hal 21-30

download hal 21-30

of 27

Transcript of hal 21-30

Sindrom fetal alkohol meliputi hipertrikosis, wajah yang berukuran kecil, hemangioma kapiler, dan retardasi fisik serta mental. Sebuah kasus hipertrikosis generalisata dan defek kongenital multipel dilaporkan oleh Kaler dkk pada seorang bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menggunakan minoksidil selama kehamilan. Sindrom fetal valproat dicirikan dengan hipertrikosis generalisata kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki, facies yang kasar, hipertrofi gingival, hipotonia, kaki gada serta tangan gada, dan dermatoglifik abnormal.

Hipertrikrosis akuisita generalisata atau berpolaKasus-kasus ini meliputi kasus-kasus yang disebabkan oleh hipertrikosis lanuginosa akuisita, kasus-kasus yang terkait dengan berbagai macam sindrom, dan kasus-kasus yang disebabkan oleh konsumsi obat tertentu. Hipertrikosis lanuginosa akuisita (Gb. 33-32) merupakan sebuah tanda yang tak menyenangkan tentang adanya malignansi internal. Sindrom-sindrom yang terkait dengan peningkatan pertumbuhan rambut meliputi diabetes lipoatrofik, sindrom kulit kaku (stiff skin syndrome), sindrom Down, sindrom Rubenstein-Taybi, sindrom Laband, sindrom Cornelia de Lange, sindrom Hurler, leprechaunism, sindrom Winchester, sindrom Schynzel-Giedier, dan hipertrikosis dengan karakteristik akromegalik. Obat-obatan yang terkait dengan hipertrikosis meliputi minoksidil, siklosporin, difenilhidantoin, diazoksid, streptomisin, penisilamin, kortikosteroid, danazol, psoralen, heksaklorobenzana, PUVA, bimatropost topikal, steroid topikal, dan androgen topikal

HirsutismeGambaran klinik Hirsutisme adalah pertumbuhan rambut terminal yang berlebihan pada wanita dengan pola yang lebih tipikal untuk laki-laki. Area-area pertumbuhan rambut yang bergantung-pada-androgen yang terkena meliputi bibir atas, pipi (Gb. 3333), dagu, dada bagian tengah, payudara, abdomen bagian bawah, dan selangkangan. Pola pertumbuhan rambut yang mengalami perubahan ini dapat

terkait dengan tanda-tanda lain dari virilisasi, yang meliputi kebotakan daerah temporal, kebiasaan (habitus) yang maskulin, suara menjadi lebih dalam, hipertrofi klitoris dan amenore. Akne merupakan sebuah tanda lain dari hiperandrogenisme. Patogenesis Jika virilisasi terjadi bersamaan dengan hirsutisme, terutama ketika

perkembangannya cepat, kemungkinan penyebabnya adalah neoplasma. Pada ketiadaan virilisasi, penyebab neoplastik kemungkinan besar dapat disingkirkan. Sebagian besar hirsutisme yang signifikan secara medis terkait dengan sindrom ovarii polikistik (polycystic ovarian syndrome PCOS, hiperinsulinemia

hiperandrogenisme dengan anovulasi). Pada sebuah penelitian terhadap 873 pasien dengan hirsutisme yang signifikan secara medis, PCOS terdapat pada 82% dari subyek penelitian tersebut. Hirsutisme idiopatik terdapat pada 4,7% pasien dan 6,75% pasien mengalami peningkatan kadar androgen dan hirsutisme dengan ovulasi normal. Variasis etnik harus dipertimbangkan ketika menilai hirsutisme. Wanitawanita keturunan Asia Barat Daya, Eropa Timur dan Eropa Selatan umumnya mempunyai rambut wajah, rambut di abdomen, dan rambut di paha; sementara wanita-wanita Asia dan Indian umumnya memiliki pertumbuhan rambut terminal yang sedikit pada area-area ini. Pada wanita, biosintesis androgen terjadi pada kelenjar adrenal dan ovarium. Testosteron dan prekursor androgen androstenedion disekresi oleh ovarium. Kontribusi dari kelenjar adrenal berupa preandrogen yaitu:

dehidroepiandrosteron (DHEA), DHEA sulfat dan androstenedion. Prekursorprekursor ini membutuhkan konversi perifer di kulit dan hati untuk menjadi testosteron. Testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron, androgen yang

meningkatkan pertumbuhan rambut yang bergantung-pada-androgen, pada folikel rambut oleh 5--reduktase. Molekul-molekul reseptor pada organ akhir (end organ) diperlukan untuk pengikatan dan kerja hormon pada aras (level) tersebut. Karena testosteron normalnya terikat pada molekul pembawa dalam

plasma pada kadar 99%, dan testosteron yang tidak terikat lah yang aktif, kadar testosteron bebas berkorelasi dengan bukti klinis dari kelebihan androgen. Hirsutisme dapat disebabkan oleh sekresi androgen yang berlebihan baik dari ovarium maupun dari kelenjar adrenal. Sekresi yang berlebihan dapat berasal dari kelebihan fungsional atau, yang jarang terjadi, dari proses

neoplastik. Penyebab-penyebab yang berasal dari ovarium meliputi PCOS (sindrom Stein-Leventhal), dan berbagai tumor ovarium, baik jinak maupun ganas. PCOS didefinisikan dengan anovulasi (periode menstruasi kurang dari sembilan kali dalam satu tahun atau jarak waktu antar menstruasi lebih lama dari 40 hari) dengan bukti klinis adanya hiperandrogenisme. Bukti adanya kista ovarium tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis, dan pemeriksaan laboratorium serta pencitraan tidak harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Patogenesis PCOS mungkin berhubungan dengan resistensi insulin dengan akibatnya adalah kadar insulin resultan yang tinggi yang menyebabkan produksi androgen yang berlebih dari ovarium. Angka prevalensi PCOS untuk perempuan kulit hitam dan kulit putih di AS adalah masing-masing 8,0% dan 4,8%. Tumor-tumor ovarium mencakup sel Leydig, mikroadenoma tumor sel jinak hilus, unilateral, tumor sel

arrhenoblastoma. Tumor-tumor

granular/teka, dan luteoma adalah penyebab yang jarang dari hirsutisme. Pada hirsutisme yang terkait tumor, timbulnya gejala (onset) biasanya cepat, terjadi dengan tanda-tanda lain dari virilisasi, dan dimulai antara usia 20 dan 40. Penyebab-penyebab yang berasal dari adrenal termasuk hiperplasia adrenal kongenital (congenital adrenal hyperplasia CAH) dan tumor-tumor adrenal, seperti adenoma adrenal dan karsinoma adrenal. Sindrom adrenogenital atau CAH adalah kelainan autosomal dominan yang dapat timbul dari kekurangan enzim-enzim berikut: 21-hidroksilase (bentuk paling umum), 11-hidroksilase, atau 3-hidroksi steroid dehidrogenase. Onset umumnya pada masa kanak-kanak, dengan ambiguous genitalia, pertumbuhan dewasa sebelum waktunya (precocious growth), dan virilisme. CAH nonklasik (onset dewasa) dapat terjadi dengan hirsutisme.

