HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis...

48
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko Desa Blongko terdapat di Kecamatan Sinonsanyang yang masuk dalam daerah administratif Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Desa ini berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi dan banyak dipengaruhi oleh karakteristik laut. Desa Blongko berbatasan di sebelah utara dengan Desa Sapa, di sebelah selatan dengan Desa Boyong Pante, sebelah barat Laut Sulawesi dan sebelah timur Desa Paku Ure I dan Desa Paku Ure II (Profil Desa, 1997). Kawasan Desa Blongko ditandai dengan pegunungan dan pepohonan menghijau terbentang di sepanjang desa. Jalan Trans Sulawesi membelah desa, memisahkan permukiman penduduk, sebagian mengarah ke pantai dan sebagian mengarah ke perbukitan. Desa ini memiliki topografi, kontur, dan iklim yang bervariasi. Desa Blongko adalah desa hasil pemekaran dari Desa Boyong Pante. Sebelum tahun 1991 blongko masih didalam lingkup administrasi Desa Boyong Pante. Selama masih menjadi satu administrasi dengan Desa Boyong Pante, Blongko berstatus sebagai jaga jao (jaga jauh) sejak tahun 1942 dan pada waktu itu masih satu jaga. Pada tahun 1973 diadakan pemekaran menjadi dua jaga dan kemudian pada tahun 1974 dimekarkan lagi menjadi tiga. Pemekaran ini didasarkan pada pertambahan jumlah penduduk. Pada tahun 2000 Desa Blongko mengalami pemekaran dan bergabung dengan Kecamatan Sinonsayang, yang sebelumnya masuk dalam wilayah Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa. Setelah adanya otonomi daerah pada tahun 2004, Kecamatan Sinonsayang masuk dalam wilayah Kabupaten Minahasa Selatan sampai dengan saat ini. Geografi Jenis pantai yang terdapat di Desa Blongko adalah jenis pantai berpasir yang merupakan kombinasi dari akumulasi material yang terbawa oleh aksi gelombang. Selain itu masukan material pasir dan lumpur juga banyak terdeposisi di pantai yang berasal dari sungai (run off ) yang ada di desa ini. Desa Blongko mempunyai tiga sungai yang bermuara ke Teluk Blongko, yaitu Kuala Batu Tulu, Kuala Air Kecil, dan Kuala Air Panas. Sungai ini

Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis...

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa Blongko

Desa Blongko terdapat di Kecamatan Sinonsanyang yang masuk dalam

daerah administratif Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Desa

ini berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi dan banyak dipengaruhi oleh

karakteristik laut. Desa Blongko berbatasan di sebelah utara dengan Desa Sapa, di

sebelah selatan dengan Desa Boyong Pante, sebelah barat Laut Sulawesi dan

sebelah timur Desa Paku Ure I dan Desa Paku Ure II (Profil Desa, 1997).

Kawasan Desa Blongko ditandai dengan pegunungan dan pepohonan menghijau

terbentang di sepanjang desa. Jalan Trans Sulawesi membelah desa, memisahkan

permukiman penduduk, sebagian mengarah ke pantai dan sebagian mengarah ke

perbukitan. Desa ini memiliki topografi, kontur, dan iklim yang bervariasi.

Desa Blongko adalah desa hasil pemekaran dari Desa Boyong Pante.

Sebelum tahun 1991 blongko masih didalam lingkup administrasi Desa Boyong

Pante. Selama masih menjadi satu administrasi dengan Desa Boyong Pante,

Blongko berstatus sebagai jaga jao (jaga jauh) sejak tahun 1942 dan pada waktu

itu masih satu jaga. Pada tahun 1973 diadakan pemekaran menjadi dua jaga dan

kemudian pada tahun 1974 dimekarkan lagi menjadi tiga. Pemekaran ini

didasarkan pada pertambahan jumlah penduduk.

Pada tahun 2000 Desa Blongko mengalami pemekaran dan bergabung

dengan Kecamatan Sinonsayang, yang sebelumnya masuk dalam wilayah

Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa. Setelah adanya otonomi daerah pada

tahun 2004, Kecamatan Sinonsayang masuk dalam wilayah Kabupaten Minahasa

Selatan sampai dengan saat ini.

Geografi

Jenis pantai yang terdapat di Desa Blongko adalah jenis pantai berpasir

yang merupakan kombinasi dari akumulasi material yang terbawa oleh aksi

gelombang. Selain itu masukan material pasir dan lumpur juga banyak terdeposisi

di pantai yang berasal dari sungai (run off ) yang ada di desa ini.

Desa Blongko mempunyai tiga sungai yang bermuara ke Teluk Blongko,

yaitu Kuala Batu Tulu, Kuala Air Kecil, dan Kuala Air Panas. Sungai ini

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

26

digunakan masyarakat untuk kegiatan pertanian apabila datang musim pancaroba

tiba. Kondisi sungai dari tahun ke tahun mengalami penyempitan dan

pendangkalan diakibatkan tingkat erosi yang tinggi dan sedimentasi. Pembukaan

lahan perkebunan di perbukitan yang tidak memperhatikan lingkungan,

merupakan masalah yang sampai saat ini belum dapat tertanggulangi. Sedimen

yang berasal dari ketiga sungai ini memberikan dampak negatif terhadap

ekosistem pesisir diantaranya terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang

ada di pantai.

Geomorfologi Pantai

Bentuk lereng pantai Desa Blongko termasuk dalam kriteria datar dan

landai (1,03%-5,02%). Corak lahan daerah perlindungan pantai ini

mereprensentasikan bentuk lahan konstruksional dengan luas 76.200 m2 berupa

lahan gisik belakang bakau (2,61%), lahan hutan bakau (29,87%), lahan lamun

(41,84%), dan terumbu karang (25,68%).

Hamparan lahan pantai tergolong datar pada lahan terumbu dan lahan

bakau. Komposisi sedimen yang dominan mempunyai kriteria pasir halus dan

pasir sedang. Pada lahan gisik yang lerengnya tergolong miring komposisi

sedimen tergolong pada kriteria pasir halus.

Menurut Sutikno (1993), proses geomorfik yang bekerja pada mintakat

pantai, secara garis besar dapat dibedakan menjadi : proses destruksional dan

proses konsruksional. Proses destruksional yang berwujud dalam pelapukan dan

erosi, menghasilkan bentuklahan destruksional berupa pantai tebing dan pantai

berpelataran datar. Proses konstruksional berlangsung dengan adanya gerakan dan

deposisi sedimen, baik oleh tenaga alam maupun oleh aktivitas organik,

menghasilkan bentuk lahan konstruksional, antara lain berupa gisik, delta, hutan

mangrove, padang lamun dan terumbu karang.

Distribusi granulometri sedimen yang teranalisis dengan variabel rataan

empirik yang dominan tergolong pada pasir sedang dan kasar. Keberadaan lahan

pantai yang tercakup sebagai DPL ini, secara luas ditentukan oleh serangkaian

proses konstruksional yang diperani oleh biota pantai (karang, lamun, dan bakau).

Sebagai media sekaligus fluida pengangkut, faktor hidro-oseanografi adalah agen

geomorfogenesis yang berkontribusi tidak saja dalam mendukung

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

27

keberlangsungan hidup biota, tapi juga dalam menyediakan energi gerak untuk

mengangkut, mendeposisikan sedimen, dan memicu perkembangan lahan pantai

ini (Pelle, 2002).

Dipandang dari segi litologi formasi jenis batuan yang mendominasi

adalah aluvium. Hal ini termuat dalam penyelidikan Pusat Penelitian Geologi

Kelautan (PPGK, 1996) yang menyatakan bahwa secara geologi formasinya

merupakan aluvium dan endapan danau dengan dengan relief rendah, sedang, dan

tinggi. Sedangkan proses yang mendominasi pantai ini adalah poses marin atau

aktivitas laut dan masuk dalam kategori pantai tipe III (PPGK, 1996).

Abrasi yang terjadi pada daerah ini sampai pada saat ini masih terjadi.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini sudah sekitar 10 m pergeseran garis

pantai ke arah darat. Menurut Pelle (2002), panjang lereng yang berada di dekat

pemukiman adalah 229,64 m. Panjang lereng ini diukur pada saat pasang tertinggi

dan surut terendah saat bulan baru. Hal yang sama dilakukan pada tahun 2007 dan

mendapatkan adanya perbedaan sekitar 10 m ke arah darat dari tahun 2002 yaitu

sebesar 240 m. Abrasi ini lebih diakibatkan oleh fenomena alam serta

menurunnya jumlah vegetasi pantai. Selain abrasi, sedimentasi pada muara sungai

di Desa Blongko beberapa tahun terakhir terus meningkat seiring banyaknya

pembukaan lahan untuk kegiatan perkebunan. Melalui wawancara dengan

penduduk, peningkatan abrasi pantai dari tahun ke tahun seiring meningkatnya

penurunan jumlah tumbuhan pantai, khususnya mangrove. Pada stasiun satu yang

dahulu terdapat mangrove yang banyak, sekarang mengalami penurunan jumlah.

Hal ini mengakibatkan perumahan yang ada di belakang ekosistem mangrove

terancam abrasi dan intrusi air laut (Foto 14, Lampiran 2).

Tipe pasang surut (pasut) di Desa Blongko adalah tipe pasut semi diurnal

yang dalam 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Arus yang

mendominasi pada perairan Desa Blongko adalah arus susur pantai. Arus ini

dipengaruhi oleh pasut dan angin sebagai faktor pembangkit arus. Menurut Wyrtki

(1961) pola angin mengalir dari arah barat dan barat daya pada bulan Agustus dan

September, angin yang adalah salah satu tenaga pembangkit gelombang dan arus

mengakibatkan arus permukaan lepas pantai, sebaliknya pada bulan Januari

sampai Apil angin berhembus dari arah utara.

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

28

Penggunaan Lahan

Sebagai salah satu desa yang sebagian masyarakatnya menggantungkan

hidup pada kegiatan pertanian, Desa Blongko memiliki lahan daratan seperti

layaknya desa lainnya yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti

perkebunan kelapa, baik perkebunan milik rakyat ataupun perkebunan milik

negara, hortikultura, dan padi ladang. Adapun pembagian luasan menurut

penggunaan lahan seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penggunaan Lahan Daratan di Desa Blongko

Lahan Luas (ha)

Permukiman umum 35,00 Bangunan Perkantoran 0,03 Sekolah 0,05 Tempat ibadah 1,00 Kuburan 2,00 Kebun Kelapa (Masyarakat) 175,00 Kebun Kelapa (Negara) 277,00 Cengkeh 20,00 Hutan Lindung 237,00 Hutan Produksi 205,50 Mangrove 15,00 Rekreasi/olahraga 0,80 Lain-lain : Tanah Kritis 51,00

Total 1 019,38 Sumber : Kantor Desa Blongko, 2007

Perkebunan kelapa milik rakyat terhampar dari pinggiran pesisir sampai

ke arah timur pada batas dengan ladang terletak pada ketinggian sekitar 150 m di

atas permukaan laut (APL). Hal ini memperlihatkan dengan jelas bahwa

permukiman penduduk ada di bawah perkebunan kelapa. Ke arah timur setelah

areal perkebunan wilayah desa ini masih ditumbuhi hutan belukar yang belum

dikelola sebagai hutan milik desa atau hutan produksi desa. Hutan belukar berada

pada ketinggian sekitar 150 – 200 m APL (Profil Desa, 1997).

Luasan hutan di Desa Blongko sekitar 457,50 ha dan luas perkebunan

daerah ini adalah 472 ha, akan tetapi masih ada 51 ha tanah kritis. Tanah kritis ini

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

29

justru berada di beberapa perbukitan di sekitar desa, sehingga dari areal inilah

erosi sering terjadi yang mengakibatkan sedimentasi ke arah muara sungai.

Organisasi dan Tatanan Kelembagaan

Lembaga sosial adalah pola aktivitas yang terbentuk guna memenuhi

berbagai kebutuhan hidup manusia. Organisasi/lembaga sosial yang ada di Desa

Blongko terdiri atas lembaga pemerintah, lembaga agama, dan organisasi sosial.

Lembaga pemerintah adalah lembaga-lembaga yang berhubungan dengan

pemeliharaan ketertiban dan perlindungan kelompok terhadap masyarakat luar.

Pemerintah tertinggi di Desa Blongko adalah Kepala Desa, yang dibantu oleh

perangkat desa dan kepala–kepala jaga. Selain itu ada juga Lembaga Ketahanan

Masyarakat Desa (LKMD) yang mempunyai tujuan untuk menggerakkan

pembangunan di desa.

Selain lembaga-lembaga yang disebutkan tadi, ada pula Badan Perwakilan

Desa (BPD) sebagai pelaksana rencana pengelolaan di tingkat desa di bawah

koordinasi dan pengawasan dari kepala desa. BPD wajib memberikan

pertanggungjawaban kegiatan yang dikelola oleh badan dan kelompok pengelola.

Pertanggungjawaban ini dilakukan dalam musyawarah pembangunan desa

(MUSBANG) bersama BPD.

BPD merupakan badan yang terdiri atas tokoh-tokoh masyarakat yang

dipilih oleh rakyat untuk mewakili rakyat dalam perencanaan kegiatan

pembangunan di desa. BPD bersama pemerintah desa melaksanakan kegiatan

perencanaan dan membuat aturan-aturan desa. Selama BPD belum terbentuk di

desa maka LKMD dapat berperan dalam menjalankan peran dan tanggungjawab

BPD.

Badan Pengelola adalah badan pelaksana rencana pengelolaan desa yang

terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat yang dipilih dan dipercaya oleh masyarakat

melalui suatu musyawarah umum. Musyawarah pemilihan pengurus dan anggota

Badan Pengelola dilaksanakan oleh pemerintah desa dan BPD dengan jangka

waktu kepengurusan tertentu (5 tahun) atau sesuai dengan dengan kebutuhan

masyarakat. Badan Pengelola bertanggung jawab kepada pemerintah desa (kades)

dan BPD. Peran dan tugas Badan Pengelola adalah bertanggung jawab dalam

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

30

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

Jumlah Penduduk (Jiw

a)

1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007

Tahun

pelaksanaan dan mengkoordinasikan dengan instansi-instansi terkait dan

masyarakat dalam musyawarah pembangunan desa dan rapat koordinasi lainnya.

Keadaan Penduduk

Desa Blongko dalam perkembangannya mengalami beberapa kali perubahan

dalam sistem pemerintahan, akibat adanya pemekaran dan otonomi daerah. Sampai

pada tahun 2007 jumlah penduduk Desa Blongko mencapai 1.711 jiwa, dengan

rincian jumlah penduduk pria 885 jiwa (51,7%) dan wanita 826 jiwa (48,3%). Jumlah

penduduk terbanyak ada pada kisaran usia 19-25 tahun sebanyak 297 jiwa (17,36%).

