Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

12
Vol 01, Ed 1, Februari 2021 PANDEMI COVID-19 DAN SEKTOR PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING DENGAN PDB SEKTOR PERTANIAN Hal. 1 PELAKSANAAN PROGRAM PADAT KARYA TUNAI (PKT) KEMENTERIAN PUPR: PERLU ADA PENETAPAN PRIORITAS WILAYAH Hal. 3 MENCERMATI PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGELOLA INVESTASI TERHADAP ASET BUMN Hal. 5 TRANSFORMASI KETENAGALISTRIKAN INDONESIA MELALUI DEKARBONISASI KETENAGALISTRIKAN Hal. 7

Transcript of Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

Page 1: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

Vol 01, Ed 1, Februari 2021

PANDEMI COVID-19 DAN SEKTOR PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING DENGAN PDB SEKTOR PERTANIAN

Hal. 1

PELAKSANAAN PROGRAM PADAT KARYA TUNAI (PKT) KEMENTERIAN PUPR: PERLU ADA PENETAPAN PRIORITAS WILAYAH

Hal. 3

MENCERMATI PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGELOLA INVESTASI TERHADAP ASET BUMN

Hal. 5

TRANSFORMASI KETENAGALISTRIKAN INDONESIA MELALUI DEKARBONISASI KETENAGALISTRIKAN

Hal. 7

Page 2: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

Penanggung Jawab

Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin Redaksi

Rastri Paramita, S.E., M.M.

Redaktur

Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.

Dahiri, S.Si., M.Sc.

Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M.

Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E.

Editor

Deasy Dwi Ramiayu, S.E.

Sekretariat

Husnul Latifah, S.Sos.

Memed Sobari

Musbiyatun

Hilda Piska Randini, S.I.P.

Budget Issue Brief Kesejahteraan Rakyat ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran,Badan Keahlian DPR RI. Isi

dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan

merupakan pandangan resmi Badan Keahlian DPR RI.

Artikel 1 Pandemi COVID-19 dan Sektor Pertanian: Peningkatan NTP Tidak Sebanding

Dengan PDB Sektor Pertanian ................................................................................................. 1

Artikel 2 Pelaksanaan Program Padat Karya Tunai (PKT) Kementerian PUPR: Perlu Ada

Penetapan Prioritas Wilayah .................................................................................................... 3

Artikel 3 Mencermati Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi terhadap Aset BUMN . 5

Artikel 4 Transformasi Ketenagalistrikan Indonesia Melalui Dekarbonisasi

Ketenagalistrikan .......................................................................................................................... 7

Page 3: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

1 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 1, Februari 2021

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB). Sepanjang tahun 2011 hingga 2019, kontribusi sektor pertanian rata-rata sebesar 13,25 persen dan terbesar kedua setelah industri pengolahan. Kemudian, sektor pertanian merupakan jenis lapangan usaha yang paling besar menyerap tenaga kerja dengan kontribusi rata-rata sebesar 32,21 persen. Sedangkan kontribusi sektor lainnya kurang dari 19 persen. Berdasarkan dua indikator di atas dapat disimpulkan bahwa pertanian memiliki peran strategis bagi perekonomian nasional. Memasuki tahun 2020, perekonomian nasional mengalami tekanan akibat dampak pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan bagi perekonomian domestik sehingga pada tahun 2020 perekonomian nasional mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar negatif 2,07 persen (yoy) dibanding tahun 2019. Meskipun pertumbuhan terkontraksi, PDB sektor pertanian masih mampu tumbuh positif. Kontribusi positif sektor pertanian terhadap PDB di tengah pandemi Covid-19 seharusnya berdampak positif juga bagi petani. Namun, peningkatan kesejahteraan petani yang diukur dengan nilai tukar petani (NTP) tidak sebanding dengan PDB sektor pertanian yang mampu tumbuh di atas 2 persen dari kuartal 1 sampai kuartal IV (Gambar 1).

Gambar 1. Pertumbuhan PDB dan NTP Tahun 2020 (y on y)

Sumber: BPS, diolah.

Berdasarkan analisis data dari NTP, maka faktor penyebab pertumbuhan NTP atau kesejahteraan petani tidak sebanding dengan pertumbuhan PDB sektor pertanian disebabkan oleh meningkatnya semua biaya produksi pertanian (Gambar 2).

