HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Peranan...
Transcript of HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Peranan...
18
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Peranan P3A
1. Deskripsi Daerah
a. Letak Daerah
DI Simo terletak di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Jarak
tempuh DI Simo ke pusat pemerintahan Kecamatan Ponjong menempuh jarak 1
km. Jarak tempuh DI Simo ke pusat pemerintahan kabupaten menempuh jarak ±
18 km. DI Simo terletak pada posisi 0706613911 LS dan 1100 411 411 BT dengan
ketinggian rata-rata ± 180 m di atas permukaan laut.
b. Luas Daerah
Kecamatan Ponjong mempunyai luas wilayah 451,0000 Ha. Dari luas itu
terdiri dari : 105,5000 Ha areal pemukiman, 34,6750 Ha areal bangunan umum,
163,3110 Ha areal persawahan, 100,2430 Ha areal ladang tegalan, 2,9210 Ha
areal perkebunan rakyat, 4,5100 Ha areal padang rumput, 25,500 Ha areal hutan ,
2,1400 Ha areal sarana dan prasarana olah raga, 7,6250 Ha areal perikanan air
tawar dan 5,0000 Ha merupakan daerah tangkapan air (catchmant area).
c. Tata Guna Lahan
Kecamatan Ponjong memiliki daerah seluas 451,000 Ha, dengan
penggunaan lahan bervariasi. Penggunaan lahan tersebut meliputi untuk lahan
persawahan, perkebunan, hutan rakyat, perumahan dan perkantoran. Luas lahan
persawahan adalah 163,3110 Ha, Luas tegalan 100,2430 Ha, Luas padang
19
rumput 4,5100 Ha dan luas hutan rakyat 2,9210 Ha. Kecamatan Ponjong
merupakan lumbung pangan di daerah Gunungkidul sebab sebagian besar dari
Kecamatan Ponjong areal persawahan yang menghasilkan bahan pangan berupa
beras. Sebagaian besar masyarakat Ponjong bermata pencaharian sebagai petani.
Dari Monografi 2001 luas areal persawahan lebih luas dibandingkan luas lahan
untuk kepentingan yang lain.
d. Kondisi Hidrologis
Sumber air Kecamatan Ponjong adalah air tanah dan air hujan atau air
sungai. Untuk memenuhi kebutuhan air minum menggunakan sumber air tanah
yang dibuat sumur-sumur pompa, sedangkan untuk keperluan irigasi
menggunakan air sungai. Sungai yang dipakai untuk memenuhi keperluan irigasi
adalah Sungai Umbulrejo melalui Bendung Simo. Untuk lebih jelas kondisi
Bendung Simo dengan aliran irigasinya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Bendu
ngan
Sim
o
Kali B
eton
Salura
n In
duk S
imo
Ara
h S
elat
an
Karang Mojo
Ponjong
Ngawis
Ngunut
36
32 33
34
3529
30 3128
27
26
2524
2320 21 22
1918
17161514
131211
1
2
3
4
5
67
8
9
10
N
S
E W
Kontor Irigasi
Gambar 3. Bendungan Simo dan Saluran irigasi
20
2. Deskripsi Data Variabel Pengelolaan
Pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pengelolaan
dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif (tendency central). Statistik
deskriptif dalam penelitian ini meliputi penghitungan rerata (mean), Nilai tengah
(median), nilai yang sering muncul (modus), simpangan baku (SD), skor
minimun, dan skor maksimum serta indentifikasi kategori tiap-tiap variabel.
Ubahan atau variabel pengelolaan terdiri dari dua indikator variabel yang terdiri
dari pengumpulan data irigasi dan pengelolaan lahan. Pendeskripsian data
dilakukan per indikator kemudian dideskripsikan dalam satu variabel. Berikut
deskripsi data hasil penelitian dengan variabel pengelolaan dengan indikator
variabel.
a. Pengumpulan Data Irigasi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 15,32, Median
=13,71, Modus = 13,00, Simpangan Baku (SD) = 3,24, Nilai Minimum = 9 dan
Nilai Maksimum = 20. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16
(halaman 99).
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pengumpulan Data Irigasi
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1. 8,5-11,5 21 12,57%
2. 11,5-14,5 85 50,90%
3 14,5-17,5 13 7,78%
21
4. 17,5-20,5 48 28,74%
5. 20,5-23,5 0 0%
Distribusi frekuensi variabel Pengumpulan Data Irigasi disajikan pada
grafik histogram berikut ini:
21
85
13
48
00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Fre
kuen
si
Klas Interval
8,5 11,5 14,5 17,5 20,5 23,5
Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Pengumpulan Data Irigasi
Pada variabel Pengumpulan Data Irigasi diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 20 dan skor terendah ideal sebesar 5. Mean ideal yang diperoleh adalah
12,5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 2,5. Dengan demikian skor Pengumpulan
Data Irigasi dapat digolongkan dalam tabel berikut :
Tabel 6. Penggolongan Skor Pengumpulan Data Irigasi
Kelas Interval Kategori
16,25 Ke atas Tinggi
12,5 - 16,25 Sedang
8,75 - 12,5 Kurang
Di bawah 8,75 Rendah
22
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Pengumpulan Data Irigasi dari 167 responden cenderung sedang. Menurut
ketentuan yang ditetapkan, data tingkat Pengumpulan Data Irigasi dikategorikan
seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pengumpulan Data Irigasi
Kelas Interval Kategori N Persentase
16,25 Keatas Tinggi 51 30,5%
12,5 - 16,25 Sedang 95 56,9%
8,75 - 12,5 Kurang 21 12,6%
Dibawah 8,75 Rendah 0 0%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 51 orang
responden (30,5%) tergolong memiliki tingkat Pengumpulan Data Irigasi yang
tinggi, 95 (56,9%) responden tergolong sedang, 21 (13,6%) responden tergolong
kurang, dan 0 (0%) responden tergolong memiliki tingkat Pengumpulan Data
Irigasi yang rendah. Untuk lebih jelas dapat digambarkan grafik pie sebagai
berikut :
51
95
21 0
Tinggi
Sedang
Kurang
Rendah
Gambar 5. Digram Pie Kategori Pengumpulan Data Irigasi
23
b. Pengelolaan Lahan
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 13,79, Median
=13,69, Modus = 13, Simpangan Baku (SD) =3,91, Nilai Minimum =6 dan Nilai
Maksimum = 20. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16
(halaman100).
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pengelolaan Lahan
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1. 5,5-8,5 13 7,78%
2. 8,5-11,5 18 10,78%
3 11,5-14,5 72 43,11%
4. 14,5-17,5 22 13,17%
5. 17,5-20,5 42 25,15%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Pengelolaan Lahan
disajikan pada grafik histogram berikut ini:
1318
72
22
42
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Fre
kuen
si
K las Interval
5,5 8,5 11,5 14,5 17,5 20,5
Gambar 6. Histogram Distribusi Frekuensi Pengelolaan Lahan
24
Pada variabel Pengelolaan Lahan diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
20 dan skor terendah ideal sebesar 5. Mean ideal yang diperoleh adalah 12,5 dan
Standar Deviasi Ideal adalah 2,5. Dengan demikian skor Pengelolaan Lahan dapat
digolongkan sebagai berikut :
Tabel 9. Penggolongan Skor Pengelolaan Lahan
Kelas Interval Kategori
16,25 Ke atas Tinggi
12,5 - 16,25 Sedang
8,75 - 12,5 Kurang
Di bawah 8,75 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Pengelolaan lahan dari 167 responden cenderung kurang. Menurut ketentuan yang
ditetapkan, data tingkat Pengelolaan responden lahan dikategorikan seperti pada
tabel berikut ini :
Tabel 10. Kategori Tingkat Pengelolaan Lahan
Kelas Interval Kategori N Persentase
16,25 Keatas Tinggi 46 27,5%
12,5 - 16,25 Sedang 27 16,2%
8,75 - 12,5 Kurang 81 48,5%
Dibawah 8,75 Rendah 13 7,8%
Jumlah 167 100,00%
25
Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 46 orang
responden (27,5%) tergolong memiliki tingkat Pengelolaan Lahan yang tinggi, 27
(16,2%) responden tergolong sedang, 81 (48,5%) responden tergolong kurang,
dan 13 (7,8%) responden tergolong memiliki tingkat Pengelolaan Lahan yang
rendah. Untuk Lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
46
2781
13
T in g g i
Se d an g
Ku r an g
Re n d ah
Gambar 7. Digram Pie Kategori Tingkat Pengelolaan Lahan
c. Pengelolaan
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 29,11, Median
=25,68, Modus = 23, Simpangan Baku (SD) =7,09, Nilai Minimum =15 dan Nilai
Maksimum = 40. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16
(halaman 101).
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Pengelolaan
No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1. 14,5-20,5 17 10,18% 2. 20,5-26,5 77 46,11% 3 26,5-32,5 22 13,17% 4. 32,5-38,5 23 13,77% 5 38,5-44,5 28 16,77%
Jumlah 167 100,00%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel pengelolaan dapat
disajikan pada grafik histogram berikut ini:
26
17
77
22 2328
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Fre
kuen
si
Klas Interval
14,5 20,5 26,5 32,5 38,5 44,5
Gambar 8. Histogram Distribusi Frekuensi Pengelolaan
Pada variabel Pengelolaan diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 40 dan
skor terendah ideal sebesar 10. Mean ideal yang diperoleh adalah 25 dan Standar
Deviasi Ideal adalah 5. Dengan demikian skor Pengelolaan dapat digolongkan
sebagai berikut :
Tabel 12. Penggolongan Skor Pengelolaan
Kelas Interval Kategori
32,5 Ke atas Tinggi
25 - 32,5 Sedang
17,5 - 25 Kurang
Di bawah 17,5 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator
variabel Pengelolaan dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan
27
yang ditetapkan, data tingkat pengelolaan dikategorikan seperti pada tabel berikut
ini :
Tabel 13. Kategori Tingkat Pengelolaan
Kelas Interval Kategori N Persentase
32,5 Keatas Tinggi 51 30,5%
25 - 32,5 Sedang 93 55,7%
17,5 - 25 Kurang 10 6%
Dibawah 17,5 Rendah 13 7,8%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 51 orang
responden (30,5%) tergolong memiliki tingkat Pengelolaan yang tinggi, 93
(55,7%) responden tergolong sedang, 10 (6%) responden tergolong kurang, dan
13 (7,8%) responden tergolong memiliki tingkat Pengelolaan yang rendah. Untuk
lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
51
93
10 13
Tinggi
Sedang
Kurang
Rendah
Gambar 9. Digram Pie Kategori Tingkat Pengelolaan
28
3. Deskripsi Pengoperasian Jaringan Irigasi
Pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pengoperasian
jaringan irigasi dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif (tendency
central). Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi penghitungan rerata
(mean), nilai tengah (median), nilai yang sering muncul (modus), simpangan baku
(SD), skor minimun, dan skor maksimum serta indentifikasi kategori tiap-tiap
variabel. Ubahan atau variabel pengoperasian jaringan irigasi terdiri dari 6
indikator variabel yang terdiri dari pembagian air, pola tanam, bangunan
bendung, kantong lumpur, bangunan sadap bagi, bangunan pengukur debit.
Pendeskripsian data dilakukan per indikator dan dideskripsikan dalam satu
variabel. Berikut deskripsi data hasil penelitian variabel pengoperasian jaringan
irigasi dengan indikator variabel.
a. Pembagian Air
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 12,83, Median
=12,24, Modus = 12, Simpangan Baku (SD) =2,29, Nilai Minimum = 9 dan Nilai
Maksimum = 16. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17
(halaman 102).
