HALUSINASI.docx

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama (Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat. Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008). Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi 1

Transcript of HALUSINASI.docx

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSetiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama (Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 (januari-maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.Akibat semakin kompleksnya persoalan hidup yang muncul di tengah masyarakat, menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di Riau tiap tahunnya terus bertambah. Selama tahun 2007 ini saja di Riau telah menerima sebanyak 8.870 pasien gangguan jiwa.Berdasarkan dari hasil anamnesa pada bulan november 2010 pada ruangan nuri yang mana jumlah pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada diruangan, di merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, di mawar ada 9 pasien halusinasi (45%) dari 20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi (28,57%) dari 7 pasien, di melati ada 22 pasien halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.

B. Tujuan1. Untuk mengetahui dan memahami definisi halusinasi2. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis halusinasi3. Untuk mengetahui dan memahami psikopatologi halusinasi4. Untuk mengetahui dan memahami fase-fase halusinasi5. Untuk mengetahui dan memahami etiologi halusinasi6. Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala halusinasi7. Untuk mengetahui dan memahami akibat halusinasi8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan halusinasi9. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan halusinasi

C. Manfaat 1. Bagi pembacaBisa memberikan pengetahuan tentang halusinasi dan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi2. Bagi penulisBisa memberikan pengetahuan lebih dan mendorong penulis untuk menulis karya-karya yang baru.

BAB IIISIA. DefinisiHalusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seorang klien, yang terjadi dalam keadaan sadar ataupun bangun. Dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2005). Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsangan diluar (Yosep, 2007). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata (Keliat, 2011).Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah perubahan persepsi sensori tanpa adanya rangsangan dari luar pada panca indra seorang klien yang sesungguhnya tidak nyata.

B. Jenis-Jenis HalusinasiAda beberapa halusinasi (Yosep, 2007) membagi halusinasi menjadi delapan jenis meliputi : halusinasi pendengaran (auditif, akustik), halusinasi penglihatan (visual, optik), halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi pengecapan (gustatorik), halusinasi raba (taktil), halusinasi seksual, halusinasi kinestetek, halusinasi viseral.1. Halusinasi pendengaran ( auditif, akustik)Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Byasannya suara tersebut di tunjukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut. Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh ataupun dekat bahkan mungkin datang tiap bagian tubuhnya sendiri.2. Halusinasi penglihatan (visual, optik)Lebih sering terjadi pada keadaan delerium (penyakit organik) biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan

3. Halusinasi penciuman (olfaktorik)Halusinasi ini biasannya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa salah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.4. Halusinasi pengecapan (gustatorik)Walaupun jarang terjadi, biasannya bersamaan dengan halusinasi penciuman penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.5. Halusinasi raba (taktil)Merasa diraba, disentuh, ditiup seperti ada ulat yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delerium toksis dan skizofrenia.6. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba:Penderita mersa diraba dan diperkosa, sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.7. Halusinasi kinestitekPenderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya yang bergerak-gerak, (umpamannya anggota badan bayangan atau phantonlimb) sering pada skizofrenia dalam keadaan toksis tertentu akibat pemakaian obat tertentu.8. Halusinasi viseralTimbulnnya perasaan tertentu didalam tubuhnyaMenurut Sunaryo, 2004 klasifikasi halusinasi antara lain :1. Halusinasi hipnogogik yaitu persepsi sensori bekerja yang salah yang terdapat pada orang normal, terjadi sebelum tidur2. Halusinasi hipnopompik yaitu persepsi sensori bekerja yang salah pada orang normal terjadi tepat sebelum bangun tidur3. Halusinasi histerik adalah halusinasi yang timbul pada neurosis histerik karena konflik emosional.

C. PsikopatologyRentang respon neurobiologis : Rentan respon neurobiologis (Stuart, 2006)Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi mempersepsikan suatus stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima. Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Respon adaptif:Respon maladaptif:Pikiran logis Kadang pikiran terganggu Gangguan proses pikir/ delusi. Persepsi akurat Ilusi Halusinasi Emosi konsisten Emosi berlebihan atau kurang Tidak mampu mengalami Dengan pengalaman Emosi Perilaku sesuai Perilaku yang tidak biasa Perilaku tidak terorganisir Hubungan Positif Menarik Diri Isolasi sosial (Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Purba 2009).D. Fase-Fase HalusinasiHalusinasi dibagi didalam empat fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinnya, yaitu :

Fase-Fase Halusinasi, Karakteristik, Dengan PerilakunyaFASE HALUSINASIKARAKTERISTIKPRILAKU KLIEN

FASE 1 :ComfortingAnsietas sedang,Halusinasi menyenangkanKlien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori jika ansietas dapat ditangani.Non spikotikTersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpan suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik, diem dan asik sendiri.

