HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

27
Hands out Pembekalan Koass FKG UNPAD KOMUNIKASI EFEKTIF DAN PROMOSI KESEHATAN Oleh : Gilang Yubiliana.,drg,Ch-T,MKes BAGIAN IKGM FKG UNPAD-2011 Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2001), menunjukkan bahwa kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih merupakan hal yang perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi yang dikeluhkan oleh masyarakat yaitu sebesar 60 %. Penyakit-penyakit gigi dan mulut tersebut adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan karies gigi. Status kesehatan gigi dan mulut masyarakat pada umumnya dinyatakan dengan indikator kesehatan gigi dan mulut yaitu prevalensi karies dan prevalensi penyakit jaringan penyanggah gigi (WHO,1994). Prevalensi karies gigi kelompok usia 12 tahun yang merupakan kelompok kritis menurut WHO, pada SKRT 2001, dilaporkan bahwa sebesar 52 % penduduk 10 tahun ke atas mengalami karies yang belum ditangani atau karies aktif, 46 % penduduk memiliki calculus di dalam mulut serta indeks DMF-T sebesar 5,3 atau jumlah kerusakan gigi rata-rata perorang adalah 5 gigi. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia banyak berkaitan dengan masalah kebersihan mulut (DepKes RI, 1999). Sumber penyebab kedua penyakit di atas adalah diabaikannya kebersihan mulut sehingga terjadilah akumulasi plak. 1

Transcript of HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

Page 1: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

Hands out

Pembekalan Koass FKG UNPAD

KOMUNIKASI EFEKTIF DAN PROMOSI KESEHATAN

Oleh : Gilang Yubiliana.,drg,Ch-T,MKes

BAGIAN IKGM FKG UNPAD-2011

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2001), menunjukkan bahwa kesehatan gigi

dan mulut di Indonesia masih merupakan hal yang perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan

penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi yang dikeluhkan oleh masyarakat yaitu

sebesar 60 %. Penyakit-penyakit gigi dan mulut tersebut adalah penyakit jaringan penyangga

gigi dan karies gigi.

Status kesehatan gigi dan mulut masyarakat pada umumnya dinyatakan dengan

indikator kesehatan gigi dan mulut yaitu prevalensi karies dan prevalensi penyakit jaringan

penyanggah gigi (WHO,1994). Prevalensi karies gigi kelompok usia 12 tahun yang

merupakan kelompok kritis menurut WHO, pada SKRT 2001, dilaporkan bahwa sebesar 52

% penduduk 10 tahun ke atas mengalami karies yang belum ditangani atau karies aktif, 46 %

penduduk memiliki calculus di dalam mulut serta indeks DMF-T sebesar 5,3 atau jumlah

kerusakan gigi rata-rata perorang adalah 5 gigi. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita

masyarakat di Indonesia banyak berkaitan dengan masalah kebersihan mulut (DepKes RI,

1999). Sumber penyebab kedua penyakit di atas adalah diabaikannya kebersihan mulut

sehingga terjadilah akumulasi plak.

Kenyataan di atas memperlihatkan perlunya upaya penanganan secara khusus dalam

menurunkan angka kejadian penyakit dan mencegah terjadinya peningkatan angka keparahan

lebih lanjut. Dalam hal tersebut dibutuhkan upaya promotif dan preventif, disamping upaya

kuratif dan rehabilitatif. Penekanan pada upaya promotif dan preventif sebagai penerapan

prinsip “paradigma sehat” merupakan konsep yang dicanangkan oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia dalam rangka mencapai Indonesia Sehat tahun 2010. Upaya tersebut

seyogyanya dapat diterapkan oleh setiap penduduk Indonesia yang secara holistik melalui

Pendidikan Kesehatan khususnya Pendidikan Kesehatan Gigi.(Depkes,1999)

1

Page 2: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

Upaya kesehatan dikenal dengan public good dan private good, pola pelayanan dokter gigi

keluarga sebagai upaya pelayanan private good yang memberikan pelayanan secara

komprehensif dan berkesinambungan. Promotif preventif,kuratif dan rehabilitatif.

