HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011
Transcript of HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011
Hands out
Pembekalan Koass FKG UNPAD
KOMUNIKASI EFEKTIF DAN PROMOSI KESEHATAN
Oleh : Gilang Yubiliana.,drg,Ch-T,MKes
BAGIAN IKGM FKG UNPAD-2011
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2001), menunjukkan bahwa kesehatan gigi
dan mulut di Indonesia masih merupakan hal yang perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan
penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi yang dikeluhkan oleh masyarakat yaitu
sebesar 60 %. Penyakit-penyakit gigi dan mulut tersebut adalah penyakit jaringan penyangga
gigi dan karies gigi.
Status kesehatan gigi dan mulut masyarakat pada umumnya dinyatakan dengan
indikator kesehatan gigi dan mulut yaitu prevalensi karies dan prevalensi penyakit jaringan
penyanggah gigi (WHO,1994). Prevalensi karies gigi kelompok usia 12 tahun yang
merupakan kelompok kritis menurut WHO, pada SKRT 2001, dilaporkan bahwa sebesar 52
% penduduk 10 tahun ke atas mengalami karies yang belum ditangani atau karies aktif, 46 %
penduduk memiliki calculus di dalam mulut serta indeks DMF-T sebesar 5,3 atau jumlah
kerusakan gigi rata-rata perorang adalah 5 gigi. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita
masyarakat di Indonesia banyak berkaitan dengan masalah kebersihan mulut (DepKes RI,
1999). Sumber penyebab kedua penyakit di atas adalah diabaikannya kebersihan mulut
sehingga terjadilah akumulasi plak.
Kenyataan di atas memperlihatkan perlunya upaya penanganan secara khusus dalam
menurunkan angka kejadian penyakit dan mencegah terjadinya peningkatan angka keparahan
lebih lanjut. Dalam hal tersebut dibutuhkan upaya promotif dan preventif, disamping upaya
kuratif dan rehabilitatif. Penekanan pada upaya promotif dan preventif sebagai penerapan
prinsip “paradigma sehat” merupakan konsep yang dicanangkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dalam rangka mencapai Indonesia Sehat tahun 2010. Upaya tersebut
seyogyanya dapat diterapkan oleh setiap penduduk Indonesia yang secara holistik melalui
Pendidikan Kesehatan khususnya Pendidikan Kesehatan Gigi.(Depkes,1999)
1
Upaya kesehatan dikenal dengan public good dan private good, pola pelayanan dokter gigi
keluarga sebagai upaya pelayanan private good yang memberikan pelayanan secara
komprehensif dan berkesinambungan. Promotif preventif,kuratif dan rehabilitatif.
Pendidikan kesehatan gigi (PKG) merupakan salah satu program kesehatan gigi
dengan tujuan menanggulangi masalah kesehatan gigi di Indonesia. Program pendidikan
kesehatan gigi merupakan salah satu program yang harus dilaksanakan Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) secara terpadu dengan usaha kesehatan lainnya dan ditujukan
kepada individu yang berkunjung ke Puskesmas maupun kelompok masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas (Budiharto,1998)
PERILAKU
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons. Menurut Skiner teori ini disebut teori "S-O-R"
atau Stimulus - Organisme - Respons (Skiner,1938 cit Notoatmodjo,2003). Skiner
membedakan adanya dua respons.
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena
menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat
menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan
sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya
mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan
kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang,
kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut
reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya apabila
seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap urai
tugasnya) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka
petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
2
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi
dua yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut
covert behavior atau unobservable behavior, misalnya: seorang ibu tahu pentingnya
memeriksakan gigi paling sedikit setiap enam bulan sekali.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice),
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut
overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) misal, seorang ibu memeriksakan
gigi anaknya ke dokter gigi, anak menyikat gigi dua kali sehari sesudah makan dan
sebelum tidur malam.
PERILAKU KESEHATAN
Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus yang berhubungan
dengan konsep sehat, sakit, dan penyakit. Bentuk operasional perilaku kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi tiga wujud yaitu: (Budiharto, 1998)
1. Perilaku dalam wujud pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari
luar yang berupa konsep sehat, sakit dan penyakit.
2. Perilaku dalam wujud sikap yaitu tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar yang
dipengaruhi faktor lingkungan fisik dan sosial
3. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yaitu berupa perbuatan terhadap situasi
atau rangsangan luar.
