HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

99
HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA GOWA (Tinjauan Yuridis Empiris Tentang Perlidungan Anak ) PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Ahwal Syakhshiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh : MOHAMMAD IQBAL NIM : 105260014115 FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1440 H / 2019 M

Transcript of HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Page 1: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN

AGAMA SUNGGUMINASA GOWA

(Tinjauan Yuridis Empiris Tentang Perlidungan Anak )

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Ahwal Syakhshiyah

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

MOHAMMAD IQBAL

NIM : 105260014115

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

1440 H / 2019 M

Page 2: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 3: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 4: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 5: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 6: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

KATA PENGANTAR

الحمد لله رب العالمن والصلاة والسلام على أشرف المرسلن سدنا محمد وعلى أله وصحبه

أجمعن

Puji dan syukur ke hadirat Allah swt. yang hanya karena hidayah

dan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan

salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpah kepada baginda Nabi

Muhammad saw. serta seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Semoga Allah swt. mengampuni kedua orang tua dan semoga Allah swt.

merahmati keduanya disebabkan keduanya memelihara ketika kecil.

penyusunan skripsi ini banyak mendapatkan bantuan moril maupun

materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sehubungan dengan

selesainya penulisan skripsi ini, tanpa mengurangi rasa hormat dan terima

kasih kepada mereka yang tidak dapat disebut namanya di sini,

perkenankanlah untuk menyebut nama beberapa pihak dan/atau pribadi

sebagai berikut:

1. Kedua orang tua (Jamri Adam dan Hj. Kartini Parojai) yang telah

memelihara dan mendidik mulai dari masa kecil hingga sekarang ini.

Semoga Allah swt. merahmati dan mengampuni dosa keduanya.

2. Rektor dan para Wakil Rektor UNISMUH Makassar yang banyak

memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, dan menerima

sebagai mahasiswa pada Program Ahwal syakhsiyah

3. Ketu Prodi Akhwal Syakhsiyah, Dr, M. Ilham Muchtar, Lc. M.A. dan

seluruh jajarannya. Kebaikan hati, kebijakan, dan keramahan mereka

semua tentu tidak bisa dibalas dengan hanya sebuah tanda hormat dan

ucapan terima kasih.

Page 7: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

4. Dr. Abbas Baco Miro, Lc, M.A. dan Dr. M. Ali Bakri, M. Pd. Selaku

pembimbing pertama dan kedua yang sangat berjasa dalam membimbing

penulisan skripsi ini. Keduanya tidak jarang harus kehilangan waktu yang

sangat berharga hanya untuk memberi kesempatan guna berkonsultasi.

Kesediaan mereka untuk memberi petunjuk secara amat luas dalam

kaitan dengan pelbagi hal tentang metode dan subtansi isi uraian yang

akan dipaparkan, amat membantu terwujudnya skripsi ini.

Akhirnya, Semoga segala bantuan, partisipasi, dan saran dari siapa

pun datangnya dalam rangka penyempurnaan tulisan ini mendapat

balasan yang berlipat ganda dari Allah swt. amin

Makassar, 2 Agustus 2019

Penulis

Page 8: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

DAFTAR ISI

JUDUL .........................................................................................

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................

DAFTAR ISI .................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................

A. Latar Belakang Masalah ................................................

B. Rumusan Masalah .........................................................

C. Tujuan Penelitian ...........................................................

D. Kegunaan Penelitian .....................................................

E. Kerangka Konseptual ....................................................

F. Landasan Teori ..............................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................

A. Tinjauan Umum Mengenai Anak ...................................

B. Pengertian dan Kedudukan Perceraian ........................

C. Tinjauan Umum Tentang Hak Asuh Anak .....................

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................

A. Jenis Penelitian ...............................................................

B. Lokasi Penelitian .............................................................

C. Instrumen Penelitian .......................................................

D. Metode Pengumpulan Data ............................................

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................

A. Keadaan Objektif Pengadilan Agama Sungguminasa

Gowa .............................................................................

B. Analisis Hukum Islam terhadap Perkara Hak Asuh

Anak ..............................................................................

C. Pelaksanaan Putusan Perkara Hak Asuh Anak ............

I

ii

iii

1

1

8

9

9

11

12

16

16

28

32

42

42

43

43

45

48

48

54

70

Page 9: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

BAB V. PENUTUP .......................................................................

A. Kesimpulan ....................................................................

B. Implikasi Penelitian ........................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN

77

77

78

79

Page 10: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

ABSTRAK

Metodologi penelitian dalam skripsi ini yang dilakukan di

Pengadilan Agama (PA). Yakni Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa.

Jl. Masjid Raya, Kel. Sungguminasa, Kec. Somba Opu, Kab. Gowa.

Termasuk Pengadilan Agama yang ada di propinsi sulawesi selatan. Yang

berkaitan dengan hak asuh anak pasca perceraian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak asuh anak yang dikenal

dengan istilah hadanah secara eksplisit ibulah yang diberi hak untuk

mengasuh anak dengan aturan, bahwa anak tersebut belum mumayyiz

dan apabila ibu tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak asuh,

maka hak asuh beralih kepada kerabat terdekat yang memenuhi syarat,

sebagaimana yang diysaratkan pasal 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI),

Adapun hak asuh bagi anak yang sudah mumayyiz, diberikan hak opsi

untuk memilih di antara ayah atau ibunya. Namun hak opsi tersebut tidak

bersifat mutlak. Artinya bahwa pilihan anak dapat idkabulkan sepanjang

yang dipilihnya memiliki kemampuan untuk menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak yang diasuhnya. Adapun hakim Pengadilan

Agama Sungguminasa Gowa,. Dalam proses penyelesaian perkara hak

asuh, pada umumnya lebih cenderung hanya berasas pada hukum materil

yakni Kompilasi Hukuk Islam (KHI) dan Undang-undang R.I. Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan juga Undang-undang R.I. Nomor 23

Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Page 11: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Implikasi penelitian skripsi antara lain: pertama, Para praktisi

hukum, khususnya kepada para hakim pada lingkungan pengadilan

agama, agar kiranya lebih cermat dan berhati-hati dalam mengambil

pertimbangan untuk memberikan putusan pada setiap perkara yang

menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Kedua, Pertimbangan maslahat

terhadap anak dalam kasus sengketa hak asuh di Pengadilan Agama

perlu mendapat perhatian secara khusus, tidak hanya mengacu pada

ketentuan formal tetapi juga harus memperhatikan nilai-nilai dari hukum

masyarakat dan kaidah-kaidah agama.

Page 12: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah sunnatullah berlaku bagi semua ummat

manusia guna melangsungkan hidupnya dan untuk memperoleh

keturunan, maka Islam sangat menganjurkan perkawinan. Anjuran ini

dinyatakan dalam bemacam-macam ungkapan yang terdapat dalam al-

Qur‟an dan hadis, hal ini sesuai dengan pasal 2 Kompilasi Hukum Islam

(KHI), bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan akad

yang kuat untuk menaati perintah Allah swt, dan melakukannya

merupakan ibadah, sebagaiman terdapat di dalam QS al-Nisa‟/4: 21

Terjemahnya:

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.1

Maksud perkataan nikah sebagaimana yang terdapat pada ayat

tersebut bukan merupakan perjanjian yang biasa, melainkan suatu

perjanjian yang kuat. Untuk memahami pengertian perkawinan, ada

beberapa pendapat para ahli antara lain:

1 Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma

Publishing, 2010), h. 81

Page 13: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Wahbah al-Zuhaily: perkawinan adalah akad yang telah ditetapkan

syariat agar seorang laki-laki dapat mengambil manfaat untuk melakukan

istimta‟ dengan seorang perempuan atau sebaliknya.2

Menurut peneliti, inti daripada perkawinan adalah untuk

menciptakan kebahagian antara seorang laki-laki dan perempuan dalam

menjalin hubungan rumah tangga sesuai dengan ketentuan agama yang

diocntohkan baginda Nabi Saw.

Berdasarkan beberapa definisi perkawinan tersebut, apabila

dibandingkan dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 1 Undang-

undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pada dasarnya

antara pengertian perkawinan menurut hukum Islam dan undang-undang

tidak ada perbedaan yang prinsipil, sebab pengertian perkawinan menurut

Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ialah:

“ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3

Sedangkan tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga

yang erat hubungannya dengan keturunan, menyangkut pengasuhan

pemeliharaan dan biaya pendidikan yang menjadi hak dan kewajiban

orang tua.4 Tujuan perkawinan yang diinginkan oleh undang-undang R.I.

Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, tidak hanya melihat segi

lahiriah tetapi juga merupakan sutu ikatan batin antara suami dan istri

2 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz VII, Cet. II (Damaskus;

Dar al-Fikr, 1984), h.29 3 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan

HAM RI Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (Jakarta: Trinity, 2007), h.7

4 Soebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 2003), h.7

Page 14: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

yang ditujukan untuk membentuk keluarga yang kekeal, berdasarkan

Ketuhanan yang Maha Esa.

Perkawinan dapat dikatakan sah, apabila dilaksanakan sesuai

ketentuan, yaitu memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Tiap-tiap

perkawinan dicatat menurut perturan yang berlaku. Berdasarkan pasal 2

Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut,

bahwa perkawinan yang sah itu hanyalah dilakukan menurut agama dan

kepercayaannya dari para pihak yang akan melangsungkan perkawinan.

Selain itu juga harus dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.5

Secara ideal suatu perkawinan diharapkan dapat bertahan seumur

hidup dengan tujuan mewujudkan kehidupan keluarga sakinah,

mawaddah dan rahmah sebagaiman disebutkan di dalam QS al-

Rum/30:21

Terjemahnya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.6

Perkawinan dalam kenyataannya dapat putus atau berakhir karena

kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan. Penjelasan umum dari

5 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh

Munakahat dan Undang-undang perkawinan (Jakarta: Prenada Media, 2006), h.40 6 Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma

Publishing, 2010), h. 406

Page 15: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Undang-undang R.I. Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

menyebutkan, tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang

kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini meneganut prinsip

mempersulit terjadinya perceraian, sejauh mungkin menghindarkan

terjadinya perceraian. Perceraian yang dimaksud harus ada alasan-alasan

tertentu serta dilakukan di depan sidang pengadilan.

Konflik yang terjadi dalam sebuah rumah tangga adalah suatu

permasalahn yang besar, karena konflik yang terjadi antara suami istri

bisa mempengaruhi kejiwaan anak-anak dan pertumbuhan emosional

mereka. Perceraian dipilih karena dianggap sebagai solusi dalam

mengurai kesulitan perjalanan bahtera rumah tannga. Sayangnya,

perceraiaan tidak selalu membewa kelegaan, sebaliknya seringkali

perceraian justru menambah berkobarnya perseteruan. Salah satu pemicu

perseteruan adalah masalah hak asuh anak. Hak asuh seringkali menjadi

permasalah pasca perceraian, bahkan tak jarang antar mantan suami dan

mantan istri saling berebut mendapat hak asuh anak tersebut.

Perceraian yang terjadi antara suami istri yang telah memiliki anak

tidak saja mengakibatkan terputusnya hubungan antara keduanya (suami

dan istri), akan tetapi berimplikasi buruk terhadap perkembangan dan

kelangsungan hidup anak. Di sisi lain, kadang anak yang diharapkan

sebagai sosok yang berguna tetapi jutru menjadi sengketa antara kedua

belah pihak dengan alasan bahwa mereka masing-masing lebih berhak

mengasuh anak tersebut.

Media elektronik maupun media cetak sering menayangkan

persteruan pada proses maupun pasca perceraian yang dilakukan oleh

para publik figur Indonesia melalui tayangan-tayangan infotaiment. Hotline

Page 16: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

service Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) telah menerima

sejumlah pengaduan bertajuk perbuatan anak. Hal ini tidak hanya berasal

dari klangan menengah ke bawah, tetapi juga berasal dari kelas ekonomi

atas, sebagian diantaranya adalah public figure seperti selebritis dan

tokoh yang dikenal publik.

Pasangan tersebut memperebutkan anak mereka laksana piala

bergilir, saling klaim antara kedua pasangan tersebut tidak hanya berakhir

dengan perseteruan pro justisia (pidana), tetapi juga berlanjut pada

pertukaran kecaman yang digencarkan via media penyiaran infotaiment.

Fonomena kehidupan semacam ini seakan menjadi life style beberapa

tahun terakhir ini di kalangan masyarakat.7

Anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah swt, bahkan anak

dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan

kekayaan harta benda lainnya. Anak sebagai amanah Allah swt. harus

senantiasa dijaga dan dilindungi karena di dalam diri anak melekat harkat,

martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak

asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam

Bab X A Pasal 28B (2) UUD R.I. Tahun 1945; “setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Bahakan secara

internasional dalam konvensi perserikatan Bangsa-bangsa pun memuat

hak-hak anak8.

7 http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/24-dunia-penyiaran?start=6 8 Kementrian Kabinet Kerja, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (Jakarta,

Bhuana Ilmu, 2016), h. 63

Page 17: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Konvensi Hak Anak tahun 1989 yang termuat dalam pasal 3, yang

disahkan oleh PBB pada tahun 1989 tersebut, ada pula beberapa undang-

undang yang telah disahkan dan sifatnya mendunia; yaitu tahun 1924

disahkannya sebagai pernyataan hak anak oleh liga Bangsa-bangsa,

tahun 1959 diumumkannya pernyataan hak-hak anak oleh PBB dan 1979

diputuskan adanya hari anak Internasional9.

Pasal 3:

1. Dalam semua tindakan mengenai anak, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial negara atau swasta, pengadilan hukum, penguasa administratif atau badan legislatif, kepentingan-kepentingan terbaik anak harus merupakan pertimbangan utama.

2. Negara-negara pihak berusaha menjamin perlindungan dan perawatan anak-anak seperti yang diperlukan untuk kesejahteraannya, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tuanya, wali hukumnya atau orang-oranng lain yang secara sah atas dia dan untuk tujuan ini, harus mengambil semua tindakan legislatif dan administratif yang tepat.

3. Negara-negara pihak harus menjamin bahwa berbagai lembaga, pelayanan dan fasilitas yang bertanggung jawabatas perawatan dan perlindungan tentang anak, harus menyesuaikandiri dengan standar-standar yang idtentukan oleh para penguasa yang berwenang, terutama dibidang keselamatan, kesehatan, dalam jumlah dan kesesuaian staf mereka dan juga pengawasan yang berwenang.

Secara normatif, masalah hak asuh anak diatur dalam kitab-kitab

fikhi klasik maupun kontenporer dengan beberapa perbedaan paradigma

dan konsep bahkan di Indonesia masalah hak asuh anak ini juga diatur

dala Undang-undang perkawinan, yaitu Undang-undang R.I. Nomor 1

Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).10

9 Hari Harjanto Setiawan, Reintegrasi Praktek Pekerjaan Sosial dengan Anak yang

Berkonflik dengan Hukum (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2012), h. 51 10

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Intruksi Presiden R.I. Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam, Bab XIV pasal 98-106 tentang “Pemeliharaan Anak” (Jakarta: Departemen Agama R.I., 2000), h.50

Page 18: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Pada Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan, ketentuan menegenai akibat perceraian terhadap anak diatur

pasal 41:

1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan keputusan.

2. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak –anak menjadi tanggung jawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaan, pihak bapak tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa pihak ibu ikut memikul beban biya tersebut. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban kepada bekas suami11.

Ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa pada prinsipnya hukum

merawat dan mendidik anak adal kewjiban bagi kedua oran tua, 12 karena

apabila anak yang belum mumayyiz tidak mendapatkan pengasuhan,

pemeliharaan, perawatan dan pendidikan dengan baik, maka akan

berakibat buruk pada diri dan masa depan anak tersebut bahkan bisa

mengancam eksistensi jiwa mereka. Pembehasan mengenai pengasuhan

anak ini kembali muncul menjadi perhatian publik dengan berbagai latar

belakang pemikiran, baik berdasarkan join custodian yaitu lebih

mengedepankan hubungan baik antara mantan pasangan suami istri.

maupun yang didasarkan pada jurigenic effect yaitu mengedepankan

pada realitas psikologis anak saat akan ditetapakan oleh majelis hakim,

bahwa konsep perlindungan, pengasuhan dan perlindungan anak,

seyohyanya dikembangkan lewat basis yang kuat yakni memilih

11 Saptono Raharjo, Undang-Undang Perkawinan (Jakarta: Bhuana Ilmu populer, 2017),

h. 14 12

Muhammad Husain Zahabi, al-Syari’ah al-Islamiyyah: Dirasah al-Muqaranah baina Mazahib Ahlu Sunnah wa al-Mazahib al-Ja’fariyyah (Mesir: Dar al-Kutub al-Hadisah), h.170

Page 19: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

kepentingan terbaik bagi anak, kepentingan yang mendukung integritas

pertumbuhan dan perkembangan anak, bukan hanya sekedar fisik

biologisnya saja, tetapi juga mencakup psikis, psikologis mental dan

pikiran anak.

Uraian diarahkan pada konsep dan aplikasi hasil putusan perkara

hak asuh anak perspektif hukum Islam dan hukum materil, dalam hal ini

Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan, undang-undang R.I. Nomor 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak dan peraturan perundang-undangan lainnya sebagai

tinjauan yuridis tentang perlindungan anak, yang dapat dijadikan rujukan

dalam pengambilan putusan perkara hak asuh anak di lingkungan

peradilan, dengan sentuhan pemahaman dari berbagai sudut pandang,

baik aspek filosofis, historis, yuridis, sosiologis maupun psikologis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan pokok

yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah bagaimana

problematiaka hak asu anak pasca perceraian ditinjau dari berbagai

aspek, terutama sisi yuridi-empiris tentang perlindungan anak tersebut

Berdasarkan sudut pandang tersebut, maka sub masalah menjadi

bagian terpenting untuk menjawab permasalahn pokok, yaitu:

1. Bagaimana konsep hak asuh perspektif hukum Islam dan peraturan

perundang-undangan di Indonesia tentang perlindungan anak?

2. Bagaimana pertimbangan yang digunakan oleh majelis hakim

Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa dalam menentukan

Page 20: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

kepada siapa hak asuh anak diberikan tanpa harus melannggar

ketentuan kepentingan hak asasi anak?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Ilmiah

Secara umum penelitian skripsi ini bertujuan untuk menelah secara

umum antara konsep dan aplikasi keputusan yang dihasilkan majelis

hakim Pengadilan Agama menyangkut perkara perceraian dan hak asuh

pasca terjadinya perceraian. Mengingan seorang anak pada permulaan

hidupnya sampai umur tertentu memerlukan orang lain dalam

kehidupannya, baik dalam kebutuhan fisik, psikisnya maupun dalam

pembentukan akhlaknya. Penelitian ini berupaya untuk mengemukaakan

analisis keputusan pengadilan perihal hak asuh anak yang telah

diputuskan oleh majelis hakim di Pengadilan Agama Sungguminasa

Gowa.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam dan perangkat peraturan

perundang-undangan lain tentang perlindungan anak secara

mendalam.

b. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang digunakan oleh

majelis hakim di Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa sebagai

implementasi dalam menentukan kepada siapa hak asuh anak

diberikan tanpa harus melanggar ketentuan hak asasi kepentingan

seorang anak, melahirkan keputusan terbaik bagi anak

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaa teoritis

Page 21: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

mengenai hukum pengasuhan anak pasca terjadinya perceraian, terutama

mengenai konsep hak asuh anak pesrfektif hukum Islam, hukum positif

maupun perundang-undangan lain yang punya relevansi dengan hak asuh

anak sekaligus menambah khasanah intelektual dalam pengembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu-ilmu ke-Islaman pada

khususnya.

2. Kegunaan praktis

a) Dapat digunakan sebagai referensi baru dalam penerapan hak

asuh anak pasca perceraian untuk mencapai penetapan hukum yang

adil.

b) Hasil penelitian ini akan menjadi salah satu pengalaman yang

akan memperluas cakrawala pemikiran dan wawasan pengetahuan,

khususnya mengenai hak asuh anak pasca perceraian.

Page 22: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

E. Kerangka Konseptual

Kerangka Pikir Hak Asuh Anak Pasca Perceraian

Pemenuhan segala hak dasar anak:

1. Kasih sayang

2. Hak pendidikan

3. Hak kesehatan

4. Hak mendapat tempat tinggal

Perkawinan

Hak Asuh

Perceraian

Hak Asuh

Kematian

Perempuan

(mantan istri)

Laki-laki

(mantan suami)

anak

1. UUD Negara R.I. Tahun 1945

2. UU R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan

3. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam. (KHI)

4. UU R.I. Nomor 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak

Page 23: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

F. Landasan Teori

1. Perceraian

perceraian dalam Islam merupakan jalan keluar dalam perkawinan

yang tidak mungkin lagi dipertahankan. Perceraian disyariatkan dalam

Islam, sebagaimana yang terdapat dalam QS al-Talak/65: 1 berikut:

Terjemahnya:

Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.13

Beberapa definisi yang diutarakan para ulama, maka pada

hakikatnya perceraian adalah perpisahan atau putusnya hubungan suami

istri yang diantara keduanya diharamkan atas aktifitas pemenuhan

seksual serta lepas dari hak dan kewajiban sebagai suami dan istri.

2. Yuridis-Empiris

Adanya perkara-perkara yang diterima di peradilan umum,

peradilan agama maupun peradilan lainnya, hal itu memberi kewenangan

13

Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Publishing, 2010), h. 558

Page 24: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

nyata pada pihak peradilan dalam memberi putusan atas setiap perkara.

Putusan-putusan yang merupakan yurisprudensi nantinya, sangat

bergantung pada beberapa perundang-undangan yang berisikan pasal-

pasal sebagai rujukan lahirnya putusan-putusan tersebut.

Penegrtian hukum yuridis yaitu semua hal yang mempunyai arti

hukum yang diakui sah oleh pemerintah. Aturan ini bersifat baku dan

mengikat semua orang di wilayah di mana hukum tersebut berlaku.

Sehingga jika ada orang yang melanggar hukum tersebut bisa dikenai

hukuman. Hal ini karena aturan tersebut memiliki sifat memaksa, sehingga

semua orang tanpa terkecuali termasuk para penegak hukum juga harus

mematuhinya. Hukum yuridis ada yang berbentuk tertulis, ada juga yang

bebentuk lisan. Contoh hukum yuridis dalam bentuk tertulis adalah

Undang-undang peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan

gubernur dan lain sebagainya. Sedangkan contoh hukum yuridis dalam

bentuk lisan yaitu hukum adat. Meskipun hadir dalam bentuk tidak tertulis,

hukum adat wajib diindahkan dan dipatuhi oleh warga masyarakat dimana

hukum adat itu berlaku. Di indonesia, hukum adat berlaku sesuai dengan

adat masing-masing daerah,

Yuridis yaitu pendekatan dengan menggunakan disiplin hukum

Islam dan ilmu hukum. Dalam hal ini, baik Undang-undang Perkawinan

No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, maupun yurisprudensi

yang telah ada menjadi rujukan dalam setiap tahapan pelaksanaan

penelitian. Pendekatan yuridis empiris digunakan untuk menganalisa

berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengasuhan anak.

Pendekatan yuridis mempergunakan data data sekunder, digunakan untuk

menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum

Page 25: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

perdata Islam (KHI maupun hukum perkawinan), peraturan yang mengatur

mengenai ketentuan-ketentuan perkawinan dan perwalian anak,

perundang-undangan yang mempunyai kolerasi dan relevan yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Sedangkan

pendekatan yuridis empiris digunakan untuk memberikan gambaran

kualitatif tentang hak pengasuhan anaka apabila terjadi perceraian.

Perundang-undangan sebagai tinjauan yuridis yang dimaksud,

kaitannya dengan permasalahan hak asuh anak sudah banyak, karena

masalah anak yang dipandang sebagai suatu permasalahan yang

sederhana, namun untuk perlindungan lebih lanjut terkait masa depan

anak secara nasional maupun internasional, maka masalah anak

dipandang sangat penting saat ini. Perundang-undangan yang terkait

adalah:

a. UUD Negara R.I. Tahun 1945

b. UU R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

c. Inpres Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)

d. UU R.I. Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

Pengertian empiris adalah suatu cara atau metode yang dilakukan

yang bisa diamati oleh indera manusia. Sehingga carata atau metode

yang digunakan tersebut bisa diketahui dan diamati juga oleh orang lain.

Secara empiris14 adalah kajian yang memandang hukum sebagai

kenyataan, mencakup kenyataan sosial, kenyataan kultur dan lain-lain.

Pengertian tersebut dimaksudkan adalah hukum Islam dalam bentuk

perdata khusus yaitu al ahwal a-syakhsiyah yang berkaitan kewenangan

14

Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi III, Cer. III, Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2005), h.209

Page 26: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

peradilan agama. Sedang untuk menunjang data empiris, dengan

menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi dan

wawancara langsung dengan para hakim, pegawai pengadilan agama dan

juga person yang terkait dengan perkara hak asuh anak. Dengan

demikian penelitian ini menggunakan pendekatan multidisipliner sehingga

dapat menjawab permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini dengan

sedetailnya.

3. Perlindungan anak

Anak adalah aset masa depan umat mengharuskan semua pihak

memberikan perhatian penuh kepada anak agar mereka dapat tumbuh

dan berkembang menjadi generasi yang berkualitas prima. Keluarga,

masyarakat dan negara bahu-membahu untuk memenuhi hak-hak anak.

Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab, maka anak perlu

mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan

berkembang secara optimal, baik fisik, psikis maupun sosial dan

berakhlak mulia. Perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk

mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadapa

pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak tersebut

diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan

yang dapat menjamin pelaksanaannya, maka dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ditetapkanlah Undang-

undang R.I. Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Page 27: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Anak

Islam menganjurkan perkawinan dengan maksud untuk

menciptakan hidup bahagia dalam membentuk rumah tangga yang

harmonis, penuh ketenangan dan kecintaan yang diliputi rasa kasih

sayang di antara sesama anggota keluarga (ayah, ibu dan anak).

Manakalah pasangan suami istri telah mampu mewujudkan jalinan kasih

sayang dan kedamaian dalam rumah tangga, secara kooperatif akan

mampu menunaikan misi perkawinan selanjutnya yaitu melahirkan

keturunan yang berkualitas, tumbuh dan berkembang menjadi anak yang

berbakti kepada keluarga, agama, nusa dan bangsa.15 Hal tersebut

sejalan dengan apa yang disampaikan di dalam QS al-Furqan/25: 74

berikut:

Terjemahnya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.16

Tujuan melaksanakan perkawinan adalah untuk menyambung

keturunan yang kelak akan dijadikan sebagai ahli waris. Keinginan

mempunyai anak bagi setiap pasangan suami istri merupakan naluri

insani, yang secara fitrah anak-anak tersebut merupakan amanah Allah

15

Abu Bunyamin, Hadanah dan Problematikanya (Suatu Analisis terhadap Pemegang Hadanah dalam Kaitannya dengan Kepentingan Anak), dalam Mimbar Hukum (Jkarta; PT. Tomasu, 1999), h.24

16 Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma

Publishing, 2010), h. 366

Page 28: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

swt. kepada pasangan suami istri tersebut. Oleh karena itu, sebagai orang

tua yang diberi amanah oleh Allah swt. harus dapat menerima dan

menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya.

Bagi semua orang tua, anak diharapkan dapat mengangkat derajat

dan martabat orang tua, keluarga kelak, menjadi anak yang shaleh dan

salehah. Berangkat dari pemikiran inilah, kemudian orang tua selalu

berkeinginan untuk dapat lebih dekat dengan anak-anaknya, agar dapat

membimbing dan mendidik langsung agar kelak setelah anak-anak sudah

dewasa dapat tercapai apa yang telah dicita-citakannya. Demikian pula

anak-anak yang telah terlahirkan,selalu ingin dekat denngan orang

tuanya, karena anak-anak ingin selalu dilindungi dan diberikan kasih

sayang oleh kedua orang tua sampai anak-anak sudah mampu beriri

sendiri.

Dalam Islam, pengasuhan anak disebut dengan hadanah, yang

secara etimologisnya berarti mendekap, memeluk, mengasuh, dan

merawat.17 Sedangkan secara terminologisnya berarti mengasuh, merwat

dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau kehilangan

kecerdasannya karena tidak bisa memenuhi keperluannya sendiri.18 Anak-

anak yang telah lahir dari perkawinan berkeinginan untuk selalu

terlindungi dan mendapatkan kasih sayang kedua orang tua mereka

sampai dapat berdiri sendiri dalam mengarungi kehidupan hingga dewasa

kelak.

17

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pendidikan Pesantren al-Munawwir, 1994), h.295

18 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarat: Ikhtiar BaruVan Hoope,

1990), h. 415

Page 29: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Berikut ini beberapa pengertian anak, macam-macam anak,

hubungan hukum antara orang tua dan anak dengan menegemukakan

pendapat dari beberapa pakar dan yang tertuang dalam peraturan

perundang-undangan.

1. Pengertian Anak

Pengertian anak dalam Hukum Islam dan hukum keperdataan erat

kaitannya dalam hubungan kekeluargaan. Anak dalam hubungannya

dengan keluarga, seperti anak kandung, anak laki-laki dan anak

perempuan, anak sah dan anak tidak sah, anak sulung dan anak bungsu,

anak tiri dan anak angkat, anak piara, anak pungut, anak kemenakan,

anak sumbang (anak haram) dan sebagainya.19

Pengelompokan pengertian anak, memiliki aspek yang sangat

luas. Berbagai makna terhadap anak, dapat diterjemahkan untuk

mendekati anak secara benar menurut sistem kepntingan agama, hukum,

sosial dari masing-masing aspek. Pengertian anak dari berbagai cabang

ilmu akan berbeda-beda secara subtansial; fungsi, makna dan tujuan.

Sebagai contoh, dalam agama Islam pengertian anak sangat berbeda

dengan pengertian anak yang dikemukakan bidang disiplin ilmu hukum,

sosial, ekonomi, politik dan hankam. Pengertian anak dalam Islam

disosialisasikan sebagai makhluk ciptaan Allah swt. yang arif dan

berkedudukan mulia yang keberadaannya melalui proses penciptaan yang

bersimensi pada kewenangan kehendak Allah swt.20 secara rasional,

seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transcendental dari proses

ratifikasi sains (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur ilmiah yang

19

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka: Jakarta, 2002), h. 41

20 Imam Jauhari, Advokasi Hak-hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan

Peraturan Perundang-undangan (Pustaka Bangsa: Medan, 2008), h. 46

Page 30: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spritual yang

diambil dari proses keyakinan (tauhid Islam). Penjelasan status anak

dalam agama Islam ditegaskan dalam QS al-Isra‟/17: 70 berikut:

Terjemahnya

Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.21

Ayat di atas menunjukkan bahwa al-Qur‟an meletakkan kedudukan

anak sebagai makhluk yang mulia, diberikan rezeki yang baik-baik dan

memiliki nilai plus semua yang diperoleh melalui kehendak sang pencipta

Allah swt.

Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Allah swt. dan tidak

bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak

hati oleh orang tuanya. Sebagai amanah, anak harus dijaga sebaik

mungkin oleh orang tua yang mengasuhnya. Anak adalah manusia yang

memiliki nilai kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan

apapun. Anak adalah makhluk Allah yang memiliki sepasang orang tua;

ayah dan ibu. Konsep anak dalam bahasa arab menggunakan beberapa

istilah; الابن (al-Ibn), الطفل (al-Tiflu), الصبان (as-Sibyan), الولد (al-Walad), الغلام

(al-Gulam).

21

Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Publishing, 2010), h. 289

Page 31: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

a. الابن (al-Ibn)

Lafaz al-Ibn dalam Mu’jam dijelaskan bahwa kata ibn berasal dari

banawa dengan bentuk jamak abna. Lafaz ini memiliki makna yang sama

al-Walad yang berarti sesuatu atau seseorang yang dilahirkan.22 Dalam

tahapan perkembangan manusia, term ibn lebih tepat sebagai tahapan

penyusuan organ-organ tubuh hingga anak dapat mencapai tingkat

kesempurnaan atau kedewasaan. Kata ini terdapat dalam al-Qur‟an dan

terulang sebanyak 162 kali.23

Lafaz ibn ini dipergunakan untuk menjelaskan hubungan antara

anak dengan ibu ketika proses kehamilan dan kelahiran anak. Maryam

diberi amanah mengandung seorang pembawa risalah ketuhanan dengan

melalui tanggung jawab pemeliharaan Isa dalam Kandungan (QS al-

Baqarah/2: 87). Pemeliharaan anak ketika berada dalam suasana kritis,

menghadapi bencana dan kebutuhan anak dalam pembinaan (QS Hud/11:

42 dan 45).

b. Al-Tiflu (الطفل)

Lafaz al-tiflu merupakan bentuk ism dari fi’il: tufula – yatfulu –

tufuulah yang berarti ringan, halus, lembut atau lunak. Anak yang dalam

posisi makna ini dapat berarti sebagai manusia yang berada dalam

tahapan perkembangan fisik yang ringan, halus, lembut, lunak atau belum

kuat, belum dewasa dalam melakukakan sesuatu. Bahkan lafaz al-tiflu

digunakan pula untuk menggambarkan pengaruh usia dan aktifitas

seseorang yang masih berada dalam tahap perkembangan fungsi

22

Al-Ragib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’an al-Karim, h. 177 23

Muhammad Fuad Abdul al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alafaz al-Qur’an al-Karim (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h.173

Page 32: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

biologis, khususnya pada tangan dan kaki sebagai alat yang

memotongkeseimbangan tubuh.24

Dari makna al-tiflu di atas, maka dapat dipahami bahwa al-tiflu

adalah kata yang menunjukkan kepada makna umum terhadap segala

sesuatu dalam kondisi rentan karena kelunakannya. Secara khusus, lafaz

al-tiflu menunjukkan kepada aspek fisik anak yang masih rentan dan

belum mencapai bali, anak yang senangtiasa masih membutuhkan

bantuan untuk memenuhi segala kebutuhannya.

Lafaz al-tiflu dalam pemaknaan al-Qur‟an secara umum dapat

dipahami, bahwa:

(1) Berhubungan dengan arti dasar; usia anak yang senangtiasa

dalam kesenangan dan tidak mempunyai beban hidup yang

disebabkan karena kelemahan kualitas fisik dan psikis.

(2) Lafaz al-tiflu berkenaan dengan aturan dalam aspek

kekeluargaan dan ayat-ayatya selalu berkaitan dengan prinsip-

prinsip keluarga.

pengungkapan tersebut menunjukkan anak-anak yang masih bayi,

yaitu sekitar usia 0 – 2 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan jiwa bagi

bayi sejak dilahirkan sangat tergantung pada sikap dan perhatian orang

tuanya, terutama perhatian dari ibunya, mengingat kondisi bayi yang

dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya untuk menolong

dirinya. Allah swt menjelaskan di dalam QS al-Baqarah/2: 233, berikut :

24

Muhammad bin Mukrim bin Mansur, al-Fikr al-Misr (Lisan al-Arab Mujalladad III. 711 H), h. 402

Page 33: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Terjemahnya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.25

c. As-Sibyan (الصبان)

Lafaz sibyan merupakan fi‟il saba: sabawa yang secara etimologi

berarti kecenderungan berbuat salah, tidak mahir.26 Secara terminologi

sobi berarti istilah kepada kelompok anak yang berada dalam tahapan

usia masih menyusui hingga anak tersebut berusia mencapai balig atau

belum menampakkan tanda kedewasaan. Apabila dilihat dari usia, maka

sobi adalah kategori usia anak yang belum mencapai usia tujuh tahun.

Usia ini merupakan batas usia seorang anak untuk diperbolehkan dapat

melakukan puasa.27

Dalama al-Qur‟an, kata sibyan yang berarti anak disebutkan

sebanyak 2 kali yaitu dalam QS Maryam/19: 12, 29. Ayat 12 menceritakan

25

Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Publishing, 2010), h. 37

26 Muhammad bin Mukrim bin Mansur al-Fikr, Lisan al-Arab (Majallad XIV), h.450

27

Al-Ragib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an al-Karim, h. 775

Page 34: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

kisah nabi Yahya yang sejak kecilnya telah mendapatkan berbagai

keistimewaan, salah satunya adalah diberikannya hikmah atau

pengetahuan. Allah swt telah memberikan amanah kepada nabi Yahya

meskipun usianya masih tergolong sangat muda. Adapun dalam ayat 29,

menerangkan kebenaran keyakinan seorang perempuan suci yang hidup

dalam kebingungan karena telah melahirkan seorang anak yang kelak

menjadi seorang rasus.

QS Maryam/19: 12 berikut:

Terjemahnya: Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.28

QS Maryam/19: 12 berikut :

Terjemahnya: Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. mereka berkata: "Bagaimana Kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"29

d. Al-Gulam (الغلام)

Kata a-lgulam berasal dari fi‟il: galima - yaglamu - galaman –

gullaman kata ini dipergunakan untuk menggambarkan perkembangan

fisik seseorang yang ditandai dengan munculnya berbagai perubahan

biologis. Lafaz al-gulam menunjukkan kepada kelompok usia pemuda,

usia seorang anak yang telah memperlihatkan tanda-tanda kedewasaan

dengan ditumbuhinya rambut halus pada bagian-bagian tertentu. Saat

28

Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Publishing, 2010), h. 306

29 Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma

Publishing, 2010), h. 307

Page 35: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

perkembangan fisik menunjukkan adanya perubahan, masa ini memasuki

usia 12 tahun ke atas.30

Dalam al-Qur‟an terdapat lafaz al-gulam; menunjukkan kepada

anak yang berada dalam kelompok usia belum mencapai kematangan,

baik secara fisik maupun psikis.31 Pada ayat ini, menjelaskan kondisi fisik

Yusuf yang masih ringan ketika mendapatkan perlakuan zalim dari para

saudaranya dengan dimasukkan ke dalam sumur.

Masa al-gulam ini disebut juga masa remaja. Masa remaja adalah

suatu masa dari umur manusia yang paling banyak mengalami perubahan

sehinnga beralih dari masa anak-anak menuju masa dewas. Perubahan-

perubahan yang terjadi meliputi segala segi kehidupan manusia, baik

jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial. Masa remaja berkisar

antara umur 13 samapi 20 tahun.32 Masa remaja merupakan masa

peralihan atau transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, masa

bergejolaknya jiwa seseorang anak untuk mendapat jati dirinya.

e. Al-Walad (الولد)

Dalam kamus kamus bahasa arab, anak disebut juga dengan al-

walad, secara etimologis al-walad berarti sesuatu yang dilahirkan. Kata al-

walad merupakan perubahan bentuk dari susunan fi’il: walada – yalidu –

wiladatan – wiladan – wiladatan. Kata al-walad dipergunakan untuk

menunjukkan makna; anak yang bersifat umum atau menunjukkan kepada

kelompok usia sebelum menginjak dewasa.

30

Al-Ragib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an al-Karim, h. 775 31

QS, Yusuf/12: 19;

32 Zakariah Drajat, Problematika Remaja di Indonesia (Cet. II; Jakarta: Bulan

Bintang, 1975), h. 80

Page 36: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Kata al-walad merupakan salah satu dari lafaz-lafaz yang

bermakna anak, berdasarkan analisa, kata al-walad dapat dilihat dalam al-

Qur‟an dan diperoleh sejumlah perubahan bentuk dalam 112 tempat.33

Diantaranya Allah swt. menjelaskan di dalam QS al-Nisa/4: 176 berikut:

Terjemahnya:

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[387]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.34

Pendapat Ibnu Abbas, salah seorang ahli tafsir dikalangan sahabat

Nabi Muhammad saw. yang dikutip Abdul Wahab Khallaf dalam

penafsiran kata-kata al-walad pada ayat di atas yaitu: mencakup anak

laki-laki dan juga bisa berarti perempuan. Namu demikian, pengertian al-

walad dalam nas bisa berarti laki-laki dan juga bisa berarti perempuan.35

33

Muhammad Fuad Abdul al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h. 930

34 Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma

Publishing, 2010),

35

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fikh (Makatabah al-Dakwah al-Islamiyah Shabab al-Azhar: Kairo, 1990), h. 95

Page 37: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Kata al-walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan

keturunan, sehingga kata al-walid dan al-walidah diartikan sebagai ayah

dan ibu kandung.

Defenisi mengenai anak juga banyak ditemui dalam beberapa

peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah anak,

diantaranya:

1. Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak, memberikan defenisi:

“Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya”.

2. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, memberikan definisi:

“Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya”.

3. Konvensi tentang Hak-hak Anak, yang disetujui oleh Majelis

Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 November

1989 mendefinisikan anak sebagai berikut:

“seorang anak berarti setiap manusia di bawah umur 18 (delapan belas) tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal”.

B. Pengertian dan Kedudukan Perceraian

1. Pengertian Perceraian

Perkawinan dan perceraian merupakan suatu hal yang sangat

urgen dalam kehidupan manusia, itu sebabnya hukum Islam menaruh

perhatian yang cukup signifikan terhadap kedua hal tersebut. Hal ini bisa

terlihat apabila mengkaji hukum Islam, niscaya akan ditemukan kedua hal

itu menjadi salah satu objek pembahasan hukum Islam. Perceraian tidak

bisa dipisahkan dari perkawinan, tak ada perceraian tanpa diawali

Page 38: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

perkawinan. Perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara

seorang laki-laki dan seorang wanita untuk membina rumah tangga yang

sakinah, mawaddah warahmah. Namun pada saat tujuan itu tidak

tercapai, makan perceraian merupakan jalan keluar terakhir yang mesti

ditempuh. Perceraian tidak dapat dilakukan kecuali telah ada alasan-

alasan yang dibenarkan oleh agama dan undang-undang. Dalam hukum

islam, alasan-alasan perceraian itu mengalami perkembangan sesuai

dengan keadaan sosial melingkupi hukum tersebut.

Perceraian merupakan bagian dari pernikahan, sebab tidak ada

perceraian tanpa diawali pernikahan lebih dahulu. Pernikahan merupakan

awal dari hidup bersama antara seseorang laki-laki dan seorang

perempuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam semua tradisi hukum, baik civil law,common law, Islamic

law maupun social law, perkawinan adalah sebuah kontrak berdasarkan

persetujuan sukarela yang bersifat pribadi antara seorang pria dan

seorang wanita untuk menjadi suami istri. Dalam hal ini, perkawinan selalu

dipandang sebagai dasar bagi unit keluarga yang mempunyai arti penting

bagi penjagaan moral atau akhlak masyarakat dan pembentukan

peradaban.36

Bagi orang Islam, perceraian lebih dikenal dengan istilah talak.

Sayyid Sabiq mendefinisikan menurut bahasa at-talaq berasal dari kata al-

itlaq yang berarti melepaskan atau meninggalkan. Adapun menurut istilah

talaq adalah melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan

perkawinan.37

36

Rifyal Ka‟bah, „Permasalahan Perkawinan’ dalam Majalah Varia Peradilan, No 271 Juni 2008, IKAHI, Jakarta, hal 7

37 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid III (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003),

h.232

Page 39: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Menurut H.A. Fuad Sa‟id yang dimaksudkan dengan perceraian

adalah putusnya perkawinan antara suami dengan istri karena tidak

terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain dan sebelumnya

telah diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah

pihak. Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa pertama; perceraian baru

dapat dilaksanakan apabilah telah dilakukan berbagai cara untuk

mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan

rumah tangga mereka dan ternyata tidak ada jalan lain kecuali hanya

dengan jalan perceraian. Dengan perkataan lain bahwa perceraian itu

adalah sebagai way out bagi suami istri demi kebahagiaan yang dapat

diharapkan sesudah terjadinya perceraian. Kedua; bahwa perceraian itu

merupakan sesuatu yang dibolehkan namun dibenci oleh agama.38

Berdasarkan sabda Rasul:

39 عن ابن عمر عن النب صلى الله عليه وسلم : "ابغض الحلال الى الله تعالى الطلاق"

Artinya:

Sesuatu yang halal tetapi paling dibenci Allah adalah perceraian.

Al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam pertama, dalam banya

kesempatan selalu menyarankan agar suami istri bergaul secara ma‟ruf

dan jangan menceraikan istri dengan sebab-sebab yang tidak prinsip. Jika

terjadi pertengkaran yang sangat memuncak diantara suami istri

dianjurkan bersabar dan berlaku baik untuk tetap rukun dalam rumah

tangga, tidak langsung membubarkan perkawinan mereka, tetapi

hendaklah menempuh usaha perdamaian terlebih dahulu dengan

mengirim seseorang hakam dari keluarga pihak suami dan hakam dari

38

Ghazali Mukri, Panduan Fikhi Perempuan (Cet 1; Yogyakarta: Salma Pustaka, 2004), h. 159

39 Abi Daud Sulaiman bin al-Asy‟as al-sajastani, Sunan Abi Daud, Juz II; Kitab

Talaq (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h.334

Page 40: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

keluarga pihak istri untuk mengadakan perdamaian. Jika usaha ini tidak

berhasil dilaksanakan, maka perceraian baru dapat dilakukan.

2. Sebab dan Akibat Perceraian

Pasal 39 Undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan, pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan

Kompilasi Hukum Islam Indonesia sebagai bentuk mempositifkan hukum

Islam mengklasifikasi penyebab terjadinya perceraian kepada: (1)

kematian salah satu pihak, (2) perceraian karena talak dan perceraian

karena gugat, (3) keputusan pengadilan.

