Hak Milik dalam Islam

43
“Hak Milik dalam Islam” Makalah ini disusun sebagai tugas pada mata kuliah “Hukum Bisnis Islam” Dosen: Djawahir Hejazziey Disusun Oleh : Kurnialif Triono Moh. Rifki Alpiandi Rudy Hartono PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIFHIDAYATULLAH

description

HBI

Transcript of Hak Milik dalam Islam

Page 1: Hak Milik dalam Islam

“Hak Milik dalam Islam”

Makalah ini disusun sebagai tugas pada mata kuliah “Hukum Bisnis Islam”

Dosen:

Djawahir Hejazziey

Disusun Oleh :

Kurnialif Triono

Moh. Rifki Alpiandi

Rudy Hartono

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA

2013

Page 2: Hak Milik dalam Islam

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

hidayah dan taufiq-Nya kepada kami, sehingga karena rida-Nyalah kami dapat

menyelesaikan tugas makalah ini. Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini

adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Hukum Bisnis Islam

Materi makalah ini berupa bahan-bahan yang kami susun secara sederhana,

praktis dan sistematis. Tujuannya ialah agar makalah ini mudah dipahami oleh

mahasiswa sehingga dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa

dalam hal menambah pengetahuan dan wawasan yang mendalam tentang hak

milik dalam Islam

Akhirulkalam, diharapkan kritik dan saran dari para pembaca baik itu

mahasiswa maupun dosen pembimbing demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Maret 2013

Penyusun

i

Page 3: Hak Milik dalam Islam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2

A. Definisi Kepemilikan.......................................................................................2

B. Konsep Kepemilikan Kapitalis, Sosialis, Dan Islam.......................................3

C. Pandangan Islam Terhadap Kepemilikan........................................................15

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: Hak Milik dalam Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kepemilikan sekarang ini masih menjadi perselisihan. Ada yang

menganggap milik nasional dan masyarakat harus mengakui bahwa pemerintah

lah yang memiliki semua sumber. Ada juga yang memperlakukan sebagai milik

perorangan, sehingga setiap orang bisa menikmati kebebasan hak memiliki.

Kepemilikan sebagai persoalan ekonomi mendapat perhatiaan yang cukup besar

dalam islam. Pada dasarnya, kepemilikan merupakan pokok persoalan dalam

aktivitas ekonomi manusia. Secara teologis, kepemilikan yang hakiki berada di

tangan Allah. Manusia hanya di beri kesempatan untuk menjalankan dalam bentuk

amanat. Islam menggariskanbahwa kepemilikan senantiasa dipahami dalam dunia

dimensi, kepemilikan umum, dan khusus. Kepemilikan umum berkaitan dengan

karakter manusia sebagai makhluk sosial, sedangkan kepemilikan khusus

merupakan pengejawantahan sebagai makhluk individu. Manusia harus diberikan

ruang yang sama untuk mengakses sumber kekayaan umum. Tidak ada

pembedaan hirarkhis mengingat manusia mempunyai kedudukan sama dihadapan

Tuhan. Hanya ketakwaan, dan kepatuhan terhadap demarkasi ketetapan Tuhan

yaqng membedakan manusia. Dalam hal ini, kreativitas dan kapasitas personal

memiliki peran penentu dalam mewujudkan kesejahteraan dari usaha pemanfaatan

kekayaan alam yang telah disediakan oleh Tuhan.

Karakter makhluk sosial bukanlah hal dominan yang berkembang dalam diri

manusia. Pada saat tertentu, manusia menunjukkan sisi lainnya yaitu sikap egois

dan tidak memperdulikan orang lain yang merupakan pengejawantahan sisi

sebagai makhluk hidup. Bahkan dalam batas-batas tertentu, manusia dapat saling

menjatuhkan dan menyingkirkan orang lain. Sebagai perimbangan, harus ada

institusi sosial yang mengatur dan memberikan regulasi dalam relasi sosial.

1

Page 5: Hak Milik dalam Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI KEPEMILIKAN

Kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti pendapatan seseorang yang

diberi wewenang untuk mengalokasikan harta yang dikuasai orang lain dengan

keharusan untuk selalu memperhatikan sumber ( pihak ) yang menguasainya.

Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang

memiliki suatu barang berarti mempunyai kekuasaan atas barang tersebut,

sehingga ia dapat mempergunakannya sesuai dengan kehendahnya dan tidak ada

orang lain baik secara individual maupun kelembagaan yang dapat menghalang-

halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya tersebut

Milik secara bahasa, sebagaimana dikatakan oleh Raghib al Ashfihani adalah :

“Pembelanjaan ( alokasi harta ) dengan dasar legal formal berupa perintah dan

larangan yang berlaku ditengah masyarakat.1

Milik atau hak milik sebagaimana yang dianut dalam KUH. Perdata pasal 570

adalah : “Hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan

untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal

tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang telah

ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak

mengganggu hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi

kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas

ketentuan undang-undang, dan dengan pembayaran ganti rugi.2

1 Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 58.2 Muhamad, Alimin. Etika Dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE. 2004. Hal 150

2

Page 6: Hak Milik dalam Islam

Milik menurut pendapat para ahli fiqh sebagaimana yang didefinisikan oleh al

Qurafi adalah : “Hukum syariat yang terkandung dalam suatu benda atau dalam

suatu yang dimanfaatkan yang dituntut adanya pemberdayaan bagi siapapun yang

menguasainya dengan cara memanfaatkan barang yang dimiliki itu”.