Penyebab-penyebab yang berasal dari pituitari termasuk penyakit Cushing, akromegali, dan adenoma yang mensekresi prolaktin. Mikroadenoma yang mensekresi prolaktin mengalami insiden hirsutisme dan jerawat sebesar

20%. Peningkatan prolaktin dapat terlihat pada pasien dengan PCOS. Kondisikondisi lain di mana kadar prolaktin dapat tinggi dan yang dapat menyebabkan hirsutisme meliputi hipotiroidisme, konsumsi fenotiazin, dan kegagalan hepatorenal. Penyebab lain dari hirsutisme mencakup konsumsi androgen

eksogen. Hipersensitivitas organ akhir mungkin merupakan sebuah mekanisme pada pasien dengan hasil pemeriksaan lain yang normal. Obat-obatan seperti minoksidil, diazoxide, kortikosteroid, dan fenitoin, yang telah

dilaporkan menyebabkan hirsutisme, umumnya menyebabkan hipertrikosis, yaitu sebuah peningkatan pertumbuhan rambut generalisata yang tidak terbatas pada daerah yang sensitif androgen saja. Pemeriksaan Kebanyakan hirsutisme berkaitan dengan warisan etnis atau PCOS. Hiperplasia adrenal nonklasik dengan defisiensi 21-hidroksilase, sindrom akantosis nigrikans hiperandrogenik resisten insulin, dan tumor-tumor yang mensekresi androgen merupakan penyebab yang relatif jarang ditemukan. Anmanesis dan pemeriksaan fisik yang cermat sangatlah penting. Anamnesis harus difokuskan pada onset dan perkembangan virilisasi, riwayat menstruasi dan kehamilan, dan latar belakang keluarga/ras. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan tanda-tanda

penyakit Cushing, hipotiroidisme, atau akromegali. Tanda-tanda lain yang harus diperiksa adalah distribusi massa otot dan lemak tubuh, ukuran klitoris, kedalaman suara, dan galaktorea. Pemeriksaan laboratorium masih controversial dalam diagnosis kelainan ini. Menurut pendapat penulis, pemeriksaan laboratorium akan bernilai hanya jika pemeriksaan ini mempengaruhi penatalaksanaan. Jika pernyataan ini dapat diterima, maka tidak ada pemeriksaan hormonal yang wajib untuk hirsutisme stabil pada pasien yang tidak mengalami tanda-tanda virilisasi. Diagnosis PCOS tidak memerlukan konfirmasi pemeriksaan laboratorium. Penentuan lipid serum

dan pemeriksaan untuk intoleransi glukosa dapat menjadi pemeriksaan laboratorium yang paling penting pada pasien-pasien dengan PCOS, karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memiliki dampak terbesar pada penatalaksanaan dan prognosis jangka panjang. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik

menunjukkan kemungkinan adanya neoplasma, pemeriksaan laboratorium harus mencakup pemeriksaan kadar testosteron total. Pemeriksaan kadar

dehidroepiandrosteron sulfat biasanya dilakukan jika diduga penyebabnya berasal dari kelenjar adrenal. Pemeriksaan kortisol urin 24 jam adalah baku emas untuk diagnosis penyakit Cushing. Pemeriksaan kadar thyroid-stimulating hormone (TSH), hormon pertumbuhan, dan somatomedin C diindikasikan jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya hipotiroidisme atau akromegali. Tes supresi deksametason direkomendasikan oleh beberapa peneliti, tetapi hasilnya sering tidak mempengaruhi penatalaksanaan. Sebuah uji stimulasi 17hidroksiprogesteron dan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dasar (baseline) dapat digunakan untuk skrining CAH onset lanjut, tapi terapi penggantian steroid belum terbukti menghasilkan hasil yang lebih baik daripada pengobatan empiris dengan antiandrogen. Kadar 17-hidroksiprogesteron dasar (baseline) mungkin normal pada beberapa wanita yang mengalami defisiensi 21-hidroksilase nonklasik, dan stimulasi ACTH dapat menyebabkan overdiagnosis dari sindrom tersebut. Respon 17-hidroksiprogesteron yang berlebihan terhadap stimulasi ACTH adalah umum terjadi pada PCOS pada dosis farmakologis ACTH (250 g) tetapi tidak pada dosis fisiologis (1 g). Hirsutisme dengan penyebab yang berasal dari ovarium dapat diidentifikasi dengan tes buserelin pada 30% pasien dengan hirsutisme dan dengan deksametason pada 22% pasien, namun data yang membuktikan bahwa tes buserelin (busereline challenge) memberikan hasil yang lebih baik masih kurang. Kadar prolaktin dapat digunakan sebagai skrining untuk tumor-tumor yang mensekresi prolaktin, tetapi juga akan mengarahkan ke pemeriksaan lebih lanjut yang mahal pada banyak pasien yang akhirnya didiagnosis dengan PCOS. Kadar prolaktin harus diperiksa pada setiap pasien yang mengalami galaktorea, namun bernilai terbatas hanya sebagai tes skrining rutin untuk pasien dengan hirsutisme saja.

Jika tanda-tanda akromegali, penyakit Cushing, atau virilisasi terdapat secara klinis, dianjurkan untuk merujuk ke ahli endokrinologi. Adanya ketidakteraturan-ketidakteraturan menstruasi utama juga merupakan indikasi untuk merujuk ke seorang ahli endokrinologi atau dokter kandungan. Meskipun 90% wanita dengan hirsutisme mengalami peningkatan kadar testosteron, peningkatan di atas 200 ng/dL dan onset yang cepat atau virilisasi progresif menunjukkan bahwa penyakit yang mendasarinya serius. Sebuah peningkatan yang besar dalam kadar DHEA sulfat (lebih dari 7000 ng/mL) menunjukkan adanya suatu neoplasma adrenal, dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pencitraan kelenjar adrenal. Banyak pasien dengan CAH onset lanjut hasil skrining DHEA sulfat nya normal. Pasien-pasien dengan kadar prolaktin di atas 20 ng/mL juga harus dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut dengan MRI atau CT scan. Polimorfisme pada gen yang mengkode globulin pengikat hormon seks telah diidentifikasi pada beberapa keluarga yang mengalami hirsutisme, tetapi pemeriksaan tersebut tidak mempengaruhi penatalaksanaan. Pengobatan Berbagai bentuk epilasi mekanik, kimia, dan laser dapat dilakukan, misalnya untuk hipertrikosis. Spironolakton dengan berbagai kontrasepsi oral, cyproterone asetat ditambah etinil estradiol, agonis gonadotropin-releasing hormone seperti leuprolid dan nafarelin, flutamide, finasteride, dan eflornithine topikal telah digunakan dengan sukses dalam rejimen tunggal dan dalam berbagai kombinasi untuk mengobati hirsutisme. Kombinasi dan dosis optimal masih perlu ditentukan. Finasteride pada dosis 2,5-5 mg/hari telah terbukti menurunkan jumlah dan diameter rambut pada wanita yang mengalami hirsutisme. Kombinasi spironolakton, 100 mg/hari, ditambah finasteride, 5 mg/hari, telah terbukti lebih unggul daripada rejimen tunggal spironolakton, 100 mg/hari. Analisis terhadap literatur saat ini menyarankan bahwa rejimen tunggal spironolakton, 100 mg/hari, lebih unggul dibandingkan rejimen tunggal finasteride, 5 mg/hari, dan rejimen tunggal cyproterone asetat dosis rendah, 12,5 mg/hari selama 10 hari pertama dari satu siklus pengobatan, pada pengobatan hirsutisme. Karena spironolakton umumnya digunakan pada dosis 100 mg dua kali sehari, penelitian lebih lanjut

diperlukan dengan membandingkan dosis yang lebih tinggi ini dengan cara terapi lain.Dalam sebuah penelitian prospektif acak, terhadap Diane 35 (cyproterone asetat [CPA], 2 mg, dan etinil estradiol, 35 g), Diane 35 ditambah