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Pembagian Air
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 8,5-9,5 18 10,78%
2 9,5-10,5 10 5,99%
3 10,5-11,5 3 1,8%
29
4 11,5-12,5 71 42,51%
5 12,5-13,5 8 4,79%
6 13,5-14,5 0 0%
7 14,5-15,5 20 11,98%
8 15,5-16,5 37 22,16%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Pembagian Air dapat
disajikan pada grafik histogram berikut ini:
18
103
71
8
0
20
37
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Fre
kuen
si
Klas Interval
8,5 9,5 10,5 11,5 12,5 13,5 14,5 15,5 16,5
Gambar 10. Histogram Distribusi Frekuensi Pembagian Air
Pada variabel Pembagian Air diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 16
dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan
Standar Deviasi Ideal adalah 2. Dengan demikian skor Pembagian Air dapat
digolongkan dalam tabel berikut :
30
Tabel 15. Penggolongan Skor Pembagian Air
Kelas Interval Kategori
13 Ke atas Tinggi
10 - 13 Sedang
7 - 10 Kurang
Di bawah 7 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Pembagian Air dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan yang
ditetapkan, data pembagian air dikategorikan seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 16. Kategori Tingkat Pembagian Air
Kelas Interval Kategori N Persentase
13 Keatas Tinggi 65 38,9%
10 - 13 Sedang 84 50,3%
7 - 10 Kurang 18 10,8%
Dibawah 7 Rendah 0 0%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 16 di atas menunjukan bahwa dari 167 responden, 65(38,9%)
orang responden tergolong memiliki tingkat Pembagian Air yang tinggi, 84
(50,3%) responden tergolong sedang, 18 (10,8%) responden tergolong kurang,
dan 0 (0%) responden tergolong memiliki tingkat Pembagian Air yang rendah.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
31
65
84
18 0
Tinggi
Sedang
Kurang
Rendah
Gambar 11. Diagram Pie Kategori Tingkat Pembagian Air
b. Pola Tanam
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 9,97, Median
=8,13, Modus = 6, Simpangan Baku (SD) =4,87, Nilai Minimum = 5 dan Nilai
Maksimum = 20. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17
(halaman 103).
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Pola Tanam
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 4,5-8,5 92 0%
2 8,5-12,5 28 13,77%
3 12,5-16,5 24 14,37%
4 16,5-20,5 23 16,77%
5 20,5-24,5 0 55,09%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Pola Tanam dapat
disajikan pada grafik histogram berikut ini:
32
92
2824 23
00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Fre
kuen
si
Klas Interval
4,5 8,5 12,5 16,5 20,5 24,5
Gambar 12. Histogram Distribusi Frekuensi Pola Tanam
Pada variabel Pola Tanam diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 20 dan
skor terendah ideal sebesar 5. Mean ideal yang diperoleh adalah 12,5 dan Standar
Deviasi Ideal adalah 2,5. Dengan demikian skor Pola Tanam dapat digolongkan
sebagai berikut :
Tabel 18. Penggolongan Skor Pola Tanam
Kelas Interval Kategori
16,25 Ke atas Tinggi
12,5 - 16,25 Sedang
8,75 - 12,5 Kurang
Di bawah 8,75 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Pola
Tanam dari 167 responden cenderung rendah. Menurut ketentuan yang ditetapkan,
data tingkat pola tanam dikategorikan seperti pada tabel berikut ini:
33
Tabel 19. Distribusi Frekuensi Pola Tanam
Kelas Interval Kategori N Persentase
16,25 keatas Tinggi 23 13,8%
12,5 - 16,25 Sedang 24 14,4%
8,75 - 12,5 Kurang 28 16,8%
Dibawah 8,75 Rendah 92 55,1%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 23 (13,8%)
orang responden tergolong memiliki tingkat pola tanam yang tinggi, 24 (14,4%)
responden tergolong sedang, 28 (16,8%) responden tergolong kurang, dan 92
(55,1%) responden tergolong memiliki tingkat pola tanam yang rendah. Untuk
lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
23
24
28
92
Tinggi
Se dang
Kurang
Re ndah
Gambar 13. Diagram Pie Kategori Tingkat Pola Tanam
c. Bangunan Bendung
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 14,35, Median
=15,14, Modus = 15,5, Simpangan Baku (SD) =2,81, Nilai Minimum = 7 dan
34
Nilai Maksimum = 16,00. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
17 (halaman 104).
Tabel 20. Distribusi Frekuensi Bangunan Bendung
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 6,5-8.5 13 7,78%
2 8,5-10,5 10 5,99%
3 10,5-12,5 17 10,18%
4 12,5-14,5 4 2,40%
5 14,5-16,5 123 73,65%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel bangunan bendung
dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
13 1017
4
123
0
20
40
60
80
100
120
140
Fre
kuen
si
Klas Interval
6,5 8,5 10,5 12,5 14,5 16,5
Gambar 14. Histogram Distribusi Frekuensi Bangunan Bendung
Pada variabel Bangunan Bendung diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan
35
Standar Deviasi Ideal adalah 1. Dengan demikian skor Bangunan Bendung dapat
digolongkan sebagai berikut :
Tabel 21. Penggolongan Skor Bangunan Bendung
Kelas Interval Kategori
13 Ke atas Tinggi
10 - 13 Sedang
7 - 10 Kurang
Di bawah 7 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Bangunan Bendung dari 167 responden cenderung tinggi. Menurut ketentuan
yang ditetapkan, data tingkat bangunan bendung seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 22. Distribusi Frekuensi Bangunan Bendung
Kelas Interval Kategori N Persentase
13 Keatas Tinggi 127 76%
10 - 13 Sedang 19 11,4%
7 - 10 Kurang 21 12,6%
Dibawah 7 Rendah 0 0%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 127 (76%)
orang responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Bendung yang tinggi, 19
(11,4%) responden tergolong sedang, 21 (12,6%) responden tergolong kurang,
dan 0 (0%) responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Bendung yang
rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
36
127
19
21 0
Tinggi
Sedang
Kurang
Rendah
Gambar 15. Diagram Pie Kategori Tingkat Bangunan Bendung
d. Kantong Lumpur
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 5,71, Median
=5,96, Modus = 6, Simpangan Baku (SD) =1,42, Nilai Minimum = 3 dan Nilai
Maksimum = 8. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17
(halaman 105).
Tabel 23. Distribusi Frekuensi Kantong Lumpur
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2,5-3,5 18 10,78%
2 3,5-4,5 23 13,77%
3 4,5-5,5 6 3,59%
4 5,5-6,5 80 47,90%
5 6,5-7,5 23 13,77%
6 7,5-8,5 17 10,18%
Jumlah 167 100%
37
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Kantong Lumpur dapat
disajikan pada grafik histogram berikut ini:
1823
6
80
2317
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Fre
kuen
si
Klas Interval
2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5
Gambar 16. Histogram Distribusi Frekuensi Kantong Lumpur
Pada variabel Kantong Lumpur diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 8
dan skor terendah ideal sebesar 2. Mean ideal yang diperoleh adalah 5 dan Standar
Deviasi Ideal adalah 1. Dengan demikian skor Kantong Lumpur dapat
digolongkan sebagai berikut :
Tabel 24. Penggolongan Skor Kantong Lumpur
Kelas Interval Kategori
6,5 Ke atas Tinggi
5 - 6,5 Sedang
3,5 - 5 Kurang
Di bawah 3,5 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Kantong Lumpur dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan yang
38
ditetapkan, data tingkat Kantong Lumpur dikategorikan seperti pada tabel berikut
ini :
Tabel 25. Distribusi Frekuensi Kantong Lumpur
Kelas Interval Kategori N Persentase
6,5 Keatas Tinggi 40 24%
5 - 6,5 Sedang 86 51,5%
3,5 - 5 Kurang 23 13,8%
Dibawah 3,5 Rendah 18 10,8%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 25 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 40 (24%)
orang responden tergolong memiliki tingkat Kantong Lumpur yang tinggi, 86
(51,5%) responden tergolong sedang, 23 (13,8%) responden tergolong kurang,
dan 18 (10,8%) responden tergolong memiliki tingkat Kantong Lumpur yang
rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
40
86
23
18
Tinggi
Sedang
Kurang
Rendah
Gambar 17. Diagram Pie Kategori Tingkat Kantong Lumpur
39
e. Bangunan Sadap Bagi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 6,59, Median =
6,34, Modus = 6, Simpangan Baku (SD) = 1,36, Nilai Minimum = 3 dan Nilai
Maksimum = 8. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17
(halaman 106).
Tabel 26. Distribusi Frekuensi Bangunan Sadap Bagi
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2,5-3,5 3 1,8%
2 3,5-4,5 15 8,98%
3 4,5-5,5 3 1,80%
4 5,5-6,5 74 44,31%
5 6,5-7,5 4 2,40%
6 7,5-8,5 68 40,72%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor Bangunan Sadap Bagi dapat
disajikan pada grafik histogram berikut ini:
40
3
15
3
74
4
68
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Fre
kuen
si
Klas Interval
2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5
Gambar 18. Histogram Distribusi Frekuensi Bangunan Sadap Bagi
Pada variabel Bangunan Sadap Bagi diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 8 dan skor terendah ideal sebesar 2. Mean ideal yang diperoleh adalah 5
dan Standar Deviasi Ideal adalah 1. Dengan demikian skor Bangunan Sadap Bagi
dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 27. Penggolongan Skor Bangunan Sadap Bagi
Kelas Interval Kategori
6,5 Ke atas Tinggi
5 - 6,5 Sedang
3,5 - 5 Kurang
Di bawah 3,5 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Bangunan Sadap Bagi dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan
yang ditetapkan, data tingkat pengoperasian bangunan sadap bagi dikategorikan
seperti pada tabel berikut ini :
41
Tabel 28. Distribusi Frekuensi Sadap Bagi
Kelas Interval Kategori N Persentase
13 keatas Tinggi 72 43,1%
10 - 13 Sedang 77 46,1%
7 - 10 Kurang 15 9%
Dibawah 7 Rendah 3 1,8%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 28 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 72 (43,1%)
orang responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Sadap Bagi yang tinggi, 77
(46,1%) responden tergolong sedang, 15 (9%) responden tergolong kurang, dan 3
(1,8%) responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Sadap Bagi yang rendah.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
72
77
15 3
Tinggi
Sedang
Kurang
Rendah
Gambar 19. Diagram Pie Kategori Tingkat Bangunan Sadap Bagi
f. Bangunan Pengukur Debit
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 7,16, Median =
6,32, Modus = 5, Simpangan Baku (SD) =2,29, Nilai Minimum = 3 dan Nilai
42
Maksimum = 12. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17
(halaman 107).
Tabel 29. Distribusi Frekuensi Bangunan Pengukur Debit
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2,5-4,5 8 4,79%
2 4,5-6,5 83 49,70%
3 6,5-8,5 30 17,96%
4 8,5-10,5 23 13,77%
5 10,5-12,5 23 13,77%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Bangunan Pengukur
Debit dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
8
83
3023 23
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Fre
kuen
si
Klas Interval
2,5 4,5 6,5 8,5 10,5 12,5
Gambar 20. Histogram Distribusi Frekuensi Bangunan Pengukur Debit
Pada variabel Bangunan Pengukur Debit diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 12 dan skor terendah ideal sebesar 3. Mean ideal yang diperoleh adalah
43
7,5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 1,5. Dengan demikian skor Bangunan
Pengukur Debit dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 30. Penggolongan Skor Bangunan Pengukur Debit
Kelas Interval Kategori
9,75 Ke atas Tinggi
7,5 - 9,75 Sedang
5,25 - 7,5 Kurang
Di bawah 5,25 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Bangunan Pengukur Debit dari 167 responden cenderung kurang. Menurut
ketentuan yang ditetapkan, data tingkat pengoperasian bangunan pengukur debit
dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 31. Distribusi Frekuensi Pengukur Debit
Kelas Interval Kategori N Persentase
13 Keatas Tinggi 38 22,8%
10 - 13 Sedang 28 16,8%
7 - 10 Kurang 53 31,7%
Dibawah 7 Rendah 48 28,7%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 31 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 38 (22,8%)
orang responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Pengukur Debit yang
tinggi, 28 (16,8%) responden tergolong sedang, 53 (31,7%) responden tergolong
kurang, dan 48 (28,7%) responden tergolong memiliki tingkat Bangunan
44
Pengukur Debit yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie
sebagai berikut :
38
28
53
48Tinggi
Sedang
Kurang
Rendah
Gambar 21. Diagram Pie Kategori Tingkat Bangunan Pengukur Debit
g. Pengoperasian Jaringan Irigasi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 56,60, Median =
56,57, Modus = 57, Simpangan Baku (SD) =13,72, Nilai Minimum = 30 dan
Nilai Maksimum = 80. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17
(halaman 108).