FASE 2 :CondemiAnsietas bera, Halusinasi menjadi menjijikanPengalaman sensori yang menjijikan dan menakutkan klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinnya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.Psikotik ringanMeningkatnnya sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian menyempit. Asik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita.

FASE 3 :ConntrolingAnsietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasaKlien berhenti menghentiksn perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah terhadap halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.PsikotikKemampuan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. Kesukaran berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Adannya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.

FASE 4 :Conquering, panik umumnya menjadi melebur dalamhalusinasiPengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapiutikPrilaku teror akibat panik. Potensi kuat suicide atau homicide, aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks. Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

E. EtiologiMenurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah: 1. Faktor Predisposisi : Faktor genetik, faktor neurobiologi, studi neuro transmiter, teoti virus, dan psikologia) Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut 1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. 2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. 3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). b) PsikologisKeluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. c) Sosial BudayaKondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stres. 2. Faktor presipitasiSecara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stresor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: a) BiologisGangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. 1) Stres LingkunganAmbang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. 2) Sumber KopingSumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor. b) Penatalaksanaan medis : therapi somatik, therapi kejang listrik, psikotherapi, dan rehabilitasi

F. Tanda Dan GejalaMenurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008), dan menurut Keliat dikutip oleh Syahbana (2009) perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut.1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain3. Tidak dapat membedakan antara keadaan yang nyata dan tidak nyata4. Tidak dapat memusatkan perhatian5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain, dan lingkungan)6. Ekspresi muka tegang mudah tersinggung dan marah7. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat8. Terjadi peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan pernapasan9. Perhatian dengan lingkunagn yang kurang atau beberapa detik 10. Sulit berhubungan dengan orang lain11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi, dan kataton

G. Akibat HalusinasiAkibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan. Ini diakibatkan karena psien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya (Prabowo, 2014).

H. PenatalaksanaanPenatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, yaitu : 1. PsikofarmakologisObat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat- obatan anti-psikosis.Adapun kelompok obat-obatan umum yang digunakan adalah : KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1-40 mg Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg Proklorperazin(Compazine) 15-150 mg Promazin (Sparine) 40-1200 mg Tiodazin (Mellaril) 150-800 mg Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg Tiotiksen (Navane) 8-30 mgButirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

2. Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)Terapi kejang adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.3. Psikoterapi dan RehabilitasiPsikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari.a) Terapi aktivitas: terapi musik, terapi seni, terapi menari, dan terapi relaksasib) Terapi sosial: pasien bersosialisasi dengan pasien lainc) Terapi kelompok: TAK stimulus persepsi halusinasi (Prabowo, 2014)

I. ASKEP1. Pengkajian

a) Mengkaji Jenis HalusinasiAda beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu, pengecap, perabaan, senestik dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien. Jenis Halusinasi Data ObjektifData Subjektif

Halusinasi dengar/suaraBicara atau tertawa sendiri tanpa lawan bicaraMarah-marah tanpa sebabMencondongkan telinga ke arah tertentuMenuntup telingaMendengar suara-suara atau kegaduhanMendengar suara yang mengajak bercakap-cakapMendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

Halusinasi penglihatanMenunjuk-nunjuk ke arah tertentuKetakutan pada objek yang tidak jelasMelihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster

Halusinasi penghiduMenghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentuMenutup hidungMembaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan

Halusinasi pengecapanSering meludahMuntah Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses

Halusinasi perabaanMenggaruk-garuk permukaan kulitMengatakan ada serangga di permukaan kulitMerasakan seperti tersengat listrik

b) Mengkaji Isi Halusinasi Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk bayangan yang dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan. c) Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk pencegahan terjadinya halusinasi. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan jika pasien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu. Bila mungkin pasien diminta menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. d) Mengkaji Respon Terhadap HalusinasiUntuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien dapat dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh pasien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah pasien masih dapat mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi. 2. Merumuskan diagnosis keperawatanDiagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan data subjektif dan objektif yang ditemukan pada pasien. Diagnosis keperawatan pada gangguan ini adalah Gangguan sensori persepsi halusinasi : (penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penghidu).