Suatu perkawinanan yang berujuan untuk mewujudkan keluarga

yang sakinah, mawaddah, warahmah, merupakan keinginan dari setiap

pasangan suami istri. Perkawinan mempunyai tujuan yang mulia, akan

tetapi dalam kenyataannya dapat berakhir karena kematian, perceraian

dan atas putusan pengadilan.40

Islam meberikan hak talaq kepada suami untuk menceraikan

istrinya dan hak huluq kepada istri untuk menceraikan suaminya dan hak

fasakh untuk untuk kedua-duanya suami istri. Putusnya perkawinan

seseorang juga diatur dalam pasal 38-41 Undang RI Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan, yang disebabkan beberapa hal, yaitu:

a. Kematian

Yang dimaksud dengan dengan kematian adalah meninggalnya

salah satu pihak (suami atau istri) yang menyebabkan

putusnya/berakhirnya perkawinan. Apabila terdapat halangan maka istri

atau suami yang di tinggal mati berhak mewarisi atas harta peninggalan

atau sisa harta setelah diambil untuk mencukupkan keperluan

40

H. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Material dalam Praktek Peradilan Agama (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), h. 102

Page 41: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

penyelenggaraan jenazah sejak dimandikan sampai pemakaman,

kemudian untuk melunasi hutang-hutangnya dan melaksanakan

wasiatnya. Mengenai putunya perkawinan tidak diatur dalam Undang-

undang No 1 Tahun 1974 atau Undnag-undang lain, tetapi yang

menyangkut harta peninggalan atau harta warisan dari pasangan

perkawinan yang meninggal, karena hal itu diatur dalam hukum waris.

b. Perceraian

Mengenai perceraian, diatur secara mendetail dalam Undang-

undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan peraturan

pelaksanaannya, yaitu peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975, menurut

pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, yaitu

menyatakan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak

berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Mengenai alasan-alasan

perceraian dalam pasal 39 ayat 2 Undang-undang Perkawinan No. 1

tahun1974 sebagai beruikut: “untuk melakukan perceraian harus ada

alasan cukup, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai

suami istri”

Alasan-alasan yang dijadikan dasar perceraian menurut pasal 19

peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan adalah:

1. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan

2. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 (lima) tahun atau yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

Page 42: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangga.41

c. Atas Putusan Pengadilan

Pasal butir (c) Undang-Undang perkawinan yaitu atas putusan

pengadilan berbeda dengan keputusan pengadilan dalam rangka

perceraian. Putusnya perkawinan dimaksud yaitu tanpa adanya

permohonan pembatalan atau gugat cerai dari pihak suami istri atau

keluarganya atau yang diatur dalam pasal 22 sampai pasal 28 Undang-

undang perkawinan, sedangkan menurut pasal 23 Undang-

undangperkawinan permohonan pembatalan perkawinan ini di samping

dapat diajukan oleh keluarga dari suami istri atau masing-masing suami

istri bersangkutan, dapat pula diajukan oleh pemerintah yang berwenang.

Dengan demikian, mungkin saja suami istri tidak ingin bercerai atau

membetalakn perceraian tersebut, tetapi oleh pejabat pemerintah yang

berwenang dapat mengajukan permohonan pembatalan tersebut.

Perkawinan, jika tidak memenuhi syarat-syarat suatu perkawinan,

sesuai dengan bunyi pasal 22 Undang-undang perkawinan yaitu,

perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-

syarat untuk melangsungkan perkawinan, misalnya melanggar larangan

perkawinan pasal 8 Undang-undang perkawinan, yaitu suami istri ternyata

masih saudara kandung dan perkawinan juga berdasarkan suatu agama

tertentu, mungkin pasangan tersebut tidak ingin bercerai tetapi

perkawinan tersebut tidak sah lagi, sehingga pihak yang berwenang perlu

mengusahakan melakukan pembatalan.

41 Abdul Manan, Pembaruan Hukum Islam di Indonesia (Depok: Kencana, 2017), h. 233

Page 43: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Perkembangan alasan perceraian pada dasarnya hukum Islam

menetapkan bahwa alasan perceraian hanya satu macam saja yaitu

pertengkaran yang sangat memuncak dan membahayakan keselamatan

jiwa yang idsebut “syiqaq” sebagaiman firman Allah dalam QS al-

Nisa/4:35 berikut:

Terjemahnya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.42

Sedangkan perceraian yang menjadi dasar bubarnya perkawinan

adalah perceraian yang tidak didahului oleh perpisahan meja dan ranjang.

Tentang hal ini ditentukan dalam pasal 209 kitab Undang-undang Hukum

perdata yaitu:

1. Zina, baik yang dilakukan oleh suami maupun istri. 2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan sengaja 3. Suami atau isteri dihukum selama 5 (lima) tahun penjara atau

lebih yang dijatuhkan setelah perkawinan dilaksanakan. 4. Salah satu pihak melakukan penganiayaan berat yang

membehayakan jiwa pihak lain (suami/istri)43

C. Tinjauan Umum Tentang Hak Asuh Anak

1. Pengertian Hak Asuh Anak

As-San‟ani menjelaskan bahwa dalam hukum Islam pemeliharaan

anak disebutkan dengan al-hadinah yang merupakan masdar dari kata al-

hadanah yang berarti mengasuh atau memelihara bayi (hadanah al-

42

Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Publishing, 2010), h, 84

43 Juni Soekendara, Berdamai dengan Diri Sendiri (Jakartan: PT. Gramedia, 2014), h. 39

Page 44: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

sabiyyah).44 Menurut Muhammad Mugniyah, hadanah merupakan perkara

mengasuh anak, dalam arti mendidik dan menjaganya untuk masa ketika

anak-anak itu membutuhkan wanita pengasuh. Dalam hal ini para ulama

sepakat bahwa itu adalah hak ibu45

Pengertian pengasuhan anak secara etimologis berasal dari kata

hidan yang berarti lambung. Dalam kitab Lisan al-Araby, kata hadanah (al-

hadanah) berarti al-janb yang berarti di samping atau berada di bawah

ketiak46 atau bisa juga berarti meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk

seperti menggendong atau meletakkan sesuatu dalam pangkuan47

berdasarkan pengertian tersebut, maka pengasuhan dilakukan terhadap

seorang anak yang masih kecil sejak baru lahir hingga ia dewasa, hingga

ia mampu berdiri sendiri. Demikian pula menurut kamal Muchtar bahwa

hadanah berasal dari perkataan al-hidan yang berarti rusuk yang

kemudian perkataan hadanah secara istilah dengan arti pemeliharaan dan

pendidikan anak, karena seorang ibu yang mengasuh atau mengendong

anaknya sering meletakkannya pada sebelah rusuknya atau dalam

pangkuan di sebelah rusuknya.48 Dengan demikian, istilah hadanah tidak

hanya mempunyai makna pemeliharaan tetapi juga yang berarti

mengasuh anak agar dapat hidup, yang mencakup semua aspek

kehidupan anak, baik secara fisik maupun psikis.

Sedangkan secara terminologi menurut ulama fikhi, di antaranya:

44

As-San‟ani, Subulu al-salam (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2004) 45

Muhammad Jawad Mugniyah, al-Fiqh ala mazahib al-Khamzah (Jakarta: Lentera, 2006), h.415

46 Ibnu Mansur, Lisan al-Araby (Mesir: Dar al-Ma‟arif, 2004), h.911

47 Satria efendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontenporer: Analisis

Hukum dengan Pendekatan Usuliyah (Jakarta: Kencana, 2004), h. 166 48

Kamal Muchtar, Azaz-azaz Hukum Islam tentang Perkawinan, cet 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 129

Page 45: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

a. Abu Zahra mendefinisikan hadanah sebagai berikut:

تربة الولد ف المدة الت لاستغن فها عن النساء ممن لها حك ف تربة شرع

Artinya:

“pemeliharaan anak dalam masa anak tersebut sangat membutuhkan pemeliharaan dari seseorang perempuan yang berhak memeliharanya menurut hukum.”49

b. M. Yusuf Musa mendefinisikan hadanah dengan:

ومعنى الحضانة حفظ الولد و تربة ماداما محبا لحدمة النساء ف المدة الشرعة50

Artinya:

“pengertian hadanah atau hidanah ialah pemeliharaan dan pendidikan anak selama anak tersebut membutuhkan pelayanan seorang perempuan dalam masa yang ditentukan oleh hukum.”

Dari kedua definisi yang dikemukakan di atas, terdapat perbedaan

pada definisi pertama Abu Zahra menitikberatkan kepada perempuan

yang berhak mengasuh anak menurut hukum, sedang pada definisi kedua

M.Yusuf Musa menitikberatkan pada usia pengasuhan yang ditentukan

oleh hukum.

Definisi yang lebih umum, bahwa hadanah adalah melakukan

pemeliharaan terhadap anak-anak yang masih kecil laki-laki atau

perempuan atau yang sudah besar tetapi belum tamyiz.51

Menyediakan

sesuatu yang menjadikan kebaikan anak, menjaganya dari sesuatu yang

merusak jasmani, rohani, akalnya agar mampu berdiri sendiri dalam

menghadapi hidup dan dapat memikul tanggung jawab apabila sudah

dewasa. Selain memberikan gambaran tentang tugas-tugas

49

Muhammad Abu Zahra, al-Ahwalu al-Syakhsiyah (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1957), h. 474

50 M. Yusuf Musa, al-Mabadi al-Syaiyatu al-Qanuniyah (Cet. IV; Beirut: Dar al-

Ilmi, 1967), h. 71 51

Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jilid 2 (Cet. IV; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), h.37

Page 46: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

pemeliharaan, definisi tersebut juga memberikan pemahaman bahwa laki-

laki bisa melakukan pekerjaan mengasuh, memelihara dan mendidik anak

sebagaimana yang dilakukan oleh perempuan.

Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadanah; mengasuh,

memelihara, merawat dan mendidik anak adalah wajib, namun mereka

berbeda pendapat dalam hal apakah hadanah itu menjadi hak orang tua

(terutama ibu) atau hak anak. Ulama mazhab Hanafi dan Maliki misalnya

berpendapat bahwa hak hadanah itu menjadi hak ibu, sehingga ia dapat

saja menggugurkan haknya. Oleh Jumhur Ulama, hadanah itu menjadi

hak bersama antara orang tua dan anak, bahkan menurut Wahbah al-

Zuhaily hak hadanah adalah hak berserikat antara ibu, ayah dan anak, jika

terjadi pertengkaran di antara orang tua maka yang didahulukan adalah

hak atau kepentingan anak.52

2. Hak Asuh dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis

Anak adalah manusia yang masih kecil, anak aadalah makhluk

Tuhan yang memiliki sepasang ayah dan ibu, yang sedang tumbuh, yang

memerlukan pendidikan karena sejak bayi belum dapat berbuat sesuatu

untuk kepentingan dirinya, baik berbuat untuk mempertahankan hidup

maupun merawat dirinya, semua kebutuhannya tergantung pada orang

tua.

Seorang anak yang lahir telah diberi bekal potensi akal, yang harus

dijaga dan dibimbing dengan baik agar tidak terjerumus kepada hal-hal

mudharat yang dilarang oleh agama dan amanah yang kelak

52

Wahbah al Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa al-Adillatuhu (Cet. X; Damaskus: Dar al-Fikr, 2007) diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Dengan Judul Fiqh Islam wa Adilltuhu: Hak-hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan, Jilid 10 (Cet. 1; Jakarta: Gema Insani, 2011), h.720

Page 47: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt. Allah swt telah

memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk menjaga, memelihara

diri dan keluarganya dari bahaya api neraka. Salah satu anggota keluarga

yang paling membutuhkan perhatian pengasuhan, penjagaan,

pemeliharaan, pengarahan, pembinaan dan pendidikan adalah anak

sebagai salah satu anggota keluarga. Oleh karenanya, pengawasan,

pembinaan dan pendidikan terhadap anak harus dimulai sejak dini yang

berasal dari situasi kehidupan harmonis keluarga itu sendiri.

Untuk mengatur hubungan timbal balik yang baik dan harmonis

antara orang tua dan anak dalam Islam di samping telah diatur secara

normatif, Allah telah menanamkan rasa kasih sayang antara orang tua

dan anak. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur‟an dan hadis-hadis Rasul yang

menggambarkan bagaimana seharusnya hubungan kasih sayang dan

tanggung jawab antara orang tua dan anak, diantaranya di dalam QS al-

Baqarah/2: 233 berikut:

Terjemahnya:

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin

Page 48: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.53

Ayat ini tampak jelas bahwa para ibu diperintahkan untuk

menyusukan anak-anak mereka dan dianjurkan menyempurnakan

penyusuan itu selam dua tahun. Di samping itu juga mempertegas tugas

dan kewajiban ayah untuk mencukupi kebutuhan ibu yang sedang

menyusui anaknya sesuai kemampuannya. Kata al-walidat beberda

dengan kata ummahat kata ummahat digunakan untuk menunjukkan

kepada para ibu kandung sedangkan kata al-walidat ditujukan kepada

para ibu, baik ibuk kandung maupun bukan. Betapa sangat pentingnya

penyusuan anak dilakukan oleh ibu kandung kepada anaknya dan ini

berarti al-Qur‟an sejak dini telah menggariskan bahwa ASI, baik ibu

kandung maupun bukan adalah makanan terbaik bagi bayi hingga usia

dua tahun. Tujuan penyusuuan ini bukan sekedar untuk memelihara

kelangsungan hidup anak tetapi juga untuk menumbuhkembangkan anak

dalam kondisi fisik dan psikis yang prima, agar rasa kasih sayang antara

ibu dan anak telah tumbuh sejak dini dengan masa waktu menyapih dua

tahun tersebut.

Secara ibarat, firman Allah pada ayat di atas menegaskan

kewajiaban seorang ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu

dengan cara yang ma‟ruf. Sedangkan secara isyarat, menunjukkan bahwa

hukum memberi nafkah kepada anak juga menjadi kewajiban khusus bagi

53

Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Publishing, 2010), h. 37

Page 49: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

seorang ayah.54 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ayat tersebut

mengandung minimal dua implikasi hukum yaitu pertama kewajiban suami

memberi nafkah kepada istri dan kedua kewajiban suami memberi nafkah

kepada anak-anaknya.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, ada

peristiwa seseorang wanita menghadap kepada Rasulullah saw.

حدثنى عمرو بن شعب عن أبه عن جده عبد الله بن عمر وأن امرأة لالت ارسول الله إن

ابن هذا كان بطن له وعاء وثد له سماء وحجري له حواء وإن اباه طلمن وأراد أن

)رواه ابو داود( رسول صلى الله عليه وسلم أنت أحك به مالم تنكحنتزعه من فمال لها 55

Artinya:

Telah menceritakan kepadaku Amr bin Syu‟aib, dari ayahnya dari kakeknya yaitu Abdullah bin „Amr bahwa seorang wanita berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, perutku adalah tempatnya, dan putting susuku adalah tempat minumnya, dan pangkuanku adalah rumahnya, sedangkan ayahnya telah menceraikannya dan ingin merampas dariku. Kemudian Rasulullah saw. berkata kepadanya”engkau lebih berhak terhadapnya selama engkau belum menikah”.

Mengenai keutamaan kepentingan terbaik anak, bukan berarti

bahwa pengasuhan anak disebut sebagai fitrah ibu. Yang bersifat fitrah

dari seorang ibu adalah melahirkan dan menyusui, bahkan sudah ada

preseden putusan pengadilan yang memberikan hak asuh anak kepada

ayah.