Menurut ulama’ syar’i kepemilikan dalam syari’ah islam adalah kepemilikan atas

sesuatu sesuai dengan sturan hukum yang mana seseorang mempunyai hak untuk

bertindak dari apa yang dimiliki sesuai jalur yang benar, dan sesuai dengan

hukum

Melihat dari definisi-definisi diatas, memberikan implikasi bahwa kepemilikan

akan sesuatu harus atas dasar syara’, dan bahwa pemilik tersebut mempunyai hak

eksklusifitas atas miliknya, dan bahwa otoritas seseorang atas milik dapat dicabut

apabila terdapat alasan syara’ seperti orang yang dianggap tidak cakap bertindak

hukum, gila, bodah, zalim, dan kanak-kanak.

B. KONSEP KEPEMILIKAN KAPITALIS, SOSIALIS, DAN ISLAM.

1. Konsep kepemilikan Kapitalis

Sistem kapitalis memandang bahwa manusia merupakan pemilik satu-satunya

terbadap harta yang telah diusahakan. Tidak ada hak orang lain di dalamnya. Ia

memiliki hak mutlak untuk membelanjakan sesuai dengan keinginannya. Sosok

pribadi dipandang memiliki hak untuk memonopoli sarana-sarana produksi sesuai

kekuasaannya. Ia akan mengalokasikan hartanya hanya pada bidang yang

memiliki guna materi (Provite Oriented).3

Dalam sistem kapitalis, individu merupakan poros perputaran ekonomi. Individu

merupakan penggerak sekaligus tujuan akhir aktivitas ekonomi tersebut. Negara

tidak berhak mengatur individu, bahkan Negara harus memberikan kebebasan

seluas-luasnya kepada individu. Individu bebas melaksanakan aktivitas ekonomi

3 Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 40

3

Page 7: Hak Milik dalam Islam

dan berbuat sesuka hati, baik itu mendatangkan laba atau sebaliknya. Mereka

tidak peduli apakah tindakan mereka ini menimbulkan danpak positif maupun

dampak negative bagi masyarakat.

Faktor pendorong adanya kebebasan tanpa batas antara lain :

a. Pandangan terhadap eksistensi individu sebagai pusat dunia dan tujuan

yang akan diraih.

b. Adanya tujuan untuk merealisasikan tujuan kekuasaan terbesar bagi

kepentingan individu, dengan pertimbangan bahwa kepentingan umum

dinyatakan sebagai kumpulan kepentingan-kepentingan individu.

c. Urgensi kebebasan ekonomi tanpa batas dan persaingan sempurna yang

diharapkan akan memberikan jaminan kebutuhan para konsumen.

Kelemahan sistem kapitalis :

a. Munculnya kesenjangan perimbangan dalam distribusi kekayaan antar

individu, dan sarana-sarana produksi hanya akan terkumpul pada satu

kelompok. Pengaruh semangat materialis akan membagi masyarakat ke

dalam dua kelompok, golongan kaya dan golongan miskin.

b. Timbulnya krisis dan merajalelanya kejahatan karena meningkatnya

pengangguran yang diakibatkan banyaknya produsen yang berhenti

berproduksi dan menutup pabrik. Hal ini disebabkan karena produsen

komoditas berbagai kebutuhan mewah tertentu meningkat demi memenuhi

kebutuhan-kebutuhan pemilik modal besar, dan langkah ini memaksa

pasar untuk menyerapnya

c. Meningkatnya praktek monopoli secara empiris-aplikatif dan yuridis

sebagai bagian dari usaha untuk melemahkan samangat persaingan.

Regulasi-regulasi monopoli dan semi sering di tujukan untuk mengeruk

keuntunghan yang masih deapat diraih dengan jalan aturan hukum dalam

produksi dan diaya (cost) melalui strategi penguatan aturan-aturan

produksi. Banyak pihyak dengan sengaja menghancurkan bahan produksi

4

Page 8: Hak Milik dalam Islam

dan melarang bidang pertanian atau bidang bsolute beberapa komoditi

tertentu untuk menghancurkan harga.

d. Kerbebasan tanpa batas dalam pekerjaan dasn alokasi kekayaan. Harta

hanya dikelola dengan segala cara, baik halal ataupun haram.

2. Konsep Kepemilikan sosialis

Sistem ekonomi sosialis memandang bahwa segala bentuk sumber kekayaan dan

alat-alat produksi adalah milik bersama masyarakat. Para anggota masyarakat

secara individu tidak memiliki hak kecuali pada retribusi yang mereka peroleh

sebagai bentuk pelayanan bsolu. Negara hadir menggantikan masyarakat dengan

dominasi sebagai kekuatan tunggal.4

Posisi individu menurut paham ini ibarat tentara atau prajurit dalam front

peperangan. Mereka tidak menerapkan strategi peperangan dan tidak

diikutsertakan dalam pemikiran apa yang terbaik. Tu8gas mereka hanya

melaksanakan apa yang telah digariskan oleh komandan tertinggi yang harus

dipatuhi.

Mengakui hak milik pribadi bagi kaum sosialis merupakan kezaliman dan

penyimpangan sehingga harus dihapus. Segala usaha yang mengarah kepada

pengakuan hak milik pribadi harus dimusnahkan. Satu prinsip penting yang harus

diwujudkan ialah “ Sama Rata dan Sama Rasa “.

Faktor pendorong sistem sosialis :

Sistem ekonomi sosialis tumbuh pesat sejak pertengahan abad 19 M hingga

pertumbuhan kapitalis produksi yang menyebabkan terjadinya transformasi

penting pada dua hal yang ditimbulkan oleh sistem kapitalis yaitu ekonomi dan

kemasyarakatan.