3. Tindakan Keperawatan pada Pasien Halusinasi a) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi : 1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya. 2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya 3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal. b) Tindakan Keperawatan 1) Membantu Pasien Mengenali HalusinasiUntuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat melakukannya cara berdiskusi dengan pasien tentang ini halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.2) Melatih Pasien Mengontrol Halusinasi.Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi :a. Melatih Pasien Menghardik HalusinasiMenghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memerdulikan halusinasinya. Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :Menjelaskan cara menghardik halusinasi 1) Memperagakan cara menghardik 2) Meminta pasien memperagakan ulang 3) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien. b. Melatih Bercakap-cakap dengan Orang LainUntuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. c. Melatih Pasien Beraktivitas Secara TerjadwalUntuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa membantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Tahapan intervensi sebagai berikut : 1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi 2) Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien.3) Melatih pasien melakukan aktivitas 4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. 5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.d. Melatih Pasien Menggunakan Obat Secara TeraturUntuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat: 1) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa 2) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program 3) Jelaskan akibat bila putus obat Jelaskan cara mendapatkanm obat/ berobat 4) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5B (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis). Pohon masalah Resiko perilaku kekerasan effect

Perubahan sensori persepsicore problem

Isolasi sosial : Menarik diricausa4. EvaluasiEvaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Perawat lakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut : a) Pasien Mempercayai Perawatnya sebagai terapis, ditandai dengan: 1) Pasien mau menerima perawat sebagai perawatnya2) Pasien mau menceritakan masalah yang dia hadapai kepada perawatnya, bahkan hal-hal yang selama ini dianggap rahasia untuk orang lain.3) Pasien mau bekerja sama dengan perawat, setiap program yang perawat tawarkan ditaati oleh pasien. b) Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada obyeknya dan merupakan masalah yang harus diatasi, ditandai dengan: 1) Pasien mengungkapkan isi halusinasinya yang dialaminya. 2) Pasien menjelaskan waktu, dan frekuensi halusinasi yang dialaminya. 3) Pasien menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi. 4) Pasien menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi 5) Pasien menjelaskan bahwa ia akan berusaha mengatasi halusinasi yang dialaminyac) Pasien dapat Mengontrol Halusinasi, ditandai dengan: 1) Pasien mampu memperagakan empat cara mengontrol halusinasi 2) Pasien menerapkan empat cara mengontrol halusinasi: a. Menghardik halusinasi. b. Berbicara dengan orang lain disekitarnya bila timbul halusinasi.c. Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi hari sampai mau tidur pada malam hari selama tujuh hari dalam seminggu dan melaksanakan jadwal tersebut secara mandiri.d. Mematuhi program pengobatan. d) Keluarga mampu merawat pasien dirumah, ditandai dengan:1) Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien. 2) Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dirumah. 3) Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien. 4) Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pasien. 5) Keluarga melaporkan keberhasilan merawat pasien (Purba, Wahyuni, Nasution, Daulay, 2009).

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanHalusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seorang klien, yang terjadi dalam keadaan sadar ataupun bangun. Dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2005). Ada beberapa halusinasi (Yosep, 2007) membagi halusinasi menjadi delapan jenis meliputi : halusinasi pendengaran (auditif, akustik), halusinasi penglihatan (visual, optik), halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi pengecapan (gustatorik), halusinasi raba (taktil), halusinasi seksual, halusinasi kinestetek, halusinasi viseral.B. Saran Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih tentang asuhan keperawatan jiwa pasien halusinasi. Bagi perawat, agar dapat meningkatkan kinerja dalam mengaplikatifkan asuhan keperawatan jiwa pasien halusinasi.

DAFTAR PUSTAKADireja, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha MedikaKeliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course).Jakarta: EGC--------------. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial & Kader Kesehatan Jiwa: CMHN(Intermediate Course). Jakarta: EGCPrabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : NuhaMedikaYosep, Iyus. 2007.Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

18