3. Hak Asuh dalam Tinjauan Umum Peraturan Perundang-

undangan

54

Said Agil Husin Almunawwar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial (Jakarta; Pena Madani, 2004), h. 46-47

55 Abi Daud Sulaiman bin al-Sajastani, Kitab Talak (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h.

351

Page 50: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Pada undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan, telah disebutkan tentang penguasaan anak secara tegas

yang merupakan rangkaian dari hukum perkawinan di Indonesia, akan

tetapi hukum penguasaan anak itu belum diatur dalam peraturan

pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 secara meluas dan terinci. Nanti,

setelah diberlakukan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradialn Agama dan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang

penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, maka masalah hadanah menjadi

Hukum Nasional di Indonesia dan Peradilan Agama diberi wewenang untu

memeriksa dan menyelesaikannya.56

Sudah banyak produk hukum yang bisa dijadikan sebagai acuan

dalam membahas tentang anak, khususnya perlindungan anak, sebagai

berikut:

a. UUD RRI Tahun 1945

Pasal 28A: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk

mempertahankan hidup dan kehidupannya. dan pasal 28B: (1) Setiap

orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui

perkawinan yang sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi.

b. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

56

Abdul Manan, Problematika Hadanah dan hubungannya dengan Praktek Hukum Acara di Peradilan Agama (Mimbar Hukum; Jakarta: PT. Tomasu, 1999), h. 69

Page 51: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

pasal 45 (1) kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik

anak-anak mereka sebaik-baiknya. (2) kewajiban orang tua yang

dimaksud dalam aya (1) pasal ini berlaku terus meskipun perkawinan

antara orang tuan putus. Pasal 47 (1): anak yang belum mencapai umur

18 (delapan belas tahun) atau belum pernah melangsungkan perkawinan

berada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut

dari kekuasaannya. (2): orang tua mewakili anak tersebut mengenai

perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

c. Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak

Pasal 9: orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab

atas terwujudnya kesejahtaan anak baik secara rohani, jasmani maupun

sosial. Pasal 10: (1) orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya

sebagaimana termaksud dalam pasal 9, sehingga mengakibatkan

timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat

dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal

ini ditunjuk orang atau badan sebagai wali. (2) pencabutan kuasa asuh

dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang

bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya,

penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya. (3) pencabutan dan

pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan dengan keputusan hakim.

Pemberian bantuan dalam pasal ini dimaksudkan agar anak

tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara wajaar dalam lingkungan

keluarganya sendiri. Kesejahtraan anak dimaksudkan adalah suatu tata

kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan

perkembangannya secara wajar, baik secaararohani, jasmani maupun

Page 52: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

sosial. Usaha kesejahtraan anak mencakup usaha kesejahtraan sosial

yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahtraan anak utamanya

kebutuhan pokok anak.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Page 53: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

A. Jenis Penelitian

Penelitian (research) pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan

pencarian kebenaran dari ilmu pengetahuan.suatu penelitian diawali

karena adanya keraguan atau keingin tahuan dari seorang peneliti

terhadap suatu masalah yang ada atau yang dialami. Pada umumnya

permasalahan adalah kesenjangan antara yang seharusnya dengan

senyatanya, antara cita-cita (idea) hukum dengan senyatanya, antara teori

dengan pelaksanaannya.57 Oleh karena itu penelitian merupakan suatu

sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,

metodologis dan konsisten, maka melalui proses penelitian tersebut perlu

diadakan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan

dan diolah.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang

bertujuan menggambarkan secara sifat-sifat suatu individu, keadaan

gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu

gejala atau untuk menentukan ada ada tidaknya hubungan antara suatu

gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.58 Penelitian ini merupakan

penelitian dengan spesifikasi penelitian secara deskriptif, yaitu

dimaksudkan untuk memberikan data yang akurat tentang keadaan atau

gejala-gejala lainnya.59 Karena penelitian ini diharapakan mampu

memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai

57

Aminuddin dan Zinal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 34

58 Aminuddin dan Zinal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Cet. III;

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.25 59

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali Press, 1990), h.10

Page 54: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

segala hal yang behubungan dengan hak asuh anak dan kepentingannya

bagi para pihak.

Pemaparan secara kualitatif dimaksudkan agar dapat

menggambarkan lebih jelas realitas di masyarakat yang terjadi pada hasil

putusan pengadilan mengenai hak asuh anak akibat terjadinya perceraian

diantara orang tua.

B. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian adalah Pengadilan Agama (PA). Yakni

Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa. Jl. Masjid Raya, Kel.

Sungguminasa, Kec. Somba Opu, Kab. Gowa. Termasuk Pengadilan

Agama yang ada di propinsi sulawesi selatan. Dan banyak menangani

perkara hak asuh anak pada perkara perceraian.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data. Oleh karena itu, jenis penelitian ini adalah

kualitatif, maka instrumen penelitian adalah penelitian sendiri. Alat bantu

yang digunakan adalah video-kaset dan kamera.

Instrumen Interview

Suatu bentuk dialog yang dilakukan oleh pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer)

dinamakan interview. Instrumennya dinamakan pedoman wawancara atau

inter view guide. Dalam pelaksanaannya, interview dapat dilakukan secara

bebas artinya pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada

terwawancara tanpa harus membawa lembar pedomannya. Syarat

interview seperti ini adalah pewawancara harus tetap mengingat data

Page 55: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

yang harus terkumpul. Lain halnya dengan interview yang bersifat

terpimpin, si pewawancara berpedoman pada pertanyaan lengkap dan

terperinci, layaknya sebuah kuesioner. Selain itu ada juga interview yang

bebas terpimpin, dimana pewawancara bebas melakukan interview

dengan hanya menggunakan pedoman yang memuat garis besarnya saja.

Kekuatan interview terletak pada keterampilan seorang interviewer

dalam melakukan tugasnya, ia harus membuat suasana yang tenang,

nyaman, dan bersahabat agar sumber data dapat memberikan informasi

yang jujur. Si interviewer harus dibuat terpancing untuk mengeluarkan

informasi yang akurat tanpa merasa diminta secara paksa, ibaratnya

informasi keluar seperti air mengalir dengan derasnya.

Instrumen Observasi

Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai pemusatan

perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera untuk

mendapatkan data. Jadi observasi merupakan pengamatan langsung

dengan menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan,

atau kalau perlu dengan pengecapan. Instrumen yang digunakan dalam

observasi dapat berupa pedoman pengamatan, tes, kuesioner, rekaman

gambar, dan rekaman suara.

Instrumen observasi yang berupa pedoman pengamatan, biasa

digunakan dalam observasi sitematis dimana si pelaku observasi bekerja

sesuai dengan pedoman yang telah dibuat. Pedoman tersebut berisi

daftar jenis kegiatan yang kemungkinan terjadi atau kegiatan yang akan

diamati.

Page 56: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Wujud data penelitian kualitatif adalah kata-kata, gambar, dan

angka yang tidak dihasilkan melalui pengolahan statistik. Data yang

deskriptif ini dihasilkan dari transkrif (hasil) wawancara, catatan lapangan

melalui pengamatan, foto-foto, video tape, dokumen pribadi, catatan

memeo, dan dokumen resmi yang lain. Data yang banyak ini dirajut, diulas

satu persatu, dianalisis secara rinci sehingga diperoleh laporan

komprehensif. Untuk melakukan hal ini, analisis dapat dilakukan dengan

interogasi, dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang esensi terkait

dengan permasalahan yang diteliti.60

Dalam penelitian skripsi ini, peneliti hanya menggunakan kamera,

alat perekam suara, dan dokumen pribadi (memo) sebagai instrumen

penelitian dalam melakukan wawancara dengan responden di Pengadilan

Agama Sungguminasa Gowa.

D. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, metode pengumpulan data ini

mencakup tentang teknik-teknik yang dipergunakan dalam melakukan

pengumpulan data. Menurut Soerrjono Soekanto, dalam penelitian dikenal

adanya tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan

pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview.61

Menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian

lapangan (field research). Metode library research, dalam arti semua

sumber datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang dipublikasikan

oleh media cetak dalam bentuk buku-buku kepustakaan, makalah dan

60

Muhammad, Metode Penelitian Bahasa (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h.35

61 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1989),

h.201

Page 57: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

majalah maupun media elektronik dalam bentuk yang disajikan dalam

website internet. Sedangkan field research merupakan penelitian yang

dilakukan dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian, dalam hal ini

Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa yang bertempat di Jl. Masjid

Raya, Kel. Sungguminasa, Kec. Somba Opu, Kab. Gowa. Dengan

menggunakan instrumen-instrumen; pengamatan, wawancara atau

intervie, menanyakan langsung pada hakim hasil-hasil putusan perkara

perceraian Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa. Namun juga

mengadakan pengamatan maupun komunikasi pada pengadilan di tempat

lain dan instrumen dokumentasi sebagai salah satu alat yang digunakan

dalam penelitian hukum.

Menurut Wiranto Surachmad, Pelaksanaan observasi adalah

dengan menetapkan metode yang tepat dalam observasi yang akan

dilakukan, bila telah jelas bahwa observasi adalah teknik yang tepat,

peneliti merinci segala unsur data, misalnya: sifatnya, banyaknya dan

unsur lain yang penting dalam memecahkan persoalan. Bila telah jelas

rencana penggunaan data, maka diperkirakan bagaimana cara peneliti

mencatat dan menyusun data. Lalu peneliti melakukan observasi62 teknik

observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti untuk mengadakan pengamatan dan pencatatan

secara sistematis terhadap objek yang diteliti, baik dalam situasi buatan

yang secara khusus diadakan (laboratorium) maupun dalam situasi

alamiah atau sebenarnya (lapangan). Dalam hal ini peneliti melakukan

penelitian yang ilmiah atau lapangan. Peneliti menggunakan observasi tak

berperan serta atau observasi tidang langsung, yaitu observasi dilakukan

62

Winarno Surachmad, Dasar dan Tekhnik Research, Pengantar Metodologi Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1975), h. 158

Page 58: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

oleh peneliti terhadap suatu objek melalui perantara, yaitu dengan alat

atau cara tertentu.

Observasi tak berperan serta juga dilakukan dengan teknik

komunikasi tak langsung, di mana peneliti mengumpulkan data dengan

jalan mengadakan komunikasi dengan subyek penelitian melalui

perantara alat, baik alat yang sudah tersedia maupun alat yang khusus

dibuat untuk keperluan penelitian. Pelaksanaannya dapat berlangsung

dalam situasi yang sebenarnya ataupun di dalam situasi buatan.

Wawancara mendalam (in depth interview), peneliti dapat menggali

hal-hal yang tersembunyi dan belum pernah ada sebelumnya, apakah hal

itu terkait menegenai masa lampau, masa kini, maupun masa depan.

Wawancara terstruktur dilakukan dengan melacak berbagai segi dan arah,

guna mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dan semendalam

mungkin. Dengan begitu, upaya understanding of understanding bisa

terpenuhi secara memadai. Sesuai dengan itu, peneliti perlu memerankan

diri selaku instrument utama. Bukan menggantungkan diri pada instrument

pengumpulan data semacam pedoman wawancara, panduan observasi,

dan instrumen sejenis lainnya.

Page 59: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

BAB IV

HAISL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Objektif Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa

1. Sejarah Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa

Kabupaten Gowa adalah sebuah Kerajaan di Sulawesi Selatan yang

turun temurun diperintah oleh seorang Kepala pemerintah disebut

“Somba” atau “Raja”. Daerah TK.II Gowa pada hakikatnya mulai terbentuk

sejak beralihnya pemerintah Kabupaten Gowa menjadi Daerah TK.II yang

didasari oleh terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang

Pembentukan Daerah TK.II, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, yang

diperkuat Undang –Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan

Daerah TK.II di Sulawesi (Tambahan Lembaran Negara RI No. 1822).63

Kepala Daerah TK.II Gowa yang pertama “Andi Ijo Dg Mattawang

Karaeng Lalowang “ yang juga disebut nama Sultan Muhammad Abdul

Kadir Aididdin Tumenanga Rijongaya, dan merupakan Raja Gowa yang

terakhir (Raja Gowa ke XXXVI).

Somba sebagai Kepala pemerintah Kabupaten Gowa didampingi

oleh seorang pejabat di bidang agama Islam yang disebut “kadi” (Qadli).

Meskipun demikian tidak semua Somba yang pernah menjadi Raja Gowa

didampingi oleh seorang Qadli, hanya ketika agama Islam mulai

menyebar secara merata dianut oleh seluruh rakyat kerajaan Gowa

sampai ke pelosok-pelosok desa, yaitu sekitar tahun 1857 M. Qadli

pertama yang diangkat oleh Raja Gowa bernama Qadli Muhammad Iskin.

Qadli pada waktu itu berfungsi sebagai penasehat Kerajaan atau Hakim

63 Www. Pa-Sungguminasa. Go,id

Page 60: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Agama yang bertugas memeriksa dan memutus perkara-perkara di bidang

agama, demikian secara turun temurun mulai diperkirakan tahun 1857

sampai dengan Qadli yang keempat tahun 1956.

Setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957

terbentuklah Kepala Jawatan Agama Kabupaten Gowa secara resmi ,

maka tugas dan wewenang Qadli secara otomatis diambil oleh Jawatan

Agama. Jadi Qadli yang kelima, setelah tahun 1956, diangkat oleh

Depertemen Agama RI sebagai Kantor Urusan Agama Kecamatan Somba

Opu (sekaligus oleh Qadli) yang tugasnya hanya sebagai do‟a dan imam

pada shalat I‟ed.

Berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 87 Tahun 1966 tanggal 3

Desember 1966, maka Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah

Sungguminasa secara resmi dibentuk dan menjalankan tugas-tugas

peradilan sebagaimana yang ditentukan didalam Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1957 . Peresmian Pengadilan Agama / Mahkamah

Syariah Sungguminasa ialah pada tanggal 29 Mei 1967. Sejak tanggal 29

Mei 1967 tersebut dapat dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama/

Mahkamah Syariah K.H.Muh. Saleh Thaha (1967 s/d 1976) Pengadilan

Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa menjalankan kekuasaan

kehakiman di bidang Agama membawahi 18 Kecamatan yang terdiri dari

46 Kelurahan dan 123 Desa

2. Profil Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa

Gedung Pengadilan Agama Sungguminasa pertama kali beralamat

di Jalan Andi Mallombassang No. 57 Kelurahan Sungguminasa,

Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, dan gedung baru Pengadilan

Page 61: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Agama Sungguminasa sejak tahun 2009 beralamat di Jalan Masjid Raya

No. 25, Kelurahan Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten

Gowa, yang sudah sesuai dengan prototype dari Mahkamah Agung RI.

a. Kondisi Geografis

(1) Letak astronomi gedung kantor : 5°11'55.6" LS - 119°27'11.3" BT

(2) Batas-batas gedung kantor (Kec. Somba Opu) :

- Utara : Kota Makassar

- Selatan : Kecamatan Pallangga dan Kecamatan Bontomarannu

- Timur : Kecamatan Pattalassang

- Barat : Kecamatan Pallangga

(3) Ketinggian daerah/attitude berada pada 25 meter di atas

permukaan laut

(4) Kota Sungguminasa beriklim tropis

b. Kondisi Demografis

(1). Jumlah penduduk kabupaten gowa pada akhir tahun 2012

sebanyak 617.317 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk

mencapai 328 jiwa/km2

- Laki-laki: 305.202 jiwa (49,4%)

- Perempuan: 312.115 jiwa (50.6%)

3. Ketua Pengadilan Agama Sungguminasa dari tahun ke tahun :

a. K.H. Muh. Saleh Thaha, (1966-1976)

b. K.H. Drs. Muh. Ya‟la Thahir, (1976-1982)

c. K.H. Muh. Syahid, (1982-1984)

d. Drs. Andi Syamsu Alam, S.H, (1984-1992)

Page 62: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

e. K.H. Muh. Alwi Aly (Tidak Aktif), ( - )

f. Drs. Andi Syaiful Islam Thahir, (1992-1995)

g. Drs. Muh. As‟ad Sanusi, S.H., (1995-1998)

h. Dra. Hj. Rahmah Umar, (1998-2003)

i. Drs. Anwar Rahman, (4 Peb s/d Sep 2004)

j. Drs. Kheril R, M.H. (4 Okt s/d 14 Des 2007)

k. Drs. H.M. Alwi Thaha, S.H., M.H. (14 Des 2007 s/d 2012)

l. Drs. H. Hasanuddin, M.H. (2012 s/d 2015)

m. Dra. Nur Alam Syaf, S.H., M.H. (2015 s/d 2017)

n. Drs. Ahmad Nur, M.H. (2017 s/d Sekarang)

4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa

Ketua Drs. Ahmad Nur, M.H.