Komisi IV

PANDEMI COVID-19 DAN SEKTOR PERTANIAN:

PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING DENGAN PDB SEKTOR PERTANIAN

• Peningkatan kesejahteraan petani yang diukur dengan nilai tukar petani (NTP) tidak sebanding dengan PDB sektor pertanian yang mampu tumbuh di atas 2 persen.

• Semua biaya produksi pertanian mengalami kenaikan, sementara harga komoditas dari subsektor tanaman pangan dan subsektor hortikultura mengalami penurunan.

• Upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah yaitu: 1. Memberikan bantuan alat

mesin pertanian (alsintan) secara lengkap dari hulu sampai dengan hilir produksi sebagai meminimalisir biaya upah buruh, terutama untuk subsektor tanaman pangan dan hortikultura

2. Memberikan bantuan bibit bagi petani tanaman pangan dan hortikultura.

3. Untuk mengatasi over supply pemerintah dapat membentuk BUMDes penggilingan padi melalui pemanfaatan dana desa dan agroindustri.

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Dahiri dan Linia Siska Risandi

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

Page 4: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 1, Februari 2021

2 2

Gambar 2. Perkembangan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) Tahun 2020

Sumber: BPS, diolah.

Kenaikan biaya tertinggi terjadi

pada upah buruh sebesar 1,32 persen.

Kemudian bibit sebesar 1,24 persen dan

Pupuk sebesar 1,05 persen. Padahal

ketiga komponen tersebut merupakan

biaya pokok utama dalam produksi

pertanian. Sedangkan pada sisi harga,

ada yang mengalami kenaikan dan

penurunan. Kenaikan tertinggi pada

subsektor perkebunan dan subsektor

peternakan hanya naik tipis. Sedangkan

subsektor tanaman pangan dan

hortikultura mengalami penurunan

(Gambar 3). Gambar 3. Perkembangan Indeks Harga yang

Diterima Petani Tahun 2020

Sumber: BPS, diolah.

Turunnya harga pada kedua subsektor tersebut sejalan juga dengan yang dikeluhkan oleh beberapa petani. Sebagai contoh, petani kubis di sentra produksi Desa Buluharjo, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan Jawa Timur, melaporkan kerugian akibat harga anjlok di tingkat petani ketika memasuki musim panen. Harga kubis di tingkat petani hanya berkisar Rp1.000-Rp2.000/kilogram. Padahal, sebelumnya masih di kisaran Rp3.000-Rp5.000/ kilogram. Kondisi ini menyebabkan petani merugi lantaran hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya tanam yang dikeluarkan. Penurunan

harga kubis disebabkan dampak pandemi Covid-19, sehingga daya beli masyarakat menurun dan menyebabkan permintaan pasar lesu.

Kemudian subsektor tanaman

pangan, Madikun, petani asal Desa

Karangasem, Sayung, Demak,

mengatakan bahwa harga gabah kering

panen (GKP) tertinggi saat ini sekitar

Rp4.300/kilogram, padahal disaat

seperti ini harga gabah biasanya sekitar

Rp5.000/kilogram. Hal yang sama juga

dirasakan petani asal Karangasem

lainnya, Kesri, yang mengatakan hanya

bisa pasrah jika harga anjlok saat panen

raya tiba. Ia tak berharap banyak pada

keuntungan, tetapi gabah cukup terjual

agar mampu menutupi ongkos

produksinya, yakni sebesar Rp7-8 Juta

(Kompas, 2020).

Untuk menopang kesejahteraan petani, sebaiknya pemerintah berupaya mengurangi beban produksi yang menjadi penyebab turunnya NTP 2020. Upaya dimaksud antara lain melalui yaitu pertama, meningkatkan pemberian bantuan alat mesin pertanian (alsintan) secara lengkap dari hulu sampai dengan hilir produksi sebagai meminimalisir biaya upah buruh, terutama untuk subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Kedua, memberikan bantuan bibit bagi petani tanaman pangan dan hortikultura. Ketiga, untuk mengatasi over supply pemerintah dapat membentuk BUMDes penggilingan padi melalui pemanfaatan dana desa dan agroindustri.