Hal ini menunjukkan bahwa Desa Blongko memiliki masyarakat yang berusia

berproduktif yang baik. Sedangkan persentasi terendah berada pada kisaran usia lebih

dari 76 tahun yaitu sebanyak 9 jiwa (0,53%).

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok

Pria Wanita Jiwa %

<1 tahun 5 18 23 1,34 1-4 tahun 49 43 92 5,38 5-6 tahun 67 65 132 7,71 7-12 tahun 115 101 216 12,62 13-15 tahun 68 52 120 7,01 16-18 tahun 73 58 131 7,66 19-25 tahun 145 152 297 17,36 26-35 tahun 139 129 268 15,66 36-45 tahun 115 120 235 13,73 46-50 tahun 42 36 78 4,56 51-60 tahun 42 31 73 4,27 61-75 tahun 20 17 37 2,16 >76 tahun 5 4 9 0,53 Jumlah 885 826 1 711 100,00

Sumber : Kantor Desa Blongko, 2007

Gambar 4. Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Blongko

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

31

Sebagian besar penduduk Desa Blongko merupakan penduduk pendatang, yang

umumnya berasal dari Sangihe dan Talaud (69%), Minahasa (19%), dan Bolaang

Mongondow (2%). Kebanyakan orang memilih untuk datang dan tinggal di Desa

Blongko memiliki alasan untuk bertani karena di desa ini lahan perkebunan masih luas

dan subur. Perkembangan jumlah penduduk dari tahun ke tahun di Desa Blongko

bervariasi. Dari histogram pada gambar 4 terlihat bahwa pada tahun 1999, 2001, 2003,

2004, dan 2006 data jumlah penduduk desa ini tidak dibuat. Adanya fluktuasi jumlah

penduduk diakibatkan oleh imigrasi dan emigrasi serta angka kelahiran dan kematian.

Selain hal tersebut adanya pendatang dari daerah lain membuat desa ini banyak

mengalami perubahan pada jumlah penduduknya. Petani musiman dari daerah lain juga

memengaruhi keadaan penduduk di desa ini. Setiap musim panen besar tiba biasanya

masyarakat luar daerah memilih desa ini sebagai tempat mencari nafkah. Selain itu

keadaan penduduk juga mengalami perubahan diakibatkan oleh kurangnya lapangan

pekerjaan tetap di desa ini. Sebagian orang memilih bekerja sebagai buruh harian di

daerah lain sampai ke Papua, Kalimantan, dan Makassar.

Keadaan Ekonomi Masyarakat

Mata pencaharian masyarakat di Desa Blongko berkembang seiring dengan

perkembangan desa dan pertambahan jumlah penduduk. Kondisi sekarang

mengindikasikan bahwa jumlah masyarakat yang bekerja sebagai petani memiliki jumlah

terbanyak yaitu 586 jiwa (65,40%), hal ini dikarenakan tersedianya lahan di Desa

Blongko yang membuka kesempatan kerja bagi mereka. Berbeda halnya dengan pegawai

swasta yang ada di desa ini yang hanya berjumlah 12 jiwa (1,34%). Tabel 5

memperlihatkan keadaan jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian masyarakat.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Jumlah Mata Pencaharian Jiwa % Petani 586 65,40 Nelayan 173 19,31 Pegawai Negeri/TNI 34 3,79 Peternak 29 3,24 Tukang 43 4,80 Pedagang 19 2,12 Pegawai Swasta 12 1,34 Jumlah 896 100,00

Sumber : Kantor Desa Blongko, 2007

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

32

Melihat akan besarnya potensi sumberdaya alam dan jumlah petani yang

ada maka sudah sewajarnya apabila peningkatan pemberdayaan di sektor

pertanian menjadi hal penting untuk diperhatikan dan dikembangkan demi

meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta mengembangkan kegiatan pertanian

berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Permukiman Penduduk

Keadaan rumah penduduk Desa Blongko terdiri atas empat kategori, yaitu

: golongan prasejahtera I, prasejahtera II, prasejahtera III dan sejahtera. Golongan

prasejahtera I yaitu rumah dengan keadaan lantai masih tanah, dinding terbuat dari

bambu dan atapnya dari daun rumbia, dan biasanya fondasinya terbuat dari

bambu. Golongan prasejahtera II keadaan lantainya terbuat dari bambu atau dari

batang janur yang dibelah, atapnya dari bahan seng, dan fondasinya dari bahan

kayu. Golongan prasejahtera III yaitu keadaan lantai terbuat dari beton, sedangkan

dinding terbuat dari beton yang menggunakan batu kali/batu pecah. Rumah

sejahtera yaitu dengan keadaan lantai beton, dinding terbuat dari batu-bata,

atapnya menggunakan seng dan fondasinya dari beton yang menggunakan batu

dari kali. Biasanya rumah golongan prasejahtera I dan II belum memiliki sarana

mandi cuci kakus (MCK). Dengan adanya bantuan Proyek Pesisir setiap dua

rumah yang belum memiliki fasilitas ini dibangun dengan biaya proyek.

Tabel 6. Keadaan Rumah Penduduk Desa Blongko

Jumlah Golongan Rumah Unit %

Prasejahtera I 123 30,07 Prasejahtera II 134 32,76 Prasejahtera III 109 26,65 Sejahtera 43 10,51

Jumlah 409 100,00 Sumber : Data Primer, 2007

Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa golongan rumah prasejahtera II

memiliki jumlah terbanyak (32,76%), sedangkan yang paling sedikit adalah

rumah dengan golongan sejahtera (10,51%). Penyebab dari rendahnya rumah

sejahtera yang ada di Desa Blongko adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh

rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. Masyarakat Desa Blongko belum bisa

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

33

mengelola dengan baik sumberdaya yang mereka miliki untuk meningkatkan

kesejahteraan.

Meningkatnya kebutuhan tempat tinggal berdampak langsung bagi

ekosistem yang ada di pantai. Sebagian masyarakat masih menggunakan kayu

yang berasal dari hutan mangrove sebagai tiang rumah dan perabot rumah tangga.

Masyarakat lebih memilih mengambil kayu pada daerah di luar DPL karena

merasa bahwa itu tidak perlu dilindungi. Selain itu penggunaaan batu karang

sebagai fondasi dan pembuatan septic tank masih sering dijumpai di desa ini.

Dalih yang mereka berikan adalah bahwa semua sumberdaya itu diambil di luar

DPL. Sempitnya pemahaman tentang DPL membuat masyarakat

menyalahgunakan potensi sumberdaya alam yang ada di luar DPL. Pentingnya

sosialisasi tentang menjaga kelestarian sumberya alam yang dimiliki desa

dirasakan masih perlu dilakukan untuk meluruskan persepsi masyarakat yang

salah akan DPL.

Tingkat Pendidikan

Keadaan pendidikan masyarakat Desa Blongko disajikan pada Tabel 7.

Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Blongko dikarenakan kurangnya kesadaran

dari masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi bekal hidup dan kurangnya

perhatian pemerintah dalam hal penyediaan sarana dan prasarana pendidikan.

Selain itu masalah ekonomi membuat sebagian masyarakat memilih untuk tidak

melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Adapun pemikiran sempit

yang ada di desa ini bahwa setiap anak perempuan tidak perlu melanjutkan studi

karena nantinya hanya akan menjadi ibu rumah tangga.

Melalui pendidikan, masyarakat dapat diajak berpikir maju dan

meningkatkan kualitas hidup serta meningkatkan status sosial. Dengan pendidikan

yang baik perubuhan dapat dirasakan pada semua aspek kehidupan. Pada

hakekatnya pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan didalam maupun diluar sekolah. Pentingnya penyuluhan dan

peningkatan ekonomi dalam menunjang pendidikan di desa ini masih perlu

dilakukan dan dijadikan prioritas bagi pengembangan sumberdaya manusia.

Selain itu melalui pendidikan diharapkan siswa dapat lebih mengerti tentang arti

pentingnya melestarikan sumberdaya alam.

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

34

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Blongko Jumlah Tingkat

Pendidikan Jiwa % Tidak tamat SD 526 55,54Tamat SD 218 23,02Tamat SMP 112 11,83Tamat SMA 86 9,08Perguruan Tinggi 5 0,53

Jumlah 947 100,00 Sumber : Kantor Desa Blongko. 2007 Infrastruktur dan Fasilitas Pelayanan Kepada Masyarakat

Sarana Transportasi

Desa Blongko terletak pada daerah yang dilalui jalan trans Sulawesi. Desa

ini berada sekitar 32 Km dari ibu kota Kabupaten Minahasa Selatan, Amurang.

Keadaan jalan di Desa Blongko sudah baik, akan tetapi sarana jalan yang ada pada

bagian dalam desa sampai saat ini belum dibuat, bahkan dapat dikatakan dalam

keadaan yang memprihatinkan. Sarana transportasi yang biasa digunakan

masyarakat adalah mobil angkutan kota, bus dan sepeda motor (ojek). Selain itu

sarana alternatif lain yang digunakan adalah perahu dan gerobak sapi sebagai alat

transportasi antar desa dan ke daerah perkebunan.

Sarana Pendidikan

Desa Blongko memiliki tiga sarana dan prasarana pendidikan, yaitu TK

Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), SD Inpres Blongko, dan SMP Negeri

3 Sinonsanyang. SD Inpres mempunyai jumlah guru 6 orang, pegawai 1 orang dan

jumlah murid 324 orang. Bagi kepala sekolah disediakan satu unit rumah dinas

dan bagi guru-guru disediakan tiga unit rumah dinas. Untuk melanjutkan sekolah

ke jenjang SMA biasanya masyarakat harus ke desa tetangga yang memiliki SMA

yaitu Desa Ongkauw. Untuk sementara ini bangunan kantor desa digunakan oleh

siswa SMP untuk kegiatan belajar mengajar sambil menunggu pembangunan

gedung sekolah selesai.

Sarana Peribadatan

Masyarakat Desa Blongko mayoritas beragama Kristen Protestan (Tabel

8). Hal ini dikarenakan penduduk Blongko kebanyakan berasal dari kepulauan

Sangihe dan Talaud yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Beberapa

aliran dari agama kristen berkembang di Desa Blongko seperti Gereja Masehi

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

35

Injili di Minahasa (GMIM), Gereja Pentakosta di Indonesia (GPDI), Gereja

Pantekosta, Gereja Segala Bangsa (GESBA), dan Geraja Katolik. Selain itu

terdapat pula mesjid yang ada di sisi kanan jalan trans Sulawesi di Desa Blongko.

Masing-masing kelompok agama ini memiliki satu tempat ibadah. Beragamnya

agama dan kepercayaan di Desa Blongko tidak pernah menimbulkan perpecahan

di antara masyarakat. Rasa kekeluargaan dan tenggang rasa antar masing-masing

penganut kepercayaan membuat suasana di Desa Blongko semakin lebih baik dari

tahun ke tahun.

Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Agama

Jumlah Penduduk Golongan Agama

Jiwa % GMIM 1112 64,99 GPDI 127 7,42 Gereja Pentakosta 112 6,55 GESBA 87 5,08Katolik 153 8,94Islam 120 7,01Jumlah 1711 100,00

Sumber : Data Primer, 2007

Sarana Informasi dan Pemerintahan

Desa Blongko menyediakan pusat informasi tentang kondisi desa dan

DPL. Pusat informasi ini berada berdekatan dengan kantor desa. Minimnya dana

dan perhatian pihak pengelola membuat pusat informasi tidak terawat. Biaya

operasional dan perawatan yang mahal membuat beberapa bagian dari bangunan

ini menjadi rusak. Bangunan ini dibuat oleh masyarakat dengan bantuan dana dari

kegiatan proyek pesisir. Kantor Desa Blongko yang ada saat ini melayani

keperluan masyarakat seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga

dan surat-surat penting lainnya. Kondisi bangunannya cukup baik dengan

peralatan pelayan yang cukup memadai.

Sarana Air Bersih

Salah satu faktor yang penting dalam kehidupan manusia adalah air.

Tingginya permintaan akan sumberdaya air membuat air menjadi komoditas yang

sangat vital bagi kelangsungan hidup semua organisme di muka bumi ini.

Keadaan air di Desa Blongko sampai saat ini sudah cukup baik. Hal ini

diindikasikan dengan adanya pipa saluran air bersih yang berasal dari mata air

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

36

pegunungan yang terdistribusi kepada seluruh konsumen, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Dikatakan secara langsung karena masyarakat dapat

menikmati langsung air bersih dirumah masing-masing dengan bantuan selang air,

sedangkan secara tidak langsung bagi sebagian masyarakat hanya memperoleh air

di tempat-tempat umum.

Di desa ini terdapat tiga sumber mata air yang dimanfaatkan oleh

masyarakat, akan tetapi sejak tahun 1999 ketiga mata air ini menurun kondisinya

baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penurunan kualitas mata air dikarenakan

adanya pembukaan lahan di perbukitan sehingga air yang dulunya bening

sekarang sudah menjadi keruh. Dan dari segi kuantitas debit air yang dihasilkan

sudah semakin menurun dan apabila musim kemarau tiba, maka air ini akan

menjadi kering. Penurunan kualitas air sumur mulai juga dirasakan oleh

masyarakat. Kadar garam air sumur milik masyarakat dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan. Meningkatnya kadar garam ini diakibatkan oleh intrusi

air laut yang masuk melalui akuifer tanah akibat dari abrasi pantai. Berkurangnya

mangrove di desa ini memberikan dampak yang berarti bagi kondisi pantai dan

ketersedian air tawar bagi masyarakat desa.

Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Desa Blongko berjumlah dua unit.

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) terletak di tengah Desa Blongko, sedangkan

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terletak di ibukota kecamatan

Sinonsayang tepatnya di Desa Ongkaw. Posyandu yang ada di desa ini memiliki

kondisi fisik yang kurang baik. Minimnya dana operasional dan tenaga medis

membuat pelayanan di Posyandu hanya untuk keperluan program keluarga

berencana dan imunisasi balita. Tenaga medis yang tersedia di Posyandu hanyalah

bidan dan seorang mantri, sedangkan tenaga dokter masih belum tersedia.

Puskesmas di Desa Ongkaw menyediakan dokter untuk pelayanan umum baik

anak dan orang dewasa. Minimnya pengetahuan tentang arti pentingnya kesehatan

di Desa Blongko dapat diindikasikan oleh sedikitnya sarana MCK. Masyarakat

Desa Blongko sampai saat ini masih manggunakan obat tradisional dari beberapa

tumbuhan mangrove, padahal fungsi mangrove sebagai bahan obat-obatan belum

banyak diketahui orang. Melihat akan potensi mangrove ini, kedepannya perlu

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

37

dikembangkan penelitian untuk memanfaatkan mangrove sebagai bahan obat-

obatan yang dapat diketahui dan digunakan oleh masyarakat luas.

Potensi Perkebunan

Desa Blongko memiliki luas lahan perkebunan produktif sebesar 472 ha.