4 Ibid, hal 42

5

Page 9: Hak Milik dalam Islam

a. Dari sudut ekonomi, sistem kapitalis diharapkan dapat menambah

sumber kekayaan dan kemakmuran yang tidak pernah dibayangkan

sebelumnya. Padahal kenyataannya dalam praktek, sistem kapitalis

hanya menyebabkan terjadinya krisis produksi yang berlebihan secara

bsolute setiap tujuh atau sepuluh tahun. Akibatnya pasar menjadi

stagnan dan tidak dinamis, harga komoditas merosot yang

mengakibatkan pailit, dan merebaknya kejahatan antar para pekerja.

b. Dari sudut kemasyarakatan, sistem ekonomi kapitalis menciptakan dua

kelompok masyarakat yang paling bertentangan, kelas pemilik modal

dan kelas buruh. Setiap kelompok berusaha untuk saling menjatuhkan

kepentingan lawannya. Mereka bersatu dalam organisasi pertahanan

dan asosiasi pemilik modal di satu sisi dan serikat buruh di sisi

lainnya. Adanya tugas buruh yang berat yang dibebankan oleh pemilik

modal dan tidak adanya kesesuaian upah yang dituntut oleh para

pekerja dijalankan menjadi sebab merajalelanya kejahatan dan

kezaliman.

Akibat-akibat secara ekonomi dan kemasyarakatan inilah yang kemudian

mendorong munculnya pemikiran-pemikiran sosialis.

Kelemahan sistem sosialis :

a. Adanya kontradiksi antara kecenderungan yang ditetapkan oleh

sistem sosialis dengan fitrah yang telah digariskan oleh Allah, yaitu

naluri untuk memiliki.

b. Gradasi kedudukan individu pada derajat budak dalam periode yang

penuh dengan ketidakadilan dan angan-angan untuk menciptakan

kesejajaran dalam masyarakat. Hal itu hanya melemahkan semangat

berproduksi dan lebih merupakaqn langkah penyesuaian dengan

rencana yangt telah dikalkulasi oleh kelompok yang telah menguasai

pemerintahan.

6

Page 10: Hak Milik dalam Islam

c. Semakin menyempitnya sumber pendapatan Negara-negara sosialis.

Mereka hidup di bawah garis kemiskinan dan kekurangan

dikarenakan produksi-produksi Negara yang digali dari tenaga kerja

yang terlarang bagi adanya investasi bagi golongan kecil dalam

masyarakat. Kendali pengelolaan kekayaan hanya tersentral pada

kelompok kecil penguasa. Kekuasaan produksi terbatas dan hanya

dapat diakses oleh para anggata partai yang berkuasa.

3. Konsep Kepemilakan Islam

Kepemilikan kekayaan pribadi dianggap sebagai motivasi untuk merangsang

upaya terbaik manusia untuk memperluas kekayaan masyarakat. Akan tetapi bagi

kaum sosialis ini merupakan penyebab utama dari distribusi kekayaan yang

irasional dan tidak adil. Konsep islam dalam kepemilikan pribadi bersifat unik.

Kepemilikan, dalam esensinya merupakan kepemilikan Tuhan, sementara hanya

sebagiannya saja, dengan syaray-syarat tertentu, menjadi milik manusia sehingga

ia bisa memenuhi tujuan Tuhan. Yaitu, tujuan masyarakat dengan cara bertindak

sebagai wali bagi mereka yang membutuhkan.5

Kepemilikan dalam signifikannya yang komprehensif, menyatakan hubungan

antar seseorang dan semua hak-hak yang mana terletak padanya. Apa yang

dimiliki manusia adalah hak dalam segala hal. Hak seperti itu dalam islam

membawa kemurnian ketika hak itu tidak digunakan untuk kepentingan pemilik

semata akan

Islam menolak paham , bahwa kepemilikan adalah tugas kolektif. Posisi islam

dengan pengikut paham ini jelas berbeda. Islam juga berbeda dengan paham

kapitalis yang menganggap bahwa kepemilikan individu sangat bsolute, selain itu

islam juga menolak bahwa kepemilikan adalah hak bersama. Islam sangat

mengakui dan tidak menentang bahwa kepentingan umum harus dipertimbangkan

5 Djuwaini. Dimyauddin. Pengantar fiqih muamalah. Pustaka pelajar. Yogyakarta. April 2008. Hal 25

7

Page 11: Hak Milik dalam Islam

dan didahulukan daripada kepentingan sekelompok kecil atau segelintir orang.

Sebab mempertimbangkan kemaslahatan umum adalah satu hal yang harus

diterima dalam rumusan kepemilikan.6

Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak individu pemilik dengan hak

masyarakat lain. Keberhakkan pemilik dalam pandangan islam adalah baku.

Hanya saja pemerintah mempunyai hak intervensi atas nama undang-undang. Ini

pun sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu yang kaitannya adalah target sosial

kemasyarakatan yang hendak diwujudkan. Posisi islam yang demikian

dimaksudkan untuk membuat perimbangan antara hak milik dan hak intervensi

yang ditakutkan berlebihan dengan dalih : demi kesejahteraan umum

a. Sifat Hak Milik

Pemilikan pribadi dalam pandangan islam tidaklah bersifat mutlak/absolute

( bebas tanpa kendali dan batas ). Sebab Di dalam islam ketentuan hukum

dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh dikesampingkan oleh

seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta benda miliknya. Untuk

itu dapat disebutkan prinsip dasarnya, yaitu :7

1) Pada hakikatnya individu hanya wakil masyarakat.