Menurut Skiner (cit Notoatmodjo 2003), perilaku kesehatan adalah suatu respons
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari
3
batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintainance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan
agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang
yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal
mungkin.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat
menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan
penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman
tersebut.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari mengobati sendiri
(self treatment) sampai mencari pengobatan ke luarnegeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak
mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.
4
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku kesehatan adalah
konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green (cit Notoatmodjo,2003), perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi
dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
Untuk berperilaku kesehatan, misalnya: pemeriksaan kesehatan gigi anak secara teratur
diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tentang manfaat periksa gigi secara teratur.
Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat
mendorong atau menghambat ibu untuk memeriksakan kesehatan gigi anak-anaknya.
Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering
disebut faktor pemudah.
b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor- faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa,
dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya: perilaku pemeriksaan gigi. Ibu
yang mau memeriksakan gigi anaknya tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat
memeriksakan gigi secara teratur saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat
memperoleh fasilitas atau tempat periksa gigi, misalnya: puskesmas, praktek dokter gigi.
ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor itu disebut faktor pendukung, atau
faktor pemungkin.
5
c) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama
(toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini
undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang
terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan
hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat tokoh agama, para petugas,
lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa gigi, serta kemudahan
memperoleh fasilitas periksa gigi, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan
mengenai kesehatan gigi.
PENDIDIKAN KESEHATAN
Pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi dan atau mengajak orang lain,
baik individu, kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan perilaku hidup sehat.
Sedangkan secara operasional, pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk
memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003)
Sesuai dengan 3 faktor yang mempengaruhi perilaku (Green 1980, cit Notoatmodjo,
2003), maka sebaiknya kegiatan pendidikan kesehatan juga ditujukan kepada 3 faktor
berikut:
a. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi
Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan
atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarganya, maupun masyarakatnya.
Disamping itu dalam konteks ini pendidikan kesehatan juga memberikan pengertian-
pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat, dan sebagainya, baik yang merugikan,
maupun yang menguntungkan kesehatan. Bentuk pendidikan ini antara lain: penyuluhan
kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, spanduk, billboard, dan
sebagainya.
6
b. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor enabling
Karena faktor-faktor pemungkin (enabling) ini berupa fasilitas atau sarana dan prasarana
kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatannya adalah memberdayakan masyarakat agar
mereka mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan bagi mereka. Hal ini bukan
berarti memberikan sarana dan prasarana kesehatan dengan cuma-cuma tetapi memberikan
kemampuan dengan cara bantuan teknik (pelatihan dan bimbingan), memberikan arahan,
dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana. Pemberian fasilitas ini
dimungkinkan hanya sebagai percontohan (pilot project). Bentuk pendidikan yang sesuai
dengan prinsip ini antara lain: Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM),
upaya peningkatan pendapatan keluarga (income generating), bimbingan koperasi, dan
sebagainya, yang memungkinkan tersedianya polindes, pos obat desa, dana sehat, dan
sebagainya.
c. Pendidikan kesehatan dalam faktor reinforcing
Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma) dan tokoh
agama (toga), serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka pendidikan kesehatan yang
paling tepat adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan bagi toga, toma, dan petugas
kesehatan sendiri. Tujuan utama dari pelatihan ini adalah agar sikap dan perilaku petugas
dapat menjadi teladan, contoh, atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat
(berperilaku hidup sehat). Di samping itu upaya-upaya agar pemerintah, baik pusat
maupun daerah (provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan) mengeluarkan undang-
undang atau peraturan-peraturan yang dapat menunjang perilaku hidup sehat bagi
masyarakat.
Mengacu kepada pernyataan di atas, maka pendidikan kesehatan termasuk kesehatan
gigi, sebaiknya dimulai dengan mendiagnosis 3 faktor penyebab tersebut dan kemudian
intervensinya juga diarahkan terhadap 3 faktor tersebut. Pendekatan ini disebut model
Precede, yakni: predisposing, reinforcing and enabling couse in educational diagnosis and
evaluation (Green, 1980 cit Notoatmodjo, 2003)
7
Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan kesehatan
Sumber: Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Notoatmodjo, 2003
8
Keturunan
Status Kesehatan LingkunganPelayanan Kesehatan
Perilaku
Enabling Factors
(ketersediaan sumber daya/fasilitas)
Reinforcing Factors (sikap dan perilaku petugas)
Predisposing Factors
(pengetahuan, sikap, dsb)
Komunikasi Training
Pemberdayaan masy Pemberdayaan sosial
PENDIDIKAN KESEHATAN
PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI (PKG)
1. Prinsip PKG
Pendidikan Kesehatan Gigi adalah suatu usaha terencana dan terarah untuk
menciptakan suasana agar seseorang atau kelompok masyarakat mau merubah perilaku lama
yang kurang menguntungkan kesehatan gigi, menjadi lebih menguntungkan untuk kesehatan
giginya (Budiharto, 1998).
