Haji Sistem Shift

download Haji Sistem Shift

of 5

Transcript of Haji Sistem Shift

  • 8/14/2019 Haji Sistem Shift

    1/5

    PERLU DIPIKIRKAN HAJI SISTEM SHIFTOleh: A. Khudori Soleh

    Haji adalah salah satu bentuk ibadah yang tidak hanyaberdimensi spiritual tetapi juga sosial. Dari aspek spiritual, al-Ghazali menyatakan bahwa haji adalah simbol kesempurnaanIslam dan dan agama (tamm al-Islm wa kaml al-dn). Artinya,perilaku keberagamaan dan keislaman kita tidak akan dianggapsempurna dan penuh sampai kita mau melakukan ibadah haji.Sementara itu, dari aspek sosial, haji memerlukan dana danbiaya yang tidak kecil. Untuk tahun ini saja, misalnya, palingtidak dibutuhkan dana sekitar 25 juta untuk dapat melakukanibadah haji. Itu belum termasuk keperluan lain-lain seperti untukkeluarga yang ditinggalkan dan lainnya. Karena itu, al-Quransendiri menyatakan bahwa ibadah haji memang untuk merekayang mampu melaksanakannya, secara fisik, psikhis danmaterial (QS. Ali Imran, 97).

    Selain itu, haji juga mempunyai dampak sosial yangmenarik untuk di cermati. Di beberapa daerah tertentu, ibadahhaji bukan hanya meningkatkan kualitas pengalaman keagamaanseseorang, tetapi juga meninggalkan gengsi dan prestise yang

    melakukannya. Status sosialnya naik setelah berangkat haji.Panggilannya juga berubah. Yang awalnya dipanggil bapakatau ayah, misalnya, berubah menjadi abah dan yangsebelumnya di panggil ibu menjadi ummi. Karena itu, tidakjarang dijumpai sebagian masyarakat kita berusaha keras agarsegera dapat berangkat haji, meski kondisi ekonomi keluargamasih memerlukan perhatian serius. Begitu pula, kitamenyaksikan orang-orang tertentu yang senantiasa berangkatsetiap tahun, meski telah melakukannya beberapa kali.

    Tulisan ini tidak akan mengomentari perilaku haji sebagianmasyarakat kita di atas, meski secara sosial perlu direnungkan

    kembali. Tulisan ini justru akan mendiskusikan pelaksanaan hajiyang secara rutin dilakukan pada bulan dzul hijjah setiap tahun.Persoalan ini perlu diangkat karena akhir-akhir ini sering terjadimusibah yang memakan korban dalam pelaksanaan haji, mulaikasus Mina, melempar jumrah dan seterusnya. Bagaimanamasalah-masalah tersebut dapat diatasi, setidaknyadiminimalisir.

  • 8/14/2019 Haji Sistem Shift

    2/5

    Pelaksanaan HajiIbadah haji biasanya dilaksanakan pada bulan-bulan

    tertentu, tepatnya tanggal 8-13 bulan dzul hijjah, bulan Besar. Diluar hari dan bulan tersebut tidak dianggap sebagai haji, tetapihanya sebagai umrah (haji kecil). Sedemikian, sehingga padahari dan bulan itu, umat Islam dari seluruh penjuru dunia kumpul jadi satu untuk bersama-sama melakukan ibadah haji. Dapatdibayangkan bagaimana kondisi dan ramainya tanah suci saatitu. Jamaah yang begitu besar, sekitar 3 juta orang dari seluruhdunia, berkumpul di satu tempat yang tidak begitu luas danwaktu yang tidak banyak, untuk bersama-sama melakukanaktivitas ibadah yang bersifat fisik. Kondisi itu belum ditambahdengan kenyataan cuaca yang panas, jamaah yang tua, fisikyang tidak prima, medan yang belum dikenal secara baik danseterusnya. Akibatnya dapat dipastikan bahwa kecelakaan danjatuhnya korban tidak dapat terelakkan.