Prinsip ini menekankan bahwa sesungguhnya individu hanya wakil masyarakat

yang diserahi amanah. Pemilikan atas harta benda tersebut hanyalah bersifat

sebagai “uang belanja”. Dalam hal ini ia mempunyai sifat hak kepemilikan yang

lebih besar dabanding anggota masyarakat lainnya. Sesungguhnya keseluruhan

harta benda tersebut, secara umum adalah milik masyarakat. Masyarakat diserahi

tugas oleh Allah untuk mengurus harta tersebut. Sedangkan yang memiliki harta

secara mutlak tersebut ialah Allah

Firman Allah :

6 An Nababan Faruq. Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: UII Pres. 2000. Hal 417 K.Lubis Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.2000. hal 5

8

Page 12: Hak Milik dalam Islam

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari

hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.” ( QS. Al-Hadiid :7 )

a. Harta Benda Tidak Boleh Hanya Berada di Tangan Pribadi ( Sekelompok )

Anggota Masyarakat.

Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan

dalam masyarakat. Ketidakbolehan penumpukan harta ini didasarkan pada

ketentuan :

….”Supaya harta itu tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya saja

diantara kamu….” ( QS. Al-Hasyr:7 )

b. Pembagian Jenis kepemilikan Dalam Islam

Pengaturan kepemilikan dalam islam bertujuan uyntuk memberikan perlindungan

agar tidak terjadi persoalan yang mendasar, yaitu :

1) Penguasaan Harta oleh seseorang secara berlebihan dan menjadikannya tak

terbatas.

Firman Allah :

“ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.

Karena dia melihat dirinya serba cukup” (Al –‘alaq :6-7)

2) Munculnya kemiskinan dan efek-efek negatifnya, baik dalam dalam ukuran

individu maupun sosial.

Kepemilikan dalam islam dibagi dua macam, yaitu kepemilikan umum dan

kepemilikan khusus.8

1. Kepemilikan Umum8 Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 57

9

Page 13: Hak Milik dalam Islam

a. Arti kepemilikan Umum

Jika dilogikakan pada parkembangan saat ini, maka harta hanya di khususkan

untuk kegunaan umum, kegunaan bagi kaum muslimin. Dalam kajian

kontemperer pemikiran arab, Al Khailani menyebutkan bahwa jenis kepemilikan

ini dapat disamakan dengan kepemilikan Negara, sehingga ia mendefinisikan

kepemilikan umum atau kepemilikan Negara sebagai lepemilikan yang nilai

gunanya berkaitan dengan semua kewajiban Negara terhadap rakyatnya, termasuk

bagi kelompok non-muslim. Yang tercakup dalam jenis kepemilikan ini ialah

semua kekayaan yang tersebar diatas dan perut bumi diwilayah Negara tersebut..

Pengkaitan kepemilikan Negara dengan kepemilikan umum tidak terlepas dari

nilai guna terhadap benda-benda yang ada bagi kepentingan semua orang tanpa

diskriminatif dan memang ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan sosial.

b. Tujuan Kepemilikan Umum

Kepemilikan umum bertujuan untuk merealisasikan beberapa tujuan umum,

diantaranya :

1) Untuk memberikan kesempatan seluruh manusia terhadap sumber kekayaan

umum yang mempunyai manfaat sosial, baik yang tergolong pada kebutuhan

primer maupun jenis kebutuhan lain dan diperluas bagi kaum muslim secara

umum. Diantara hal penting yang berkaitan dengan tujuan itu adalah

pelayanan yang mempunyai fungsi sosial harus dimiliki secara kolektif oleh

semua manusia, baik yang tergolong kebutuhan primer maupun jenis

kebutuhan lain.

Rasullulah bersabda :

“Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal, yaitu air, rumput, dan api” ( HR.

Ahmad dan Abu Daud ).

2) Jaminan pendapatan Negara. Negara menjaga hak-hak warganya dan

bertanggung jawab atas berbagai kewajiban dengan menjauhkan dari mara

bahaya.

10

Page 14: Hak Milik dalam Islam

3) Pengembangan dan penyediaan semua jenis pekerjaan produktif yang

diperuntukan bagi masyarakat yang membutuhkannya.

4) Urgensi kerja sama antar Negara dalam usaha menciptakan kemakmuran

bersama. Karakter manusia terbentuk berdasarkan fitrahnya, yaitu keharusan

untuk selalu berhubungan dengan banyak orang. Diperlukan adanya

pertukaran kemaslahatan dan kemajuan antar mereka Mereka saling

menyempurnakan. Karena begitu banyaknya kebutuhan dan tuntutan dalam

kehidupan ini, tampak bahwa Negara atau bangsa manapun tidak akan

mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Negara

akan merealisasikan adanya kemakmuran dalam semua bidang kehidupan.

Realisasinya hanya dengan menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk

menutupi semua kekurangan dari Negara tersebut.

c. Bidang Dan sumber Kepemilikan Umum

1) Wakaf

2) Proteksi, adalah proteksi Negara terhadap tanah tak bertuan yang

diperbolehkan untuk kepentingan masyarakat.

3) Barang –barang tambang

4) Zakat

Allah berfirman dalam sura At-taubah :

“ Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, para pengurus zakat, para mua’alaf yang dibujuk hatinya, untuk

memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah,

dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai ketetapan yang telah

diwajibkan oleh Allah; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.”

( At-Taubah : 60).

Zakat merupakan income bebas yang masuk dalam area kepemilikan

umum. Pada sisi lain, zakat terpisah dengan sumber pemasukan lainnya

dengan limitasi alokasi penyalurannyauntuk membantu kelompok tertentu

11

Page 15: Hak Milik dalam Islam

5) Pajak

Dalam konsepsi islam, pajak merupan harta yang diambil dari kelompok

masyarakat dewasa yang berada dibawah perlindungan pemerintah islam.