spironolakton, dan rejimen tunggal spironolakton, semua pengobatan tersebut dapat ditoleransi dengan baik. Terapi kombinasi menghasilkan respon endokrin yang lebih unggul, tetapi penulis menyimpulkan bahwa rejimen tunggal spironolakton adalah pengobatan yang paling hemat biaya. Penggunaan kontrasepsi oral (oral contraceptive OC) juga kontroversial. OC generasi ketiga mengakibatkan peningkatan yang signifikan pada globulin pengikat hormon seks dan penurunan testosteron bebas, tetapi OC generasi kedua dan ketiga secara klinis efektif dalam mengobati hirsutisme. Jika menggunakan flutamide, pengobatan awalnya adalah sebesar 250 mg/hari yang diikuti dengan periode pengobatan rumatan jangka panjang dengan menggunakan dosis 125 mg/hari. Sensitizer insulin sedang diteliti dalam pengobatan hirsutisme, terutama PCOS. Data terbaik sampai saat ini adalah untuk metformin. Terapi metformin telah terbukti dapat mengontrol siklus menstruasi dan meningkatkan kesuburan pada wanita dengan PCOS. Metformin menyebabkan penurunan kadar testosteron dan insulin. Wanita yang mengalami oligomenore dengan peningkatan rasio luteinizing hormone (LH) banding follicle-stimulating hormone (FSH) dan kadar testosteron yang lebih rendah paling baik merespon terapi ini. Spironolakton, 50 mg/hari, lebih unggul daripada metformin, 1000 mg/hari, dalam pengobatan untuk hirsutisme dan frekuensi siklus menstruasi pada sebuah penelitian terhadap 82 remaja perempuan dan perempuan muda dengan PCOS. Dosis 200 mg/hari biasanya digunakan untuk mengobati hirsutisme. Pada dosis ini, ketidakteraturan menstruasi yang disebabkan oleh obat tersebut umum terjadi, dan paling baik digunakan dalam kombinasi dengan pil OC. Yasmin, yang berisi progestogen drospirenon, telah terbukti memberikan kontrol siklus menstruasi yang baik untuk wanita dengan PCOS, dengan perbaikan dalam hal terjadinya jerawat tetapi tidak ada efek terhadap gejala lain dari sindrom ini. Korelasi yang baik telah ditemukan antara peningkatan frekuensi ovulasi dengan klomifen sitrat dan kemungkinan kehamilan pada wanita dengan PCOS. Pilihan-pilihan lain termasuk acarbose,

gonadotropin,

dan

pengeboran

(drilling)

ovarium

laparoskopik. Masalah

infertilitas paling baik dikelola oleh seorang spesialis di bidang ini. Pengobatan empiris dengan anti androgen mungkin sama bagusnya dengan terapi penggantian steroid untuk pengelolaan hirsutisme pada pasien dengan CAH nonklasik.

Trichomycosis axillarisNodul-nodul diskrit, berukuran 1-2 mm dan melekat erat pada selubung rambut daerah aksiler atau pubis, merupakan karakteristik trichomycosis. Warna nodul bisa kuning (Gambar 33-34), merah, atau hitam. Biasanya terjadi hiperhidrosis pada daerah yang terkena. Perubahan warna menjadi kekuningan pada daerah ketiak kadang-kadang ditemukan. Sejumlah besar Corynebacterium terdapat dalam lesi ini. Gangguan ini dapat muncul berdampingan dengan erythrasma dan keratolisis berlekuk/pitted. Pengobatan dengan preparat antibiotik topikal, seperti klindamisin atau eritromisin topikal, atau naftifine, yang memiliki sifat antibakteri, dikombinasikan dengan berbagai modalitas yang akan mengurangi hiperhidrosis, ternyata efektif, tetapi mencukur rambut akan memberikan hasil yang lebih cepat.

Penyakit folikel rambut yang terkait Pityriasis amiantacea (tinea amiantacea)Sisik pada kulit kepala yang tebal, seperti asbes (amiantaceous), mengkilap, menjadi karakteristik dari pityriasis amiantacea. Krusta putih keperakan atau abuabu pudar bisa terjadi lokalisata atau, lebih jarang, generalisata pada seluruh kulit kepala. Bagian proksimal dari rambut kusut dengan krusta-krusta yang berlapislapis. Tidak ada perubahan struktural pada rambut, namun pada beberapa bintik (patch) dimana terdapat krusta yang tebal, mungkin terdapat beberapa eksudat purulen di bawah krusta dan alopesia temporer, seperti yang terjadi setelah beberapa kasus furunkulosis pada kulit kepala. Penyebabnya paling sering adalah dermatitis seboroik berat atau tidak diobati atau psoriasis. Dalam sebuah penelitian prospektif terhadap 85 pasien, psoriasis didokumentasikan pada 35% pasien dan proses yang sugestif dermatitis

seboroik atau dermatitis atopik terjadi pada 35% lainnya. Tinea kapitis adalah diagnosis akhirnya pada 13% pasien. Staphylococcus ditemukan pada 96,5% pasien, dibandingkan dengan 15% pada kontrol. Pasien harus menggunakan sampo setiap hari atau setiap dua hari dengan suspensi selenium sulfida, atau sampo yang mengandung tar atau steroid, selama beberapa minggu. Pemakaian minyak kacang atau keratolitik beberapa jam sebelum keramas mempermudah pengangkatan sisik dan kerak. Dengan debridement tersebut, diikuti dengan penggunaan solusi steroid topikal pada ras Kaukasia atau steroid ointment pada ras Afrika Amerika, infeksi bakteri sekunder biasanya sembuh tanpa memerlukan terapi antistafilokokus oral.

Folikulitis nares perforansFolikulitis perforata hidung ditandai oleh pustula kecil dekat ujung bagian dalam hidung. Lesi menjadi berkrusta, dan ketika krusta diangkat ditemukan bahwa ujung bulbosa dari vibrissa (rambut tebal yang tumbuh di dalam lubang hidungpenerjemah) yang terkena tertanam dalam bahan yang mengental. Rambut-rambut yang terkena tipikal dengan yang terdapat di dalam lubang

hidung. Staphylococcus aureus kadangkala dapat dikultur dari pustula. Rambut harus diangkat dan antibiotik ointment seperti mupirocin dioleskan.

Dermatosis perforata akuisitaFolikulitis perforata, penyakit Kyrle, dan kolagenosis perforata akuisita adalah sebutan-sebutan yang telah digantikan dengan istilah yang lebih inklusif yaitu dermatosis perforata akuisita. Kondisi ini tidak jarang dan paling sering dikaitkan dengan gagal ginjal atau diabetes atau keduanya. Antara 4% dan 10% pasien yang menjalani dialisis mengalami papula berbentuk kubah umbilicated pada tungkai, atau lebih jarang pada trunkus, leher, lengan, atau kulit kepala, dengan rasa gatal yang bervariasi (Gambar 33-35). Lesi-lesi awal dapat berbentuk pustular; lesi-lesi lanjut menyerupai prurigo nodularis baik secara klinis dan histologis. Terdapat kerucut hiperkeratotik sentral yang mengarah ke dalam dermis, sehingga ketika diangkat, cekungan menyerupai pit tetap ada. Biasanya papula-papulanya diskrit,

tetapi mereka dapat bergabung membentuk plakat sirsinata. Plakat verukosa koalesen seringkali terlihat, terutama pada ekstremitas bawah. Fenomena

Koebner juga dapat diamati, dimana terbentuk goresan plakat atau verukosa yang menonjol. Yang terakhir ini terlihat terutama di daerah antecubiti dan poplitea. Jaringan parut atrofik terjadi pada involusi lesi ini. Secara histologis, epidermis menjadi edematosa, stratum granulosum menghilang, dan terjadi parakeratosis. Akhirnya, epidermis menjadi atrofik, dengan kerusakan terjadi pada daerah-daerah yang terletak di atas papila. Melalui daerah-daerah ini jaringan ikat nekrobiotik, sel-sel inflamasi yang mengalami degenerasi, dan berkas-berkas kolagen ditekan menjadi sebuah depresi (cekungan) pada epidermis berbentuk mangkok. Kondisi ini diperkirakan merupakan respon terhadap trauma, biasanya karena menggaruk atau menggosok sebagai respon terhadap pruritus dari gagal ginjal yang terkait atau kulit kering. Kondisi-kondisi predisposisi lain yang dilaporkan meliputi infeksi HIV, sclerosing cholangitis atau penyakit-penyakit hati lain, hipotiroidisme, hiperparatiroidisme, penyakit Hodgkin, pada daerahdaerah herpes zoster yang sembuh, dan sebagai reaksi terhadap pengangkatan rambut menggunakan laser atau terhadap inhibitor-inhibitor TNF-. Pengobatan ultraviolet baik tipe PUVA ataupun UVB membantu mengurangi pruritus pada penyakit ginjal dan memperbaiki gangguan

perforata. Hidrasi kulit dengan berendam dalam air biasa, diikuti segera (tanpa pengeringan) dengan salep triamcinolone, juga berguna. Asam retinoat topikal (0,1% krim), allopurinol, doksisiklin, isotretinoin, dan etretinat telah efektif dalam meratakan lesi. Pasien yang terinfeksi HIV dapat merespon dengan baik terhadap talidomid. Penyakit ini dapat mengalami remisi segera setelah transplantasi ginjal.