    Menghadapi kenyataan itu, sebagian kita umumnya parapenanggung jawab haji-- biasanya ada yang menyalahkan korbandengan menyatakan bahwa kecelakaan itu terjadi karena merekatidak disiplin. Yang lain menyatakan bahwa hal itu karena faktornasib, kecelakaan yang tidak disengaja (accident) atau taqdir.Sebagai seorang muslim, kita memang harus menerimanyasecara ikhlas, tetapi kita tidak dapat menerima cara-cara

    menghindari tanggung jawab dengan mencari kambing hitam. Disini diperlukan solusi konkrit.Untuk mengatasi kesulitan ibadah seperti di atas, sebagian

    organisasi keagamaan ada yang menganjurkan agar tidakmencari keutamaan (afdlal), yang penting absah. Melempar jumrah, misalnya, tidak harus ba`d al-zawal (setelahtergelincirnya matahari) melainkan sebelumnya, sehinggakemungkinan jatuh korban akibat berdesakan dengan jamaahlain dapat dihindari. Yang lain mengusulkan agar batas tanahMina dan Arafah ditambah, sehingga dapat menampung jumlahjamaah pada waktu bersamaan tanpa harus berdesakan.

    Sementara itu, Pusat Riset Haji di Universitas Umm al-Qura,Makkah, mengusulkan agar suasana tanah suci sekarangdibentuk lingkungan yang mirip zaman Nabi. Antara lain,sejumlah besar jalur dikhususkan untuk pejalan kaki dan dikelilingi pohon-pohon subur dan daerah-daerah teduh. Jalan-jalanini menghubungkan antara Makkah dengan Mina, Arafah denganMuzdalifah, sehingga para peziarah akan dapat berjalan kemana-mana, melakukan upacara selama yang diinginkan, beristirahatdi tempat-tempat teduh dan tenggelam dalam lingkungan yang

  • 8/14/2019 Haji Sistem Shift

    3/5

    bersejarah. Makkah akan kembali memperoleh sebagian darikenikmatan dan keindahannya.

    Untuk itu pula, menurut mereka, di jalur-jalur utama tidakboleh ada hambatan. Jika seluruh peziarah diumpamakansebagai sebuah sungai besar, maka masing-masing peziarahadalah setitik air, mengalir, berkelok-kelok, bergerak menujutujuannya yang alamiah. Mereka akan bergerak dari satu tempatsuci dan satu titik upacara ke yang lainnya bagaikan sungai yangberaliran tenang. Akan tetapi, jika penghalang ditempatkan di jalan mereka, dalam bentuk kendaraan-kendaraan, atau jikapermukaan sungai diubah secara tiba-tiba dengan adanya jembatan atau terowongan, atau jika aliran alamiah merekadipercepat atau diperlambat dengan diizinkannya penggunaanmobil-mobil yang menimbulkan kemacetan, maka jelas akanmemunculkan gejolak, aliran yang deras atau bahkan air terjun.

    Saran, ide dan gagasan-gagasan seperti di atas, jelassangat membantu dan menjanjikan. Akan tetapi, jamaah hajitidak pernah berkurang setiap tahunnya tetapi justru semakinbertambah. Ketika jamaah semakin membludak, sementaradurasi waktu tidak bertambah dan tempat pelaksanaannya tidakberubah, maka pada kondisi tertentu, kecelakaan dan musibahtetap tidak dapat dihindarkan. Artinya, di sini perlu alternatif lainyang bukan sekedar berkaitan dengan tempat. Alternatif yang

    dimaksud adalah penambahan durasi waktu haji. Maksudnya,perlu dipikirkan bahwa pelaksanaan haji tidak hanya satu kalidalam setahun, melainkan perlu ditambah dua atau bahkan tigakali dalam setahun, sehingga dapat dilaksanakan secarabergantian (sistem shift); shift pertama, kedua dan ketiga danseterusnya, dan masing-masing negara diberi bagian shifttersendiri. Dengan pemikiran haji model shift ini, makapelaksanaan haji dapat terkendalikan dan bahkan pembatasankuota haji seperti yang diterapkan selama ini-- dapatdihilangkan, sehingga tidak ada lagi istilah waiting listpada calonjamaah.

    Asyhur Ma`lmtGagasan membuat pelaksanaan haji dengan sistem shiftini

    bukan tanpa dasar. Selain karena alasan praksis, alasankebutuhan, al-Quran sendiri sebenarnya tidak pernahmemastikan pelaksanaan haji pada bulan-bulan tertentusebagaimana yang kita laksanakan. Al-Quran hanya menyatakanbahwa haji dilakukan pada bulan-bulan yang dimaklumi (al-hajjasyhur ma lmt) (QS. al-Baqarah, 197). Di sini al-Quran

  • 8/14/2019 Haji Sistem Shift

    4/5

    menggunakan kata-kata asyhur, dalam bentukjamakatau plural,bukan mufrad, tunggal. Artinya, haji dilakukan bukan pada bulan

    tertentu melainkan pada bulan-bulan yang dimaklumi. Apabulan-bulan yang dimaklumi (asyhur ma`lmt)?