-1,83 -2,45

5,58

0,61

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

95,00

100,00

105,00

110,00

115,00

120,00

TanamanPangan

Hortikultura TanamanPerkebunan

Rakyat

Peternakan

Q1 Q2 Q3 Q4 Peningkatan (%)

Page 5: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

3 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 1, Februari 2021

Pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 memberikan

dampak yang luar biasa terhadap kondisi sosial dan ekonomi

masyarakat di seluruh belahan dunia. Kontraksi ekonomi yang

signifikan yang pada akhirnya menekan tingkat kesejahteraan

masyarakat dunia merupakan dampak luar biasa dari pandemi

Covid-19. Untuk Indonesia, pertumbuhan Indonesia menurun

sebesar 2,07 persen di sepanjang 2020. Alhasil, kontraksi tersebut

berdampak pada memburuknya kinerja ketenagakerjaan

Indonesia, yang terlihat dari tingkat pengangguran meningkat

1,84 persen, tingkat pekerja paruh waktu meningkat tajam 3,24

persen, dan pekerja sektor informal meningkat 4,59 persen per

Agustus 2020. Dapat dipastikan, memburuknya wajah

ketenagakerjaan ini pada akhirnya berimbas pada memburuknya

kualitas ekonomi masyarakat, yang dilihat dari menurunnya

tingkat pendapatan dan meningkatnya angka kemiskinan. Tahun

ini, pandemi dan efeknya terhadap kondisi sosial dan ekonomi

masih terus berlanjut. Oleh karena itu, keberlanjutan program PKT

dalam rangka menopang daya beli masyarakat dan kinerja

perekonomian di sepanjang 2021 masih sangat dibutuhkan. Untuk

2021, alokasi anggaran program PKT 2021 sebesar Rp12,06

triliun, meningkat dibandingkan 2020. Tabel 1. Rincian Program PKT 2021

Sumber : KemPUPR

Mengingat dampak pandemi terhadap kondisi sosial dan ekonomi

dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia di berbagai wilayah

dan besaran dampaknya berbeda-beda, maka pelaksanaan PKT

pada 2021 sebaiknya dilakukan dengan menatapkan terlebih

dahulu wilayah-wilayah yang lebih menjadi prioritas dibanding

wilayah lain.

BIDANGALOKASI

ANGGRAN (Triliun Rp)

KEGIATAN

Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) di 10.000 lokasi senilai Rp 2,25 triliun

Pembuatan Akulfer Buatan Simpanan Air Hujan (ABSAH) senilai Rp 70,8 miliar di 265 lokasi

Operasi dan Pemeliharaan (OP) Air Tanah dan Air Baku di 1.703 lokasi sebesar Rp68,49

miliarOP Irigasi dan Rawa di 735 lokasi sebesar Rp213 miliar

Tugas Pembantuan OP Irigasi dan Rawa sepanjang 2.041 km sebesar Rp328 miliar

OP Sungai dan Pantai di 1.360 lokasi dengan anggaran sebesar Rp244 miliar

OP Bendungan, Danau, Situ, Embung sebesar Rp60,52 miliar di 503 lokasi.

Preservasi jalan senilai Rp 1,05 triliunPreservasi jembatan sebesar Rp460 miliaRevitalisasi drainase jalan sebesar Rp1,5 triliun

Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di 4.390 desa dengan

anggaran Rp910 miliarSanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) sebesar Rp1,56 triliun di 1.260 lokasiTempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) di 147 lokasi dengan anggaranRp90 miliarPengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) di 900 kecamatan dengan

alokasi anggaran Rp540 miliarKota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di 261 kelurahan dengan anggaran Rp260 miliar

Perumahan 2,46Peningkatan kualitas rumah swadaya atau Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)sebanyak 114.900 unit.

Sumber Daya Air (SDA)

3,23

Jalan dan

Jembatan3,01

Pemukiman 3,36

Komisi V

PELAKSANAAN PROGRAM PADAT KARYA TUNAI (PKT) KEMENTERIAN

PUPR: PERLU ADA PENETAPAN PRIORITAS WILAYAH

• Pandemi Covid-19 telah menyebabkan kontraksi ekonomi yang berdampak pada kinerja ketenagakerjaan yang memburuk dan berujung pada penurunan tingkat pendapatan dan peningkatan kemiskinan.