Wakil Ketua Dra. Hj. Nurbaya

Hakim

Dra. Hj. Hadidjah, M.H.

Drs. Kasang

Dra. Hj. Fahima, S.H., M.H.

Dra. Haniah, M.H.

Drs. M. Thayyib Hp.

Mudhirah, S.Ag., M.H.

Muhammad Fitrah, S.HI., M.H.

Ruhana Faried, S.HI., M.HI.

Panitera Nasruddin, S.Sos., S.H., M.H.

Sekretaris Drs. Muhammad Amin, M.A.

Page 63: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Panitera Muda Gugatan Dra. Nadirah

Panitera Muda Permohonan Nur Intang, S.Ag.

Panitera Muda Hukum Agus Salim Razak, S.H., M.H.

Panitera Pengganti

Dra. Hj. Musafirah, M.H.

Dra. I. Damri

Darmawati, S.Ag.

Rahmatiah, S.H.

Drs. H. Misi, S.Ag.

Hasbiyah, S.H.

Hj. Nurwafiah Razak, S.Ag.

Dra. Jasrawati

Ibrahim, S.H.

Andi Tenri, S.Ag.

Dra. Hj. Aisyah

Achmad Tasit, S.H.

Khairuddin, S.H.

Bulgis Yusuf, S.HI., M.H.

Jurusita

Muh. Aleks, S.H.

Hairuddin, S.H.

Fakhri, S.H.

Jurusita Pengganti

Sirajuddin

Purnama Santi

Kasubbag Kepegawaian, dan Ortala Erni, S.H.

Kasubbag Perencanaan, TI, dan

Pelaporan Andi Suryani M, S.Kom.

Kasubbag Umum dan Keuangan Verry Setya Widyatama, S.Kom.

Staf Aswad Kurnawan, S.HI

Page 64: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

5. Visi dan Misi Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa

Visi Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa sebagai berikut:

Terwujudnya badan pengadilan yang agung ( Visi Mahkamah Agung RI

2010 - 2035)

Terwujudnya lembaga Pengadilan Agama Sungguminasa kelas 1 B

yang agung ( Visi Pengadilan Agama Sungguminasa)

Misi Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa sebagai berikut:

Menjaga kemandirian Badan Peradilan

Memberika pelayanan hukum yang berkeadilan kepada Pencari

Keadilan

Meningkatkan kualitas kepemimpinan Badan Peradilan

Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Badan Peradilan

Menjaga kemandirian Pengadilan Agama Sungguminasa

Memberikan pelayanan hukum bagi Pencari Keadilan

Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Pengadilan Agama

Sungguminasa

Meningkatkan kinerja Pengadilan Agama Sungguminasa yang berbasis

teknologi informasi

(Misi Badan Peradilan 2010 - 2035)64

64 Www. Pa-Sungguminasa. Go,id

Page 65: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

B. Pelaksanaan Putusan Perkara Hak Asuh Anak

Pengadilan Agama Sungguminasa yang memeriksa dan mengadili

perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan

dalam perkara gugatan hadanah yang diajukan oleh:

Kasus pertama adalah Rahmawati binti H. Safaruddin, umur 31

tahun, agama Islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta,

bertempat tinggal di Tamala‟lang, Desa Tamanyeleng, Kecamatan

Barombong, Kabupaten Gowa, selanjutnya disebut Penggugat; melawan

Syamsuddin S. bin Sei Dg Ngawing, umur 33 tahun, agama Islam,

pendidikan terakhir SMA, pekerjaan buruh bangunan, bertempat tinggal di

Lingkungan Borong, Kelurahan Borongloe, Kecamatan Bontomarannu,

Kabupaten Gowa, selanjutnya disebut Tergugat.

Penggugat telah mengajukan surat gugatan hadanah yang terdaftar di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Sungguminasa di bawah Register

Nomor 217/Pdt.G/2016/PA Sgm. Tanggal 7 Maret 2016 dengan

mengemukakan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Bahwa Penggugat dan Tergugat dahulu adalah pasangan suami istri

yang telah bercerai sebagaimana dibuktikan dengan Akta Cerai

Nomor: 438/AC/2013/PA. Sgm. Berdasarkan Putudan Pengadilan

Agama Sungguminasa Nomor 452/Pdt.G/2013/PA Sgm. Tanggal 4

September 2013.

2. Bahwa dari perkawinannya, Penggugat dan Tergugat memiliki satu

orang anak yang bernama Nayla Putri Khadijah (umur 6 tahun) sejak

tanggal 5 Maret 2016 tinggal bersama dan diasuh oleh Penggugat.

Page 66: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

3. Bahwa pada saat Penggugat dan Tergugat bercerai, anak tersebut

masih diasuh oleh Penggugat namun pada bulan Januari 2014,

Tergugat datang menemui Penggugat untuk bertemu dan membawa

anak tersebut ke lingkungan Borong Kabupaten Gowa di rumah

Tergugat dengan janji akan membawanya pulang kembali kepada

Penggugat namun ternyata Tergugat tidak membawa anak tersebut

pulang tetapi malah bermaksud mengambil hak asuhnya sehingga

Penggugat tidak bisa bertemu dengan anaknya dan apabila Penggugat

dating mau menemui anaknya maka Tergugat marah dan menghalangi

Penggugat.

4. Bahwa dengan sikap dan perbuatan Tergugat, membuat Penggugat

bermaksud untuk mempertegas hak asuh anak yang bernama Nayla

Putri Khadijah (umur 6 tahun) agar hak asuh anak tersebut jatuh

kepada Penggugat melalui putusan Pengadilan Agama

Sungguminasa.

5. Bahwa berdasarkan Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam, maka

Penggugat berhak memperoleh hak asuh / hak pemeliharaan anak

jatuh kepada Penggugat dengan dasar :

- Anak tersebut belum berumur 12 tahun

- Berdasarkan hukum anak yang belum berumur 12 tahun yang

berhak memelihara/ mengasuhnya adalah ibunya/Penggugat

- Selama dua tahun lebih dalam pengasuh Tergugat, anak tersebut

tidak diperhatikan dan tidak terurus secara baik dalam hal

kesehatan maupun kehidupannya sehari-hari dan pada tetangga

menyampaikan hal ini kepada Penggugat, bahkan Penggugat

Page 67: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

sendiri yang melihat kalau anak tersebut tidak terawatt

sebagaimana selayaknya, apalagi setelah Tergugat menikah lagi,

Tergugat seringkali meninggalkan anaknya di rumah.

- Bahwa selama dalam pengasuh Tergugat, yang memenuhi

kebutuhan anak tersebut adalah Penggugat sendiri dan Tergugat

selalu marah apabila kebutuhan anak yang dibawah Penggugat

dalam bentuk barang atau makanan tetapi harus dalam bentuk

uang.

6. Bahwa Penggugat mempunyai pekerjaan yang tetap dengan

penghasilan yang cukup untuk membiayai anak.

7. Bahwa berdasarkan pada kenyataan tersebut di atas, maka berdasar

hukum majelis hakim Pengadilan Agama Sungguminasa mengabulkan

gugatan hak asuh anak yang bernama Nayla Putri Khadijah (umur 6

tahun) jatuh kepada Penggugat.

Berdasarkan dalil-dalil di atas, Penggugat memohon kepada Ketua

Pengadilan Agama Sungguminasa yang memeriksa dan mengadili

perkara ini berkenan menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai berikut

Primer:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat.

2. Menetapkan hak asuh anak yang bernama Nayla Putri Khadijah, umur

6 tahun jatuh kepada Penggugat.

3. Membebankan biaya perkara menurut hukum.

Pertimbangan hukum dalam memutuskan perkara bahwa pada hari-

hari persidangan yang telah ditentukan, Penggugat datang menghadap

Page 68: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

sendiri ke persidangan sedangkan Tergugat tidak pernah datang

menghadap atau menyuruh orang lain sebagai kuasa hukumnya

meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut. Maka ketidakdatangan

Tergugat tersebut, tidak disebabkan suatu halangan yang sah maka

perkara ini dapat diperiksa tanpa hadirnya Tergugat.

Majelis hakim telah berusaha mendamaikan dengan menasehati

Penggugat untuk menyelesaiakan masalah hadanah secara kekeluargaan

dengan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil.

Proses mediasi dalam perkara a quo sebagaimana kehendak

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan tidak dapat dilaksanakan karena Tergugat tidak

hadir. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal 149 ayat (1) R.Bg.

dalam hal putusan dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat, maka gugatan

Penggugat dapat dikabulkan dengan syarat gugatan Penggugat tersebut

beralasan dan berdasar hukum.

Pokok permasalahan dalam perkara ini adalah Penggugat

mengajukan gugatan hak pengasuhan/pemeliharaan anak yang bernama

Nayla Putri Khadijah, umur 6 tahun karena anak tersebut masih dibawah

umur atau belum mumayyiz.

Berdasarkan kesaksian saksi-saksi Penggugat, anak yang bernama

Nayla Putri Khadijah sejak Penggugat dan Tergugat pisah dan bercerai di

tahun 2013, kini anak tersebut dalam pemeliharaan Penggugat sebagai

ibunya yang sebelumnya berada dalam pemeliharaan Tergugat. Anak

tersebut sehat jasmani dan rohani. Penggugat yang mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan anak tersebut. Tergugat sebagai ayahnya tidak

Page 69: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

pernah memberikan nafkah kepada anak tersebut. berdasarkan kesaksian

saksi-saksi Penggugat, Penggugat mempunyai pekerjaan yang bisa

memenuhi kebutuhan anak tersebut. Disamping itu, anak tersebut sangat

dekat dengan Penggugat. Penggugat sangat menyayangi anak tersebut.

Di sisi lain, Penggugat juga dikenal sebagai orang yang taat beragama.

Berdasarkan kesaksian saksi-saksi Penggugat, Tergugat sebagai

ayah anak tersebut tidak pernah memberikan atau membantu penggugat

memberikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak tersebut. Bahkan

Tergugat telah menikah lagi dengan perempuan lain. Di samping itu, anak

tersebut sering ditinggalkan atau dititipkan pada neneknya (orang tua

Tergugat) saat Tergugat pergi ke Bulukumba bersama istri barunya.

Tergugat lebih sering tinggal di Bulukumba. setelah Majelis Hakim

melakukan konstatasi terhadap fakta dalam persidangan berdasarkan

bukti tertulis dan kesaksian saksi pertama Penggugat yang bernama

Syamsiah binti Safaruddin dan saksi kedua Penggugat yang bernama

Syahrul Ramadhan bin Safaruddin dalam persidangan maka ditemukan

fakta hukum sebagai berikut :

a. Penggugat dan Tergugat adalah mantan suami istri yang bercerai

pada tahun 2013. Dari perkawinan keduanya telah dikaruniai seorang

anak yang bernama Nayla Putri Khadijah, umur 6 tahun.

b. Sejak Penggugat dan Tergugat pisah dan bercerai di tahun 2013, kini

Anak yang bernama Nayla Putri Khadijah tersebut dalam

pemeliharaan Penggugat sebagai ibunya yang sebelumnya berada

dalam pemeliharaan Tergugat. Anak tersebut sehat jasmani dan

rohani. Penggugat yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan

Page 70: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

anak tersebut. Tergugat sebagai ayahnya tidak pernah memberikan

nafkah kepada anak tersebut.

c. Penggugat mempunyai pekerjaan yang bisa memenuhi kebutuhan

anak tersebut. Disamping itu, anak tersebut sangat dekat dengan

Penggugat. Penggugat sangat menyayangi anak tersebut. Di sisi lain,

Penggugat juga dikenal sebagai orang yang taat beragama.

d. Tergugat sebagai ayah anak tersebut tidak pernah memberikan atau

membantu penggugat memberikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan

anak tersebut. Tergugat bahkan telah mempunyai istri yang lain.

Tergugat lebih sering tinggal bersama istrinya di Bulukumba sehingga

ketika anak tersebut berada pada pemeliharaannya, sering

ditinggalkan atau dititipkan pada orang tua Tergugat.

Penetapan hak pengasuhan/pemeliharaan anak di didasarkan pada

prinsip prinsip perlindungan anak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2

dan 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan fakta hukum dalam persidangan, anak yang bernama

Nayla Putri Khadijah berumur lebih dari 6 tahun. Anak tersebut pada umur

tersebut termasuk belum mummayiz, belum bisa membedakan mana yang

baik untuk perkembangan dan pertumbuhannya. Pada masa tersebut

seorang ibu lebih mengerti dengan kebutuhan anak dan lebih mampu

mencurahkan kelembutan dan kasih sayang serta bimbingan pada anak.

Demikian pula anak dalam masa tersebut secara psikologis lebih

membutuhkan pengasuhan ibu untuk melindunginya dari segala yang

menyakiti. selama dalam pemeliharaan penggugat, anak tersebut

bahagia, pertumbuhan dan perkembangannya sehat secara jasmani dan

Page 71: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

rohani. Penggugat adalah orang yang cakap, tidak mengabaikan atau

mempunyai perilaku buruk serta taat beragama. Di sisi lain, Tergugat

sebagai ayah kandungnya tidak pernah memberikan nafkah atau

membantu memberikan nafkah kepada anaknya melalui Penggugat.

Bahkan Tergugat telah menikah lagi atau mempunyai istri lagi. Tergugat

lebih sering pergi dan tinggal di Bulukumba bersama istrinya. Kalau

berada di Bulukumba, Tergugat menitipkan anak tersebut pada orang tua

Tergugat. Kondisi Tergugat tersebut sangat mempengaruhi

perkembangan jasmani dan rohani anak tersebut bila dalam pemeliharaan

Tergugat.

Anak yang termasuk belum mummayiz, belum mampu menjaga,

mengatur dirinya, belum bisa membedakan antara yang bermanfaat dan

lebih berbahaya bagi dirinya, maka Penggugat lebih layak terhadap anak

tersebut untuk melakukan pemeliharaan (hadhanah) demi kepentingan

terbaik buat anak (the best interest of child). Pertimbangan tersebut sesuai

dengan kandungan filosofis dari Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam

yang disebutkan bahwa anak yang belum mumayiz dalam asuhan dan

pemeliharaan penggugat selaku ibunya.

Memperhatikan ketentuan hukum dan peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan dengan perkara ini, mengadili:

1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut

untuk menghadap ke persidangan, tidak hadir.

2. Mengabulkan gugatan Penggugat secara verstek.

3. Menetapkan anak yang bernama Nayla Putri Khadijah binti

Syamsuddin S. berada dalam pemeliharaan/pengasuhan Penggugat.

Page 72: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

4. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara

sejumlah Rp 566.000,00 (lima ratus enam puluh enam ribu rupiah).

Kasus kedua adalah Penggugat, umur 33 tahun, agama Islam,

pendidikan terakhir S1, pekerjaan Guru Honorer, tempat kediaman Jalan

Kompleks Pondok Pesantren Tanwir As-Sunnah RT.002 RW. 00 1

kelurahan Borongloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa,

sebagai Penggugat; melawan Tergugat, umur 30 tahun, agama Islam,

pendidikan terakhir S1, pekerjaan wiraswasta, tempat kediaman di Jalan

Poros Malino No. 2 (Belakang Masjid Nurul Iman Yabani) kelurahan Bonto

Ramba Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, sebagai Tergugat;

Pengadilan Agama tersebut.