Kewajiban ini merupakan bentuk partisipasi warga Negara dengan

menyumbangkan kekayaan untuk kas Negara demi untuk kepentingan

umum.

2. Kepemilikan Khusus

a. Arti Kepemilikan Khusus

Kepemilikan seperti yang diutarakan oleh Qurafi yaitu hukum syariat yang

diberlakukan pada suatu benda atau manfaat yang memungkinkan orang yang

bersangkutan memanfaatkan harta yang dimiliki dang menggantinya jika memang

menghendaki. Dengan kata lain, kepemilikan semacam ini dimaksudkan agar

manusia memiliki hah atas harta, hasil usaha, hak pemanfaatan, dan hak

membelanjakan sesuai dengan fungsinya.

b. Tujuan Kepemilikan khusus

1) Untuk meningkatkan kerjasama internasional melalui kerjasama antar

individu dan kelompok-kelompok non-pemerintahan.

2) Untuk merealisasikan kebaikan, kemakmuran, dan kemanfaatan umum

melalui persaingan sehat antar produsen.

3) Menimgkatkan kreatifitas individu

4) Untuk memenuhi dan menginvestasikan naluri cinta materi dalam bidang

yang telah ditentukan Allah.

Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah menusia. Islam

menjaga dan menumbuhkan naluri itu dengan sempurna melalui

pemenuhan naluri kecintaan terhadap benda secara seimbang tanpa adanya

dominasi terhadap salah satunya

12

Page 16: Hak Milik dalam Islam

c. Jenis-Jenis Kepemilikan Khusus

1) Kepemilikan pribadi

Merupakan kepemilikan yang manfaatnya hanya berkaitan dengan satu

orang.

2) Kepemilikan perserikatan

Merupakan kepemilikan yang manfaatnya dapat digunakan oleh beberapa

orang yang dibentuk dengan cara tartentu, seperti kerjasama yang

melibatkan beberapa orang tanpa melibatkan sekelompok orang lainnya.

3) Kepemilikan kelompok

Merupakan kepemilikan yang tidak boleh dimiliki secara perorangan, atau

kelompok kecil orang, namun pembagiannya harus didasarkan pada

persebaran terhadap banyak pihak.

d. Sebab-Sebab Kepemilikan Khusus

1) Penguasaan, ada beberapa mediasi yang dapat digunakan manusia

untuk menguasai harta orang lain tanpa melalui usaha keras atau

perniagaan. Contoh : Warisan dan Wasiat.

2) Kepemilikan barang-barang halal, dimana seseorang memiliki sesuatu

yang belum dimiliki orang lain, seperti mencari kayu bakar dihutan

atau mencari ikan dilaut

3) Transaksi, diantaranya adalah transaksi barang seperti jual beli dan

sewa.

4) Keputusan hakim terhadap perubahan status kepemilikan umum

seperti tentang tanah dan perkebunan.

5) Zakat, nafkah, hasil denda, dan harta nadzar.

6) Wakaf

e. Kewjiban Dalam kepemilikan Khusus

13

Page 17: Hak Milik dalam Islam

1) Memberikan nafkah bagi mereka yang berhak seperti istri, anak, dll.

2) Zakat, yaitu sebagian dari fardlu yang diwajibkan Allah dalam harta

orang-orang kaya dan dialokasikan kepada orang-orang miskin.

3) Beberapa hak yang harus ditunaikan selain zakat sebelum zakat

ditunaikan, maka semua hak selain zakat harus ditunaikan terlebih

dahulu. Rasulullah bersabda :

“Sesungguhnya dalam harta terdapat hak yang harus ditunaikan selain

zakat”. (HR. At-Tirmidzi).

f. Sumber Kepemilikan Khusus

1) Perniagaan

Allah berfirman :

“Dan Allah menghalalkan perniagaan dan mengharamkan riba”. ( Al-

Baqarah : 275 ).

2) Upah pekerjaan

3) Pertanian

4) Mengelola tanah mati

Rasulullah bersabda : “Barang siapa yang menghidupkan tanah yang

mati, maka tanah itu menjadi miliknya”. ( HR. Abu Daud )

5) Keahlian profesi, dll.

Sistem ekonomi islam yang didasarkan atas konsep harmonisasi

merupakan sarana yang dapat dibedakan dengan kapitalisme dan

sosialisme. Ia mengkombinasikan hal-hal yang dianggap baik dari kedua

sistem ekonomi tersebut dengan menghindari atau meminimalisir

kesalahan dan kekurangan keduanya.9

9 Rahman Afzahur. Doktrin Ekonomi Islam I. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.1995

14

Page 18: Hak Milik dalam Islam

Oleh karena itu cara memperoleh kekayaan tersebut harus dibatasi

dengan mekanisme tertentu, yang mencerminkan kesederhanaan yang

bisa dijangkau orang dengan perbedaan tingkat kemampuan dan

kebutuhan mereka.

Pada hakikatnya semua sumber daya alam yang diciptakan Allah adalah

untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, bukan untuk seseorang,

suatu Negara, atau suatu kaum saja. Namun secara teknisnya untuk

mencapai distribusi yang adil diatur hak-hak kepemilikan dalam islam,

yaitu kepemilikan individu, Negara, dan masyarakat.10

C. PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEPEMILIKAN

Islam mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin yang memedomani dan

mengatur hubungan seorang muslim dengan Tuhan dan masyarakat. Dalam hal

ini, Islam bukan hanya layanan Tuhan seperti halnya agama Yahudi dan Nasrani,

tetapi juga menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat

manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun material.11

Dalam pandangan Islam, pemilik asal semua harta dengan segala macamnya

adalah Allah SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik segala yang ada

di alam semesta ini:

"Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya.

Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala

sesuatu".12

Sedangkan manusia adalah pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT untuk

memiliki dan memanfaatkan harta tersebut

10 Abu Saud Mahmud. Garis-Garis Besar Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 198411 Lativa M. Algoud, Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Terj. Burhan W. (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003), 49.12 QS. al-Maidah 17.

15

Page 19: Hak Milik dalam Islam

"Berimanlah kamu kepada allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian dari

hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya..."13

Seseorang yang telah beruntung memperoleh harta, pada hakekatnya

hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai

dengan kehendak pemilik sebenarnya (Allah SWT), baik dalam pengembangan

harta maupun penggunaannya. Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa harta

hendaknya digunakan untuk kepentingan bersama. Bahkan tidak berlebihan jika

dikatakan bahwa "pada mulanya" masyarakatlah yang berwenang menggunakan

harta tersebut secara keseluruhan, kemudian Allah menganugerahkan sebagian

darinya kepada pribadi-pribadi (dan institusi) yang mengusahakan perolehannya

sesuai dengan kebutuhan masing-masing.14 Sehingga sebuah kepemilikan atas

harta kekayaan oleh manusia baru dapat dipandang sah apabila telah mendapatkan

izin dari Allah SWT untuk memilikinya. Ini berarti, kepemilikan dan pemanfaatan

atas suatu harta haruslah didasarkan pada ketentuan-ketentuan shara' yang

tertuang dalam al-Qur'an, al-Sunnah, ijma' sahabat dan al-Qiyas.

Sebagai sebuah sistem tersendiri, ekonomi Islam telah menjelaskan segala

hal yang berkaitan dengan mekanisme perolehan kepemilikan, tata cara mengelola

dan mengembangkan kepemilikan, serta cara mendistribusikan kekayaan tersebut

di tengah-tengah manusia secara detail melalui ketetapan hukum-hukumnya. Atas

dasar itu, maka hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dalam Islam,

dibangun atas kaidah-kaidah umum ekonomi Islam (al-qawaid al-'ammah al-

iqtisadi al-Islamyyah) yang meliputi tiga kaidah, yakni:

kepemilikan (al-milkiyyah),

mekanisme pengelolaan kekayaan (kayfiyyah al-tasarruf fi al-mal) dan

distribusi kekayaan di antara manusia (al-tawzi' al-tharwah bayna al-nas).15

13 QS. al-Hadid 7.14 Sihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 2003), 324.15 Taqiyy al-Din al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi fi al-Islam (Beirut: Dar al-Ummah, 1990), 57.

16

Page 20: Hak Milik dalam Islam

Dari beberapa keterangan nash-nash shara' dapat dijelaskan bahwa kepemilikan

terklasifikasi menjadi tiga jenis, yakni:

a. Kepemilikan pribadi (al-milkiyat al-fardiyah/private property)

Adalah hukum shara' yang berlaku bagi zat ataupun kegunaan tertentu,

yang memungkinkan pemiliknya untuk memanfaatkan barang tersebut,

serta memperoleh kompensasinya--baik karena diambil kegunaannya oleh

orang lain seperti disewa ataupun karena dikonsumsi--dari barang

tersebut.16

Adanya wewenang kepada manusia untuk membelanjakan, menafkahkan

dan melakukan berbagai bentuk transaksi atas harta yang dimiliki, seperti

jual-beli, gadai, sewa menyewa, hibah, wasiat, dll adalah meriupakan bukti

pengakuan Islam terhadap adanya hak kepemilikan individual.

Karena kepemilikan merupakan izin al-shari' untuk memanfaatkan suatu

benda, maka kepemilikan atas suatu benda tidak semata berasal dari benda

itu sendiri ataupun karena karakter dasarnya, semisal bermanfaat atau

tidak. Akan tetapi ia berasal dari adanya izin yang diberikan oleh al-shari'

serta berasal dari sebab yang diperbolehkan al-shari' untuk memilikinya

(seperti kepemilikan atas rumah, tanah, ayam dsb bukan minuman keras,

babi, ganja dsb), sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya kepemilikan

atas benda tersebut.17

b. Kepemilikan Umum (al-milkiyyat al-'ammah/ public property)

Adalah izin al-shari' kepada suatu komunitas untuk bersama-sama

memanfaatkan benda, Sedangkan benda-benda yang tergolong kategori

kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh al-

shari' sebagai benda-benda yang dimiliki komunitas secara bersama-sama

16 Yunus al-Misri, Usul al-iqtisadi al-islami (Damaskus: Dar al-Qalam, 1999), 41-40.7 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 72-73.178 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 213.

17

Page 21: Hak Milik dalam Islam

dan tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja.18 Karena milik umum,

maka setiap individu dapat memanfaatkannya namun dilarang

memilikinya.

Setidak-tidaknya, benda yang dapat dikelompokkan ke dalam kepemilikan

umum ini, ada tiga jenis, yaitu:

1) Fasilitas dan sarana umum19

Benda ini tergolong ke dalam jenis kepemilikan umum karena menjadi

kebutuhan pokok masyarakat dan jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan

perpecahan dan persengketaan.20 Jenis harta ini dijelaskan dalam hadith

nabi yang berkaitan dengan sarana umum:

"Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air,

padang rumput dan api " (HR Ahmad dan Abu Dawud) dan dalam hadith

lain terdapat tambahan: "...dan harganya haram" (HR Ibn Majah dari Ibn

Abbas).21

Air yang dimaksudkan dalam hadith di atas adalah air yang masih belum

diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur, maupun yang mengalir di

sungai atau danau bukan air yang dimiliki oleh perorangan di rimahnya.