Tabel 32. Distribusi Frekuensi Pengoperasian Jaringan Irigasi
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 29,5-40,5 21 12,57%
2 40,5-51,5 33 19,76%
3 51,5-62,5 64 38,32%
4 62,5-73,5 26 15,57%
5 73,5-84,5 23 13,77%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Pengoperasian Jaringan
Irigasi dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
45
21
33
64
26
33
0
10
20
30
40
50
60
70
Fre
kuen
si
Klas Interval
29,5 40,5 51,5 62,5 73,5 84,5
Gambar 22. Histogram Distribusi Frekuensi Pengoperasian Jaringan Irigasi
Pada variabel Pengoperasian Jaringan Irigasi diperoleh skor tertinggi
ideal sebesar 80 dan skor terendah ideal sebesar 20. Mean ideal yang diperoleh
adalah 50 dan Standar Deviasi Ideal adalah 10. Dengan demikian skor
Pengoperasian Jaringan Irigasi dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 33. Penggolongan Skor Pengoperasian Jaringan Irigasi
Kelas Interval Kategori
65 Ke atas Tinggi
50 - 65 Sedang
35 - 50 Kurang
Di bawah 35 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Pengoperasian Jaringan Irigasi dari 167 responden cenderung sedang. Menurut
ketentuan yang ditetapkan, data tingkat pengoperasian jaringan irigasi
dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
46
Tabel 34. Distribusi Frekuensi Pengoperasian Jaringan Irigasi
Kelas Interval Kategori N Persentase
65 keatas Tinggi 48 28,7%
50 - 65 Sedang 72 43,1%
35 - 50 Kurang 39 23,4%
Dibawah 35 Rendah 8 4,8%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 34 di atas menunjukan bahwa dari 167 responden, 48 (28,7%)
responden tergolong memiliki tingkat Pengoperasian Jaringan Irigasi yang tinggi,
72 (43,1%) responden tergolong sedang, 39 (23,4%) responden tergolong kurang,
dan 8 (4,8%) responden tergolong memiliki tingkat Pengoperasian Jaringan Irigasi
yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
48
72
39
8
Tinggi
Sedang
Kurang
Rendah
Gambar 23. Diagram Pie Kategori Tingkat Pengoperasian Jaringan Irigasi
47
B. Deskripsi Tata cara Pemeliharaan
1. Deskripsi Daerah
a. Letak Daerah
Daerah Irigasi Simo terletak di Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta atau tepatnya pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan
Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Daerah Irigasi Simo terletak pada posisi
0706613911 LS dan 1100411411 BT dengan ketinggian rata-rata ± 180 m di atas
permukaan laut. Luas areal oncoran 967 Ha, dengan sumber air dari sungai Beton
dengan Intake Kiri.
b. Luas Daerah
Luas areal D.I Simo berdasarkan data dari skema jaringan seluas 967,00
Ha (Dinas Pengairan Gunungkidul 2000)
c. Batas Wilayah
Berdasarkan batas administrasi, batas wilayah D.I Simo terhadap
wilayah lain adalah sebagai berikut :
1. Batas utara berbatasan dengan Desa Umbulrejo , Kecamatan Ponjong.
2. Batas timur berbatasan dengan Desa Sumbergiri , Kecamatan Ponjong.
3. Batas selatan berbatasan dengan Desa Ponjong, Kecamatan Ponjong.
4. Batas barat berbatasan dengan Desa Karangmojo, Kecamatan
Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul.
d. Kondisi Hidrologis
Sungai yang dipakai untuk memenuhi keperluan irigasi adalah Sungai
Umbulrejo melalui Bendung Simo. Untuk lebih jelas kondisi bedung Simo
dengan aliran irigasinya pada gambar sebagai berikut :
48
Bendun
gan S
imo
Kali B
eton
Salura
n Ind
uk S
imo
Ara
h S
elat
an
Karang Mojo
Ponjong
Ngawis
Ngunut
36
32 33
34
3529
30 3128
27
26
2524
2320 21 22
1918
17161514
131211
1
2
3
4
5
67
8
9
10
N
S
E W
Kontor Irigasi
Gambar 3. Bendungan Simo dan Saluran irigasi (Sumber Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul 2000)
4. Deskripsi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pemeliharaan jaringan
irigasi dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif (tendency sentral).
Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi penghitungan Rerata (Mean),
Nilai tengah (Median), Nilai yang sering muncul (Modus), Simpangan Baku (SD),
Skor Minimun dan Skor Maksimum serta indentifkasi kategori tiap-tiap variabel.
Ubahan atau variabel pengelolaan terdiri dari dua indikator variabel yang terdiri
dari pengumpulan data irigasi dan pengelolaan lahan. Untuk pendeskripsian
data, dideskripsikan tiap indikator kemudian dideskripsikan dalam satu variabel.
Berikut deskripsi data hasil penelitian dengan variabel pengelolaan dengan
indikator variabel.
a. Pemeliharaan Rutin
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 12,85; Median
=12,42; Modus = 12,00; Simpangan Baku (SD) = 2,62; Nilai Minimum = 8 dan
Nilai Maksimum =16. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
49
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan rutin disajikan pada grafik histogram
berikut ini:
14.46
01.81
0
36.75
6.63 7.23 7.23
25.9
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Fre
kuen
si
Klas Interval
7,5 8,5 9,5 10,5 11,5 12,5 13,5 14,5 15,5 16,5
Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Rutin
Pada variabel pemeliharaan rutin diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 16
dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan
Standar Deviasi Ideal adalah 2. Dengan demikian skor pemeliharaan rutin dapat
digolongkan sebagai berikut :
13 Ke atas sangat baik 10 - 13 cukup baik 7 - 10 kurang baik
Di bawah 7 sangat tidak baik
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
pemeliharaan rutin dari seluruh responden ialah sangat baik. Data tingkat
pemeliharaan rutin dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 4. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Rutin
Kelas Interval Persentase 13 Ke atas 47,0% 10 - 12,9 38,6% 7 - 10,9 14,5%
Di bawah 7 0%
50
Tabel 4 menunjukkan bahwa 47,0% tergolong memiliki tingkat
pemeliharaan rutin yang sangat baik, 38,6% cukup baik, 14,5% kurang baik, dan
0% sangat tidak baik.
b. Pemeliharaan Berkala
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 11,13; Median
=12,03; Modus = 15,50; SD = 1,85; Nilai Minimum = 6 dan Nilai Maksimum =
15. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Distribusi frekuensi
dan persentase skor variabel pemeliharaan berkala disajikan pada grafik
histogram berikut ini:
0.6
22.89
9.64
63.25
3.61
0
10
20
30
40
50
60
70
Fre
kuen
si
Klas Interval
5,5 7,5 9,5 11,5 13,5 15,5
Gambar 5. Histogram Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Berkala
Pada variabel pemeliharaan berkala diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan
Standar Deviasi Ideal adalah 2. Maka skor Pemeliharaan Berkala dapat
digolongkan sebagai berikut :
51
13 Ke atas sangat baik 10 - 12,9 cukup baik 7 - 9,9 kurang baik
Di bawah 6,9 sangat tidak baik
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel
Pemeliharaan Berkala dari seluruh responden cukup baik.
Tabel 5. Kategori Tingkat Pemeliharaan Berkala
Kelas Interval Persentase 13 Ke atas 10,8% 10 - 12,9 65,7% 7 - 9,9 22,9%
Di bawah 6,9 0,6%
Tabel 5 menunjukan bahwa dari seluruh responden, 10,8% memiliki
tingkat pemeliharaan berkala yang sangat baik, 65,7% cukup baik, 22,9% kurang
baik, dan 0,6% sangat tidak baik.
c. Pemeliharaan Tiba-tiba
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 6,34; Median =
6,61; Modus = 7,00; SD = 1,27; Nilai Minimum = 4 dan Nilai Maksimum = 8.
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel pemeliharaan tiba-tiba dapat
disajikan pada grafik histogram berikut ini:
52
16.87
2.41
26.51
38.55
15.66
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Fre
kuen
si
Klas Interval
3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5
Gambar 6. Histogram Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Tiba-tiba
Pada variabel pemeliharaan tiba-tiba diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 8 dan skor terendah ideal sebesar 2. Mean ideal yang diperoleh adalah 5
dan Standar Deviasi Ideal adalah 1.Dengan demikian skor pemeliharaan tiba-tiba
dapat digolongkan sebagai berikut :
6 Ke atas Tinggi 5 - 5,9 Cukup 4 - 4,9 Kurang
Di bawah 3,9 Sedang
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel
Pemeliharaan Tiba-tiba dari seluruh responden sangat baik.
Tabel 6. Kategori Tingkat Pemeliharaan Tiba-tiba.
Kelas Interval Persentase 6 Ke atas 54,2% 5 - 5,9 28,9% 4 - 4,9 16,9%
Di bawah 3,9 0%
53
Tabel 6 di atas menunjukan bahwa dari seluruh responden, 54,2% sangat
baik, 28,9% cukup baik, 16,9% kurang baik, dan 0% responden tergolong
memiliki tingkat pemeliharaan tiba-tiba yang sangat tidak baik.
d. Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 30,32, Median =
30,44, Modus = 29,50, SD = 5,15, Nilai Minimum = 20 dan Nilai Maksimum =
39. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Distribusi frekuensi
dan persentase skor pemeliharaan jaringan irigasi dapat disajikan pada grafik
histogram berikut ini:
16.87
3.01
40.96
86.75
13.25
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Fre
kuen
si
Klas Interval
19,5 23,5 27,5 31,5 35,5 39,5
Gambar 7. Histogram Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Pada variabel pemeliharaan jaringan irigasi diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 40 dan skor terendah ideal sebesar 10. Mean ideal yang diperoleh adalah
25 dan Standar Deviasi Ideal adalah 5.
32 Ke atas sangat baik 25 - 31,9 cukup baik 17 - 24,9 kurang baik
Di bawah 16,9 sangat tidak baik
54
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator
variabel pemeliharaan jaringan irigasi dari seluruh responden cenderung cukup
baik.
Tabel 7. Kategori Tingkat Pemeliharaan Jaringan Irigasi.
Kelas Interval Persentase 32 keatas 34,9% 25 - 32,9 47,0% 17 - 24,9 18,1%
Dibawah 16,9 0%
Tabel 7 menunjukan bahwa dari seluruh responden, 34,9% memiliki
tingkat pemeliharaan jaringan irigasi yang sangat baik, 47,0% cukup baik, 18,1%
kurang baik, dan 0% sangat tidak baik.
5. Deskripsi Peran Serta Pengurus Persatuan Petani Pemakai Air (P3A)
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 28,33; Median
= 30,76; Modus = 32; SD)= 4,47; Nilai Minimum = 20 dan Nilai Maksimum =
40. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Distribusi frekuensi
dan persentase skor variabel peran serta pengurus P3A:
21.69
13.86
57.23
6.63
0.60
10
20
30
40
50
60
Fre
kuen
si
K las Interval
19,5 24,5 29,5 34,5 39,5 44,5
Gambar 8. Histogram Distribusi Frekuensi Peran Serta Pengurus P3A
55
Pada variabel peran serta pengurus P3A diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 40 dan skor terendah ideal sebesar 10. Mean ideal yang diperoleh adalah
25 dan Standar Deviasi Ideal adalah 5. Dengan demikian skor peran serta
pengurus P3A dapat digolongkan sebagai berikut :
32 Ke atas sangat baik 25 - 31,9 cukup baik 17 - 24,9 kurang baik
Di bawah 16,9 sangat tidak baik
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel
peran serta pengurus P3A dari seluruh responden cukup baik.