Pada hari persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat datang

menghadap, sedangkan Tergugat tidak datang dan tidak pula menyuruh

orang lain untuk datang menghadap sebagai wakilnya/kuasanya yang

sah, meskipun Tergugat telah dipanggil secara patut berdasarkan relaas

panggilan tertanggal 18 Februari 2016 dan tertanggal 26 Februari 2016,

dan ketidakhadiran Tergugat tersebut tanpa disebabkan oleh suatu

halangan yang sah.

Upaya mediasi terhadap pihak berperkara tidak dapat dilaksanakan

karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan; meskipun demikian,

majelis hakim tetap berupaya menasehati Penggugat agar dapat

menyelesaikan persengketaannya dengan cara yang damai dan

kekeluargaan, namun Penggugat tetap pada gugatannya.

Untuk mempertahankan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah

mengajukan bukti tertulis berupa Fotokopi Akta Cerai atas nama Asriwani

Page 73: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

S.Pd binti Abdullah yang di keluarkan oleh Pengadilan Agama

Sungguminasa Nomor 491/ AC/2015/PA Sgm, tanggal 16 Oktober 2015,

dan bermaterai cukup dan telah sesuai dengan aslinya dan di stempel

pos, kemudian oleh Ketua majelis diberi kode P; selain bukti tertulis

tersebut, Penggugat juga telah memperhadapkan 2 orang saksi masing-

masing Marning binti Abdullah dan Wahdaniah binti Tamrin. Bahwa,

Penggugat menerima dan membenarkan keterangan saksi-saksi tersebut,

lalu menerangkan tidak akan menambahkan bukti-bukti lagi serta

mengajukan kesimpulan yang pada pokoknya tetap pada dalil-dalil

gugatannya serta memohon putusan.

Putusan Hakim dalam pertimbangan Hukum bahwa maksud dan

tujuan gugatan Penggugat adalah sesuai ketentuan Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi maka dalam perkara

perdata harus dilakukan mediasi, akan tetapi Tergugat tidak pernah hadir

di persidangan sehingga proses mediasi tidak dapat dilaksanakan;

meskipun demikian majelis hakim tetap berusaha menasehati Penggugat

dengan memberikan dorongan agar Penggugat bisa menyelesaikan

sengketanya dengan cara yang damai dan kekeluargaan, namun tidak

berhasil.

Ketentuan Pasal 49 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

tentang Peradilan Agama yang dihubungkan dengan posita gugatan

Penggugat, maka gugatan Penggugat dinyatakan merupakan sengketa

perkawinan dan dengan didasarkan kepada dalil Penggugat sendiri

tentang domisili Tergugat yang berada di wilayah hukum Pengadilan

Page 74: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Agama Sungguminasa, karena itu pula dengan didasarkan kepada

ketentuan Pasal 142 R.Bg, Pengadilan Agama Sungguminasa berwenang

menerima, memeriksa, mengadili gugatan Penggugat.

Berdasarkan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka yang menjadi

pokok sengketa dalam perkara ini adalah apakah perselisihan Penggugat

dan Tergugat terhadap penguasaan anak Penggugat dan Tergugat

tersebut telah merugikan kepentingan anak? meskipun Tergugat tidak

pernah hadir di persidangan, yang dapat saja gugatan Penggugat

diputuskan dengan verstek sebagaimana ketentuan Pasal 149 ayat (1)

R.Bg, namun menurut pendapat majelis hakim bahwa terkait dengan

pemeriksaan perkara ini yang secara substantif dipandang tidak saja

berkaitan dengan aspek kepentingan Penggugat dan atau Tergugat itu

sendiri tetapi berkaitan dengan kepentingan hidup (asas manfaat) anak

Penggugat dengan Tergugat. Oleh karena itu, kepada Penggugat

dibebani wajib bukti terhadap dalil-dalil gugatannya sesuai dengan

ketentuan Pasal 283 R.Bg; untuk mempertahankan dalil-dalil gugatannya,

Penggugat telah mengajukan bukti bertanda P serta 2 orang saksi;

Berdasarkan bukti bertanda P1 yang secara formil dan materil

dinilai telah memenuhi syarat sebagai bukti autentik, maka harus

dinyatakan terbukti bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri

yang telah bercerai; bahwa 2 orang saksi yang diajukan Penggugat dinilai

telah memenuhi syarat formil, dan berdasarkan keterangan kedua saksi

tersebut masih perlu dipertimbangkan nilai kebenarannya sebagaimana

akan dipertimbangkan sebagai berikut;

Bahwa saksi Marning binti Abdullah, menerangkan dari perkawinan

Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai anak yang saat ini anak

Page 75: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

pertama bernama Fadilah (pr) umur 2 tahun 2 bulan berada dalam

pengasuhan Tergugat dan membawanya ke rumah orang tua Tergugat

dan nafkah sehari-hari untuk anak tersebut ditanggung oleh Penggugat

dan Tergugat. Sedangkan anak kedua bernama Abdurrahman (lk) umur 1

tahun 1 bulan, berada dalam pengasuhan Penggugat dan nafkahnya

ditanggung oleh Penggugat sendiri. Bahwa saksi dan Penggugat pernah

datang menemui dan meminta anaknya namun tergugat tidak mau

menyerahkan anak tersebut dan menjauhkan dari Penggugat dan

Tergugat mempersulit. Sedangkan saksi Wahdaniah binti Tamrin, juga

menerangkan menerangkan dari perkawinan Penggugat dengan Tergugat

telah dikaruniai anak yang saat ini anak pertama bernama Fadilah (pr)

umur 2 tahun 2 bulan berada dalam pengasuhan Tergugat dan

membawanya ke rumah orang tua Tergugat dan nafkah sehari-hari untuk

anak tersebut ditanggung oleh Penggugat dan Tergugat. Sedangkan anak

kedua bernama Abdurrahman (lk) umur 1 tahun 1 bulan, berada dalam

pengasuhan Penggugat dan nafkahnya ditanggung oleh Penggugat

sendiri. Bahwa Penggugat pernah datang menemui anaknya dan hanya

sekedar untuk menjenguk anaknya namun komunikasi antara Penggugat

dan orang tua Tergugat tidak begitu baik dan kondisi anak tersebut sangat

berbeda, saat masih tinggal bersama ibunya anak tersebut sehat-sehat

dan selama dalam asuhan Tergugat kondisi anak tersebut kurang sehat

dan keluarga Tergugat mempersulit Penggugat untuk mengambil

anaknya.

Keterangan kedua saksi tersebut di atas, majelis hakim

berpendapat bahwa secara materil dinilai telah saling bersesuaian satu

Page 76: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

sama lain dan mendukung dalil-dalil gugatan Penggugat, maka dengan

demikian dalil-dalil gugatan Penggugat tersebut harus dinyatakan terbukti.

Dari pertimbangan terhadap bukti-bukti tersebut di atas, maka

fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan adalah sebagai berikut:

- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai anak bernama

Fadilah (pr) umur 2 tahun 2 bulan yang saat ini berada dalam

pengasuhan Tergugat dan membawanya ke rumah orang tua Tergugat

dan nafkah sehari-hari untuk anak tersebut ditanggung oleh Penggugat

dan Tergugat. Sedangkan anak kedua bernama Abdurrahman (lk)

umur 1 tahun 1 bulan, berada dalam pengasuhan Penggugat dan

nafkahnya ditanggung oleh Penggugat sendiri.

- Bahwa saksi dan Penggugat pernah datang menemui dan meminta

anaknya namun tergugat mempersulit Penggugat dan tidak mau

menyerahkan anak tersebut dan menjauhkan dari Penggugat.

Berdasarkan fakta-fakta di persidangan sebagaimana tersebut di

atas, maka hal-hal yang menjadi fakta tersebut akan dipertimbangkan

lebih lanjut sebagai berikut.

Bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk memelihara dan

mendidik anak/anak-anaknya dengan sebaik-baiknya, baik mengenai

pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasaannya dan pendidikan

agamanya, sampai anak tersebut dapat berdiri sendiri dan kewajiban

mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus,

sebagaimana dimaksud Pasal 45 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo

Pasal 77 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam.

Page 77: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Berdasarkan ketentuan Pasal 105 huruf a ditegaskan yang pada

intinya adalah pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum

berumur 12 tahun, maka hak pemeliharaan terhadap anak tersebut

berada pada ibunya, dihubungkan pula dengan ketentuan Pasal 156 huruf

a Kompilasi Hukum Islam ditegaskan yang pada intinya adalah terhadap

anak yang belum mumayyiz (belum berumur 12 tahun) berhak

mendapatkan hadlanah dari ibunya; dari ketentuan pasal-pasal tersebut di

atas, bahwa hak hadlanah in casu dimaknai dengan penguasaan anak

tidak sekedar harus dilihat dari aspek kepastian hukum, akan tetapi juga

dapat dilihat dari aspek kemanfaatannya dengan lebih mengedepankan

kepentingan terbaik si anak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

sehingga manakala sebuah perkawinan putus karena perceraian,

sementara kedudukan anak dari hasil perkawinan tersebut belum cukup

umur untuk menentukan sebuah pilihan apakah harus ikut ayahnya atau

ibunya, di samping itu pula anak yang belum cukup umur dilihat dari aspek

kedekatan secara emosional cenderung masih mengharapkan belaian

kasih sayang seorang ibunya, kecuali jika terbukti sebaliknya ternyata

ibunya pun tidak mampu berbuat secara hukum untuk memenuhi hak

hadlanah anak tersebut, maka kedudukan ibu dari anak tersebut dapat

digantikan oleh wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibunya, dan

kemudian dapat berpindah kepada ayahnya jika ternyata pula kedudukan

wanita-wanita dari pihak ibunya tidak dapat memenuhi secara hukum

terhadap hak hadlanah anak tersebut; dalam Pasal 51 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ditegaskan

bahwa setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan

Page 78: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal

yang berkenaan dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan

kepentingan terbaik bagi anak, sedangkan dalam Pasal 57 ayat (1)

ditegaskan pula bahwa setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara,

dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua

atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Berdasarkan fakta di persidangan, dimana Tergugat memiliki

kesibukan dengan pekerjaannya sebagai Wiraswasta, sehingga tidak

memiliki waktu yang cukup untuk memelihara anaknya tersebut,

sementara itu Penggugat memiliki lebih banyak waktu untuk merawat dan

memelihara anaknya dan tidak ada pula fakta yang menunjukkan bahwa

Penggugat melalaikan kewajibannya untuk memelihara anaknya, oleh

karena itu dengan memperhatikan fakta persidangan tersebut di atas dan

dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 51 ayat (2) dan

Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak-

Hak Asasi Manusia yang menegaskan adanya hak dan tanggung jawab

yang sama antara mantan suami dengan mantan istri (akibat putusnya

perkawinan) atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya, dan

dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak Penggugat dan

Tergugat, maka dengan mempertimbangkan pula asas kepastian hukum

sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang

menegaskan agar setiap orang tidak melakukan perbuatan baik disengaja

maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut

hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang, demikian pula

Page 79: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

dengan mempertimbangkan asas kemanfaatan dan keadilan serta dengan

lebih mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi anak Penggugat

dan Tergugat tersebut yang masih berada di bawah umur baik dari segi

pertumbuhan dan perkembangannya di masa sekarang dan masa yang

akan datang hingga anak tersebut telah mampu untuk memilih apakah

akan tinggal dengan ayahnya atau ibunya, maka dengan memperhatikan

pula ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, Pasal 59 ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga dengan demikian

majelis hakim berpendapat bahwa pemeliharaan terhadap anak

Penggugat dengan Penggugat yang masih berada di bawah umur

tersebut adalah lebih layak dipelihara/dirawat atau diasuh oleh Penggugat.

Dengan ditetapkannya hak pengasuhan dan pemeliharaan

terhadap anak Penggugat dan Tergugat tersebut berada pada Penggugat,

maka secara hukum dalam rangka untuk melindungi hak-hak anak

tersebut berupa kemerdekaannya untuk memperoleh kasih sayang dari

ayahnya juga, tidak dapat dibatasi oleh suatu keadaan sebagai akibat dari

perceraian kedua orang tuanya sebagaimana maksud ketentuan Pasal 14

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

beserta Penjelasannya; bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut

di atas, maka gugatan Penggugat patut untuk dikabulkan; ternyata

tergugat tidak pernah hadir di persidangan meskipun telah dipanggil

dengan sepatutnya, dan gugatan penggugat dinilai telah beralasan dan

berdasar hukum, maka berdasarkan ketentuan Pasal 149 ayat (1) R.Bg,

gugatan penggugat tersebut dikabulkan dengan verstek; perkara ini

adalah berkaitan dengan perkawinan sebagaimana pada Penjelasan

Page 80: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang

Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara ini dibebankan kepada

penggugat sebagaimana ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun

2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989.

Mengingat segala ketentuan hukum dan peraturan perundangan

lain yang berlaku serta hukum syara' yang berkaitan dengan perkara ini

mengadili;

1. Menyatakan Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut untuk

menghadap ke persidangan, tidak hadir.

2. Mengabulkan gugatan Penggugat secara verstek.

3. Menyatakan hak asuh atas kedua anak yang lahir dari perkawinan

Penggugat dengan Tergugat bernama Nama Anak, umur 2 tahun 2

bulan dan Nama Anak, umur 1 tahun 1 bulan, jatuh kepada

Penggugat.

4. Menghukum Tergugat atau siapapun yang menguasai anak bernama

Nama Anak untuk menyerahkan kepada Penggugat jika perlu dengan

bantuan pihak kepolisian;

5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara

sejumlah Rp 301.000,00 (tiga ratus satu ribu rupiah).

Perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami dengan istri

karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain dan

Page 81: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

sebelumnya telah diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga

kedua belah pihak. perceraian baru dapat dilaksanakan apabilah telah

dilakukan berbagai cara untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk

tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka dan ternyata tidak

ada jalan lain kecuali hanya dengan jalan perceraian. Dengan perkataan

lain bahwa perceraian itu adalah sebagai way out bagi suami istri demi

kebahagiaan yang dapat diharapkan sesudah terjadinya perceraian.

Penentuan hak asuh anak tidak ditetapkan apabila kedua orang tua

tidak keberatan dan menutut kepada hakim, oleh karena itu walaupun

anak belum mumayyiz boleh memilih kepada siapa ia ingin tinggal dan

diasuh.

C. Analisis Hukum Islam terhadap Perkara Hak Asuh Anak

Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua

orang tua. Pemeliharaan anak meliputi berbagai hal, yaitu ekonomi.

Pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok anak.

Yanggung jawab ekonomi dalam Islam berada dipundak suami sebagai

kepala rumah tangga, meskipun dalam hal ekonomi, tidak menutup

kemungkinan bahwa istri dapat membantu suami dalam menanggung

kewajiban ekonomi, karena hal yang terpenting adalah adanya kerja sama

dan saling pengertian antara kedua pihak dalam pemeliharaan anak.

Ibu adalah orang yang utama dan pertama berhak dalam masala

hadanah. Menempatkan ibu sebagai yang paling berhak mengasuh anak,

para ulama fikih mendasarkannya kepada hadis Abdullah bin Anas

(sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya), disamping itu para

ulam fikih juga berkesimpulan bahw aibu yang dipandang paling mampu

Page 82: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

dari pada ayah dalam mengasuh anak, karena rasa kasih sayang ibu

dianggap lebih tinggi, ibu lebih sabar dalam mengajarkan sesuatu dan

mengurus kebutuhan bayi ataupun anak.