Oleh karena itu pembahasan para fuqaha mengenai air sebagai

kepemilikan umum difokuskan pada air-air yang belum diambil tersebut.22

Adapun al-kala' adalah padang rumput, baik rumput basah atau hijau (al-

khala) maupun rumput kering (al-hashish) yang tumbuh di tanah, gunung

atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya. Sedangkan yang dimaksud

189 Husain Sahatah, al-Khaskhasah fi Mizan al-Islam (tt: Maktabah al-Taqwa, 2001), 37.1910 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 213.2011 al-Shawkani, Nayl al-Awtar (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), jil. 6, 48.2112 Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah (Beirut: Dar alFikr, 1960), 180-184.2213 Abd al-Rahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, terj. Ibn Sholah (Bangil: al-Izzah, 2001),

18

Page 22: Hak Milik dalam Islam

al-nar adalah bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait dengannya,

termasuk didalamnya adalah kayu bakar.23

Bentuk kepemilikan umum, tidak hanya terbatas pada tiga macam benda

tersebut saja melainkan juga mencakup segala sesuatu yang diperlukan

oleh masyarakat dan jika tidak terpenuhi, dapat menyebabkan perpecahan

dan persengketaan. Hal ini disebabkan karena adanya indikasi al-shari'

yang terkait dengan masalah ini memandang bahwa benda-benda tersebut

dikategorikan sebagai kepemilikan umum karena sifat tertentu yang

terdapat didalamnya sehingga dikategorikan sebagai kepemilikan umum.

2) Sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki oleh

individu secara perorangan

Meski sama-sama sebagai sarana umum sebagaimana kepemilikan umum

jenis pertama, akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Jika

kepemilikan jenis pertama, tabiat dan asal pembentukannya tidak

menghalangi seseorang untuk memilikinya, maka jenis kedua ini, secara

tabiat dan asal pembentukannya, menghalangi seseorang untuk

memilikinya secara pribadi. Sebagaimana hadits nabi:

"Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu (sampai

kepadanya)" (HR al-Tirmidhi, ibn Majah, dan al-Hakim dari 'Aishah).24

Mina adalah sebuah nama tempat yang terletak di luar kota Makkah al-

Mukarramah sebagai tempat singgah jama'ah haji setelah menyelesaikan

wukuf di padang Arafah dengan tujuan meleksanakan syiar ibadah haji

yang waktunya sudah ditentukan, seperti melempar jumrah, menyembelih

hewan hadd, memotong qurban, dan bermalam di sana. Makna "munakh

man sabaq" (tempat mukim orang yang lebih dahulu sampai) dalam lafad

hadith tersebut adalah bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum

23

24 al-SuyutI, al-Jami' al-Saghir, jil 2, 183.

19

Page 23: Hak Milik dalam Islam

muslimin. Barang siapa yang lebih dahilu sampai di bagian tempat di Mina

dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan

merupakan milik perorangan sehingga orang lain tidak boleh memilikinya

(menempatinya).

Demikian juga jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya. Oleh

karenanya, penggunaan jalan yang dapat merugikan orang lain yang

membutuhkan, tidak boleh diizinkan oleh penguasa.25 Hal tersebut juga

berlaku untuk Masjid.26 Termasuk dalam kategori ini adalah kereta api,

instalasi air dan listrik, tiang-tiang penyangga listrik, saluran air dan pipa-

pipanya, semuanya adalah milik umum sesuai dengan status jalan umum

itu sendiri sebagai milik umum, sehingga ia tidak boleh dimiliki secara

pribadi.

3) Barang tambang yang depositnya tidak terbatas

Dalil yang digunakan dasar untuk jenis barang yang depositnya tidak

terbatas ini adalah hadith nabi riwayat Abu Dawud tentang Abyad ibn

Hamal yang meminta kepada Rasulullah agar dia diizinkan mengelola

tambang garam di daerah Ma'rab:

"Bahwa ia datang kepada Rasulullah SAW meminta (tambang) garam,

maka beliaupun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki

yang bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, tahukah apa yang

engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan

sesuatu yang bagaikan air mengalir". Lalu ia berkata: Kemudian

Rasulullah pun menarik kembali tambang itu darinya" (HR Abu

Dawud).27

25 Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam al-Sultaniyyah (Beirut: Dar al-Fikr), 253.26 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 182.27 al-Shawkani, Nayl al-Awtar, jil. 6 53.

20

Page 24: Hak Milik dalam Islam

Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam saja,

melainkan meliputi seluruh barang tambang yang jumlah depositnya

banyak (laksana air mengalir) atau tidak terbatas. Ini juga mencakup

kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi

seperti garam, batu mulia atau tambang yang berada dalam perut bumi

seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah dan

sejenisnya.28

Barang tambang semacam ini menjadi milik umum sehingga tidak boleh

dimiliki oleh perorangan atau beberapa orang. Demikian juga tidak boleh

hukumnya, memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga

tertentu untuk mengeksploitasinya tetapi pewnguasa wajib

membiarkannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat. Negaralah yang

wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, menjualnya

dan menyimpan hasilnya di bayt al-Mal.

Sedangkan barang tambang yang depositnya tergolong kecil atau sangat

terbatas, dapat dimiliki oleh perseorangan atau perserikatan. Hal ini

didasarkan kepada hadith nabi yang mengizinkan kepada Bilal ibn Harith

al-Muzani memiliki barang tambang yang sudah ada dibagian Najd dan

Tihamah.29 Hanya saja mereka wajib membayar khumus (seperlima) dari

yang diproduksinya kepada bayt al-Mal.30

c. Kepemilikan Negara (milkiyyat al-dawlah/ state private)

Adalah harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum muslimin/rakyat dan

pengelolaannya menjadi wewenang khalifah/negara, dimana

khalifah/negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada

sebagian kaum muslim/rakyat sesuai dengan ijtihadnya. Makna

28 Al-Maliki, Politik Islam, 80.29 Riwayat lengkap beserta penjelasannya lihat: Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam al-Sultaniyyah, 264.30 'Abd al-Qadim Zallum, al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah (Beirut: Dar al-'Ilm li al- Malayin, 1983), 89.