Pendidikan kesehatan gigi (PKG) merupakan salah satu program kesehatan gigi

dengan tujuan menanggulangi masalah kesehatan gigi di Indonesia. Program pendidikan

kesehatan gigi merupakan salah satu program yang harus dilaksanakan Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas) secara terpadu dengan usaha kesehatan lainnya dan ditujukan

kepada individu yang berkunjung ke Puskesmas maupun kelompok masyarakat di wilayah

kerja Puskesmas (Budiharto,1998)

PERILAKU

Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespons. Menurut Skiner teori ini disebut teori "S-O-R"

atau Stimulus - Organisme - Respons (Skiner,1938 cit Notoatmodjo,2003). Skiner

membedakan adanya dua respons.

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-

rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena

menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat

menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan

sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya

mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan

kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang,

kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya apabila

seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap urai

tugasnya) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka

petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

2

Page 3: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi

dua yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).

Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut

covert behavior atau unobservable behavior, misalnya: seorang ibu tahu pentingnya

memeriksakan gigi paling sedikit setiap enam bulan sekali.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons

terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice),

yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut

overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) misal, seorang ibu memeriksakan

gigi anaknya ke dokter gigi, anak menyikat gigi dua kali sehari sesudah makan dan

sebelum tidur malam.

PERILAKU KESEHATAN

Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus yang berhubungan

dengan konsep sehat, sakit, dan penyakit. Bentuk operasional perilaku kesehatan dapat

dikelompokkan menjadi tiga wujud yaitu: (Budiharto, 1998)

1. Perilaku dalam wujud pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari

luar yang berupa konsep sehat, sakit dan penyakit.

2. Perilaku dalam wujud sikap yaitu tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar yang

dipengaruhi faktor lingkungan fisik dan sosial

3. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yaitu berupa perbuatan terhadap situasi

atau rangsangan luar.

Menurut Skiner (cit Notoatmodjo 2003), perilaku kesehatan adalah suatu respons

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari

3

Page 4: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintainance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan

agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku

pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu:

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan

kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu

dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang

yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal

mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan

meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat

menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan

penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman

tersebut.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering

disebut perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari mengobati sendiri

(self treatment) sampai mencari pengobatan ke luarnegeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial

budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.

Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak

mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.

4

Page 5: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku kesehatan adalah

konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green (cit Notoatmodjo,2003), perilaku

dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi

dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem

nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

Untuk berperilaku kesehatan, misalnya: pemeriksaan kesehatan gigi anak secara teratur

diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tentang manfaat periksa gigi secara teratur.

Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat

mendorong atau menghambat ibu untuk memeriksakan kesehatan gigi anak-anaknya.

Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering

disebut faktor pemudah.

b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor- faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,

ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan

kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa,

dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat

memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya: perilaku pemeriksaan gigi. Ibu

yang mau memeriksakan gigi anaknya tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat

memeriksakan gigi secara teratur saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat

memperoleh fasilitas atau tempat periksa gigi, misalnya: puskesmas, praktek dokter gigi.

ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan

terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor itu disebut faktor pendukung, atau

faktor pemungkin.

5

Page 6: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

c) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama

(toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang

terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan

hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat tokoh agama, para petugas,

lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk

memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa gigi, serta kemudahan

memperoleh fasilitas periksa gigi, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan

mengenai kesehatan gigi.

PENDIDIKAN KESEHATAN

Pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi dan atau mengajak orang lain,

baik individu, kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan perilaku hidup sehat.

Sedangkan secara operasional, pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk

memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003)

Sesuai dengan 3 faktor yang mempengaruhi perilaku (Green 1980, cit Notoatmodjo,

2003), maka sebaiknya kegiatan pendidikan kesehatan juga ditujukan kepada 3 faktor

berikut:

a. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi

Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan

atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarganya, maupun masyarakatnya.