Kolagenosis perforata reaktifKolagenosis perforata reaktif merupakan kondisi yang diwariskan yang ditandai dengan papula berukuran sebesar kepala peniti, sewarna dengan kulit, yang tumbuh hingga diameter 4-6 mm dan mempunyai daerah pusat umbilikasi di mana terdapat bahan keratinous di dalamnya (Gambar 33-36). Papula-papula diskrit

mungkin banyak dan melibatkan daerah-daerah yang sering mengalami trauma seperti punggung tangan, lengan bawah, siku, dan lutut. Lesi mencapai ukuran maksimum sekitar 6 mm dalam 4 minggu dan kemudian mengalami regresi spontan dalam 6-8 minggu. Diyakini bahwa lesi ini disebabkan oleh sebuah reaksi aneh dari kulit terhadap trauma superfisial. Koebnerisasi sering ditemukan. Anak-anak kecil adalah yang paling sering terkena. Kebanyakan laporan mendukung cara pewarisan autosomal resesif, namun telah dilaporkan sebuah keluarga di mana penyakit ini nampaknya diwariskan secara autosomal dominan. Tidak ada pengobatan khusus yang diindikasikan, karena lesi-lesi mengalami involusi secara spontan. Krim tretinoin 0,1% mungkin efektif.

Folliculosis anserine traumatikFolliculosis anserine traumatik adalah hiperkeratosis folikular menyerupai kulit angsa yang aneh yang mungkin timbul dari tekanan terus menerus dan gesekan lateral antara satu permukaan kulit dengan yang lain. Gesekan seperti ini seringkali disebabkan oleh kebiasaan penekanan pada siku, dagu, rahang, atau leher, seringkali saat menonton televisi. Dua pertiga pasien yang mengalami lesi ini ternyata atopik.

Erythromelanosis follicularis faciei et colliErythromelanosis follicularis faciei et colli adalah sebuah penyakit pigmentari eritematosa yang melibatkan folikel-folikel rambut. Perubahan warna menjadi coklat kemerahan, yang berbatas tajam, dan simetris mengenai daerah preaurikular dan maksiler. Kadangkala pigmentasi dapat tidak teratur

bentuknya. Selain itu, terdapat papula-papula folikular dan eritema. Di bawah penekanan diaskopik, daerah coklat kemerahan, yang berisi telangiektasi, menjadi pucat dan pigmentasi coklat muda menjadi lebih nyata. Pembentukan sisik pityriasiformis dan rasa gatal ringan dapat terjadi. Keratosis pilaris pada lengan dan bahu seringkali ditemukan. Penyakit ini lebih sering mengenai pasien Asia dan India.

Secara

histologis,

terdapat

suatu

hiperkeratosis

ringan,

dengan

hiperpigmentasi epidermal dan pelebaran pembuluh darah dermis bagian atas. Folikel rambut dapat membesar pada daerah infundibular dan kelenjar sebasea dapat menjadi hipertrofik. Sebukan sel limfositik mengelilingi adneksa tersebut.

Infundibulofolikulitis diseminata dan rekurensHitch dan Lund melaporkan sebuah erupsi folikular diseminata pada torso dari seorang pria kulit hitam yang mengenai seluruh struktur pilosebaseus. Lesi-lesi tersebut berupa papula-papula berbentuk tidak teratur yang ditembus rambut di bagian tengahnya. Lesi ini menyerupai erupsi kutis anserina jika dilihat melalui kaca pembesar. Erupsi ini kadangkala terasa gatal tapi ringan, dan bersifat kronis, dengan eksaserbasi berulang. Papula-papulanya seragam (uniformis), dan berdiameter 1 atau 2 mm; mengenai semua folikel pada daerah yang terkena, yang biasanya pada trunkus bagian atas dan leher, meskipun seluruh trunkus dan ekstremitas proksimal dapat terkena. Dapat terjadi pustula tapi jarang. Secara histologis, bagian infundibular dari folikel adalah yang terutama terkena, dan lesi-lesi tersebut bersifat inflamatoris daripada

hiperkeratotik. Edema, infiltrasi limfositik dan neutrofilik, dan infiltrasi fibroblastik ringan mengelilingi folikel yang terkena. Pengobatan dengan steroid topikal, isotretinoin, atau PUVA mungkin efektif.

Lichen spinulosusLichen spinulosus (keratosis spinulosa) adalah penyakit yang terutama terjadi pada anak-anak dan ditandai oleh duri-duri bertanduk filiformis berukuran kecil, yang menonjol dari lubang folikuler tanpa papula apa pun. Duri-duri bersifat diskrit dan berkelompok. Lesi-lesi muncul secara berkelompok dan terdistribusi secara simetris pada trunkus, anggota gerak, dan pantat (acne corne). Terdapat predileksi pada leher, pantat, dinding abdomen, daerah poplitea, dan permukaan ekstensor dari lengan. Didapatkan sedikit rasa gatal atau tidak ada sama sekali

rasa gatal. Kasus-kasus yang terjadi kadangkala dengan bentuk generalisata pada orang dewasa dengan infeksi HIV atau alkoholisme telah dilaporkan. Pemeriksaan histologis menunjukkan perubahan-perubahan inflamatoris sederhana dan hiperkeratosis folikuler. Lesi-lesi ini dapat berespon terhadap keratolitik dan emolien, seperti gel atau ointment asam salisilat, asam laktat, atau urea. Krim tretinoin atau tacalcitol merupakan alternatif lain. Lesi cenderung mengalami involusi pada masa pubertas.

Kelainan kelenjar keringat HiperhidrosisHiperhidrosis, atau berkeringat berlebihan, mungkin terlokalisir pada satu atau beberapa daerah atau mungkin lebih generalisata. Hiperhidrosis generalisata sejati jarang terjadi, dan bahkan hiperhidrosis yang disebabkan oleh penyakit sistemik biasanya menonjol pada daerah-daerah tertentu.

Hiperhidrosis palmoplantar (hiperhidrosis emosional) Jenis hiperhidrosis ini biasanya terlokalisasi pada telapak tangan, telapak kaki, dan/atau aksila, dan dapat menjadi lebih buruk pada kondisi suhu lingkungan yang hangat. Pasien dengan hiperhidrosis telapak tangan dan telapak kaki mungkin juga mengalami hiperhidrosis aksilaris, tetapi hanya 25% pasien dengan hiperhidrosis aksilaris mengalami hiperhidrosis palmoplantar. Tangan mungkin dingin dan menunjukkan rona kehitaman. Keratin yang lembab pada telapak kaki hiperhidrotik seringkali mengalami keratolisis berlekuk (pitted) dan berbau busuk. Pengeluaran keringat dapat terjadi secara intermiten; pada kasus-kasus ini kecemasan, stres, atau ketakutan mungkin memicunya. Jika pengeluaran keringat terjadi secara konstan, biasanya emosi bukanlah pemicu yang penting. Tipe pengeluaran keringat ini dapat diwariskan secara autosomal dominan. Onsetnya pada masa kanak-kanak untuk jenis palmaris dan pada masa remaja untuk jenis aksilaris. Kelainan ini cenderung membaik dengan

bertambahnya usia. Pengeluaran keringat biasanya berhenti saat dalam keadaan tidur.

Hiperhidrosis gustatoris Orang-orang tertentu secara reguler mengalami pengeluaran keringat yang berlebihan pada dahi, kulit kepala, bibir atas, daerah perioral, atau sternum beberapa saat setelah mengonsumsi makanan pedas, saus tomat, coklat, kopi, teh, atau sup panas. Pengeluaran keringat gustatoris mungkin idiopatik atau disebabkan oleh hiperaktivitas saraf simpatis (tumor Pancoast atau pasca operasi), neuropati sensorik (diabetes mellitus atau setelah mengalami herpes zoster), parotitis atau abses parotis, dan operasi atau cedera pada kelenjar parotis (sindrom aurikulotemporal von Frey ). Sindrom Frey terjadi pada sepertiga atau lebih dari pasien yang menjalani operasi parotis. Untungnya, hanya 10% dari pasien yang terkena memerlukan pengobatan.

