HAKIKAT SOSIOLOGI

12

Click here to load reader

description

sosiologi

Transcript of HAKIKAT SOSIOLOGI

A

A. HAKIKAT SOSIOLOGIDefinisi Sosiologi

Sosiologi adalah studi sistematis tentang :

1. perilaku social dari individu-individu

2. cara kerja kelompok-kelompok social, organisasi, kebudayaan dan masyarakat.

3. pengaruh dari kelompok, organisasi, kebudayaan dan masyarakat terhadap perilaku individu dan kelompok.

Ada banyak tokoh yang berusaha mendefinisikan sosiologi. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Charles Ellwood mengemukakan bahwa sosiologi merupakan pengetahuan yang menguraikan hubungan manusia dan golongannya, asal dan kemajuannya, bentuk dan kewajibannya.

2. Gustav Ratzenhofer mengemukakan bahwa sosiologi merupakan pengetahuan tentang hubungan manusia dengan kewajibannya untuk menyelidiki dasar dan terjadinya evolusi social serta kemakmuran umum bagi anggota-anggotanya.

3. Herbert Spencer mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari tumbuh, bangun dan kewajiban masyarakat.

4. Emile Durkheim menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta-fakta social, yaitu fakta-fakta yang berisikan cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang ada diluar individu. Fakta-fakta tersebut mempunyai kekuatan untuk mengendalikan individu.

5. Max Webber mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari tindakan-tindakan social.

6. Pitirim A. Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social (misalnya, gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hokum dengan ekonomi), hubungan dan pengaruh timbale balik antara gejala social dan non-social (misalnya, pengungsian dengan bencana alam) dan cirri-ciri umum dari semua jenis gejala-gejala social.

7. William F. Ogburn dan Meyer F Nimkoff mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu tentang ilmu penelitian ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya adalah organisasi social.

8. Joseph Roucek dan Wareen mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia didalam kelompok.

9. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social dan proses-proses social, termasuk perubahan-perubahan social.

10. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-orang dalam masyarakat.

Dari pandangan para ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang objek studinya adalah masyarakat. Sosiologi memusatkan kajiannya pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut. Adat istiadat, tradisi, nilai-nilai hidup suatu kelompok, pengaruhnya terhadap kehidupan kelompok, proses interaksi di antara kelompok dan perkembangan lembaga-lembaga social merupakan perhatian sosiologi.

Objek Sosiologi

Istilah sosiologi berasal dari kata socius dan logos. Socius (bahasa latin) berarti kawan dan logos (bahasa Yunani) berarti kata atau berbicara. Dengan demikian, ilmu sosiologi berarti ilmu berbicara mengenai masyarakat. Sebagai bagian dari ilmu social, objek sosiologi adalah masyarakat. Sosiologi memfokuskan diri pada hubungan-hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari hubungan-hubungan tersebut didalam masyarakat.

Pokok Bahasan Sosiologi

Emile Durkheim

Menurut Durkheim, pokok pembahasan sosiologi adalah fakta-fakta social. Yang dimaksud dengan fakta sosial adalah pola-pola atau system yang mempengaruhi cara manusia bertindak, berfikir, dan merasa. Fakta social tersebut berada diluar individu dan mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Contoh, di sekolah seorang murid diwajibkan untuk dating tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut bisa dilihat adanya system yang mempengaruhi cara bertindak, berfikir, dan merasa, yang bersifat memaksa dan mengendalikan si individu (murid)

Max Weber

Menurut Weber, pokok kajian sosiologi adalah tindakan social. Namun, tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan social. Suatu tindakan disebut sebagai tindakan social hanya jika tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. Sebagai contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan social. Namun, menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan social.

Wright Mills

Pokok bahasan sosiologi menurut C. Wright Mills terkenal dengan sebutan khayalan sosiologis (the sociological imagination). Khayalan sosiologis ini diperlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia. Menurut Mills, dengan khyalan sosiologis, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya.

Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah personal troubles of milieu dan public issues of social structure. Persona troubles of milieu adalah permasalahan pribadi individu dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi, sedangkan public issues of social structure merupakan hal yang ada diluar jangkauan kehidupan pribadi individu.

Peter L. Berger

Pokok pembahasan sosiologi menurut Berger adalah pengungkapan realitas social. Seseorang sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog tersebut harus mengikuti aturan-atarun ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan obyektif dengan pengendalian prasangka pribadi, pengamatan tabir secara jeli, dan menghindari penilaian normative. Hal ini disebabkan karena realitas social adalah sebuah bentukan dan bukan merupakan sesuatu yang begitu saja ada.

Setiap ilmu pengetahuan memiliki beberapa unsur pokok yang tergabung dalam satu kebulatan. Unsur-unsur itu adalah pengetahuan (knowledge), tersusun secara sistematis, menggunakan pemikiran, dan dapat diselidiki secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif). Penyelidikan ini harus berdasarkan metode-metode ilmiah.

Ciri Sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan

1. Sosiologi bersifat empiris. Sosiologi dalam melakukan kajian tentang masyarakat didasarkan pada hasil observasi, tidak spekulatif, dan hanya menggunakan akal sehat (commonsense)

2. Sosiologi bersifat teoritis. Sosiologi berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi adalah kerangka dari unsur-unsur yang didalam observasi, didusun secara logis, serta memiliki tujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat.

3. Sosiologi bersifat kumulatif. Teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori-teori yang telah ada sebelumnya dalam arti memperbaiki, memperluas dan memperhalus teori-teori lama.