Disamping itu dalam konteks ini pendidikan kesehatan juga memberikan pengertian-

pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat, dan sebagainya, baik yang merugikan,

maupun yang menguntungkan kesehatan. Bentuk pendidikan ini antara lain: penyuluhan

kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, spanduk, billboard, dan

sebagainya.

6

Page 7: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

b. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor enabling

Karena faktor-faktor pemungkin (enabling) ini berupa fasilitas atau sarana dan prasarana

kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatannya adalah memberdayakan masyarakat agar

mereka mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan bagi mereka. Hal ini bukan

berarti memberikan sarana dan prasarana kesehatan dengan cuma-cuma tetapi memberikan

kemampuan dengan cara bantuan teknik (pelatihan dan bimbingan), memberikan arahan,

dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana. Pemberian fasilitas ini

dimungkinkan hanya sebagai percontohan (pilot project). Bentuk pendidikan yang sesuai

dengan prinsip ini antara lain: Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM),

upaya peningkatan pendapatan keluarga (income generating), bimbingan koperasi, dan

sebagainya, yang memungkinkan tersedianya polindes, pos obat desa, dana sehat, dan

sebagainya.

c. Pendidikan kesehatan dalam faktor reinforcing

Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma) dan tokoh

agama (toga), serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka pendidikan kesehatan yang

paling tepat adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan bagi toga, toma, dan petugas

kesehatan sendiri. Tujuan utama dari pelatihan ini adalah agar sikap dan perilaku petugas

dapat menjadi teladan, contoh, atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat

(berperilaku hidup sehat). Di samping itu upaya-upaya agar pemerintah, baik pusat

maupun daerah (provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan) mengeluarkan undang-

undang atau peraturan-peraturan yang dapat menunjang perilaku hidup sehat bagi

masyarakat.

Mengacu kepada pernyataan di atas, maka pendidikan kesehatan termasuk kesehatan

gigi, sebaiknya dimulai dengan mendiagnosis 3 faktor penyebab tersebut dan kemudian

intervensinya juga diarahkan terhadap 3 faktor tersebut. Pendekatan ini disebut model

Precede, yakni: predisposing, reinforcing and enabling couse in educational diagnosis and

evaluation (Green, 1980 cit Notoatmodjo, 2003)

7

Page 8: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan kesehatan

Sumber: Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Notoatmodjo, 2003

8

Keturunan

Status Kesehatan LingkunganPelayanan Kesehatan

Perilaku

Enabling Factors

(ketersediaan sumber daya/fasilitas)

Reinforcing Factors (sikap dan perilaku petugas)

Predisposing Factors

(pengetahuan, sikap, dsb)

Komunikasi Training

Pemberdayaan masy Pemberdayaan sosial

PENDIDIKAN KESEHATAN

Page 9: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI (PKG)

1. Prinsip PKG

Pendidikan Kesehatan Gigi adalah suatu usaha terencana dan terarah untuk

menciptakan suasana agar seseorang atau kelompok masyarakat mau merubah perilaku lama

yang kurang menguntungkan kesehatan gigi, menjadi lebih menguntungkan untuk kesehatan

giginya (Budiharto, 1998).

PKG tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil dan manfaat bagi masyarakat serta

tidak mudah dilihat dan diukur, hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan behaviour

investment jangka panjang. Dalam waktu pendek (immediate impact), PKG hanya

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan

pengetahuan belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan gigi.

Pengetahuan kesehatan gigi akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka

menengah (intermediate impact) dari PKG. Selanjutnya perilaku kesehatan gigi akan

berpengaruh pada meningkatnya status kesehatan gigi masyarakat sebagai keluaran PKG

(Notoatmodjo,1997).

Prinsip pokok PKG adalah proses belajar. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga

persoalan pokok yaitu pertama persoalan masukan (input) menyangkut sasaran belajar

(sasaran didik) yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar dengan

berbagai macam latar belakang. Kedua persoalan proses terjadi pengaruh timbal balik antara

berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator), metode dan

teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan ketiga

persoalan keluaran (output) adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa

kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar.