PKG tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil dan manfaat bagi masyarakat serta
tidak mudah dilihat dan diukur, hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan behaviour
investment jangka panjang. Dalam waktu pendek (immediate impact), PKG hanya
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan
pengetahuan belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan gigi.
Pengetahuan kesehatan gigi akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka
menengah (intermediate impact) dari PKG. Selanjutnya perilaku kesehatan gigi akan
berpengaruh pada meningkatnya status kesehatan gigi masyarakat sebagai keluaran PKG
(Notoatmodjo,1997).
Prinsip pokok PKG adalah proses belajar. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga
persoalan pokok yaitu pertama persoalan masukan (input) menyangkut sasaran belajar
(sasaran didik) yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar dengan
berbagai macam latar belakang. Kedua persoalan proses terjadi pengaruh timbal balik antara
berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator), metode dan
teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan ketiga
persoalan keluaran (output) adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa
kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar.
PKG terbagi menjadi beberapa tahap dalam usaha pencegahan yaitu : (Kadir,1991)
1. meningkatkan kesehatan gigi dengan cara memberikan penyuluhan tentang hidup sehat
2. melindungi diri terhadap suatu penyakit tertentu dengan tahapan-tahapan pencegahan
3. menjelaskan proses patogenesis suatu penyakit dengan menggambarkan tanda-tanda
klinis awal penyakit tersebut, untuk pencegahan selanjutnya
4. meminta kerjasama pesakit selama proses perawatan penyakit (kooperatif)
5. memberikan informasi dan bantuan selama proses penyembuhan sehingga pada nantinya
pesakit sendiri bekerjasama dalam usaha pemulihan itu
9
2. Program Pendidikan Kesehatan Gigi
Pendidikan Kesehatan Gigi (PKG) merupakan program yang diharapkan berhasil
guna dan berdaya guna, maka pengelolaan PKG pada umumnya disesuaikan dengan prinsip
pengelolaan program yaitu adanya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi
dan mengacu pada langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving).
Langkah-langkah tersebut antara lain: identifikasi masalah, menentukan prioritas,
merencanakan program.( Notoatmodjo,S, 1996)
A. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah suatu kegiatan mengumpulkan data-data mengenai situasi
baik data epidemiologis maupun keadaan lingkungan fisik, sosial-ekonomi, sosial-budaya,
dan sosial-politik setempat.(Azwar,A,1996). Yang termasuk lingkungan fisik antara lain
keadaan geografik, karakteristik topografi, keadaan cuaca, tempat / gedung, fasilitas
kesehatan, listrik, ruangan, sarana dan prasarana pendidikan. Yang termasuk sosial-budaya
antara lain tingkat pendidikan, kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, pola makan, dan norma-
norma dalam masyarakat. Yang termasuk sosial-ekonomi antara lain pekerjaan, penghasilan,
sedangkan yang termasuk sosial-politik adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan aspek
hukum, kebijakan instansi atau pemerintah setempat. Dalam tahap ini juga perlu dipikirkan
bagaimana, siapa dan kapan dikumpulkan data-data tersebut. Dari hasil survei di lapangan,
akan teridentifikasi perilaku atau kebiasaan dan juga teridentifikasi banyak permasalahan.
B. Menetapkan prioritas masalah
Bila sudah teridentifikasi beberapa masalah dari hasil pengumpulan data-data di atas, dan bila
adanya keterbatasan sumber daya baik biaya, tenaga, waktu dan teknologi, maka tidak semua
masalah tersebut dapat dipecahkan sekaligus. Untuk itu perlu dipilih masalah mana yang
paling feasible untuk dipecahkan.( Notoatmodjo,S, 1996). Pemilihan prioritas masalah dapat
dilakukan dengan:
a. teknik skoring yaitu memberikan nilai berdasarkan besarnya masalah, berat ringannya
masalah, teknologi yang tersedia, sumber daya yang tersedia, keuntungan sosial bagi
masyarakat, dan keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah.
b. teknik non skoring yaitu teknik melalui diskusi kelompok.