Luas perkebunan ini terbagi dalam tiga kelompok besar yaitu perkebunan kelapa

milik rakyat sebesar 175 ha, perkebunan milik negara 277 ha dan kebun cengkeh

sebesar 20 ha. Total produksi untuk kegiatan perkebunan dapat mencapai 5.000

ton per tahun untuk komoditas kelapa. Melihat akan potensi perkebunan yang

tinggi di desa ini maka diharapkan adanya kebijakan dan peningkatan teknologi

untuk mengembangkan potensi perkebunan dalam meningkatkan taraf hidup serta

kesejahteraan masyarakat yang berwawasan lingkungan.

Potensi Perikanan

Potensi perikanan yang ada di Desa Blongko yaitu perikanan tangkap dan

tiga ekosistem penting di pesisir yaitu mangrove, padang lamun, terumbu karang.

Ketiganya merupakan ekosistem pesisir yang penting untuk dijaga dan

dilestarikan. Kerusakan pada salah satu ekosistem dapat berdampak pada

ekosistem lainnya. Fungsi ekologis masing-masing ekosistem mendukung

terciptanya suatu lingkungan perairan yang baik. Luasan hutan mangrove

memberikan kontribusi yang besar bagi kelangsungan mahluk hidup yang ada

disekitarnya.

Menurut Kusen et al (1999), kondisi tutupan karang di Desa Blongko

masih dalam keadaan baik. Penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa total

karang hidup sebesar 43,25% lebih besar dibandingkan total karang mati (0,08%).

Indikasi kondisi terumbu karang yang sehat juga dapat dilihat dari

ditemukannya 11 famili ikan terumbu karang dengan 21 spesies ikan karang. Dari

keseluruhan famili ikan terumbu karang, ada 5 famili kelompok ikan yang

mempunyai nilai ekonomis penting. Ikan-ikan yang dimaksud adalah ikan

Lutjanidae, Caesionidae, Mullidae, Scaridae, dan Siganidae. Selain itu pada

ekosistem terumbu karang juga terdapat ikan yang biasanya digunakan sebagai

indikator ekologis atau biologis dari ketersedian karang ataupun terumbu karang

dengan kondisi yang baik ataupun cukup baik. Famili ikan itu antara lain adalah

Chaetodontidae, Pomacentridae, dan Acanthuridae. Tabel 9 berikut

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

38

memperlihatkan jenis-jenis ikan karang yang teridentifikasi pada perairan Desa

Blongko dengan menggunakan metode sensus visual ikan yang dilakukan oleh

Kusen et al, (1999).

Tabel 9. Jenis-Jenis Ikan Karang Yang Berasosiasi Dengan Terumbu Karang

Jenis Ikan  Famili  Spesies Chaetodontidae Chaetodon ornatissimus

Chaetodon ulietensis Chaetodon kelini Chaetodon trifasciatus Chaetodon longirostris Chaetodon citrinelus Heniochus varius

Pomacentridae Chromis spp. Abudefduf spp. Amphiprion spp. Pomacentrus spp.

 Indikator 

Acanthuridae

Acanthurus spp. Naso spp.

Ekonomis 

Serranidae Lutjanidae Caesionidae Mullidae Scaridae Zanclidae Siganidae Nemipteridae

Anthias spp. Plectorinchus spp. Caesio spp. Parupeneus spp. Scarus spp. Zanclus sp Siganus spp. Scolopsis spp.

Sumber : Kusen et al, 1999

Dahuri et al, (2004) mengelompokkan kegiatan perikanan tangkap menjadi

tiga kelompok berdasarkan lokasi kegiatan penangkapan, yaitu (1) Perikanan

lepas pantai (Offshore Fisheries), (2) Perikanan pantai (Coastal Fisheries), dan

(3) Perikanan darat (Inland Fisheries). Penangkapan ikan yang dilakukan di desa

ini berdasarkan uraian di atas adalah kegiatan perikanan pantai dan perikanan

lepas pantai. Dikatakan demikian karena dalam melakukan kegiatan penangkapan

dengan alat tangkap, perahu, dan sarana pendukung lainnya yang masih tergolong

sederhana dan tradisional.

Sumberdaya perikanan khususnya perikanan tangkap di Desa Blongko

banyak mengalami perubahan selama 40 tahun terakhir ini. Indikator menurunnya

jumlah tangkapan dan ukuran ikan oleh para nelayan dilihat dari hasil tangkapan

yang menurut informasi sudah banyak mengalami penurunan. Lokasi

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

39

penangkapan ikan yang sudah semakin jauh dari pantai juga merupakan indikasi

bahwa potensi perikanan tangkap wilayah perairan Desa Blongko mengalami

degradasi. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, menurunnya

kualitas perairan, dan minimnya teknologi adalah kendala besar yang dihadapi

masyarakat khususnya nelayan untuk mengembangkan potensi perikanan. Pemantauan

hasil tangkapan ikan yang dibuat oleh masyarakat bersama dengan proyek pesisir

Sulawesi Utara sampai pada saat ini tidak berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari

ketidakseriusan masyarakat dan pihak pengelola DPL dalam mencatat hasil tangkapan

ikan, padahal kegiatan ini telah diprogramkan pada awal pembentukan DPL. Tabel 10

memperlihatkan alat tangkap beserta jenis ikan hasil tangkapan.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan terlihat adanya indikasi penurunan

jumlah hasil tangkapan pada sembilan tahun terakhir ini. Hasil tangkapan ini diamati

pada saat bulan mati dengan kondisi cuaca cerah dan kondisi laut yang relatif tenang

pada waktu penelitian. Hasil tangkapan ini tidak selamanya seperti ini tergantung

musim dan cuaca. Hasil yang didapat biasanya dijual di pasar yang ada di Amurang

dan sebagian digunakan untuk dikonsumsi sendiri. Selain potensi-potensi besar yang

disebutkan tadi Desa Blongko juga memiliki potensi peternakan dan pertanian sawah,

namun potensi ini kecil dibandingkan perkebunan dan perikanan.

Tabel 10. Alat Tangkap, Jenis Ikan Target, dan Hasil Tangkapan

Jenis Ikan yang Tertangkap Hasil tangkapan (per trip) Jenis Alat Tangkap

Nama Lokal Nama Umum Nama Ilmiah 1998 2007 Cakalang Cakalang Katsuwonus pelamis Malalugis Layang Decapterus sp.

Soma Pajeko (Pukat Cincin) Deho Tongkol Euthynus sp.

18-22 kas 10-15 kas

Malalugis Layang Decapterus sp. Sardin Lemuru Sardinella sp.

Soma Dampar (Jaring hanyut) Dehi Tongkol Euthynus sp.

100-200 kg 80-100 kg

Biji nangka Biji nangka Upeneus sp. Bobara Kuwe Caranx sp.

Pancing Malalugis Layang Decapterus sp.

13-15 kg 7-10 kg

kakatua kakatua Scarus sp. Biji nangka Biji nangka Upeneus sp. ekor kuning ekor kuning Caesio sp. Bobara Kuwe Caranx sp.

Jubi (Panah) Goropa Kerapu Epinephelus sp.

11-12 kg 5-10 kg

Goropa Kerapu Epinephelus sp. kakatua kakatua Scarus sp.

Igi (Bubu) Bobara Kuwe Caranx sp.

2-5kg 2-5kg

Sumber : Pogalin (1998) dan data primer 2007

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

40

Kondisi Ekosistem Mangrove Desa Blongko

Fauna Pada Ekosistem Mangrove

Fauna yang diamati pada lokasi penelitian terbagi atas dua bagian yaitu :

fauna akuatik dan fauna terestrial. Pada ekosistem mangrove dijumpai beberapa

jenis burung, Crustacea, Molusca, dan ikan yang semuanya hidup dan berasosiasi

di ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove menyediakan makanan dan tempat

perlindungan serta tempat tinggal bagi fauna dan satwa tersebut.

Selama penelitian ini berlangsung, fauna yang banyak dijumpai adalah

kepiting (Uca sp.) dan kepiting bakau (Scylla serrata) untuk fauna akuatik

sedangkan pada fauna terestrial fauna yang sering dijumpai adalah kadal

(Limnonectes spp.) dan kodok (Bufo spp.). Kondisi yang memprihatinkan adalah

burung maleo (Macocephalon maleo) dan burung rangkong (Rhyticeros casidix)

yang pada beberapa tahun terus menurun populasinya. Pengambilan telur burung

untuk konsumsi dan hiasan menjadikan fauna jarang lagi ditemukan. Hal serupa

terjadi pula terhadap monyet hitam (Macaca nigra). Harganya berkisar 1.000.000-

1.500.000 rupiah membuat perburuan akan hewan ini untuk dijual semakin

meningkat. Melihat akan potensi fauna serta banyaknya ancaman yang dihadapi

maka pelestarian terhadap fauna yang terancam punah harus menjadi bagian dari

program DPL.

Tabel 11. Jenis-Jenis Fauna Pada Ekosistem Mangrove Desa Blongko.

Fauna Nama Ilmiah Nama Lokal Anadara sp. Kerang Darah Corbiculata sp. Lokan Mugil sp. Belanak Palaemonetes spp.. Udang Putih Scylla serrata Kepiting Bakau

Akuatik

Uca spp. Kepiting Bufo spp. Kodok Homalopsis bucatta Ular Air Limnonectes spp. Katak Mabouya spp. Kadal Macaca nigra Monyet hitam Macocephalon maleo Burung Maleo Rhyticeros casidix Burung Rangkong

Teresterial

Varanus salvator Biawak Sumber : Data primer 2007

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

41

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Blongko

Vegetasi mangrove di Desa Blongko terdiri atas empat famili, dengan

tujuh spesies. Famili mangrove tersebut adalah Avicenniaceae, Meliaceae,

Rhizophoraceae, dan Sonneratiaceae. Sedangkan spesies mangrove yang ada di

desa ini adalah Xylocarpus granatum, Avicennia lanata, Avicennia marina,

Avicennia officinalis, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, dan

Sonneratia alba . Hal ini berbeda dengan DPL Desa Talise yang hanya memiliki

dua famili mangrove yaitu Avicenniaceae dan Rhizophoraceae. Selain itu dari

jumlah spesies Desa Talise hanya memiliki enam spesies diantaranya adalah

Avicennia marina, Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizhopora

apiculata, Rhizhopora mucronata, dan Rhizhopora stylosa (Wantasen, 2002).

Dari hasil pengamatan pada tiga stasiun di ekosistem mangrove, total

individu yang masuk dalam garis berpetak sebanyak 560 individu. Jumlah

individu terbanyak terlihat pada jenis Avicennia officinalis sebanyak 211 individu

(37,68%) dan yang paling sedikit adalah jenis Bruguiera gymnorrhiza 13 individu

(2,32%). Rendahnya jenis Bruguiera gymnorrhiza pada ekosistem mangrove desa

ini lebih diakibatkan oleh adanya eksploitasi yang berlebihan pada tahun 1972.

Pembuatan jalan trans sulawesi memaksa eksploitasi terhadap jenis ini sangat

tinggi. Oleh masyarakat sekitarnya jenis ini juga sering digunakan dalam

keperluan rumah tangga khususnya untuk kayu bakar. Jenis ini dibandingkan jenis

yang lainnya lebih cepat kering dan baik untuk dijadikan kayu bakar.

Jumlah jenis Avicennia officinalis, Avicennia marina, dan Sonneratia alba

pada masing-masing kelompok mengindikasikan bahwa jenis ini memiliki jumlah

populasi yang baik dan dapat beregenerasi dengan baik. Lain halnya dengan

beberapa jenis mangrove yang memiliki jumlah individu yang sedikit pada

kelompok pancang dan semai. Jenis Avicennia lanata, Rhizophora apiculata, dan

Xylocarpus granatum memiliki jumlah individu yang sangat sedikit pada

kelompok semai. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis ini kurang mampu

bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan. Eksploitasi yang berlebihan

mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah masing-masing kelompok (Tabel

12).

Page 18: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

42

Tabel 12. Jumlah Individu Mangrove Pada Masing-masing Jenis

Jumlah Individu Jenis Famili

Pohon Pancang Semai Σ %

Avicennia lanata Avicenniaceae 11 8 5 24 4,29 Avicennia marina Avicenniaceae * 25 45 70 12,50 Avicennia officinalis Avicenniaceae 80 58 73 211 37,68 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 13 * * 13 2,32 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae * 16 7 23 4,11 Sonneratia alba Sonneratiaceae 69 62 64 195 34,82 Xylocarpus granatum Meliaceae 2 15 7 24 4,29

Jumlah 175 184 201 560 100,00 Sumber : Hasil olahan data primer 2007

Famili Avicenniaceae adalah famili yang memiliki jumlah individu

terbanyak dalam struktur vegetasi mangrove. Penelitian Kusen et al. (1999)

menjelaskan bahwa famili Avicenniaceae adalah jenis yang mendominasi pada

ekosistem mangrove Desa Blongko. Pada laporan proyek pesisir tahun 1999

dikatakan bahwa di Desa Blongko terdapat tiga famili mangrove yaitu

Avicenniaceae, Rhizophoraceae, dan Sonneratiaceae, sedangkan penelitian ini

menunjukkan ada empat famili mangrove yang terdapat pada ekosistem mangrove

di desa ini.

Kelompok pohon jenis yang banyak ditemukan adalah Avicennia

officinalis 80 individu kemudian diikuti oleh jenis Sonneratia alba, Bruguiera

gymnorrhiza, Avicennia lanata, dan yang paling sedikit adalah jenis Xylocarpus

granatum dengan jumlah individu masing-masing jenis secara berurutan adalah

69, 13, 11, dan 2 individu. Pada kelompok pohon tidak didapati adanya jenis

Avicennia marina dan Rhizhopora apiculata. Melalui hasil wawancara diketahui

bahwa dulu ditempat ini banyak ditumbuhi oleh Avicennia marina dan

Rhizhopora apiculata akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya jenis ini mulai

hilang dan digantikan jenis yang lain. Penyebab menurunnya jenis ini dikarenakan

oleh adanya tekanan terhadap lingkungan yang menyebabkan jenis ini tidak bisa

bertahan. Tekanan ini dapat saja datang dari lingkungan itu sendiri ataupun akibat

dari pemanfaatan yang bersifat merusak. Tekanan yang datang dari alam seperti

arus, gelombang, erosi, intrusi, dan sedimentasi sangat memengaruhi ekosistem

mangrove. Selain itu penebangan mangrove, pembuangan sampah dan hajat, serta

pembukaan lahan yang dilakukan oleh manusia adalah faktor terjadinya degradasi

Page 19: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

43

pada ekosistem mangrove. Faktor penyebab terjadinya degradasi ekosistem

mangrove ini juga terjadi pada beberapa DPL dan ekosistem lainnya. Pada DPL

Desa Talise, menurut Wantasen (2002), penurunan kualitas dan kuantitas

ekosistem mangrove banyak dipengaruhi oleh kegiatan antropogenik

dibandingkan oleh gejala alam. Selain itu penurunan jumlah hasil tangkapan ikan

demersal juga diakibatkan oleh menurunnya vegetasi mangrove yang ada pada

suatu daerah pesisir (Manembu, 2004). Nazili (2004) dan Gunarto (2004)

berpendapat bahwa konservasi terhadap ekosistem mangrove akan sangat

berpengaruh terhadap sumberdaya hayati perikanan pantai dan semua ekosistem

yang ada di pesisir.