PKG terbagi menjadi beberapa tahap dalam usaha pencegahan yaitu : (Kadir,1991)

1. meningkatkan kesehatan gigi dengan cara memberikan penyuluhan tentang hidup sehat

2. melindungi diri terhadap suatu penyakit tertentu dengan tahapan-tahapan pencegahan

3. menjelaskan proses patogenesis suatu penyakit dengan menggambarkan tanda-tanda

klinis awal penyakit tersebut, untuk pencegahan selanjutnya

4. meminta kerjasama pesakit selama proses perawatan penyakit (kooperatif)

5. memberikan informasi dan bantuan selama proses penyembuhan sehingga pada nantinya

pesakit sendiri bekerjasama dalam usaha pemulihan itu

9

Page 10: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

2. Program Pendidikan Kesehatan Gigi

Pendidikan Kesehatan Gigi (PKG) merupakan program yang diharapkan berhasil

guna dan berdaya guna, maka pengelolaan PKG pada umumnya disesuaikan dengan prinsip

pengelolaan program yaitu adanya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi

dan mengacu pada langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving).

Langkah-langkah tersebut antara lain: identifikasi masalah, menentukan prioritas,

merencanakan program.( Notoatmodjo,S, 1996)

A. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah suatu kegiatan mengumpulkan data-data mengenai situasi

baik data epidemiologis maupun keadaan lingkungan fisik, sosial-ekonomi, sosial-budaya,

dan sosial-politik setempat.(Azwar,A,1996). Yang termasuk lingkungan fisik antara lain

keadaan geografik, karakteristik topografi, keadaan cuaca, tempat / gedung, fasilitas

kesehatan, listrik, ruangan, sarana dan prasarana pendidikan. Yang termasuk sosial-budaya

antara lain tingkat pendidikan, kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, pola makan, dan norma-

norma dalam masyarakat. Yang termasuk sosial-ekonomi antara lain pekerjaan, penghasilan,

sedangkan yang termasuk sosial-politik adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan aspek

hukum, kebijakan instansi atau pemerintah setempat. Dalam tahap ini juga perlu dipikirkan

bagaimana, siapa dan kapan dikumpulkan data-data tersebut. Dari hasil survei di lapangan,

akan teridentifikasi perilaku atau kebiasaan dan juga teridentifikasi banyak permasalahan.

B. Menetapkan prioritas masalah

Bila sudah teridentifikasi beberapa masalah dari hasil pengumpulan data-data di atas, dan bila

adanya keterbatasan sumber daya baik biaya, tenaga, waktu dan teknologi, maka tidak semua

masalah tersebut dapat dipecahkan sekaligus. Untuk itu perlu dipilih masalah mana yang

paling feasible untuk dipecahkan.( Notoatmodjo,S, 1996). Pemilihan prioritas masalah dapat

dilakukan dengan:

a. teknik skoring yaitu memberikan nilai berdasarkan besarnya masalah, berat ringannya

masalah, teknologi yang tersedia, sumber daya yang tersedia, keuntungan sosial bagi

masyarakat, dan keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah.

b. teknik non skoring yaitu teknik melalui diskusi kelompok.

10

Page 11: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

C. Merencanakan Program

Dalam menyusun suatu rencana program PKG adalah sama dengan menyusun

program pendidikan pada umumnya yang identik dengan menyusun kurikulum. Kurikulum

merupakan panduan proses belajar bagi tenaga pengajar dan peserta didik. Kurikulum

mencakup tujuan umum dan khusus, pokok bahasan / sub pokok bahasan, sasaran didik,

metoda dan alat bantu ajar, waktu pelaksanaan, tenaga pengajar, tempat pelaksanaan, serta

cara evaluasi. ( Notoatmodjo,S, 1996)

1. Menetapkan tujuan PKG

Menetapkan tujuan PKG dalam perencanaan pendidikan kesehatan gigi adalah

membuat ketetapan tertentu yang ingin dicapai. Penetapan tujuan yang baik adalah

apabila tujuan dirumuskan secara konkret dan dapat diukur serta terdiri atas tujuan

umum dan khusus. Sebagai contoh :

Tujuan umum dari pendidikan kesehatan gigi di SD X adalah “meningkatnya

kesehatan gigi anak-anak sekolah dasar X “

Tujuan khusus dari pendidikan kesehatan gigi di SD X adalah “meningkatnya

perilaku anak-anak sekolah dasar X dalam memelihara kesehatan gigi “

2. Pokok Bahasan / sub pokok bahasan

Merupakan bahasan yang berisi materi yang sesuai dengan kemampuan yang

diharapakan dalam tujuan umum dan khusus yang telah ditetapkan. Materi yang

dimaksud harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan sasaran PKG.