10
C. Merencanakan Program
Dalam menyusun suatu rencana program PKG adalah sama dengan menyusun
program pendidikan pada umumnya yang identik dengan menyusun kurikulum. Kurikulum
merupakan panduan proses belajar bagi tenaga pengajar dan peserta didik. Kurikulum
mencakup tujuan umum dan khusus, pokok bahasan / sub pokok bahasan, sasaran didik,
metoda dan alat bantu ajar, waktu pelaksanaan, tenaga pengajar, tempat pelaksanaan, serta
cara evaluasi. ( Notoatmodjo,S, 1996)
1. Menetapkan tujuan PKG
Menetapkan tujuan PKG dalam perencanaan pendidikan kesehatan gigi adalah
membuat ketetapan tertentu yang ingin dicapai. Penetapan tujuan yang baik adalah
apabila tujuan dirumuskan secara konkret dan dapat diukur serta terdiri atas tujuan
umum dan khusus. Sebagai contoh :
Tujuan umum dari pendidikan kesehatan gigi di SD X adalah “meningkatnya
kesehatan gigi anak-anak sekolah dasar X “
Tujuan khusus dari pendidikan kesehatan gigi di SD X adalah “meningkatnya
perilaku anak-anak sekolah dasar X dalam memelihara kesehatan gigi “
2. Pokok Bahasan / sub pokok bahasan
Merupakan bahasan yang berisi materi yang sesuai dengan kemampuan yang
diharapakan dalam tujuan umum dan khusus yang telah ditetapkan. Materi yang
dimaksud harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan sasaran PKG.
3. Sasaran Didik
Sasaran pendidikan kesehatan gigi adalah individu / kelompok dalam masyarakat
yang teridentifikasi memerlukan pendidikan kesehatan gigi dan mulut. Sasaran
biasanya dibagi dua yaitu :
a. sasaran langsung yaitu kelompok yang langsung dikenai program pendidikan
kesehatan gigi, sebagai contoh : murid-murid SD. Sasaran pada murid-murid SD
juga perlu diperhatikan kelompok umurnya. Menurut Oshwald Kroh (teori
perkembangan), anak-anak usia 7-8 tahun (SD kelas 1-2) masih dipengaruhi fantasi
jadi kenyataan dicampur baur dengan fantasi; usia 8-10 tahun (kelas 3-4) adalah
masa berpikir naif dan nyata atau masa mengumpulkan ilmu pengetahuan; dan usia
10-12 tahun adalah masa berpikir kritis dan nyata.(Glanz.K dkk,1997,Collins,M dan
11
Fontenelle,D,1982, Ahmadi,A,1991). Pengetahuan yang diberikan perlu disesuaikan
dengan kelompok sasaran, sehingga pesan yang diberikan dapat efektif. (Gagliardi,
1999).
Hal-hal yang ada pada sasaran ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan di
dalam memilih metoda untuk menyampaikan pendidikan kesehatan gigi
b. sasaran tidak langsung yaitu kelompok yang menjadi sasaran antara, sebagai contoh :
orang tua murid SD dan guru, karena perilaku mereka mempunyai pengaruh besar
pada anak-anak/murid-muridnya.
