflektor memiliki
elektrokonduktivitas besar dan resistivitas kecil“.
Selain karena kondisi geologi bawah permukaan daerah Jawa Timur,
semburan lumpur panas Porong Kabupaten Sidoarjo yang terjadi sejak 29 Mei
2006 kemungkinan dipicu oleh kegiatan pengeboran yang kurang akurat.