3. Sasaran Didik

Sasaran pendidikan kesehatan gigi adalah individu / kelompok dalam masyarakat

yang teridentifikasi memerlukan pendidikan kesehatan gigi dan mulut. Sasaran

biasanya dibagi dua yaitu :

a. sasaran langsung yaitu kelompok yang langsung dikenai program pendidikan

kesehatan gigi, sebagai contoh : murid-murid SD. Sasaran pada murid-murid SD

juga perlu diperhatikan kelompok umurnya. Menurut Oshwald Kroh (teori

perkembangan), anak-anak usia 7-8 tahun (SD kelas 1-2) masih dipengaruhi fantasi

jadi kenyataan dicampur baur dengan fantasi; usia 8-10 tahun (kelas 3-4) adalah

masa berpikir naif dan nyata atau masa mengumpulkan ilmu pengetahuan; dan usia

10-12 tahun adalah masa berpikir kritis dan nyata.(Glanz.K dkk,1997,Collins,M dan

11

Page 12: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

Fontenelle,D,1982, Ahmadi,A,1991). Pengetahuan yang diberikan perlu disesuaikan

dengan kelompok sasaran, sehingga pesan yang diberikan dapat efektif. (Gagliardi,

1999).

Hal-hal yang ada pada sasaran ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan di

dalam memilih metoda untuk menyampaikan pendidikan kesehatan gigi

b. sasaran tidak langsung yaitu kelompok yang menjadi sasaran antara, sebagai contoh :

orang tua murid SD dan guru, karena perilaku mereka mempunyai pengaruh besar

pada anak-anak/murid-muridnya.

4. Menetapkan Metoda dan Alat Bantu Ajar

Pada tahapan ini perlu dipilih metoda dan alat bantu ajar yang sesuai dengan sasaran,

sehingga PKG ini dapat menghasilkan perubahan perilaku dari sasaran. Sebagai

contoh metoda, alat bantu ajar dan media yang diberikan pada sasaran kelompok

sekolah sebagai berikut: untuk murid-murid SD, maka dianjurkan untuk masing-

masing kelompok umur dibedakan metoda, alat bantu dan media pendidikan

kesehatan gigi yang sesuai dengan kemampuan berpikirnya, dalam hal ini metoda

ceramah masih merupakan pilihan dengan modifikasi sesuai kelompok umur. Metoda

ceramah merupakan metoda yang paling umum untuk berbagi pengetahuan dan fakta

kesehatan. Metoda ceramah akan berhasil bila penceramah menguasai materi dan

membawa alat-alat bantu pengajaran seperti slide, flip chart dsb. (WHO,1988). Sesuai

dengan teori perkembangan di atas maka :

a. Kelompok 7-8 tahun (kelas 1-2) menggunakan metoda ceramah dimodifikasi dengan

bercerita/dongeng, bermain dan bernyanyi. Sebagai contoh:

Berceramah ringan dengan dibantu flip chart/slide/poster mengenai bentuk gigi,

fungsi dan gigi susu dan gigi tetap, waktu yang tepat untuk menyikat gigi, serta

dibantu alat peraga lain seperti model gigi dan sikat giginya untuk melatih

menyikat gigi yang benar

Bercerita/dongeng dapat menggunakan tokoh-tokoh fantasi anak-anak yang

dijagokan sebagai tokoh yang bergigi kuat dan sehat. Perbuatan yang dilakukan

oleh tokoh dalam dongeng dimaksud untuk mengajar anak-anak cara bertingkah

laku yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut. Tujuan bercerita untuk

memberikan informasi dan gagasan serta mendorong anak untuk melihat perilaku

dan norma mereka. Untuk mengetahui apakah cerita/dongeng bermakna bagi

12

Page 13: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

anak-anak, maka perlu ditanyakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan si

tokoh. Sebagai contoh : mengapa gigi tokoh X sehat dan kuat, apakah anak-anak

ingin seperti tokoh X dan sebagainya.