Adanya urutan tingkatan orang yang berhak atas pemeliharaan

anak adalah perempuan yang dianggap mampu juga adanya

pertimbangan hubungan muhrim antara yang memelihara (hadinah)

dengan yang dipelihara (mahdun). Wahbah Az-Zuhaili lebih merinci urutan

tingkatan orang yang berhak atas hak asuh:

1. Orang yang berhak untuk mengurus hadanah dari kaum perempuan.

a. Ibu lebih berhak daripada ayah untuk mengurus hadanah anaknya

meski sudah bercerai atau ditinggal mati suaminya kecuali apabila

ia murtad, tidak dapat dipercaya, sehingga menyia-nyiakan anak

seperti menjadi pezina, pencuri dan amoral lainnya.

b. Ibunya ibu atau nenek dari ibu, karena nenek memiliki emosional

yang sama seperti ibu.

c. Saudara perempuan dari anak yang dipelihara

d. Bibi dari ibu (bibinya anak yang dipelihara)

e. Putri-putri dari saudara perempuan, kemudian putri-putri dari

saudara laki-laki.

f. Bibi dari jalur ayah, hal ini telah disepakati para ulama.

2. Orang yang berhak mengasuh (hadanah) dari kaum laki-laki.

Apabila anak yang hendak diasuh atau dipelihara tidak memiliki

kerabat perempuan yang berhak mengasuhnya, maka hak mengasuh dan

memelihara dilimpahkan kepada kerabat laki-laki terdekat sesuai urutan

bagian waris muhrim, yaitu ayah, kakek sampai ke atas, kemudian

saudara dan anak-anaknya sampai ke bawah, kemudian para paman dan

Page 83: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

anak-anaknya, ini menurut hanafiyyah dan menurut pendapat yang sahih

mazhab syafi‟iyyah.

Hal menarik yang masih menjadi pembahasan hak asuh anak atau

hadanah ini; apakah hadanah itu hak seoran ibu atau hak seorang anak.

Karena ada pendapat yang dijadikan fatwa menurut mazhab hanafiyyah

adalah bahwa seorang ibu atau yang lainnya jika menolak untuk

mengasuh atau memelihara anak, maka tidak boleh dipaksa untuk

mengasuh, memelihara anaknya, sebagaimana halnya juga tidak dipaksa

jika menolak untuk menyusui.

Berdasarkan pendapat yang masyhur, maka seorang ibu boleh

menggugurkan haknya dalam hal hadanah, namun menurut mazhab

Maliki, ia sudah tidak lagi memiliki hak hadanah jika kemudian hari hendak

memintanya.

Seorang ibu boleh dipaksa untuk mengasuh, memelihara anaknya

jika memang si anak sudah tidak memiliki muhrim. Tujuannya agar hidup

anak tidak tercampakan. Pendapat lain mengatakan, bahwa seorang ibu

boleh dipaksa mengasuh anaknya secara mutlak dan ia tidak memiliki hak

untuk menggugurkannya meski dengan khuluk.

Secara hukum, pengambilan upah dalam hal pengasuhan anak

sama dengan pengambilan upah dalam hal penyusuan anak (rada).

Karena itu, seorang ibu tidak berhak untuk mendapatkan upah susuan

selama ia masih menjadi istri atau berada dalam masa iddah.65 Hal ini

dilakukan karena apbila ia masih resmi menjadi istri dan berada dalam

65 Muhammad Sayyid Sabiq. Op. Cit., h. 147

Page 84: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

masa iddah, maka ia tetap mendapatkan nafkah keluarga dan nafkah

iddah dari suaminya, sebagaimana dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 233.

Terjemahnya:

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Adapun jika masa iddah perempuan sudah berakhir, maka ia

berhak mendapatkan upah pengasuhan anak, seperti upah menyusui. Hal

itu di sebutkan dalam Q.S. al-Talaq/65:6

Terjemahnya:

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.66

66

Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma

Publishing, 2010), h. 559

Page 85: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Dalam hal ini, Wahbah az-Zuhaily67 memiliki dua pendapat, yaitu:

a. Menurut mayoritas ulama selain Hanafiyyaj, seorang pengasuh

(hadin) tidak berhak meminta upah mengasuh, baik statusnya

sebagai ibu maupun selainnya karena seorang ibu berhak

mendapat nafkah jika statusnya masih seorang istri, adapun

apabila statusnya selain ibu dari si anak maka nafkahnya

ditanggung ayahnya, akan tetapi jika nak dipeliharah membutuhkan

bantuan lain, seperti memasak dan mencucipakaian maka

pengasuh berhak mendapat upah.

b. Menurut ulama Hanafiyyah, seorang pengasuh (hadinah) tidak

berhak mendapatkan upah mengasuh (hadanah) jika statusnya

sebagai istri atau dalam masa iddah, baik cerai ba‟in maupun raji‟i,

seperti halnya tidak mendapatkan upah rada‟ karena wajibnya

kedua hal tersebut seperti utang, di samping ia juga masih berhak

mendapatkan nafkah sebagai istri maupun dalam masa iddah dan

nafkah itu cukup keperluan hadanah. Adapun setelah selesainya

iddah makah hadinah berhak meminta upah hadanah karena

terhitung upah suatu pekerjaan.

Pada hakikatnya, dalam sebuah putusan hakim adalah

kemaslahatan seharusnya merupakan fundamen yang utama, mengingat

setiap hikmatu al-tasyri’ baik hukum agama maupun hukum positif, akan

selalu mengedepankan unsur maslahat, yaitu unsur kebaikan, manfaat,

kenyamanan, serta keharmonisan.

67 Wahbah az-Zuhaili, op.cit, 73

Page 86: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Putusan hakim Pengadilan Agama yang berkenaan dengan

sengketa hadanah haruslah lebih mengedepankan maslahat, manfaat

bagi anak, asas manfaat ini sesuai dengan amanat Rakernas Mahkama

Agung pada tahun 2007 di Makassar, Pengadilan Agama dalam sengketa

hadanah harus memutuskan dengan mendahulukan 4 hal, yaitu: 1)

kepentingan anak sesuai dengan pasal 10 Undang-undang R.I. nomor 23

tahun 2002 tentang perlindungan anak, 2) mengupayakan perdamaian

melalui mediasi, 3) menerapkan lembaga dwangsom, 4) menerapkan

ketentuan pasal 225 HIR/259 Rbg. Hal ini dimaksudkan agar kepentingan

masa depan anak tidak tereduksi oleh kepentingan sesaat dari orang tua

yang tidak bertanggung jawab.

Maksud dan tujuan Undang-undang memberikan hak pemeliharaan

anak mumayyiz dilandasi pada pemikiran bahwa kepentingan yang terbaik

bagi anak adalah berada dalam pengasuhan ibunya. Hal ini merupakan

asas atau prinsip hukum yang bersifat universal. Dari kedu kasus yang

peneliti cantumka dalam skripsi ini maka dapat dianalisa bahwa:

Kasus pertama, dalam hal pihak ayah dan ibu sama-sama

menuntut agar ditetapkan sebagai pemegang hak asuh. Di dalam

persidangan pihak ibulah yang lebih berhak untk mengasuh anak tersebut

karena anak itu belum mumayyiz atau berusia 6 tahun. Dan ibu tersebut

cakap menurut undang-undang dalam hak asuh.

Kasus kedua, dalam pihak ayah dan ibu masing-masing mengasuh

anak, pihak ibu mengasuh anak yang kedua berumur 1 tahun 1 bulan dan

pihak ayah mengasuh anak pertama yang berumur 2 tahun 2 bulan. Akan

tetapi pihak ayah selalu menghalang-halangi pihak ibu ketika ingin

menjenguk anak pertamanya yang berada dalam pangkuan ayah. Maka

Page 87: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

dari itu ketika pihak ibu menuntut ke Pengadilan Agama tentang hak asuh

anak, maka hakim memutuskan perkara tersebut bahwa hak asuh kedua

anak tersebut jatuh ketangan ibu sesuai dengan undang-undang yang

berlaku.

Page 88: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tentang hak asuh anak akibat perceraian dan

problematikanya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep Islam mengenai hak asuh anak yang dikenal dengan istilah

hadanah, kriteria terjadi perceraian, secara eksplisit ibulah yang diberi

hak untuk mengasuh anak dengan aturan, bahwa anak tersebut belum

mumayyiz dan apabila ibu tidak memenuhi syarat sebagai pemegang

hak asuh, maka hak asuh beralih kepada kerabat terdekat yang

memenuhi syarat, sebagaimana yang diysaratkan pasal 156 Kompilasi

Hukum Islam (KHI), Adapun hak asuh bagi anak yang sudah

mumayyiz, diberikan hak opsi untuk memilih di antara ayah atau

ibunya. Namun hak opsi tersebut tidak bersifat mutlak. Artinya bahwa

pilihan anak dapat idkabulkan sepanjang yang dipilihnya memiliki

kemampuan untuk menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak

yang diasuhnya.

Antara hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam (KHI), UU R.I.

Nomor 1 Tahun 1974 terntang perkawinan, Konvensi Internasional dan

beberapa perundang-undangan, ada kesamaan pandang antara prinsip

kepentingan yan terbaik pada anak yang lebih mendasarkan pada

pertimbangan maslahat. Secara yuridis, apabila terjadi sengketa

tentang hak asuh anak bagi yang belum mumayyiz, maka

pengadilanlah yang akan memutuskan berdasarkan kepentingan anak

tersebut.

Page 89: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

2. Berdasarka hasil penelitian pada Pengadilan Agama Sungguminasa

Gowa, gugatan perceraian yang diajukan bersamaan tuntutan hak

asuh, lebih banyak diajukan oleh pihak istri. Dalam proses

penyelesaian perkara hak asuh, hakim pada umumnya lebih cenderung

hanya berasas pada hukum materil yakni Kompilasi Hukuk Islam (KHI)

dan Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

dan juga Undang-undang R.I. Nomor 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak. Karena sudah menjadi ketentuan hukum agar

hakim-hakim di Pengadilan Agama mengunakan ketentuan-ketentuan

dan Kompilasi Hukum Islam (KHI),

B. Implikasi Penelitian

1. Para praktisi hukum, khususnya kepada para hakim pada lingkungan

pengadilan agama, agar kiranya lebih cermat dan berhati-hati dalam

mengambil pertimbangan untuk memberikan putusan pada setiap

perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama.

2. Pertimbangan maslahat terhadap anak dalam kasus sengketa hak asuh

di Pengadilan Agama perlu mendapat perhatian secara khusus, tidak

hanya mengacu pada ketentuan formal tetapi juga harus

memperhatikan nilai-nilai dari hukum masyarakat dan kaidah-kaidah

agama.

Page 90: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an al-karim

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarat: Ikhtiar BaruVan Hoope,

1990

Abdul Manan, Problematika Hadanah dan hubungannya dengan Praktek Hukum

Acara di Peradilan Agama, Mimbar Hukum; Jakarta: PT. Tomasu, 1999

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fikh, Makatabah al-Dakwah al-Islamiyah

Shabab al-Azhar: Kairo, 1990

Abi Daud Sulaiman bin al-Asy‟as al-sajastani, Sunan Abi Daud, Juz II; Kitab

Talaq, Beirut: Dar al-Fikr, 1994

Abu Bunyamin, Hadanah dan Problematikanya, Suatu Analisis terhadap

Pemegang Hadanah dalam Kaitannya dengan Kepentingan Anak, dalam

Mimbar Hukum, Jakarta; PT. Tomasu, 1999

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam disertai Perbandingan Undang-

Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Yogyakarta:

Penerbitan FH/UII,1985

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta:

Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pendidikan Pesantren al-

Munawwir, 1994

Ali Afandi, Hukum Keluarga Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Jakarta: Gajah Mada, 2001

Al-Ragib al-Ashfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an al-Karim

Aminuddin dan Zinal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. III;

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat

dan Undang-undang perkawinan, Jakarta: Prenada Media, 2006

As-San‟ani, Subulu al-salam (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2004

Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III,

Cer. III, Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2005

Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jilid 2 Cet. IV; Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2001

Page 91: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Intruksi Presiden R.I.

Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam, Bab XIV pasal 98-106

tentang “Pemeliharaan Anak”, Jakarta: Departemen Agama R.I., 2000

Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan

HAM RI Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

Jakarta: Trinity, 2007

Ghazali Mukri, Panduan Fikhi Perempuan, Cet 1; Yogyakarta: Salma Pustaka,

2004, h. 159

H. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Material dalam Praktek Peradilan

Agama, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003

Ibnu Mansur, Lisan al-Araby, Mesir: Dar al-Ma‟arif, 2004

Imam Jauhari, Advokasi Hak-hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan

Perundang-undangan, Pustaka Bangsa: Medan, 2008

Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan; Relasi Jender menurut Tafsir al-Sya‟rawi Cet, 1,

Bandung: Teraju, 2004

Kamal Muchtar, Azaz-azaz Hukum Islam tentang Perkawinan, cet 1 Jakarta:

Bulan Bintang, 1974

M. Yusuf Musa, al-Mabadi al-Syaiyatu al-Qanuniyah, Cet. IV; Beirut: Dar al-

Ilmi, 1967

Muhammad Abu Zahra, al-Ahwalu al-Syakhsiyah, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi,

1957

Muhammad bin Mukrim bin Mansur al-Fikr, Lisan al-Arab, Majallad XIV

Muhammad Fuad Abdul al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alafaz al-Qur‟an al-

Karim, Beirut: Dar al-Fikr, 1987

Muhammad Husain Zahabi, al-Syari‟ah al-Islamiyyah: Dirasah al-Muqaranah

baina Mazahib Ahlu Sunnah wa al-Mazahib al-Ja‟fariyyah, Mesir: Dar al-

Kutub al-Hadisah

Muhammad Jawad Mugniyah, al-Fiqh ala mazahib al-Khamzah, Jakarta: Lentera,

2006

Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011

Page 92: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka: Jakarta, 2002

Rifyal Ka‟bah, „Permasalahan Perkawinan‟ dalam Majalah Varia Peradilan, No

271 Juni 2008

Said Agil Husin Almunawwar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta; Pena

Madani, 2004

Satria efendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontenporer: Analisis Hukum

dengan Pendekatan Usuliyah, Jakarta: Kencana, 2004

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid III (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003

Soebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1990

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1989

Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz VII, Cet. II, Damaskus;

Dar al-Fikr, 1984

Winarno Surachmad, Dasar dan Tekhnik Research, Pengantar Metodologi Ilmiah,

Bandung: Tarsito, 1975

Zakariah Drajat, Problematika Remaja di Indonesia, Cet. II; Jakarta: Bulan

Bintang, 1975

Page 93: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 94: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 95: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 96: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 97: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 98: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...
Page 99: HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA ...

RIWAYAT HIDUP

Mohammad iqbal lahir di Desa soni Kabupaten Toli-Toli

Propinsi sulawei tengah pada tanggal 11 september 1989.

Riwayat pendidikan. SD Negri 1 soni tahun 1995 selesai

tahu 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan SMP

Negri 1 Bangkir Dampal selatan selesai tahun 2004

kemudian SMK Negri 1 Barru Sul-Sel selesai pada tahun

2007. Kemudian Melanjutkan pendidikan D3 Politeknik

pertanian negeri pangkep dengan mengambil jurusan budidaya tanaman

perkebunan selesai pada tahun 2010. Kemudian melanjutkan pendidikan S1

Universitas Islam Makassar dengan konsentrasi Agroteknologi selesai tahun 2013.

Kemudian melanjutkan pendidikan S1 Universitas Muhammadiyah Makassar

dengan mengambil konsentrasi Ahwal Syakhshiyah selesai pada tahun 2019.