Bentuk-bentuk hiperhidrosis lokalisata lain Pengeluaran keringat terlokalisir dapat terjadi pada lesi blue rubber bleb nevus, tumor glomus, dan hemangioma (hemangioma sudoriferus), dan pada sindrom POEMS, sindrom Gopalan, sindrom nyeri regional kompleks, sebagai akibat dari tumor medulla spinalis (terutama jika keluhannya adalah hiperhidrosis palmaris unilateral), dan pachydermoperiostosis.

Hiperhidrosis generalisata Penyakit demam, olahraga berat, atau lingkungan yang panas dan lembab, misalnya lingkungan tropis, dapat menyebabkan hiperhidrosis

generalisata. Hipertiroidisme, akromegali, diabetes melitus, feokromositoma, hipoglikemia, salisilisme, penyalahgunaan zat, limfoma, sindrom karsinoid, kehamilan, dan menopause juga dapat mengakibatkan hiperhidrosis

generalisata. Penyebab lain hiperhidrosis meliputi konkusi, penyakit Parkinson, gangguan lain dari sistem saraf simpatik, dan tumor metastasis yang mengakibatkan transeksi komplit pada medulla spinalis. Obat-obatan seperti antikolinesterase, antidepresan golongan inhibitor reuptake serotonin selektif atau golongan trisiklik, agen antiglaukoma, stimulan kandung kemih, opioid, dan sialogog dapat menyebabkan hiperhidrosis.

Pengobatan. Terapi hiperhidrosis generalisata ditujukan untuk mengobati penyakit sistemik yang mendasarinya. Hampir semua kasus hiperhidrosis yang didapati oleh para dermatologis adalah dari jenis palmoplantar atau aksila, dan pengobatan yang dibahas di bawah ini terutama berhubungan dengan kondisikondisi ini. Medikasi topikal Aluminium klorida atau aluminium klorhidroksida topikal merupakan agen yang paling sering digunakan untuk hiperhidrosis. Untuk aksila, pengolesan larutan 10-35% dari obat ini tiap malam pada aksila yang sangat kering (kering dengan ditiup menggunakan pengering rambut) biasanya sangat efektif. Untuk membatasi iritasi, harus dicoba konsentrasi yang lebih rendah terlebih dahulu. Aksila juga harus dicuci bersih dalam 6-8 jam setelah pengolesan. Oklusi biasanya tidak diperlukan. Pada hiperhidrosis palmaris pengolesan aluminium klorida tiap malam dengan konsentrasi sampai 50%, tanpa oklusi atau dengan dioklusi menggunakan sarung tangan plastik, telah memberikan hasil yang baik untuk beberapa pasien. Jika pengobatan topikal efektif ketika dilakukan setiap malam, frekuensinya dapat dikurangi hingga sesedikitnya sekali atau dua kali seminggu dengan manfaat lanjutan. Iontoforesis. Iontoforesis dengan air keran biasa merupakan alternatif bagi pasien-pasien yang gagal dengan pengobatan topikal. Pengobatan ini seringkali efektif, baik dengan menggunakan perangkat Drionic atau unit

Fischer. Pengobatan umumnya memerlukan sesi waktu 20-30 menit sekali hari atau dua kali sehari. Ketika respon pengobatan didapatkan, pengobatan dapat digunakan secara intermiten (sesedikitnya setiap 2 minggu sekali) untuk rumatan. Penggunaan glikopirolat 0,01% dan aluminium klorida 2% dalam medium iontophoresis dapat mempercepat respon. Sebuah iontophoresis baru tipe-kering telah ditemukan tetapi belum tersedia untuk saat ini. Toksin botulinum. Injeksi toksin botulinum A ke area seluas 4 cm2 pada telapak tangan, telapak kaki, atau aksila secara dramatis mengurangi pengeluaran keringat pada daerah yang diinjeksi hingga setidaknya 25% dan seringkali kurang dari 10% dari tingkat pengeluaran keringat dasar. Dosis bervariasi menurut tipe toksin botulinum A dan tempat injeksi. Grunfeld dkk menawarkan review lengkap

mengenai teknik dan tips injeksi. Komplikasi jarang terjadi tetapi mencakup beberapa kelemahan kekuatan genggaman jika dosis yang lebih tinggi digunakan pada telapak tangan. Masalah ini, biaya, dan injeksi yang menyakitkan membatasi penggunaannya pada telapak tangan dan telapak kaki khususnya. Hipohidrosis berlanjut selama rata-rata 7 bulan, dengan beberapa pasien terus mendapatkan manfaat yang besar pada 16 bulan setelah satu kali injeksi. Suntikan berulang umumnya tidak kehilangan efikasi dan menghasilkan respons dan tingkat komplikasi yang sama. Bentuk pengobatan ini harus ditawarkan kepada semua pasien yang gagal dengan pengobatan topikal sebelum modalitas bedah dipertimbangkan. Sindrom Frey mengalami remisi selama 1-1,5 tahun pada hampir setiap pasien yang menjalani pengobatan ini. Pengobatan ini dapat dipertimbangkan untuk bentuk lain yang jarang dari hiperhidrosis lokal. Myobloc (toksin botulinum B) juga efektif, tetapi dengan durasi respon yang lebih terbatas. Medikasi internal. Penggunaan agen-agen antikolinergik seperti propantheline bromida, oksibutinin (tersedia dalam formulasi lepas lambat yang dapat menghasilkan efikasi yang lebih rendah), dan glikopirolat dapat membantu. Dosis masing-masing obat diatur berdasarkan toleransi dan respon pasien. Seringkali, pengeluaran keringat ditekan tepat pada saat efek samping antikolinergik mencapai tingkat yang tidak dapat ditolerir, dan pengobatan ini akhirnya harus dihentikan. Efek samping dari agen pemblok asetilkolin juga dapat menyebabkan atau memperburuk kondisi-kondisi seperti glaukoma dan kejang. Efek pada pengeluaran keringat biasanya berlangsung selama 4-6 jam, dan banyak pasien memilih menggunakan obat ini untuk memastikan kekeringan hanya untuk kesempatan khusus saja, bukan sebagai pengobatan terus menerus. Agen-agen lainnya yang dilaporkan dapat mengurangi hiperhidrosis lokal termasuk diltiazem dan klonidin. Terapi pembedahan. Hiperhidrosis aksilaris dapat dikendalikan secara efektif dengan eksisi bagian yang paling aktif berkeringat pada kulit ketiak, diikuti dengan undercutting dan reseksi kelenjar keringat subkutan sepanjang 1-2 cm pada setiap sisi eksisi elips. Prosedur ini hampir selalu efektif. Sebagai alternatif, sedot lemak atau pengambilan secara aspirasi bedah ultrasonik dapat

digunakan. Pertimbangan pra operasi yang paling penting adalah pemetaan yang akurat dari daerah yang paling aktif berkeringat pada aksila tersebut. Kelenjarkelenjar ekrin yang bertanggung jawab untuk kelainan ini tidak selalu terletak pada wilayah yang sama dengan rambut ketiak dan seringkali terletak pada daerah yang cukup terbatas. Pemetaan dapat dilakukan dengan kobalt klorida atau pati iodida. Simpatektomi torakalis bagian atas telah ditemukan efektif dalam mengontrol pengeluaran keringat berlebihan pada daerah telapak tangan ketika semua upaya lain telah gagal. Denervasi simpatis dari ekstremitas atas dilakukan melalui endoskopi dengan secara reversibel menjepit (clipping) atau melakukan reseksi ganglion simpatik torakalis keempat. Komplikasi pembedahan akut terjadi pada kurang dari 2% pasien tetapi meliputi nyeri kronis, infeksi, pneumotoraks, hemothoraks, perdarahan, pneumonia, dan bahkan kematian. Pengeluaran keringat pada tangan dihentikan sepenuhnya. Hanya 60% pasien yang merasa puas, namun, hal ini disebabkan karena terjadi hiperhidrosis kompensatoris dan gustatoris pada lebih dari dua pertiga pasien tersebut setelah dilakukan pembedahan. Hal ini bisa menjadi berat dan sama mengganggunya seperti masalah awalnya. Glikopirolat topikal kadang-kadang dapat membantu

meringankan hiperhidrosis kompensatoris, tetapi hiperhidrosis ini tidak menurun seiring waktu. Sindrom Horner jarang terjadi. Blok simpatik torakalis secara endoskopik pada T4 sedang dievaluasi sebagai alternatif lain.