Pada kelompok pancang jenis yang banyak masuk dalam garis berpetak

adalah jenis Sonneratia alba yaitu sebanyak 62 individu diikuti oleh Avicennia

officinalis 58 individu, Avicennia marina 25 individu, Rhizophora apiculata 16

individu, Xylocarpus granatum 15 individu, dan Avicennia lanata 8 individu.

Pengamatan pada kelompok pancang tidak mendapati adanya jenis Bruguiera

gymnorrhiza. Jenis ini sudah jarang ditemukan. Pada stasiun tiga yang berlokasi

di zona inti DPL jenis ini masih dapat dilihat dengan jumlah yang sangat sedikit.

Kelompok semai adalah kelompok yang paling banyak memiliki jumlah

individu. Dari 201 jenis individu, jenis Avicennia officinalis adalah jenis yang

paling banyak didapati pada ke tiga stasiun di ekosistem mangrove Desa Blongko,

jenis ini berjumlah 211 individu, diikuti oleh jenis Sonneratia alba, Avicennia

marina, Xylocarpus granatum, Rhizophora apiculata, dan Avicennia lanata.

Nilai kerapatan relatif pada ekosistem mangrove Desa Blongko berkisar

antara 1,14% - 4,715% untuk tingkat pohon, 4,35% - 33,70% untuk tingkat

pancang, dan 2,49-% - 36,32% untuk tingkat pancang (Tabel 13). Kerapatan

relatif tertinggi untuk tingkat pohon dan semai terdapat pada jenis Avicennia

officinalis dengan nilai masing-masing tingkat adalah 45,71 dan 36,32%,

sedangkan pada tingkat pancang Sonneratia alba memiliki nilai tertinggi yaitu

33,70%. Kerapatan relatif terendah untuk tingkat pohon terdapat pada jenis

Xylocarpus granatum (1,14%), dan untuk tingkat pancang dan semai jenis

Bruguiera gymnorrhiza tidak ditemukan, hal ini membuat nilai kerapatan relatif

kedua tingkat ini tidak ada. Hal serupa juga dapat dilihat pada jenis Avicennia

Page 20: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

44

marina dan Rhizophora apiculata yang tidak terdapat pada tingkat pohon.,

Avicennia lanata adalah jenis yang memiliki kerapatan relatif yang rendah untuk

tingkat pancang dan semai yaitu masing-masing sebesar 4,35% dan 2,49%. Nilai

kerapatan relatif pada jenis Avicennia officinalis yang besar menunjukkan bahwa

jenis ini adalah jenis yang paling mendominan pada kawasan mangrove Desa

Blongko. Sedangkan jenis Avicennia lanata, adalah jenis yang jarang ditemukan

hal yang sama untuk jenis Bruguiera gymnorrhiza yang sudah sangat jarang

ditemukan.

Kerapatan pada suatu ekosistem mangrove berpengaruh pada biota yang

berasosiasi didalamnya. Dalam Skilleter and Warren (1999), ekosistem mangrove

digunakan sebagai tempat perlindungan biota yang hidup didalamnya seperti,

ikan, moluska. Kerapatan vegetasi mangrove dalam suatu ekosistem memberikan

perlindungan terhadap biota yang menempati tempat ini dari faktor alam dan

hewan predator. Hal ini membuat ekosistem mangrove sering digunakan sebagai

tempat memijah dan mengasuh bagi berbagai organisme yang berasosiasi

didalamnya. Hal ini dibuktikan oleh Crowder and Cooper (1979, 1982) dalam

Spitzer, et al (1999) yang menyatakan bahwa kepadatan makropita memengaruhi

pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh hewan predator dan

pemanfaatan yang berlebihan. Melihat akan kedua studi diatas maka dapat

disimpulkan bahwa kerapatan mempunyai manfaat tak langsung yang berarti bagi

organisme yang ada didalamnya

Tabel 13. Kerapatan Dan Kerapatan Relatif Jenis Mangrove

Pohon Pancang Semai Jenis

Di RDi Di RDi Di RDi Avicennia lanata 26,19 6,29 19,05 4,35 11,90 2,49 Avicennia marina * * 59,52 13,59 107,14 22,39 Avicennia officinalis 190,48 45,71 138,10 31,52 173,81 36,32 Bruguiera gymnorrhiza 30,95 7,43 * * * * Rhizophora apiculata * * 38,10 8,70 16,67 3,48 Sonneratia alba 164,29 39,43 147,62 33,70 152,38 31,84 Xylocarpus granatum 4,76 1,14 35,71 8,15 16,67 3,48

Sumber : Hasil olahan data primer 2007

Nilai dari frekuensi relatif dapat menggambarkan penyebaran suatu spesies

yang ada pada satu ekosistem. Hasil analisis tertera pada Tabel 14. Nilai frekuensi

Page 21: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

45

tertinggi pada tingkat pohon ada pada jenis Avicennia officinalis (42,37%)

sedangkan nilai terendah berasal dari jenis Xylocarpus granatum (1,69%). Lain

halnya pada tingkat pancang nilai tertinggi ada pada jenis Sonneratia alba

(36,36%) dan yang terendah ada pada jenis Avicennia lanata (5,45%), sedangkan

untuk tingkat semai nilai frekuensi tertinggi ada pada jenis Avicennia officinalis

dan Sonneratia alba sebesar (35,14%) dan nilai terendah ada pada jenis Avicennia

lanata (5,14%). Tingginya nilai frekuensi pada Avicennia officinalis dan

Sonneratia alba mengindikasikan bahwa jenis ini melimpah pada ekosistem

mangrove sedangkan jenis Avicennia lanata dan Xylocarpus granatum jarang

ditemukan di ekosistem mangrove Desa Blongko. Hal yang serupa diperlihatkan

dengan tidak ditemukannya jenis Bruguiera gymnorrhiza yang hanya terdapat

pada tingkatan pohon.

Tabel 14. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Jenis Mangrove Pohon Pancang Semai

Jenis Fi RFi Fi RFi Fi RFi

Avicennia lanata 0,10 6,78 0,07 5,45 0,05 5,41

Avicennia marina * * 0,14 10,91 0,14 16,22

Avicennia officinalis 0,60 42,37 0,33 25,45 0,31 35,14

Bruguiera gymnorrhiza 0,14 10,17 * * * *

Rhizophora apiculata * * 0,14 10,91 0,05 5,41

Sonneratia alba 0,55 38,98 0,48 36,36 0,31 35,14

Xylocarpus granatum 0,02 1,69 0,14 10,91 0,02 2,70

Sumber : Hasil olahan data primer 2007

Penutupan relatif tertinggi pada tingkat pohon terlihat pada jenis Sonneratia alba

(64,32%) diikuti oleh jenis Avicennia officinalis , Avicennia lanata, Bruguiera

gymnorrhiza, dan Xylocarpus granatum yang nilai dari masing-masing jenis secara

berurutan adalah 23,42%, 7,35%, 3,06%, dan nilai yang terendah 1,85%. Sedangkan pada

tingkat pancang nilai tertinggi terlihat pada jenis Avicennia officinalis (45,48%) diikuti oleh

jenis Sonneratia alba (28,39%), Avicennia marina (9,92%), Rhizophora apiculata (7,22%),

Xylocarpus granatum (6,60%) dan yang terkecil adalah Avicennia lanata (2,40%) (Tabel

15). Jenis yang dominan memiliki produktivitas yang besar dimana dalam menentukan

suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah diameter batang (Odum, 1994).

Jenis dan umur dari pohon sangat menentukan besarnya diameter batang yang

memengaruhi penutupan dan penutupan relatif, selain itu faktor alam dan ketersedian

Page 22: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

46

nutrien di ekosistem mangrove juga merupakan salah satu faktor pendukungnya.

Penutupan relatif yang kecil yang terlihat pada beberapa jenis diakibatkan karena jenis-

jenis tersebut oleh masyarakat sering digunakan dalam keperluan sehari-hari. Mangrove

dengan diameter batang yang besar akan lebih mudah dikeringkan untuk keperluan rumah

tangga dibandingkan mangrove yang diameter pohonnya kecil.

Tabel 15. Penutupan dan Penutupan Relatif Jenis Mangrove Pohon Pancang

Jenis Ci RCi Ci RCi

Avicennia lanata 3.47 7.35 0.03 2.40 Avicennia marina * * 0.11 9.92 Avicennia officinalis 11.08 23.42 0.50 45.48 Bruguiera gymnorrhiza 1.45 3.06 * * Rhizophora apiculata * * 0.08 7.22 Sonneratia alba 30.42 64.32 0.32 28.39 Xylocarpus granatum 0.88 1.85 0.07 6.60

Sumber : Hasil olahan data primer 2007

Indeks nilai penting (INP) yang ada pada suatu ekosistem mangrove akan

menggambarkan pengaruh dan peranan suatu jenis dalam suatu komunitas. Indeks

nilai penting yang tertinggi pada tingkatan pohon adalah jenis Sonneratia alba

(142,73%) dan yang terendah adalah Xylocarpus granatum (4,69%). Lain halnya

ditingkat pancang, INP tertinggi terlihat pada jenis Avicennia officinalis

(102,45%) dan yang terendah adalah jenis Avicennia lanata (12,20%). Pada

tingkatan semai INP tertinggi terlihat pada jenis Avicennia officinalis (71,45) dan

yang terendah adalah jenis Xylocarpus granatum (6,19%). Rendahnya INP pada

jenis tertentu mengindikasikan bahwa jenis ini kurang mampu bersaing dengan

lingkungan yang ada disekitarnya serta jenis lainnya. Rendahnya ketahanan

terhadap gejala alam serta besarnya eksploitasi mengakibatkan jenis-jenis tersebut

berkurang dari tahun ke tahun. Dalam Tokuyama dan Arakaki (1988) penurunan

jumlah vegetasi pada beberpa jenis mangrove sepanjang Sungai Nakama di

Jepang dikarenakan beberapa jenis mangrove tidak mampu bertahan akibat

adanya pencemaran.

Indeks nilai penting pada ekosistem mangrove Desa Blongko dipengaruhi

oleh jumlah individu yang ada pada ekosistem ini, hal ini dapat dilihat pada Tabel

12 dan 16 dimana angka tertinggi dan terendah masing-masing kelompok juga

Page 23: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

47

spesies terlihat sama. Tabel 16 akan memperlihatkan indeks nilai penting dari

masing-masing tingkatan dan jenis mangrove Desa Blongko.

Tabel 16. Indeks Nilai Penting Masing-masing Tingkatan dan Jenis.

Nilai Penting Spesies (IVi) Jenis Pohon Pancang Semai

Avicennia lanata 20,41 12,20 7,89 Avicennia marina * 34,41 38,60 Avicennia officinalis 111,51 102,45 71,45 Bruguiera gymnorrhiza 20,66 * * Rhizophora apiculata * 26,82 8,89 Sonneratia alba 142,73 98,45 66,98 Xylocarpus granatum 4,69 25,66 6,19

Jumlah 300,00 300,00 200,00 Sumber : Hasil olahan data Primer 2007.

Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi

Gambaran mengenai struktur organisme berupa persekutuan (assemblages)

spesies dalam komunitas dapat dilihat dari indeks keanekaragaman. Pada penelitian

ini hasil analisis terhadap vegetasi mangrove di Desa Blongko menunjukkan indeks

keanekaragaman sebesar 1,01. Dari hasil yang diperoleh maka dapat dikatakan

bahwa keanekaragaman jenis mangrove di Desa Blongko masih rendah. Rendahnya

keanekaragaman di desa ini dikarenakan rentannya ekosistem ini terhadap tekanan

yang datang dari kegiatan manusia dan gejala alam. Adanya jenis mangrove yang

dijadikan target dalam pemanfaaatan membuat jenis tertentu mengalami penurunan

jumlah populasi. Jenis Bruguiera sp adalah jenis yang sudah jarang ditemukan.

Menurut cerita masyarakat jenis ini dulunya ada beberapa macam, akibat dari

seringnya ditebang maka ada jenis yang sudah tidak didapati lagi sekarang ini.

Faktor-faktor pembatas seperti faktor fisika dan kimia serta kompetisi

interspesies sangat memengaruhi nilai keanekaragaman (Odum, 1994). Dengan

memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas maka dapat diperoleh

gambaran tentang kedewasaan organisasi suatu komunitas, makin tinggi

organisasi di dalam suatu komunitas tersebut maka keadaannya lebih baik.

Dengan indeks keanekaragaman yang stabil maka masing-masing jenis akan

berkesempatan untuk dapat melangsungkan daur hidup yang lebih teratur, efisien,

dan produktif (Soeriatmadja, 1981 dan Kramadibrata, 1975 )

Page 24: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

48

Keanekaragaman spesies cenderung rendah dalam ekosistem-ekosistem

yang secara fisik dan kimia mendapat tekanan dan akan cenderung tinggi apabila

dalam ekosistem diatur oleh alam dan kurang mendapat tekanan. Nilai

keanekaragaman yang kecil terdapat pada daerah dengan lingkungan yang

ekstrem, sedangkan nilai keanekaragaman yang sedang dan tinggi akan

memberikan kesempatan terhadap masing-masing jenis untuk melangsungkan

daur kehidupan yang lebih teratur, efisisen, dan produktif (Resosoedarmo, et al.

1980). Dalam Tokuyama dan Arakaki (1988) menurunnya keanekaragaman jenis

pada ekosistem mangrove diakibatkan oleh perubahan fisik dan kimia ekosistem

mangrove, akibatnya beberapa jenis mangrove mati dan terjadi dominasi pada

jenis mangrove yang mampu bertahan pada situasi yang ekstrim ini. Sukardjo

(2002) menambahkan bahwa beberapa faktor yang mengakibatkan menurunnya

keanekaragaman mangrove di Indonesia adalah pemanfaatan jenis mangrove

tertentu oleh masyarakat pesisir dan akibat perubahan yang ekstrim terhadap

ekosistem itu sendiri.

Nilai keseragaman yang dianalisis pada vegetasi mangrove yang ada di

Desa Blongko menunjukkan angka 0,72. Nilai keseragaman ini menunjukkan

bahwa jumlah individu setiap jenis tidak jauh berbeda. Hal ini juga

digambarkan oleh nilai dominasi sebesar 0,42 yang mengindikasikan bahwa

tidak ada jenis yang mendominasi pada kawasan mangrove ini.

Kondisi Fisik dan Kimiawi Perairan Ekosistem Mangrove

Data salinitas, suhu, dan derajat keasaman dapat dilihat pada Lampiran 1.