Tabel 8. Kategori Tingkat Peran Serta Pengurus P3A.
Kelas Interval Persentase 32 keatas 9,0% 25 - 31,9 69,3% 17 - 24,9 21,7%
Dibawah 16,9 0% Tabel 8 menunjukan bahwa dari seluruh responden, 9,0% memiliki
tingkat peran serta pengurus P3A sangat baik, 69,3% cukup baik, 21,7% kurang
baik, dan 0% sangat tidak baik.
6. Deskripsi Keterlibatan Dinas Pengairan Dalam Pemeliharaan Irigasi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 28,72; Median =
30,26; Modus = 31; Simpangan Baku (SD) = 4,58; Nilai Minimum = 19 dan
Nilai Maksimum = 40. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel keterlibatan Dinas Pengairan
Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi dapat disajikan pada grafik
histogram berikut ini:
56
19.88
7.83
63.25
8.43
0.60
10
20
30
40
50
60
70
Fre
kuen
si
Klas Interval
18,5 23,5 28,5 33,5 38,5 43,5
Gambar 9. Histogram Distribusi Frekuensi keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi
Pada variabel keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam
pemeliharaan irigasi diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 40 dan skor terendah
ideal sebesar 10. Mean ideal yang diperoleh adalah 25 dan Standar Deviasi Ideal
adalah 5. Dengan demikian skor dapat digolongkan sebagai berikut :
32 Ke atas sangat baik 25 - 31,9 cukup baik 17 - 24,9 kurang baik
Di bawah 16,9 sangat tidak baik
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel
keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi
dari seluruh responden ialah cukup baik.
Tabel 9. Kategori keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi
Kelas Interval Persentase
32 keatas 14,5% 25 - 31,9 62,7% 17 - 24,9 22,9%
Dibawah 16,9 0%
57
Tabel 9 di atas menunjukan bahwa dari seluruh responden, 14,5% memiliki
tingkat keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan
irigasi yang sangat baik, 62,7% cukup baik, 22,9% kurang baik, dan 0% sangat
tidak baik.
5. Deskripsi Tata Cara Pemeliharaan
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 87,30; Median =
92,41; Modus = 94,50; Simpangan Baku (SD) = 13,25; Nilai Minimum = 60 dan
Nilai Maksimum = 109. Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel tata
cara pemeliharaan dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
19.28
4.22
11.45
51.81
13.25
0
10
20
30
40
50
60
Fre
kuen
si
Klas Interval
59,5 69,5 79,5 89,5 99,5 109,5
Gambar 10. Histogram Distribusi Frekuensi Tata Cara Pemeliharaan
Pada variabel tata cara pemeliharaan diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 120 dan skor terendah ideal sebesar 30. Mean ideal yang diperoleh adalah
85 dan Standar Deviasi Ideal adalah 15.
97 Ke atas Sangat baik 75 - 96,9 Cukup baik 52 - 74,9 Kurang baik
Di bawah 51,9 Sangat tidak baik
58
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator
variabel tata cara pemeliharaan dari seluruh responden cukup baik.
Tabel 10. Kategori Tingkat Tata Cara Pemeliharaan.
Kelas Interval Persentase 32 keatas 13,3% 25 - 31,9 64,5% 17 - 24,9 22,3%
Dibawah 16,9 0% Tabel 10 di atas menunjukan bahwa dari seluruh responden, 13,3% memiliki
tingkat tata cara pemeliharaan yang sangat baik, 64,5% cukup baik, 22,3% kurang
baik, dan 0% sangat tidak baik.
C. Deskripsi Tata cara Pengoperasian
1. Kondisi Geologis Daerah Pertanian
a. Letak
Daerah Irigasi Simo terletak di Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta atau tepatnya pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan
Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Untuk mencapai daerah tersebut dapat
ditempuh melalui jalan darat dengan kondisi jalan beraspal, ke arah Timur ± 18
Km dari pusat kota Wonosari ke Ponjong.
Daerah Irigasi Simo terletak pada posisi 07 0 66′ 39″ LS dan 110 0 41′ 4″
BT dengan kondisi daerah jaringan irigasi ini berdasarkan Updating DI Simo pada
ketinggian rata-rata ± 180 – 240 m di atas permukaan air laut.
b. Luas Oncoran
Berdasarkan pengamatan dilapangan dan skema jaringan luas areal
oncoran Daerah Irigasi Simo sebesar 1276.21 Ha, dengan sumber air dari sungai
59
Beton dengan Intake Kiri. Luas areal oncoran untuk saluran induk sebesar 52.26
Ha dan saluran sekunder Karangmojo sebesar 293.56 Ha. Areal oncoran DI Simo
terletak di Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Areal oncoran
Saluran Induk tepatnya terletak di Desa Sumbergiri dan Desa Genjahan. Areal
oncoran Saluran Sekunder Karangmojo terletak di Desa Karangmojo. Secara rinci
nama petak dan luas areal dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut.
Tabel 5. Petak-petak Tersier Pada Saluran Induk Simo No Nama Bangunan Petak Tersier Luas Areal (Ha)
Nomen Clatur Nomen Clatur 1 SALURAN INDUK SIMO
Cr.Sm.1 Cr.Sm.2 Cr.Sm.3 Cr.Sm.4 Cr.Sm.5 Cr.Sm.6 Cr.Sm.7 Cr.Sm.8 B.Sm.1 B.Sm.2
Cr.Sm.1 Ka Cr.Sm.2 Ka Cr.Sm.3 Ka Cr.Sm.4 Ka Cr.Sm.5 Ka Cr.Sm.5 Ki Cr.Sm.6 Ki Cr.Sm.7 Ka Cr.Sm.8 Ka Sm.1 Ka -
0,10 0,23 6,0
4,95 5,00 0,25 7,23 3,00 2,40
22,30 Sub Total 52,26
Tabel 6. Petak-petak Tersier Pada Saluran Sekunder Karangmojo No Nama Bangunan Petak Tersier Luas Areal (Ha)
Nomen Clatur Nomen Clatur 2 SALURAN SEKUNDER KARANGMOJO
Cr.Kj.1 Cr.Kj.2 Cr.Kj.3
B.Kj.1 Cr.Kj.4 B.Kj.2 Cr.Kj.5 B.Kj.3
Cr.Kj.6 Cr.Kj.7 Cr.Kj.8 B.Kj.4 B.Kj.5
Cr.Kj.1 Ka Cr.Kj.2 Ka Cr.Kj.3 Ka Cr.Kj.3 Ki Kj.1 Ki Cr.Kj.4 Ki Kj.2 Ki Cr.Kj.5 Ka Kj.3 Ka Kj.3 Ki Cr.Kj.6 Ki Cr.Kj.7 Ki Cr.Kj.8 Ki Kj.4 Ka Kj.5 Ka
5,70 1,40 7,80 1,30
18,34 2,95
13,50 6,04
34,90 16,04 1,28 5,80 8,01
31,85 23,16
60
Cr.Kj.9 Cr.Kj.10 Cr.Kj.11 B.Kj.6
Cr.Kj.12 B.Kj.7
Cr.Kj.13 Cr.Kj.14 Cr.Kj.15 B.Kj.8 B.Kj.9
Cr.Kj.9 Ki Cr.Kj.10 Ka Cr.Kj.11 Ki Kj.6 Ka Cr.Kj.12 Ki Kj.7 Ka Kj.7 Ki Cr.Kj.13 Ka Cr.Kj.14 Ki Cr.Kj.15 Ka Kj.8 Ki
3,60 5,80 3,26
28,08 6,03
11,10 14,30 5,94 9,54 9,54
18,30
Sub Total 293,56 Total 345,82
Sumber : Dinas Pengairan Gunung Kidul.
c. Kondisi Hidrologis
Secara umum kebutuhan air yang di konsumsi masyarakat Kecamatan
Ponjong dan Kecamatan Karangmojo memiliki dua sumber air yang berasal dari
air tanah dan air hujan. Untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman pangan di
DI Simo, petani menggunakan sumber air dari sungai, dan air hujan. Kebutuhan
air untuk pertanian di DI Simo khususnya di daerah penelitian dipenuhi dari
sungai Beton melalui Bendung Simo yang terletak di Desa Genjahan, Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul. Pemanfaatan air tanah digunakan untuk
keperluan sehari-hari, yaitu untuk kebutuhan air minum, mandi, cuci dan lain
sebagainya. Berikut ini gambar letak saluran irigasi, petak tersier beserta luas
lahan persawahan yang diairi air irigasi.
2. Deskripsi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Penelitian ini dilakukan terhadap 166 petani yang mewakili petani di
daerah hulu, tengah dan hilir yang memanfaatkan saluran induk simo dan saluran
sekunder Karangmojo.
61
Penelitian terhadap jaringan irigasi yang dilakukan oleh petani meliputi :
a. Pemeliharaan saluran ( rutin dan berkala)
b. Pemeliharaan Bangunan ( batu, kayu, besi dan beton)
c. Pemeliharaan mendadak/tiba-tiba
Untuk pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pemeliharaan
jaringan irigasi dilakukan dengan menggunakan statistik diskriptif ( tendency
sentral). Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi perhitungan rerata
(mean), nilai tengah (median), nilai yang sering muncul (modus), simpangan baku
(SD), skor minimum dan skor maksimum serta identifikasi kategori tiap-tiap
variabel. Ubahan atau variabel pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dari 3
indikator variabel yaitu, pemeliharaan saluran, pemeliharaan bangunan dan
pemeliharaan tiba-tiba/mendadak. Untuk mendiskripsikan per indikator kemudian
di deskripsikan dalam satu variabel pemeliharaan jaringan irigasi dengan indikator
variabel.
1) Pemeliharaan saluran
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 31,90, median =
32,70, modus = 37,50, simpangan baku (SD) = 7,33, nilai minimum = 16 dan nilai
maksimum = 43,00. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Saluran No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 6 7
16,00 – 19,86 19,87 – 23,73 23,74 – 27,60 27,61 – 31,47 31,48 – 35,34 35,35 – 39,21 39,22 – 43,08
5 23 25 24 20 46 23
3,01 13,83 15,06 14,46 12,05 27,71 13,86
Total 166 100
62
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan saluran disajikan pada
histogram berikut ini :
5
23 25 2420
46
23
00
10
20
30
40
50F
reku
en
si
16 19.9 23.7 27.6 31.5 35.4 39.2 43.1
Interval
Histogram Pemeliharaan Saluran
Gambar VIII. Histogram Pemeliharaan Saluran
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
44 dan skor terendah ideal sebesar 11. Mean ideal (Mi) yang diperoleh adalah
27,5 dan standar deviasi ideal (Sdi) adalah 5,5. Dengan demikian skor
pemeliharaan saluran dapat digolongkan seperti pada Tabel 8 sebagai berikut :
Tabel 8. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Saluran Norma Kelas Interval Kategori N Persentase
> (Mi + 1,5 Sdi) Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
> 35,75 27,5 – 35,75 19,25 – 27,5
< 19,25
Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
69 44 48 5
41,6 26,5 28,9 3,0
Jumlah 166 100 Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 69 petani (41,6 %)
tergolong memiliki tingkat pemeliharaan saluran yang baik, 44 (26,5%) petani
tergolong cukup baik, 48 (28,9 %) petani tergolong kurang baik dan 5 (3 %)
petani tergolong tidak baik.