4. Menetapkan Metoda dan Alat Bantu Ajar
Pada tahapan ini perlu dipilih metoda dan alat bantu ajar yang sesuai dengan sasaran,
sehingga PKG ini dapat menghasilkan perubahan perilaku dari sasaran. Sebagai
contoh metoda, alat bantu ajar dan media yang diberikan pada sasaran kelompok
sekolah sebagai berikut: untuk murid-murid SD, maka dianjurkan untuk masing-
masing kelompok umur dibedakan metoda, alat bantu dan media pendidikan
kesehatan gigi yang sesuai dengan kemampuan berpikirnya, dalam hal ini metoda
ceramah masih merupakan pilihan dengan modifikasi sesuai kelompok umur. Metoda
ceramah merupakan metoda yang paling umum untuk berbagi pengetahuan dan fakta
kesehatan. Metoda ceramah akan berhasil bila penceramah menguasai materi dan
membawa alat-alat bantu pengajaran seperti slide, flip chart dsb. (WHO,1988). Sesuai
dengan teori perkembangan di atas maka :
a. Kelompok 7-8 tahun (kelas 1-2) menggunakan metoda ceramah dimodifikasi dengan
bercerita/dongeng, bermain dan bernyanyi. Sebagai contoh:
Berceramah ringan dengan dibantu flip chart/slide/poster mengenai bentuk gigi,
fungsi dan gigi susu dan gigi tetap, waktu yang tepat untuk menyikat gigi, serta
dibantu alat peraga lain seperti model gigi dan sikat giginya untuk melatih
menyikat gigi yang benar
Bercerita/dongeng dapat menggunakan tokoh-tokoh fantasi anak-anak yang
dijagokan sebagai tokoh yang bergigi kuat dan sehat. Perbuatan yang dilakukan
oleh tokoh dalam dongeng dimaksud untuk mengajar anak-anak cara bertingkah
laku yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut. Tujuan bercerita untuk
memberikan informasi dan gagasan serta mendorong anak untuk melihat perilaku
dan norma mereka. Untuk mengetahui apakah cerita/dongeng bermakna bagi
12
anak-anak, maka perlu ditanyakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan si
tokoh. Sebagai contoh : mengapa gigi tokoh X sehat dan kuat, apakah anak-anak
ingin seperti tokoh X dan sebagainya.
Bermain dengan menggunakan alat-alat permainan ataupun gambar-gambar
mengenai makanan yang sehat dan tidak sehat untuk gigi.
Bernyanyi lagu-lagu jenaka dengan mengganti lirik yang mudah diingat dengan
tujuan untuk memberi gagasan kesehatan gigi kepada anak. Bila lagunya menarik,
anak-anak akan mengingat nyanyian dan informasi yang dikandungnya, misalnya
lagu Bangun Tidur atau lagu Aku Gigi. Akan lebih menarik lagi bila nyanyian
diiringi alat musik.
b. Kelompok 8-10 tahun (kelas 3-4) menggunakan metoda ceramah dimodifikasi dengan
peragaan Sebagai contoh:
Berceramah mengenai: bagian-bagian mulut dan gigi, fungsi dan jenis gigi, plak,
proses gigi berlubang, cara menyikat gigi dibantu dengan alat peraga model gigi
dan sikat gigi
Peragaan merupakan cara yang menyenangkan untuk saling tukar pengetahuan dan
ketrampilan. Peragaan membantu dan memberi kesempatan kepada anak untuk
mempelajari dan melaksanakan ketrampilan baru. Sebagai contoh: peragaan cara
menyikat gigi yang kemudian dilaksanakan bersama-sama, atau penggunaan
disclosing solution
c. Kelompok 10-12 tahun (kelas 5-6) menggunakan metoda ceramah dimodifikasi
dengan diskusi kelompok. Sebagai contoh:
Berceramah mengenai fluor, plak penyebab gigi berlubang, proses penjalaran gigi
berlubang gusi sehat, proses terjadinya penyakit gusi, perawatan gigi
berlubang,dan penyakit gusi, dibantu dengan poster dan alat peraga lain
Diskusi kelompok yaitu memecahkan permasalahan bersama dari topik dan
pertanyaan yang diberikan oleh penceramah. Agar semua anggota berpartisipasi,
maka formasi duduk diatur agar dapat saling memandang.
Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan
hal-hal sebagai berikut : (Gagliardi, 1999, WHO,1988)
a. yakinkan presentasi tepat waktu
b. jangan memulai presentasi sebelum sasaran siap untuk mendengarkan
c. jangan tergantung kepada catatan
13
d. jangan tergantung pada teman yang akan menggantikan kita
e. bersikap dan berpenampilan meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah
f. bersuara cukup keras dan jelas
g. menggunakan bahasa yang dimengerti oleh sasaran, disarankan menggunakan bahasa
daerah setempat
h. pandangan harus tertuju keseluruh pendengar
i. berdiri di depan dan tidak boleh duduk
j. menggunakan Alat Bantu Lihat (AVA) semaksimal mungkin.