Suhu lingkungan dan perairan pada ekosistem mangrove berkisar antara 29oC –

31,5oC, sedangkan untuk derajat keasaman berkisar antara 6,5 – 7, dan untuk

salinitas berkisar antara 27 PSU – 35 PSU. Kondisi fisik ini dipengaruhi oleh

beberapa aliran sungai yang bermuara di Teluk Blongko.

Mangrove merupakan tumbuhan yang memiliki kemampuan toleransi

terhadap kisaran salinitas yang luas. Mereka juga dapat bertahan hidup pada

lingkungan pantai yang sering kali tidak digenangi oleh air laut . Avicennia spp.

merupakan jenis yang paling memiliki kemampuan toleransi tinggi terhadap

kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan jenis lainnya. Avicennia marina

Page 25: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

49

mampu tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati air tawar sampai

dengan salinitas 90 PSU. Pada kondisi salinitas yang ekstrim ini, pohon tumbuh

kerdil, kemampuan untuk menghasilkan buah menjadi hilang (McNae dalam Noor

et al.1999). Namun demikian, tumbuhan mangrove tidak dapat bertumbuh pada

lingkungan yang benar-benar tawar. Kondisi ini juga dapat dilihat pada ekosistem

mangrove di Desa Blongko dimana jenis Avicennia officinalis dan Avicennia

marina memiliki jumlah individu yang banyak dibandingkan yang lain.

Kemampuan jenis ini beradaptasi dengan lingkungan membuat jenis ini memiliki

jumlah individu yang stabil pada masing-masing kelompok.

Kondisi fisik yang ada pada ekosistem mangrove di Desa Blongko dapat

dikatakan dalam kondisi yang baik. Semua variabel yang diukur memberikan

gambaran bahwa kondisi fisik perairan ekosistem mangrove belum banyak

mendapatkan tekanan fisik, baik oleh alam ataupun pencemaran.

Pelestarian Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat

Karakteristik Masyarakat

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang terdapat di pesisir

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Karakteristik masyarakat adalah salah satu

faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat pesisir terhadap pengelolaan

sumberdaya alam yang ada disekitar kawasan tersebut. Beberapa indikator

karakteristik masyarakat diamati dalam penelitian ini khususnya karakteristik

yang berhubungan dengan pelestarian ekosistem mangrove di Desa Blongko.

Pendidikan

Dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang dilihat adalah tingkat

pendidikan formal dari responden. Peningkatan kecerdasan dan ketrampilan

seseorang sangat dipengaruhi oleh pendidikan formal yang didapati semasa

hidupnya. Melalui pendidikan seseorang diharapkan dapat berpikir rasional,

sistematis dan bijaksana dalam menyikapi berbagai masalah yang ada. Seseorang

yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan lebih peka

terhadap menganalisis suatu kegiatan terhadap hasil yang akan diperoleh.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan masyarakat Desa

Blongko hanya mendapatkan pendidikan sampai tingkat SD. Hal ini dilihat dari

persentasi responden yang menunjukkan 53% dari responden hanya sampai pada

Page 26: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

50

tingkat SD, dan lebih memprihatinkan lagi ada sekitar 12% responden yang tidak

sempat mendapat pendidikan ataupun menamatkan sekolah dasar. Pada tingkat

SMP, SMA, dan perguruan tinggi secara berurutan persentasi masing-masing

adalah 20%, 12%, dan 3% (Tabel 17). Tingkat pendidikan masyarakat Desa

Blongko masih tergolong rendah, mengakibatkan kemampuan berfikir dan

berinisiatif masih sangat terbatas dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Salah

satu kendala dalam pengembangan partisipasi masyarakat dalam strategi

pelestarian ekosistem mangrove adalah rendahnya tingkat pendidikan. Hal ini

akan berdampak terhadap perilaku masyarakat yang kurang memperdulikan

lingkungan sebagai habitat hidupnya serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk

berperan aktif dalam berbagai kegiatan yang menyangkut pelestarian ekosistem

mangrove.

Tabel 17. Karakteristik Responden Jumlah Karakteristik Uraian Jiwa %

Petani 64 64 Nelayan 20 20 Pegawai Negeri/TNI 4 4 Peternak 3 3 Tukang 5 5 Pedagang 2 2

Pekerjaan

Pegawai Swasta 2 2 Kurang dari 20 20 20 21 – 30 31 31 31 – 40 29 29 41 – 50 11 11

Umur (Tahun)

Lebih dari 50 9 9 Tidak sekolah/tidak tamat SD 12 12 SD 53 53 SMP 20 20 SMA 12 12

Pendidikan

Perguruan Tinggi 3 3 Kurang dari 500.000 44 44 500.000-1000.0000 46 46 Penghasilan

(Rp/bulan) diatas 1000.000 10 10 Kurang dari 10 13 13 11 - 20 tahun 35 35 21 - 30 tahun 42 42 Lama Tinggal

Lebih dari 30 10 10 Sumber : Hasil olahan data primer 2007

Mata Pencaharian

Masyarakat Desa Blongko sebagian besar bermata pencaharian sebagai

petani. Ketergantungan terhadap musim dan kondisi lingkungan menjadi faktor

pembatas pada masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.

Page 27: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

51

Daerah perbukitan yang subur serta ketersediaan sumberdaya perairan yang

melimpah adalah alasan mengapa penduduk desa ini lebih memilih pekerjaan ini.

Jumlah responden yang bermata pencaharian sebagai petani sebesar 64%, angka

ini adalah yang tertinggi diikuti oleh nelayan (20%), tukang (5%), pegawai

negeri/TNI (4%), peternak 3(%), dan yang terendah adalah pedagang dan swasta

sebesar 2% (Tabel 17).

Selain pekerjaan-pekerjaan pokok tersebut ada beberapa responden yang

memiliki pekerjaan sampingan. Sebagai contoh pada musim ombak sebagian

nelayan beralih profesi sebagai petani musiman walaupun hanya sebagai buruh

harian. Kondisi masyarakat yang memiliki beragam mata pencaharian tentunya

menyebabkan tingkat partisipasi dan pelestarian terhadap ekosistem mangrove

yang berbeda. Partisipasi masyarakat untuk pelestarian ekosistem mangrove

dirasakan dapat memengaruhi waktu kerja pada masing-masing sektor. Selain itu

manfaat dari berpartisipasi dirasakan kurang menguntungkan dibandingkan

dengan bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Penghasilan

Tabel 17 memperlihatkan bahwa jumlah penghasilan responden yang

terbanyak berkisar antara Rp.500.00-Rp.1.000.000. Untuk masa sekarang dengan

peningkatan harga kebutuhan pokok yang tinggi, tentu saja jumlah penghasilan ini

tergolong rendah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Empat puluh empat

persen dari jumlah responden hanya berpenghasilan kurang dari Rp.500.000 per

bulan. Sedangkan yang berpenghasilan diatas Rp.1.000.000 hanya 10% dari total

responden. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa penghasilan rata-rata masyarakat

Desa Blongko masih terlalu rendah. Penghasilan yang minim membuat

ketergantungan terhadap sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup

semakin tinggi dan menjadi ancaman terhadap sumberdaya yang ada.

Umur

Kisaran umur responden pada penelitian ini adalah 18 tahun sampai

dengan 63 tahun. Responden yang terbanyak berkisar 21-30 tahun sebanyak 31%,

diikuti usia 31-40 tahun (29 %), kurang dari 20 tahun (20%), 41-50 tahun (11%),

dan yang terendah adalah usia diatas 50 tahun (9%) (Tabel 17).

Page 28: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

52

Tingginya persentasi responden yang berusia 21–40 tahun

mengindikasikan bahwa desa ini memiliki tingkat produktifitas yang baik dalam

ketersedian sumberdaya manusia yang poduktif. Angka ini sangat memengaruhi

partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelestarian ekosistem mangrove dan

kegiatan pembangunan lainnya yang ada di desa ini. Pada usia produktif ini

masyarakat akan lebih mudah untuk menerima masukan ataupun saran untuk

kemajuan mereka di masa depan. Dalam hubungannya dengan partisipasi

masyarakat dalam kegiatan pelestarian orang berusia produktif akan lebih mudah

diajak untuk bergabung dibandingkan orang yang berusia lanjut. Alasan untuk

meningkatkan pendapatan menuju kepada masa depan yang lebih baik melalui

pelestarian ekosistem mangrove dapat menjadi pemicu untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat desa ini.

Lama Tinggal

Penelitian ini menunjukkan bahwa 42% responden telah menghuni desa ini

selama 21-30 tahun. Diikuti oleh 35% responden yang lama tinggalnya berkisar 11-20

tahun, 13% dibawah 10 tahun, dan 10% diatas 30 tahun (Tabel 17). Sebagian responden

menunjukkan angka yang sama terhadap umur responden itu sendiri. Hal ini

mengindikasikan penduduk yang tinggal di Desa Blongko merupakan penduduk asli dan

hanya sebagian yang merupakan pendatang di Desa Blongko. Faktor lama tinggal

seseorang pada suatu daerah akan memungkin orang tersebut memiliki status sosial

ataupun status ekonomi tertentu.

Lama tinggal seseorang pada suatu tempat akan memengaruhi tingkat partisipasi

dalam kegiatan bermasyarakat. Seseorang yang telah lama menempati suatu tempat akan

lebih memahami pola pikir masyarakat setempat, baik dalam kerjasama antar warga

ataupun antar desa. Dari penelitian ini dapat diindikasikan bahwa orang yang memiliki

lama tinggal yang lebih lama lebih aktif dalam berpartisipasi untuk menjaga dan

melestarikan lingkungan.

Page 29: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

53

Partisipasi dan Pemahaman Masyarakat Terhadap Ekosistem Mangrove

Partisipasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini diartikan sebagai

keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat Desa Blongko dalam kegiatan

pengelolaan ekosistem mangrove berupa upaya pemanfaatan yang lestari demi

keberlanjutan sumberdaya yang ada di ekosistem mangrove. Beberapa kriteria

penilaian dibuat untuk mempermudah identifikasi terhadap tahapan kegiatan

pelestarian dan pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove. Penilaian

terhadap kriteria ini adalah dengan menggali informasi tentang semua kegiatan

yang menyangkut usaha pelestarian yang pernah dilakukan di Desa Blongko

dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir ini. Ada tiga kegiatan yang dilaksanakan

dalam upaya pelestarian yaitu pada tahun 2000, 2003, dan 2006. Kegiatan-

kegiatan ini masih diprakarsai oleh pemerintah dalam hal ini Departemen

Kelautan dan Perikanan (DKP) dibantu LSM dan Perguruan Tinggi sebagai

lembaga-lembaga yang mendampingi DPL di Desa Blongko.

Sosialisasi, perencanaan, dan pelatihan

Partisipasi pada tahap ini dilihat dari keikutsertaan masyarakat dalam

kegiatan-kegiatan awal sebelum suatu program dilaksanakan. Dalam tahap ini

masyarakat diminta aktif untuk memberikan saran, sanggahan ataupun pertanyaan

yang menyangkut kegiatan yang akan dilaksanakan. Selain itu juga keterlibatan

para responden pada tahapan sosialisasi, perencanaan, dan pelatihan dinilai dari

keterlibatan dalam mengikuti organisasi, turut ambil bagian dalam seluruh

rangkaian kegiatan perencanaan dana turut mengikuti diskusi-diskusi yang

menyangkut kegiatan pelestarian ekosistem mangrove serta kegiatan pelatihan

teknik penanaman mangrove. Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada tahapan

sosialisasi masyarakat yang memiliki tingkat partisipasi tinggi sangat sedikit

dibandingkan yang sedang dan rendah. Hanya 12% dari responden yang memiliki

kepekaan yang tinggi pada tahap ini, sedangkan masyarakat yang memiliki tingkat

partispasi yang rendah masih mencapai 35%, dan yang paling besar adalah tingkat

partisipasi masyarakat yang sedang (53%).

Tingkat partisipasi yang rendah pada tahap sosialisasi, perencanan, dan

pelatihan disebabkan informasi terhadap kegiatan ini biasanya hanya berpusat

pada masyarakat yang tinggal di dekat kantor desa ataupun rumah kepala desa.

Page 30: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

54

Adanya kecemburuan sosial diantara masyarakat terjadi karena kurang melibatkan

masyarakat yang tinggal jauh dari pusat desa, membuat sebagian masyarakat merasa

bahwa kegiatan ini kurang begitu penting untuk diikuti. Selain itu juga adanya pro dan

kontra masyarakat terhadap DPL membuat tahapan ini kurang begitu berhasil dalam

pelaksanaannya. Pada tahapan ini masyarakat akan mendapatkan imbalan uang dari

pihak pelaksana kegiatan apabila hadir dan mengisi daftar hadir. Hal ini membuat

masyarakat selalu berpikir bahwa usaha pelestarian itu hanya menjadi tanggung jawab

pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari masih sangat rendahnya inisiatif sendiri dari

masyarakat untuk ambil bagian dalam kegiatan pelestarian ekosistem mangrove.

Pemahaman yang salah tentang konsep daerah perlindungan laut berbasis masyarakat

membuat masyarakat berpikir DPL akan dikelola apabila ada dana dari pemerintah

ataupun bantuan proyek untuk biaya operasional DPL. Pemahaman ini harus dibenahi

agar konsep PSWP-BM dapat terlaksana dengan baik.

Ketidakberhasilan DPL yang ada di Sulawesi Utara disebabkan oleh rendahnya

pemahaman masyarakat tentang arti pentingnya pelestarian ekosistem pesisir bagi

lingkungan dan manusia. Dalam Wantasen (2002) dan Manembu (2004) dapat dilihat

bahwa kendala yang dihadapi DPL Desa Talise, Pulau Gangga, dan Pulau Bangka

adalah rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pelestarian ekosistem

pesisir serta rendahnya tingkat partisipasi berbasis masyarakat.

Tabel 18. Partisipasi Masyarakat dan Tingkat Pemahaman Terhadap Ekosistem Mangrove

Jumlah Responden Kriteria Penilaian

Tingkat Partisipasi Jiwa % Kategori

Tinggi 12 18,00 Sedang 53 47,00 Sosialisasi, Perencanaan

dan pelatihan Rendah 35 35,00 Rendah

Tinggi 15 15,00 Sedang 51 51,00 Pelaksanaan Program Rendah 34 34,00

Rendah

Tinggi 8 8,00 Sedang 24 24,00 Evaluasi dan pengawasan Rendah 68 68,00

Rendah

Tinggi 3 3,00 Sedang 18 18,00 Inisiatif sendiri Rendah 79 79,00

Rendah

Tinggi 31 31,00 Sedang 35 35,00 Pemahaman terhadap

ekosistem mangrove Rendah 34 34,00 Rendah

Sumber : Hasil olahan data analisis,2007

Page 31: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

55

Pelaksanaan Program

Pada tahap ini yang menjadi penilaian terhadap partisipasi masyarakat

adalah keterlibatan dalam kegiatan penanaman mengrove. Diawali dari survei

lokasi penanaman, pemilihan bibit, sampai pada teknik penanaman. Frekuensi

dalam tahap pelaksanaan kegiatan, pelibatan anggota keluarga dan tetangga

menjadi salah satu kriteria penilaian dalam penentuan tingkat partisipasi

masyarakat.

Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan program

sangat dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat pada tingkat perencanaan.

Disebabkan minimnya dana untuk kegiatan ini maka jumlah masyarakat yang

diikut sertakan juga terbatas. Walaupun angka partisipasi masyarakat pada tingkat

tinggi mengalami kenaikan 3% dibandingkan tahap perencanaan, tetapi pada

tingkat yang sedang mengalami penurunan 2% atau hanya 51% dan tingkat rendah

mengalami penurunan 1% (34%) (Tabel 18). Walaupun demikian masyarakat

yang tidak diikut sertakan dalam tahap perencanaan terkadang mengambil bagian

dalam kegiatan pelaksanaan ini dengan harapan akan mendapat uang setelah

kegiatan ini selesai. Sebagai hasilnya masyarakat yang tidak terdaftar dalam

kegiatan ini tidak diberikan uang karena alokasi dana hanya diperuntukkan bagi

mereka yang namanya terdaftar dalam daftar hadir yang telah ditentukan oleh

pihak penyelenggara. Pengalaman ini yang membuat partisipasi masyarakat pada

kegiatan-kegiatan pelestarian berikutnya mengalami penurunan jumlah partisipan.

Menurut beberapa responden yang kecewa terhadap kinerja pelaksana kegiatan

bahwa masyarakat yang sering diikut sertakan hanyalah terangkat desa dan orang-

orang terdekatnya sedangkan masyarakat jaga 1 sampai jaga 4 kurang dilibatkan.

Masalah yang terjadi akibat adanya kecemburuan sosial antar masyarakat dan

pengelola dapat dilakukan dengan perbaikan terhadap sistem dalam pengelolaan

DPL berbasiskan masyarakat yang seharusnya dapat mewakili semua lapisan

masyarakat. Dengan perbaikan sistem dan peningkatan penyadaran kepada

masyarakat tentang arti penting dari pelestarian mangrove niscaya tingkat

partisipasi masyarakat akan meningkat pada tahun-tahun yang akan datang.

Page 32: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

56

Evaluasi dan Pengawasan

Tingkat partisipasi masyarakat pada tahapan evaluasi dan pengawasan

terhadap program yang telah dilaksanakan dilihat dari keterlibatan dalam

pemeliharaan, pengawasan, mengganti bibit yang mati setelah ditanam, dan

intensitas kehadiran dalam pertemuan untuk mengevaluasi hasil kegiatan. Tabel

18 memperlihatkan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dan

pengawasan terhadap kegiatan pelestarian ekosistem mangrove di Desa Blongko.

Dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat di Desa Blongko pada tahap ini

tergolong rendah. Hanya 8% yang masuk dalam kategori partisipasi yang tinggi,

24% untuk kategori sedang, dan 68% untuk kategori rendah. Evaluasi yang

dilakukan terhadap seluruh DPL selama ini tidak dilakukan dengan baik. Ini

diindikasikan dengan kurangnya data dari seluruh program yang telah ditetapkan

sebelumnya seperti data hasil tangkapan, dan data keberhasilan penanaman

mangrove.

Rendahnya partisipasi masyarakat pada tahap ini disebabkan tahapan ini

hanya diprakarsai oleh aparat desa dan pengelola DPL. Masyarakat kurang

mengambil bagian pada tahap ini karena pada kegiatan ini pembagian uang seperti

tahap-tahap sebelumnya sudah tidak ada lagi. Masyarakat beranggapan bahwa

tahap evaluasi dan pengawasan ini hanya menjadi tanggung jawab aparat desa dan

pengelola DPL saja, padahal pada tahap ini sangat dibutuhkan partisipasi dari

semua masyarakat untuk mengawasi hasil kegiatan selama ini.

Peningkatan partisipasi pada tahap ini dapat dilakukan dengan cara

pendekatan terhadap kelompok-kelompok agama seperti kelompok pengajian,

kelompok nelayan, ataupun petani dalam mengevaluasi semua kegiatan yang telah

dilakukan. Hasil dari pertemuan di kelompok kecil ini kemudian dibahas dalam

rapat desa yang dihadiri oleh semua masyarakat. Masyarakat dituntut untuk aktif

dan berperan serta dalam kegiatan ini mengingat semua permasalahan yang timbul

dari kegiatan pelstarian ekosistem mangrove menjadi tanggung jawab bersama.

Peningkatan pada tahap evaluasi akan menimbulkan rasa memiliki dan tanggung

jawab terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan demi keberhasilan suatu

program pelestarian. Hal yang ini sering terjadi pada beberapa desa pesisir di

Sulawesi Utara, antara lain desa Likupang II dan Desa Gangga, Talise, dan

Page 33: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

57

Bangka serta pada masyarakat di kawasan Teluk Pangpang Banyuwangi. Dimana

pada tahap ini partisipasi masyarakat sangat rendah dibandingkan tahap-tahap

lainnya (Manembu, 2004 dan Nazili, 2004).

Partisipasi Atas Inisiatif Sendiri

Partisipasi masyarakat atas inisiatif sendiri dinilai dari inisiatif melakukan

penanaman, memelihara, dan menyediakan bibit tanaman mangrove serta aktif

dalam mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan di balai desa tanpa dibayar

ataupun ada pengumuman sebelumnya. Masyarakat yang memiliki inisiatif ini

kebanyakan bermata pencaharian sebagai nelayan yang sudah mulai mengerti arti

pentingnya mangrove untuk melindungi pantai, serta mempunyai fungsi ekologis

lainnya yang berdampak terhadap tempat tinggal juga mata pencaharian mereka.

Partisipasi masyarakat atas inisiatif di Desa Blongko masih sangat rendah.

Hal ini terlihat dari 79% responden tergolong pada tingkat rendah dalam

partisipasi masyarakat, 18% pada tingkat sedang, dan hanya 3% pada tingkat

partisipasi yang tinggi. Peningkatan pemahaman akan fungsi dari ekosistem

mangrove, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memiliki

inisiatif dalam upaya melestarikan sumberdaya pesisir khususnya ekosistem

mangrove.

Pemahaman Terhadap Ekosistem Mangrove

Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya suatu ekosistem

pesisir akan meningkatkan keberhasilan pengelolaan serta pembangunan pada

suatu kawasan. Penilaian terhadap pemahaman masyarakat terhadap ekosistem

mangrove dilihat dari pengetahuan masyarakat dan tanggapan masyarakat

terhadap kondisi sekarang dan masa lalu, pengetahuan akan peraturan yang

berlaku terhadap ekosistem mangrove, dan pengetahuan akan fungsi mangrove

bagi lingkungan dan manusia yang memanfaatkan mangrove serta bahaya dari

degradasi kawasan mangrove. Tabel 18 menunjukkan 31% masyarakat memiliki

tingkat pemahaman yang tinggi terhadap ekosistem mangrove, 35% memiliki

tingkat pemahaman yang sedang dan 34% masih rendah pemahamannya terhadap

ekosistem mangrove.

Page 34: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

58

Hasil ini mengkategorikan tingkat pemahaman masyarakat Desa Blongko

terhadap ekosistem mangrove dalam kategori rendah. Pemahaman akan fungsi

ekosistem mangrove dari hasil wawancara mengindikasikan bahwa masyarakat

Desa Blongko memiliki pengetahuan yang belum baik, akan tetapi untuk masalah

peraturan yang berlaku di desa ini terdapat sedikit kesalahpahaman yang ada di

masyarakat. Sampai saat ini masyarakat masih beranggapan bahwa kawasan yang

perlu dilindungi hanyalah kawasan DPL sedangkan di luar itu dapat dimanfaatkan.

Selain itu juga manfaat ekosistem mangrove seperti daerah asuhan dan

pembenihan, pelindung pantai, dan penyuplai nutrien terhadap kawasan pesisir

masih kurang dipahami oleh sebagian masyarakat. Hampir semua pemahaman

masyarakat terhadap fungsi ekosisitem mangrove lebih mengarah pada fungsi

ekosistem mangrove dari sudut pandang ekonomi. Pemahaman ini yang membuat

tekanan terhadap ekosistem mangrove yang telah melebihi daya dukung yang

dimiliki suatu kawasan mangrove, akibatnya adalah degradasi terhadap ekosistem

mangrove yang berdampak terhadap lingkungan dan kondisi sosial ekonomi

masyarakat itu sendiri.

Ekosistem mangrove yang terdapat pada kawasan pesisir Desa Blongko

dalam kegiatan pelestarian memerlukan strategi. Melalui penelitian ini dapat

dilihat bahwa kinerja suatu strategi dapat ditentukan oleh kombinasi beberapa

faktor berbagai dimensi. Pelestarian ekosistem mangrove memerlukan proses

analisis yang berkesinambungan dan dapat mengakomodir semua aspek yang

berkaitan didalamnya. Dimensi pembangunan berkelanjutan seperti ekologi,

ekonomi, sosial, dan governance diarahkan untuk menuju ke pengelolaan

ekosistem mangrove. Data pendukung yang telah diperoleh dari masing-masing

indikator pembangunan berkelanjutan akan membantu dalam pembuatan strategi

pelestarian ekosistem mangrove yang terdapat di Desa Blongko. Setelah strategi

pelestarian ekosistem mangrove dibuat maka penjabaran masing-masing strategi

ini diperlukan untuk mengatasi berbagai ancaman dan kendala dalam pelestarian

ekosistem mangrove di Desa Blongko.

Page 35: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

59

Faktor Penyebab Kerusakan Ekosistem Mangrove

Pemanfataan ekosistem mangrove yang bersifat destruktif

Tingkat kerusakan mangrove yang diakibatkan oleh kegiatan antropogenik

lebih besar dibandingkan oleh gejala alam. Penebangan hutan mangrove oleh

masyarakat diakibatkan meningkatnya kebutuhan kayu bakar ditengah mahalnya

bahan bakar minyak (BBM). Selain itu mangrove juga digunakan sebagai bahan

untuk pengawetan tali untuk keperluan perahu ataupun kapal, dan lebih ironis lagi

mangrove ditebang hanya untuk membuat jalan masuk bagi perahu masyarakat.

Kawasan mangrove Desa Blongko sering dijadikan lahan untuk tempat

pembuangan sampah, bahkan beberapa rumah tangga yang belum memiliki

fasilitas MCK menggunakan kawasan mangrove sebagai tempat membuang hajat.

Pengambilan kayu oleh masyarakat melalui wawancara dari responden

mengindikasikan bahwa pemanfaatan kayu oleh masyarakat masih menjadi

alternatif dalam pemenuhan keperluan rumah tangga. Dari 100 responden 43

orang masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar, pemakaian kayu setiap

bulannya dapat mencapai 3 – 4 karung. Penggunaan kayu oleh masyarakat

diakibatkan oleh ketidakmampuan masyarakat untuk membeli minyak tanah

sebagai bahan bakar. Yang lebih memprihatinkan 76% dari jumlah responden

tidak memiliki tempat pembuangan sampah dan menjadikan ekosistem mangrove

sebagai tempat sampah. Setiap harinya sekitar 3 – 4 Kg sampah organik dan

nonorganik dibuang pada ekosistem mangrove. Budaya masyarakat yang belum

menyadari akan fungsi ekosistem mangrove ini telah berlangsung lama bahkan

sudah turun temurun.

Satwa yang memiliki nilai tinggi untuk dieksploitasi seperti burung maleo

terancam keberadaannya di daerah pesisir Desa Blongko. Telur burung maleo

biasanya dikonsumsi dan oleh sebagian masyarakat dipercaya dapat mengobati

berbagai macam penyakit. Kepiting bakau dan beberapa jenis kerang yang hidup

didaerah mangrove sering juga diambil untuk dikonsumsi ataupun dijual.

Bahayanya pengambilan fauna dan satwa yang ada di tempat ini menggunakan

cara-cara yang destruktif dan tidak memperhatikan daya regenerasi dari biota-

biota yang dimanfaatkan. Penurunan jumlah satwa yang ada pada ekosistem

mangrove sangat dirasakan oleh masyarakat yang sering memanfaatkannya. Salah

Page 36: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

60

satu contoh adalah menurunnya jumlah hasil tangkapan kepiting bakau, udang,

dan kerang darah. Empat puluh dua persen dari jumlah responden mengatakan

bahwa pada tahun-tahun sebelumnya jumlah tangkapan kepiting bakau dalam dua

hari menggunakan lima perangkap dapat mencapai 5 – 7 Kg sedangkan pada masa

sekarang hanya bisa mencapai 2 – 4 Kg. Penyebab penurunan hasil tangkapan ini

adalah rusaknya habitat dan intensitas pemanfaatan yang tinggi oleh masyarakat.

Masyarakat belum memahami pentingnya regenerasi suatu biota dalam suatu

ekosistem.

Abrasi, Erosi, Sedimentasi, dan Intrusi Air Laut

Abrasi yang terjadi di Desa Blongko selain diakibatkan oleh gejala alam,

faktor lain dikarenakan hilangnya mangrove yang dulunya ada di barisan depan

pantai sebagai salah satu penahan aksi laut. Abrasi yang terjadi pada pantai Desa

Blongko dapat dilihat pada Lampiran 2. Abrasi pantai di desa pada tahun 2007

telah mendekati pemukiman warga.

Erosi pada daerah perbukitan dan sekitar sungai lebih diakibatkan oleh

ulah manusia yang membuka lahan tanpa memperhatikan lingkungan. Erosi ini

dapat dilihat pada beberapa bagian di tepian sungai yang sampai saat ini masih

sering terjadi. Akibat dari penggundulan lahan dan erosi, sedimentasi pada daerah

pesisir desa tidak dapat dihindarkan.

Sedimentasi dapat menjadi ancaman bukan saja terhadap ekosistem

mangrove tetapi juga terhadap ekosistem pesisir lainnya seperti pada terumbu

karang dan padang lamun. Sedimentasi ini juga mengakibatkan pendangkalan dan

penyempitan aliran sungai, yang berdampak pada geometri ruang aliran sungai

yang mempunyai fungsi untuk menahan material dari hulu. Kecepatan arus dari

hulu akan meningkat seiring dengan penyempitan dan pendangkalan aliran

sungai.

Selain ketiga hal tadi, intrusi air laut melalui akuifer tanah ke sumur-sumur

milik masyarakat mulai dirasakan. Oleh masyarakat sekitar peningkatan kadar

garam di sumur-sumur milik masyarakat mulai meresahkan, sebelumnya air

sumur-sumur ini digunakan untuk keperluan memasak, mandi, dan lainnya tetapi

pada saat ini air ini hanya digunakan untuk mencuci saja. Selain oleh gejala yang

ditimbulkan alam, kerusakan ekosistem mangrove dan pembukaan lahan

Page 37: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

61

perbukitan untuk kegiatan perkebunan menyebabkan abrasi, erosi, dan

sedimentasi.