    Menurut Imam Malik, dengan mendasarkan diri padariwayat dari Ibn Umar, Ibn Mas`ud, Atha dan Mujahid, yangdimaksud asyhur ma`lmt adalah bulan Syawal, Dzul Qa`dahdan Dzul Hijjah seluruhnya. Sementara itu, menurut Imam Syafiidan Ahmad, dengan mendasarkan diri pada pendapat Ibn Abbas,al-Suda, al-Sya`bi dan al-Nakha`i, bahwa yang dimaksud asyhurma`lmtadalah bulan Syawal, Dzul Qa`dah dan tanggal 9 bulanDzul Hijjah, sedang menurut Abu Hanifah adalah dua bulanpertama ditambah tanggal 10 Dzul Hijjah (Bidayah al-Mujtahid, I,238; Rawi` al-Bayn, I, 197). Meski demikian, menurut al-Shabuni, para ulama (jumhur) sepakat bahwa yang dimaksudasyhur ma`lmtadalah bulan Syawal, Dzul Qa`dah dan tanggal10 bulan Dzul Hijjah (Rawi` al-Bayn, ibid). Hikmah dariperbedaan pendapat para imam madzhab tersebut, menurutSyaukani, adalah bahwa seseorang tetap boleh menjalankanibadah haji meski telah lewat hari nahr (hari raya quran) dantanpa harus membayar dam (menyembelih binatang denda)(Tafsir Fath al-Qadr, I, 200).

    Berdasarkan berbagai pendapat imam madzhab di atas,

    jelas bahwa pelaksanaan ibadah haji, sesungguhnya, bukanhanya beberapa hari di bulan Dzul Hijjah, melainkan selama 3bulan, yakni membentang dari bulan Syawal sampai Dzul Hijjah.Atau paling tidak selama 2 bulan setengah, dari bulan Syawalsampai pertengahan Dzul Hijjah. Jika seperti itu kenyataannya,kenapa kita harus memaksakan diri melakukan ibadah haji padasaat-saat yang padat? Jika demikian kenyataannya, kenapa tidakdipikirkan untuk membuat pelaksanan ibadah haji yang nyaman,aman dan mudah, sehingga para jamaah dapat melakukanibadahnya secara khusyuk dan tenang?

    Jika durasi waktu haji tidak hanya beberapa hari melainkan

    tiga bulan, maka dapat dipikirkan untuk membuat pelaksanaanhaji dengan sistem shift (gantian atau giliran). Jika setiap shiftdiberi alokasi waktu 15 hari, misalnya, karena pelaksanaan hajisebenarnya telah dapat dilakukan hanya dengan sekitar 5-6 hari,maka durasi waktu 2,5 bulan berarti dapat dibagi menjadi 5 shift. Jika saat ini ada sekitar 3 juta jamaah setiap tahunnya, makamereka akan dibagi 5 kelompok, sehingga setiap angkatan hanyaakan berjumlah sekitar 600 ribu jamaah. Dengan populasijamaah yang tidak begitu banyak, ditambah pengaturan yang

  • 8/14/2019 Haji Sistem Shift

    5/5

    baik dan lingkungan yang teduh seperti disarankan Pusat RisetHaji Arab Saudi, juga dengan saran agar jamaah tidak selalu

    memburu yang afdlal, maka ibadah haji akan dapat dilakukansecara baik, tenang dan aman. Yang terpenting, kecelakaan dan jatuhnya korban akibat kekisruhan ibadah sedapat mungkindihindarkan. Mereka telah membayar mahal untuk kepuasanibadah di tanah suci. Jangan cemari nama baik mereka denganmenudingnya tidak tertib dan tidak disiplin ketika terjadikecelakaan dan menjadi korban.

    A Khudori Soleh, M.Ag adalah dosen UIN Malang dan anggotadewan asatidz PP. Miftahul Huda, Gading, Malang