• Berlanjutnya pandemi Covid-19 dan efeknya hingga tahun 2021, membuat program PKT menjadi penting untuk dilanjutkan guna menopang daya beli masyarakat dan kinerja ekonomi.

• Untuk menjalankan fungsi program PKT, maka dalam pemilihan daerah prioritas sekurang-kurangnya harus memperhatikan struktur ketenagakerjaan khususnya terkait pekerja sektor informal, kapasitas fiskal serta kondisi infrastruktur di tiap provinsi.

• Berdasarkan pendekatan rating scale terhadap variabel masalah ketenagakerjaan dan variabel kapasitas fiskal, maka diperoleh 11 (sebelas) provinsi yang idealnya memperoleh alokasi lebih besar dibanding provinsi lain.

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Robby Alexander Sirait & Emillia Octavia

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

Page 6: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 1, Februari 2021

4 4

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Rekomendasi: Terdapat 11 (Sebelas)

Provinsi Yang Idealnya Menjadi

Prioritas Utama

Program PKT merupakan program yang

ditujukan guna mempertahankan daya

beli masyarakat dengan memberikan

pekerjaan yang low technology tapi padat

karya di pedesaan. Program ini

merupakan respon pemerintah atas

penurunan daya beli, serta peningkatan

pengangguran dan kemiskinan akibat

pandemi. Oleh karena itu, idealnya

pelaksanaan PKT sekurang-kurangnya

harus memperhatikan struktur

ketenagakerjaan di setiap wilayah (baik

sebelum maupun sesudah pandemi),

yang dilihat dari besarnya pekerja sektor

informal dan dampak pandemi terhadap

perubahan komposisi pekerja sektor

informal di suatu wilayah. Dengan

demikian, PKT idealnya diarahkan

kepada wilayah yang memiliki pekerja

sektor informal dan perubahan

(peningkatan) jumlah pekerja sektor

informal akibat banyaknya pemutusan

hubungan kerja di sektor formal, yang

lebih tinggi dibanding wilayah lain. Tidak

hanya itu saja, pelaksanaan PKT juga

sebaiknya memperhatikan kapasitas

fiskal setiap wilayah. Memang dampak

pandemi terhadap ketenagakerjaan

merupakan tanggungjawab bersama

antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah yang perlu

diselesaikan dengan cepat. Namun,

wilayah-wilayah yang memiliki

keterbatasan fiskal daerah akan

mengalami kesulitan dalam

menciptakan berbagai program yang

bersifat padat karya guna menopang

daya beli masyarakat di wilayahnya.

Berdasarkan hal di atas, maka idealnya

kedua variabel tesebut sebaiknya

dijadikan rujukan penyaringan awal

1Rating scale merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk membangun sistem penilaian, dimana penilaian didasarkan pada suatu skala tertentu dari rendah sampai tinggi. Dalam artikel ini menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan menggunakan nilai rerata (mean) dan standar deviasi (SD) pada

untuk menetapkan provinsi yang

memperoleh alokasi yang lebih besar

dibanding provinsi lain, yang kemudian

dilanjutkan dengan mempertimbangkan

kondisi infrastruktur sasaran yang

dibiayai oleh program PKT di provinsi

terpilih.

Dengan menggunakan pendekatan

rating scale1 berdasarkan nilai rerata

dan standar deviasi terhadap variabel

masalah ketenagakerjaan (Persentase

pekerja sektor informal dan perubahan

pekerja sektor informal 2019-2020) dan

variabel kapasitas fiskal (Rasio PAD

Provinsi terhadap Pendapatan Daerah

dan Rerata Rasio PAD Kabupaten

terhadap Pendapatan Daerah), maka

terdapat 11 (sebelas) provinsi yang

idealnya memperoleh alokasi lebih besar

dibanding provinsi lain, yakni Provinsi

Papua, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara

Timur, Bengkulu, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara,

Maluku, Maluku Utara, Lampung, dan

Sumatera Barat. Kesebelas provinsi

tersebut memiliki masalah

ketenagakerjaannya lebih tinggi

dibanding provinsi lain, namun

kapasitas fiskalnya lebih rendah

dibanding provinsi lain. Sedangkan

provinsi lain merupakan prioritas

selanjutnya (Gambar 1). Gambar 1. Rekomendasi Provinsi Prioritas

Sumber: BPS dan Kemenkeu, diolah.