21

Page 25: Hak Milik dalam Islam

pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki

khalifah untuk mengelolanya.31

Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang tidak dapat

digolongkan ke dalam jenis harta milik umum (al-milkiyyat

al-'ammah/public property) namun terkadang bisa tergolong dalam jenis

harta kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah).

Beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan

negara menurut al-shari' dan khalifah/negara berhak mengelolanya dengan

pandangan ijtihadnya adalah:

1. Harta ghanimah, anfal (harta yang diperoleh dari rampasan perang

dengan orang kafir), fay' (harta yang diperoleh dari musuh tanpa

peperangan) dan khumus

2. Harta yang berasal dari kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang

diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak)

3. Harta yang berasal dari jizyah (hak yang diberikan Allah kepada kaum

muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam)

4. Harta yang berasal dari daribah (pajak)

5. Harta yang berasal dari ushur (pajak penjualan yang diambil

pemerinyah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan

pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya)

6. Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa waris

(amwal al-fadla)

7. Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad

8. Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara,

harta yang didapat tidak sejalan dengan shara'

9. Harta lain milik negara, semisal: padang pasir, gunung, pantai, laut dan

tanah mati yang tidak ada pemiliknya.32

31 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 218.32 Abd al-Qadim Zallum, al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah, 39

22

Page 26: Hak Milik dalam Islam

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Definisi Kepemilikan

23

Page 27: Hak Milik dalam Islam

Kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti pendapatan seseorang yang diberi wewenang untuk mengalokasikan harta yang dikuasai orang lain dengan keharusan untuk selalu memperhatikan sumber ( pihak ) yang menguasainya.

Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki suatu barang berarti mempunyai kekuasaan atas barang tersebut, sehingga ia dapat mempergunakannya sesuai dengan kehendahnya dan tidak ada orang lain baik secara individual maupun kelembagaan yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya tersebut.

2. Konsep kepemilikan Kapitalis

Sistem kapitalis memandang bahwa manusia merupakan pemilik satu-satunya terbadap harta yang telah diusahakan. Tidak ada hak orang lain di dalamnya. Ia memiliki hak mutlak untuk membelanjakan sesuai dengan keinginannya. Sosok pribadi dipandang memiliki hak untuk memonopoli sarana-sarana produksi sesuai kekuasaannya. Ia akan mengalokasikan hartanya hanya pada bidang yang memiliki guna materi (Provite Oriented).

3. Konsep Kepemilikan sosialis

Sistem ekonomi sosialis memandang bahwa segala bentuk sumber kekayaan dan alat-alat produksi adalah milik bersama masyarakat. Para anggota masyarakat secara individu tidak memiliki hak kecuali pada retribusi yang mereka peroleh sebagai bentuk pelayanan bsolu. Negara hadir menggantikan masyarakat dengan dominasi sebagai kekuatan tunggal.

4. Konsep Kepemilakan Islam.

Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak individu pemilik dengan hak masyarakat lain. Keberhakkan pemilik dalam pandangan islam adalah baku. Hanya saja pemerintah mempunyai hak intervensi atas nama undang-undang. Ini pun sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu yang kaitannya adalah target ocial kemasyarakatan yang hendak diwujudkan. Posisi islam yang demikian dimaksudkan untuk membuat perimbangan antara hak milik dan hak intervensi yang ditakutkan berlebihan dengan dalih : demi kesejahteraan umum.

DAFTAR PUSTAKA

'Abd al-Qadim Zallum, al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah (Beirut: Dar al-'Ilm li al- Malayin, 1983)

Abd al-Rahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, terj. Ibn Sholah (Bangil: al-Izzah, 2001)

24

Page 28: Hak Milik dalam Islam

Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004.

Abdurrahim Ahim. Dalil-Dalil Naqli Seri Ekonomi Islam. Yogyakarta: CV. Mitra Karya Santoso.2001.

Abu Saud Mahmud. Garis-Garis Besar Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 1984.

Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam al-Sultaniyyah (Beirut: Dar al-Fikr)

Al-Maliki, Politik Islam

Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah (Beirut: Dar alFikr, 1960)

Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi

al-Shawkani, Nayl al-Awtar (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), jil. 6

al-Suyuti, al-Jami' al-Saghir, jil 2

Djuwaini. Dimyauddin. Pengantar fiqih muamalah. Pustaka pelajar. Yogyakarta. April 2008

Husain Sahatah, al-Khaskhasah fi Mizan al-Islam (tt: Maktabah al-Taqwa, 2001)

K.Lubis Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.2000.

Lativa M. Algoud, Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Terj. Burhan W. (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003)

Muhamad, Alimin. Etika Dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE. 2004.

Nabhani Tayudin. Membangun sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.2002.

Qardawi yusuf. Norma Dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press.1997.

Rahman Afzahur. Doktrin Ekonomi Islam I. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.1995

Sihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 2003)

25

Page 29: Hak Milik dalam Islam

Taqiyy al-Din al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi fi al-Islam (Beirut: Dar al-Ummah, 1990)

Yunus al-Misri, Usul al-iqtisadi al-islami (Damaskus: Dar al-Qalam, 1999)

26