Peningkatan jumlah penduduk

Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun di Desa Blongko

diakibatkan oleh peningkatan angka kelahiran dan penambahan jumlah pendatang

(Gambar 4). Bertambahnya jumlah penduduk maka akan mendorong peningkatan

kebutuhan manusia itu sendiri. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya

kegiatan di sektor pertanian, perikanan, dan kehutunan. Jumlah penduduk yang

bekerja di sektor pertanian dan perkebunan mencapai 65,40% dari total jumlah

penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan peningkatan

daya dukung lingkungan alam yang sifatnya terbatas hal ini yang menjadi kendala

dalam pengelolaan. Terjadinya konflik pemanfaatan antar sektor menyebabkan

penurunan kuantitas dan kualitas potensi sumberdaya alam. Dengan meningkatnya

pemanfaatan sumberdaya di sektor pertanian, dampak langsung terhadap

lingkungan dan ekosistem pesisir adalah sedimentasi dan erosi. Penyebab masalah

peningkatan jumlah penduduk adalah kurangnya sosialisasi tentang pentingnya

program keluarga berencana (KB) dan minimnya fasilitas juga tenaga penyuluh

kesehatan di desa ini.

Rendahnya pemahaman masyarakat tentang ekosistem mangrove

Pemahaman masyarakat akan fungsi dan peran ekosistem mangrove di

wilayah pesisir Desa Blongko sampai saat ini masih tergolong rendah. Hal ini

diindikasikan oleh minimnya pengetahuan masyarakat akan fungsi ekologi dan

ekonomi ekosistem mangrove, baik itu manfaat langsung ataupun tidak langsung.

Rendahnya pemahaman masyarakat ini disebabkan oleh tidak meratanya sosialisi

dan pelatihan masyarakat dalam pelestarian ekosistem mangrove. Pelibatan

masyarakat dalam program-program pelestarian biasanya diambil dari masyarakat

yang berada di sekitar kantor desa ataupun orang-orang terdekat dari aparat desa.

Terbatasnya pengetahuan akan ekosistem mangrove memberi kesan pada

masyarakat bahwa ekosistem mangrove adalah ekosistem yang kurang berguna

dan kurang memberikan manfaat bagi mereka. Oleh sebagian masyarakat

mangrove hanya dijadikan tempat untuk membuang sampah bahkan hajat, tentu

saja hal ini memberikan dampak negatif terhadap ekosistem mangrove. Selain itu

Page 38: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

62

dampak aktivitas masyarakat ini juga berdampak pada kesehatan lingkungan pada

umumnya dan kesehatan masyarakat khususnya.

Kendala Pelaksanaan Pelestarian Ekosistem Mangrove

Dualisme masyarakat tentang daerah perlindungan laut

Adanya pemahaman yang berbeda tentang konsep DPL membuat beberapa

program DPL selalu menimbulkan konflik di masyarakat. Pelibatan masyarakat

yang tidak merata membuat pihak yang diikut sertakan menjadi pihak oposisi

terhadap semua kebijakan yang dibuat. Pihak oposisi adalah pihak yang selalu

merasa kurang dilibatkan dalam kegiatan yang dilakukan oleh pengelola DPL, hal

ini membuat pihak ini merasa tidak bertanggungjawab terhadap DPL yang ada.

Dari responden yang dipilih 60% tidak dilibatkan dalam proses pembentukan DPL

dan perencanaan program di Desa Blongko. Biasanya yang mewakili masyarakat

adalah pemuka-pemuka agama, tokoh masyarakat dan aparat desa. Hal ini

membuat sebagian masyarakat merasa kurang dilibatkan dalam proses

perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring untuk semua program di DPL.

Pelibatan masyarakat yang tidak merata diakibatkan oleh minimnya dana

operasional pada saat suatu kegiatan dilaksanakan. Padahal oleh sebagian

masyarakat keikutsertaan mereka dalam suatu proses pembelajaran tentang

pengelolaan sumberdaya pesisir adalah hal yang tidak menuntut upah,

kesenjangan ini terjadi karena pendekatan terhadap masyarakat oleh pihak

penyelenggara belum bisa mengakomodir seluruh aspirasi dan pola pikir

masyarakat. Ketidaksiapan masyarakat untuk mengelola secara mandiri DPL yang

telah dibuat disebabkan oleh belum adanya inisiatif untuk memperoleh dana demi

keberlanjutan program-program DPL. Hal ini membuat Desa Blongko lebih

banyak menggantungkan biaya operasional dari bantuan Pemda, LSM, Perguruan

Tinggi, dan sumber dana yang lainnya. Adanya sikap pro dan kontra pada

masyarakat membuat aparat desa tidak bisa mengambil kebijakan untuk

pengadaan biaya operasional dari masyarakat. Biaya pemeliharan dan pengawasan

DPL ini sebenarnya tidak besar, hanya masyarakat belum terbiasa dengan situasi

dan kondisi dimana masyarakat harus mampu mengelola DPL secara mandiri.

Selain hal-hal di atas, ketidaksabaran masyarakat dalam menunggu hasil dari DPL

seperti peningkatan hasil tangkapan dan peningkatan kesejahteraan, membuat

Page 39: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

63

masyarakat memilih untuk kembali memanfaatkan sumberdaya pesisir yang ada

tanpa memperhitungkan daya dukung sumberdaya tersebut.

Kegagalan dalam program penanaman mangrove

Kesalahan pemilihan bibit dan tempat penanaman membuat usaha

restorasi kawasan mangrove kurang berhasil. Hanya sekitar 20% mangrove yang

ditanam bertahan hidup sampai sekarang. Selain itu belum tersedianya bibit

mangrove di desa ini membuat bibit-bibit mangrove harus didatangkan dari

daerah lain dengan biaya yang relatif mahal. Kurangnya informasi ilmiah untuk

dalam program rehabilitasi mangrove membuat kegagalan penanaman mangrove

desa ini sering terjadi. Evaluasi dan monitoring yang rendah terhadap program ini

membuat tingkat keberhasilan suatu usaha rehabilitasi sangat kecil.

Rendahnya tingkat pendidikan dan kemiskinan

Tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah di Desa Blongko

mengakibatkan masyarakat desa ini tidak memiliki pilihan lain selain

mengeksploitasi sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dengan pengetahuan yang rendah tentang pentingnya suatu keberlanjutan

pengelolaan membuat masyarakat tidak memikirkan dampak yang dapat menjadi

ancaman bagi ketersedian sumberdaya tersebut dimasa yang akan datang.

Lemahnya hukum dan kelembagaan

Sampai sejauh ini tindakan yang diberikan oleh pengelola DPL terhadap

pelanggar aturan di DPL hanya sebatas teguran. Peraturan yang ada dipandang

hanya sebagai peraturan desa yang lemah kekuatan hukumnya dibandingkan

dengan peraturan pemerintah ataupun undang-undang. Ketidakjelasan status

hukum dan daerah konservasi membuat DPL ini lemah dimata hukum. Hal ini

memperlihatkan bahwa kondisi sistem hukum, norma, dan peraturan masih sangat

lemah. Kegiatan masyarakat seperti membuang sampah, menebang pohon, dan

kegiatan yang bersifat destrukif lainnya masih sering dilakukan. Banyak alasan

yang diberikan oleh masyarakat yang melakukan kegiatan diatas, antara lain

adalah untuk pemenuhan kebutuhan hidup ataupun pengembangan kegiatan

perkebunan. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara sumberdaya

pada ekosistem mangrove dan budaya masyarakat. Budaya yang berkembang di

Page 40: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

64

masyarakat Desa Blongko belum bisa mengimbangi potensi sumberdaya yang

dimilikinya, akibatnya kemiskinan dan kerusakan lingkungan terus-menerus

terjadi dan tidak bisa dihindari.

Kurangnya informasi ilmiah mengenai kondisi dan potensi sumberdaya pesisir dan arah pengelolaannya.

Informasi ilmiah tentang kondisi dan potensi sumberdaya pesisir Desa

Blongko dirasakan masih kurang. Hal ini dilihat dari tidak adanya data dan

informasi yang akurat tentang tingkat pemanfaatan sumberdaya dan daya dukung

suatu ekosistem. Selain itu informasi valuasi ekonomi dari masing-masing

ekosistem alam belum tersedia di desa ini. Informasi yang dibutuhkan untuk arahan

pengelolaan bukan saja informasi populasi dan ekosistem melainkan informasi

mengenai faktor-faktor yang mengancam kelestarian suatu ekosistem, terutama

yang berasal dari kegiatan antropogenik. Selain itu pertukaran informasi antara

masyarakat, instansi pemerintah, dan peneliti dari perguruan tinggi belum tercipta

dengan baik. Masyarakat sering dianggap sebagai objek penelitian sehingga untuk

memperoleh informasi masyarakat sering dinomor duakan, padahal masyarakat

adalah pihak yang paling merasakan dampak dari suatu permasalahan yang hadapi.

Begitu juga ketersediaan data yang ada di tingkat kabupaten/Provinsi, berbagai

instansi dan departemen tidak bersifat informatif sehingga kebutuhan akan data

untuk suatu arahan pengelolaan jarang ditemukan.

Masalah antara pembangunan dan konservasi

Masalah antara pembangunan dan konservasi yang ada di Desa Blongko

terjadi pada sektor perkebunan dan konservasi sumberdaya pesisir. Sukardjo (2002)

menyatakan bahwa kerusakan mangrove di Indonesia juga diakibatkan oleh adanya

industri pada bagian hulu sungai yang membuang limbah ke sungai. Selain itu

pembukaan lahan perkebunan mengakibatkan erosi dan sedimentasi pada aliran

sungai dan muara sungai. Disatu pihak, pengembangan kegiatan perkebunan sangat

dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi masyarakat, tetapi di pihak lain

berdampak terhadap ekosistem pesisir yang lainnya. Sebagai ekosistem yang tidak

memberikan keuntungan langsung terhadap pembangunan, ekosistem mangrove

sering dianggap lahan yang tidak potensial, asumsi ini mengakibatkan ekosistem

mangrove sering diabaikan apabila terkena dampak pembangunan, padahal nilai

Page 41: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

65

intrinsik ekosistem ini sangat besar baik itu daerah pemijahan dan asuhan ikan,

penyuplai nutrien ke perairan, penyerap bahan beracun, dan pelindung pantai dari

aksi laut.

Belum adanya penataan ruang pesisir

Pengelolaan pesisir tidak terlepas dari penataan ruang suatu kawasan.

Ancaman terhadap sumberdaya pesisir dapat diminimalkan dengan adanya

penataan ruang. Kawasan Desa Blongko yang memiliki topografi yang bervariasi

membuat kawasan ini memerlukan suatu penataan ruang dalam pemanfaatan

lahan agar dapat meminimalkan dampak terhadap lingkungan dan sumberdaya

yang ada. Pengelolaan sumberdaya yang bersifat sektoral dan tidak terpadu akan

berdampak pada kerusakan terhadap sumberdaya itu sendiri dan menimbulkan

adanya konflik pemanfaatan. Masing-masing pihak baik di sektor perkebunan

ataupun perikanan mempunyai perencanaan sendiri-sendiri dalam

pengembangannya, hasilnya terjadi perbedaan tujuan, sasaran, dan rencana

pengelolaan, ini akan memicu terjadinya konflik lintas sektoral dan tumpang

tindih pengelolaan wilayah pesisir.

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian ekosistem mangrove

Rendahnya partisipasi masyarakat erat kaitannya dengan pemahaman

masyarakat akan fungsi dan peran mangrove pada suatu ekosistem pesisir.

Seseorang akan turut serta dalam suatu kegiatan yang bersifat partisipatif apabila

orang itu mengerti akan tujuan dan manfaat dari kegiatan tersebut. Dari informasi

yang diperoleh, partisipasi masyarakat Desa Blongko dari tahap perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat Desa

Blongko masuk dalam kategori yang rendah. Hal ini tentu saja menjadi kendala

yang berarti bagi pengembangan dan pelaksanaan program pelestarian ekosistem

mangrove itu sendiri.

Faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove serta kendala yang

dihadapi dalam pelaksanaan ekosistem mangrove menggambarkan begitu

kompleksnya masalah yang dihadapi Desa Blongko. Indikator keberhasilan

tujuan, strategi, dan kegiatan pengelolaan DPL Desa Blongko akan dinilai dari

empat dimpensi pembangunan wilayah pesisir, dimensi-dimensi itu antara lain

Page 42: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

66

adalah dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi ekologi, dan dimensi pengaturan

(governance). Tabel 19 menyajikan indikator pembangunan berkelanjutan yang

ada di Desa Blongko.

Tabel 19. Indikator Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Ekosistem Mangrove

Dimensi Indikator Bobot Keterangan Nilai Skor

Ekonomi Pendapatan masyarakat Produksi perikanan Investasi di sektor perikanan

5 3 2

Pendapatan masyarakat Desa Blongko tergolong rendah apabila dihubungkan dengan meningkatnya kebutuhan primer rumah tangga saat ini. Pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya DPL tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan. Hasil tangkapan ikan ataupun biota di ekosistem mangrove mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jumlah kapal penangkapan ikan jenis pukat cincin menurunan akibat kenaikan BBM dan mahalnya biaya operasional.

B

C

C

10 3 2

Jumlah 15 Ekologi Vegetasi mangrove

Kerusakan lingkungan pesisir Kualitas perairan Hasil tangkapan dan kelimpahan spesies target. Dampak pemanfaatan

3 3 2 1 1

Masih adanya indikasi kerusakan ekosistem mangrove. Indikasi terjadinya abrasi dapat dilihat dari peningkatan jangkauan aksi laut ke arah darat. Erosi pada sempadan sungai dan sedimentasi masih terlihat di sepanjang sungai dan intrusi air laut mencapai ke sumur-sumur masyarakat. Perairan ekosistem mangrove masih baik dan mendukng kehidupan biota yang berasosiasi didalamnya Penangkapan biota dan ikan pada sekitar ekosistem mangrove mengalami penurunan baik kuantitas dan kualitas. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya jumlah tangkapan kepiting bakau dan kerang darah serta burung maleo dan monyet hitam Penebangan dan pembuangan limbah rumah tangga ke ekosistem mangrove masih terjadi..

C

C

A

C

C

3 3 6 1 1

Jumlah 14 Sosial Pemahaman akan

ekosistem mangrove Tingkat pendidikan formal Pemahaman akan kesehatan dan lingkungan Peningkatan jumlah penduduk

4 3 2 1

Masih tergolong rendah karena kurangnya sosialisasi, evaluasi, dan monitoring. Jumlah masyarakat yang tidak tamat SD serta banyaknya anak yang putus sekolah masih cukup tinggi. Minimnya sarana dan prasarana kesehatan serta keterbatasan tenaga medis membuat masyarakat kurang mendapat pelayanan kesehatan. Indikasi lainnya adalah anak-anak di desa ini masih banyak yang kekurangan gizi. Meningkatnya jumlah penduduk membuat tekanan terhadap ekosistem semakin besar.