4. Sosiologi bersifat non-etis. Yang dilakukan sosiologi bukan mencari baik buruknya suatu fakta, tetapi menjelaskan fakta-fakta tersebut secara analitis. Itulah sebabnya para sosiolog tidak bertugas untuk berkhotbah dan mempergunjingkan baik buruknya tingkah laku social suatu masyarakat.

Tokoh pertama yang meletakkan sosiologi sebagai sebuah ilmu adalah Emile Durkheim. Durkheim menyatakan bahwa sosiologi memiliki objek kajian yang jelas yaitu fakta social. Durkheim mendefinisikan fakta social ini sebagai sebuah cara bertindak, berfikir, dan merasa, yang berada di luar individu dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Contoh, kita harus menggunakan tangan kanan ketika bersalaman, kita harus menghormati orang yang lebih tua dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan orang lain.

Sementara untuk metodologi, Durkheim mengemukakan konsep bebas nilai (value free). Menurut konsep ini, seseorang sosiolog dalam melakukan penelitian terhadap masyarakat perlu melakukan batasan antara yang diteliti dan yang meneliti. Dengan demikian, hasil penelitian yang diperoleh dapat bersifat objektif.

Metode-Metode Sosiologi

Mengenai metode ilmiah, sosiologi mengenai dua macam metode ilmiah, yakni metode kualitatif dan kuantitatif.

1. Metode kualitatif mengutamakan cara kerjanya dengan mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan penilaian-penilaian terhadap data yang diperoleh. Metode ini dipakai apabila data hasil penelitian tidak dapat diukur dengan angka.

2. Metode kuantitatif mengutamakan keterangan berdasarkan angka-angka atau gejala-gejala yang diukur dengan, skala, indeks, tabel, atau uji statistik.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

Perkembangan Sosiologi di Eropa

Sosiologi awalnya menjadi bagian dari filsafat sosial. Ilmu ini membahas tentang masyarakat. Namun saat itu, pembahasan tentang masyarakat hanya berkisar pada hal-hal yang menarik perhatian umum saja, seperti perang, ketegangan atau konflik sosial, dan kekuasaan dalam kelas-kelas penguasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pembahasan tentang masyarakat meningkat pada cakupan yang lebih mendalam yaknii menyangkut susunan kehidupan yang diharapkan dan, norma-norma yang harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat. Sejak itu, berkembanglah satu kajian baru tentang masyarakat yang disebut sosiologi.

Menurut Berger dan Berger, sosiologi berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri karena adanya ancaman terhadap tatanan sosial yang selama ini dianggap sudah seharusnya demikian nyata dan benar (threats to the taken for granted world ). L. Laeyendecker mengidentifikasi ancaman tersebut meliputi :

1. terjadinya dua revolusi, yakni revolusi industri dan revolusi Prancis,

2. tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,

3. perubahan di bidang sosial dan politik,

4. perubahan yang terjadi akibat gerakan reformasi yang dicetuskan Martin Luther,

5. meningkatnya individualisme,

6. lahirnya ilmu pengetahuan modern,

7. berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri.

Menurut Laeyendecker, ancaman-ancaman tersebut menyebabkan perubahan-perubahan jangka panjang yang ketika itu sangat mengguncang masyarakat Eropa dan seakan membangun:kannya setelah terlena beberapa abad.

Auguste Comte, seorang filsuf Prancis, melihat perubahan-perubahan tersebut tidak saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte, konflik-konflik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak.

Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala sosial. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum sosial tersebut menjadi sebuah ilmu. la hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah sosiologi. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sociological Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya sosiologi, Auguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi.

Perkembangan Sosiologi di Indonesia

Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak zaman dahulu. Walaupun tidak mempelajari Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, para pujangga dan tokoh bangsa Indonesia telah banyak memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaran-ajaran mereka. Sri Paduka Mangkunegoro IV, misalnya, telah memasukkan unsur tata hubungan manusia pada berbagai golongan yang berbeda (intergroup relation) dalam ajaran Wulang Reh.

Selanjutnya, Ki Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar pendidikan nasional Indonesia banyak mempraktikkan konsep-konsep penting sosiologi seperti kepemimpinan dan kekeluargaan dalam proses pendidikan di Taman Siswa yang didirikannya. Hal yang sama dapat juga kita selidiki dari berbagai karya tentang Indonesia yang ditulis oleh beberapa orang Belanda seperti Snouck Hurgronje dan Van Volenhaven sekitar abad 19. Mereka menggunakan unsure-unsur sosiologi sebagai kerangka berpikir untuk memahami masyarakat Indonesia. Snouck Hurgronje, misalnya, menggunakan pendekatan sociologic untuk memahami masyarakat Aceh yang hasilnya dipergunakan oleh pemerintah Belanda untuk menguasai daerah tersebut.

Secara formal, Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshogeschool) di Jakarta pada waktu itu menjadi satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang mengajarkan mata kuliah sosiologi di Indonesia walaupun hanya sebagai pelengkap mata kuliah ilmu hukum.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sosiologi di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Adalah Soenario Kolopaking,yang pertama kali memberikan kul ahsosiologi dalam bahasa Indonesia pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas Ilmu Social dan Politik UGM). Akibatnya, sosiologi mula mendapat tempat dalam insan akademisi di Indonesia apalagi setelah semakin terbukanya kesempatan hagi masyarakat Indopes a untuk,menuntutilmu di luar negeri sejak tahun 1950.

Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali diterbitkan oleh Djody Gondokusumo dengan judul Sosiologi Indonesia yang memuat beberapa pengertian mendasar dari sosiologi.