63
2). Pemeliharaan Bangunan
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 24,64, median =
25,09, modus = 30,50, simpangan baku (SD) = 6,99, nilai minimum = 9 dan nilai
maksimum = 36. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Bangunan No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 6 7
9,00 – 12,86 12,87 – 16,73 16,74– 20,60 20,61– 24,47 24,48– 28,34 28,35– 32,21 32,22– 36,08
13 14 16 36 27 42 18
7,83 8,43 9,64 21,69 16,27 25,30 10,84
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan bangunan disajikan pada
histogram berikut ini :
1314 16
36
27
42
18
00
10
20
30
40
50
Frek
uens
i
9 12.9 16.7 20.6 24.5 28.4 32.2 36.1
Interval
Histogram Pemeliharaan Bangunan
Gambar IX. Histogram Pemeliharaan bangunan
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
36 dan skor terendah ideal sebesar 9. Mean ideal yang diperoleh adalah 22,5 dan
standar deviasi ideal adalah 4,5. Dengan demikian skor pemeliharaan bangunan
dapat digolongkan seperti pada Tabel 10 sebagai berikut :
64
Tabel 10. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Bangunan Norma Kelas Interval Kategori N Persentase
> (Mi + 1,5 Sdi) Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
29,25 > 22,5 – 29,25 15,75 – 22,5
< 15,75
Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
51 64 27 24
30,7 38,6 16,3 14,5
Jumlah 166 100 Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 51 petani (30,7 %)
tergolong memiliki tingkat pemeliharaan bangunan yang baik, 64 (38,6%) petani
tergolong cukup baik, 27 (16,3 %) petani tergolong kurang baik dan 24 (14,5 %)
petani tergolong tidak baik.
3). Pemeliharaan mendadak/tiba-tiba
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 12,11, median =
12,92, modus = 14,00, simpangan baku (SD) = 2,97, nilai minimum = 4 dan nilai
maksimum = 16. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Mendadak/Tiba-Tiba No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5
4,00 – 6,40 6,40 – 8,90 9,00 – 12,30 11,40 – 15,80 13, 90 – 16,30
3 33 37 72 21
1,81 19,88 22,29 43,37 12,65
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan saluran disajikan pada
histogram berikut ini :
65
3
33 37
72
21
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Frek
uens
i
4 6.5 9 11.4 13.9
Interval
Histogram Pemeliharaan Mendadak
Gambar X. Histogram Pemeliharaan Mendadak
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan
standar deviasi ideal adalah 2. Dengan demikian skor pemeliharaan mendadak
dapat digolongkan seperti pada Tabel 12 sebagai berikut :
Tabel 12. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Mendadak Norma Kelas Interval Kategori N Persentase
> (Mi + 1,5 Sdi) Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) asmpai Mi < (Mi – 1,5 Sdi)
13 > 10 – 13 7 – 10
< 7
Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
73 57 33 3
44 34,3 19,9 1,8
Jumlah 166 100
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 73 petani (44 %)
tergolong memiliki tingkat pemeliharaan mendadak yang baik, 57(34,3%) petani
tergolong cukup baik, 33 (19,9 %) petani tergolong kurang baik dan 3 (1,8%)
petani tergolong tidak baik.
66
4). Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 68,65, median =
66,50, modus = 20; simpangan baku (SD) = 14,18, nilai minimum = 31 dan nilai
maksimum = 92. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Jaringan Irigasi No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 6 7 8
31,00 – 38,63 38,64– 46,27 46,28– 54,91 54,92– 62,55 63,56– 70,19 70,20– 78,63 78,64– 86,27 86,28 – 94,91
2 11 9 41 40 4 41 18
1,20 6,63 5,82 24,70 24,10 2,41 24,70 10,84
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan jaringan irigasi disajikan pada
grafik histogram berikut ini :
Gambar XI. Histogram Pemeliharaan Jaringan Irigasi
2
11 9
41 40
4
41
18
0
10
20
30
40
50
Fre
kuen
si
31 38.6 46.3 53.9 61.6 70 78.6 86.3
Interval
Histogram Pemeliharaan Jaringan Irigasi
67
Pada variabel pemeliharaan jaringan irigasi diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 96 dan skor terendah ideal sebesar 24. Mean ideal yang diperoleh adalah
60 dan standar deviasi ideal adalah 12. Dengan demikian skor pemeliharaan
jaringan irigasi dapat digolongkan seperti pada Tabel 14 sebagai berikut :
Tabel 14. Kategori tingkat pelaksanaan pemeliharaan jaringan irigasi Norma Kelas Interval Kategori N Persentase
> (Mi + 1,5 Sdi) Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
78 > 60 – 78 42 – 60
< 42
Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
60 69 31 6
36,1 41,6 18,7 3,6
Jumlah 166 100
Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 60 petani (36,1 %)
tergolong memiliki tingkat pemeliharaan jaringan irigasi yang baik, 69 (41,6 %)
petani tergolong cukup baik, 31 (18,7 %) petani tergolong kurang baik dan
sebanyak 6 petani atau (3,6 %) tergolong tidak baik.
3. Kegiatan Pengamatan
Dalam melakukan pengamatan terhadap jaringan irigasi, observasi hanya
dilakukan terhadap bangunan utama dan bangunan pelengkap.
a. Bangunan Utama
Untuk observasi pada bangunan utama di bagi menjadi :
1). Bangunan Bendung
2). Bangunan Pengambilan
3). Bangunan Penguras
4). Bangunan Ukur jenis Cippolleti
5). Bangunan Bagi dan Pintu Air
68
Observasi penilaian terhadap bangunan utama dilakukan dalam 2 tingkatan
yaitu :
1. Bangunan utama dikatakan “Layak” bila masih berada dalam keadaan sesuai
dengan bentuk, ukuran semula, lengkap, tidak mengalami kerusakan, terawat
dan masih berfungsi maka diberi skor 1.
2. Bangunan utama dikatakan “Tidak Layak” bila sudah terjadi perubahan-
perubahan bentuk, ukuran semula dan tidak lengkap, mengalami kerusakan,
tidak terawat dan tidak berfungsi maka diberi skor 0.
1). Bangunan Bendung
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan bendung yang ada di wilayah
penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat
dilihat dalam tabel 15. berikut ini :
Tabel 15. Observasi Terhadap Bendung
No
Kriteria jumlah %
Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Badan bendung 1 0 100 0
2 Hulu bendung 0 1 0 100
3 Pas. Penahan tanggul 1 0 100 0
4 Koperan sayap 1 0 100 0
5 Kolam olak 1 0 100 0
6 Peil scala 1 0 100 0
7 Papan nama bendungan 1 0 100 0
8 Rumah jaga 1 0 100 0
9 Kebersihan terhadap sampah 1 0 100 0
Rerata 88,9 11,1
69
2). Bangunan Pengambilan
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan pengambilan pada bendung
yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil
observasi dapat dilihat dalam Tabel 16. berikut ini :
Tabel 16. Observasi Terhadap Bangunan Pengambilan
No Kriteria
Jumlah % Layak Tidak
Layak Layak Tidak
Layak 1 Daun pintu sadap 1 0 100 0 2 Batang pengangkat pintu 1 0 100 0 3 Drat stang 1 0 100 0 4 Sponing pintu 1 0 100 0 5 Kebersihan terhadap sampah 0 1 0 100 6 Roda gigi 1 0 100 0 Rerata 83,3 16,7
3). Bangunan Penguras
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan penguras pada bendung yang
ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil
observasi dapat dilihat dalam Tabel 17. berikut ini
Tabel 17. Observasi Terhadap Bangunan Penguras
No Kriteria
Jumlah % Layak Tidak
layak Layak Tidak
Layak 1 Pintu pembilas 1 0 100 0 2 Batang pengangkat pintu 1 0 100 0 3 Drat stang 1 0 100 0 4 Sponing pintu 1 0 100 0 5 Kebersihan terhadap sampah 0 1 0 100 6 Roda gigi 1 0 100 0 Rerata 83,3 16,7
70
4). Bangunan Ukur Jenis Cippolleti
Observasi dilakukan terhadap 2 bangunan ukur yang ada di wilayah
penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil observasi dapat
dilihat ddalam Tabel 18. berikut ini :
Tabel 18. Observasi Terhadap Bangunan Ukur
No
Kriteria
Bang Ukur
Jumlah %
1 2 Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Pas. Beton/batu kali 1 1 2 0 100 0 2 Plesteran 0 1 1 1 50 50 3 Peil Scala 1 1 2 0 100 0 4 Kebersihan terhadap sampah 1 0 1 1 50 50 Rerata 50 50
5). Bangunan Bagi dan Pintu Air
Observasi dilakukan terhadap 7 bangunan bagi dan pintu air yang ada di
wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi
dapat dilihat dalam Tabel 19. berikut ini :
Tabel 19. Observasi Terhadap Bangunan Bagi dan Pintu Air
No Kriteria Bagi dan Pintu
Jumlah % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 L T
L Layak Tidak
Layak
1 Pas. Batu kali/beton 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0 100 0 2 Plesteran 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9 0 100 0 3 Daun pintu air 1 0 1 0 0 1 1 1 1 5 4 55.6 44,4 4 Drat Stang 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8 1 88,9 11,1 5 Batang ulir pintu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 1 88,9 11,1 6 Sponing pintu 1 0 1 0 1 1 1 1 1 7 2 77,8 22,2 7 Kebersihan terhadap
sampah 1 0 1 1 1 0 0 0 1 5 4 55,6 44,4
Rerata 80,9 19,1
71
B. Bangunan Pelengkap
Untuk observasi pada bangunan lengkap di bagi menjadi :
1). Bangunan Terjun
2). Bangunan Gorong-Gorong
3). Bangunan Talang
Observasi penilaian terhadap bangunan pelengkap dilakukan dalam 2
tingkatan yaitu :
1. Bangunan pelengkap dikatakan “Layak” bila masih berada dalam keadaan
sesuai dengan bentuk, ukuran semula, lengkap, tidak mengalami kerusakan,
terawat dan masih berfungsi maka diberi skor 1.
2. Bangunan pelengkap dikatakan “Tidak Layak” bila sudah terjadi perubahan-
perubahan bentuk, ukuran semula dan tidak lengkap, mengalami kerusakan,
tidak terawat dan tidak berfungsi maka diberi skor 0.
1). Bangunan Terjun
Observasi dilakukan terhadap 4 bangunan terjun yang ada di wilayah
penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat
dilihat dalam Tabel 20. berikut ini :
Tabel 20. Observasi Terhadap Bangunan Terjun
No
Kriteria Terjunan jumlah %
1 2 3 4
Layak Tidak layak
Layak Tidak
layak
1 Pas. Batu kali/beton 1 1 1 1 4 0 100 0 2 Plesteran 1 1 1 1 4 0 100 0 3 Koperan sayap 1 1 0 0 2 2 50 50 4 Dasar hulu 1 1 0 1 3 1 75 25 5 Dasar hilir 1 0 0 0 1 3 25 75
72
6 Kebersihan terhadap sampah
1 0 0 1 2 2 50 50
Rerata 66,7 27,8 2). Bangunan Gorong-Gorong
Observasi dilakukan terhadap 3 bangunan gorong-gorong yang ada di
wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi
dapat dilihat dalam Tabel 21 berikut ini :
Tabel 21. Observasi Terhadap Bangunan Gorong-Gorong
No
Kriteria Gorong-Gorong
Jumlah %
1 2 3 Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Pas. Beton/batu kali 1 1 1 3 0 100 0 2 Sayap gantung 1 1 1 2 1 66,6 33,4 3 Boks Inlet 1 1 1 3 0 100 0 4 Kebersihan terhadap
sampah 0 0 1 1 2 33,4 66,6
Rerata 75 75 3). Bangunan Talang
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan talang yang ada di wilayah
penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat
dilihat dalam Tabel 22 berikut ini :
Tabel 22. Observasi Terhadap Bangunan Talang Air
No
Kriteria Jumlah %
Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Lantai talang 1 0 100 0 2 Plesteran 0 1 0 100 3 Sayap talang 1 0 100 0 4 Kebersihan terhadap
sampah 1 0 100 0
Rerata 75 25
73
D. Deskripsi Sistem Jaringan
1. Obyek Penelitian
Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun
pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari
semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-
sifatnya, dinamakan populasi. Sedangkan sebagian yang diambil dari populasi
disebut sampel.
Untuk mengambil sampel memerlukan beberapa tahapan yaitu populasi
yang berjumlah 13 unit P3A diambil dengan metode acak sederhana dengan
mengundi tiap-tiap lokasi hulu, tengah dan hilir.