setiap variabel. Dimana, jika nilai variabel < Mean - 0,5 SD (nilai skala = 1), Mean – 0,5 SD < nilai variabel < Mean (nilai skala = 2), Mean < nilai variabel < Mean + 0,5 SD (nilai skala=3), Mean + 0,5 SD < nilai variabel < Mean + 1 SD (nilai skala = 4), dan nilai variabel > Mean + 1 SD (nilai skala = 5)

Page 7: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

5 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 1, Februari 2021

Indonesia secara resmi telah memiliki Lembaga Pengelola Investasi yang diberi nama Indonesia Investment Authority, hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Lembaga ini dibentuk sebagaimana amanat dari UU tentang Cipta Kerja dan diberi kewenangan khusus (Sui Generis) dalam rangka pengelolaan Investasi. Struktur dana kelolaan LPI sendiri berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan sumber lainya seperti melalui mitra investor utama baik internasional maupun domestik. Untuk mendukung LPI, sebagai modal awal ditetapkan sebesar Rp75 triliun yang terdiri atas Rp15 triliun kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 dan pemenuhan modal selanjutnya berupa Barang Milik Negara (BMN), saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau piutang pemerintah di BUMN.

Sebagaimana PP Nomor 74 Tahun 2020, LPI dapat memiliki aset negara dan BUMN. Adapun aset negara yang berhubungan dengan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak serta tidak termasuk pengelolaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, tidak dapat dialihkan menjadi aset LPI melalui PMN. Sementara itu, aset BUMN yang diberikan kepada LPI dapat dilakukan melalui dua cara, yakni jual beli atau cara lain yang sah. Dengan catatan aset BUMN tersebut, tidak dalam sengketa, tidak sedang dilakukan sita pidana atau perdata, dan tidak terdapat kepemilikan atas hak istimewa pihak manapun kecuali disepakati oleh pemilik hak.

Disamping itu dalam rangka meningkatkan nilai aset, LPI dapat melakukan kerja sama dengan pihak ketiga yang diantaranya melalui pembentukan perusahaan patungan. PP Nomor 74 juga memberikan kewenangan kepada LPI untuk mengalihkan aset BUMN menjadi aset perusahaan patungan yang dibentuk oleh LPI melalui jual beli atau cara lain yang sah. Lebih lanjut dalam perusahaan patungan, LPI harus memiliki porsi kepemilikan mayoritas dan menjadi penentu di dalam pengambilan keputusan apabila perusahaan patungan tersebut bergerak di sektor dan jenis usaha: distribusi air minum satu-satunya di kota atau kabupaten atau pertambangan minyak dan gas dalam negeri.

Komisi VI

MENCERMATI PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGELOLA

INVESTASI TERHADAP ASET BUMN

• Pembentukan LPI diharapkan mampu meningkatkan dan mengoptimalkan nilai Investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan.

• Aset negara dan aset BUMN dapat dimiliki oleh LPI. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan nilai aset LPI dapat membentuk perusahaan patungan dan mengalihkan aset BUMN.

• Sebagai badan hukum, LPI tidak mengikuti ketentuan keuangan negara, kekayaan negara dan BUMN melainkan UU Cipta Kerja. Disamping itu pejabatnya tidak dapat dituntut Tindak Pidana Korupsi.

• Pemindahtanganan aset BUMN kepada LPI hendaknya melalui mekanisme pengawasan serta persetujuan masyarakat yang diwakili DPR. Selain itu diperlukan harmonisasi aturan alih aset BUMN kepada LPI agar tidak berisiko mengganggu kinerja keuangan BUMN dan merugikan negara.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Adhi Prasetyo

Page 8: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 1, Februari 2021 2 6

Gambar 1. Pemindahtanganan Aset LPI dan Perusahaan Patungan LPI

Sumber: Kementerian Keuangan

Sebagai badan hukum yang dimiliki pemerintah Indonesia, LPI bertanggung jawab langsung kepada presiden. Sehubungan dengan statusnya sebagai lembaga Sui Generis, LPI tidak mengikuti ketentuan keuangan negara dan BUMN sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Pasal 164 ayat (2) yang berbunyi “Sepanjang diatur dalam Undang-Undang ini, ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan negara, kekayaan negara, dan/atau badan usaha milik negara tidak berlaku bagi Lembaga.” sehingga keuntungan atau kerugian yang dialami LPI dalam melaksanakan investasi merupakan keuntungan atau kerugian LPI dan setiap kerugian yang dialami oleh LPI bukan merupakan kerugian negara. Selain itu pejabat LPI tidak dapat diminta pertanggungjawaban hukum jika terjadi kerugian investasi sepanjang pengelolaanya dilakukan berdasarkan tata kelola yang baik dan akuntabel.

