HARMONISASI ANTARA FAKTOR SOSIAL.docx

5
HARMONISASI ANTARA FAKTOR SOSIAL, LINGKUNGAN, DAN EKONOMI DALAM PENGELOLAAN SDA (STUDI ANALISIS PENERAPAN PASAL 4 UU SDA PADA PERUSAHAAN AIR MINUM DI KOTA MOJOKERTO) Air memiliki posisi sentral dan merupakan jaminan keberlangsungan kehidupan manusia. Air yang keberadaannya merupakan amanat dan karunia sang Pencipta untuk dimanfaatkan juga seharusnya dijaga kelestariannya demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Maka pengelolaan dan penguasaan dan pemilikan atas sumber-sumber air seharusnya juga diusahakan bersama. Melihat pentingnya fungsi air bagi kehidupan dan keberlangsungan manusia dan kesadaran bahwa selamanya air akan menjadi barang publik karena harus dikuasasai oleh Negara, hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Dasar 45 pasal 33 ayat 3 Ayat (3) : "Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." Namun seiring dengan proses berjalannya pemerintahan ternyata Negara belum mampu mengelola sumberdaya air tersebut. Hal itu mendorong pemerintah mengeluarkan UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan. Penguasaan negara pemerintah untuk mengelola sendiri persoalan pengelolaan sumberdaya air ternyata menimbulkan persoalan tersendiri, karena terbukti bahwa Negara tidak mempunyai sumberdaya yang memadai untuk pengelolaan tersebut. Maka pemerintah- pun beralih ke paham selanjutnya yaitu meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya air tersebut. Mulai awal tahun 1980-an tampak upaya dilakukan pemerintah untuk mendorong dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air, khususnya

Transcript of HARMONISASI ANTARA FAKTOR SOSIAL.docx

Page 1: HARMONISASI ANTARA FAKTOR SOSIAL.docx

HARMONISASI ANTARA FAKTOR SOSIAL, LINGKUNGAN, DAN EKONOMI DALAM PENGELOLAAN SDA

(STUDI ANALISIS PENERAPAN PASAL 4 UU SDA PADA PERUSAHAAN AIR MINUM DI KOTA MOJOKERTO)

Air memiliki posisi sentral dan merupakan jaminan keberlangsungan kehidupan manusia. Air yang keberadaannya merupakan amanat dan karunia sang Pencipta untuk dimanfaatkan juga seharusnya dijaga kelestariannya demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Maka pengelolaan dan penguasaan dan pemilikan atas sumber-sumber air seharusnya juga diusahakan bersama. Melihat pentingnya fungsi air bagi kehidupan dan keberlangsungan manusia dan kesadaran bahwa selamanya air akan menjadi barang publik karena harus dikuasasai oleh Negara, hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Dasar 45 pasal 33 ayat 3 Ayat (3) : "Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

Namun seiring dengan proses berjalannya pemerintahan ternyata Negara belum mampu mengelola sumberdaya air tersebut. Hal itu mendorong pemerintah mengeluarkan UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan. Penguasaan negara pemerintah untuk mengelola sendiri persoalan pengelolaan sumberdaya air ternyata menimbulkan persoalan tersendiri, karena terbukti bahwa Negara tidak mempunyai sumberdaya yang memadai untuk pengelolaan tersebut. Maka pemerintah-pun beralih ke paham selanjutnya yaitu meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya air tersebut.

Mulai awal tahun 1980-an tampak upaya dilakukan pemerintah untuk mendorong dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air, khususnya dalam sektor sub-irigasi dan penyediaan air bersih. Setelah itu pada dekade 1990-an, upaya menarik minat dan menggandeng swasta dalam sektor pengairan tampak semakin gencar dilakukan. Upaya penarikan pihak swasta terhadap pengelolaan SDA tidaklah terlepas dari kebijakan pemerintahan orde baru.

Pada masa reformasi melahirkan UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Undang-undang, ini mencoba mengatur pengelolaan air lebih terpadu, memperhatikan fungsi konservasi, dan menawarkan mekanisme penyelesaian yang adil atas konflik pemanfaatan air, namun pada kenyataannya Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air tersebut tampak didominasi oleh kepentingan ekonomis, air yang seharusnya memiliki fungsi sosial dan seharusnya dikuasai dan dikelola bersama karena bersangkutan dengan hajat hidup orang banyak justru dikomersialisasikan.

Page 2: HARMONISASI ANTARA FAKTOR SOSIAL.docx

Dari rangkaian undang-undang di atas maka lahirlah perusahan dan industri air minum berskala nasional maupun daerah disamping pengelolaan air yang dilakukan oleh pemerintah melalui PDAM. Dengan munculnya dan berkembangnya sektor perusahaan air minum tersebut tentunya memiliki peranan penting untuk pembangunan ekonomi suatu Negara khususnya derah tempat industry tersebut berada, namun disamping itu industri selain memiliki dampak positif juga terdapat dampak negatif.

Pembangunan sektor industri air minum memiliki dampak positif yakni menigkatkan pertumbuhan ekonomi yang membawa perubahan terhadap kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut meliputi dampak pembangunan industri terhadap sosial ekonomi masyarakat dan lingkungan sekitar industri. Dampak pembangunan industri terhadap aspek sosial ekonomi meliputi mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian menjadi sektor industri dan perdagangan, dampak lainnya terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas baik bagi masyarakat setempat maupun masyarakat pendatang. Dampak industri terhadap aspek sosial budaya antara lain berkurangnya kekuatan mengikat nilai dan norma budaya yang ada karena masuknya nilai dan norma budaya baru yang dibawa oleh masyarakat pendatang atau migran.

Namun selain dampak positif yang diterima dari lahirnya Industri air minum tersebut, terlahir juga dampak negative yang cukup serius. Pengembangan industri air minum Akan berdampak langsung terhadap penurunan kualitas lingkungan dan penduduk di sekitar sumber air tempat perusahaan ini mengambil air untuk proses produksinya. Penelitian yang dilakukan oleh Mangoting (2005) menunjukkan bahwa penduduk yang tinggal di sekitar sumber air perusahaan air minum mengeluh kesulitan mendapat air bersih. Saat kemarau sebagian sumur milik penduduk mengalami kekeringan. Dahulu menurut warga setempat, memiliki sumur dengan kedalaman 5-7 meter sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi sejak tahun 2000, sumur harus digali lebih dalam lagi paling tidak hingga 17 meter.

Permasalahan tersebut tentunya telah menjadi bahan kajian dari para perumus Undang-Undang (DPR), untuk itu dirumuskanlah pasal 4 UU SDA yang berbunyi:“Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, danekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.”

Namun apakah implementasi pasal tersebut telah dilakukan dengan baik oleh seluruh komponen masyarakat dan pihak swasta yang memanfaatkan air. Itulah hal yang menjadi ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian ini.

Page 3: HARMONISASI ANTARA FAKTOR SOSIAL.docx

Rumusan MasalahBagaimana harmonisasi antara faktor sosial, lingkungan, dan ekonomi dalam pengelolaan SDA pada perusahaan airu minum di Mojokerto berdasarkan UU SDA Pasal 4?

Tujuan PenelitianMengetahui harmonisasi antara faktor sosial, lingkungan, dan ekonomi dalam pengelolaan SDA pada perusahaan airu minum di Mojokerto UU SDA pasal 4.

Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Empiris. Dengan melakukan kajian secara langsung dilapangan disertai kajian pustaka dan wawancara terhadap pihak terkait sehingga menemukan fakta-fakta di lokasi penelitian.