Bermain dengan menggunakan alat-alat permainan ataupun gambar-gambar

mengenai makanan yang sehat dan tidak sehat untuk gigi.

Bernyanyi lagu-lagu jenaka dengan mengganti lirik yang mudah diingat dengan

tujuan untuk memberi gagasan kesehatan gigi kepada anak. Bila lagunya menarik,

anak-anak akan mengingat nyanyian dan informasi yang dikandungnya, misalnya

lagu Bangun Tidur atau lagu Aku Gigi. Akan lebih menarik lagi bila nyanyian

diiringi alat musik.

b. Kelompok 8-10 tahun (kelas 3-4) menggunakan metoda ceramah dimodifikasi dengan

peragaan Sebagai contoh:

Berceramah mengenai: bagian-bagian mulut dan gigi, fungsi dan jenis gigi, plak,

proses gigi berlubang, cara menyikat gigi dibantu dengan alat peraga model gigi

dan sikat gigi

Peragaan merupakan cara yang menyenangkan untuk saling tukar pengetahuan dan

ketrampilan. Peragaan membantu dan memberi kesempatan kepada anak untuk

mempelajari dan melaksanakan ketrampilan baru. Sebagai contoh: peragaan cara

menyikat gigi yang kemudian dilaksanakan bersama-sama, atau penggunaan

disclosing solution

c. Kelompok 10-12 tahun (kelas 5-6) menggunakan metoda ceramah dimodifikasi

dengan diskusi kelompok. Sebagai contoh:

Berceramah mengenai fluor, plak penyebab gigi berlubang, proses penjalaran gigi

berlubang gusi sehat, proses terjadinya penyakit gusi, perawatan gigi

berlubang,dan penyakit gusi, dibantu dengan poster dan alat peraga lain

Diskusi kelompok yaitu memecahkan permasalahan bersama dari topik dan

pertanyaan yang diberikan oleh penceramah. Agar semua anggota berpartisipasi,

maka formasi duduk diatur agar dapat saling memandang.

Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan

hal-hal sebagai berikut : (Gagliardi, 1999, WHO,1988)

a. yakinkan presentasi tepat waktu

b. jangan memulai presentasi sebelum sasaran siap untuk mendengarkan

c. jangan tergantung kepada catatan

13

Page 14: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

d. jangan tergantung pada teman yang akan menggantikan kita

e. bersikap dan berpenampilan meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah

f. bersuara cukup keras dan jelas

g. menggunakan bahasa yang dimengerti oleh sasaran, disarankan menggunakan bahasa

daerah setempat

h. pandangan harus tertuju keseluruh pendengar

i. berdiri di depan dan tidak boleh duduk

j. menggunakan Alat Bantu Lihat (AVA) semaksimal mungkin.

k. mengantisipasi masalah: sebagai contoh bila ada kerusakan pada alat bantu

l. memancing pertanyaan agar terjadi partisipasi

Dalam mengembangkan alat bantu lihat atau strategi interaktif lain pada saat

presentasi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. yakinkan bahwa semua orang dapat melihat demonstrasi, poster atau alat bantu lain.