k. mengantisipasi masalah: sebagai contoh bila ada kerusakan pada alat bantu
l. memancing pertanyaan agar terjadi partisipasi
Dalam mengembangkan alat bantu lihat atau strategi interaktif lain pada saat
presentasi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. yakinkan bahwa semua orang dapat melihat demonstrasi, poster atau alat bantu lain.
b. berjalan sekitar ruangan kelas bila diperlukan agar semua orang dapat melihat
c. bila menggunakan alat peraga yang diperlihatkan ke semua orang, pastikan semua
mendapat giliran
d. lakukan kontak dua arah
e. jangan mendemonstrasikan cara menyikat gigi atau hal lain hanya dengan cara lisan
f. yakinkan sasaran memulai latihan bersama
g. yakinkan pengarahan jelas bagaimana cara berlatih
5. Menetapkan waktu
Waktu yang ditetapkan dalam perencanaan adalah sangat tergantung dengan jenis
perencanaan yang dibuat serta kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dalam rangka
mencapai tujuan. Sebagai contoh waktu pemberian pendidikan kesehatan gigi pada
murid-murid SD harus disesuaikan dengan agenda sekolah sebagai contoh : perlu
diperhatikan masa evaluasi hasil belajar (EHB), libur sekolah dan lain-lain, untuk itu
perlu koordinasi yang baik dengan pihak SD yang bersangkutan. Begitu juga lamanya
memberikan pendidikan kesehatan perlu diperhatikan untuk menghindari bicara yang
terlalu lama dan pendengar akan bosan dan gelisah.
6. Tenaga pengajar pelaksana
Pada perencanaan ini perlu diuraikan tenaga pengajar atau personel yang akan
melaksanakan pendidikan kesehatan gigi berikut urai tugasnya (jobdescription), hal ini
14
penting agar masing-masing tenaga pengajar mengetahui dan melaksanakan
kewajibannya. Orang-orang yang dapat terlibat dalam PKG selain tenaga kesehatan
adalah: pengawas sekolah, kepala sekolah, guru kelas atau guru UKS, orang tua murid
dapat dilibatkan di dalam kegiatan ini dan dapat dilatih untuk menjadi kader. Orang-orang
yang dituakan / orang-orang yang berpengaruh di dalam lingkungan seperti tokoh
masyarakat, pemuka agama dapat juga dilibatkan untuk dapat mempengaruhi sasaran
(Gagliardi, 1999).
7. Tempat Pelaksanaan
Perencanaan tempat PKG juga perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Tempat dapat dipilih yang sesuai antara lain besarnya ruangan, ruangan
terbuka atau tertutup, atau dilakukan diluar kelas / lapangan.
8. Cara Evaluasi.
Evaluasi berhubungan dan tergantung pada tujuan, oleh karena itu tujuan harus cukup
spesifik untuk diukur dan diobservasi. Semakin spesifik suatu tujuan, maka semakin
mudah untuk dapat atau mungkin dibuat cara-cara evaluasi, serta menentukan alat
evaluasinya.
PEMBAHASAN
Yang ingin dicapai dalam PKG adalah terbentuknya perilaku (pengetahuan, sikap, dan
tindakan) yang tidak menguntungkan menjadi perilaku yang menguntungkan kesehatan gigi.
Menurut Mantra 1997, perubahan perilaku biasanya memerlukan waktu lama, dimana sangat
jarang perubahan perilaku dari seseorang terjadi langsung setelah mendengar satu kali PKG.
Hal tersebut yang sering tidak disadari oleh para pendidik yang mengharapkan terjadinya
perubahan langsung yang ideal dari seseorang / masyarakat dengan hanya melakukan PKG
satu kali, karena perilaku merupakan respon individu terhadap stimulasi, baik yang berasal
dari luar maupun dari dalam dirinya. (Glanz.K,1997)
Untuk mendapatkan perilaku tertentu yang sesuai dengan yang diharapkan, biasanya
perlu melalui proses pendidikan yang berkesinambungan, membutuhkan kesungguhan,
kemauan, dan ketrampilan dari si pendidik. Proses tersebut merupakan kegiatan terus
menerus dan perlu direncanakan sesuai dengan strategi perencanaan pendidikan pada
umumnya yang identik dengan penyusunan kurikulum pendidikan.
Untuk menilai keberhasilan PKG, maka perlu dilakukan evaluasi yang dapat
mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini strategi
15
penentuan tujuan seharusnya lebih realistik dan sesuai dengan kemampuan yang ada.