Anhidrosis (hipohidrosis)Anhidrosis adalah tidak adanya pengeluaran keringat. Hipohidrosis, atau berkurangnya pengeluaran keringat, merupakan bagian dari spektrum kelainan ini. Disfungsi pada berbagai langkah dalam proses fisiologis normal berkeringat dapat menyebabkan pengeluaran keringat berkurang atau tidak ada sama sekali. Kelainan ini dapat terjadi secara lokalisata atau generalisata. Anhidrosis generalisata terjadi pada displasia ektodermal anhidrotik, miliaria profunda (asthenia tropikal), sindrom Sjgren, sindrom Fabry, neuropati sensorik herediter (tipe IV) dengan anhidrosis, dan pada beberapa pasien dengan neuropati diabetik,

disfungsi tiroid, dan myeloma multipel. Sejumlah besar obat dapat menyebabkan hipohidrosis. Obat-obat tersebut meliputi antikolinergik, antidepresan dari golongan trisiklik, antiepilepsi, antihistamin, antihipertensi, antipsikotik,

antiemetik, obat-obatan antivertigo, antispasmodik kandung kemih, obat-obatan antisekretoris gaster, relaksan otot, paralitik neuromuskuler, dan

opioid. Anhidrosis dapat terjadi setelah infeksi, menjadi bagian dari gangguan neurodegeneratif, terjadi sebagai gejala yang berhubungan dengan paparan toksin, menjadi fenomena paraneoplastik, atau sekunder terhadap inflamasi

autoimun. Dermatitis atopik seringkali dikaitkan dengan pengeluaran keringat yang berkurang dan pruritus saat pengeluaran keringat dipicu. Pasien-pasien dengan psoriasis mungkin memiliki gejala yang sama, tetapi lebih jarang. Anhidrosis dengan pruritus merupakan sebuah sindrom yang langka pada dewasa muda. Rasa gatal yang berat terjadi setiap kali mereka dirangsang untuk berkeringat. Tidak ada keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit, tetapi ketika suhu tubuh dinaikkan sekitar 0,5C, papula-papula halus muncul pada setiap orifisium kelenjar ekrin. Pruritus yang terkait terasa begitu berat sehingga pasien merasa benar-benar tidak mampu dan terganggu. Pendinginan dengan segera mengurangi gejala-gejala ini. Kondisi ini mungkin merupakan salah satu bentuk asthenia tropikal atau bentuk ringan dari neuropati otonom yang dijelaskan di bawah ini. Riwayat perkembangan alami dari kelainan ini tidak diketahui, tetapi resolusi spontan dapat terjadi setelah beberapa tahun. Pasien-pasien ini seringkali salah didiagnosis mengidap urtikaria kolinergik. Anhidrosis segmental mungkin berhubungan dengan pupil tonik (sindrom Holmes-Adie), ini disebut sindrom Ross. Pasien-pasien mengalami intoleransi terhadap panas dan didapatkan area-area segmental yang mengalami anhidrosis pada trunkus, lengan, atau tungkai. Secara konsisten didapatkan hilangnya refleks tendon dalam pada lengan, trunkus, dan kaki. Hiperhidrosis segmental kompensatoris pada daerah yang masih utuh secara fungsional dapat terjadi. Sebuah degenerasi selektif pada neuron kolinergik sudomotor merupakan abnormalitas yang dihipotesiskan mendasari kelainan ini.

Neuropati-neuropati otonom yang berhubungan dengan antibodi-antibodi terhadap reseptor-reseptor asetilkolin nikotinik dapat menyebabkan berbagai gejala yang berkaitan dengan disfungsi dari sistem-sistem yang dikontrol oleh saraf otonom. Terdapat sebuah spektrum abnormalitas yang berkisar mulai dari kegagalan otonom berat yang ditandai dengan hipotensi ortostatik, dismotilitas gastrointestinal, anhidrosis, disfungsi kandung kemih, dan sindrom sicca hingga anhidrosis dan intoleransi panas terisolir. Dalam kondisi ini biopsi bisa mengungkapkan adanya sebukan sel radang di sekitar kelenjar-kelenjar ekrin, dan beberapa pasien berespon terhadap steroid atau imunosupresan yang diberikan secara pulsatil. Kelainan ini juga dapat sembuh secara spontan. Anhidrosis yang terlokalisir pada lesi-lesi kulit terjadi secara regular pada plakat dari lepra tuberkuloid. Hal ini juga terjadi pada vitiligo segmental (tapi bukan tipe generalisata), pada garis goresan hipopigmen pada incontinentia pigmenti, pada lesi hiperplasia syringolimfoid dengan alopesia dan anhidrosis, dan pada wajah dan leher pasien-pasien dengan sindrom Bazex yang langka yang terdiri dari atrofoderma folikuler, karsinoma sel basal, dan hipotrikosis, sebuah kelainan yang diwariskan secara dominan terkait kromosom X.

BromhidrosisJuga dikenal dengan keringat berbau busuk, osmidrosis dan pengeluaran keringat berbau busuk, bromhidrosis ini terutama didapatkan pada aksila. Dekomposisi keringat apokrin oleh bakteri, menghasilkan asam lemak dengan bau menyengat yang khas, dianggap sebagai penyebabnya. Seringkali, pasien-pasien yang mengeluh keringat ketiak berbau menyengat sebenarnya tidak memiliki bau badan yang tak sedap; keluhan tersebut menggambarkan adanya delusi, paranoia, fobia, atau lesi pada sistem saraf pusat. Benda asing dan infeksi mikotik kronis intranasal di dalam sinus merupakan penyebab lain. Bromhidrosis sejati biasanya tidak diakui oleh pasien. Sindrom bau badan seperti ikan busuk harus dipertimbangkan pada pasienpasien dengan keluhan bau badan tak enak. Hal ini disebabkan oleh ekskresi trimetilamina (yang baunya seperti ikan busuk) pada keringat yang dikeluarkan

kelenjar ekrin, urin, saliva, dan sekret lainnya. Bahan kimiawi ini diproduksi dari karnitin dan kolin yang berasal dari asupan makanan dan biasanya dimetabolisme di hati. Penyebab sindrom ini adalah adanya sebuah defek autosomal-dominan dalam kemampuan untuk memetabolisme trimetilamina yang disebabkan oleh defek pada mono-oksigenase 3 yang mengandung flavin. Pengurangan asupan makanan tinggi karnitin dan kolin terbukti bermanfaat bagi pasien dengan keluhan ini. Sabun antibakteri dan berbagai deodoran komersial cukup efektif dalam mengontrol bau aksila yang tak sedap. Sering mandi, sering berganti pakaian dalam, mencukur aksila, dan aplikasi topikal dari aluminium klorida (Drysol) semuanya merupakan tindakan yang cukup membantu. Operasi pengangkatan kelenjar baik dengan eksisi atau tumescent liposuction (sedot lemak dengan memasukkan beberapa liter larutan air garam di bawah kulit dari area yang akan disedot-penerjemah) dapat dilakukan, seperti pada hiperhidrosis aksilaris, tapi prosedur ini jarang diindikasikan. Injeksi toksin botulinum A di ketiak dapat mengontrol bau badan di daerah ini serta di daerah kemaluan. Bromhidrosis plantaris disebabkan oleh aksi bakteri pada stratum korneum yang mengalami maserasi (terendam) dalam keringat yang dihasilkan kelenjar ekrin. Hiperhidrosis adalah faktor utama yang terkait, dan seringkali terdapat keratolisis berlekuk (pitted). Pencucian secara hati-hati dengan sabun antibakteri dan penggunaan bedak bubuk pada kaki sangat membantu dalam menghilangkan bromhidrosis. Penggunaan bermanfaat. antibiotik yang topikal, telah seperti dijelaskan klindamisin, sebelumnya dapat untuk

Langkah-langkah

mengontrol hiperhidrosis plantaris harus dilakukan juga. Toksin botulinum A nampaknya juga efektif.