Dari pengundian itu didapatkan nama P3A yang mewakili hulu yaitu Sido
Makmur dengan jumlah anggota (∑ L) 93 orang petani, tengah diwakili oleh
Ngudi Makmur dengan jumlah anggota (∑ L) 76 orang petani, dan hilir diwakili
oleh Tirto Raharjo yang berjumlah (∑ L) 120 orang anggota petani jadi jumlah
total populasi (N) 289 orang petani. Dengan taraf kepercayaan sebesar 95% dan
tingkat presisi 5%, diperoleh d = 0,05 serta Z = 1,96. Dari populasi sebesar 289
maka sampel yang didapatkan adalah :
289 * (1,96)2 * 0,25 n =
[(0,05) 2 * ( 289 - 1)] – [ (1,96) 2 * 0,25]
n = 165, 2 dibulatkan menjadi 166 sampel
Untuk mendapatkan sampel pada masing-masing lokasi digunakan cara
yaitu membagi jumlah anggota dalam satu lokasi (∑ L) dengan jumlah total
74
populasi (N) dikalikan jumlah total sampel (n), maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
a. Hulu mendapat 53,41 dibulatkan menjadi sampel 54
b. Tengah mendapat 43,65 dibulatkan menjadi sampel 44
c. Hilir mendapat 68,92 dibulatkan menjadi sampel 69
2. Kondisi Geologis Daerah Pertanian
a. Letak
Daerah Irigasi Simo terletak di Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta atau tepatnya pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan
Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Untuk mencapai daerah tersebut dapat
ditempuh melalui jalan darat dengan kondisi jalan beraspal, ke arah Timur ± 18
Km dari pusat kota Wonosari ke Ponjong.
Daerah Irigasi Simo terletak pada posisi 07 0 66′ 39″ LS dan 110 0 41′ 4″
BT dengan kondisi daerah jaringan irigasi ini berdasarkan Updating DI Simo pada
ketinggian rata-rata ± 180 – 240 m di atas permukaan air laut.
b. Luas Oncoran
Berdasarkan pengamatan dilapangan dan skema jaringan luas areal
oncoran Daerah Irigasi Simo sebesar 1276.21 Ha, dengan sumber air dari sungai
Beton dengan Intake Kiri. Luas areal oncoran untuk saluran induk sebesar 52.26
Ha dan saluran sekunder Karangmojo sebesar 293.56 Ha. Areal oncoran DI Simo
terletak di Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Areal oncoran
Saluran Induk tepatnya terletak di Desa Sumbergiri dan Desa Genjahan. Areal
75
oncoran Saluran Sekunder Karangmojo terletak di Desa Karangmojo. Secara rinci
nama petak dan luas areal dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut.
Tabel 5. Petak-petak Tersier Pada Saluran Induk Simo No Nama Bangunan Petak Tersier Luas Areal (Ha)
Nomen Clatur Nomen Clatur 1 SALURAN INDUK SIMO
Cr.Sm.1 Cr.Sm.2 Cr.Sm.3 Cr.Sm.4 Cr.Sm.5 Cr.Sm.6 Cr.Sm.7 Cr.Sm.8 B.Sm.1 B.Sm.2
Cr.Sm.1 Ka Cr.Sm.2 Ka Cr.Sm.3 Ka Cr.Sm.4 Ka Cr.Sm.5 Ka Cr.Sm.5 Ki Cr.Sm.6 Ki Cr.Sm.7 Ka Cr.Sm.8 Ka Sm.1 Ka -
0,10 0,23 6,0
4,95 5,00 0,25 7,23 3,00 2,40
22,30 Sub Total 52,26
Tabel 6. Petak-petak Tersier Pada Saluran Sekunder Karangmojo No Nama Bangunan Petak Tersier Luas Areal (Ha)
Nomen Clatur Nomen Clatur 2 SALURAN SEKUNDER KARANGMOJO
Cr.Kj.1 Cr.Kj.2 Cr.Kj.3
B.Kj.1 Cr.Kj.4 B.Kj.2 Cr.Kj.5 B.Kj.3
Cr.Kj.6 Cr.Kj.7 Cr.Kj.8 B.Kj.4 B.Kj.5 Cr.Kj.9 Cr.Kj.10 Cr.Kj.11 B.Kj.6
Cr.Kj.12 B.Kj.7
Cr.Kj.13
Cr.Kj.1 Ka Cr.Kj.2 Ka Cr.Kj.3 Ka Cr.Kj.3 Ki Kj.1 Ki Cr.Kj.4 Ki Kj.2 Ki Cr.Kj.5 Ka Kj.3 Ka Kj.3 Ki Cr.Kj.6 Ki Cr.Kj.7 Ki Cr.Kj.8 Ki Kj.4 Ka Kj.5 Ka Cr.Kj.9 Ki Cr.Kj.10 Ka Cr.Kj.11 Ki Kj.6 Ka Cr.Kj.12 Ki Kj.7 Ka Kj.7 Ki Cr.Kj.13 Ka
5,70 1,40 7,80 1,30
18,34 2,95
13,50 6,04
34,90 16,04 1,28 5,80 8,01
31,85 23,16 3,60 5,80 3,26
28,08 6,03
11,10 14,30 5,94
76
Cr.Kj.14 Cr.Kj.15 B.Kj.8 B.Kj.9
Cr.Kj.14 Ki Cr.Kj.15 Ka Kj.8 Ki
9,54 9,54
18,30
Sub Total 293,56 Total 345,82
Sumber : Dinas Pengairan Gunung Kidul.
c. Kondisi Hidrologis
Secara umum kebutuhan air yang di konsumsi masyarakat Kecamatan
Ponjong dan Kecamatan Karangmojo memiliki dua sumber air yang berasal dari
air tanah dan air hujan. Untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman pangan di
DI Simo, petani menggunakan sumber air dari sungai, dan air hujan. Kebutuhan
air untuk pertanian di DI Simo khususnya di daerah penelitian dipenuhi dari
sungai Beton melalui Bendung Simo yang terletak di Desa Genjahan, Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul. Pemanfaatan air tanah digunakan untuk
keperluan sehari-hari, yaitu untuk kebutuhan air minum, mandi, cuci dan lain
sebagainya. Berikut ini gambar letak saluran irigasi, petak tersier beserta luas
lahan persawahan yang diairi air irigasi.
3. Deskripsi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Penelitian ini dilakukan terhadap 166 petani yang mewakili petani di
daerah hulu, tengah dan hilir yang memanfaatkan saluran induk simo dan saluran
sekunder Karangmojo.
Penelitian terhadap jaringan irigasi yang dilakukan oleh petani meliputi :
d. Pemeliharaan saluran ( rutin dan berkala)
e. Pemeliharaan Bangunan ( batu, kayu, besi dan beton)
77
f. Pemeliharaan mendadak/tiba-tiba
Untuk pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pemeliharaan
jaringan irigasi dilakukan dengan menggunakan statistik diskriptif ( tendency
sentral). Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi perhitungan rerata
(mean), nilai tengah (median), nilai yang sering muncul (modus), simpangan baku
(SD), skor minimum dan skor maksimum serta identifikasi kategori tiap-tiap
variabel. Ubahan atau variabel pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dari 3
indikator variabel yaitu, pemeliharaan saluran, pemeliharaan bangunan dan
pemeliharaan tiba-tiba/mendadak. Untuk mendiskripsikan per indikator kemudian
di deskripsikan dalam satu variabel pemeliharaan jaringan irigasi dengan indikator
variabel.
1) Pemeliharaan saluran
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 31,90, median =
32,70, modus = 37,50, simpangan baku (SD) = 7,33, nilai minimum = 16 dan nilai
maksimum = 43,00. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Saluran No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 6 7
16,00 – 19,86 19,87 – 23,73 23,74 – 27,60 27,61 – 31,47 31,48 – 35,34 35,35 – 39,21 39,22 – 43,08
5 23 25 24 20 46 23
3,01 13,83 15,06 14,46 12,05 27,71 13,86
Total 166 100
78
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan saluran disajikan pada
histogram berikut ini :
5
23 25 2420
46
23
00
10
20
30
40
50F
reku
en
si
16 19.9 23.7 27.6 31.5 35.4 39.2 43.1
Interval
Histogram Pemeliharaan Saluran
Gambar VIII. Histogram Pemeliharaan Saluran
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
44 dan skor terendah ideal sebesar 11. Mean ideal (Mi) yang diperoleh adalah
27,5 dan standar deviasi ideal (Sdi) adalah 5,5. Dengan demikian skor
pemeliharaan saluran dapat digolongkan seperti pada Tabel 8 sebagai berikut :
Tabel 8. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Saluran Norma Kelas Interval Kategori N Persentase
> (Mi + 1,5 Sdi) Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
> 35,75 27,5 – 35,75 19,25 – 27,5
< 19,25
Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
69 44 48 5
41,6 26,5 28,9 3,0
Jumlah 166 100 Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 69 petani (41,6 %)
tergolong memiliki tingkat pemeliharaan saluran yang baik, 44 (26,5%) petani
tergolong cukup baik, 48 (28,9 %) petani tergolong kurang baik dan 5 (3 %)
petani tergolong tidak baik.
79
2). Pemeliharaan Bangunan
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 24,64, median =
25,09, modus = 30,50, simpangan baku (SD) = 6,99, nilai minimum = 9 dan nilai
maksimum = 36. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Bangunan No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 6 7
9,00 – 12,86 12,87 – 16,73 16,74– 20,60 20,61– 24,47 24,48– 28,34 28,35– 32,21 32,22– 36,08
13 14 16 36 27 42 18
7,83 8,43 9,64 21,69 16,27 25,30 10,84
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan bangunan disajikan pada
histogram berikut ini :
1314 16
36
27
42
18
00
10
20
30
40
50
Frek
uens
i
9 12.9 16.7 20.6 24.5 28.4 32.2 36.1
Interval
Histogram Pemeliharaan Bangunan
Gambar IX. Histogram Pemeliharaan bangunan
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
36 dan skor terendah ideal sebesar 9. Mean ideal yang diperoleh adalah 22,5 dan
standar deviasi ideal adalah 4,5. Dengan demikian skor pemeliharaan bangunan
dapat digolongkan seperti pada Tabel 10 sebagai berikut :
80
Tabel 10. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Bangunan Norma Kelas Interval Kategori N Persentase
> (Mi + 1,5 Sdi) Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
29,25 > 22,5 – 29,25 15,75 – 22,5
< 15,75
Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
51 64 27 24
30,7 38,6 16,3 14,5
Jumlah 166 100 Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 51 petani (30,7 %)
tergolong memiliki tingkat pemeliharaan bangunan yang baik, 64 (38,6%) petani
tergolong cukup baik, 27 (16,3 %) petani tergolong kurang baik dan 24 (14,5 %)
petani tergolong tidak baik.
3). Pemeliharaan mendadak/tiba-tiba
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 12,11, median =
12,92, modus = 14,00, simpangan baku (SD) = 2,97, nilai minimum = 4 dan nilai
maksimum = 16. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Mendadak/Tiba-Tiba No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5
4,00 – 6,40 6,40 – 8,90 9,00 – 12,30 11,40 – 15,80 13, 90 – 16,30
3 33 37 72 21
1,81 19,88 22,29 43,37 12,65
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan saluran disajikan pada
histogram berikut ini :
81
3
33 37
72
21
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Frek
uens
i
4 6.5 9 11.4 13.9
Interval
Histogram Pemeliharaan Mendadak
Gambar X. Histogram Pemeliharaan Mendadak
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar
16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan
standar deviasi ideal adalah 2. Dengan demikian skor pemeliharaan mendadak
dapat digolongkan seperti pada Tabel 12 sebagai berikut :
Tabel 12. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Mendadak Norma Kelas Interval Kategori N Persentase
> (Mi + 1,5 Sdi) Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) asmpai Mi < (Mi – 1,5 Sdi)
13 > 10 – 13 7 – 10
< 7
Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
73 57 33 3
44 34,3 19,9 1,8
Jumlah 166 100
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 73 petani (44 %)
tergolong memiliki tingkat pemeliharaan mendadak yang baik, 57(34,3%) petani
tergolong cukup baik, 33 (19,9 %) petani tergolong kurang baik dan 3 (1,8%)
petani tergolong tidak baik.