Disisi lain terdapat lembaga serupa yang mengelola investasi seperti Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) dan mengikuti ketentuan keuangan negara dan perbendaharaan negara atau BUMN seperti Perseroan Terbatas (PT) Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang mengikuti ketentuan PT dan BUMN.

Saat ini terkait proses pemindahtanganan aset BUMN dilakukan Direksi BUMN setelah disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham/Menteri atau Dewan Komisaris/Dewan Pengawas. Kedepan pemindahtanganan aset BUMN kepada LPI, hendaknya dapat dikelola dengan baik melalui mekanisme pengawasan serta persetujuan masyarakat yang diwakili oleh DPR. Hal ini penting mengingat BUMN sebagai perusahaan negara yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sehingga menurut penulis dirasa perlu untuk melakukan harmonisasi aturan mengenai alih aset BUMN kepada LPI, agar tidak berisiko mengganggu kinerja keuangan BUMN dan merugikan negara serta masyarakat.

Page 9: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

7 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 1, Februari 2021

Ratifikasi Paris Agreement berupa UU Nomor 16 Tahun 2016

tentang Climate Change merupakan salah satu bentuk komitmen

Indonesia dalam berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca

(GRK). Komitmen ini diejawantahkan berupa target penurunan

GRK pada tahun 2030 sebesar 29 persen. Untuk mencapai target

ini, diantaranya dilakukan melalui peningkatan porsi Energi Baru

Terbarukan (EBT), shifting, dan efisiensi. Kajian ini akan

membahas salah satu bentuk pelaksanaan dari ratifikasi Paris

Agreement, yaitu pelaksanaan transformasi ketenagalistrikan

melalui dekarbonisasi ketenagalistrikan. Perwujudan dari

dekarbonisasi ketenagalistrikan berupa skenario optimalisasi EBT

dan efisiensi energi (OEE). Untuk dekarbonisasi, emisi karbon

diupayakan ditekan serendah mungkin, diantaranya melalui

konservasi dan efisiensi energi serta melakukan fuel switching dari

fosil menjadi EBT. Kajian ini akan membahas bagaimana kebijakan

transformasi ketenagalistrikan terkait dekarbonisasi, peluang,

permasalahan yang dihadapi, dan rekomendasinya.

Kebijakan pembangunan rendah karbon ketenagalistrikan

diatur dalam Perpres Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana

Umum Energi Nasional dan RPJMN Tahun 2020-2024, sebagai

berikut: Tabel 1. Perbandingan Kebijakan Perpres 22/2017 dan RPJMN 2020-2024

Sumber: Bahan Paparan Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, &

Informatika Bappenas dalam Kick-Off Workshop Program CASE, diolah

Berdasarkan statistik ketenagalistrikan TW IV 2020, rasio

elektrifikasi mencapai 99,20 persen, sedangkan desa berlistrik

sebesar 99,52 persen. Perkembangan pembangkit dan

diversifikasi penyediaan tenaga listrik nasional berdasarkan

statistik PLN Mei 2020, masih didominasi pembangkit fosil, yaitu

batubara sebesar 65,25 persen, gas 17,36 persen, dan BBM 3,29

persen. Sedangkan porsi EBT hanya sebesar 14,10 persen.

Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, Indonesia masih

dihadapkan pada beberapa permasalahan, diantaranya:

Komisi VII

TRANSFORMASI KETENAGALISTRIKAN INDONESIA

MELALUI DEKARBONISASI KETENAGALISTRIKAN

• Potensi energi terbarukan mencapai 419,3 GW, yang terdiri dari 133 GW energi non-intermittent dan 286,3 GW energi intermittent. Namun, baru dimanfaatkan sebesar 10,2 GW.

• Terdapat peluang pengembangan energi terbarukan di daerah kepulauan.