ChromhidrosisChromhidrosis, atau keringat berwarna, adalah gangguan fungsional dari kelenjar keringat apokrin yang sangat langka, seringkali terlokalisir pada wajah atau aksila. Kelainan ini lebih jarang terjadi pada abdomen, dada, payudara, paha, selangkangan, genitalia, dan kelopak mata bawah. Keringat dapat berwarna

kuning (paling umum), biru, hijau, atau hitam. Sekresi yang berwarna ini muncul sebagai respon terhadap rangsangan adrenergik, yang menyebabkan kontraksi mioepitel. Keringat yang berwarna yang dihasilkan dari kelenjar apokrin ternyata juga berfluoresensi dan disebabkan oleh lipofuscin. Pengobatan dengan toksin botulinum A atau capsaicin topikal telah dilaporkan efektif. Chromhidrosis ekrin disebabkan oleh pewarnaan dari keringat yang dihasilkan kelenjar ekrin yang bening oleh pewarna, pigmen, atau logam pada permukaan kulit. Contohnya adalah keringat biru-hijau yang terlihat pada pekerja yang pekerjaannya berhubungan dengan tembaga dan "keringat merah" didapatkan pada pramugari dari pewarna merah pada label rompi

penyelamat. Pewarnaan kecoklatan dari aksila dan kaos dalam dapat terjadi pada ochronosis. Sekresi empedu pada keringat yang dihasilkan kelenjar ekrin terjadi pada pasien dengan gagal hati dan hiperbilirubinemia yang nyata. Makula berwarna coklat atau hijau tua yang berukuran kecil, bulat, terjadi pada telapak tangan dan telapak kaki.

Penyakit Fox-FordycePenyakit Fox-Fordyce jarang terjadi, kebanyakan terjadi pada wanita selama masa remaja atau segera sesudahnya. Adakalanya bersifat familial. Hal ini ditandai dengan papula folikuler diskrit, berbentuk kerucut, berwarna seperti daging atau keabu-abuan, sangat gatal, pada daerah-daerah di mana terdapat kelenjar apokrin. Aksila dan areola adalah tempat utama yang terkena, tetapi umbilikus, pubis, labia mayor, dan perineum dapat terkena juga. Tidak terdapat pengeluaran keringat dari kelenjar apokrin pada daerah yang terkena, dan kepadatan rambut dapat berkurang. Dalam beberapa kasus tidak ada rasa gatal. Sembilan puluh persen kasus terjadi pada wanita antara usia 13 dan 35, tetapi penyakit dapat muncul pasca menopause atau pada pria. Kehamilan selalu menyebabkan perbaikan kelainan ini. Secara histologis, penyakit Fox-Fordyce ditandai dengan obstruksi ostium folikuler oleh sel-sel orthokeratotik. Sebukan sel limfosit mengelilingi sepertiga atas dari folikel rambut dan pembuluh darah dermis bagian atas. Terdapat

spongiosis yang terkait pada infundibulum pada lokasi pintu masuk saluran kelenjar apokrin ke dalam folikel rambut. Dalam satu kasus, sel-sel apoekrin yang terlepas menyumbat saluran. Sel busa telah diamati sebagai penanda histologis, karena banyak dari temuan-temuan di atas tidak spesifik atau sulit untuk dibuktikan. Xanthomatosis aksilaris lokalisata telah didalilkan sebagai suatu varian dari penyakit Fox-Fordyce atau suatu jenis xanthoma veruciformis. Tidak ada bentuk terapi yang secara universal efektif untuk penyakit FoxFordyce. Pil kontrasepsi oral, tretinoin atau adapalen topikal, pimecrolimus topikal atau krim kortikosteroid lemah, steroid intralesi, larutan klindamisin topikal, benzoyl peroksida, isotretinoin, dan fototerapi UV semuanya telah efektif dalam sejumlah kecil pasien. Eksisi atau kuretase yang dibantu sedot lemak mungkin bisa berhasil pada daerah-daerah aksila.

Granulosis rubra nasiGranulosis nasi rubra adalah suatu penyakit familial yang jarang pada anak-anak, yang terjadi pada hidung, pipi, dan dagu. Penyakit ini ditandai dengan kemerahan difus, hiperhidrosis persisten, dan papula kecil berwarna merah gelap yang menghilang pada penekanan diaskopik. Ujung hidung berwarna merah atau nila (violet). Bisa terdapat pustula-pustula kecil. Hiperhidrosis mendahului eritema (Gambar 33-37). Ujung hidung terasa dingin dan tidak mengalami

infiltrasi. Penyakit ini hilang secara spontan pada masa pubertas tanpa meninggalkan bekas apapun. Penyebabnya tidak diketahui. Secara histologis, pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel radang di sekitar saluran keringat. Pengobatannya adalah dengan preparat lokal untuk menghilangkan peradangan, dan jaminan bahwa dengan pubertas biasanya terjadi involusi.

HidradenitisHidradenitis adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyakit-penyakit di mana abnormalitas histologisnya terutama berupa sebukan

sel radang di sekitar kelenjar ekrin. Kelompok ini mencakup hidradenitis ekrin neutrofilik dan hidradenitis plantar idiopatik (hidradenitis palmoplantar rekurens).

Hidradenitis ekrin neutrofilik Sembilan puluh persen pasien dengan hidradenitis ekrin neutrofilik (neutrophilic eccrine hidradenitis NEH) mengidap keganasan. Kondisi ini telah ditemukan terutama pada pasien-pasien dengan acute myelogenous leukemia (AML), namun, dapat juga ditemukan pada leukemia-leukemia lainnya, limfoma, dan tumor padat yang jarang terjadi. Kelainan ini biasanya dimulai sekitar 10 hari setelah dimulainya kemoterapi. Walaupun sebagian besar pasien yang terkena kelainan ini sebelumnya telah mendapatkan pengobatan kemoterapi sitarabin, kelainan ini belum secara seragam terkait dengan agen kemoterapi apa pun dan dapat terjadi pada pasien-pasien yang belum mendapatkan pengobatan kemoterapi apa pun. Pasien-pasien dengan AML yang dalam keadaan remisi telah dilaporkan mengalami NEH dengan perubahan-perubahan sklerodermoid yang terkait yang menandakan kambuhnya leukemia. Granulocyte colony-stimulating factor (GCSF), imatinib mesilat, AZT, asetaminofen, dan berbagai antibiotik juga telah dikaitkan sebagai pemicu dermatosis neutrofilik ini. Lesi-lesi biasanya berupa papula dan plakat eritematosa dan edematosa pada ekstremitas, trunkus, wajah (periorbital), dan telapak tangan (dalam frekuensi kejadian yang menurun sesuai urutan penulisan). Pigmentasi, purpura, atau pustula dapat muncul pada papula dan plakat. Demam dan neutropenia seringkali terjadi. Secara histologis, terdapat sebukan neutrofilik yang padat di sekitar dan menginfiltrasi kelenjar ekrin. Nekrosis kelenjar keringat dapat terjadi, dengan atau tanpa sebukan sel radang. Metaplasia syringoskuamosa dapat terjadi. Temuan ini juga bisa terjadi pada alopesia fibrosa, pada jaringan parut luka bakar, berdekatan dengan berbagai kanker kulit nonmelanoma dan ulkus iskemik dan bedah, pada alopesia musinosa, dan pada sisi tubuh yang menerima terapi radiasi. Lesi dapat kambuh seiring rangkaian kemoterapi yang berulang, tetapi banyak yang tidak kambuh lagi. Resolusi selama 1-4 minggu (rata-rata, 10 hari)

biasanya terjadi. Obat anti-inflamasi nonsteroid atau kortikosteroid oral dapat mempercepat penyembuhan. Pemberian dapson profilaksis mencegah

kekambuhan pada satu pasien. Hidradenitis neutrofilik infeksiosa dapat muncul sebagai sebuah erupsi papular pruritik yang berulang. Serratia, Enterobacter cloacae, Nocardia, dan Staphylococcus aureus telah dikaitkan dengan kelainan ini, dan antibiotikantibiotik yang sesuai untuk agen-agen bakterial tersebut bersifat

kuratif. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histologis dan kultur dari jaringan yang terkena (kultur permukaan mungkin tidak adekuat). Selain itu, banyak pasien yang terinfeksi HIV telah mengalami hidradenitis ekrin neutrofilik.