82
4). Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 68,65, median =
66,50, modus = 20; simpangan baku (SD) = 14,18, nilai minimum = 31 dan nilai
maksimum = 92. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Jaringan Irigasi No Kelas Interval Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 6 7 8
31,00 – 38,63 38,64– 46,27 46,28– 54,91 54,92– 62,55 63,56– 70,19 70,20– 78,63 78,64– 86,27 86,28 – 94,91
2 11 9 41 40 4 41 18
1,20 6,63 5,82 24,70 24,10 2,41 24,70 10,84
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan jaringan irigasi disajikan pada
grafik histogram berikut ini :
Gambar XI. Histogram Pemeliharaan Jaringan Irigasi
2
11 9
41 40
4
41
18
0
10
20
30
40
50
Fre
kuen
si
31 38.6 46.3 53.9 61.6 70 78.6 86.3
Interval
Histogram Pemeliharaan Jaringan Irigasi
83
Pada variabel pemeliharaan jaringan irigasi diperoleh skor tertinggi ideal
sebesar 96 dan skor terendah ideal sebesar 24. Mean ideal yang diperoleh adalah
60 dan standar deviasi ideal adalah 12. Dengan demikian skor pemeliharaan
jaringan irigasi dapat digolongkan seperti pada Tabel 14 sebagai berikut :
Tabel 14. Kategori tingkat pelaksanaan pemeliharaan jaringan irigasi Norma Kelas Interval Kategori N Persentase
> (Mi + 1,5 Sdi) Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
78 > 60 – 78 42 – 60
< 42
Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
60 69 31 6
36,1 41,6 18,7 3,6
Jumlah 166 100
Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 60 petani (36,1 %)
tergolong memiliki tingkat pemeliharaan jaringan irigasi yang baik, 69 (41,6 %)
petani tergolong cukup baik, 31 (18,7 %) petani tergolong kurang baik dan
sebanyak 6 petani atau (3,6 %) tergolong tidak baik.
3. Kegiatan Pengamatan
Dalam melakukan pengamatan terhadap jaringan irigasi, observasi hanya
dilakukan terhadap bangunan utama dan bangunan pelengkap.
a. Bangunan Utama
Untuk observasi pada bangunan utama di bagi menjadi :
1). Bangunan Bendung
2). Bangunan Pengambilan
3). Bangunan Penguras
4). Bangunan Ukur jenis Cippolleti
5). Bangunan Bagi dan Pintu Air
84
Observasi penilaian terhadap bangunan utama dilakukan dalam 2 tingkatan
yaitu :
3. Bangunan utama dikatakan “Layak” bila masih berada dalam keadaan sesuai
dengan bentuk, ukuran semula, lengkap, tidak mengalami kerusakan, terawat
dan masih berfungsi maka diberi skor 1.
4. Bangunan utama dikatakan “Tidak Layak” bila sudah terjadi perubahan-
perubahan bentuk, ukuran semula dan tidak lengkap, mengalami kerusakan,
tidak terawat dan tidak berfungsi maka diberi skor 0.
1). Bangunan Bendung
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan bendung yang ada di wilayah
penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat
dilihat dalam tabel 15. berikut ini :
Tabel 15. Observasi Terhadap Bendung
No
Kriteria jumlah %
Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Badan bendung 1 0 100 0
2 Hulu bendung 0 1 0 100
3 Pas. Penahan tanggul 1 0 100 0
4 Koperan sayap 1 0 100 0
5 Kolam olak 1 0 100 0
6 Peil scala 1 0 100 0
7 Papan nama bendungan 1 0 100 0
8 Rumah jaga 1 0 100 0
9 Kebersihan terhadap sampah 1 0 100 0
Rerata 88,9 11,1
85
2). Bangunan Pengambilan
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan pengambilan pada bendung
yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil
observasi dapat dilihat dalam Tabel 16. berikut ini :
Tabel 16. Observasi Terhadap Bangunan Pengambilan No
Kriteria Jumlah %
Layak Tidak Layak
Layak Tidak Layak
1 Daun pintu sadap 1 0 100 0 2 Batang pengangkat pintu 1 0 100 0 3 Drat stang 1 0 100 0 4 Sponing pintu 1 0 100 0 5 Kebersihan terhadap sampah 0 1 0 100 6 Roda gigi 1 0 100 0 Rerata 83,3 16,7
3). Bangunan Penguras
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan penguras pada bendung yang
ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil
observasi dapat dilihat dalam Tabel 17. berikut ini
Tabel 17. Observasi Terhadap Bangunan Penguras No
Kriteria Jumlah %
Layak Tidak layak
Layak Tidak Layak
1 Pintu pembilas 1 0 100 0
2 Batang pengangkat pintu 1 0 100 0
3 Drat stang 1 0 100 0
4 Sponing pintu 1 0 100 0
5 Kebersihan terhadap sampah 0 1 0 100
6 Roda gigi 1 0 100 0
Rerata 83,3 16,7
86
4). Bangunan Ukur Jenis Cippolleti
Observasi dilakukan terhadap 2 bangunan ukur yang ada di wilayah
penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil observasi dapat
dilihat ddalam Tabel 18. berikut ini :
Tabel 18. Observasi Terhadap Bangunan Ukur
No
Kriteria Bang Ukur
Jumlah %
1 2 Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Pas. Beton/batu kali 1 1 2 0 100 0 2 Plesteran 0 1 1 1 50 50 3 Peil Scala 1 1 2 0 100 0 4 Kebersihan terhadap sampah 1 0 1 1 50 50 Rerata 50 50
5). Bangunan Bagi dan Pintu Air
Observasi dilakukan terhadap 7 bangunan bagi dan pintu air yang ada di
wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi
dapat dilihat dalam Tabel 19. berikut ini :
Tabel 19. Observasi Terhadap Bangunan Bagi dan Pintu Air
No
Kriteria Bagi dan Pintu Jumlah % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 L T
L Layak Tidak
Layak
1 Pas. Batu kali/beton 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0 100 0 2 Plesteran 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9 0 100 0 3 Daun pintu air 1 0 1 0 0 1 1 1 1 5 4 55.6 44,4 4 Drat Stang 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8 1 88,9 11,1 5 Batang ulir pintu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 1 88,9 11,1 6 Sponing pintu 1 0 1 0 1 1 1 1 1 7 2 77,8 22,2 7 Kebersihan terhadap
sampah 1 0 1 1 1 0 0 0 1 5 4 55,6 44,4
Rerata 80,9 19,1
87
B. Bangunan Pelengkap
Untuk observasi pada bangunan lengkap di bagi menjadi :
1). Bangunan Terjun
2). Bangunan Gorong-Gorong
3). Bangunan Talang
Observasi penilaian terhadap bangunan pelengkap dilakukan dalam 2
tingkatan yaitu :
1. Bangunan pelengkap dikatakan “Layak” bila masih berada dalam keadaan
sesuai dengan bentuk, ukuran semula, lengkap, tidak mengalami kerusakan,
terawat dan masih berfungsi maka diberi skor 1.
2. Bangunan pelengkap dikatakan “Tidak Layak” bila sudah terjadi perubahan-
perubahan bentuk, ukuran semula dan tidak lengkap, mengalami kerusakan,
tidak terawat dan tidak berfungsi maka diberi skor 0.
1). Bangunan Terjun
Observasi dilakukan terhadap 4 bangunan terjun yang ada di wilayah
penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat
dilihat dalam Tabel 20. berikut ini :
Tabel 20. Observasi Terhadap Bangunan Terjun
No
Kriteria Terjunan jumlah %
1 2 3 4
Layak Tidak layak
Layak Tidak
layak
1 Pas. Batu kali/beton 1 1 1 1 4 0 100 0 2 Plesteran 1 1 1 1 4 0 100 0 3 Koperan sayap 1 1 0 0 2 2 50 50 4 Dasar hulu 1 1 0 1 3 1 75 25
88
5 Dasar hilir 1 0 0 0 1 3 25 75 6 Kebersihan terhadap
sampah 1 0 0 1
2 2 50 50
Rerata 66,7 27,8
2). Bangunan Gorong-Gorong
Observasi dilakukan terhadap 3 bangunan gorong-gorong yang ada di
wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi
dapat dilihat dalam Tabel 21 berikut ini :
Tabel 21. Observasi Terhadap Bangunan Gorong-Gorong
No
Kriteria Gorong-Gorong
Jumlah %
1 2 3 Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Pas. Beton/batu kali 1 1 1 3 0 100 0 2 Sayap gantung 1 1 1 2 1 66,6 33,4 3 Boks Inlet 1 1 1 3 0 100 0 4 Kebersihan terhadap
sampah 0 0 1 1 2 33,4 66,6
Rerata 75 75 3). Bangunan Talang
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan talang yang ada di wilayah
penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat
dilihat dalam Tabel 22 berikut ini :
Tabel 22. Observasi Terhadap Bangunan Talang Air
No
Kriteria Jumlah %
Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Lantai talang 1 0 100 0 2 Plesteran 0 1 0 100 3 Sayap talang 1 0 100 0 4 Kebersihan terhadap
sampah 1 0 100 0
Rerata 75 25
89
E. Deskripsi Peranan Masyarakat
1. Deskripsi Daerah
Daerah Irigasi Simo terletak di Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta atau tepatnya berlokasi di dua Kecamatan yaitu Kecamatan
Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Untuk mencapai lokasi tersebut dapat
ditempuh melalui jalan darat dengan kondisi jalan yang beraspal, ke arah Timur ±
18 Km dari pusat kota Wonosari ke Ponjong. Daerah Irigasi Simo terletak pada
posisi 070 661 3911 LS dan 1100 411 411 BT dengan ketinggian rata-rata ± 180 m di
atas permukaan laut. Luas areal oncoran ± 1.276,21 Ha, sumber air yang
digunakan berasal dari sungai Beton dengan Intake Kiri.
Daerah Irigasi (DI) Simo merupakan Daerah Irigasi Teknis yang dikelola
oleh pengamat pengairan Ponjong, Cabang Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Gunungkidul. Daerah Irigasi Teknis adalah irigasi dengan struktur saluran yang
permanen, dari pintu kontrol, alat pengukur sampai unit tersier dan debitnya dapat
diatur serta diukur.
Sistem irigasi yang ada pada DI Simo terdiri dari Bangunan Utama,
Bangunan Air, Saluran Pembawa, Saluran Pembuang dan Petak Tersier.
Bangunan Utama pada Jaringan Irigasi Simo berupa bendung permanen yang
terbuat dari pasangan batu kali. Bendung ini bernama Bendung Simo dan terletak
di Sungai beton dengan lebar mercu bendung 17,50 meter dan mempunyai pintu
pengambilan 1 (satu) buah, yaitu ke arah Saluran Induk Simo. Bangunan ukur
bendung dari jenis Cippoleti yang masih berfungsi dengan baik. Lebar pintu
pengambilan 1,8 meter dan lebar pintu pembilas 1,5 meter.
90
Bangunan Air pada Jaringan Irigasi Simo terdiri dari bangunan sadap,
corongan, penguras, terjunan, talang silang, avour masuk, gorong-gorong dan
jembatan. Jumlah Total seluruh bangunan air pada DI Simo adalah 299 buah
bangunan.
Saluran Pembawa Jaringan Irigasi Simo mempunyai 1(satu) saluran induk
dan 6 (enam) saluran sekunder, dengan 80 % dari panjang saluran merupakan
saluran pasangan. Secara umum kondisi saluran masih cukup baik, kerusakan
yang terjadi umumnya berupa kerusakan pasangan, sedimentasi akibat kurang
berfungsinya bangunan penguras dan kerusakan tanggul saluran. Secara lebih
lengkap untuk mengetahui jumlah jenis bangunan, alat ukur yang digunakan, serta
luas areal petak tersier dapat dilihat pada lembar Lampiran halaman 108-115.