b. berjalan sekitar ruangan kelas bila diperlukan agar semua orang dapat melihat

c. bila menggunakan alat peraga yang diperlihatkan ke semua orang, pastikan semua

mendapat giliran

d. lakukan kontak dua arah

e. jangan mendemonstrasikan cara menyikat gigi atau hal lain hanya dengan cara lisan

f. yakinkan sasaran memulai latihan bersama

g. yakinkan pengarahan jelas bagaimana cara berlatih

5. Menetapkan waktu

Waktu yang ditetapkan dalam perencanaan adalah sangat tergantung dengan jenis

perencanaan yang dibuat serta kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dalam rangka

mencapai tujuan. Sebagai contoh waktu pemberian pendidikan kesehatan gigi pada

murid-murid SD harus disesuaikan dengan agenda sekolah sebagai contoh : perlu

diperhatikan masa evaluasi hasil belajar (EHB), libur sekolah dan lain-lain, untuk itu

perlu koordinasi yang baik dengan pihak SD yang bersangkutan. Begitu juga lamanya

memberikan pendidikan kesehatan perlu diperhatikan untuk menghindari bicara yang

terlalu lama dan pendengar akan bosan dan gelisah.

6. Tenaga pengajar pelaksana

Pada perencanaan ini perlu diuraikan tenaga pengajar atau personel yang akan

melaksanakan pendidikan kesehatan gigi berikut urai tugasnya (jobdescription), hal ini

14

Page 15: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

penting agar masing-masing tenaga pengajar mengetahui dan melaksanakan

kewajibannya. Orang-orang yang dapat terlibat dalam PKG selain tenaga kesehatan

adalah: pengawas sekolah, kepala sekolah, guru kelas atau guru UKS, orang tua murid

dapat dilibatkan di dalam kegiatan ini dan dapat dilatih untuk menjadi kader. Orang-orang

yang dituakan / orang-orang yang berpengaruh di dalam lingkungan seperti tokoh

masyarakat, pemuka agama dapat juga dilibatkan untuk dapat mempengaruhi sasaran

(Gagliardi, 1999).

7. Tempat Pelaksanaan

Perencanaan tempat PKG juga perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. Tempat dapat dipilih yang sesuai antara lain besarnya ruangan, ruangan

terbuka atau tertutup, atau dilakukan diluar kelas / lapangan.

8. Cara Evaluasi.

Evaluasi berhubungan dan tergantung pada tujuan, oleh karena itu tujuan harus cukup

spesifik untuk diukur dan diobservasi. Semakin spesifik suatu tujuan, maka semakin

mudah untuk dapat atau mungkin dibuat cara-cara evaluasi, serta menentukan alat

evaluasinya.

PEMBAHASAN

Yang ingin dicapai dalam PKG adalah terbentuknya perilaku (pengetahuan, sikap, dan

tindakan) yang tidak menguntungkan menjadi perilaku yang menguntungkan kesehatan gigi.

Menurut Mantra 1997, perubahan perilaku biasanya memerlukan waktu lama, dimana sangat

jarang perubahan perilaku dari seseorang terjadi langsung setelah mendengar satu kali PKG.

Hal tersebut yang sering tidak disadari oleh para pendidik yang mengharapkan terjadinya

perubahan langsung yang ideal dari seseorang / masyarakat dengan hanya melakukan PKG

satu kali, karena perilaku merupakan respon individu terhadap stimulasi, baik yang berasal

dari luar maupun dari dalam dirinya. (Glanz.K,1997)

Untuk mendapatkan perilaku tertentu yang sesuai dengan yang diharapkan, biasanya

perlu melalui proses pendidikan yang berkesinambungan, membutuhkan kesungguhan,

kemauan, dan ketrampilan dari si pendidik. Proses tersebut merupakan kegiatan terus

menerus dan perlu direncanakan sesuai dengan strategi perencanaan pendidikan pada

umumnya yang identik dengan penyusunan kurikulum pendidikan.

Untuk menilai keberhasilan PKG, maka perlu dilakukan evaluasi yang dapat

mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini strategi

15

Page 16: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

penentuan tujuan seharusnya lebih realistik dan sesuai dengan kemampuan yang ada.

Menurut Mantra 1997, suatu perilaku akan lebih besar kemungkinannya untuk diadopsi

apabila perilaku yang akan dicapai adalah perilaku yang sederhana dan memberikan dampak

yang positif dalam waktu singkat.