Hidradenitis palmoplantar rekurens Hidradenitis palmoplantar rekurens adalah kelainan yang terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang sehat. Lesi-lesinya terutama berupa nodul subkutan yang sangat nyeri, yang terletak pada permukaan plantar, menyerupai eritema nodosum. Jarang disertai dengan lesi palmaris. Pada beberapa anak infeksi Pseudomonas dapat menjadi penyebabnya (pseudomonal hot foot, lihat Bab 14). Anak-anak yang terkena seringkali menolak untuk berjalan karena nyeri di daerah plantar. Kondisi ini biasanya berulang, dan dapat dipicu oleh paparan terhadap sepatu yang basah atau cuaca yang dingin dan lembab. Penggunaan preparat steroid oral dan topikal dapat bermanfaat.

Penyakit kukuBeberapa referensi umum yang tersedia yang meninjau spektrum yang luas dari perubahan-perubahan pada kuku.

Dermatosis terkait kukuBanyak dermatosis terkait dengan perubahan kuku yang karakteristik, terkadang spesifik. Banyak dermatosis terkait dengan perubahan di tempat lain.

Lichen planus kuku Insiden yang dilaporkan mengenai keterlibatan kuku pada lichen planus bervariasi dari kurang dari 1% sampai 10%. Lichen planus pada kuku dapat terjadi tanpa perubahan kulit, tetapi 25% pasien dengan penyakit kuku akan mengalami lichen planus di lokasi-lokasi lainnya. Meskipun dapat terjadi pada segala umur, paling sering dimulai selama dekade kelima atau keenam kehidupan. Lempeng kuku (nail plate) dapat sangat menipis, dan kadangkala papula-papula lichen planus yang jelas dapat terjadi pada nailbed. Distrofi dua puluh kuku (trachyonychia) dapat menjadi manifestasi tunggal lichen planus. Perubahan-perubahan kuku lainnya adalah pembentukan alur (grooving) dan pembentukan tonjolan (ridging) longitudinal yang tidak teratur pada lempeng kuku, penipisan lempeng kuku, pembentukan pterygium (Gambar 33-38), pengelupasan lempeng kuku dengan atrofi nailbed, keratosis subungual, atau bahkan onychopapilloma, erythronychia ( garis goresan merah), hiperpigmentasi subungual, dan degloving kuku. Tanda yang terakhir ini adalah entitas yang baru dijelaskan di mana terjadi pengelupasan partial atau total dari kuku atau seluruh aparatus kuku. Kulit di sekitarnya juga dapat mengelupas. Hal ini mungkin disebabkan oleh trauma, iskemia dan gangren, atau penyakit dermatologis berat seperti nekrolisis epidermal toksik atau lichen planus. Perubahan-perubahan histologis dari lichen planus dapat terlihat pada unsur individual apa pun dari kuku ataupun kombinasi dari unsur-unsur kuku tersebut. Yang paling sering terkena adalah matriks kuku. Pengobatan sebagian besar tidak memuaskan. Injeksi kortikosteroid intralesi mungkin bisa membantu pada beberapa pasien. Blok saraf digital harus dipertimbangkan sebelum infiltrasi matriks kuku atau nailbed. Kortikosteroid topikal dengan dressing oklusif polietilen biasanya tidak adekuat. Clobetasol dikombinasikan dengan tazaroten mungkin bisa berhasil. Prednison oral (0,5-1 mg/kg BB selama 3 minggu) atau retinoid oral dalam kombinasi dengan steroid topikal yang dioleskan pada daerah yang terkena telah terbukti berhasil pada beberapa pasien. Tosti dkk melaporkan bahwa lichen planus kuku tipikal pada anak-anak berespon terhadap triamcinolone acetonide intramuskular 0.5-1 mg/kg

BB/bulan yang diberikan selama 3-6 bulan, sampai setengah proksimal kuku itu menjadi normal. Penyakit berulang hanya pada dua pasien selama masa follow up. Sementara distrofi pada dua puluh kuku tidak diobati, pasien secara spontan membaik; pasien dengan atrofi kuku idiopatik tidak mengalami perubahan. (Lihat Bab 12 untuk pertimbangan terapi tambahan.)

Kuku psoriatik Keterlibatan kuku dalam psoriasis umum terjadi, dengan insiden yang dilaporkan bervariasi dari 10% hingga 78%. Pasien-pasien yang lebih tua, pasien-pasien dengan eksaserbasi aktif dari penyakit, dan mereka dengan arthritis psoriatik lebih mungkin untuk mengalami kelainan kuku. Pada lempengan kuku mungkin ada cekungan/pit (Gambar 33-39), atau lebih jarang, alur-alur atau depresi melintang (garis Beau), lempeng kuku yang hancur, atau leukonikia, dengan permukaan kasar atau halus. Perdarahan splinter (splinter hemorrhages) ditemukan pada nailbed, dengan perubahan warna kemerahan pada sebagian atau seluruh nailbed, dan adanya massa bertanduk. Pada hyponychium, hiperkeratosis subungual, bintik-bintik minyak, dan perubahan warna kekuningan-hijau dapat terjadi di daerah onikolisis. Onikomikosis dapat sangat menyerupainya. Tingkat keparahan penyakit kuku mungkin berkorelasi dengan keparahan penyakit kulit dan sendi. Psoriasis pustular dapat mengakibatkan onikolisis, dengan kumpulankumpulan pus di nailbed atau di daerah perionikial. Anonikia jarang terjadi. Penyakit-penyakit papuloskuamosa lain dapat mengenai kuku seperti psoriasis, dengan pengecualian kuku berlekuk (pitting). Penyakit Reiter, pityriasis rubra pilaris, sindrom Sezary, dan akrokeratosis paraneoplastika mengakibatkan kuku hipertrofik dengan hiperkeratosis subungual. Penyakit kuku psoriatik mungkin merupakan temuan soliter atau menjadi bagian dari keterlibatan kulit dan kuku yang luas. Pilihan pengobatan yang dipilih tergantung pada derajat keterlibatan kulit dan kuku. (Lihat Bab 10 untuk informasi tambahan dan pilihan terapi.) Pengobatan sistemik yang sukses pada psoriasis biasanya juga akan memperbaiki atau menghilangkan perubahan

kuku. Metotreksat, PUVA, siklosporin, obat-obatan biologic (obat-obatan yang

berbasis protein yang didapatkan dari sel-sel yang dikultur dalam laboratorium misalnya inhibitor TNF-penerjemah), atau acitretin mungkin efektif. Semua terapi lokal memiliki keterbatasan. Injeksi intralesi suspensi, triamcinolone acetonide 35 mg/mL dengan jarum nomer 30 seringkali membantu. Blok saraf digital mempermudah injeksi yang adekuat. 5-fluorouracil (5-FU) topikal yang

dioleskan pada nailfold proksimal telah dilaporkan efektif. Paling baik untuk menghindari ujung bebas dari kuku ketika mengoleskan 5-FU, karena dapat menyebabkan onikolisis distal. Siklosporin topikal dan gel tazaroten 0,1% topikal juga dapat membantu. Kalsipotriol topikal memberikan perbaikan pada sekitar 50% pasien dengan psoriasis pustular lokalisata pada kuku dan dapat digunakan sebagai pengobatan rumatan setelah intervensi yang sukses dengan retinoid sistemik.