C

C

C

C

4 3 2 1

Jumlah 10 Pengaturan (Governance)

Partisipasi masyarakat Ketaatan terhadap peraturan DPL

6 4

Minimnya pengetahuan dan pemahaman, serta dualisme masyarakat tentang DPL membuat partisipasi masyarakat masih rendah. Indikasi adanya penurunan ketaatan terhadap peraturan yang ada di DPL terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini,dapat dilihat dari kegiatan pemanfaatan yang bersifat destruktif di ekosistem mangrove. Hal ini meningkat seiring dengn kenaikan harga barang dan BBM. Selain itu setelah proyek pesisir berakhir pihak pngelola DPL kurang memperhatikan pelanggaran di DPL.

C

C

6 4

Jumlah 10 Keterangan : A = Membaik, B = Konstan/tetap, C = Menurun/memburuk.

Page 43: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

67

Strategi pelestarian ekosistem mangrove Desa Blongko

Dengan melihat indikator pembangunan berkelanjutan pada sumberdaya

ekosistem mangrove maka tindak lanjutnya adalah membuat alternatif strategi

pelestarian untuk meminimalkan kerusakan mangrove dan kendala yang telah

dianalisis sebelumnya. Hasil analisis terhadap semua indikator tersebut dapat

menggambarkan kondisi ekosistem mangrove dan pengelolaannya saat ini. Untuk

dimensi yang semakin memburuk kondisinya maka tindakan-tindakan perbaikan

harus segera dilakukan untuk mencegah meluasnya dampak, sebaliknya untuk

dimensi yang konstan/membaik, maka program-program pemeliharaan dan

pengembangan harus terus dikembangkan. Hal ini diharapkan dapat

meminimalkan ancaman dan kendala dalam pelestarian ekosistem mangrove.

Strategi yang digunakan dalam mengatasi masalah ini yaitu :

pengembangan sumberdaya manusia, perlindungan dan pelestarian sumberdaya

alam, serta penegakan hukum dan kelembagaan di Desa Blongko. Ketiga strategi

besar ini dijabarkan dalam beberapa alternatif strategi pelestarian. Dari skor yang

diperoleh maka dimensi sosial dan pengaturan (governance) mendapatkan

peringkat pertama dalam penentuan alternatif strategi pelestarian ekosistem

mangrove, diikuti dengan dimensi ekonomi dan ekologi.

Beberapa alternatif strategi pelestarian ekosistem mangrove adalah sebagai

berikut :

1. Strategi pelestarian pada dimensi sosial

a) Peningkatan pemahaman tentang ekosistem mangrove melalui

pendidikan dan keagamaan serta peningkatan partisipasi masyarakat.

Pengembangan teknologi berwawasan lingkungan di sektor pertanian

dan perikanan untuk menghindari kerusakan ekosistem dan konflik

pemanfaatan.

b) Pengembangan potensi wisata bahari khususnya wisata rohaniah.

2. Strategi pelestarian pada dimensi pengaturan (governance)

a) Merevisi peraturan tentang DPL dengan didasari oleh undang-undang

pendukung Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-ulau kecil.

Page 44: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

68

b) Evaluasi dan pengawasan terhadap program dan kegiatan pengelolaan

sumberdaya pesisir serta aturan yang telah ditetapkan untuk menjaga

dan melestarikan ekosistem mangrove.

3. Strategi pelestarian pada dimensi ekologi

a) Penataan ruang pesisir untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang

serta menekan laju kerusakan lingkungan akibat kegiatan manusia.

b) Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak dengan melibatkan

masyarakat dalam pelaksanaannya.

4. Strategi pelestarian pada dimensi ekonomi

a) Pengembangan usaha alternatif di sektor perkebunan dan perikanan

b) Pelibatan pihak swasta dan pemerintah dalam pengembangan usaha di

bidang perkebunan, perikanan, dan wisata.

Hasil analisis strategi pelestarian ekosistem mangrove di atas

menunjukkan bahwa konsep daerah perlindungan laut yang ada di Desa Blongko

masih perlu dibenahi untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam

kegiatan-kegiatan pelestarian ekosistem mangrove. Hal ini terlihat dari kurangnya

kesadaran masyarakat akan arti pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan

dan sumberdaya yang ada. Partisipasi masyarakat sampai saat ini tergantung pada

kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh pemerintah ataupun LSM, sehingga

kemandirian yang direncanakan pada awal pembuatan DPL belum tercapai.

Pengembangan Sumberdaya Manusia

Pendekatan melalui pembelajaran dengan memberikan bentuk pada sebuah

program yang dirancang dan komitmen untuk melestarikan ekosistem mangrove

dapat dilakukan dengan peningkatan partisipasi masyarakat. Sampai saat ini

inisiatif untuk kegiatan-kegiatan pelestarian mangrove seperti penanaman

kembali dan loka karya masih diprakarsai oleh pemerintah dan LSM. Selain itu

juga kegiatan ini hanya menitik beratkan kepada penanaman mangrove.

Pengembangan potensi yang dimiliki oleh Desa Blongko dapat dilakukan

dengan beberapa strategi. Panorama pantai dan keanekaragaman sumberdaya yang

dimiliki desa ini dapat menjadi modal dalam pengembangan wisata bahari.

Ketersedian lahan dan keinginan masyarakat untuk menigkatkan pendapatan dapat

dijadikan pemicu untuk pengembangan disektor ini. Kegiatan wisata di Desa ini

Page 45: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

69

dapat berupa wisata religi dan wisata ilmiah. Alasan pemilihan kedua kegiatan

wisata ini adalah dampak terhadap lingkungan dan sumberdaya yang ada.

Tekanan yang diberikan akibat dari kedua kegiatan wisata tersebut masih dapat

ditoleransi dan dikendalikan dibandingkan kegitan wisata lain. Perbaikan

infrastruktur, ketersedian sarana dan prasarana untuk umum, ketersediaan air

bersih, dan keamanan adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pengembangan kawasan wisata ini. Pendampingan pemerintah daerah dan pihak

swasta untuk menunjang kegiatan ini dirasakan sangat penting mengingat masih

minimnya sumberdaya manusia yang ada di desa ini.

Peningkatan pendapatan bagi masyarakat yang bermata pencaharian

nelayan merupakan salah satu strategi penting dalam pelestarian ekosistem

mangrove. Pengembangan di sektor perikanan antara lain dilakukan dengan cara

pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan, pembelajaran tentang cara

penangkapan ikan yang tidak merusak lingkungan, penambahan armada

penangkapan, ketersediaan bahan bakar minyak dan teknik pemasaran. Sampai

saat ini teknik penangkapan ikan masih bersifat tradisional dan sangat tergantung

pada musim dan keadaan bulan. Keterbatasan teknologi mengakibatkan daerah

penangkapan ikan tidak jauh dari tempat tinggal, hal ini untuk mengurangi

pengeluaran yang besar terhadap bahan bakar. Beberapa cara penangkapan seperti

penggunaan panah dan teknik penggunaan bubu yang salah masih sering dijumpai

di desa ini padahal secara tidak langsung hal ini menjadi ancaman terhadap

kelestarian ekosistem pesisir. Minimnya pengetahuan akan fungsi dari terumbu

karang mengakibatkan masyarakat masih menggunakan cara-cara yang merusak

untuk mendapatkan ikan atau biota lainnya yang hidup pada daerah pesisir.

Kegiatan di sektor perikanan yang ada di desa ini hanya pada perikanan

tangkap saja. Kegiatan seperti pengolahan hasil perikanan dan budidaya belum

terlihat ada di desa ini. Alternatif strategi untuk pengembangan sektor perikanan

adalah pelatihan tentang pengembangan budidaya rumput laut dan

pengembangan tambak udang. Pengembangan kedua alternatif kegiatan perikanan

ini didasarkan pada posisi geografis desa yang kurang mendapat pengaruh dari

aktifitas laut seperti arus dan gelombang. Selain itu pencemaran yang ada di desa

ini masih belum berpengaruh besar terhadap lingkungan perairan yang ada. Lokasi

Page 46: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

70

budidaya rumput yang disarankan adalah daerah di depan zona inti.

Keterlindungan dari arus dan kualitas perairan yang masih baik memungkinkan

kegiatan budidaya ini dikembangkan di desa ini. Selain itu pengembangan tambak

dengan pendekatan rekayasa terhadap ekosistem mangrove diharapkan dapat

menjadi solusi alternatif dalam pengembangan sektor perikanan di desa ini. Mina

hutan sebagai salah satu alternatif rekayasa ekologi memiliki peranan penting

dalam pelestarian ekosistem mangrove di samping nilai manfaat yang harapkan

juga tinggi. Beberapa pola tambak yang ada di Indonesia seperti pola empang

parit dan pola komplangan dirasakan dapat diterapkan pada daerah ini. Tentu saja

untuk menerapkan semua alternatif strategi ini diperlukan kajian yang lebih

mendalam tentang semua dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan ini.

Kemampuan daya dukung lingkungan terhadap perubahan yang nantinya akan

diberikan pada daerah ini, menjadi salah satu pertimbangan dalam pengembangan

strategi ini. Bantuan serta pendampingan dari pemerintah sangat dibutuhkan

dalam kegiatan ini, selain itu pelibatan pihak swasta juga dapat memberikan

kontribusi yang berarti dalam pengembangan di sektor perikanan yang ada di

Desa Blongko.

Perkebunan yang menjadi sektor andalan desa ini, sektor ini memberikan

tekanan yang cukup besar bagi lingkungan dan sumberdaya yang ada.

Keterbatasan teknologi dan pengetahuan membuat kegiatan perkebunan desa ini

belum maksimal. Diharapkan dengan penataan ruang di desa ini maka dapat

meminimalkan tekanan terhadap ekosistem yang ada. Masalah sedimentasi dan

erosi yang terjadi terus menerus diakibatkan pembukaan lahan yang tidak

memperhatikan kontur tanah. Daerah perkebunan yang terletak pada daerah bukit

membuat tingkat sedimentasi sangat tinggi pada muara sungai. Pengembangan

usaha alternatif selain kopra dan cengkih dapat dilakukan dengan cara

pengembangan pembuatan nata de coco. Alternatif usaha ini dapat dikembangkan

mengingat potensi kelapa yang ada di desa ini sangat besar dibandingkan

komoditi lain. Usaha ini tidak memerlukan modal yang besar dan pemasarannya

mudah untuk dilakukan. Bahan dasar dari pembuatan nata de coco adalah air

kelapa. Karena keterbatasan informasi dan teknologi sampai saat ini air kelapa

belum digunakan dan hanya menjadi limbah dari pembuatan kopra. Selain itu

Page 47: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

71

pengembangan pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) didesa ini masih belum

terlihat padahal produk ini menjadi konsumsi masyarakat dunia sebagai suplemen

makanan. Harganya yang mahal membuat beberapa tempat di Indonesi telah

memulai untuk mengembangkan produk ini. Bahan dasar dari pembuatan VCO ini

adalah buah kelapa. Pengembangan beberapa alternatif usaha untuk

pengembangan diesektor perkebunan ini tentunya dengan memperhatikan

beberapa kriteria dalam pelaksanaannya. Kegitatan ini harus mampu

meminimalkan dampak terhadap ekosistem dan sumberdaya alam yang ada serta

mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di Desa Blongko.

Beberapa usaha alternatif pengembangan potensi yang ada di desa ini

diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat Desa Blongko. Secara

tidak langsung hal ini dapat mengurangi tekanan langsung terhadap ekosistem

mangrove. Peningkatan kesejahteraan diikuti dengan pengurangan angka

kemiskinan serta meningkatnya tingkat pendidikan menjadi tujuan jangka panjang

dari alternatif usaha-usaha ini.

Penegakan Hukum dan Kelembagaan

Pelibatan seluruh masyarakat diharapkan dapat mengurangi adanya

kecemburuan sosial dikalangan masyarakat dan penerapan semua kebijakan yang

disepakati tidak menimbulkan adanya perbedaan persepsi dan konflik di

masyarakat. Dasar pertimbangan dari pembuatan peraturan desa didasari pada

beberapa undang-undang yang ada seperti undang-undang pengelolaan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil (UU No.27 Tahun 2007), undang-undang tentang

penataan ruang (UU No.26 Tahin 2007), undang-undang kehutanan, dan undang-

undang lain yang dirasakan relevan untuk dijadikan dasar pertimbangan

pembuatan peraturan desa. Peraturan ini mempunyai tujuan untuk mengurangi

tekanan terhadap seluruh sumberdaya alam yang ada dipesisir Desa Blongko

khususnya ekosistem mangrove. Merevisi peraturan desa yang mengatur tentang

pemanfaatan sumberdaya ekosistem mangrove yang lestari dan bekelanjutan

adalah suatu langkah bijak dalam hal penegakan hukum dan penguatan

kelembagaan. Hal ini didukung oleh adanya kewenangan desa dalam membuat

peraturan desa melalui rapat desa yang melibatkan seluruh masyarakat

Page 48: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Blongko 4... · Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok ... 2004, dan 2006 data jumlah penduduk

72

Perlindungan Dan Pelestarian Sumberdaya Alam

Pelestarian ekosistem mangrove tidak terlepas dari partisipasi masyarakat

untuk ikut dalam setiap kegiatan yang telah diprogramkan. Rehabilitasi kawasan

mangrove yang adalah bagian dari tahap perencanaan dalam pengelolaan DPL

menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari pengelolaan sumberdaya alam

desa ini. Pelaksanaan rehabilitasi mangove harus melibatkan seluruh masyarakat

yang ada di Desa Blongko. Pentingnya pengetahuan tentang cara penanaman

mangrove yang baik untuk menghindari kegagalan dalam penanaman dilakukan

dengan cara pembelajaran bersama seluruh masyarakat tentang cara penanaman,

pemilihan bibit, penentuan lokasi sampai pada pemeliharaan mangrove.

Evaluasi dan pengawasan terhadap semua program serta rencana kegiatan

pengelolaan sumberdaya pesisir adalah bagian penting yang harus dilakukan. Hal

ini untuk menilai seberapa jauh keberhasilan suatu program yang dijalankan

untuk mengurangi kerusakan ekosistem pada umumnya dan mangrove khususnya.

Selah satu kelemahan pada DPL Blongko adalah kurangnya evaluasi terhadap

semua program yang telah dibuat selama ini. Kedepannya diharapkan semua

program yang akan dijalankan akan dievaluasi secara berkala. Evaluasi ini akan

memberikan gambaran tentang sejauh mana program ini memberikan dampak

terhadap masyarakat sebagai pelaksana program dan ekosistem mangrove sebagai

objek yang dilestarikan.