Saluran Pembuang pada jaringan Irigasi Simo memakai saluran pembuang
alam yang berawal dari petak tersier ke lembah terus ke pembuang alam berupa
sungai. Selama ini pada Jaringan Irigasi Simo tidak ada permasalahan mengenai
sistem pembuangannya, dalam arti tidak pernah terjadi genangan atau banjir
karena sistem pembuang alam yang ada kapasitasnya sangat mencukupi. Sungai
yang berfungsi sebagai pembuang alam adalah Kali Beton, Kali Munggi, Kali
Jetis.
Pola tanam Daerah Irigasi Simo mengikuti pola tanam yang ada yaitu Padi
– Padi – Polowijo yang terbagi dalam empat golongan. Golongan A dimulai awal
bulan Desember sedangkan Golongan B, C, dan D bergeser 2 (dua) minggu dari
awal mulai tanam golongan sebelumnya. Luas areal untuk masing-masing
golongan ditetapkan sebagai berikut :
91
a. Golongan A = 224,23 Ha
b. Golongan B = 344,98 Ha
c. Golongan C = 293,48 Ha
d. Golongan D = 413,52 Ha
Untuk mengetahui pembagian pola tanam, lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lembar lampiran halaman 116.
2. Deskripsi Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek (populasi) yang menjadi sasaran penelitian ini adalah anggota
organisasi P3A unit yang menggunakan air pengairan dari DI Simo, di
Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul.
Sedangkan objek (sampel) penelitiannya adalah petani anggota organisasi P3A
unit Daerah Irigasi Simo yang telah dipilih secara random.
Untuk mengambil populasi sebagai sampel memerlukan beberapa tahapan.
Daerah Irigasi Simo yang berjumlah 13 unit P3A dibagi menjadi tiga bagian
yaitu hulu, tengah dan hilir. Bagian hulu terdiri dari tiga unit P3A, bagian tengah
terdiri dari lima unit P3A, bagian hilir terdiri dari lima unit P3A. Kemudian
masing-masing bagian diambil satu unit P3A sebagai sampel, dengan cara
melakukan pengundian.
Dari pengundian itu didapatkan nama P3A yang mewakili hulu yaitu Sari
Tirto Mulyo A dengan jumlah anggota (∑ L) 140 orang petani, tengah diwakili
oleh Sari Tirto Mulyo B dengan jumlah anggota (∑ L) 183 orang petani, dan hilir
diwakili oleh Ngudi Rejeki yang berjumlah (∑ L) 114 orang anggota petani jadi
jumlah total populasi (N) 437 orang petani.
92
Untuk mendapatkan jumlah sampel secara keseluruhan dipergunakan
rumus …..(1), pada halaman 28. Dengan menentukan taraf kepercayaan sebesar
95% dan tingkat presisi 5%, diperoleh d = 0,05 serta Z = 1,96 (d adalah
ketentuan, Z diambil dari Tabel Z pada lembar Lampiran halaman 106). Dari
populasi sebesar 437 maka sampel yang didapatkan adalah :
437 * (1,96)2 * 0,25 n =
[(0,05) 2 * ( 437 - 1)] + [ (1,96) 2 * 0,25]
n = 204,68 dibulatkan menjadi 205 sampel
Untuk mendapatkan sampel pada masing-masing lokasi digunakan cara
yaitu membagi jumlah anggota dalam satu lokasi (∑ L) dengan jumlah total
populasi (N) dikalikan jumlah total sampel (n), maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
d. Hulu mendapat 65,67 dibulatkan menjadi 66 sampel
e. Tengah mendapat 53,48 dibulatkan menjadi 53 sampel
f. Hilir mendapat 85,85 dibulatkan menjadi 86 sampel
Dari 205 orang responden terdapat 16 orang petani wanita dan 189 petani
laki-laki. Jabatan pengurus dalam organisasi P3A DI Simo semua dipegang oleh
petani laki-laki, sedangkan petani wanita hanya sebagai angggota saja. Pendidikan
petani anggota organisasi P3A DI Simo sebagian besar adalah Sekolah Dasar
(SD), ada juga yang SLTP, SMU, dan Akademi tetapi sebagian kecil saja. Dengan
lulusan Sekolah Dasar tersebut maka pola berfikir petani sangat berbeda dalam
mengelola sawah yang mereka kerjakan. Petani sudah terbiasa dengan pola tanam
93
yang telah mereka terima dari nenek moyangnya yaitu dengan menanam padi-
padi-polowijo. Belum ada perubahan dengan mengganti pola tanam yang lain
misalnya padi-padi-sayuran. Dengan menggunakan pola tanam yang berbeda
tersebut kemungkinan besar untuk memberikan tambahan pada hasil pertanian
akan meningkat lebih baik. Sehingga petani yang mengelola lahan persawahan
bukan hanya lulusan Sekolah Dasar saja, bahkan Sarjana pun diharapkan dapat
terjun langsung kelapangan sebagai petani karena penghasilan yeng diperoleh bisa
diandalkan untuk kehidupan sehari-hari.
Secara umum petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berumur
di atas 50 Tahun. Pada umur yang tergolong usia tua tersebut petani dalam
berproduksi sudah mulai menurun, sehingga diperlukan petani-petani yang berusia
muda untuk menggantikan posisinya supaya hasil produksi semakin meningkat
lebih baik. Tetapi secara umum penduduk yang berusia muda (20-45 Tahun)
kurang menyukai berprofesi sebagai petani, hal tersebut dikarenakan penghasilan
yang diperoleh tidak cukup baik untuk kehidupan sehari-hari.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar petani
merupakan pemilik sawah yang menggarap sendiri sawahnya, dengan penghasilan
satu bulannya sebesar Rp. 300.000 sampai Rp. 650.000, sedangkan luas lahan
yang dimiliki rata-rata antara 0,15 Hektar sampai dengan 0,32 Hektar. Untuk lebih
jelasnya dapat diketahui pada Tabel Deskripsi Petani P3A pada lembar Lampiran
halaman 118.
94
3. Peranan P3A Daerah Irigasi Simo
Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 1982 tentang irigasi, pengelolaan irigasi
ditingkat usaha tani menjadi tanggung jawab petani pemakai air yang
bersangkutan. Dalam rangka pemanfaatan dan pengembangan air irigasi dan
jaringan irigasi secara tepat guna dan berhasil guna maka para petani pemakai air
yang tergabung dalam organisasi P3A berkewajiban untuk melakukan
pengelolaan air irigasi termasuk eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
beserta bangunan pelengkapnya ditingkat usaha tersebut.
Pada musim tanam padi sebelum tahun 1999 para petani anggota
organisasi P3A mengasilkan menghasilkan gabah kering 3,7 ton/Ha, musim tanam
I tahun 1999 menghasilkan 4,5 ton/Ha gabah kering, dan musim tanam II tahun
1999 menghasilkan 5,25 ton/Ha gabah kering. Dari tiga kali hasil panen terdapat
kenaikan gabah sebesar 5,76 persen bila memakai air irigasi yang dikelola oleh
P3A (Profil P3A Sari Tirto Mulyo B, 1998 : 26).
Penelitian ini dilakukan terhadap 205 petani pemakai air yang berlokasi di
DI Simo, Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Untuk
mengidentifikasi kondisi baik buruknya persepsi masyarakat terhadap peranan
P3A yang selama ini telah dilakukan oleh organisasi tersebut telah ditetapkan
kriteria ideal. Berdasarkan skor data dan penelitian yang menggunkan skala likert
1 sampai 4 diperoleh mean ideal (Mi = ½(skala Likert tertinggi + 1)) sebesar 2,500
dan standar deviasi ideal (Sdi = 1/6(skala Likert tertinggi – 1)) sebesar 0,500. Baik
buruknya persepsi masyarakat terhadap peranan P3A menurut Sutrisno Hadi
95
(1992 : 35), dapat diketahui dengan mengkatagorikan skor reratanya sebagai
berikut :
Tabel 3. Katagori Skor Persepsi Masyarakat
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik1,750 - 2,500
No Jumlah skor Katagori skor
< 1,750 Tidak Baik
2,501 - 3,250
> 3,250
1
2
3
4
Untuk melihat sejauh mana persepsi masyarakat terhadap peranan
P3A dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Katagori Skor Masing-masing Sub Variabel Persepsi Masyarakat Terhadap Peranan P3A
No Jumlah Katagori Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Skor Skor responden responden responden responden respondenX1 X2 X3 X4 X5
1 < 1,750 Tidak baik 0 0 0 0 0
2 1,750 - 2,500 Kurang Baik 2 1 0 1 0
3 2,501 - 3,250 Cukup Baik 97 75 106 110 98
4 > 3,250 Baik 106 129 99 94 107
205 205Jumlah 205 205 205
Keterangan :
X1 adalah pengertian dan tugas pokok P3A
X2 adalah hak dan kewajiban P3A
X3 adalah tugas pelaksana teknik P3A (ulu-ulu)
96
X4 adalah tugas ketua blok P3A
X5 adalah total persepsi masyarakat terhadap peranan P3A
4. Peranan Gender dalam P3A
Keterlibatan perempuan dalam mengolah sawah pertanian dari dahulu
sangat besar. Dimulai dengan membuat benih tanaman, menanam bibit,
memupuk, menyiangi gulma, dan memetik hasil panen. Tetapi dalam mengolah
sawah tidak hanya menanam saja, petani diharapkan mampu dalam mengelola
sistem pengairan yang digunakan untuk mengairi tanaman, terutama padi yang
banyak membutuhkan air.
Untuk mewujudkan pengelolaan sistem irigasi yang efesien, efektif dan
berkelanjutan sangat diperlukan peran serta aktif masyarakat/P3A dengan
memberikan kesempatan yang sama, baik laki-laki maupun perempuan serta
menciptakan kepedulian isu gender dalam pengelolaan irigasi. Selama ini peran
perempuan dalam P3A sangat kurang keterlibatannya baik dalam forum biasa
maupun formal. Misalkan dalam rapat P3A perempuan jarang sekali angkat bicara
dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi organisasinya, kebanyakan mereka
hanya diam.
Contoh di atas baru hal-hal kecil dalam keorganisasian, padahal dalam
P3A terdapat banyak sekali peluang yang dapat mereka isi seperti sebagai Ketua
P3A, Wakil ketua, Bendahara, Sekretaris, Pelaksana Teknis (ulu-ulu), dan Ketua
blok. Kurangnya pengetahuan perempuan dalam sistem pengelolaan irigasi
merupakan hambatan untuk menduduki jabatan tersebut, disamping mereka masih
tabu bila diberi tugas yang biasa dipegang oleh laki-laki.
97
Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peranan
perempuan yang terlibat dalam organisasi P3A. Dengan memberikan angket
kepada 205 orang petani baik laki-laki maupun perempuan. Penelitian ini meliputi
tentang keanggotaan petani wanita, hak dan kewajiban petani wanita dalam P3A,
petani wanita sebagai pelaksana teknik (ulu-ulu), petani wanita sebagai ketua
blok. Untuk melihat sejauh mana peranan gender dalam organisasi P3A dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Katagori Skor Masing-masing Sub Variabel Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Wanita Dalam P3A
No Jumlah Katagori Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Skor Skor responden responden responden responden respondenX6 X7 X8 X9 X10
1 < 1,750 Tidak baik 25 29 86 163 45
2 1,750 - 2,500 Kurang Baik 91 103 118 41 160
3 2,501 - 3,250 Cukup Baik 89 62 1 1 0
4 > 3,250 Baik 0 11 0 0 0
205 205Jumlah 205 205 205
Keterangan:
X6 adalah keanggotaan petani wanita dalam P3A
X7 adalah hak dan kewajiban petani wanita dalam P3A
X8 adalah petani wanita sebagai pelaksana teknik
X9 adalah petani wanita sebagai ketua blok
X10 adalah total persepsi masyarakat terhadap peran gender dalam P3A