• Penggunaan EBT menjadi komitmen global karena telah sebagian besar negara di dunia telah melakukan ratifikasi Perjanjian Paris serta banyak perusahaan multi nasional telah berkomitmen terhadap pemanfaatan EBT.

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu. Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rastri Paramita

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

Page 10: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 1, Februari 2021 2 8

Pertama, permasalahan dari sisi

penyediaan energi primer antara lain;

tingginya ketergantungan pada energi fosil

(terutama batubara dan gas); Semakin

berkurangnya ketersediaan energi fosil

nasional; Masih ditemuinya kesulitan dalam

penyediaan gas sebagai pembangkit listrik;

Belum dimanfaatkannya potensi energi

setempat yang belum sesuai dilakukan; dan

semakin besarnya tuntutan energi bersih.

Kedua, permasalahan yang dapat dilihat dari

sisi pengguna akhir, diantaranya: terjadinya

gap antara pasokan dan pemanfaatan listrik;

Belum meratanya akses serta masih rendahnya

pemanfaatan; Masih rendahnya daya beli

masyarakat terhadap listrik sehingga kebijakan

tarif belum mencerminkan pembangunan

sistem yang handal, merata, serta

berkelanjutan; dan Pemberian subsidi listrik

untuk pelanggan rumah tangga berdaya 450 VA

dan kurang mampu 900 VA. Ketiga,

permasalahan dari sisi pelaksanaan

transformasi ketenagalistrikan antara lain:

Belum terintegrasinya perencanaan

ketenagalistrikan serta sinergi (KEN, RUEN,

RUKN, RUKD, RUPTL serta RPJMN); Belum

optimalnya tata kelola sehingga menimbulkan

konflik kepentingan atas berbagai peran PT

PLN; Kebijakan tarif yang belum mencerminkan

pembangunan sistem yang handal, merata, dan

keberlanjutan sehingga berdampak pada

rendahnya iklim investasi; Masih tingginya

hambatan pembangunan ketenagalistrikan;

Masih terus dioperasikannya pembangkit listrik

yang tidak efisien (PLTU tua atau PLT berbahan

bakar diesel); Sebagian sistem kehandalannya

masih lemah; dan Ketidakmampuan dalam

memenuhi target energi terbarukan.

Rekomendasi terkait permasalahan dari

sisi penyediaan energi primer antara lain:

Pembentukan kerangka regulasi yang dapat

membangun sinergi dalam memfasilitasi,

mendorong, dan mengatur perilaku masyarakat

dan penyelenggara negara; Melakukan

penguatan peran operator transmisi dan

pengawasan industri ketenagalistrikan;

Penguatan kerangka kelembagaan melalui

pengintegrasian kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah baik pusat maupun daerah serta

badan usaha. Terkait badan usaha, dapat

dikawal melalui penugasan BUMN. Penguatan

integrasi ini harus diatur dalam dokumen

perencanaan pembangunan. Dari sisi

perencanaan dan pendanaan, dapat melakukan

pembaharuan pola perencanaan yang lebih

visioner serta kolaboratif, menarik lebih banyak

partisipasi swasta (termasuk KPBU),

mengoptimalkan pemanfaatan dana murah

(baik dari APBN maupun melalui PMN), dan

melalui perumusan pricing dan tariff policies

yang mendorong keberlanjutan.

Rekomendasi terkait permasalahan

pengguna akhir, diantaranya dengan

melakukan integrasi permintaan dan pasokan

tenaga listrik melalui penyediaan fasilitasi

pemerintah di PLTA di Kalimantan Utara

dengan industri smelter dan PLTA di Papua,

serta melakukan pengembangan sistem

jaringan yang lebih terintegrasi dan smart grid.

Sedangkan rekomendasi terkait

transformasi ketenagalistrikan, antara lain

dengan melakukan dekarbonisasi tenaga listrik

melalui peningkatan konversi PLTD,

peningkatan pemanfaatan co-firing PLTU

Batubara, pengembangan PLTS terapung,

pemanfaatan bendungan pemerintah,

rasionalisasi lebih agresif untuk PLTU berumur

tua, dan PLTA pumped storage untuk

mendorong Variable Renewable Energy (VRE).

Page 11: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …
Page 12: Hal. 1 PERTANIAN: PENINGKATAN NTP TIDAK SEBANDING …