Menurut Mantra 1997, suatu perilaku akan lebih besar kemungkinannya untuk diadopsi
apabila perilaku yang akan dicapai adalah perilaku yang sederhana dan memberikan dampak
yang positif dalam waktu singkat.
KESIMPULAN
Konsep pendidikan kesehatan gigi merupakan proses belajar individu / masyarakat
dari tidak tahu mengenai nilai-nilai kesehatan gigi dan mulut menjadi tahu, dari tidak mampu
mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu. Untuk itu pemilihan
strategi yang tepat dalam perencanaan PKG sangat diperlukan dan pengeloalaannya perlu
dipersiapkan secara matang agar tujuan dari penyampaian pesan melalui pendidikan
kesehatan gigi ini dapat tercapai secara efektif dan efisien, sehingga harapan terjadinya
perubahan perilaku terhadap kesehatan gigi dan mulut masyarakat / individu dapat tercapai.
PKG membutuhkan kesungguhan, kemauan, dan ketrampilan dari si pendidik dan harus
dilakukan secara berkesinambungan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi.A. 1991. Psikologi Perkembangan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Hal.54-84
Astoeti, T.E dan Jeddy. 2003. Peranan perilaku terhadap kebersihan gigi dan mulut murid-murid sekolah dasar di wilayah DKI Jakarta (kajian pada murid-murid kelas 1 s/d 3 sdn di DKI Jakarta). Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial. FKG Unhas. Hal. 340-344.
Astoeti, T.E, Boesro, S, Roeslan, B dan Sudhana, W. 2004. Perbedaan Efektivitas Pendidikan Kesehatan Gigi pada Anak, Anak dan guru, Anak dan Orangtua, serta Anak,guru dan orangtua dalam meningkatkan status Kesehtan Gigi. (belum dipublikasi)
Azwar.A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta. Ed ke-1 Hal.181-241
Budiharto. 1998. Pengantar Ilmu Perilaku dan Pendidikan kesehatan Gigi.
Blum H.L.1974. Planning Health, Development and Application of Social Change Theory. New York : Human Science Press.
Collins M and Fontenelle D. 1982. Changing Student Behaviors. Schenkman Pub Comp. Massachusetts.Hal. 3-10
Departemen Kesehatan RI. 1999. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita VI. Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Bakti Husada. Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2002. Badan Penelitian dan pengembangan kesehatan. Survei Kesehatan Nasional 2001. laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas.Hal 43-52
Departemen Kesehatan RI. 2003. Sistem Kesehatan Nasional.
Gagliardi L. 1999. Dental health Education. Lesson Planning and Implementation. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey
Glanz.K et all. 1997. Health Behavior and Health Education. Theory, research, and practice. 2nd ed. Jossey-Bass Pub. San Fransisco. Hal 3-18
Green,L. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach, The John Hopkins University, Mayfield Pub.Co
Green,L 1991. Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach.
Hurlock.E. 1978. Child Development. Mcgraw-Hill,Inc.
Kadir, R.A. 1991. Ilmu Pergigian Pencegahan. Panduan Untuk Penuntut dan Pengamal Pergigian. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. Hlm. 210, 212.
17
Kristanti.Ch dkk. 1997. Seri Survei kesehatan Rumah Tangga. Status Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia. Departemen kesehatan RI
Mantra,I.B. 1997. Strategi Penyuluhan Kesehatan. Pusat penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI.
Notoatmodjo S.1990. Pengantar Perilaku Kesehatan. Depok. Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Notoatmodjo S. 1993. Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Ed. Ke-1. Yogyakarta : Andi Offset.
Notoatmodjo S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ed. Ke-1. Jakarta : Rineka Cipta. Hlm.95-145.
Notoatmodjo,S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Ed. Ke-1. Jakarta: PT Asdi Mahasatya
Petersen PE, Peng B, Tai B, Bian Z, Fan M. 2004. Effect of a school-based oral health education programme in Wuhan City, Peoples Republic of China. International Dental Journal 2004 Feb hal 33-41.
W.H.O. 1988. Pendidikan Kesehatan. Pedoman Pelayanan Kesehatan Dasar. Penerbit ITB, Bandung, penerbit Universitas Udayana, Bali.
Widayatun.T.1999. Ilmu Perilaku. CV Infomedika
18