KESIMPULAN

Konsep pendidikan kesehatan gigi merupakan proses belajar individu / masyarakat

dari tidak tahu mengenai nilai-nilai kesehatan gigi dan mulut menjadi tahu, dari tidak mampu

mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu. Untuk itu pemilihan

strategi yang tepat dalam perencanaan PKG sangat diperlukan dan pengeloalaannya perlu

dipersiapkan secara matang agar tujuan dari penyampaian pesan melalui pendidikan

kesehatan gigi ini dapat tercapai secara efektif dan efisien, sehingga harapan terjadinya

perubahan perilaku terhadap kesehatan gigi dan mulut masyarakat / individu dapat tercapai.

PKG membutuhkan kesungguhan, kemauan, dan ketrampilan dari si pendidik dan harus

dilakukan secara berkesinambungan.

16

Page 17: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi.A. 1991. Psikologi Perkembangan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Hal.54-84

Astoeti, T.E dan Jeddy. 2003. Peranan perilaku terhadap kebersihan gigi dan mulut murid-murid sekolah dasar di wilayah DKI Jakarta (kajian pada murid-murid kelas 1 s/d 3 sdn di DKI Jakarta). Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial. FKG Unhas. Hal. 340-344.

Astoeti, T.E, Boesro, S, Roeslan, B dan Sudhana, W. 2004. Perbedaan Efektivitas Pendidikan Kesehatan Gigi pada Anak, Anak dan guru, Anak dan Orangtua, serta Anak,guru dan orangtua dalam meningkatkan status Kesehtan Gigi. (belum dipublikasi)

Azwar.A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta. Ed ke-1 Hal.181-241

Budiharto. 1998. Pengantar Ilmu Perilaku dan Pendidikan kesehatan Gigi.

Blum H.L.1974. Planning Health, Development and Application of Social Change Theory. New York : Human Science Press.

Collins M and Fontenelle D. 1982. Changing Student Behaviors. Schenkman Pub Comp. Massachusetts.Hal. 3-10

Departemen Kesehatan RI. 1999. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita VI. Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Bakti Husada. Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2002. Badan Penelitian dan pengembangan kesehatan. Survei Kesehatan Nasional 2001. laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas.Hal 43-52

Departemen Kesehatan RI. 2003. Sistem Kesehatan Nasional.

Gagliardi L. 1999. Dental health Education. Lesson Planning and Implementation. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey

Glanz.K et all. 1997. Health Behavior and Health Education. Theory, research, and practice. 2nd ed. Jossey-Bass Pub. San Fransisco. Hal 3-18

Green,L. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach, The John Hopkins University, Mayfield Pub.Co

Green,L 1991. Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach.

Hurlock.E. 1978. Child Development. Mcgraw-Hill,Inc.

Kadir, R.A. 1991. Ilmu Pergigian Pencegahan. Panduan Untuk Penuntut dan Pengamal Pergigian. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. Hlm. 210, 212.

17

Page 18: HANDS OUT PEMBEKALAN KOASS KOMTER DAN DHE, Januari 2011

Kristanti.Ch dkk. 1997. Seri Survei kesehatan Rumah Tangga. Status Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia. Departemen kesehatan RI

Mantra,I.B. 1997. Strategi Penyuluhan Kesehatan. Pusat penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI.

Notoatmodjo S.1990. Pengantar Perilaku Kesehatan. Depok. Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Notoatmodjo S. 1993. Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Ed. Ke-1. Yogyakarta : Andi Offset.

Notoatmodjo S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ed. Ke-1. Jakarta : Rineka Cipta. Hlm.95-145.

Notoatmodjo,S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Ed. Ke-1. Jakarta: PT Asdi Mahasatya

Petersen PE, Peng B, Tai B, Bian Z, Fan M. 2004. Effect of a school-based oral health education programme in Wuhan City, Peoples Republic of China. International Dental Journal 2004 Feb hal 33-41.

W.H.O. 1988. Pendidikan Kesehatan. Pedoman Pelayanan Kesehatan Dasar. Penerbit ITB, Bandung, penerbit Universitas Udayana, Bali.

Widayatun.T.1999. Ilmu Perilaku. CV Infomedika

18